Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja yang Disebabkan karena Interaksi Pekerja dengan Mantan Pe

Page 1

Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja yang Disebabkan karena Interaksi Pekerja dengan Mantan Pekerja

Anindita Maharani, David Nathanael Maruhawa, Yoga Mulya Agus

Abstrak

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan bekerja dengan

kemampuan masing-masing baik dengan cara perorangan maupun secara berkelompok. Tidak

jarang, manusia yang bekerja secara kelompok dalam pelaksanaan kegiatan hubungan kerja

terdapat perselisihan antara Pemberi Kerja dengan Pekerja itu sendiri. Perselisihan antara

PekerjadanPengusahabisaberujungpadadiputusnyahubungankerjaseorangPekerja.Namun, pemutusan hubungan kerjayangdilakukan oleh Pengusaha harussesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan khususnya di bidang ketenagakerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pekerja yang berinteraksi dengan mantan Pekerja di suatu perusahaan dapat diputus hubungan kerjanya dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan

PekerjaapabilatidakterimaataskeputusanPemutusanHubunganKerja(PHK)dari Pengusaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, PHK yang dilakukan Pengusaha terhadap

Pekerja dengan alasan Pekerja aktif masih berkomunikasi dengan mantan Pekerja bertentangan dengan pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk

maksud-maksud damai. Sehingga, terhadap Pekerja yang berinteraksi dengan mantan Pekerja tidak dapat dikenakan PHK. Kedua, upaya penyelesaian sengketa terhadap Pekerja yang

keberatan atas keputusan PHK dapat dilakukan secara non litigasi dan litigasi dan harus dilakukan secara bertahap. Non litigasi terdiri dari perundingan bipartit dengan Pengusaha, apabila tidak tercapai kesepakatan maka mengajukan mediasi ke Dinas Tenaga Kerja

Kota/Kabupaten tempat Pekerja bekerja dan litigasi apabila masih tidak tercapai kesepakatan

maka Pekerja dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial yang mencakup wilayah tempat Pekerja bekerja.

Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Pemutusan Hubungan Kerja, Upaya Hukum.

A. Pendahuluan

Kesejahteraan dapat dilihat dari dua sisi, pertama secara keseluruhan

kesejahteraan merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan hidup sebagian besar

masyarakat pada tingkat tertentu. Pada arti kedua makna kesejahteraan adalah

terpenuhinya kebutuhan pada pelbagai aspek kehidupan dasar seperti sandang, pangan,

1
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

papan (perumahan), kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan keamanan pada tingkat tertentu.1 Dalam rangka mencapai kesejahteraan, manusia akan bekerja sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Manusia bisa bekerja secara perorangan maupun bekerja secara kelompok, misalnya bekerja dalam suatu perusahaan. Saat manusia bekerja secara berkelompok, terdapat hubungan yang dikenal dengan hubungan kerja yaitu hubungan antara pengusaha dengan Pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.2

Dalam perjanjian kerja tersebut terdapat hak dan kewajiban yang harus ditaati oleh para pihak yaitu Pengusaha dan Pekerja yang diharapkan dengan adanya pembagian hak dan kewajiban yang jelas dalam Perjanjian Kerja antara Pengusaha dan Pekerja ini dapat menghindari terjadinya konflik antar pihak yang secara langsung atau tidak langsung dapatmeningkatkanproduktivitaskerjadalamlingkungankerja yangharmonis.Namun, tidak jarang juga dalam sebuah hubungan industrial terjadi perselisihan sebagai berikut:

1. Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.3

2. Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.4

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.5

1Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Indeks Komposit Kesejahteraan Anak, https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/da59c-booklet-indeks-kompositkesejahteraan-anak-ikka-.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.

2 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

4 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

5 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

2
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, yaitu perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam

satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai

keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan.6

Salah satu contoh perselisihan hubungan industrial terjadi pada awal tahun 2023

lalu, muncul berita yang menceritakan bahwa diduga terdapat Pengusaha yang

melarangPekerjanyauntukmenjalinkomunikasi ataubertemandenganmantanPekerja

dari Pengusaha tersebut dan apabila melanggar akan diputus hubungan kerjanya. Lebih

lanjut, bukan sekedar ancaman, namun dari berita di Internet yang beredar, Pengusaha

tersebut diduga benar melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pekerjanya yang

masih menjalin komunikasi atau berinteraksi dengan mantan Pekerja di perusahaan itu.

Dari permasalahan tersebut, Penulis tertarik untuk mengkajinya dengan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah tindakan seorang Pekerja aktif yang berinteraksi dengan mantan

PekerjadapatmenjadikanPekerjaaktiftersebutdiputushubungankerjanyaoleh

Pengusaha?

2. Upaya hukum apa yangdapat ditempuh oleh Pekerja apabila tidak terima akibat diputus hubungan kerjanya oleh Pengusaha dengan alasan berinteraksi dengan mantan Pekerja?

B. Pembahasan

a. ApakahtindakanseorangPekerjaaktifyangberinteraksidenganmantanPekerja

dapat menjadikan Pekerja aktif tersebut diputus hubungan kerjanya oleh

Pengusaha?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena

suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara

pekerja/buruh dan pengusaha.7 Adapun yang dapat dijadikan alasan dilakukannya PHK

diatur dalam Pasal 154A Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu dapat terjadi karena

alasan:

6 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

7 Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;

2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;

3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (forcemajeur);

5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

6. Perusahaan pailit;

7. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

a) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Pekerja/Buruh;

b) membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c) tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3

(tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;

d) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;

e) memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;

8. Adanya putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;

4
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

9. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:

a) mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

b) tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c) tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;

10. Pekerja/Buruhmangkirselama5(lima)harikerja ataulebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

11. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telahdiberikansurat peringatan pertama, kedua, danketiga secaraberturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan

lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja

Bersama;

12. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat

ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

13. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan

kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

14. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau

15. Pekerja/Buruh meninggal dunia.8

16. SelainalasanPemutusan HubunganKerjasebagaimanadimaksud padaayat (1), dapat ditetapkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja lainnya dalam Perjanjian

Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).9

8 Pasal 154A ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan

oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

9 Pasal 154A ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan

oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

5
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

Selain itu, PHK terhadap Pekerja dilarang dilakukan oleh Pengusaha dengan alasan sebagai berikut:10

1. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

2. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

4. Menikah;

5. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

6. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;

7. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan

ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau

Perjanjian Kerja Bersama;

8. Mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan

Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan

10. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

ApabilaPengusaha tetap melakukanPHKdengan alasan yangdilarangtersebut, maka PHK tersebut batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali

Pekerja yang bersangkutan.11

10 Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Diubah oleh

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

11 Pasal 153 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Diubah oleh

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

6
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

Dari penjelasan di atas mengenai alasan yangdapat digunakan Pengusaha untuk

melakukan PHK, tidak ditemukan alasan yang membenarkan tindakan Pengusaha

untuk melakukan PHK kepada Pekerjanya dengan dasar Pekerja aktif tersebut

berkomunikasi dengan mantan Pekerja perusahaan tersebut atau dengan kata lain

tindakan Pengusaha dalam melakukan PHK dengan alasan Pekerja aktif berkomunikasi

dengan mantan Pekerja telah melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk

maksud-maksud damai”.

Walaupun lebih lanjut dalam pasal 154A ayat 2 UU Ketenagakerjaan

disebutkan bahwa “Selain alasan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimanadimaksud

pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja lainnya dalam

Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).” Yang perlu diperhatikan oleh

Pekerja dan Pengusaha adalah berdasarkan pasal 111 ayat 2 Undang-Undang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak

bolehbertentangandenganketentuanperaturanperundang-undangan yang berlaku”

dan juga Perjanjian Kerja serta Perjanjian Kerja Bersama karena pada dasarnya adalah

sebuah perjanjian, maka untuk menentukan sah atau tidaknya perjanjian tersebut harus

berpedoman kepada syarat sah perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPer yang salah satu syaratnya adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan. Karena syarat tidak

boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebut adalah syarat

objektif, maka akibat hukum apabila terdapat suatu perjanjian yang melanggar syarat

objektif adalah perjanjian tersebut batal demi hukum yang artinya adalah dianggap

tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.12 Apabila suatu Perjanjian Kerja atau

Perjanjian Kerja Bersama dianggap batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada,

12 Pengadilan Negeri Tahuna, Perjanjian “Batal Demi Hukum” dan “Dapat Dibatalkan”, https://pntahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatanpengadilan/item/perjanjian#:~:text=Sedangkan%2C%20jika%20suatu%20perjanjian%20tidak,tidak%20pernah %20ada%20suatu%20perikatan., diakses pada 15 Maret 2023.

7
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

maka ketentuan PHK kembali berpedoman pada Undang-UndangKetenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.13

b. Upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh Pekerja apabila tidak terima akibat diputus hubungan kerjanya secara sepihak oleh Pengusaha dengan alasan berinteraksi dengan mantan Pekerja?

PHK wajib diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja 14 hari sebelum tanggal PHK atau 7 hari sebelumnya apabila Pekerja masih dalam masa percobaan.14

TerhadappemberitahuanPHKkepadaPekerja,adaduakemungkinan yangakanterjadi, Pekerja menerima atau Pekerja menolak PHK yang dilakukan oleh Pengusaha tersebut.

Apabila seorang Pekerja tidak terima akibat keputusan perusahaan yang melakukan

PHK, maka Pekerja dapat melakukan upaya hukum sebagai berikut:

▪ Upaya penyelesaian di luar pengadilan

● Perundingan Bipartit

o Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan.15 Dalam perundingan bipartit ini, hanya terdapat 2 pihak dalam penyelesaian masalah, yaitu Pekerja dan Pengusaha/Perusahaan.

▪ Dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama16

▪ Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan dan apabila dalam jangka

13 Tampubolon, B., Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Bertentangan dengan Undang-Undang, https://konsultanhukum.web.id/akibat-hukum-perjanjian-kerja-yang-bertentangan-dengan-undang-undang/, diakses pada 15 Maret 2023.

14 Pasal 37 ayat 3 jo. Pasal 37 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

15 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang

Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Perundingan Bipartit

16 Pasal 7 ayat 1 jo. Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

8
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

waktu 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal dan salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya

penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.17

● Mediasi

o Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Mediator yang netral.18 Mediator Hubungan

Industrial yangselanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syaratsyarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.19 Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

Kabupaten/Kota.20

▪ Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang

ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum

pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti

17 Pasal 3 ayat 3 jo. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

18 Pasal1angka3Peraturan MenteriTenagaKerjadanTransmigrasiNomor17Tahun2014tentangPengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial serta Tata Kerja Mediasi

19 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun2004 tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

20 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

9
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

pendaftaran.21 Perjanjian bersama memiliki kekuatan mengikat layaknya putusan pengadilan sehingga pihak yang merasa dirugikan karena pihak lainnya wanprestasi hanya perlu mengajukan penetapan eksekusi ke

Pengadilan di wilayah perjanjian bersama tersebut didaftarkan tanpa perlu adanya gugatan.22

▪ Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis.23

▪ Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.24

▪ Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja.25

▪ Upaya penyelesaian melalui pengadilan

● Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial

o Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja yang dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu

1 tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak

Pengusaha.26 Adapun wilayah/tempat pekerja/buruh bekerja sebagaimana

dimaksud Pasal 81 UU No. 2/2004 dapat dibuktikan dengan adanya surat

penempatan kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan selaku pemberi kerja.27

21 Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

22 Anshori, dkk., Jurnal: Perjanjian Bersama dalam Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial, https://eprints.uai.ac.id/1571/1/ILS0027-21.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.

23 Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

24 Pasal 14 ayat 1 jo. Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

25 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

26 Pasal 81 jo. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

27 BP Lawyers, TipsMemilihYurisdiksiPengadilanHubunganIndustrial(PHI), https://blog.bplawyers.co.id/tipsmemilih-yurisdiksi-pengadilan-hubungan-industrial-phi/, diakses pada 24 Maret 2023.

10
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

o Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat.28

o Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja:29

▪ bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim;

▪ bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.

o PHK sepihak yang dilakukan oleh Pengusaha tidak dapat dibenarkan. Terhadap keputusan PHK yang ditolak oleh Pekerja harus melalui serangkaian prosedur penyelesaian sengketa tergantung dimana penyelesaian sengketa itu selesai, wajib diselesaikan secara bertahap mulai dari perundingan bipartit dan apabila

gagal maka lanjut dengan mediasi dan jika gagal lagi selanjutnya Pekerja atau

Pengusaha mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial yang terdiri dari gugatan tingkat pertama dan gugatan kasasi apabila para pihak tidak terima terhadap putusan tingkat pertama. Perlu diperhatikan oleh Pekerja yang dikenakan PHK sepihak oleh Pengusaha yaitu selama penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, Pengusaha dan Pekerja/Buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya30 yang secara umum dapat dipahami bahwa Pekerja tetap wajib

melakukan pekerjaannya selama proses penyelesaian sengketa dengan

Pengusaha dan Pengusaha tetap wajib memenuhi hak-hak Pekerja tersebut misalnya seperti tetap memberikan upah. Pelaksanaan kewajiban antara Pekerja

28 Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

29 Pasal 110 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

30 Pasal 157Aayat 1 Undang-UndangNomor 13 Tahun2003 tentangKetenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

11
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

31 Pasal 157Aayat 3 Undang-UndangNomor 13 Tahun2003 tentangKetenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

12
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023 dan Pengusaha dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sesuai tingkatannya.31

C. Penutup

a. Kesimpulan

Pertama, PHK yang dilakukan Pengusaha terhadap Pekerja dengan alasan

Pekerja aktif masih berkomunikasi dengan mantan Pekerja bertentangan dengan pasal

24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

menjelaskanbahwasetiap orangberhakuntuk berkumpul, berapat, danberserikat untuk maksud-maksud damai. Sehingga, terhadap Pekerja yang berinteraksi dengan mantan

Pekerja tidak dapat dikenakan PHK. Kedua, upaya penyelesaian sengketa terhadap

Pekerja yang tidak terima atas keputusan PHK dapat dilakukan secara non litigasi dan litigasi dan harus dilakukan secara bertahap. Non litigasi terdiri dari perundingan

bipartit dengan Pengusaha, apabila tidak tercapai kesepakatan maka mengajukan

mediasi ke Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten tempat Pekerja bekerja dan litigasi apabila masih tidak tercapai kesepakatan maka Pekerja dapat mengajukan gugatan ke

Pengadilan Hubungan Industrial yang mencakup wilayah tempat Pekerja bekerja.

b. Saran

Kepada para Pengusaha alangkah baiknya tidak melakukan PHK terhadap

Pekerjanya dengan sewenang-wenang, PHK harus disertai alasan yang jelas dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat dengan

adanya PHK akan menyebabkan Pekerja tidak mendapatkan penghasilan lagi dan sulitnya mencari pekerjaan di masa kini tentu akan berpengaruh kepada hidup Pekerja

maupun pihak lain yang menjadi tanggungan dari Pekerja yang di-PHK tersebut.

13
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi

Daftar Pustaka

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih

Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang

Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Perundingan Bipartit

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014 tentang

Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial serta Tata Kerja

Mediasi

Jurnal

Anshori, dkk., Jurnal: Perjanjian Bersama dalam Penyelesaian Sengketa Hubungan

Industrial, https://eprints.uai.ac.id/1571/1/ILS0027-21.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.

Internet

BP Lawyers, Tips Memilih Yurisdiksi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),

https://blog.bplawyers.co.id/tips-memilih-yurisdiksi-pengadilan-hubungan-industrialphi/, diakses pada 24 Maret 2023.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Indeks

Komposit Kesejahteraan Anak, https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/da59cbooklet-indeks-komposit-kesejahteraan-anak-ikka-.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.

14
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

Pengadilan Negeri Tahuna, Perjanjian “Batal Demi Hukum” dan “Dapat Dibatalkan”, https://pn-tahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatanpengadilan/item/perjanjian#:~:text=Sedangkan%2C%20jika%20suatu%20perjanjian %20tidak,tidak%20pernah%20ada%20suatu%20perikatan., diakses pada 15 Maret 2023.

Tampubolon, B., Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Bertentangan dengan UndangUndang, https://konsultanhukum.web.id/akibat-hukum-perjanjian-kerja-yangbertentangan-dengan-undang-undang/, diakses pada 15 Maret 2023.

15
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran LEXECON, EDISI 2 TAHUN 2023

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja yang Disebabkan karena Interaksi Pekerja dengan Mantan Pe by Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi FH Unpad - Issuu