3 minute read

Hilangnya Esensi Berbahasa Indonesia

sar dengan berbagai komunitas pergaulan yang terkenal.

PENGGUNAAN bahasa sebagai alat komunikasi sangatlah penting dalam peradaban manusia di muka bumi ini. Bahasa sebagai alat komunikasi mak- sudnya adalah sebagai wahana interaksi sosial melalui bunyi atau tulisan. Begitu pentingnya bahasa sebagai sarana komunikasi antar anggota masyarakat dalam menyampaikan ide dan perasaan secara lisan atau tulis. Tanpa bahasa akan terasa sulit untuk melangsungkan suatu kehidupaan.

Advertisement

Saat ini hampir setiap bagian di Indonesia telah menghilangkan esensi Bahasa Indonesia sebagai kebanggaan bangsa. Keberadaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar telah sudah mulai sulit ditemukan, seiring semakin berkembangnya bahasa pergaulan diantara anak muda. Tak jarang bahkan bisa dibilang secara keseluruhan, anak muda lebih mengagungkan kata ‘Gue’ dibanding ‘Saya’ atau ‘Aku’. Hampir semua penayangan di televisi menggunakan kata ini yang sebenarnya identik dengan Bahasa Betawi.

Tak mengherankan bila saat ini hampir di semua pulau di Indonesia lebih suka menggunakan kata ‘Gue’ dibanding ‘Saya’. Terlebih anak muda di daerah , kata ‘Gue’ digunakan untuk menunjukkan bahwa mereka termasuk dalam golongan anak muda yang gaul, yang trendi dan terkesan berada di perkotaan be-

Padahal jika kita runtut kembali, kata ‘Gue’ adalah bahasa adat bagi masyarakat Betawi. Namun dikarenakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian negara kita terpusat di Betawi atau Jakarta, maka kata ‘Gue’ lebih merasuki masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Tak heran jika perfilman Indonesia yang notabene ditujukan bagi anak muda, lebih banyak menggunakan bahasa tersebut.

Contoh yang lain adalah kata baper. Baper, merupakan kata yang biasanya diarahkan pada orang yang sedang dalam fase mengunakan perasaan dalam menghadapi sesuatu hal. sesuai namanya ”bawa perasaan”. Contoh, Wawan sedang sedih lalu Anton menyela ”lagi baper yaa?”. Kata baper seharusnya digunakan seperti itu. Namun karena kekreatifan para remaja, kata ini sering diplesetkan dan digunakan sebagai “prisai” dan penganti umum kata ‘’maaf’’.

Belum lagi pengaruh bahasa Inggris (salah satu bahasa asing yang sudah menjadi bahasa internasional). Kecenderungan remaja dalam kebersamaan dan pergaulan mereka; baik di dunia maya maupun di kehidupan nyata, mereka lebih sering mengucapkan kata-kata seperti, “oke bro, thanks ya”, GBU bro, singkatan dari god bless you. Di sosial media tidak jarang kita saksikan ulah remaja yang sedang jatuh cinta, kemudian mengekspresikan cintanya dengan kata, I love you Terpikir di benak saya, apakah terlalu jelek keberadaan Bahasa Indonesia sehingga para remaja sepertinya malu mengungkapkan kata, “saya mencintaimu” untuk mengungkapkan perasaan cintanya kepada seseo- rang. Ataukah kata Bahasa Inggris I Love you kemungkinan diterima cintanya lebih besar daripada kata saya mencintaimu?

Penurunan Ketika dunia sudah mengglobal, masyarakat juga lebih banyak menggunakan bahasa asing dan memilih untuk mengesampingkan Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah pun telah mengalami penurunan. Kebanyakan sekolah, bahkan di tingkat TK telah menerapkan Bahasa Inggris sebagai bahasa untuk komunikasi utamanya. Keberadaan Bahasa Indonesia bisa saja punah bila kita tidak dapat melestarikannya. Bahasa Indonesia bukan lagi bahasa pemersatu bangsa yang dapat dimengerti oleh kalangan manapun di Indonesia. Tidak hanya para remaja yang merasa bangga jika menggunakkan bahasa asing dalam percakapan mereka sehari-hari, anak-anak, bahkan para orang tua pun juga ikutan berbangga diri menggunakan bahasa asing dalam percakapannya dan Bahasa Indonesia pun mulai ditinggalkan.

Tidaklah salah menggunakan bahasa adat atau bahasa daerah yang ada, namun akan lebih baik bila kita juga mampu berBahasa Indonesia yang baik dan benar.

Tidak harus sesuai dengan

PUEBI (Pedoman Umum Ejaan

Bahasa Indonesia), tetapi dengan adanya ‘bahasa gaul’ dan juga bahasa asing, keberadaan Bahasa Indonesia telah hilang. Bahasa Indonesia dianggap kolot dan tidak gaul. Bahasa Indonesia dikatakan baik dan benar apabila disesuaikan dengan siapa kita berbicara dan dalam situasi apa.

Jika seorang tidak tertib berbahasa maka hal ini menjadi kebiasaan, dan jika kebiasaan yang buruk dipeliahara maka akan menjadi tabiat atau karakter yang melekat. Sampai pada taraf ini, maka akibat yang ditimbulkan adalah Bahasa Indonesia kehilangan eksistensi di tempatnya sendiri, Indonesia. Masalah yang ditimbulkan pun karena pemiliknya sendiri yang tidak tertib dalam berbahasa. Dalam konteks ini yang dimaksudkan tertib adalah dengan siapa dia berbicara dan dalam situasi apa. Bahasa Indonesia adalah dasar dari perjuangan para pahlawan kita. Setelah kita memiliki bahasa persatuan Bahasa Indonesia, sekarang kita harus berjuang lagi para guru bangsa dan pembaca. Apa yang kita perjuangkan? Kita perjuangkan adalah mengembalikan eksistensi Bahasa Indonesia pada kedudukannya yang sebenarnya, sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan. Musuh sekaligus teman kita adalah remaja pengguna bahasa alay, bahasa prokem dan teknologi. Mari kita bijak bertindak, sehingga musuh jadi teman dan masalah jadi solusi. Semua ini untuk Indonesia yang lebih baik. Di tangan guru, terutama guru Bahasa Indonesia, semua ini dititipkan untuk dilaksanakan. Untuk itu, demi keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa, marilah kita budayakan bahasa yang baik dan benar sehingga dapat menjadi citra bagi negara kita. Mari perkenalkan Bahasa Indonesia, bahasa kebanggan kita kepada generasi muda yang lainnya. Kita tanamkan di setiap benak anak-anak muda dan peserta didik kita, bahwa kita harus bisa membudayakan Bahasa Indonesia, mampu menguasai bahasa asing, dan jangan lupa tetap melestarikan bahasa daerah.■

Penulis, guru SMA Negeri 15 Semarang.

This article is from: