Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja yang Disebabkan karena Interaksi Pekerja dengan Mantan Pekerja
Anindita Maharani, David Nathanael Maruhawa, Yoga Mulya Agus
Abstrak
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan bekerja dengan
kemampuan masing-masing baik dengan cara perorangan maupun secara berkelompok. Tidak
jarang, manusia yang bekerja secara kelompok dalam pelaksanaan kegiatan hubungan kerja
terdapat perselisihan antara Pemberi Kerja dengan Pekerja itu sendiri. Perselisihan antara
PekerjadanPengusahabisaberujungpadadiputusnyahubungankerjaseorangPekerja.Namun, pemutusan hubungan kerjayangdilakukan oleh Pengusaha harussesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan khususnya di bidang ketenagakerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pekerja yang berinteraksi dengan mantan Pekerja di suatu perusahaan dapat diputus hubungan kerjanya dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan
PekerjaapabilatidakterimaataskeputusanPemutusanHubunganKerja(PHK)dari Pengusaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, PHK yang dilakukan Pengusaha terhadap
Pekerja dengan alasan Pekerja aktif masih berkomunikasi dengan mantan Pekerja bertentangan dengan pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai. Sehingga, terhadap Pekerja yang berinteraksi dengan mantan Pekerja tidak dapat dikenakan PHK. Kedua, upaya penyelesaian sengketa terhadap Pekerja yang
keberatan atas keputusan PHK dapat dilakukan secara non litigasi dan litigasi dan harus dilakukan secara bertahap. Non litigasi terdiri dari perundingan bipartit dengan Pengusaha, apabila tidak tercapai kesepakatan maka mengajukan mediasi ke Dinas Tenaga Kerja
Kota/Kabupaten tempat Pekerja bekerja dan litigasi apabila masih tidak tercapai kesepakatan
maka Pekerja dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial yang mencakup wilayah tempat Pekerja bekerja.
Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Pemutusan Hubungan Kerja, Upaya Hukum.
A. Pendahuluan
Kesejahteraan dapat dilihat dari dua sisi, pertama secara keseluruhan
kesejahteraan merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan hidup sebagian besar
masyarakat pada tingkat tertentu. Pada arti kedua makna kesejahteraan adalah
terpenuhinya kebutuhan pada pelbagai aspek kehidupan dasar seperti sandang, pangan,
papan (perumahan), kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan keamanan pada tingkat tertentu.1 Dalam rangka mencapai kesejahteraan, manusia akan bekerja sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Manusia bisa bekerja secara perorangan maupun bekerja secara kelompok, misalnya bekerja dalam suatu perusahaan. Saat manusia bekerja secara berkelompok, terdapat hubungan yang dikenal dengan hubungan kerja yaitu hubungan antara pengusaha dengan Pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.2
Dalam perjanjian kerja tersebut terdapat hak dan kewajiban yang harus ditaati oleh para pihak yaitu Pengusaha dan Pekerja yang diharapkan dengan adanya pembagian hak dan kewajiban yang jelas dalam Perjanjian Kerja antara Pengusaha dan Pekerja ini dapat menghindari terjadinya konflik antar pihak yang secara langsung atau tidak langsung dapatmeningkatkanproduktivitaskerjadalamlingkungankerja yangharmonis.Namun, tidak jarang juga dalam sebuah hubungan industrial terjadi perselisihan sebagai berikut:
1. Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.3

2. Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.4
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.5
1Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Indeks Komposit Kesejahteraan Anak, https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/da59c-booklet-indeks-kompositkesejahteraan-anak-ikka-.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.
2 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
4 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
5 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, yaitu perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam
satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan.6
Salah satu contoh perselisihan hubungan industrial terjadi pada awal tahun 2023
lalu, muncul berita yang menceritakan bahwa diduga terdapat Pengusaha yang
melarangPekerjanyauntukmenjalinkomunikasi ataubertemandenganmantanPekerja
dari Pengusaha tersebut dan apabila melanggar akan diputus hubungan kerjanya. Lebih
lanjut, bukan sekedar ancaman, namun dari berita di Internet yang beredar, Pengusaha
tersebut diduga benar melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pekerjanya yang
masih menjalin komunikasi atau berinteraksi dengan mantan Pekerja di perusahaan itu.
Dari permasalahan tersebut, Penulis tertarik untuk mengkajinya dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah tindakan seorang Pekerja aktif yang berinteraksi dengan mantan
PekerjadapatmenjadikanPekerjaaktiftersebutdiputushubungankerjanyaoleh
Pengusaha?
2. Upaya hukum apa yangdapat ditempuh oleh Pekerja apabila tidak terima akibat diputus hubungan kerjanya oleh Pengusaha dengan alasan berinteraksi dengan mantan Pekerja?

B. Pembahasan
a. ApakahtindakanseorangPekerjaaktifyangberinteraksidenganmantanPekerja
dapat menjadikan Pekerja aktif tersebut diputus hubungan kerjanya oleh
Pengusaha?
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.7 Adapun yang dapat dijadikan alasan dilakukannya PHK
diatur dalam Pasal 154A Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu dapat terjadi karena
alasan:
6 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
7 Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;
2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;
4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (forcemajeur);
5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
6. Perusahaan pailit;
7. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Pekerja/Buruh;
b) membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c) tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
(tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;
d) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;
e) memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;
8. Adanya putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;

9. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
a) mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b) tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c) tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
10. Pekerja/Buruhmangkirselama5(lima)harikerja ataulebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
11. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telahdiberikansurat peringatan pertama, kedua, danketiga secaraberturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan
lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama;
12. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat
ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
13. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
14. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau
15. Pekerja/Buruh meninggal dunia.8
16. SelainalasanPemutusan HubunganKerjasebagaimanadimaksud padaayat (1), dapat ditetapkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja lainnya dalam Perjanjian

Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).9
8 Pasal 154A ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan
oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
9 Pasal 154A ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan
oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Selain itu, PHK terhadap Pekerja dilarang dilakukan oleh Pengusaha dengan alasan sebagai berikut:10
1. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
2. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
4. Menikah;
5. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
6. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
7. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
Perjanjian Kerja Bersama;
8. Mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan
Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
10. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
ApabilaPengusaha tetap melakukanPHKdengan alasan yangdilarangtersebut, maka PHK tersebut batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali
Pekerja yang bersangkutan.11
10 Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Diubah oleh
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
11 Pasal 153 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana Diubah oleh
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Dari penjelasan di atas mengenai alasan yangdapat digunakan Pengusaha untuk
melakukan PHK, tidak ditemukan alasan yang membenarkan tindakan Pengusaha
untuk melakukan PHK kepada Pekerjanya dengan dasar Pekerja aktif tersebut

berkomunikasi dengan mantan Pekerja perusahaan tersebut atau dengan kata lain
tindakan Pengusaha dalam melakukan PHK dengan alasan Pekerja aktif berkomunikasi
dengan mantan Pekerja telah melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai”.
Walaupun lebih lanjut dalam pasal 154A ayat 2 UU Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa “Selain alasan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimanadimaksud
pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja lainnya dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).” Yang perlu diperhatikan oleh
Pekerja dan Pengusaha adalah berdasarkan pasal 111 ayat 2 Undang-Undang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak
bolehbertentangandenganketentuanperaturanperundang-undangan yang berlaku”
dan juga Perjanjian Kerja serta Perjanjian Kerja Bersama karena pada dasarnya adalah
sebuah perjanjian, maka untuk menentukan sah atau tidaknya perjanjian tersebut harus
berpedoman kepada syarat sah perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPer yang salah satu syaratnya adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan. Karena syarat tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebut adalah syarat
objektif, maka akibat hukum apabila terdapat suatu perjanjian yang melanggar syarat
objektif adalah perjanjian tersebut batal demi hukum yang artinya adalah dianggap
tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.12 Apabila suatu Perjanjian Kerja atau
Perjanjian Kerja Bersama dianggap batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada,
12 Pengadilan Negeri Tahuna, Perjanjian “Batal Demi Hukum” dan “Dapat Dibatalkan”, https://pntahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatanpengadilan/item/perjanjian#:~:text=Sedangkan%2C%20jika%20suatu%20perjanjian%20tidak,tidak%20pernah %20ada%20suatu%20perikatan., diakses pada 15 Maret 2023.
maka ketentuan PHK kembali berpedoman pada Undang-UndangKetenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.13
b. Upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh Pekerja apabila tidak terima akibat diputus hubungan kerjanya secara sepihak oleh Pengusaha dengan alasan berinteraksi dengan mantan Pekerja?
PHK wajib diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja 14 hari sebelum tanggal PHK atau 7 hari sebelumnya apabila Pekerja masih dalam masa percobaan.14
TerhadappemberitahuanPHKkepadaPekerja,adaduakemungkinan yangakanterjadi, Pekerja menerima atau Pekerja menolak PHK yang dilakukan oleh Pengusaha tersebut.
Apabila seorang Pekerja tidak terima akibat keputusan perusahaan yang melakukan
PHK, maka Pekerja dapat melakukan upaya hukum sebagai berikut:

▪ Upaya penyelesaian di luar pengadilan
● Perundingan Bipartit
o Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan.15 Dalam perundingan bipartit ini, hanya terdapat 2 pihak dalam penyelesaian masalah, yaitu Pekerja dan Pengusaha/Perusahaan.
▪ Dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama16
▪ Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan dan apabila dalam jangka
13 Tampubolon, B., Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Bertentangan dengan Undang-Undang, https://konsultanhukum.web.id/akibat-hukum-perjanjian-kerja-yang-bertentangan-dengan-undang-undang/, diakses pada 15 Maret 2023.
14 Pasal 37 ayat 3 jo. Pasal 37 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
15 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang
Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Perundingan Bipartit
16 Pasal 7 ayat 1 jo. Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
waktu 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal dan salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.17
● Mediasi
o Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Mediator yang netral.18 Mediator Hubungan
Industrial yangselanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syaratsyarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.19 Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota.20
▪ Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum
pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti

17 Pasal 3 ayat 3 jo. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
18 Pasal1angka3Peraturan MenteriTenagaKerjadanTransmigrasiNomor17Tahun2014tentangPengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial serta Tata Kerja Mediasi
19 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun2004 tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
20 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
pendaftaran.21 Perjanjian bersama memiliki kekuatan mengikat layaknya putusan pengadilan sehingga pihak yang merasa dirugikan karena pihak lainnya wanprestasi hanya perlu mengajukan penetapan eksekusi ke
Pengadilan di wilayah perjanjian bersama tersebut didaftarkan tanpa perlu adanya gugatan.22
▪ Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis.23
▪ Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.24
▪ Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja.25
▪ Upaya penyelesaian melalui pengadilan
● Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
o Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja yang dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu
1 tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak
Pengusaha.26 Adapun wilayah/tempat pekerja/buruh bekerja sebagaimana
dimaksud Pasal 81 UU No. 2/2004 dapat dibuktikan dengan adanya surat
penempatan kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan selaku pemberi kerja.27
21 Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
22 Anshori, dkk., Jurnal: Perjanjian Bersama dalam Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial, https://eprints.uai.ac.id/1571/1/ILS0027-21.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.
23 Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
24 Pasal 14 ayat 1 jo. Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
25 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
26 Pasal 81 jo. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
27 BP Lawyers, TipsMemilihYurisdiksiPengadilanHubunganIndustrial(PHI), https://blog.bplawyers.co.id/tipsmemilih-yurisdiksi-pengadilan-hubungan-industrial-phi/, diakses pada 24 Maret 2023.

o Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat.28
o Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja:29
▪ bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim;

▪ bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.
o PHK sepihak yang dilakukan oleh Pengusaha tidak dapat dibenarkan. Terhadap keputusan PHK yang ditolak oleh Pekerja harus melalui serangkaian prosedur penyelesaian sengketa tergantung dimana penyelesaian sengketa itu selesai, wajib diselesaikan secara bertahap mulai dari perundingan bipartit dan apabila
gagal maka lanjut dengan mediasi dan jika gagal lagi selanjutnya Pekerja atau
Pengusaha mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial yang terdiri dari gugatan tingkat pertama dan gugatan kasasi apabila para pihak tidak terima terhadap putusan tingkat pertama. Perlu diperhatikan oleh Pekerja yang dikenakan PHK sepihak oleh Pengusaha yaitu selama penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Pengusaha dan Pekerja/Buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya30 yang secara umum dapat dipahami bahwa Pekerja tetap wajib
melakukan pekerjaannya selama proses penyelesaian sengketa dengan
Pengusaha dan Pengusaha tetap wajib memenuhi hak-hak Pekerja tersebut misalnya seperti tetap memberikan upah. Pelaksanaan kewajiban antara Pekerja
28 Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
29 Pasal 110 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
30 Pasal 157Aayat 1 Undang-UndangNomor 13 Tahun2003 tentangKetenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
31 Pasal 157Aayat 3 Undang-UndangNomor 13 Tahun2003 tentangKetenagakerjaan sebagaimana Ditambahkan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

C. Penutup
a. Kesimpulan
Pertama, PHK yang dilakukan Pengusaha terhadap Pekerja dengan alasan
Pekerja aktif masih berkomunikasi dengan mantan Pekerja bertentangan dengan pasal
24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menjelaskanbahwasetiap orangberhakuntuk berkumpul, berapat, danberserikat untuk maksud-maksud damai. Sehingga, terhadap Pekerja yang berinteraksi dengan mantan
Pekerja tidak dapat dikenakan PHK. Kedua, upaya penyelesaian sengketa terhadap
Pekerja yang tidak terima atas keputusan PHK dapat dilakukan secara non litigasi dan litigasi dan harus dilakukan secara bertahap. Non litigasi terdiri dari perundingan

bipartit dengan Pengusaha, apabila tidak tercapai kesepakatan maka mengajukan
mediasi ke Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten tempat Pekerja bekerja dan litigasi apabila masih tidak tercapai kesepakatan maka Pekerja dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial yang mencakup wilayah tempat Pekerja bekerja.
b. Saran
Kepada para Pengusaha alangkah baiknya tidak melakukan PHK terhadap
Pekerjanya dengan sewenang-wenang, PHK harus disertai alasan yang jelas dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat dengan
adanya PHK akan menyebabkan Pekerja tidak mendapatkan penghasilan lagi dan sulitnya mencari pekerjaan di masa kini tentu akan berpengaruh kepada hidup Pekerja
maupun pihak lain yang menjadi tanggungan dari Pekerja yang di-PHK tersebut.
Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi

Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang
Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Perundingan Bipartit
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial serta Tata Kerja
Mediasi
Jurnal
Anshori, dkk., Jurnal: Perjanjian Bersama dalam Penyelesaian Sengketa Hubungan
Industrial, https://eprints.uai.ac.id/1571/1/ILS0027-21.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.
Internet
BP Lawyers, Tips Memilih Yurisdiksi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),
https://blog.bplawyers.co.id/tips-memilih-yurisdiksi-pengadilan-hubungan-industrialphi/, diakses pada 24 Maret 2023.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Indeks
Komposit Kesejahteraan Anak, https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/da59cbooklet-indeks-komposit-kesejahteraan-anak-ikka-.pdf, diakses pada 28 Maret 2023.
Pengadilan Negeri Tahuna, Perjanjian “Batal Demi Hukum” dan “Dapat Dibatalkan”, https://pn-tahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatanpengadilan/item/perjanjian#:~:text=Sedangkan%2C%20jika%20suatu%20perjanjian %20tidak,tidak%20pernah%20ada%20suatu%20perikatan., diakses pada 15 Maret 2023.
Tampubolon, B., Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Bertentangan dengan UndangUndang, https://konsultanhukum.web.id/akibat-hukum-perjanjian-kerja-yangbertentangan-dengan-undang-undang/, diakses pada 15 Maret 2023.
