HARIAN UMUM INDEPENDEN SEJAK 18 DESEMBER 1968
SINGGALANGMINGGU HUBUNGI KAMI Telp: (0751) 25001-38338 Fax: (0751) 811005, 33572 Pemasaran: 085355173999 Iklan: 08126605015 email: iklansinggalang@yahoo.co.id Redaksi: (0751) 36923 email: singgalang.redaksi@gmail.com Website: www.hariansinggalang.co.id Epaper: epaper.hariansinggalang.co.id
Bantu Pahami Psikologi Anak Remaja
Tarhib Ramadan di Korea Sebelum Pandemi
Tradisi Mandi Balimau Sebelum Ramadhan
Psikologi anak merupakan salah satu bidang studi mengenai perkembangan mental, emosional dan perilaku anak. Hlm. 2
Seminggu dua minggu jelang puasa, Warga Negara Indonesia di Korea biasanya berkumpul di tamantaman kota untuk mengadakan tarhib Ramadan. Hlm. 8
Di Minangkabau, tradisi yang berasal dari nenek moyang dan akan mengalami sedikit perubahan sesuai dengan zaman. Hlm. 3
11 APRIL 2021 (28 SYABAN 1442 H)
UBAH LAKU
JADWAL SHALAT PADANG & SEKITARNYA Subuh 05.00 WIB Dzuhur 12.22 WIB Ashar 15.34 WIB Maghrib 18.25 WIB Isya 19.35 WIB Sumber: Kanwil Kemenag Sumbar
TERBIT 8 HALAMAN / Rp 4.000
MEMBINA HARGA DIRI UNTUK KESEJAHTERAAN NUSA DAN BANGSA
Panjat Pohon Kelapa
Perubahan Perilaku Dorong Kasus Covid-19 Melandai
IKUTI PTM: Siswa memakai face shield dan masker saat mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Protokol kesehatan di sekolah diwajibkan dan sebagian besar sudah jadi budaya dalam kehidupan sehari-hari. Antara
JAKARTA, SINGGALANG— Ketua Bidang Perubahan Prilaku Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi mengatakan jika kasus Covid-19 di Indonesia saat ini telah mengalami penurunan. Tingkat penurunan tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan dan adanya vaksinasi yang hingga sampai saat ini masih terus dilakukan. Ia menyatakan, kasus pandemi Covid-19 terhitung pada 8 April 2021 telah malampaui 1,5 juta kasus. Namun angka tersebut juga diiringi dengan meningkatnya kasus kesembuhan. “Pertama kasusnya sudah melampaui 1,5 juta per 8 April 2021 tapi kita juga bersyukur bahwa angka kesembuhan meningkat,” kata Sonny, Jumat (9/4). Selain itu, tim satuan tugas atau Satgas juga mampu menekan kasus harian baru dan mendorong tingkat kesembuhan bagi kasus Covid-19. “Lalu kasus baru harian bisa kita tekan di bawah 10 ribu terus. Jadi dengan menekan kasus baru harian dan mendorong angka tingkat kesembuhan kita mengalami penurunan kasus aktif, jadi per kemarin kasus aktif kita turun terus diangka 111 ribu artinya, orang yang masih dirawat atau isolasi 111 ribu ini merupakan kabar baik. Dibanding 5 februari puncaknya berada di 176 ribu kasus,” katanya. Hal ini juga dapat memberikan nafas untuk para tenaga kesehatan agar dapat merawat pasien lebih baik dan angka kesembuhan semakin tinggi. Lebih lanjut, Sonny mengimbau kepada masyarakat agar tetap menjaga tren positif ini, untuk tidak melakukan perjalanan panjang atau mudik dan tetap menjaga protokol kesehatan (prokes). “Tingkat kematian juga turun, sehingga kita juga bersyukur dan lebih dari 13 orang sudah divaksin, ini merupakan kabar gembira mudah-mudahan dan tren positif ini harus tetap dijaga untuk jangan berlibur dulu karena belum benar-
benar hilang (virus Covid-19),” tutupnya. Sonny juga mengatakan, memakai masker sudah menjadi cara hidup masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat sudah saling mengingatkan atau menegur jika ada sesamanya yang tidak memakai masker. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya protokol kesehatan mampu mencegah penularan Covid -19. Seiring perilaku patuh terhadap protokol kesehatan itu terjadi penurunan kasus baru dan aktif di Indonesia. “Masker sudah menjadi cara hidup biasanya. Orang sudah biasa saja pakai masker, jaga jarak,” ujar Sonny. “Cuma masalahnya memang kadang-kadang mereka itu ada titiktitik lengah yang lupa, misalnya melepas masker pada saat makan bersama dengan teman-teman," tuturnya. Nah itu titik lengah. Kadangkadang mereka juga lupa membawa masker cadangan, sehingga ketika basah tidak ada master cadangan,” jelas Sonny. Namun dia tegaskan, memakai masker sudah menjadi perilaku masyarakat Indonesia. “Sekarang sudah biasa saja orang pakai masker. Malah jadi aneh kalau orang tidak pakai masker. Memakai masker sudah menjadi norma baru,” ucapnya. Sonny menyebutkan pula ada tren positif tingkat kepatuhan kabupaten/kota terhadap protokol kesehatan, khususnya memakai masker dari waktu ke waktu. Berdasarkan data, dia mengutip, hanya 59 kabupaten/kota di Indonesia pada bulan Desember lalu yang sangat patuh memakai masker. Kemudian meningkat pada Januari 2021 menjadi 94 kabupaten/kota. Terus naik menjadi 109 kabupaten/ kota pada Februari dan pada Maret menjadi 110 kabupaten/kota. Meskipun demikian edukasi pentingnya memakasi masker dan mematuhi protokol kesehatan masih terus digencarkan Satgas Covid-19 kepada masyarakat. (014)
WASIT GARIS
Kunjungan erincang raya Sumbar sepekan terakhir, wapres dan sejumlah menteri berkunjung. Menderu-deru pesawat di Bandara Internasional Minangkabau. Kapal terbang itu membawa wapres dan para menteri pada hari berbeda. Bertali, bertangkai, berjalin-jalin. Semua datang. Aduhailah setelah langang pukek. Kunjung berkunjung ini sebenarnya biasa saja, yang tak biasa, karena yang datang pejabat negara. Bawa uang dan janji proyek pula. Lambok sekali tanah ini setelah panas terik. Di tengah kunjungan itu tak ada kabar impor beras. Yang ada manggis Sumbar dikirim langsung ke China. Begini cara melawan negara Tirai Bambu itu, disosoh dia KHAIRUL JASMI Pemimpin Redaksi SINGGALANG dengan hasil komoditi kita. Di tengah pandemi yang oleh sebagian kita dianggap enteng ini, kunjungan diganti Zoom atau vidcall. Mengecak saja, wajah tampak tapi jauh. Hemat. Tapi tak bisa diganti teknologi semua. Nilai-nilai kemanusiaan. Kawan jumpa kawan, murid ketemu guru, menantu datangi mertua, mana bisa pakai Zoom. Apalagi kalau kawan berduka, kawan-kawannya mestilah datang. Asal jangan lupa pakai masker. Lalu cuci tangan dan mandi sesampai di rumah. Maka Wapres meresmikan pasar, Mendag urusan pasar, Ketua Bappenas urusan Sitinjau Lauik. Mentan, soal tani, Wamenkeas dan Menkes, apalagi kalau urusan kesehatan. Ini sdh dua kali lebaran Bang Toyib tak bisa pulang. Tentu saja sedih. Sedih saja tak cukup, sebab di tengah wabah penularannya cepat. Pakai masker di dagu juga. Di siko ndak ado corona doh. Sikap seperti ini juga dipertahankan, maka kita semua mengidapkannya. Madar kata orang kini. Apalagi Ramadhan segala terhalanf kita jadinya. Coba dulu agak patuh saja sedikit. Pangana hendak melawan saja. Apo lo ko pemerintah ko. Itu ke itu saja. Sudahlah, nasi sudah jadi bubur, gula tak ada. Hambarlah. Hidup jadi hambar sekarang karena Covid-19. Untung banyak yang ikut vaksin, tapi di sini masih sedikit. Kita rindu tertawa di kafe di kapau bersama kawan. Rindu bebas kemana saja tanp hidung dicucuk. Rindu ketemu kawan lama lawan bacakak sangkek ketek. Di tengah semacam itulah kunjungan terus berlangsung. Pekan lalu Buya Gubernur berkunjung ke Singgalang. Saya bersama petinggi Semen Padang berkunjung ke Wagub. Kunjungan yang masuk koran hahaha... Puasa akan mengunjungi kita. Mudah-mudahan tidak ada klaster berbuka puasa, seperti klaster sekolah sekarang. Senja jatuh di Padang, tulisan ini mesti ditutup. Selamat berpuasa. Mari kita berkunjung dengan tetap 3 M. Siang? Bae lalok ***
G
Hendri memanjat pohon kelapa untuk dipetik buah kelapa yang muda di kawasan Pasir Jambak. Menurut Hendri, menjelang masuknya bulan suci Ramadan, permintaan buah kelapa muda sudah mengalami peningkatan permintaan pelanggannya hingga 300 buah. Buah kelapa muda sering menjadi hidangan buka puasa bagi masyarakat. Givo Alputra/SINGGALANG
Undangan Ceramah Datang Juga Pemerintah sudah membuat kebijakan pelonggaran pelaksaan ibadah selama Ramadhan tahun ini. Masjid dan mushala sudah boleh melaksanakan tarawih berjamaah dan kegiatan Ramadan lainnya. Hal ini menjadi kabar baik bagi kaum muslimin. Dan juga menjadi kabar menggembirakan bagi para penceramah.
Tahun lalu, pandemi Covid-19 membuat pemberlakuan pembatasan ibadah selama bulan suci Ramadan. Tak banyak masjid dan mushala yang melaksanakan salat Tarawih berjamaah. Kalau pun ada, itu hanya diikuti segelintir jemaah. Pelonggaran pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan tahun ini disambut antusias oleh kaum muslimin. Angga, salah seorang jamaah masjid mengaku akan ikut tarawih di masjid tahun ini. Ia mengaku rindu dengan ceramah Ramadan, di mana tahun lalu hampir tak ada ceramah agama. “Harusnya saat pandemi Covid-19 ini, penguatan keimanan harus lebih intens. Saya alhamdulillah mengisi kekosongan ceramah agama dengan menonton YouTube atau media sosial
lainnya yang ada rekaman ceramah agama para ulama,” ujar Angga. Angga berharap semoga nggak ada prank lagi seperti masalah mudik. Sebelumnya bilang boleh, lalu dilarang. “Kan ambyar banget tuh,” tambahnya. Sedangkan Alwis, salah seorang pengurus masjid mengatakan, sudah mengeluarkan agenda ceramah Ramadan. Ia juga sudah mempersiapkan penceramah Ramadan. “Soal honor kami dari awal sudah memiliki cara untuk mencarikannya. Kami tawarkan pada donatur yang dermawan, mereka mau ambil paket honor penceramah yang mana. Boleh penuh, separuh, atau seberapa mampu saja,” ujarnya.
Sementara Rusli, salah seorang da’i mengaku sudah mendapat undangan ceramah Ramadan tahun ini. Ia juga sudah mempersiapkan bahan ceramah Ramadan yang sesuai imbauan pemerintah untuk membatasi waktu Tarawih. “Jika memang harus membatasi durasi ceramah, baiklah akan saya batasi,” ujar Rusli. Rusli berharap Ramadan tahun ini, umat jadi semakin kuat iman, sehingga makin kuat menghadapi tantangan di masa depan. Ia yakin, jika wabah bisa mendatangkan keuntungan bagi orang-orang kaya, maka wabah akan datang silih berganti. (hendri nova/007) singgalangredaksi@gmail.com
Manuang Limbago YUDHI ANDONI Dosen Sejarah di Universitas Andalas, Padang HARIQ bin Ziyad adalah seorang jihadis yang mampu menaklukan Andalusia atau negeri Spanyol sekarang pada dekade kedua abad ke8 Masehi,” mula cerita seorang kawan pada kami. Hari itu kami sedang obrolan santai memakai waktu jeda sebelum pulang. Kawan itu seorang sejarawan dari jurusan sejarah Islam. Telah lama juga ia dengar ada diskusi santai di kampus ini selepas penat kuliah daring. Jadi ia datang sendiri menyaksikannya. “Yang paling mendebarkan dalam penaklukan Andalusia itu adalah kala ia membakar kapal-kapal angkatan perangnya. Ia pun menyeru pada pasukannya. Apakah kita akan hancur dengan ketakutan tanpa berbuat, karena kita tak memiliki apaapa? Bahkan untuk pulang pun tak ada jalan? Seru Thariq pada pasukannya. Atau kita maju ke depan menghadapi kemenangan karena Allah,” lanjut cerita kawan tadi. Kami takzim mendengar. “Maka Thariq pun memberi tiga alasan agar pasukannya tak gentar. Kalau kita mundur, katanya, kita akan mati hanyut. Kalau kita diam, tentu akan tergilas musuh yang telah bersiap. Tapi bila kita maju dengan panggilan Tuhan akan kemenangan yang telah dijanjikan, itu lebih baik dan pasti. Jadilah pasukan Thariq maju dan sejarah mencatat bagaimana peradaban Andalusia menjadi impian manusia modern hari ini pasca kemenangan Thariq itu,” tutupnya dengan nafas tersengal-sengal saking semangat cerita. Lama kami tercenung. Teman itu tampaknya deg-degan juga karena dia “anggota baru” di diskusi kami. Ia mungkin kuatir kalau ceritanya akan memantik hal-hal yang tak dia ingini.
“T
“Limbago alah dituang oleh Thariq bin Ziyad, maka jayahlah Islam di tanah Eropa sekian abad,” buka seorang teman dari sastra keminangkabauan. Kami diam menunggu lanjutannya. “Artinya setiap perubahan itu pasti melalui perjuangan. Ada pilihan yang mesti dibuat. Jangan menunggu. Itulah masalahnya. Apakah kita punya pilihan? Siapakah yang memilihkannya untuk kita kalau bicara bangsa ini kini? Apakah ada pilihan yang kita punyai di tengah mewabahnya corona Covid-19?” katanya lagi. “Ada, Bung,” jawab teman lain, “Apakah kita mendukung vaksinasi Covid-19 atau tidak? Dukungan atau tidak mendukung akan memberi dampak besar pada ragam kehidupan kita akan datang. Yang memilih kita sendiri, karena pemerintah sebagai pemimpin hanya menunjukkan jalan apa yang hendak ditempuh.” “Baiknya pemerintah wajibkan saja seluruh kita divaksinasi Covid-19, jadi kekebalan tubuh kita secara kolektif dapat tumbuh sehingga corona versi baru ini bisa cepat minggat,” kata teman yang istrinya bekerja sebagai tenaga kesehatan. Kami mahfum. “Tapi tentu tak semudah itu menggerakkan masyarakat kita yang sudah kian kritis kini pada pemerintah. Dalam hal kehalalannya. Dalam hal efektifitasnya. Dalam hal negara produsennya. Dalam hal biayanya. Dalam hal banyak lagi.” “Kalau itu yang kita pertimbangkan, tentu akan lama lagi Covid-19 ini menjajah kita, Bung. Dulu Bung, kala Thariq mengajak pasukannya masuk ke pusat kekuasaan Visigoth yang menjadi penguasa kala itu, apakah ada buzzer di pasukannya?” kata kawan lain terkekeh sambil melirik kawan
pertama yang bercerita tadi. Kami pun ikutan tertawa karena membayangkan telah adanya buzzer di masa Thariqbin Ziyad kala itu. “Tentu saja ada. Buzzer seperti zaman sekarang ada juga di zaman dulu, malah mungkin sama parahnya, hihi...,” jawab teman dari sejarah Islam pertama tadi. Ikutan pula ia geli mendengar istilah ini. Kami tergelak kencang mendengarnya. Tahun 1950 adalah periode peralihan. Belanda dengan segala atribut kekuasaannya berangsungangsur keluar dari Indonesia. Semua unsur kekuasaan beralih ke tangan rakyat Indonesia. Posisi-posisi mulai diisi. Tapi relatif pendeknya tangan pemerintah pusat ke daerah-daerah, posisi-posisi kekuasaan politik dan ekonomi sampai yang terkecil diisi orang-orang yang saling bersikutan. Banyak gesekan dan konflik kepentingan. Tahun ini adalah awal keriuhan dengan buzzer-buzzer yang mendengungkan banyak isu. Isu buzzer-buzzer di awal 1950an adalah soal otonomi daerah. Pembagian kue pembangunan. Dan peran militer-sipil dalam pengelolaan pemerintahan. Namun para buzzer pada era ini adalah pendengung yang masih bernilai “nasionalis”. Semua dengungan tersebut mengarah pada kontribusi mereka pada keindonesiaan. Era 1950-an adalah masa orangorang ingin menjadi bagian dari pembangunan ke-Indonesiaan. Siapa pun mereka, dan apa pun profesi mereka. Ada semangat sato sakaki pada masa itu dari orang-orang Indonesia kebanyakan. Salah satu isu dengungan para buzzer nasionalis itu adalah masalah otonomi dan pembangunan daerah. Indonesia adalah negeri baru merdeka dengan luas sama dengan Eropa. Ribuan pulau dengan puluhan juta rakyat dengan ragam etnis berbeda di tiap pulaunya. Pusat kekayaan ada di
pulau-pulau luar Jawa. Namun uang terpusat ke Jakarta dan dinikmati para petualang. Kehidupan ekonomi terasa moratmarit tanpa adanya keberpihakan. Seakan-akan Indonesia adalah Jakarta, begitu sebaliknya. Pemerintahan labil, tumbang silih berganti. Puncak dengungan adalah munculnya pergolakkan daerah di berbagai wilayah di luar Jawa, salah satunya di Sumatera Barat. Orang Minangkabau di Sumatera Barat adalah etnis yang terbiasa modoren dan otonom. Ketika Jakarta memposisikan sebagai centrum Indonesia, kala itu mereka merasa jengah. Berbagai media lokal dan penulis lokal telah menyeru agar pusat adil dalam pembangunan. Tapi tampaknya telinga penguasa pusat kala itu dianggap pekak oleh guntur di siang hari. Ahmad Hussein yang didukung berbagai elemen akhirnya menyentakkan biso buzzer-nya paling terasa, “memproklamasikan PRRI” (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di akhir 1950an. Jakarta tersentak, dan dibuatnya bengkak-bengkak. Tapi sejarah mencatat, dengungan itu cuma sampai ke telinga. Biasanya cepat-cepat di-tapuak dan hancur. PRRI hancur, menyisakan puingpuing kebudayaan Minangkabau di awal 1960an. “Jadi sudah vaksin tadi, Bung?” tanya kawan menyentak keheningan sesaat kami. “Eh... belum,” katanya tergagap. “Walah, tadi Bung sampaikan ke kita, kalau baiknya kita mengikuti pemerintah sebagai pemimpin untuk menerima diri divaksin. Inikan sudah jadwalnya vaksinasi buat para dosen agar bisa menyelenggarakan kuliah luring lagi?”. “Itulah, ambo bukannya takut divaksin. Ambo takuik disuntik. Lai ado vaksin berbentuk pil tu, bia ambo telan sajo...”. “E yayai...,” kata kami semua tergelak. Ia pun tergelak gedang.