
4 minute read
Hubungan Minat Baca Karya Sastra di Kalangan Remaja
Hubungan Minat Baca Karya Sastra di Kalangan Remaja
Oleh Aliya Zahra Patriady Minat membaca adalah kecenderungan jiwa yang aktif untuk memahami pola bahasa demi memperoleh informasi yang erat hubunganya dengan kemauan aktivitas dan perasaan senang secara potensial. Minat baca karya sastra sama halnya dengan minat membaca, namun minat membaca karya sastra lebih diarahkan dan difokuskan dalam bidang sastra, baik puisi maupun prosa. Berawal dari keprihatinan terhadap menurunnya minat baca pada generasi muda sekarang ini, bahkan lunturnya budaya literasi di sekitar kita kian terasa. Banyak faktor yang yang menyebabkan hal ini terjadi pada era sekarang, yaitu karena minat baca yang rendah membuat mutu pendidikan juga semakin menurun. Tradisi atau kebiasaan membaca menjadi faktor penting dalam proses memahami karya sastra. Akan tetapi, budaya membaca merupakan budaya yang belum melekat di kalangan masyarakat. Pada umumnya, masyarakat lebih menyukai kegiatan menonton televisi atau kegiatan lain yang bersifat menghibur daripada kegiatan membaca. Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa membaca adalah kegiatan sepele dan tidak banyak manfaat. Usaha untuk melestarikan kebiasaan membaca, membedah, dan menulis telah banyak digaungkan oleh berbagai kalangan. Akan tetapi, memang sudah menjadi keharusan kita untuk mempertahankan eksistensi budaya. Selain itu, memang telah menjadi kodrat manusia untuk mencari hal yang lebih mudah dan dipandang lebih menyenangkan bagi kehidupannya.
Advertisement
Minat baca dalam Novel
Membaca buku adalah salah satu aktivitas belajar yang efektif untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Dengan membaca, pengetahuan atau ilmu dengan cepat dan mudah didapatkan melalui pilihan buku yang akan dibaca, membukanya, dan mulai membaca kataperkata. Oleh karena itu, membaca menjadi aktivitas pokok di kalangan remaja. Dalam hal ini, banyak faktor yang menjadikan naik turunnya minat membaca karya sastra di kalangan generasi muda. Berbagai kemungkinan dapat menjadi penyebab hal itu, antara lain faktor penguasaan bahasa, latar belakang kehidupan yang kemungkinan memiliki kebiasaan yang jarang bersinggungan dengan sastra, bahkan tidak menjadikan indah suatu kata-kata dapat menjadi hambatan seseorang akrab dengan sastra. Hal tersebut menjadikan keadaan yang jangankan berminat, ingin mengenal saja tidak terpikirkan. Awal pengenalan dengan karya sastra dialami secara berbeda, ada yang dikarenakan tugas atau soal dari sekolah, ada juga yang mengenal karena sebelumnya telah menyukai bacaan sejak kecil, dan ada pula yang mengenal karena salah satu kesenian yang diikuti di
lingkungannya. Meskipun demikian, terlihat bahwa aktivitas mengonsumsi karya sastra ialah aktivitas partikular. Karya sastra, seperti puisi menimbulkan minat dan ketertarikan demi memperoleh kesenangan. Kesenangan yang ditangkap atas hubungan pembacaan dengan sensasi kenyamanan, seperti pemilihan kata diksi, gaya bahasa, dan penulisan yang merupakan hal umum dinikmati dalam pembacaan karya sastra. Memang, beberapa remaja telah mengakui bahwa membaca karya sastra sebagai bagian dari akademik, seperti termasuk salah satu mata pelajaran, mata kuliah, ataupun dijadikan sebagai objek penelitian. Jadi bagaimanapun pembacaan yang dilakukan oleh pembaca, akan selalu menimbulkan kesenangan, sekalipun pembaca merasa bosan. Dapat dikemukakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan dan merupakan proses mekanis dalam membaca.
Minat membaca adalah sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk menganalisis dan mengingat serta mengevaluasi bacaan yang telah dibacanya, seperti karya sastra yang beragam jenisnya yang merupakan pengalaman belajar menggembirakan. Minat baca pun akan memengaruhi bentuk serta intensitas seseorang dalam menentukan cita-citanya kelak di masa yang akan datang. Hal tersebut juga senantiasa menjadi bukti bahwa minat membaca tidak diperoleh dari lahir. Kebiasaan membaca akan memudahkan ketika disuruh untuk melakukan tanggapan. Untuk memperoleh atau mendapatkan bahan bacaan karya sastra yang diinginkan di era ini, para remaja lebih memilih untuk membeli bahan bacaan dan ada juga yang memilih untuk meminjam bacaan karya sastra tersebut. Akan tetapi, kemampuan daya beli terhadap kepemilikan buku karya sastra lebih bebas dan tidak terikat waktu dalam membaca seperti ketika menyewa dan meminjam. Membaca dalam hal ini harus dijadikan sebagai kebiasaan dan tradisi untuk mendapatkan ilmu dan informasi. Setiap orang mempunyai sikap ingin tahu. Ketika pemenuhan rasa ingin tahu seseorang terpenuhi maka ia akan merasa puas dan senang. Begitu juga halnya dengan membaca, dalam pemilihan bahan bacaan, bacaan yang sesuai dengan kebutuhan biasanya akan lebih menarik dan mendorong orang untuk membaca. Ketika membaca telah menjadi kebiasaan dan tradisi maka seseorang akan melampiaskan keingintahuannya itu melalui buku-buku yang akan dibaca karena membaca berhubungan erat dengan aspirasi.
Banyak ilmu dan pengetahuan yang didapat dari membaca karena ilmu dan pengetahuan lebih berharga dari harta benda dunia. Budaya atau kebiasaan membaca serta kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi perlu dikembangkan sejak dini. Hal ini tentunya ditunjang dengan adanya minat membaca dan minat terkadang didapatkan dari hobi. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui media kata-kata atau tulisan.
Demikian dengan membaca karya sastra yang menjadikan praktik budaya di kalangan remaja, aktivitas membaca karya sastra merupakan aktivitas partikular, nonkompulsif, dilakukan di waktu luang, dan dilakukan sebagai bentuk kepuasaan diri. Pembaca yang memaknai karya sastra sebagai bacaan yang memberikan kepuasaan diri menjadi sejalan dengan pemaknaanya terhadap karya sastra karena pembaca mengarah pada hal-hal pribadi atau personal experience. Perlu adanya perhatian khusus terhadap perkembangan budaya literasi saat ini. Meskipun dihadapkan pada tiga perkara yang selalu melingkupi setiap perubahan, yaitu memperkenalkan, mengajarkan, dan mempertahankan, diharapkan semua pihak berperan aktif terhadap kemajuan perkembangan budaya tersebut. Budaya membaca, membedah, serta menulis merupakan tolok ukur kita sebagai manusia untuk mencapai suatu perkembangan. Kegiatan untuk memperkenalkan, mengajarkan, dan mempertahankan eksistensi budaya literasi harus dilakukan secara terus-menerus. Contoh sederhana dalam usaha peningkatan budaya literasi, yaitu penyediaan sarana literasi. Hal ini dimaksudkan melalui penyediaan sarana perpustakaan dan bahan bacaan serta pemateri yang andal. Selanjutnya, perlu adanya suatu ajang untuk meningkatkan minat literasi.




