
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
Perlindungan Hukum Bagi Investor Saat Terjadi Penghapusan Pencatatan Delisting
Saham PT di Pasar Modal
Fadly Prawirawinata, Amiradiaty Nasution, Hanis Hasyimawan Mubarak
Abstrak
Delisting saham merupakan tindakan penghapusan pencatatan saham suatu perusahaan secara resmi yang dilakukan oleh otoritas bursa atau Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diakibatkan oleh keadaan tertentu sehingga efek emiten yang bersangkutan tidak lagi diperdagangkan secara bebas di pasar modal. Delisting terbagi dalam dua jenis, yaitu secara paksaan (forced delisting)dansecarasukarela(voluntary delisting).Terjadinya Delisting sahammengakibatkan perubahan bentuk perusahaan dari yang berstatus terbuka menjadi perusahaan tertutup yang sahamnya tidak lagi tercatat. Dengan demikian, berarti delisting akan mengakibatkan saham
Emiten tidak dapat lagi ditransaksikan di Bursa. Selain itu, Delisting juga dapat memengaruhi harga efek serta hilangnya kemampuan perusahaan atau likuiditas atas efek yang disebabkan oleh permasalahan pada emiten yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dengan demikian, penting untuk diteliti mengenai akibat hukum yang ditimbulkan oleh pencatatan delisting saham beserta perlindungan hukum yang diperlukan bagi investor ketika terjadinya voluntary delisting saham. Jenis data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder yang dianalisis menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan jika terdapat bermacam langkah hukum yang dapat diambil oleh investor ketika terjadi delisting, seperti melaporkan perusahaan yang bersangkutan ke pengadilan niaga, meminta agar perusahaan tersebut membeli kembali sahamnya dengan harga yang wajar, ataupun melakukan perundingan yang seadil-adilnya kepada semua pihak.
Kata kunci: Delisting saham, voluntary delisting, pasar modal.
Abstract
Stock Delisting is the act of removing the official listing of a company's shares by the stock exchange authority or the Indonesia Stock Exchange (BEI) caused by certain circumstances so that the securities of the issuer concerned are no longer traded freely in the capital market. Delisting is divided into two types, namely forced (forced delisting) and voluntary (voluntary delisting). The Delisting of shares resulted in a change in the form of a company from an open

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
status to a closed company whose shares are no longer listed. Thus, it means that delisting will result in the Issuer's shares can no longer be traded on the exchange. In addition, Delisting can also affect the price of securities as well as the loss of the company's ability or liquidity for securities caused by problems with issuers managed by the company. Thus, it is important to examine the legal consequences caused by the delisting of shares and the legal protection required for investors in the event of voluntary delisting of shares. The type of data used in this paper is secondary data analyzed using normative juridical methods. The results show that there are various legal steps that can be taken by investors in the event of delisting, such as reporting the company to the Commercial Court, requesting that the company buy back its shares at a reasonable price, or negotiating fairly with all parties.
Keywords: Stock Delisting, voluntary delisting, capital market.
A. Pendahuluan
Investor memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan perekonomian suatu negara, sebagai pemodal investor dapat membantu sebuah kegiatan usaha. Investor sebagai pemilik modal bertujuan melakukan kegiatan investasi, investasi merupakan suatu bentuk penanaman modal untuk menghasilkan kekayaan, yang akan dapat memberikan keuntungan tingkat pengembalian (return) baik pada masa sekarang atau dan di masa depan.1
Kedudukan investor dalam hal ini memiliki tujuan utama untuk mencari keuntungan dengan menginvestasikan modalnya ke dalam suatu kegiatan usaha.
Investor dalam melakukan investasi memerlukan suatu wadah atau sarana dalam melakukan kegiatannya, sarana tersebut ialah melalui pasar modal. Pasar modal merupakan sebuah tempat bagi segala instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun surat berharga.2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pasar modal merupakan suatu sarana di mana dana-dana jangka panjang seperti utang diperdagangkan, dana-dana jangka panjang yang merupakan utangbiasanyaberbentuk obligasi sedangkandanajangkapanjangyangmerupakan
1 Didit Herlianto, Manajemen Investasi, (Yogyakarta: Pustaka Baru, 2013), hlm. 1.
2 Miftakhur Rokhman Habibi, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Malang: Inara Publisher, 2022), hlm. 12.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
modal sendiri berbentuk saham biasanya.3 Pasar modal sebagai tempat bertemunya investor
dan emiten memiliki fungsi sebagai sarana penambah modal bagi usaha dan mendapatkan
keuntungan bagi investor.4
Dalam pasar modal tidak dapat dihindarkan dari pengaruh-pengaruh yang disebabkan
karena perusahan itu sendiri maupunkarenakondisi ekonomi di Indonesia.Tindakanperseroan
atau aksi korporasi dapat memengaruhi saham yang dimiliki suatu perseroan, misalnya aksi korporasi restrukturiasi seperti merger dan akuisisi.5 Aksi korporasi juga dapat mengubah
kepemilikan saham dan struktur pengendali saham seperti tindakan IPO, akuisisi, merger, ataupun spin-off 6 Keadaan ekonomi pun dapat menjadi faktor suatu perusahaan melakukan aksi korporasi, seperti adanya COVID-19 yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan bahkan kebangkrutan.
Dari berbagai keadaan yang ada dapat menyebabkan suatu perusahaan mengalami delisting saham baik oleh keinginan perusahaan itu sendiri mauapun karena paksaan Bursa Efek Indonesia (BEI). Delisting memiliki pengertian tindakan yang dilakukan otoritas bursa untuk menghapus emiten tertentudaribursaefekdikarenakanhal tertentu sehinggaefek emiten yang bersangkutan tidak lagi diperdagangkan di lantai bursa.7 Terdapat dua jenis delisting yakni voluntary delisting dan forced delisting Forced delisting merupakan penghapusan pencatatan yang disebabkan oleh perusahaan tidak dapat memenuhi kriteria dan syarat pencatatan yang telah ditetapkan oleh bursa efek, sedangkan voluntary delisitng merupakan
penghapusan pencatatan di mana emiten mengajukan permohonan untuk keluar dari bursa menurut alasan-alasan internal perusahaan.8
Dapat dikatakan bahwa voluntary delisting merupakan sebuah pilihan atau kebijakan
dari sebuah perusahaan untuk menarik diri dari bursa saham. Hal ini yang dilakukan oleh PT
Tunas Ridean Tbk. (PT TURI) yang melakukan delisting saham secara sukarela pada 6 April 2023.9 Alasan PT TURI melakukan delisting saham disebabkan oleh saham perseroan yang
3 Defrando Sambuaga, “Kejahatan dan Pelanggaran di Bidang Pasar Modal dan Penegakan Hukumnya Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1985”, Lex Privatum, Volume 4, Nomor 5, 2016, hlm. 156
4 Citra Puspa Permata; Muhammad Abdul Ghoni, “Peranan Pasar Modal Dalam Perekonomian Negara Indonesia”, Jurnal AkunStie (JAS), Volume 5, Nomor 2, 2019, hlm. 52.
5 Dhaniswara K. Harjono, Aksi-Aksi Korporasi dalam Aspek Hukum Perusahaan, (Jakarta: UKI Press, 2020), hlm. 19.
6 Ibid
7 Apsari Ratna Kurniawati; Budiharto; Paramita Prananingtyas, “Tanggung Jawab Emiten yang Mengajukan Permohonan Voluntary Delisting Terhadap Pemegang Saham Emiten”, Diponegoro Law Journal, Volume 5, Nomor 3, 2016, hlm. 2.
8 Sudiyana dan Puspita Permata Sari, “Legal Problems for Public Shareholders (Investors) in the Capital Market Post Delisting in the Covid-19 Pandemic Era”, (disampaikan pada Seminar Nasional Diseminasi Hasil Penelitian 2021, deHAP 2021), hlm. 235.
9 Wahyu Tri Rahmawati, “Tunas Ridean (TURI) Jadi Saham Delisting Pertama BEI Tahun 2023”, https://investasi.kontan.co.id/news/tunas-ridean-turi-jadi-saham-delisting-pertama-bei-tahun-2023-1, diakses pada 3 Maret 2024.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
tidak aktif diperdagangkan di BEI, tidak terdapatnya kebutuhan khusus untuk penggalan dana
dari publik, dan jumlah saham publik yang sangat minimal dimana publik hanya memegang saham sebesar 7,25% saham.10 Dari voluntary delisting yang dilakukan oleh PT TURI dapat dilihat bagaimana perlindungan hukum bagi investor publik di dunia pasar modal. Akibatnya,terdapat persoalan mengenai regulasi yang dibuat sudah dapat melindungi investor publik di pasar modal terutama bagi investor kecil.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis menemukan berbagai permasalahan, yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana akibat hukum dari pencatatan delisting saham?
2. Bagaimana tanggung jawab dari sisi bursa efek maupun emiten apabila terjadi voluntary delisting di Bursa Efek Indonesia pada PT Tunas Ridean Tbk. (TURI)?
B. Metodologi Penelitian
Penelitianterhadap perlindunganhukum bagi investorketikaterjadi delisting saham PT ini akan berfokus kepada permasalahan hukum akibat adanya delisting saham suatu PT dan dampak hukumnya bagi investor. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder).11 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus.
C. Pembahasan
1. Akibat Hukum Pencatatan Delisting Saham PT di Pasar Modal
Padaumumnya,istilah go private lebihdikenal denganistilah delisting karenadiartikan sebagai penghapusan (delisting) pencatatan saham suatu perusahaan yang telah dicatatkan di bursasehinggaperusahaannyatidaklagimenjadiperusahaanterbuka.12 Delisting sahamsendiri dapat diartikan sebagai tindakan penghapusan pencatatan saham suatu perusahaan secara resmi yang dilakukan otoritas bursa atau Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diakibatkan oleh keadaan tertentu sehingga efek emiten yang bersangkutan tidak lagi diperdagangkan secara bebas di pasar modal.13 Pasar modal merupakan salah satu sarana yang memudahkan perusahaan guna
10 CNBC Indonesia, “Ini Alasan Tunas Ridean Mau Delisting Sukarela dari Bursa”, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220527105419-17-342221/ini-alasan-tunas-ridean-mau-delisting-sukarela-daribursa, diakses pada 31 Maret 2024.
11 Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram: Matara University Press, 2020), hlm. 47.
12 Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2006), hlm. 306.
13 Apsari Ratna Kurniawati, (et.al.), Op.Cit

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
mendapatkan dana guna membangun perusahaan yang dilakukan melalui penawaran umum.
Penawaran umum merupakan kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.14 Penawaran umum berguna untuk mendapatkan dana dari pasar modal yang dilakukan dengan cara menjual kepada masyarakat secara umum, menerbitkan saham, ataupun menerbitkan obligasi.
Status hukum suatu perusahaan akan mengalami perubahan pasca melakukan penawaran umum yaitu dari perusahaan privat berubah menjadi perusahaan publik.15 Kriteria yang harus dipenuhi oleh perusahaan publik adalah saham perseroan telah dimiliki sekurangkurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3
Miliaratausuatu jumlah pemegangsaham danmodal disetoryangditetapkandengan Peraturan
Pemerintah.16 Perusahaan tercatat merupakan perusahaan publik yang yang efeknya tercatat di Bursa. Hal tersebut merupakan akibat dari dilakukannya pencatatan saham atau listing yaitu perubahan status perusahaan menjadi perusahaan tercatat. Dengan demikian, perusahaan yang
telah tercatat di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) harus dan mau mentaati segala aturan yang
telah diatur dan berlaku mengenai perusahaan tercatat dan apabila tidak melaksanakan segala
kewajiban yang telah diatur berdasarkan aturan hukum yang berlaku maka akan dikenai sanksi
berupa delisting atau penghapusan pencatatan saham. Proses delisting mengakibatkan
perubahan bentuk perusahaan yang pada awalnya merupakan perusahaan terbuka menjadi
perusahaan tertutup yang sahamnya tidak lagi tercatat pada suatu Bursa. Dengan demikian, berarti delisting akan mengakibatkan saham Emiten tidak dapat lagi ditransaksikan di Bursa.
Ketentuan mengenai delisting diatur oleh BEI melalui Keputusan Direksi PT Bursa Efek
Jakarta No. Kep-308/BEJ/07-2004 Peraturan Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) saham di bursa yang telah efektif berlaku sejak
Tahun 2004.
Delisting merupakan salah satu hal yang penting karena dapat memengaruhi harga efek serta hilangnya kemampuan perusahaan atau likuiditas atas efek yang disebabkan oleh permasalahan pada emiten yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan jika delisting memiliki dampak paling besar berupa hilangnya likuiditas atas efek atau saham tersebut yang kemudian dapat mempengaruhi harga dari efek tersebut. Akan tetapi,
14 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
15 I Dewa Gede Angga Bhasudeva, (et.al.), “Perlindungan Hukum Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Investor Pasar Modal Atas Diberlakukannya Delisting Saham Oleh Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Preferensi Hukum, Volume 3, Nomor 2, 2022, hlm. 272.
16 Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
delisting dilakukan bukan untuk mematikan emiten, melainkan dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan bagi emiten tersebut agar dapat mengadakan perbaikan sehingga
nantinya dapat dilakukan relisting atau pencatatan kembali terhadap perusahaan yang sudah
dihapuskan dari pasar modal.17 Salah satu contoh perusahaan yang pernah melakukan relisting di Indonesia adalah PT Sekar Bumi Tbk (SKBM), perusahaan penyalur makanan olahan beku
tersebut listing pada 1992 dan mengalami delisting pada 1999 yang kemudian melakukan relisting kembali pada 2012.18
Delisting juga bertujuan memberikan perlindungan bagi para investor pasar modal agar terlepas dari emiten yang sedang mengalami persoalan tertentu, baik terkait peristiwa hukum maupun kondisi internal atau finansial emiten yang dapat menghambat kelangsungan usaha para investor.19 Delisting saham terdiri dari dua jenis berdasarkan sebab penghapusan pencatatannya, yaitu secara paksaan (forced delisting) dan secara sukarela (voluntary delisting). Delisting yang dilakukan dengan paksaan terjadi ketika perusahaan tidak dapat memenuhi kriteria atau syarat pencatatan tertentu yang telah ditetapkan oleh bursa efek, sedangkan delisting yang dilakukan dengan sukarela terjadi karena emiten mengajukan permohonanuntuk keluar daribursaatasdasaralasan-alasaninternal perusahaan.20 Keduajenis delisting tersebut dapat menimbulkan dampak yang berbeda bagi pihak yang terlibat, baik terhadap investor ataupun perusahaan yang mengalami delisting, berikut penjelasannya:
a. Delisting secara paksa (forced delisting)
Forced delisting pada umumnya disebabkan oleh persoalan internal perusahaan yang mengindikasikan kesehatan keuangan perusahaan yang buruk ataupun tata kelola perusahaan yang buruk. Selain karena terdapat persoalan internal perusahaan, forced delisting bisa disebabkan karena ketidakpatuhan akan hukum ataupun permasalahan-permasalahan hukum. Berdasarkan ketentuan BEI, Bursa menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat apabila terdapat indikator perusahaan tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini: 21
1) Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara
17 E. A. Koetin, Analisis Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hlm. 95.
18 Arif Wicaksono, “Mengenal Istilah Listing, Delisting, dan Relisting dalam Investasi Saham”, https://www.medcom.id/ekonomi/keuangan/zNAQpEzN-mengenal-istilah-listing-delisting-dan-relisting-dalam-investasisaham#:~:text=Relisting%20adalah&text=Salah%20satu%20contoh%20relisting%20yang,2012%20SKBM%20melakukan%20r elisting%20kembali, diakses pada 2 Maret 2024.
19 Ida Bagus Rama Pratistha, (et.al.), “Akibat Hukum Terhadap Investor Karena Adanya Penghapusan Pencatatan (Forced Delisting) Perusahaan Terbuka Di Pasar Modal”, Jurnal Konstruksi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2022, hlm. 142.
20 Sudiyana dan Puspita Permata Sari, Op.Cit.
21 Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-308/BEJ/07-2004 Nomor III.3.1.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
2) Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai
hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Akan tetapi, ketentuan mengenai syarat dilakukannya forced delisting tidak dijelaskan secara terperinci. Kurangnya penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan “berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat” serta hal-hal apa saja yang termasuk di dalamnya. Kemudian, mengenai siapakah yang berhak untuk menentukan “aspek finansial atau secara hukum” tersebut, apakah BEI atau perusahaan tercatat atau pihak independent yang ditunjuk oleh BEI. secara jelas dinyatakan jika BEI memberikan kesempatan bagi emiten untuk memperdagangan efeknya dalam waktu 24 hari. Dalam pelaksanaannya, emiten dihapus pencatatannya atas perintah OJK atau permohonan BEI karena hal-hal tertentu tersebut.
Dampak yang ditimbulkan dari dilakukannya forced delisting tidak hanya mempengaruhi perusahaan, tetapi juga berpengaruh cukup signifikan terhadap pemilik saham atau para investor. Investor dapat kehilangan nilai investasi atau pengurangan nilai investasi karena forced delisting dapat menghapus hal tersebut dan dapat membuka kemungkinan jika perusahaannya akan tutup.22 Sehingga dapat dikatakan jika delisting memiliki dampak yang cukup besar dalam hilangnya likuiditas atas efek atau saham yang kemudian dapat mempengaruhi harga dari efek tersebut. Status para pemegang saham dari perusahaan yang mengalami forced delisting atau penghapusan secara paksa akan tetap sebagai pemegang saham, tetapi secara finansial, para pemegang saham tersebut akan kesulitan dalam mendapatkan keuntungannya dan berpotensi besar mengalami kerugian. Akan tetapi, ketika suatu perusahaan mengalami delisting, perusahaan tidak akan otomatis dianggap perusahaan tertutup sebab perusahaan yang masih memiliki kewajiban wajib yang harus dipenuhi kepada publik sebagai perusahaan publik mengenai transparansi informasi serta laporan untuk
BAPEPAM-LK yang sekarang digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, perusahaan juga masih memiliki kewajiban untuk memperhatikan para pemegang saham publik yang mana juga investor minoritas.
b. Delisting secara sukarela (voluntary delisting)

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
Voluntary delisting merupakan delisting yang dilakukan secara sukarela atas dasar
permintaan sendiri. Jika perusahaan mengalami penghapusan yang memang dilakukan atas kehendak perusahaan itu sendiri (voluntary delisting) dan dengan persetujuan investor maka investor tidak mengalami masalah, tetapi hal tersebut berbeda jika dilakukan dilakukan secara paksa oleh bursa sebagai otoritas yang berwenang.23 Jika suatu perusahaan memutuskan melakukan go private dan ingin mengajukan voluntary delisting kepada BEI maka harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari pemegang saham melalui Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perseroan. Terdapat pula beberapa ketentuan yang harus dipenuhi jika suatu perusahaan ingin melakukan perubahan status go-private yang dilakukan atas permintaan sendiri yaitu perusahaan terbuka yang akan mengubah status dari perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup harus memenuhi beberapa ketentuan:24
1) Memperoleh persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS;
2) Melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 (lima puluh) Pihak
atau jumlah lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan;
a) Mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat dan menyampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan bersamaan dengan pengumuman RUPS
sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
b) Menyampaikan permohonan pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran
dalam rangka Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas atau Pernyataan
Pendaftaran Perusahaan Publik kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Kemudian, diatur lebih lanjut mengenai ketentuan jika Bursa Efek wajib membatalkan
pencatatan Efek Perusahaan Terbuka paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat Otoritas Jasa Keuangan.25 Serta, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang juga wajib membatalkan pendaftaran Efek Perusahaan Terbuka pada penitipan kolektif paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat Otoritas Jasa Keuangan.26
Perlindungan hukum yang dapat diberikan terkait delisting saham adalah dengan mewajibkan perusahaan tercatat yang mengalami penghapusan untuk mengubah status menjadi perusahaan
tertutup dari yang sebelumnya perusahaan terbuka. Hal tersebut dilakukan melalui pembelian
23 Sa’diyah, S dan Abrianti, S., “Tanggung Jawab PT Inovisi Infracom (Invs) Terhadap Investor Publik atas Forced Delisting oleh PT Bursa Efek Indonesia Berdasarkan Peraturan di Bidang Pasar Modal”, Reformasi Hukum Trisakti, Volume 1, Nomor 2, 2019, hlm. 1–17.
24 Pasal 64 ayat (1) POJK 3/2021
25 Pasal 65 ayat (1) POJK 3/2021.
26 Pasal 65 ayat (2) POJK 3/2021.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
saham yang beredar di masyarakat serta dimiliki oleh publik yang biasa disebut shares
buyback. Buyback saham merupakan bentuk tanggung jawab dari perseroan yang akan
melakukan delisting dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan perseroan.27 Buyback dilakukan dengan mela kukan pembelian kembali atas saham seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham
menjadi kurang dari 50 (lima puluh) Pihak atau jumlah lain yang telah ditetapkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan.28
2. Tanggung Jawab dari Sisi Bursa Efek Maupun Emiten Apabila Terjadi Voluntary
Delisting di Bursa Efek Indonesia Pada PT Tunas Ridean Tbk (TURI)?
Perusahaan yang melakukan Penawaran Umum Saham Pertama Kali/Perdana disebut juga Penawaran Umum Perdana Saham atau Initial Public Offering (IPO). Alasan perusahaan Go Public karena memerlukan dana untuk membayar utang, restrukturisasi, investasi, atau
untuk mengembangkan usahanya. Secara umum awalnya perusahaan mencari sumber
pendanaan yang konvensional, yakni dari Perbankan maupun dari Perusahaan Pembiayaan.
Apabila Perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi persyaratan dari kreditur atau kreditur
sendiri tidak dapat menyediakan dana yang diperlukan maka alternatif lain dapat mencoba
melalui Pasar Modal dimana jumlah dana yang tersedia pada para investor jumlahnya sangat banyak atau dapat dikatakan tidak terbatas. Pasar modal merupakan salah satu sarana alternatif untuk mendapatkan sumber dana sehingga dapat membiayai kegiatan operasional perusahaan.
Menurut Tjiptono Darmadji ada beberapa konsekuensi yang ditanggung perusahaan bila melakukan penawaran umum, yaitu:29
a. Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full disclosure);
b. Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan;
c. Gaya manajemen perusahaan berubah dari informal menjadi formal;
d. Kewajiban membayar deviden bila perusahaan mendapat laba;
e. Senantiasa berusaha meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan.
Delisting yaitu penghapusan pencatatan dari daftar saham di bursa yang dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan di bursa tersebut. Untuk mengajukan voluntary delisting.
27 Ana Mufidah, “Buy Back Saham Sebagai Sebuah Alternatif Kebijakan”, Jurnal Ekonomi Akuntansi Dan Manajemen, Volume 12, Nomor 1, 2013, hlm. 25.
28 Pasal 66 ayat (4) huruf c POJK 3/2021.
29 Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin (2006) Pasar modal di Indonesia: pendekatan Tanya-jawab, Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat. Hlm 74.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep308/BEJ/07-2004 tentang Peraturan
Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) di Bursa, dimana persyaratan delisting saham atas permohonan perusahaan tercatat, yaitu :
a. Pengajuanpermohonan delisting saham olehperusahaantercatat hanyadapat dilakukan
apabila telah tercatat di bursa sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
b. Rencana delisting telah memperoleh persetujuan RUPS perusahaan tercatat;
c. Perusahaan tercatat atau pihak lain yang ditunjuk, wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak menyetujui keputusan RUPS pada harga sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan yang berlaku;
d. Buy-back saham yang sebagaimana pemegang saham yang tidak menyetujui RUPS berdasarkan salah satu harga yang tersebut di bawah ini, mana yang lebih tinggi :
1) Harga nominal
2) Harga tertinggi di Pasar Reguler selama 2 (dua) tahun terakhir sebelum iklan pemberitahuan RUPS setelah memperhitungkan faktor penyesuaian akibat perubahan nilai nominal sejak 2 (dua) tahun terakhir hingga RUPS yang menyetujui delisting, ditambah premi berupa tingkat pengembalian investasi selama 2 (dua) tahun yang diperhitungkan sebesar harga perdana saham dikalikan rata rata tingkat bunga SBI 3 (tiga) bulan atau tingkat bunga obligasi pemerintah lain yang setara yang berlaku pada saat ditetapkannya putusan RUPS mengenai delisting.
3) Nilai wajar berdasarkan penilaian pihak independen yang terdaftar di Bapepam LK (sekarang OJK) dan ditunjukkan oleh perusahaan tercatat atau pihak yang akan melakukan pembelian saham serta disetujui oleh RUPS.
Tanggung jawab apabila terjadi voluntary delisting di Bursa Efek Indonesia, timbul baik dari sisi bursa efek maupun emiten bursa.
a. Dari sisi bursa efek Bursa menelaah alasan yang melatarbelakangi emiten mengajukan voluntary delisting. Dengan berbagai pertimbangan berdasarkan peraturan-peraturan yang ada, bursa mengabulkan permohonan delisting yang diajukan oleh emiten. Bursa mengumumkan bahwa permohonan delisting disetujui kemudian menerbitkan surat keputusan sehingga menandakan delisting menjadi efektif.
b. Dari sisi emiten Emiten menyampaikan permohonan delisting kepada bursa dengan mengemukakan alasannya serta melampirkan berita acara RUPS. Setelah permohonannya dikabulkan oleh pihak bursa, status perusahaannya berubah dari

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Dengan demikian, emiten wajib
mengganti anggaran dasar yang harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari
seluruh pemegang saham baik pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham
minoritas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat (delisting) maka TURI
tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Bursa menyetujui penghapusan pencatatan efek perseroan dari Bursa Efek Indonesia efektif pada
Kamis, 6 April 2023. Sebelumnya, manajemen TURI telah memberitahukan rencana delisting kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 Mei 2022. Kemudian, pada 27 Mei 2022, BEI menyetop perdagangan saham TURI terkait langkah go private tersebut. Adapun, TURI telah menggelar pembelian kembali atau buyback saham pada periode 1 Agustus hingga berakhir pada 12 Oktober 2022. TURI membeli kembali 418,63 juta saham dengan harga penawaran Rp1.700 per saham dan nilai total mencapai Rp712,15 miliar. Hingga 28 Februari 2023, dua pemegang saham terbesar TURI masih diduduki oleh Jardine Cycle & Carriage Ltd dan PT
Tunas Andalan Pratama, masing-masing sebesar 46,24 persen. Sementara itu, sisa saham publik mencapai 1,35 juta saham, atau setara 0,02 persen.
Pada akhirnya, yang penting adalah pemilik perusahaan itu sendiri dan bukan pemegang saham publik. Perlindungan preventif yang diberikan kepada investor cukup baik, seperti pemeriksaan oleh OJK terhadap perusahaan yang akan masuk pasar modal, pemeriksaan kapasitas perusahaan, memanggil investor sebagai calon investor atau membaca investorm membaca laporan keuangan dengan cermat sebelum membeli saham perusahaan, namun perlindungan yang diberikan secara represif masih belum memadai sehingga
menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi investor.
RUPS merupakan tempat pengambilan keputusan mengenai pembagian saham yang dapat menimbulkan tirani pemegang saham minoritas. Isu delisting menjadi topik yang menarik dan menjadi perdebatan besar di dunia pasar modal. Delisting adalah penghapusan saham dari daftar saham di bursa. Tentu saja saham yang dimaksud sudah tidak lagi diperdagangkan di bursa. Kebanyakan dari mereka yang angkat bicara dan diliput oleh media, termasuk pejabat Bapepam, Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang kini telah merger dengan EIB, sepakat bahwa saham-saham tersebut harus di-delisting jika mereka dihapuskan. tidak cair. Bursa Efek sendiri merupakan sarana jual beli saham yang diciptakan agar investor kecil dapat membelinya sehingga menjadi pemilik perusahaan. Penggagas Bursa Efek tidak memikirkan masalah likuiditas. Awalnya perusahaan

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
mengembangkan usahanya dengan modal dari laba ditahan. Dalam pertumbuhannya timbul
peluang-peluang usaha yang memerlukan modal sendiri lebih besar dibandingkan modal yang dimiliki pengusaha. Sehingga menarik orang lain untuk berpartisipasi dalam modal sosial.
Otoritas Jasa Keuangan merupakan pintu gerbang regulasi di pasar modal. Lembaga ini menjadi benteng dan ujung tombak dalam penegakan peraturan hukum pasar modal. Lantas, apakahpasar modal akan menjadi lebihbaik, lebih aman,lebihadil dan lebih teratur ataumalah sebaliknya, akan menjadi lebih kacau, penuh tipu muslihat dan penipuan para pelaku pasar modal dan para spekulan yang kejam dan rakus. Itu semua tergantung perilaku OJK. Termasuk kebersihan sistem di OJK, kejelasan aturan main dan yang terpenting adalah obsesi, visi dan kewaspadaan orang-orang yang duduk di otoritas jasa keuangan itu sendiri.”
Terciptanya kepastian hukum tercermin dalam lahirnya Undang-Undang Pasar Modal yang bertujuan untuk melindungi kepentingan para penanam modal di pasar modal dari penipuan dan tindak pidana di pasar modal. Memang benar, investor berada pada posisi yang lemah dalammenerimasegalarisiko yangdapat mengakibatkanhilangnyanilai posisi investasi yang dimilikinya di pasar modal.30 Kepastian hukum akan mewujudkan suatu pasar yang teratur, wajar, dan kompetitif, dengan tetap memberikan perlindungan maksimal kepada investor yang menempatkan dananya di pasar modal.31 Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator berupaya memberikan perlindungan hukum kepada investor publik dengan menetapkan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh emiten yang diprivatisasi. Namun setelahemiten menyelesaikanseluruhprosedurdanmelaporkankepadaotoritasjasakeuangan, maka perseroan tidak perlu lagi memenuhi kewajiban pelaporan dan keterbukaan informasi sesuai ketentuan undang-undang pasar modal.”
Hal ini tidak cukup untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemegang saham publik yang pada saat penawaran tidak berkeinginan untuk menjual sahamnya atau karena memberikan suara tidak setuju terhadap penjualan saham tersebut dalam RUPS Independen. Meskipun surat KetuaBapepam mewajibkanperusahaanuntuk mengikuti Pasal 55ayat 1huruf a UUPT dengan menetapkan harga minimum yang wajar saat penawaran umum, muncul keraguan apakah kewajiban ini masih berlaku setelah perusahaan tersebut berubah menjadi perusahaan swasta.
Kendala lainnya adalah untuk melindungi kepentingan pemegang saham publik, maka pemerataan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemegang saham independen
30 Indra Safitri, “Transparansi Independensi Pengawasan Kejahatan Pasar Modal” (Jakarta : Global Book & Publication Book Division, 1998), hal. 6
31 Ibid., hal. 16

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
sesuai Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan dalam beberapa
kegiatan yang terlampir dalam Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-32/PM/2000 tanggal
22 Agustus 2000. Kegagalan untuk melakukan hal ini akan mengakibatkan tirani kelompok minoritas terhadap kelompok mayoritas. Sehingga nantinya Bapepam dapat menetapkan peraturan yang tidak hanya menimbulkan kezaliman kelompok minoritas tetapi juga melindungi investor lain yang kebanyakan investor asing, yang sepenuhnya berlaku di pasar modal negara lain.
Investor masyarakat yang menghadapi permasalahan delisting dapat melakukan upaya untuk melindungi haknya sebagai investor. Caranya bisa bermacam-macam: melaporkan perusahaan yang bersangkutan ke pengadilan niaga, meminta agar perusahaan tersebut membeli kembali sahamnya dengan harga yang wajar, dan melakukan perundingan yang seadil-adilnya kepada semua pihak.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Akibat hukum dari forced delisting bagi perusahaan adalah bahwa
penghapusan saham tidak serta merta menghilangkan tanggung jawab perusahaan
terhadap BEI dan investor, perusahaan harus memenuhi kewajibannya mengenai
transparansi serta laporan untuk OJK. Sedangkan, dalam hal voluntary delisting
perusahaan wajib melakukan pembelian saham yang beredar di masyarakat serta
dimiliki oleh publik yang biasa disebut shares buyback.
Tanggung jawab apabila terjadi voluntary delisting di Bursa Efek Indonesia
baik dari sisi bursa efek maupun emiten bursa. Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat (delisting) maka TURI tidak lagi memiliki kewajiban
sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Perlindungan “secara preventif yang diberikan kepada investor sudah cukup baik, seperti pemeriksaan oleh OJK terhadap perusahaan yang akan terjun ke pasar modal, mengkaji mengenai kemampuan perusahaan tersebut, penghimbauan kepada calon investor atau investor untuk cermat dalam membaca laporan keuangan sebelum membeli saham perusahaan tersebut, namun perlindungan yang diberikan secara represif masih kurang
menyeluruh yang mengakibatkan kerugian lebih kepada investor.”
2. Saran

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
1) Persoalan investasi perusahaan yang terdelisting perlu menjadi perhatian khusus
bagi Pemerintah terutama bagi Menteri Keuangan, sehingga ada upaya meninjau
kembali agar perusahaan yang terdelisting masih memungkinkan sebagai tempat berinvestasi. Bagi badan hukum atau Perusahaan Terbuka sudah seharusnya bertindak transparan kepada investor sehingga akan memberikan independensi dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di pasar modal serta mampu memberi pengetahuan bagi masyarakat yang belum mahir di dalamnya.
2) OJK“selaku regulator di bidang pasar modal, sejak awal terjadinya proses
melakukan delisting atau go private tahun 1996 wajib mengeluarkan aturan baku yang diharapkan bisa memberikan jaminan kepastian hukum bagi pelaku pasar modal antara lain emiten atau perusahaan publik, investor baik itu investor minoritas dan pasar pada umumnya yang tidak terdapat dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.”

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-308/BEJ/07-2004 Nomor III.3.1.
Buku
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar modal di Indonesia: pendekatan
Tanya-jawab Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006).
Didit Herlianto, Manajemen Investasi, (Yogyakarta: Pustaka Baru, 2013).
Dhaniswara K. Harjono, Aksi-Aksi Korporasi dalam Aspek Hukum Perusahaan, (Jakarta: UKI Press, 2020).
E. A. Koetin, Analisis Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002).
Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2006).
Indra Safitri, Transparansi Independensi Pengawasan Kejahatan Pasar Modal, (Jakarta: Global Book & Publication Book Division, 1998).
Miftakhur Rokhman Habibi, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Malang: Inara Publisher, 2022).
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram: Matara University Press, 2020).
Jurnal
Apsari Ratna Kurniawati; Budiharto; Paramita Prananingtyas, “Tanggung Jawab Emiten yang
Mengajukan Permohonan Voluntary Delisting Terhadap Pemegang Saham Emiten”, Diponegoro Law Journal, Volume 5, Nomor 3, 2016.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
Ana Mufidah, “Buy Back Saham Sebagai Sebuah Alternatif Kebijakan”, Jurnal Ekonomi
Akuntansi Dan Manajemen, Volume 12, Nomor 1, 2013
Citra Puspa Permata; Muhammad Abdul Ghoni, “Peranan Pasar Modal Dalam Perekonomian
Negara Indonesia”, Jurnal AkunStie (JAS), Volume 5, Nomor 2, 2019.
Defrando Sambuaga, “Kejahatan dan Pelanggaran di Bidang Pasar Modal dan Penegakan
Hukumnya Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1985”, Lex Privatum, Volume 4, Nomor 5, 2016.
I Dewa Gede Angga Bhasudeva, (et.al.), “Perlindungan Hukum Otoritas Jasa Keuangan
Terhadap Investor Pasar Modal Atas Diberlakukannya Delisting Saham Oleh Bursa
Efek Indonesia”, Jurnal Preferensi Hukum, Volume 3, Nomor 2, 2022.
Ida Bagus Rama Pratistha, (et.al.), “Akibat Hukum Terhadap Investor Karena Adanya
Penghapusan Pencatatan (Forced Delisting) Perusahaan Terbuka Di Pasar Modal”, Jurnal Konstruksi Hukum, Volume 3, Nomor 1, 2022.
Sa’diyah, S dan Abrianti, S., “Tanggung Jawab PT Inovisi Infracom (Invs) Terhadap Investor
Publik atas Forced Delisting oleh PT Bursa Efek Indonesia Berdasarkan Peraturan di
Bidang Pasar Modal”, Reformasi Hukum Trisakti, Volume 1, Nomor 2, 2019
Sumber Lain
Arif Wicaksono, “Mengenal Istilah Listing, Delisting, dan Relisting dalam Investasi Saham”, https://www.medcom.id/ekonomi/keuangan/zNAQpEzN-mengenal-istilahlisting-delisting-dan-relisting-dalam-investasisaham#:~:text=Relisting%20adalah&text=Salah%20satu%20contoh%20relisting%20 yang,2012%20SKBM%20melakukan%20relisting%20kembali. diakses pada 2 Maret 2024.
CNBC Indonesia, “Ini Alasan Tunas Ridean Mau Delisting Sukarela dari Bursa”, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220527105419-17-342221/ini-alasantunas-ridean-mau-delisting-sukarela-dari-bursa, diakses pada 31 Maret 2024.

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
LEXECON, EDISI I TAHUN 2024
Sudiyana dan Puspita Permata Sari, “Legal Problems for Public Shareholders (Investors) in the Capital Market Post Delisting in the Covid-19 Pandemic Era”, (disampaikan pada Seminar Nasional Diseminasi Hasil Penelitian 2021, deHAP 2021).
Wahyu Tri Rahmawati, “Tunas Ridean (TURI) Jadi Saham Delisting Pertama BEI Tahun 2023”, https://investasi.kontan.co.id/news/tunas-ridean-turi-jadi-saham-delistingpertama-bei-tahun-2023-1, diakses pada 3 Maret 2024.