Radar Banyuwangi | 26 Mei 2014

Page 7

Jawa Pos

BERITA UTAMA

Senin 26 Mei 2014

H A L A M A N

S A M B U N G A N

39

Akan Promosikan Destinasi Wisata Baru ■ HARI...

Sambungan dari Hal 29

Dagangan mereka laris manis. Penjunjung pun puas menikmati suguhan BISC yang digeber

sejak Jumat (23/5) hingga Minggu siang kemarin (25/5). ”Perkiraan saya, jumlah pengunjung hari terakhir mencapai sepuluh ribu orang. Hari terakhir, pengunjung terus berdatangan,’’ ujar

Kepala Desa Sumbergaung, Murwanto. Pengunjung datang dari berbagai daerah. Ada dari Bali, Jember, Situbondo, dan wisatawan lokal Banyuwangi. Sejak pagi mereka

berdatangan ke Pulau Merah hingga akses menuju tempat wisata tersebut sempat macet. Kendati jarak tempuh menuju Pulau Merah cukup jauh, warga dari luar kota terlihat antusias menik-

Darma Putra Juara Kategori Internasional A ■ PESELANCAR...

Sambungan dari Hal 29

Lalu siapa jawara dalam surfing tahun ini? Para surfer yang beruntung dalam kompetisi bertajuk BISC tersebut adalah Dhea Natasya ( kategori woman), Dhani widyanto (lokal A), Ivam Frihandoyo (lokal B), Raju Sena (kategori nasional A), Dian Hepiyanto (nasional -under 17), Darma Putra (internasional A), dan Willu Weikum ( internasional B). (selengkapnya baca grafis). Dalam kesempatan itu, secara bergantian para pejabat memberikan hadiah kepada

pemenang. Bupati Anas didaulat menyerahkan penghargaan kepada pemenang kategori internasional, Darma Putra. Sebelum pengumuman pemenang kompetisi, terlebih dahulu panitia mengumumkan pemenang lomba melukis papan surfing. Dalam lomba tersebut, pantia memutuskan karya Bima, Leo, Feris dan Aan sebegai pemenang. Di sela penghargaan, Dhea Natasya surfer dari Tegaldlimo menyampaikan terima kasih kepada masyarakat dan pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang telah menggelar kompetisi ini. “Terima kasih kepada semua, kepada bupati,” ujarnya. (sli/aif)

Jawara Surfing Pulau Merah Kategori Local A Dhani Widyanto (Black) Risky Eka Perdana (White) Rosi Anggara (Red) Novi Rahman (Yellow)

Pulau Merah Banyuwangi Banyuwangi Medewi

Lokal B Ivan Fri Handoyo Putra Feri Dodo

Pulau Merah Pulau Merah Pulau Merah Pulau Merah

Internasional A FOTO BARENG: Pemenang kategori woman usai menerima hadiah.

Darma Putra (White) Blacksatria ( Black) Darmayasa (Red) Gogo Staya (Yellow)

Legian, Bali Legian, Bali Legian, Bali Kuta, Bali

Internasional B Willi Weikum Carok Gunata Fathirian Julian Groome

Russia Medewi Perth, Austalia

SHULHAN HADI/RABA

Orang Miskin Dilarang Sakit ■ JEMPUT...

Sambungan dari Hal 29

Padahal, mengangkat tumbukan batu bata saja kualitasnya sama dengan mengangkat beban di fitnesan. Atau kalau masih kurang seru, bisa menimba air di sumur! Jadi, untuk sehat tidak perlu mengeluarkan uang banyak. Itu sebabnya, kalimat ’sehat itu mahal’ kurang tepat. Malah bisa dibilang tidak tepat. Yang lebih pas justru: sakit itu mahal. Sebab, begitu jatuh sakit kita harus pergi ke dokter. Ke rumah sakit. Minimal ke puskesmas. Semua itu butuh biaya. Sekarang memang, orang sakit sudah dicover BPJS. Tapi untuk menebus obat tertentu yang non resep, biasanya pasien harus membayar. Selain biaya, banyak pasien miskin mengeluh masih sering diribetkan dengan persoalan administrasi. Terutama ketika hendak berobat ke rumah sakit pemerintah. Bayangkan, belum ditangani sakitnya saja oleh dokter, pasien miskin mentalnya lebih dulu dibuat sakit oleh petugas administrasi. Pasien yang mengaku miskin diminta menunjukkan surat keterangan bahwa ia memang memang miskin. Mengaku saja belum cukup, masih harus menunjukkan legalitas kemiskinannya. Ha ha ha... tapi, itu dulu. Kalau sekarang mungkin... (silakan diisi sendiri titiktitik itu). Mudah-mudahan sudah tidak ada yang seperti itu. Amien. Dari pengalaman itu lahirlah istilah yang sangat populer: orang

miskin dilarang sakit. Kini, konon, orang sakit (miskin dan kaya) ditanggung pemerintah. Lewat program BPJS. Tentu itu kabar menggembirakan. Tapi, tidak semua orang miskin, terutama di desa, mengerti akan hal itu. Masih banyak orang miskin di desa masih trauma mendengar kata rumah sakit. Diantara mereka masih suka gemetar begitu mendengar kata dokter. Padahal, masih banyak dokter yang baik hati. Banyak dokter yang mendahulukan nuraninya untuk menolong menyembuhkan orang ketibang (maaf) memikirkan biaya yang akan dibebankan kepada pasiennya. BPJS memang sudah jalan. Tapi bukan berarti tugas pemerintah sudah selesai. Terutama pemerintah daerah. Adalah kewajiban pemkab/pemkot menjaga kesehatan rakyatnya. Terutama, sekali lagi, rakyat miskin. Dan, mengobatkan orang miskin yang sakit sudah dilakukan oleh pemrintah. Yang belum adalah ini: menjemput penduduk yang sakit. Harusnya ini bisa dijadikan program andalan. Apa bisa? Bisa. Secara teori sangat bisa! Tapi praktiknya tergantung kemauan dan kesungguhan mengabdi dari pemkab. Asal ada kemauan tidak yang tidak bisa dilakukan. Apalagi ditambah kesungguhan. Teorinya itu mudah dilakukan. Bukankah di setiap kecamatan sudah ada puskesmas. Dan puskesmas-puskesmas itu sudah dilengkapi dengan mobil ambu-

lans, meski seringkali ambulans itu lebih sering menjadi mobil dinas kepala puskesmas. Bahkan, mobil dinas keluarga kepala puskesmas. Sehingga jangan heran ketika kita menjumpai mobil ambulans puskesmas di parkiran pusat perbelanjaan. Saat ini, ambulans itu sudah fungsional sih. Dipakai merujuk pasien dari dari puskesmas ke rumah sakit daerah. Tapi, itu kan tidak setiap hari. Mungkin lebih banyak menganggurnya daripada merujuk pasien. Daripada banyak menganggur lebih baik kan dipakai merujuk warga yang sakit dari rumahnya ke puskesmas. Mekanismenya, warga yang sakit, terutama yang miskin (yang kendaraan mewahnya hanya sepeda ontel) cukup menghubungi ke puskesmas, lalu puskesmas meluncurkan mobil ambulansnya. Sangat sederhana bukan. Puskesmas cukup membuka hotline yang dihubungi masyarakat. Siapkan call center dan sms center yang bisa dihubungi sewaktuwaktu. Ada petugas khusus yang siap menerima telepon dari warga yang sakit selama 24 jam. Senin sampai Minggu. Masalahnya apakah ada kepala puskesmas yang sekaligus dokter yang mau stand by selama 24 jam selama Senin sampai Minggu. Stand by tidak berarti fisiknya harus ada di kantor puskesmas. Sudah menjadi rahasia umum masih banyak dokter yang hari Minggu weekend. Bahkan ada yang libur mulai Sabtu. Kalau tidak

ahri, jumlah warga yang berkunjung meningkat pesat. Bahkan, area parkir yang berada di halamaan Pura penuh sesak. Begitu juga area parkir mobil yang dipusatkan di sisi utara pantai terlihat penuh. Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi M. Yanuarto Bramuda mengakui kalau jumlah pengunjung Pulau Merah mengalami lonjakan cukup besar. Pada hari pertama dan kedua, jumlahnya tidak seberapa. Namun, pada Minggu kemarin (25/5) bertepatan dengan peak season, jumlah pengunjung benar-benar membeludak. ”Pada hari kedua jumlah wisatawan 6000 sampai 7000 orang. Hari terakhir makin membeludak. Ini sesuai perkiraan kita,’’ kata Bramuda. Ke depan, pihaknya tidak hanya fokus pada Pulau Merah. Destinasi baru seperti Pantai Mustika akan dilakukan acara yang mampu menyedot pengunjung. ”Masih banyak destinasi wisata baru yang perlu kita promosikan kepada publik,’’ tandas mantan Camat Pesanggaran itu. (sli/aif)

Tiga Hari Lalu Rp 17.300 per Kg Sambungan dari Hal 29

begitu, biasanya ada yang sore sepulang jam kantor buka praktik pribadi. Kalau memang seperti itu, si kepala puskesmas yang sekaligus dokter itu harus membuat protap. Dan protap bisa dijalankan tanpa harus si kepala puskesmas berada di kantor 24 jam. Saya tidak tahu persis yang seperti itu sesuai aturan boleh atau tidak. Yang pasti, faktanya masih demikian. Kalau pun boleh ’merangkap’ seperti itu, pastinya pengabdian kepada negara dan rakyat tetap harus dinomorsatukan. Sehingga, program menjemput warga yang sakit di rumahnya optimis bisa dijalankan. Tidak hanya menjemput, tapi juga mengobati sampai sembuh. Maka nama lengkap programnya: jemput sakit pulang sehat. Pasien yang akan mendapatkan pelayanan lewat itu tentu harus memenuhi kriteria tertentu yang memang benar-benar membutuhkan program tersebut. Misalnya, pasien itu benar-benar miskin dan pasien darurat. Kalau program itu benar-benar dijalankan, maka tidak akan ada lagi masyarakat yang membiarkan penyakitnya karena tidak punya uang dan berbelit-belitnya urusan administrasi. Tidak ada kata terlambat. Sekalipun program mulia itu sudah digeber Pemkot Bengkulu Februari lalu. Menyontoh yang baik tidak dilarang oleh agama. Apalagi undang-undang negara. Ingat! (kaosing93@gmail.com)

Sambungan dari Hal 29

Dengan biaya segitu, kita sudah bisa menyusuri sungai yang membelah Kota Bangkok. Wat Pho, Wat Arun, Grand Palace, dan Patung Buddha Empat Wajah terletak di sepanjang Sungai Cao Praya dan dapat dicapai dengan mudah melalui kapal kapal ini. Selain itu, sungai Cao Praya juga menghubungkan ke beberapa tujuan lain, seperti di mal-mal, perkantoran, dan pusat perbelanjaan. Sehingga wajar bila alat transpotasi ini bukan hanya dinikmati oleh para turis asing seperti kami. Banyak juga warga lokal yang hendak pergi dan pulang kerja dari kantor masingmasing memanfaatkan transportasi sungai ini. Termasuk kami yang waktu itu sudah ditunggu biro travel setempat di Dinasty Hotel pada pukul 18.00. Dengan memanfaatkan transportasi sungai ini, kami tak perlu kawatir terlambat dan bisa menikmati pemandangan di sepanjang aliran sungai. Pukul 18.00, kami mengakhiri tour di Kota Bangkok dan harus berangkat ke Bandara Internasional Don Muang. Sebab pada pukul 21.00, kami harus terbang dengan Pasawat Air Asia ke Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Ketika perjalanan pulang menuju Bandara Internasional Don Muang, kami tak perlu bingung. Sebab guide dari biro travel setempat juga masih memiliki tanggung jawab, yaitu mengantarkan tamunya hingga ke bandara. Setelah semua urusan di bandara seperti tiket pesawat tuntas, guide kami bernama Samsuri, 33, mohon izin untuk pulang. “ Kami mohon maaf bila ada pelayanan yang kurang baik. Kami tunggu kalau mau berkunjung ke Thailand lagi,” ujar Samsuri sambil berpamitan kepada kami. Perjalanan kami mulai berangkat hingga pulang terbilang lancar. Pesawat yang akan membawa kami terbang pada pukul 21.00 tersebut juga tidak mengalami delay. Setelah terbang selama empat jam lamanya, tepatnya pukul 01.00 dini hari, pesawat yang kami

Salah satu penggagas acara SCC, Khoirudin mengatakan, pelatihan ini selain disengaja memanfaatkan keberadaan event BISC juga untuk mendokumentasikan perkembangan geliat ekonomi dan sosisal budaya di sekitar Pulau Merah pasca promosi wisata yang dilakukan pemerintah Kabupaten Banyuwangi. “Ini kita latih temanteman untuk menangkap perubahan sosial yang ada di masyarakat,” ujar Ketua Banyuwangi Institute tersebut. Dibanding tahun lalu, animo masyarakat untuk membeli produk-produk khas Banyuwangi di sekitar tempat acara sedikit menurun. Seperti yang diungkapkan Heri, 39, pemilik usaha kerajinan dan souvenir. Dia mengaku kunjungan warga pada hari pertama dan kedua sangat kecil. Penurunan hingga 75 persen. “Penurunan pengunjung dibanding tahun lalau hampir 75 persen,” keluhnya. Namun demikian, dia mengaku tidak kapok, saat itu dirinya optimistis jika siang hari kunjungan akan mengalami peningkatan. Prediksi yang diutarakan Heri ternyata benar. Menjelang siang

■ HARGA...

Tidak Merasakan Ada Gejolak ■ KELILING...

mati keindahan Pulau Merah serta suguhan kompetisi surfing. ”Saya berangkat dari Jember pukul 06.00. Sampai ke Pulau Merah 09.00. Kami sempatkan datang ke Pulau Merah untuk melihat ajang surfing,’’ ujar Sugiarto, warga Jember. Sementara itu, banyak komunitas memanfaatkan penyelenggaraan event surfing berkelas internasional tersebut. Mereka melakukan gathering dan acara praktik ilmu. Mulai dari komunitas fotografi, skuter dan backpacker. Salah satunya kegiatan pembuatan film dokumenter oleh kalangan anak muda. Mereka melakukan short coaching clinic (SCC) di Balai Desa Sumberagung dan melakukan pengamatan langsung di arena kompetisi surfing. Mabrur, salah satu peserta kegiatan ini mengaku sangat tertarik. Selain bisa mendokumentasikan kegiatan kabupaten, dirinya juga bisa memperoleh pengetahuan seputar film dokumenter. “Ya, saya senang dilatih sekaligus bias merekam keramaian. Banyak pengetahuan bersifat human interes yang saya dapat,” akunya.

Jadi jika dikalkulasi, harga telur eceran mencapai Rp 20 ribu per Kg. “Harga telur naik sejak dua hari yang lalu,” ujarnya kemarin (25/5). Menurut Kiyama, harga telur naik lantaran stok menipis. Selain itu, kenaikan harga telur tersebut diprediksi terjadi lantaran saat ini semakin mendekati bulan Ramadan. “Semoga perkiraan saya salah. Saya berharap harga telur tidak terusterusan naik,” kata dia. Davina, agen sembako di Pasar Pujasera mengatakan, dirinya mematok harga telur seharga Rp 17 ribu per Kg. Namun, khusus konsumen yang membeli telur sebanyak satu peti (satu peti berisi 15 Kg, Red), harga yang ditetapkan sebesar Rp 16.600 per Kg. Davina tidak menampik harga telur saat ini lebih mahal dibanding sekitar sepekan yang lalu. Sepekan

SIGIT HARIYADI/RABA

SIAP ANGKUT: Satu konsumen memasang peti berisi telur di depan toko sembako Pasar Pujasera Banyuwangi kemarin.

lalu, harga telur “hanya” sebesar Rp 15.800 per Kg. Hanya saja, harga telur sebesar 17 ribu per Kg kemarin sebenarnya sudah turun dibanding tiga hari lalu yang men-

capai Rp 17.300 per Kg. “Harga telur sempat mahal karena stok tipis. Tapi sekarang (kemarin) stok mulai berangsur normal,” pungkasnya. (sgt/aif)

Minta Bantuan Paranormal ■ SUPANI...

Sambungan dari Hal 29

“Korban juga mengalami luka jeratan di leher. Mungkin saja dibunuh maling, tapi saya nggak berani memastikan itu, karena masih dalam proses penyelidikan,” kata Budi Hermawan. Diperoleh keterangan, peristiwa tragis itu terjadi saat Supani, berpamitan sama istri hendak melihat tanaman jeruk miliknya sekitar pukul 18.30, Sabtu kemarin (24/5). Lantaran sudah lama tidak pulang, akhirnya sang istri merasa curiga, kemudian meminta tolong adiknya yang bernama Lukiyo,40 untuk mencarinya. Sesampai di sawah, Lukiyo hanya menemukan sepeda motor korban. Sedangkan Supani sendiri tidak ada di kebun jeruk. Merasa ada yang janggal, akhirnya Lukiyo minta bantuan kepala dusun setempat, yaitu Hadi Winarto ,45.

Mendapat laporan tersebut Winarto dibantu oleh warga berusaha mencari Supani dengan cara menyisir areal perkebunan jeruk tersebut. Hampir lima jam upaya pencarian Supani belum juga membuahkan hasil. Akhirnya Winarto dan warga meninggalkan lokasi dan berembug mencari Supani. Setelah beberapa saat berembug, Winarto mencoba mendatangi dua paranormal untuk minta bantuan. Dari keterangan para normal mengatakan, bahwa Supani masih tidak jauh dari lokasi kebun jeruk. Kerena penasaran akhirnya Lukiyo dan Winarto kembali menyisir areal kebun jeruk milik Supani juga dibantu warga. Sama saja, hasilnya tetap nihil. Merasa semakin janggal, akhirnya pukul 04.00 (25/5), Winarto mendatangi polsek setempat untuk melaporkan kejadian itu. Setelah sekian jam menyisir perwahan, pukul 05.30, Supani ditemukan

oleh salah satu warga bernama Atim. Kali pertama ditemukan, tubuh Supani berada di salah satu got dan ditutupi rumput kering. “Kemudian temuan itu kami laporkan ke polsek lewat telepon,” kata Kepala Dusun Krajan Satu, Winarto. Mendapat laporan tersebut, Kapolsek Gambiran AKP Ibnu Mas’ud bersama beberapa anggotanya langsung datang ke tempat kejadian perkara (TKP). Semua warga dilarang mendekati tubuh korban. Tiga jam kemudian Kasatreskrim Polres Banyuwangi AKP Nandu Dyanata tiba di TKP dan memimpin jalannya evakuasi korban. Tubuh korban dibawa ke RSUD Genteng untuk kemudian dimintakan visum et repertum. Hasilnya, ditemukan bekas luka jeratan di leher korban. “Setelah dimintakan visum, mayat korban dibawa ke rumah duka untuk dimakamkan,” kata Kapolsek Gambiran AKP. Ibnu Mas’ud. (azi/aif)

Mari Elka Pangestu: Banyuwangi Luar Biasa ■ ANGKAT...

Sambungan dari Hal 29

ABDUL AZIZ/RABA

PELESIR: Abdul Aziz (berdiri) dan Indrana Tjahja (tiga dari kiri) naik perahu di atas sungai Cao Praya.

naiki dari Bandara Don Muang akhirnya mendarat di Bandara Inetrnasional Juanda. Karena tiba pada pukul 01.00 dinihari, tentu kami merasa capek dan tak mungkin langsung melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi. Apalagi fasilitas transportasi kereta api jurusan Banyuwangi baru start pukul 09.00. Sehingga kami putuskan malam itu untuk menginap di sebuah hotel yang dekat dengan Stasiun Gubeng, Surabaya, yaitu di Hotel Galaxi yang beralamat di Jalan Urip Sumoharjo, Surabaya. Pagi harinya ketika sampai di Stasiun Gubeng dan menunggu kereta tiba, kami menyempatkan diri untuk membaca Koran Jawa Pos. Sempat terkejut juga ketika membaca halaman depan koran, yang memberitakan kudeta militer di Thailand. Karena terus terang saja, selama empat malam tiga hari berwisata di Thailand, sama sekali tak terasa ada gejolak di negeri Gajah Butih tersebut. Bahkan, ribuan turis termasuk kami yang berkunjung ke Grand Palace maupun tempat wi-

sata lain tetap menikmati perjalanan seakan tak terjadi gejolak apa-apa di negeri itu. Saya juga sempat kirim Blackberry Messenger (BBM) ke teman Jakarta yang masih berada di Kota Bangkok untuk menanyakan kabar tersebut. Ternyata sama, dia juga tidak tahu jika di Thailand sedang ada kudeta militer. “Di tempat kami menginap nggak ada militer yang berjaga. Mungkin gejolaknya di lokalisasi di tempat tertentu saja sehingga nggak sampai mengganggu wisatawan,” duga Silvi, 25, seorang teman dari Jakarta. Kalau benar gejolak di Thailand bisa di lokalisasi dan tidak sampai mengganggu kunjungan wisatawan, tentu kita patut salut dengan pemerintah Thailand. Sebab tentu sangat disayangkan bila ada kudeta militer dan mengganggu kunjungan wisatawan ke Thailand. Banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi di Negeri Gajah Putih itu. Bahkan andai ada kesempatan, ingin rasanya kembali berlibur ke Thailand dengan waktu yang lebih lama lagi. (aif)

Semua performer dalam pertunjukan seni tersebut berasal dari kalangan pelajar, mulai tingkat SD hingga SMA/sederajat. Kali pertama datang ke arena pertunjukan, Sang Menteri yang didampingi Bupati Abdullah Azwar Anas langsung disambut tari gandrung yang dibawakan pelajar SD. Rombongan menteri juga dihibur puisi Tawang Alun, dan tembang Banyuwangi-an yang dibawakan penyanyi cilik bernama Tasya. Bukan hanya pertunjukan seni tersebut yang membuat Mari Elka bangga. Lebih dari itu, antusiasme warga Bumi Blambangan mendatangi lokasi pertunjukan seni tradisional itu dianggap sebagai sesuatu yang membanggakan. “Saya salut dan angkat topi pada Pemkab Banyuwangi karena kesenian dan budayanya sangat hidup, masyarakat juga terlihat antusias datang ke tempat ini,” ujarnya. Seni dan budaya sangat erat

dengan pariwisata. Karena itu, langkah pemkab menampilkan kesenian daerah dalam sebuah panggung secara periodik akan menjadi atraksi wisata yang sangat menarik. “Tadi (Sabtu) dari hotel saya mengajak beberapa wisatawan dari Belanda untuk menyaksikan pertunjukan ini, dan mereka sangat antusias,” ungkapnya. Dengan berbagai destinasi wisata yang dimiliki plus seni dan budaya yang maju, pihaknya optimistis Banyuwangi siap menyambut wisatawan datang ke kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini. “Banyuwangi luar biasa, I Love BWI,” pujinya. Sementara itu, Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, Pemkab Banyuwangi berkomitmen mempertahankan seni dan budaya daerah di tengah proses pembangunan yang terus dipacu. Salah satunya diwujudkan dengan memberikan ruang bagi kesenian dan budaya untuk bisa eksis dan berkembang. Menurut Bupati Anas, seni dan budaya juga menjadi salah satu

daya tarik pariwisata di Banyuwangi. Dikatakan, seni dan budaya juga memberi pengaruh pada pertumbuhan pariwisata dan membawa peningkatan pada beberapa sektor industri kreatif. Bupati Anas mencontohkan, angka kunjungan hotel wisatawan, baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara pada tahun 2012 sebanyak 496.541 orang. Setahun kemudian, yakni selama 2013, tingkat hunian hotel di Banyuwangi naik di tahun 2013 menjadi 546.548 orang. “Sektor restoran juga meningkat pada tahun 2012 sebesar 650 miliar menjadi 670 miliar pada 2013,” urainya. Sementara itu, salah satu artis nasional, Ayu Azhari ikut membaur bersama ribuan warga Banyuwangi menyaksikan pertunjukan kesenian tradisional malam itu. Ayu Azhari hadir di Banyuwangi sejak Jumat (23/5) untuk menyaksikan Banyuwangi International Surfing Competition (BISC) sekaligus menikmati berbagai destinasi wisata di Banyuwangi. (sgt/aif)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.