

Prakata
Assalamualaikum Wr. Wb.,
Buku saku berjudul "Mencegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak" ini merupakan salah satu program kerja Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan
penulis di UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Sidoarjo.
Program kerja ini bertujuan untuk menyebarkan kesadaran mengenai adanya
kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, statistik kekerasan pada
perempuan dan anak di Indonesia, jenis-jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak, pencegahan dan dampak psikologis serta langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya (menghubungi professional dan membuat laporan ke pihak berwajib).
Penulisan buku saku ini tak luput oleh bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis hendak berterima kasih pada; 1) Ibu Dr. Iin Tri Rahayu, M.Si selaku
Dosen Pembimbing Lapangan, 2) Ibu Prastiwi Trijanti, S.KM., M.Kes selaku
Pamong di UPTD PPA Kabupaten Sidoarjo dan 3) Ibu Ifadatus Sarofil Analisa, S.Kom., M.Pd yang senantiasa membantu penulis selama pelaksanaan PKL di UPTD PPA Kabupaten Sidoarjo khususnya pada penulisan buku saku ini.
Sebagai salah satu output PKL, buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu media psikoedukasi tambahan bagi peserta penyuluhan
yang dilaksanakan oleh DP3AKB Kabupaten Sidoarjo yang bekerjasama
dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Sidoarjo. Agustus 2021, Penulis
Daftar Isi
Deskripsi Instansi
Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Sidoarjo merupakan lembaga sosial yang melaksanakan fungsi layanan pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi dan pendampingan korban yang mengalami kekerasan. Sebelumnya UPTD PPA Sidoarjo telah berdiri sejak tahun 2002 dan mengalami beberapa kali pergantian nama
Tujuan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Sidoarjo:
Terwujudnya pemberdayaan perempuan dan anak berdasarkan prinsipprinsip HAM
Terbebasnya masyarakat dari berbagai tindak kekerasan pada berbagai aspek kehidupan
Visi
Mengupayakan pembangunan berkeadilan dalam rangka penegakan hak azasi manusia (HAM) bagi perempuan dan anak di Kabupaten Sidoarjo.
Misi
Melakukan penyadaran dan perlindungan terhadap perempuan dan anak akan hak azasi sebagai manusia
Membantu memberdayakan perempuan dan anak korban kekerasan
Menyediakan informasi yang diperlukan dalam mengupayakan
perlindungan perempuan dan anak
Menjadikan UPTD PPA sebagai basis perempuan dan anak

Fungsi Layanan
a. Pengaduan masyarakat
b. Penjangkauan korban
c. Pengelolaan kasus
d. Penampungan sementara
e. Mediasi
f. Pendampingan korban
Prinsip Dasar Layanan
Klien tidak dikenakan beban biaya apapun atas dampak
layanan yang diperolehnya
Kerahasiaan klien menjadi prioritas penting dalam masa
penanganan
Tidak melakukan diskriminasi
Pelayanan berkeadilan dan menghormati sisi
kemanusiaan (martabat, harga diri)
Kasus-kasus yang ditangani
Kasus-kasus yang ditangani oleh UPTD Perlindungan
Perempuan dan anak Kabupoaten Sidoarjo meliputi;
a. Kekerasan dalam Rumah
Tangga
b. Kekerasan Terhadap Anak
c. Pelecehan Seksual
d. Pencabulan
e. Trafficking
f. Penganiayaan
g. Kekerasan dalam Pacaran
h. ekerasan Ekonomi
i. Kekerasan dalam Kerja
j. Pemerkosaan
k. Dan lain-lain…
(menyesuaikan laporan korban
jika tidak termasuk dalam 10 kasus di atas, misalnya bullying)
L a n d a s a n H u k u m
Upaya Perlindungan Perempuan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan pada Pasal 3, ayat 3 bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”. Lalu pada Pasal 4 menyatakan, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.

L a n d a s a n H u k u m
Upaya Perlindungan Anak
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B Ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 1, ayat 2 menyatakan, “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Lalu Pasal 9, ayat 1a menyatakan, “Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.”

Berdasarkan data yang diperoleh dari Survei Pengalaman Hidup
Perempuan Nasional (SPHPN) pada 2016, sebanyak 1 dari 3 perempuan
Indonesia usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan memiliki tendensi yang lebih tinggi terjadi di daerah perkotaan (36,3%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (29,8%). Kekerasan fisik dan/atau seksual lebih banyak dialami oleh perempuan berusian 15-64 tahun dengan latar belakang pendidikan SMA ke atas (34,9%) dan status pekerjaan tidak bekerja (35,11%) (Badan Pusat Statistik, 2017)
Jenis kekerasan fisik dan/atau seksual yang dilakukan oleh pasangan antara lain menampar (9,4%), memukul (6,2%), mendorong/menjambak rambut (4,4%) menendang dan menghajar (3,1%) Sementara jenis kekerasan seksual yang umumnya dilakukan oleh selain pasangan adalah berkomentar/mengirim pesan bernada seksual (10,00%), menyentuh/meraba tubuh (7,1%), pelaku memperlihatkan gambar seksual (5,1%), dan memaksa berhubungan seksual (2,8%) (Badan Pusat Statistik, 2017).
S t a t i s t i k K a s u s
Grafik: 1 dari 3 perempuan Indonesia
usia 15-64 tahun mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual oleh pasangan
dan selain pasangan selama hidupnya
Menurut data yang dihimpun Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), terdapat 8745 kasus kekerasan pada perempuan dewasa yang dilaporkan selama tahun 2019 Bentuk kekerasan yang dialami korban adalah kekerasan fisik (5158 kasus), psikis (3415 kasus) dan penelantaran (1344 kasus) 65 26% kasus yang dilaporkan merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (Fajriyah, Mahdiah, Fahmadia, & Lukitasari, 2020).
UPTD PPA Kabupaten Sidoarjo sebagai unit yang berfokus pada perlindungan perempuan dan anak di Sidoarjo sendiri menerima sebanyak 140 laporan kasus pada tahun 2020 dengan KDRT sebagai kasus dengan persentase tertinggi yaitu 40% (56 kasus), diikuti kekerasan terhadap anak sebanyak 13 57% (19 kasus), pencabulan
10.71% (15 kasus), kekerasan ekonomi 7.14% (10 kasus), pelecehan seksual 5 71% (8 kasus), trafficking 2 86% (4 kasus), penganiayaan
2.14% (3 kasus), kekerasan dalam pacaran 0.71% (1 kasus) dan aduan
lain-lain sebesar 17.14% (24 kasus).
Selama enam bulan pertama tahun 2021, UPTD PPA Sidoarjo
menerima sebanyak 74 laporan kasus dengan rincian 29.73% laporan
KDRT (22 kasus), 32 43% laporan pencabulan (24 kasus), 6 76% laporan kekerasan terhadap anak (5 kasus), 6.76% laporan kekerasan ekonomi (5 kasus), dan 21.62% laporan kasus lainnya (16 kasus).
S t a t i s t i k K a s u s
Statistik Laporan Kasus UPTD PPA Sidoarjo
KDRT 44 8%
Keterangan
KDRT: Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KTA: Kekerasan Terhadap Anak
KE: Kekerasan Ekonomi
KDP: Kekerasan Dalam Pacaran
PS: Pelecehan Seksual
Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan bahwa terdapat 10.742 laporan kasus
kekerasan terhadap anak dengan jenis kekerasan seksual
sebagai kasus yang paling banyak dialami selama 2019. Menurut hasil survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja yang dilakukan
oleh Kementrian PPPA pada 2018, 62% anak usia 13-17 tahun
mengalami setidaknya satu jenis kekerasan dalam hidupnya

Lebih lanjut, survei tersebut menunjukkan bahwa satu dari 11 anak
perempuan (9,96%) dan satu dari 17 anak laki-laki (6,31%) mengalami kekerasan seksual. Sementara tiga dari lima anak
perempuan (58,51%) dan separuh dari semua anak laki-laki (52,34%) mengalami kekerasan emosional selama hidupnya (Tanziha, Utomo, Mu'arofatunnisa, Fitriani, & Lukitasari, 2020)
S t a t i s t i k K a s u s
Jenis Kekerasan berdasarkan
Undang-Undang yang berlaku
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undangundang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, terdapat tujuh jenis kekerasan yang meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikis (emosional), penelantaran, eksploitasi, eksploitasi seksual dan kekerasan lainnya (Fajriyah, Mahdiah, Fahmadia, & Lukitasari, 2020).
Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6 UU PKDRT);
Kekerasan Psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau penderitaan
psikis berat pada seseorang (Pasal 7 UU PKDRT);
Kekerasan Seksual adalah perbuatan yang terkait (namun tidak terbatas pada) hal-hal berikut:
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan/atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain, untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8 UU PKDRT)
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia (Pasal 285 KUHP)
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul (Pasal 289 KUHP)
J e n i s K e k e r a s a n
Jenis Kekerasan berdasarkan
Undang-Undang yang berlaku
Penelantaran adalah perbuatan yang terkait namun tidak terbatas pada penjelasan berikut:
tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut (Pasal 9 UU PKDRT)
tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut (Pasal 9 UU PKDRT)
tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 UU PKDRT).
Eksploitasi adalah perbuatan yang meliputi namun tidak terbatas pada tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/ atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. (pasal 1 UU PTPPO)
Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran atau pencabulan (Pasal 1 UU PTPPO dan Pasal 4 UU Pornografi).
J e n i s K e k e r a s a n
Jenis Kekerasan berdasarkan
Undang-Undang yang berlaku
Kekerasan lainnya, yaitu perbuatan yang meliputi tapi tidak terbatas pada hal berikut ini:
ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara
melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan
sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang
kebebasan hakiki seseorang (Pasal 1 UU PTPPO)
pemaksaan adalah suatu keadaan di mana
seseorang/korban disuruh melakukan sesuatu sedemikian
rupa sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak sendiri (Penjelasan Pasal 18 UU PTPPO).
J e n i s K e k e r a s a n
Terdapat tiga kelompok tindak
kekerasan; fisik, verbal, emosional (psychological maltreatment)
Jenis
kekerasan Deskripsi (contoh tindakan)
Fisik
Verbal
mencubit, menjewer, menyentuh, meraba-raba atau memegang (dengan maksud pelecehan seksual), memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, mencakar, meludahi anak, mendesak hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak, menghancurkan, atau merebut barang-barang milik anak
membuat julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (bersifat pribadi, kelompok maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa pelecehan
seksual, teror, surat, e-mail atau sms yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip
Emosional
Mengasingkan atau
menolak seorang teman, pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran Memberikan sikap-sikap agresif yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif (melotot), lirikan mata, gerakan alis, anggukan kepala ke atas, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar
J e n i s K e k e r a s a n
Dampak Psikologis
Kekerasan terhadap Perempuan
Perempuan yang mengalami kekerasan

seksual memiliki potensi terkena
dampak psikologis yang meliputi:
·Gangguan emosional berupa
ketidakstabilan emosi dan mood yang
memburuk
·Gangguan perilaku di mana korban
cenderung menunjukkan perubahan
perilaku pada hal yang negatif
Gangguan kognisi di mana korban
memiliki pola pikir yang dipengaruhi
ingatan saat mengalami kekerasan
sehingga korban susah fokus atau
sering melamun (Anindya, Dewi, & Oentari, 2020)
Dampak Psikologis
Kekerasan terhadap Anak
1 Sikap permisif
Anak akan merasa dirinya tidak berguna sebagai akibat dari kekerasan yang dialaminya. Ia merasa bahwa kontribusinya tidak bermanfaat sehingga ia menjadi pendiam, melakukan isolasi diri dan menunjukkan ketidakmampuan dalam bergaul agar dirinya merasa nyaman. Selain itu, anak dapat memiliki potensi kesulitan dalam menjalin dan mempertahankan relasi intim yang sehat.
2 Sikap depresif
Akibat adanya masalah berupa kekerasan, anak menunjukkan sikap yang selalu murung. Anak menjadi pendiam dan mudah menangis meskipun sedang berada dalam situasi yang menyenangkan. Anak juga berpotensi memeiliki ketakutan pada objek yang tidak jelas dan mengalami kecemasan, mengalami trauma pada hal-hal yang berkaitan dengan figur otoritas (guru atau orang dewasa lainnya) yang telah melakukan kekerasan
3. Sikap agresif
Anak dapat menunjukkan perilaku memberontak meskipun tidak dapat melawan pelaku. Oleh karena itu, anak akan menunjukkan dirinya sebagai “ orang yang kuat” dan cenderung menunjukkan perilaku negatif seperti mulai merokok, menggunakan obat-obatan terlarang atau perilaku seks bebas sejak dini. Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan adanya rasa tidak percaya diri, pengendalian emosi yang buruk, hingga kesulitan beradaptasi yang menyebabkan masalah psikologis yang lain.
4. Sikap destruktif
Akibat tidak mampu membela diri dan mencari pertolongan anak bisa merasakan kekesalan dan keputus-asaan hingga memiliki keinginan untuk meyakiti diri sendiri Perilaku ini disebabkan oleh beban pikiran dan stress yang tidak dapat diselesaikan sehingga anak mengalihkan pikirannya untuk mencari perhatian (Kurniasari, 2019).
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap perempuan
1 Mengembangkan sikap saling menghargai bagi laki-laki dan perempuan sehingga tercipta pemahaman yang melekat bahwa setiap manusia memiliki hak untuk dilindungi dan dihormati

2. Pembuat kebijakan menjadikan edukasi seks sebagai pelajaran wajib sehingga masyarakat menyadari bahaya dan dampak dari kekerasan seksual
3 Orangtua memerhatikan pergaulan anak sejak dini sehingga kelak anak tidak menjadi korban ataupun pelaku tindak kekerasan khususnya kekerasan seksual


Pencegahan Primer
Orangtua menjaga perlakuannya terhadap anak agar tidak melakukan abuse dengan
meningkatkan kemampuan pengasuhan seperti memberikan perawatan anak dan layanan yang memadai, pelatihan ketrampilan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, ketrampilan mengatasi stress, manajemen sumberdaya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal yang efektif dan tuntunan perkembangan anak
Pencegahan Sekunder
Kelompok masyarakat dapat meningkatkan
ketrampilan pengasuhan agar dapat
mengurangi resiko perlakuan yang salah
(mistreatment) pada generasi berikutnya
Contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu; melakukan self-assessment apakah mereka


memiliki resiko untuk melakukan kekerasan pada anak di kemudian hari.

untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak Pencegahan
Pencegahan Sekunder
Untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan dan mencegah perlakuan yang salah agar tidak terulang kembali, diperlukan penyediaan layanan terpadu bagi anak yang mengalami kekerasan contohnya konseling (Hasanah & Raharjo, 2016)
Strategi bagi orangtua dan pengasuh
sebagai pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak
Bimbingan mengenai cara mengelola stress yang dialami, terapi psikologis terhadap stres
Pembelajaran mengenai cara memberikan dukungan psikologis selama pengasuhan agar anak memiliki kemampuan kelekatan yang aman (secure attachment), psikoterapi orangtua untuk meningkatkan kelekatan antara anak dan orangtua
Pembelajaran manajemen emosi selama proses pengasuhan sehingga anak dapat menenangkan diri dan tidak melawan
saat menunjukkan perilaku kurang menyenangkan (menangis atau gelisah)
Pemahaman mengenai deteksi dini anak yang mengalami
kekerasan berdasarkan ciri-ciri dan sikap yang ditunjukkannya
Pelatihan untuk mengubah interpretasi anak dari pengalaman emosional yang kurang menyenangkan (Kurniasari, 2019).
Pencegahan
bagi orangtua dan pengasuh
Berikut merupakan kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan bersama anak: 1.
Berdoa bersama
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Bekerja sama dalam satu tim
Bersikap konsisten
Dengarkan anak
Ajarkan kedisiplinan dengan kebiasaan
rutin
Saling berkorban
Tidak terlalu memanjakan anak dan tidak terlalu keras
Berkomunikasi untuk menyelesaikan
masalah
Tips Mengasuh Anak Pencegahan
Libatkan anak dalam pekerjaan orangtua (pekerjaan ringan)
Makan bersama (Sugijokanto, 2014)
Ketahui;

Aspek (sosial, kesehatan, hukum, mental) dari kekerasan yang dialami
PSistem dasar perubahan sosial yang meliputi; 1) sistem penerima manfaat, yaitu anak korban kekerasan, 2) sistem sasaran atau target, yaitu orangtua/keluarga, teman dekat dan orang-orang yang secara sosial-psikologis mampu memberikan dukungan dalam rehabilitasi sosial, 3) sistem kegiatan, yaitu masyarakat, instansi pemerintah sektoral, lembaga pelayanan sosial
Laporkan
kasus yang ditemui sesuai sistem dasar perubahan
sosial yang ada
Referensi
Anindya, A., Dewi, Y. I., & Oentari, Z. D. (2020). Dampak
Psikologis dan Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual
Terhadap Perempuan. TIN: Terapan Informatika Nusantara, 1(3), 137-140.
Badan Pusat Statistik. (2017, Maret 30). Berita Resmi
Statistik. Retrieved Juni 28, 2021, from Badan Pusat
Statistik:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2017/03/30/1375/s
atu-dari-tiga-perempuan-usia-15-64-tahun-pernah-
mengalami-kekerasan-fisik-dan-atau-seksual-selamahidupnya
Fajriyah, I. M., Mahdiah, Y., Fahmadia, E., & Lukitasari, I. (2020). Profil Perempuan Indonesia 2020. Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (Kemen PPPA).
Hasanah, U., & Raharjo, S. T. (2016). PENANGANAN
KEKERASAN ANAK BERBASIS MASYARAKAT. SOCIAL WORK
JURNAL , 6(1), 80-92.
Referensi
Kurniasari, A. (2019). DAMPAK KEKERASAN PADA
KEPRIBADIAN ANAK. Sosio Informa , 5(1), 15-24.
Saripah, M. A., & Gustiana, A. D. (2018). ANALISIS TIPIKAL
KEKERASAN PADA ANAK DAN FAKTOR YANG
MELATARBELAKANGINYA. Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD
dan DIKMAS , 13 (1), 1-10.
Sugijokanto, S. (2014). Cegah Kekerasan pada Anak.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Suryamizon, A. L. (2017). PERLINDUNGAN HUKUM
PREVENTIF TERHADAP KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK
DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Marwah:
Jurnal Perempuan, Agama dan Jender , 16(2), 112-126.
Tanziha, I., Utomo, H., Mu'arofatunnisa, I. A., Fitriani, N., &
Lukitasari, I. (2020). Profil Anak Indonesia 2020. Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (Kemen PPPA).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1984
tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Jakarta.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Jakarta.
Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Jakarta.
Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Jakarta.
Mencegah Kekerasan
terhadap Perempuan dan Anak
PKL Fakultas Psikologi 2021
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang