tinjauan arsitekturtradisional Bali
fauzan habib al hadad - 200606110027 arsitektur nusantara kelas d
ASTA KOSALA KOSALI
Ekspansi Majapahit
Danghyang Nirartha
(XV)
Traditional Architecture
Asal Usul Masyarakat Bali
1. Gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman prasejarah;
2. Gelombang kedua terjadi secara perlahan selama masa perkembangan Agama Hindu di Nusantara;
3. Gelombang ketiga merupakan gelombang terakhir yang berasal dari Jawa, ketika Majapahit runtuh, seiring dengan Islamisasi di Jawa.
Ketiga periodisasi penduduk Bali tersebut ternyata mempengaruhi bentuk arsitektur di Bali. Bali Mula dan Aga melahirkan pola permukiman yang cenderung mengikuti kontur dan bergaya tradisional (harmoni dengan alam), sedangkan Bali Arya melahirkan pola permukiman dan arsitektur bergaya keraton yang mewah.
Sistem Kosmologi dan Mitologi
Arsitektur Masyarakat Bali
Budaya Tulis (XVI)
Asta Kosala Kosali sering disebut sebagai nitisastra merupakan sebuah tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci di Bali sesuai dengan landasan filosofis, etis, dan ritual dengan memperhatikan konsepsi perwujudan, pemilihan lahan, menentukan hari baik untuk membangun rumah, serta pelaksanaan yadnya. Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah.
Peletak dasar arsitektur Bali, dengan karya terbesar pemikirannya melahirkan konsep Tri Hita Kharana, Kahyangan Tiga, Sanggah Kemulan Rong Telu, Meru serta pedoman upacara-upacara keagamaan.
Masyarakat bali mempercayai bahwa “ketinggian” adalah untuk para dewa. Dunia tengah untuk manusia dan “kedalaman” (dunia bawah) untuk roh-roh jahat. H al ini wajar bagi orang Bali yang hidup sangat dekat dengan alam untuk memandang alam dalam arti magis dan spiritual. Sejak dulu masyarakat Bali senang beranggapan tentang alam semesta yang tentram membentang dari surga diatas gunung menuju kekedalaman laut segala sesuatu dialam memiliki arah kedudukan dan tempat. Segala dianggap su c i atau sa k ral dihubungkan dengan ketinggian gunung-gunung dan arah ke hulu melalui gunung Agung , gunung api atau vulkan & paling sa k ral dan tertinggi di Bali.
MPU KUTURAN
FAUZAN HABIB AL HADAD 200606110027 - ARNUS ‘D’
Konsep tri hita karana melandasi terwujudnya susunan kosmos dari yang paling makro (bhuana agung/alam semesta) sampai yang paling mikro (bhuana alit/manusia). Dalam konteks alam semesta, jiwa adalah paramatra (Tuhan Yang Maha Esa), tenaga adalah berbagai tenaga alam, dan jasad adalah panca maha bhuta. Dalam konteks perumahan (tingkat dewa), jiwa adalah parahyangan (pura kahyangan desa pakraman), tenaga adalah pawongan (masyarakat) dan jasad adalah palemahan (wilayah banjar). Dalam konteks rumah tinggal,jiwa adalah sanggah pamerajan (tempat suci), tenaga adalah penghuni, dan jasad adalah pekarangan. Sedangkan dalam konteks manusia, jiwa adalah atman, tenaga adalah sabda bayu idep, dan jasad adalah stula sarira yaitu tubuh manusia.
Arsitektur Tradisional Bali
konsep das
ASTA KOSALA KOSALI
Asta Kosala Kosali sering disebut sebagai nitisastra merupakan sebuah tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci di Bali sesuai dengan landasan filosofis, etis, dan ritual dengan memperhatikan konsepsi perwujudan, pemilihan lahan, menentukan hari baik untuk membangun rumah, serta pelaksanaan yadnya.bAsta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah.
Konsep Tri Angga merupakan sebuah konsep kehinduan yang biasanya dipergunakan dalam arsitektur bangunan Bali yang membagi bagian perbagian sebuah wilayah, seperti dalam wilayah tempat suci (Pura) terbagi atas tiga wilayah (Tri 44 Mandala) yaitu Utamaning mandala, madyaning mandala, dan nistaning mandala.
Sistem ukuran tradisional pada rumah adat di Bali (gegulak) secara tidak langsung menunjukkan bahwa menunjukkan masyarakat Bali sudah mengenal sejak dahulu bagaimana membuat ukuran bangunan yang didasarkan pada tubuh penghuninya. Angka-angka dalam ukuran memiliki makna tertentu yang erat hubungannya dengan keselamatan, kesejahteraan, keberuntungan, dan malapataka. Oleh karena itu, mereka sangat hati-hati dalam menentukan ukuran bangunan, apabila salah maka akibatnya akan fatal.
GEGULAK
- 200606110027 - Arnus ‘D’
TRI HITA KHARANA TRI ANGGA
Fauzan Habib Al Hadad
Kepala
Badan
Kaki
Geria, Puri, Jero, Umah, Kubu
(1) Geria, artinya rumah tempat tinggal untuk kasta Brahmana,
(2) Puri, artinya rumah tempat tinggal untuk kasta Ksatria yang memegang pemerintahan, yang umumnya menempati bagian kaja-kangin disudut perempatan agung di pusat desa.
(3) Jero, artinya rumah tempat tinggal untuk kasta Kesatria yang tidak memegang pemerintahan secara langsung.
(4) Umah, artinya rumah tempat tinggal dari kasta Wesia atau mereka yang bukan dari kasta Brahmana atau Ksatria.
(5) Kubu atau pekubon, artinya rumah tempat tinggal di luar pusat pemukiman, di ladang, di perkebunan atau tempat-tempat kehidupan lainnya yang dihuni oleh petani atau peladang.
Fungsi dan Organisasi Ruang
Organisasi ruang pada rumah masyarakat Bali dibagi ke dalam tiga bagian;
(1) Natar paon, yaitu bagian paling belakang terdiri dari: dapur, km/wc, kandang ternak, dan gudang;
(2) Natar, yaitu bagian tengah terdiri dari: bale tiang sanga, bale meten, bale tengah, dan bale dauh;
(3) Pamerjan, yaitu bagian paling depan terdiri dari: sanggah, bale sesajen, bale dangin, dan padmasana
sitekt Rumah Bali
Bentuk dan Fungsi Atap
Bentuk atap pada rumah tradisional masyarakat Bali secara umum memiliki kemiripan dengan rumah-rumah lainnya Nusantara. Secara umum dikenal beberapa bentuk atap rumah di Nusantara yang dikenal dengan nama-nama umum, yaitu: atap perisai, pelana, tenda, piramid, limas, kerucut, dan lain sebagainya. Indonesia merupakan negara tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi, sehingga bentuk-bentuk atapnya harus mampu mengantisipasi air hujan agar tidak masuk ke dalam rumah (trampias/ceret). Oleh karena itu, pada umumnya lebar tritisan pada atap-atap rumah di Nusantara lebih lebar (± 100-150 cm). Bentuk-bentuk atap di atas dapat didesain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah yang ada di Nusantara.
Struktur dan Konstruksi
Struktur bangunan tradisional Bali umumnya sederhana, terdiri dari sistem rangka dan bidang mengikuti bentuk bangunan. Sistem rangka pada badan bangunan dan system rangka pada atap. Konstruksi bangunan tradisional Bali aman dan telah teruji ratusan tahum terhadap bencana gempa dan angin. Elemen-elemen konstruksi yang terekspos mendapat penyelesaian tektonika (the art of construction).
Al Hadad -200606110027 - ARNUS ‘D’
Fauzan Habib