Radar Banyuwangi | 6 Desember 2013

Page 5

41

OPINI

Jumat 6 Desember 2013

DEMONSTRASI

NUR HARIRI/RaBa

AKSI DAMAI: Mahasiswa PMII menuntut Kapolres Sampang dan Kapolres Sumenep dicopot.

Unjuk Rasa Kecam Kekerasan Mahasiswa SITUBONDO - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Situbondo menggelar aksi di depan gedung DPRD Situbondo kemarin (5/12). Mereka mengecam tindak kekerasan yang dilakukan oknum polisi terhadap mahasiswa yang terjadi di Sampang dan Sumenep, Madura. Selain mengecam tindak kekerasan itu, mahasiswa juga menuntut agar Kapolres Sampang dan Kapolres Sumenep dicopot dari jabatannya. Aksi tersebut dilakukan belasan mahasiswa sebagai bentuk protes terhadap pemukulan dan penyekapan yang dilakukan aparat kepolisian di Sampang dan Sumenep kepada sejumlah mahasiswa. “Stop kekerasan terhadap mahasiswa. Kami mengecam tindakan kepolisian di Sampang dan Sumenep yang melakukan kekerasan dan penyekapan kepada sahabat-sahabat kami. Mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi. Itu dilindungi undang-undang. Namun, aparat kepolisian telah mencederai hak menyampaikan pendapat di muka umum,” ujar Zainal Arifin, ketua PC PMII Situbondo, kemarin (5/11). Mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus di Situbondo itu juga membentangkan sejumlah poster bernada hujatan kepada aparat kepolisian yang melakukan tindak kekerasan. “Kami minta Kapolres Sampang dan Sumenep dicopot dari jabatannya. Selain itu, kami juga mendesak agar oknum polisi yang melakukan tindak kekerasan itu dipecat,” teriak Zainal dalam orasinya. (rri/c1/aif)

RAZIA

Kriminalisasi ataukah Supremasi? JUMAI/RADAR JEMBER/JPNN

KENA RAZIA: Ribuan sepeda motor diamankan di Satlantas Polres Jember karena tanpa disertai melengkapi surat kendaraan, Kamis kemarin (5/12).

Ribuan Motor Kena Tilang JEMBER – Hanya dalam tempo seminggu, sebanyak 1.565 sepeda motor ditilang polisi saat dilakukan razia kelengkapan motor oleh Satlantas Polres Jember. ‘’Dalam razia yang kami lakukan, ada ribuan kendaraan yang sudah diamankan,’’ kata AKP Akmal, Kasatlantas Polres Jember. Dijelaskan, rata-rata sepeda motor tersebut tidak dilengkapi spion. Selain itu, kondisi ban kecil, velg tidak standar, dan tidak dilengkapi surat lainnya. Menurut Akmal, razia juga dilakukan untuk sepeda motor yang dimodifikasi, namun tidak standar. Termasuk merazia keberadaan becak bermesin, kendaraan bernopol warna merah yang tidak lengkap, serta pelajar yang tidak menggunakan helm. Hal ini dilakukan polisi karena selain membahayakan pengendara, juga pengguna jalan lain. “Para pelanggar itu dikenai tilang. Mereka bisa mengurus dan mengambil kembali kendaraan. Tentunya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, seperti mengembalikan kondisi kendaraan sesuai dengan standar yang ada,” paparnya. (rid/jum/c1/wnp/JPNN)

PROYEK STADION

HERU PUTRANTO/RADAR JEMBER/JPNN

PEKERJAAN MOLOR: Para pekerja masih terus menyelesaikan bangunan stadion utama di kawasan JSG yang dipastikan tidak selesai akhir Desember 2013 ini.

Minta Tambahan Waktu 50 Hari JEMBER – Prediksi penyelesaian pembangunan stadion utama dalam kawasan Jember Sport Garden (JSG) tidak tuntas akhir Desember 2013 akhirnya jadi kenyataan. Buktinya, 26 hari jelang batas akhir deadline, pihak PT Pembangunan Perumahan selaku rekanan yang mengerjakan mega proyek stadion senilai Rp 200 miliar ini, sudah mengajukan perpanjangan waktu penyelesaian. Menurut Ayub Junaidi, ketua Komisi D DPRD Jember, pihak rekanan telah mengajukan penundaan target pembangunan Stadion Utama JSG selama 50 hari lagi terhitung usai deadline 31 Desember 2013. Dengan demikian, penyelesaian JSG baru akan tuntas akhir Februari 2014 mendatang. “Info yang masuk hari ini, pihak rekanan meminta waktu penundaan hingga 50 hari,” ujar Ayub Junaidi, kemarin siang (5/12). Dijelaskan, jika dilihat dari batas waktu 31 Desember 2013, maka dapat diartikan penyelesaian stadion utama baru akan kelar akhir Februari 2014. Atas kondisi inilah, Komisi D bakal memanggil rekanan untuk meminta penjelasan dan crosscheck soal permintaan penundaan deadline penyelesaian stadion. Pemanggilan rekanan ini akan dilakukan usai Komisi D mengadakan kunjungan kerja pekan depan. Ayub sendiri mengaku kecewa dengan kenyataan penyelesaian pembangunan stadion yang molor dari deadline akhir Desember 2013. (ram/c1/wnp/JPNN)

Dalam UUD 1945 secara tegas dinyatakan bahwa negara kita berdasar atas hukum. Ciri utamanya adalah supremasi hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum, dan jaminan HAM. Jadi, seseorang tidak dapat dipidana tanpa dasar hukum. Juga tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk dokter. Nah, dokter Ayu, dr. Henry Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian divonis bersalah. Ketiganya didakwa melakukan perbuatan alpa yang menyebabkan orang mati. Korban bernama Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey. Korban meninggal pada Sabtu 10 April 2010 di RSU Prof. Dr. RD Kandouw Malalayang Manado. Pertanyaan penting, apakah benar terjadi kriminalisasi? Hal itu harus jelas agar kita tidak bias dalam mengambil sikap atau tindakan dalam bentuk aksi solidaritas. Setuju Putusan MA Ada pihak yang menyatakan setuju. Mereka menganggap jika itu malapraktik, maka itu akan membuat dokter lebih berhati-hati, lebih teliti, dan menghargai pasien dan keluarga pasien. Seharusnya dokter memberikan penjelasan sedetail-detailnya terkait akibat apa pun yang akan diterima pasien terkait penyakit dan risiko tindakan medis yang akan dilakukan. Keluarga korban merasa tidak diperhatikan oleh dokter. Akhirnya, keluarga Siska Makatey tidak menerima permintaan maaf dokter Ayu dkk. Ekspektasi publik terhadap dokter begitu abesar dalam menyembuhkan pasien. Terkait hal itu, dokter dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) harus terus berbenah dan selalu siap menghadapi tuntutan hukum dari pasien atau keluarga pasien. Hal tersebut hanya satu contoh. Kemungkinan banyak kasus malapraktik lain, baik yang berhasil diselesaikan dengan mediasi maupun sampai harus ke ranah pengadilan. Itu menunjukkan bahwa dokter tidak kebal hukum. Siapa pun yang bersalah atau melanggar hukum, harus dihukum. Paradigma profesi dokter akhir-akhir ini mulai bergeser menjadi “nilai ekonomis” yang tinggi. Itu terbukti, untuk

masuk di fakultas kedokteran dibutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga orientasi “menolong” bergeser menjadi mengejar “uang kembali” dan mengabaikan standar operasional prosedur (SOP) . Tentu putusan MA itu dapat memberikan efek yang baik di dunia kesehatan dan kedokteran dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar dapat lebih profesional dan berhati-hati. Tidak Setuju Putusan MA Putusan MA tersebut menjadi buah bibir di kalangan dokter. “Dampak putusan itu mungkin di kemudian hari tidak akan ada lagi dokter yang berani menolong pasien gawat, takut gagal,” kata Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr. Prijo Sidipratomo. Lebih lanjut dr. Prijo mengatakan, jika itu terjadi, maka yang dirugikan sebenarnya bukanlah kalangan dokter melainkan masyarakat. “Masyarakat yang akan mengalami kerugian, terutama mereka yang di daerah terpencil dan miskin infrastruktur,” terangnya. Dia mengatakan, seorang dokter hanya bisa melakukan upaya penyelamatan seorang pasien. Dokter tidak bisa berjanji pasiennya akan sembuh. “Seorang dokter hanya melakukan upaya kedokteran yang maksimal, bukan menjanjikan hasil,” pungkasnya. IDI tentu sangat berkepentingan melindungi dokter-dokternya. Apalagi, para ahli obgin menganggap kasus tersebut adalah kasus risiko medis yang harus diterima pasien karena sifatnya darurat atau emergency, sehingga tidak sempat disampaikan ke keluarga pasien atas risiko yang akan dihadapi. Ada pula yang berpendapat bahwa itu adalah kecelakaan medis atau medical accident, yaitu sesuatu yang dapat dimengerti dan dimaafkan, tidak dipersalahkan, dan tidak dihukum. Implikasi terhadap UU Praktik Kedokteran Berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PPUV/2007, maka sebagian ketentuan pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tidak lagi memiliki kekuatan hukum

Jika itu malapraktik, maka itu akan membuat dokter lebih berhatihati, lebih teliti, dan menghargai pasien dan keluarga pasien” O l e h

SAHID WAHID * mengikat. Keadaan itu sebenarnya merupakan kerugian besar bagi dokter. Dengan dikabulkannya seluruh permohonan judicial review, yakni ketentuan pidana dalam UndangUndang Praktik Kedokteran, maka setiap perbuatan dokter yang memenuhi unsur malapraktik akan dituntut menggunakan pasal di KUHP dan memiliki sanksi lebih berat daripada sanksi yang diatur Undang-Undang Praktik Kedokteran. Selain itu, juga tidak berlaku asas lex specialis derogat legi generali, yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) dan mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Dalam kasus dokter Ayu dkk, digunakan Pasal 359 KUHP. Tiga dokter RS Prof. Kandou Malalayang itu divonis penjara 10 bulan karena malapraktik. Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar menyatakan ketiganya alpa dan mengakibatkan orang meninggal dunia. “Menyatakan dr. Dewa Ayu Sasiary Prawarni Sp OG, dr. Hendry Simanjuntak Sp OG, dan dr. Hendy Siagian Sp OG, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,” kata Artidjo di website MA. Duduk pula dalam majelis tersebut Hakim Agung Dr. Dudu Duswara Machmudin dan Dr. Sofyan Sitompul. Ketiganya

sepakat menghukum para dokter tersebut karena saat korban masuk RSU, keadaan korban lemah dan status penyakit korban berat. Para terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban tidak menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban. Menurut D. Schaffmeister dkk, skema kelalaian atau culpa, pertama adalah culpa lata yang disadari (alpa), conscious atau kelalaian yang disadari alias sembrono (roekeloos), lalai (onachttzaam), dan tidak acuh. Seseorang sadar terhadap risiko, tapi berharap akibat buruk tidak akan terjadi. Kedua, culpa lata yang tidak disadari (lalai), unconscius atau kelalaian yang tidak disadari alias kurang berpikir (onnadentkend), lengah (onoplettend), yaitu seseorang yang seyogianya sadar dengan risiko nyatanya tidak demikian. Yang menjadi pertanyaan, apakah dr. Ayu melakukan kelalaian ataukah tidak? Hanya dokter ahli obgin yang bisa menjawabnya, bukan ahli hukum. Keterangan dokter itulah yang akan melahirkan putusan. Seharusnya hakim terikat oleh kesaksian saksi ahli tersebut. Kita hanya berharap bahwa dokter yang memberikan keterangan ahli betul-betul independen dan bersaksi sesuai keahlian tanpa bermaksud melindungi teman sejawatnya. Sebaiknya pihak dokter melakukan upaya hukum, seperti judicial review daripada melakukan aksi demonstrasi, karena hal tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah. Hal yang perlu diketahui para dokter bahwa pembiaran terhadap pasien, terutama yang dalam kondisi darurat, merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 304 UU KUHP tentang meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan. Dalam Pasal 75-80 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran diatur tentang pidana dalam pelayanan kesehatan kendatipun sebagian dari sanksi dihapus Mahkamah Konstitusi. Ketentuan pidana lain di atur dalam KUHP (di antaranya Pasal 263, Pasal 359, Pasal 304, Pasal 361 KUHP). Ketentuan

lain yang diakibatkan kelalaian (negligence) dan kesengajaan (dolus) dalam menjalankan kewajiban sebagai dokter (pemberi jasa) diatur dalam Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen, Pasal 190-Pasal 201 (12 Pasal) UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dan Pasal 32 huruf q UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Pengabaian kewajiban profesi yang dilakukan dokter atau dokter gigi menurut Pasal 51 UU Praktik Kedokteran dapat dikatakan malapraktik medis yang berakibat pemidanaan jika (a) adanya tindakan atau perbuatan dokter yang bertentangan dengan etik dan moral; (b) bertentangan atau melawan hukum; (c) bertentangan dengan standar profesi medis; (d) kurangnya pengetahuan dan keterampilan atau ilmu yang dimiliki sudah ketinggalan zaman di dalam pelayanan kesehatan; (e) menelantarkan, lalai, kurang hati-hati, dan ada kesalahan dalam melakukan tindakan. Sementara itu, keberadaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) tidak dapat dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan peradilan pidana yang menyidangkan pelanggaran atau kejahatan. Kode etik lebih menekankan kepantasan dan kepatutan dalam menjalankan keluhuran profesi dokter, sedangkan norma hukum lebih tegas menegakkan aturan yang bersifat mengikat tentang benar-salahnya suatu perbuatan atau tindakan yang mengganggu kepentingan publik. Aborsi ilegal, memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh, tidak memberi pertolongan pertama terhadap pasien gawat darurat, merupakan jenis yang diancam pidana dalam UU Kesehatan. Hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan berkembang seiring dengan masyarakat. Sebagai produk sejarah pemikiran dan kinerja manusia, tentu bersifat relatif dan akan terus diperbarui oleh pemikir-pemikir hukum dan pemerintah agar masyarakat tertata lebih baik dan tertib. *) Mahasiswa S2 Hukum di Jember.

Ugal-ugalan, SIM Cabut Saja SAYA selalu heran, kok bisa ya anak bawah umur boleh mengendarai motor dengan bebasnya dan tanpa memakai helm. Terbaru, saya lihat perempatan Cungking, Banyuwangi, beberapa hari lalu. Apalagi, tidak jarang mereka ugal–ugalan seakan berada di sirkuit balap. Kalau Anda ingin merasakan sensasi adrenalin, Anda boleh mencoba menyeberang di perempatan (kecil) di sekitar

SMPN 1 Banyuwangi. Saya sendiri pernah merasakan bagaimana sulitnya sekadar menyeberang di jalan tersebut. Membicarakan masalah lalu lintas tidak akan pernah selesai selama kita tidak memahami tata cara berlalu lintas dengan baik dan benar. Saya pun yakin polisi lalu lintas pun sudah bekerja maksimal dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas. Namun, kadang kita tidak

O l e h

DARMA ARDIYANTO * memahami (memang sebagian orang menganggap tidak perlu dipahami) rambu atau markah yang dipasang di badan jalan. Suatu waktu saya membawa tamu asing dalam rangka berlibur ke Banyuwangi. Hampir setiap saat dia bertanya kepada

saya tentang kesemrawutan lalu lintas. Berbonceng tiga, tanpa mengenakan helm, motor dipacu secara tidak benar, dan parkir sembarangan, menjadi pemandangan biasa bagi saya. namun, tidak untuk orang asing. Ugal-ugalan terkesan didahulukan, dan risiko kecelakaan dianggap urusan nasib. Bahkan, dikejar polisi seakan menjadi kebanggaan dan menjadi semacam trend setter.

Saya hormati polisi yang tiap malam mangkal di perempatan-perempatan. Sayang, di siang hari mereka tidak pernah terlihat batang hidungnya. Saya tertarik bahwa syarat membuat SIM di Jepang sangat sulit. Kita sebetulnya bisa menerapkan hal itu. Bahkan, jika ditemukan melanggar di jalan, SIM bisa langsung dicabut. *) Freelance guide.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Radar Banyuwangi | 6 Desember 2013 by alsod - Issuu