Aceh Economic Review Edisi Perdana April 2011

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

1

Biro Perekonomian Setda Aceh Mengucapkan Selamat Kepada

IRWANDI YUSUF Gubernur Aceh

Atas Penganugerahan Penghargaan Peningkatan Produksi Beras Nasional Tahun 2009

Yang diserahkan oleh

Presiden Republik Indonesia

BAPAK DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Pada Hari Jum’at, 3 Desember 2010

ttd T. Sofyan, SE. Ak., MM

Kepala 2

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Saleum

Salam Redaksi

K

riing…” Assalamualaikum..Nyo lon tuan lakee meuah, peu hana mengganggu? (Ini saya mohon maaf, apa tidak mengganggu?-red).

Demikian suara di seberang telefon dengan lemah lembut. Seperti biasanya, Pak Yan (demikian pangilan akrab T. Sofyan, SE.AK, MM, Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh) selalu meminta maaf dengan sopan bila berbicara dengan siapa pun. “Saya ingin minta masukan untuk meningkatkan kualitas buletin ekonomi AER, kapan ada waktu?,” sambungnya lagi dengan rendah hati.

Demikianlah Pak Yan. Sejak menjabat Kepala Biro hampir setahun yang lalu, ia terus berupaya meningkatkan kinerja lembaganya. Beberapa terobosan pun telah pula dilakukan, misalnya dalam bidang energi, menggagas pengelolaan turbin PT Arun untuk memenuhi kebutuhan listrik Aceh yang minus 85 MW saat ini. Dalam bidang investasi, Biro Ekonomi telah menyusun Raqan PT Investasi Aceh (PT PIA) yang saat ini sedang dipelajari DPRA. Dalam bidang peternakan, Biro Ekonomi telah pula memfasilitasi swasta untuk mendirikan PT ASOE yang akan mengelola peternakan sapi modern dengan memanfaatkan skim kredit murah dari pemerintah pusat. Dalam bidang pendanaan, Biro Ekonomi telah berhasil membentuk BPRS Haereukat dan membentuk lembaga penjamin daerah dengan investasi 50 Milyar. Terakhir, Biro Ekonomi telah berhasil menarik dana bantuan rehabilitasi rekonstruksi ADB senilai 85 milyar rupiah yang selama lima tahun telah tertahan di departemen keuangan Jakarta.

Laporan Utama edisi pedana 2011 kali ini menyangkut isu seputar ketahanan pangan. Kenaikan harga beras dan kekhawatiran terhadap stok beras telah menjadi pembicaraan hangat masyarakat Aceh dalam tiga bulan pertama di tahun 2011 ini. Memang, cuaca yang tidak menentu, serta riuh-rendah irama politik lo-

cal, nasional dan mancanegara telah mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok tidak stabil. “Bayangkan saja, hari ini harga beras bervariasi berkisar Rp13 ribu hingga Rp15 ribu per are (bambu), padahal Desember tahun lalu masih Rp 11 – 12 ribu saja”, demikian aku Tina (24), seorang pedagang kelontong di Kampong Ateuk, Banda Aceh.

Sebagai salah satu dari 11 provinsi andalan pengadaan 3,5 juta ton beras dalam negeri oleh Perum Bulog, kenaikan harga padi dan gabah memang tidak dapat diterima akal sehat. Apalagi Gubernur Aceh baru saja memperoleh penghargaan dari Presiden SBY dalam bidang ketahanan pangan. Untuk itu, AER akan mengupas tuntas isu seputar pangan di Aceh. Mulai dari kapasitas Bulog dalam menyangga ketahanan pangan, system distribusi dan pergudangan, kebijakan pemerintah, faktor perubahan cuaca dan pemanasan global, serta upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mensiasatinya.

Rubrik lainnya juga tak kalah menarik. Pembaca akan dibawa berkeliling Bandar Wisata Islami dalam menyongsong Visit Banda Aceh 2011. Pembaca juga dapat memperkaya khasanah pengetahuan ekonomi dan bisnis dalam rubrik internasional, nasional dan nanggroe. Tidak hanya itu, analisa dari para ahli juga akan melengkapi perbendaharaan analisis ekonomi Anda. Selamat Menikmati sajian AER kali ini. Hari ini selalu harus lebih baik dari kemarin dan Esok harus lebih baik dari hari ini. Semoga! [ ]

REDAKSI Pelindung : Gubernur, Wakil Gebernur dan Sekretaris Daerah Aceh Ketua Pengarah : Asisten Keistimewaan Aceh, Pembangunan dan Ekonomi Sekretariat Daerah Aceh Wakil Ketua Pengarah : T. Sofyan, SE.Ak,MM, (Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh) Dewan Pakar : Prof. Dr. Raja Masbar, M.Sc (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala), Drs. Alfian Ibrahim, MS (Mantan Rektor Universitas Teuku Umar), Wahyuddin Albra, SE,M.Si,Ak (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh), Pimpinan Redaksi : Dra. Hj. Syamsidar (Pj. Kabag Pembinaan dan Kerjasama) Wakil Pimpinan Redaksi : Dahniar, SH, MH Anggota : Azwari SE, M.Si, Redaktur Pelaksana : Drs. Muhammad Dahlan Anggota : Amiruddin, SE, Tabrani, SE, Erwani,SE, Sri Iswari, SE.Ak, Sidang Redaksi : Muhammad Ichsan, M.Si (Ketua) Anggota : Ir. Samsul Bahri,MM; Amir Hasan, SE.Ak; Darnius, SE; Drs. Sanusi; Nurdin, S.Pd; Drh. Putri Sukmawati; Dewi Ertika Pane,SS Managing Editor : Zulfikar Meda, SE; Heri Samhudi Zakaria, SE; Hertily Surviva, SE Editor / Kontributor : Dr. Sulaiman, MM, Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA, Taufiq C. Dawood, SE, M.Econ., Nasrillah Anis, SE, MM, Miftachuddin Cut Adek, SE, M.Si, Said Muniruddin, SE, MA, Wartawan : Ainul, Tasya, Marda, Risky, Hendra Kartunis : Deky Konsultan Media : Adi Warsidi, Yoserizal Desain Grafis/Layout : Zulhadi, S.Kom / fes_khtc_atjeh Alamat Redaksi Kantor Gubernur Aceh, Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh.

Email: bulletin.aer@gmail.com

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

3

Saleum 3 - Salam Redaksi

Hal. 7

Surat Pembaca

5 - AER Menjadi Referensi Investor 5 - AER Harus Mampu Mempromosikan Produk Unggulan 5 - AER Harus Mampu Mempromosikan UMKM Aceh

Protret

6 - PPS Lampulo : Mengembalikan Kejayaan Kelautan Aceh

Laporan Utama

7 - Menjamin Stok Beras Aceh 9 - Aceh Panen Raya, Stok Beras Aman 11 - Sudah Saatnya, ‘One Day No Rice’ digalakkan!

12 - Satu Hari Tanpa Nasi, memacu kreativitas Keluarga 13 - Nasi berkurang, Kesehatan meningkat!

18 - Siapa Bilang Aceh Belum Swasembada!

Analisa

Hal. 9

14 - Dampak perubahan iklim terhadap produksi dan ketahanan pangan di Aceh

Peluang Bisnis

19 - Miliuner dari Buah Naga 21 - Membuat Makmur Petani Kakao

WISATA

24 - Menyongsong Visit Banda Aceh Year 2011 Banda Aceh, Bandarnya para Raja 27 - Menyongsong Visit Banda Aceh Year 2011 Banda Aceh, Bandar Wisata Islami

Opini

30 - Diskotik Islami, Mungkinkah?

32 - Peranan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Dalam Pengembangan UMKM Di Aceh

Sosok

Hal. 18

34 - Dari Puing Tsunami ke Pabrik Roti

Nanggroe

36 - Nilam Makin Jarang di Barat Daya

Nasional

40 - Rakyat Aceh Menjadi Stockholder Garuda, Perlukah?

Internasional

42 - Timur Tengah Bergolak, Ekonomi Dunia Tersedak 44 - Pasca Bencana: Permintaan Komoditas Meningkat

4

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Hal. 19

Surat Pembaca

AER Menjadi Referensi Investor “Saya atas nama Pemerintah Kota Banda Aceh menyambut baik adanya Buletin Aceh Economic Review. Kami berharap buletin ini dapat memberikan informasi yang komprehensif mengenai pembangunan ekonomi di Aceh, terutama dalam mengangkat peluang-peluang investasi yang ada sehingga dapat menjadi referensi yang baik bagi para calon investor yang berasal dari dalam maupun dari luar Aceh. Tentunya secara khusus kami berharap agar keberadaan buletin ini juga dapat ikut menyukseskan Visit Banda Aceh 2011. Dengan dilihatnya Banda Aceh sebagai barometer pembangunan di Aceh, maka kami yakin melalui suksesnya tahun kunjungan wisata ini akan membawa pengaruh positif dalam perubahan citra Aceh ke arah yang lebih baik dan menjadikan Aceh sebagai magnet untuk tempat berinvestasi. Pada akhirnya semua ini akan bermuara pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan terwujudnya masyarakat Aceh yang lebih sejahtera.”

Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’adudin Jamal

AER Harus Mampu Mempromosikan Produk Unggulan Content Bulletin Aceh Economic Review ini cukup bagus dan menarik. Saya harapkan buletin ini mampu mempromosikan produk - produk unggulan Aceh sehingga mampu mengundang investor-investor.

Indikator-indikator perekonomian Aceh sekarang ini sedang menunjukkan tren positif, salah satunya tingkat pengangguran dan kemiskinan di tahun 2009 sebesar 8,54 persen dan 20,98 persen yang menurun jumlahnya. Serapan anggaran pemerintah juga cukup bagus, 90 persen. Sebagaimana kita ketahui, belanja pemerintah merupakan pendorong perekonomian Aceh. Tentunya ini akan menjadi PR bagi pemerintah untuk lebih mengoptimalkan lagi perekonomian Aceh.

Deputi Aceh Nias Recovery Program World Bank, Safriza Sofyan

AER Harus Mampu Mempromosikan UMKM Aceh Saya berharap Buletin Aceh Economic Review ini mampu mempromosikan UMKM Aceh dan memperkenalkan budaya Aceh pada dunia. Saya juga berharap distribusi majalah ini bisa sampai ke luar negeri dalam rangka kesuksesan program investasi Aceh.

Presenter TVRI Aceh, Sri Diana Rezeki

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

5

Protret

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo yang sedang dalam proses pembangunan

PPS Lampulo: Mengembalikan Kejayaan Kelautan Aceh 6

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Š AER/ZoelMeda

“O,oow!� ujar beberapa masyarakat yang sempat mengira bangunan ini adalah sebuah TPI (Tempat Pelelangan Ikan) biasa. Memang, sejak didirikan pada tahun 2008 silam oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo ini belum kunjung selesai.

Diharapkan, PPS yang akan dilengkapi peralatan modern berstandar internasional ini akan mampu menampung kapalkapal besar untuk bongkar dan mengisi logistik.

Sejarah membuktikan bahwa kawasan perairan Aceh diyakini menjadi salah satu tempat perkawinan ikan tuna. Tak heran bila banyak nelayan yang tergabung dalam 30 Negara Komisi Penangkap Tuna Lautan Hindia (IOTC) memburu ikan di sana.

Sayangnya, setelah menangkap ikan di perairan Aceh dan kawasan Samudera Hindia lainnya, kapal-kapal asing tersebut terpaksa membongkar tangkapannya di Jakarta atau bahkan kembali ke negaranya karena pelabuhan di Aceh dinilai tidak memadai. [Hertily Surviva]

Laporan Utama

Menjamin Stok Beras Aceh

© AER/ZoelMeda

Salah satu gudang penyimpanan beras milik Bulog

S

eorang ibu paruh baya yang baru pulang berjualan asongan pukul 11 malam itu tampak gelisah. Sebelum pulang, ia singgah ke salah satu warung di kawasan Gue Gajah, Darul Imarah, Aceh Besar untuk membeli beras. Setelah bolak balik menawar, ia memutuskan membeli beras produksi Sumatera Utara karena mereknya cukup terkenal meski harganya sedikit lebih mahal.

“Yang sepuluh kilo sekarang harganya sudah Rp 100 ribu. Kalau yang 20 Kg sudah 195 ribu,” papar Kak Mala (45), pemilik mini market Arifin.

Di tingkat pengolah juga tak kalah gelisah. Tgk Nasruddin (57), pemilik Kilang Padi Data di Ulee Glee, Pidie Jaya harus berjibaku menekan biaya produksi guna mengatasi kenaikan harga gabah yang terus terjadi. Hal ini disinyalir akibat terus merosotnya produksi gabah oleh petani. Di sisi lain, ia mengalami kesulitan untuk menaikkan harga dan menjualnya ke pasar lokal karena pembayarannya tidak bisa kontan. Padahal ia membutuhkan modal tidak sedikit untuk

Fenomena pasar memang unik dan tidak mudah dikontrol. Ada banyak elemen pasar yang harus di manage; mulai dari dukungan modal kerja awal kepada petani, penyuluhan untuk meningkatkan efisiensi produksi, teknologi pasca panen, sampai kepada mekanisme penjualan gabah dan pergudangan, produksi padi serta distribusi.

men-stok gabah di musim panen dan menggilingnya di musim tanam agar kapasitas mesin dapat optimal. Alhasil, operasional kilang menjadi terganggu. “Nyoe kah leubeh dua thôn lagee nyoe (ini sudah lebih dua tahun seperti ini-red),” akunya pasrah. Ia bermaksud menjual semua asetnya dan beralih menjadi pedagang saja di pasar.

Ternyata, kelangkaan pasokan tidak hanya terjadi di tingkat gabah.

Padi yang diproduksi kilang pun juga sudah menghilang di pasar lokal. Apa pasal? Syukri (49) pemilik Kilang Padi DD di Tungkop, Aceh Besar mengaku bahwa banyak tauke kilang yang lebih suka menjual padinya ke Medan, Sumatera Utara, dibandingkan di Aceh. “Pembeli di sana (Medan-red) berani bayar cash, kalau kita di sini semua minta hutang. Nagihnya pun susah,” tambahnya lagi dengan nada sinis. Dengan senang, Butet sang istri menceritakan keberhasilan mereka menjual 80 ton padi giling kasar ke Medan dengan harga 4.500 per kg secara kontan baru-baru ini.

Sebagai satu dari 10 daerah lumbung padi di Indonesia, masyarakat Aceh tidak sepantasnya risau akan kelangkaan beras. Namun apa nyana, pasokan gabah semakin langka di pasar lokal yang akhirnya mendongkrak harga beras. Padahal, Gubernur Irwandi baru saja memperoleh penghargaan dari Presiden SBY atas keberhasilan mempertahankan swasembada beras. Tak ayal, Gubernur segera merespon kondisi ini dengan cepat melalui himbauan kepada tauke kilang untuk tidak menjual berasnya ke luar daerah. Namun, himbauan ini kelihatannya belum membuahkan hasil.

Fenomena pasar memang unik dan tidak mudah dikontrol. Ada banyak elemen pasar yang harus di manage; mulai dari dukungan modal kerja awal kepada petani, penyuluhan untuk meningkatkan efisiensi produksi, teknologi pasca panen, sampai kepada mekanisme penjualan gabah dan pergudangan, produksi padi serta distribusi. Penguatan dapat dilakukan pada tingkat

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

7

Laporan Utama petani, pemodal, pabrikan pupuk, koperasi pengumpul dan pengolah padi, pemilik kilang padi, pergudangan, serta pengecer. Mengingat penting dan banyaknya pelaku yang terlibat dalam masalah pangan, banyak negara membatasi kebijakan impor dan ekspor komoditas pertanian dalam rangka menjaga stabilitas pasokan pangan, harga, serta melindungi pihak yang terlibat dalam rantai bisnisnya. Di sini, otorita yang mengelola pangan memiliki peran yang sangat dominan.

Diagram luas lahan dan produksi padi Aceh

Melihat data-data di atas, kekhawatiran akan kelangkaan gabah dan melonjaknya harga beras di masa depan jelas akan menghantui warga Aceh. Padahal, jumlah permintaan beras akan terus meningkat menjelang bulan puasa pada Juli-Agustus mendatang. Demikian pula dengan perkembangan harga yang umumn-

© AER/ZoelMeda

Intervensi Pemerintah Stabilitas pangan merupakan hal vital dalam kehidupan masyarakat.

Untuk itu, jaminan pasokan dan mekanisme pergudangan menjadi dua elemen kunci bagi terjaminnya stabilitas ketersediaan bahan pokok ini.

Terlepas dari proyeksi yang dikeluarkan BPS, produktivitas produksi gabah Aceh relatif lebih rendah dibandingkan produktivitas produksi nasional. Dengan total lahan 2,8 persen dari total luas panen di Indonesia, produktivitas panen Aceh pada tahun 2009 hanya sebesar 4.3 kuintal per hektar, sedikit lebih rendah dibandingkan Sumatera Utara yang mencapai 4,6 kuintal per hektar.

Sementara, nasional sudah mencapai 5 kuintal per hektar. Sebaliknya, luas panen padi di Aceh terus mengalami penurunan dari 359,4 ribu hektar pada tahun 2009 turun menjadi hanya 347,9 ribu hektar pada tahun

2010. Di sisi lain, total luas tanam padi Indonesia mengalami peningkatan dari 12,9 juta hektar pada tahun 2009 menjadi 13,2 juta hektar pada tahun 2010. Kondisi ini jelas menimbulkan kekhawatiran akan kesinambungan produksi beras di Aceh.

Berikut dapat kita lihat data produksi beras di Aceh dari tahun ke tahun.

8

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

ya mengikuti permintaan. Mengenai kondisi ini, analisa BPS dalam ARAM I 2011 (3 Maret 2011) mencatat, “Realisasi luas panen padi pada tahun 2010 (Angka Sementara) lebih rendah dari yang diperkirakan. Yaitu dari perkiraan 361,8 ribu hektar hanya terealisasi 352,5 ribu hektar. Dengan peningkatan produktivitas rata-rata per hektar, produksi padi untuk tahun 2010 masih mampu dipertahankan, sehingga produksinya masih lebih tinggi dibandingkan produksi pada tahun 2009, meskipun dengan persentase yang relatif kecil yaitu sebesar 1,64 persen.”

Kondisi ini jelas tidak dapat dibiarkan berlaku begitu saja tanpa adanya intervensi pemerintah lebih jauh. Kebijakan yang tepat untuk dapat segera mengatasi produksi padi yang menurun atau meningkatkan produktivitas lahan, atau menahan laju konversi lahan pertanian harus segera dilakukan. “Kita telah melakukan koordinasi dengan SKPA terkait.

Tim Biro Ekonomi bersama Bulog dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan telah melakukan kunjungan kerja ke beberapa pabrik padi di Aceh Besar, dan berdialog dengan petani untuk segera dapat mengatasi masalah ini,” papar Amiruddin, SE, Kabag Administrasi Sarana Perekonomian Setda Aceh.

Terkait dengan hal ini, Drs. Alfian Ibrahim, MSi, mantan Rektor Universitas Teuku Umar menyatakan bahwa kita tidak dapat menyerahkan sepenuhnya masalah bahan pokok melalui mekanisme pasar yang menurutnya hanya berlaku jika kondisi pasar dalam keadaan stabil. “Dalam kondisi tertentu seperti bencana alam, wabah, atau iklim yang kurang bersahabat seperti sekarang yang mengakibatkan gagal panen, pemerintah perlu melakukan intervensi ke pasar,” sambungnya lagi.

“Hanya saja di Aceh, saya tidak habis fikir. Padi kita dibawa keluar, terus masuk lagi ke kita. Saya pesimis dengan istilah Aceh sebagai lumbung pangan. Di sisi lain kita masih impor beras dari Vietnam. Ternyata, produksi padi kita masih belum memadai,” tutup Alfian siang itu. [adek]

Laporan Utama sebagai evaluasi kinerja beberapa kilang padi yang mendapat proyek pengadaan beras Bulog Aceh. Saat ini Bulog Aceh telah bekerjasama dengan 118 kilang pada yang tersebar diseluruh kabupaten yang ada di Provinsi Aceh.

Selain mengunjungi Kilang Padi mitra Bulog, rombongan juga menyempatkan singgah ke sentra-sentra pertanian dan berdiskusi dengan para petani. Hal ini dimaksudkan untuk menggali informasi dan memahami situasi mereka selama ini. Tim AER, Hery Sufedi dan Zulfikar Meda yang turut serta dalam rombongan melaporkan liputannya untuk Pembaca yang setia.

Berikut petikannya.

Salah satu petani di Desa Lubuk, Ingin Jaya, Aceh Besar sedang melakukan panen raya

Š AER/ZoelMeda

Aceh Panen Raya, Stok Beras Aman Bulan Februari yang lalu merupakan puncak lonjakan harga, dimana beras jenis sama dijual dengan kisaran harga Rp 130.000 hingga Rp 140.000.

D

alam rangka mengawasi stabilitas harga dan produksi pangan di Aceh, Badan Urusan Logistik (Bulog) bekerjasama dengan Biro Ekonomi Setda Aceh, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Holtikultura Aceh, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Aceh serta Badan Pusat Statistik melakukan kunjungan ke beberapa wilayah di kawasan Aceh Besar. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui secara langsung kondisi ketahanan pangan di Provinsi Aceh. Kunjungan yang dilakukan di Kecamatan Blang Bintang dan Kuta Malaka sekaligus

Kilang Padi ARMT, Lambaro Berdasarkan keterangan pemilik KP ARMT, harga beli gabah kering di tingkat agen saat ini adalah Rp 3.450 per kg, sedangkan harga beli pada petani adalah Rp 3.400 per kg. Penurunan harga gabah ditengarai oleh meluasnya panen raya di beberapa wilayah. Kapasitas produksi KP ARMT adalah 20 ton gabah kering yang mampu menghasilkan 12 ton beras per hari. Harga jual rata-rata beras jadi dengan merek Euro adalah Rp 5.900/kg dan merek Walet adalah Rp 7.000/kg. Beras yang diproduksi oleh KP ARMT dipasok dari Blang Bintang, Indrapuri dan sekitarnya. Adapun hasil produksi didistribusikan ke Banda Aceh, Sabang, Meulaboh bahkan ke Medan, Sumatra Utara.

Kilang Padi Uci Mita KP Uci Mita merupakan salah satu kilang padi yang telah terkenal luas di Aceh Besar. Kilang padi tersebut mampu menampung lebih dari 1.000 ton gabah kering atau stok gabah yang masuk sebanyak 90 ton setiap harinya. Harga beli gabah kering yang ditambung oleh KP Uci Mita ditingkat agen adalah Rp 3.450 per kilogram. Sementara, agen hanya membayar Rp 3.300/

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

9

Laporan Utama kg kepada petani yang merupakan profesi mayoritas warga Aceh Besar.

KP Uci Mita mampu menghasilkan 19 hingga 20 ton beras setiap harinya. Hasil produksi KP milik H. Sanusi ini didistribusikan ke Sumatera Utara. Selain disalurkan ke Medan, KP Uci Mita Juga merupakan salah satu kilang padi yang melaksanakan proyek pengadaan beras Bulog Aceh untuk program ketahanan pangan nasional. Harga jual rata-rata untuk bulan Maret 2011 adalah Rp 5.700/kg beras kualitas standar. Uci Mita mendapat pasokan gabah dari beberapa wilayah seperti Indrapuri, Suka Makmur, Kuta Malaka atau bahkan dari Sigli. Menurut keterangan H. Sanusi, meluasnya panen raya tidak akan mempengaruhi harga gabah dan beliau memprediksikan bahwa harga tidak akan mengalami penurunan, ungkap Pak Haji yang hobi melakukan dakwah ini dengan yakin.

Kilang Padi Cahaya Aceh Rayeuk Kilang padi Cahaya Aceh Rayeuk bertempat di Desa Lubuk. KP ini juga merupakan salah satu kilang padi yang melaksanakan pengadaan beras Bulog Aceh dalam rangka program ketahanan pangan nasional.

Setiap harinya, KP ini mampu memproduksi 20 ton beras. Saat ini, harga beli gabah kering dari agen berkisar Rp 3.400- Rp 3.450 per kg. Setelah gabah diolah menjadi beras, KP Cahaya Aceh Rayeuk menjual beras kualitas standar dengan harga Rp 6.000 per kg. Stok gabah kering yang tersimpan saat ini di KP Cahaya Aceh Rayeuk mencapai 300 ton.

Berikut cuplikan wawancara dengan beberapa petani padi: Ahmad, Gampong Lamdaya Pak Ahmad merupakan salah satu petani yang telah lama merasakan asam-garam dalam hal bercocok tanam. Setiap kali musim tanam, petani yang juga merupakan pemilik usaha perontok padi ini mempersiapkan la-

10

han seluas 1.240 m dan hanya menghasilkan 650 kg gabah kering. Sebagian besar panennya disimpan untuk kebutuhan sendiri, dan sebagian kecil ia jual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pada musim panen kali ini, ia menjual sebagian hasilnya dengan harga yang berlaku yakni sebesar Rp 3.400 per kilogram.

Namun, ia yakin bahwa harga gabah akan semakin turun akibat meluasnya musim panen raya di beberapa wilayah secara serentak seperti Aceh Besar dan Pidie. Selain bercocok tanam, Pak Ahmad juga melakoni profesi sebagai tim perontok padi. Dari setiap 10 kaleng gabah yang dirontokkan, Pak Ahmad bersama kawankawan memperoleh 1 kaleng gabah atau seberat 12 kg gabah kering.

Ibu Putri, Samahani Ditemui ketika sedang asyik memanen hasil jerih payahnya, Ibu Putri telah menggeluti usaha pertanian lebih dari setengah usianya. Wanita paruh baya ini sangat antusias menyambut kedatangan tim pemantau pangan Aceh. Menurutnya, sekali musim panen, ia mampu menghasilkan 8 gunca gabah. Untuk panen kali ini ia belum bisa memprediksi berapa jumlah hasil panennya. Menurut feeling yang ia rasakan, hasil panen akan meningkat karena kali ini ia menanam padi varietas unggul (mekungga) bantuan pemerintah. Sudah menjadi kebiasaan, hasil panennya akan disimpan untuk memenuhi kebutuhan beras seiring menunggu hasil panen periode berikutnya. Namun apabila kebutuhan beras untuk periode berikutnya dianggap mencukupi, baru hasil panennya ia jual ke kilang padi terdekat.

Tgk. Yasin, Lubuk Tgk. Yasin merupakan salah satu pemain lama dalam bidang pertanian. Ia telah terjun ke dunia pertanian sejak berumur 11 tahun. Ia tinggal di Desa Bukit Lubuk. Pak Yasin telah

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

menggeluti profesi sebagai petani lebih dari 50 tahun. Ia mengelola sawah yang ditinggal pergi saudaranya. Menurut keterangannya, harga jual gabah saat ini (Maret) berkisar antara Rp 3.200-Rp 3.300 per kg, namun harga tertinggi terjadi selama sebulan lalu yang mencapai Rp 4.600 per kg. Ia juga memprediksikan hasil panen kali ini akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan panen sebelumnya.

Maskur, Distributor Beras Syukur Jaya, Banda Aceh Dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang lalu, harga beras saat ini (Maret) telah mengalami lonjakan. Pada akhir 2010 yang lalu, beras jenis biasa dengan berat 15 Kg ditingkat distributor dijual dengan harga Rp 90.000.- sedangkan saat ini beras dengan kualitas sama dijual dengan harga Rp 115.000-. Bulan Februari yang lalu merupakan puncak lonjakan harga, dimana beras jenis sama dijual dengan kisaran harga Rp 130.000 hingga Rp 140.000.

Beras yang distribusikan oleh Syukur Jaya dipasok dari Samalanga dan Blang Bintang Aceh Besar. Sistem distribusi yang dilakukan oleh Syukur Jaya lansung kepada pengecer, sehingga tidak terjadi penumpukan barang digudang. Saat beras tiba di Banda Aceh, distributor menyalurkan langsung kepada pengecer di pasaran. Musim panen raya telah meluas di beberapa wilayah, oleh karena itu, persediaan beras di pasaran telah melimpah, sehingga pada Maret ini harga beras telah normal kembali jika di bandingkan dengan bulan Februari lalu. Setiap bulan, Syukur Jaya mendistribusikan lebih dari 4.000 sak beras dengan isi 15 Kg. [ ]

Laporan Utama

Sudah Saatnya,

Vietnam. Konsumsi beras per kapita di Indonesia mencapai 139 kilogram per tahun. Ini merupakan angka terbesar di dunia. Bandingkan dengan China yang berpenduduk 5 kali lebih banyak dari Indonesia, hanya mengkonsumsi 90-100 kilogram per kapita. Atau juga Jepang, yang surplus beras, hanya 70 kilogram per kapita. Konsumsi beras masyarakat Indonesia yang terlalu tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras. Inilah alasan pemerintah mencanangkan diversifierlihat beberapa potong ubi re- kasi pangan.

Program ini bertujuan agar keterbus di meja makannya. “Saya gantungan pangan pada beras tidak mengganti nasi dengan ubi. Nasi terlalu tinggi, sehingga stabilitas panmengandung kadar gula yang tinggi, gan tetap terjaga.

Bayangkan, pada sehingga bisa memicu diabetes,” ucap era tahun 1950-60an, ketergantungan Melanie Putria, mantan Putri Indonepangan masyarakat Indonesia pada sia tahun 2002, yang mengaku berat nasi atau beras masih sebesar 53%.

Nabadannya menjadi lebih ideal, setelah mun kini, ketergantungan itu semakin mengurangi konsumsi nasi.

Artis lain lagi yang concern dalam tinggi, mencapai 92-95%.

“Kampanye One Day No Rice ini upaya membentuk tubuh yang ideal berskala nasional, dimana sekarang dengan mengurangi konsumsi nasi masih dimulai daridi level bawah daadalah Nova Eliza. Artis asal Aceh kelahulu, dimulai dari pemda-pemda”, hiran Sigli yang selama 5 tahun ini telah demikian kata Bayu Krisnamurthi, Wakil berhenti mengkonsumsi nasi. “AlhamMenteri Pertanian Republik Indonesia. dulillah, tubuhku menjadi lebih sehat Mengganti sepenuhnya konsumsi nasi dan stabil berat nya selama mengganti dengan jenis karbohidrat lain seperti, nasi dengan karbohidrat lain seperti ubi, kentang, jagung, ubi, kentang, dan roti singkong atau sagu, gandum.” mungkin menjadi Jika ada sekitar permulaan yang terseribu masyarakat lampau ekstrim bagi Indonesia seperti sebagian orang. UnMelanie dan Nova tuk itu, pemerintah Eliza, yang mengmenghimbau masyarganti konsumsi nasi akat untuk meluangdengan karbohidrat kan satu hari saja lainnya, program tidak makan nasi, dan “Sehari Tanpa Nasi” menggantinya denatau “One Day No gan karbohidrat alterRice” milik pemerinnatif. tah tentu akan lebih Kalau dikalkulasimudah terealisasi. kan, jika satu hari Wacana One Day dalam setahun tanpa No Rice merupakan Nova Eliza, Model sekaligus aktris makan nasi, pengasal Aceh yang telah membintangi bagian dari program hematan bisa mensejumlah film dan sinetron diversifikasi pangan capai 100 ribu ton. pemerintah, ditenSedangkan bila dilakukan satu hari gah ketakutan akan krisis pangan yang setiap bulan, maka selama setahun melanda dunia, termasuk Indonesia. penghematan bisa mencapai 1,2 juta Ironis memang, Indonesia yang kita ton beras.

Tunggu apa lagi, kita mulai sebut sebagai negara agraris, masih hari ini. [ ] mengimpor beras dari Thailand dan

‘One Day No Rice’

digalakkan!

T

Melanie Putria, Putri Indonesia 2002 dan Presenter Healthy Life dan Democrazy, Metro TV

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

11

Laporan Utama

“Satu Hari Tanpa Nasi, memacu kreativitas Keluarga” “S

Illiza Sa’aduddin Jamal, Wakil Wali Kota Banda Aceh, Ibu Rumah Tangga

12

ebagai ibu rumah tangga, saya antusias dengan Gerakan Nasional 1 Hari Tanpa Nasi. Gerakan ini berdampak positif terhadap ketahanan dan diversifikasi pangan bangsa”, kata Illiza Sa’aduddin Jamal, Wakil Walikota Banda Aceh, yang juga berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

“Penting untuk kita sadari, pola hidup sehat itu dimulai dari keluarga”, tambahnya. Hal ini juga diyakininya apabila orangtua, khususnya para ibu, memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bahan pangan dan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Nasi yang selama ini menjadi andalan sumber karbo-

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

hidrat, bisa tergantikan oleh karbohidrat dari pangan lainnya seperti jagung, ubi, dan kentang.

Gerakan 1 hari Tanpa nasi memiliki efek kreatif bagi keluarga. Percaya dengan ini, Illiza menyebutkan, “program satu hari tanpa nasi akan memacu kreativitas para orangtua, khususnya para ibu, dalam menyajikan makanan di rumahnya.

Makanan akan semakin variatif, dengan tetap memperhatikan kandungan nutrisinya”. Selama ini kita hanya tau cara mengolah nasi. Kini saatnya, 1 hari saja, mencoba menyajikan menu non-nasi lain yang tak kalah enak dan lebih menyehatkan. [ ]

Laporan Utama

Nasi Berkurang, Kesehatan Meningkat!

B

“Kaleuh bu kah Gam? Goh lom Miwa, siat nyoe lon pajoh mie goreng mantong 2 boh pingan”

agi umumnya masyarakat Indonesia, nasi terasa lebih enak dibandingkan dengan ubi, jagung dan singkong,. Namun, kita kurang menyadari bahwa mengkonsumsi nasi adalah salah satu resiko penyebab diabetes. Nasi adalah karbohidrat sederhana yang tidak bisa menyimpan glikogen. Ketika dicerna, ia langsung jadi energi dan glukosa sehingga meningkatkan kadar gula dalam darah.

Mengurangi makan nasi ternyata lebih banyak manfaatnya. Menurut

Dr. Phaodon, dokter gizi dan pakar hidup sehat dari Jakarta Anti-aging & Executive Fitness Consultant dalam bukunya Fat-Loss Not Weight-Loss (2007), karbohidrat kompleks seperti singkong, ubi, jagung, roti gandum, nasi merah, dan beberapa jenis pangan alternatif lainnya yang memiliki kadar gula rendah, mampu menahan kenyang lebih lama hingga 6 jam dibandingkan nasi. Karbohidrat kompleks ini bisa disimpan di liver dan otot dalam bentuk glikogen, yaitu zat sebelum menjadi glukosa.

Menurutnya, banyak sekali keuntungan lain dari mengganti nasi dengan karbohidrat kompleks rendah gula. Bagi wanita, karbohidrat rendah gula ini dapat bermanfaat untuk: membuat kulit halus, cantik, dan bercahaya, membebaskan tubuh dari racun-racun (anti toksin), agar selalu awet muda, serta menghilangkan kerutan di wajah. Sedangkan bagi pria, karbohidrat kompleks ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan gairah dan libido, meningkatkan tenaga, stamina, dan keperkasaan pria, serta selalu terlihat bugar dan bersemangat. Sementara untuk anaka-anak, karbohidrat rendah gula ini dapat membantu ia untuk meningkatkan kecerdasan, meningkatkan kekuatan dan daya tahan tubuh agar tidak mudah lelah dan sakit.

Meskipun banyak manfaatnya, mengganti nasi dengan panganan lain juga menuai kontra. Apalagi masih ada pamoe di kalangan masyarakat kita, bahwa ‘seseorang dikatakan belum makan kalau belum makan nasi’. “Kaleuh bu kah Gam? Goh lom Miwa, siat nyoe lon pajoh mie goreng mantong 2 boh pingan (Sudah makan nasi, Gam?. Belum Nek, barusan Cuma makan mie goreng 2 piring),” demikian yang sering kita dengar di masyarakat. Mungkin mereka belum tersadarkan bahwa yang dibutuhkan adalah karbohidrat, bukan nasi. Merubah budaya yang sudah mengakar ratusan tahun menuntut kesabaran. Kita perlu gerakan yang mencerdaskan untuk menciptakan satu tradisi baru, sehingga apa yang dikonsumsi rakyat lebih sehat, bukan sekedar lebih enak, apalagi lebih banyak. Bagaimana pendapat Anda? [Hertily Surviva]

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

13

Analisa

Ilustrasi proses Global Warming (pemanasan global)

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI DAN

KETAHANAN PANGAN DI ACEH Oleh ; Prof. Dr. Ir. Yuswar Yunus, MP Guru Besar Fak. Pertanian Unsyiah/Direktur YLI Aceh

14

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Aceh, sebagai daerah ujung kepulauan Sumatera yang dikelilingi oleh lautan, sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut mengancam keberadaan pulau-pulau kecil Indonesia, karena pulau tersebut diprediksi bakal tenggelam.

Sekarang pun di Aceh pernah beberapa kali terjadi badai yang merugikan lingkungan.

Analisa

P

erubahan iklim, atau climate change, telah menjadi isu utama di seluruh belahan bumi. Fenomena global perubahan iklim dimulai dari persoalan meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfir, terutama karbondioksida (CO2), yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu secara global, yang akhirnya memicu perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim adalah munculnya berbagai bencana, secara langsung ataupun tidak.

Pakar perubahan iklim secara garis besar sepakat, bahwa peningkatan angka rata-rata temperatur bumi, kecepatan angin, laju penguapan dan curah hujan akan semakin menghasilkan kondisi-kondisi meteorologi yang lebih ekstrim. Misalnya, hujan lebih lebat yang disertai angin kencang, atau kekeringan yang memberi peluang kebakaran hutan. Fenomena ini terjadi di berbagai daerah.

Emisi GRK terbesar berasal dari kegiatan manusia seperti dari sektor industri, pembangkit energi/listrik, transportasi yang memakai bahan bakar fosil, dan pembakaran sampah. Penyebab lain adalah kegiatan perubahan tata guna lahan untuk kegiatan pertanian dan deforestasi hutan. Dibawah ini dapat dilihat ilustrasi bagaimana Proses Pemanasan Global terjadi.

Beberapa indikator bahwa telah terjadi perubahan iklim di bumi adalah meningkatnya suhu rata-rata bumi sebesar 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Peningkatan suhu bumi dapat memicu mencairnya lapisan es di kutub, yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut. Fenomena ini diikuti dengan munculnya perubahan cuaca yang ekstrim, yang menimbulkan bencana seperti badai dan puting beliung. Dampak lanjutannya adalah kepunahan sejumlah spesies makhluk hidup dan timbulnya berbagai penyakit.

Aceh, sebagai daerah ujung kepulauan Sumatera yang dikelilingi oleh lautan, sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut mengancam keberadaan pulau-pulau kecil Indonesia, karena pulau tersebut diprediksi bakal teng-

gelam. Sekarang pun di Aceh pernah beberapa kali terjadi badai yang merugikan lingkungan. Selain itu, musim penghujan dan kemarau yang panjang sudah tidak bisa diprediksi lagi. Para petani dan nelayan menderita kerugian, karena menghadapi musim pancaroba yang mengganggu kegiatan usaha mereka untuk bertani dan melaut.

Bumi ini memiliki sejumlah paruparu utama. Selain ada hutan Amazon di Brazil, terluas di dunia (6 juta hektar), ada hutan Zaire di Kongo Afrika (3 juta hektar). Dan juga Leuser di Aceh (2,6 juta hektar). Leuser merupakan hutan primer, aset penting untuk penyerapan karbon yang sangat diperhitungkan dunia. Luas hutan Aceh seluruhnya, termasuk Ulu Masen, mencapai 3.549.813 Ha. Jika hutan primer Leuser mampu menyerap karbon rata-rata sekitar 180 ton/ha/tahun, Ulu Masen sebagai hutan sekunder (dengan luasa hanya 743.000 hektar) mampu menyerap karbon rata-rata 130 ton/ha/tahun.

Selain Leuser, kita juga punya hutan gambut: rawa Tripa, rawa Singkil, rawa Klut dan sebahagian gambut di Aceh Jaya. Dengan ketebalan < 12 meter dibawah permukaan tanah, hutan gambut ini mampu menyerap emisi karbon lima kali lipat dari hutan primer yang hanya memiliki ketebalan satu meter dibawah permukaan tanah.

Betapa besar sumber kekayaan hutan primer/sekunder dan hutan gambut Aceh. Namun yang sangat penting adalah bagaimana merevitalisasi kembali hutan Aceh, agar 10 – 20 tahun mendatang Aceh terbebas dari bencana banjir tahunan yang sekarang, seakan-akan tidak ada solusinya. Program rehabilitasi hutan dengan prioritas utama reboisasi seluruh Aceh, harus dilakukan sesegera mungkin. Pemerintah Aceh harus segera bertindak cepat untuk memohon bantuan dari berbagai donor, karena persoalan pemanasan global harus diantisipasi bersama demi masa depan dunia.

Pada tahun 2009, YLI bersama beberapa LSM binaan, MPU Aceh, MAA, wakil pemerintah Aceh dan beberapa pakar, pernah melakukan studi banding di Kamboja. Kita belajar dis-

ana bagaimana peran dan tanggung jawab setiap lembaga atau kelompok perlindungan hutan. Mereka mampu melestarikan hutan dengan baik, melalui: patroli hutan, membantu regenerasi alami tanaman hutan untuk penanaman kembali, mencegah kebakaran hutan, pengelolaan hutan berbasis rakyat, pengembangan dan implementasi, serta peningkatan mata pencaharian (livelihood).

Pada satu Hutan Kemasyarakatan (Sorng Rokavorn CF, di Desa Chhuk Meas, Commune Koun Kriel, District Samraong), dengan luas areal hanya 18.261 ha, pengawasan hutan dipimpin oleh seorang ulama/Biksu Buddha. Patroli hutan telah berhasil dilakukan pada tahun 2009. Hasilhasilnya terlihat seperti adanya penurunan illegal logging. Akibat pengawasan yang ketat, kini aktifitas illegal logging telah beralih ke malam hari.

Patroli oleh masyarakat juga telah menyita 11 unit chainsaw. Ingat, di Kamboja tidak ada Polhut. Padahal, biaya yang disediakan hanya sekitar USD 50 perbulan, sekitar Rp 450.000, untuk keperluan BBM sepeda motor bagi tim patroli hutan masyarakat.

Walau masyarakat Kamboja, hingga saat ini belum mendapat keuntungan riil dari kegiatan proyek REDDnya (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation), karena baru dimulai tahun 2008, tapi mereka telah merasakan keuntungan jangka panjang. Proyek tersebut, saat ini baru memasuki tahap validasi dan verifikasi oleh lembaga internasional yang berwenang untuk carbon credit.

Pengaruh Iklim Terhadap Produksi Pangan.

Kelestarian ekosistem Leuser dan Ulu Masen, harus didukung oleh tumbuh-tumbuhan yang hidup bertahun-tahun di hutan. Ini berfungsi untuk keberadaan air tanah yang stabil, jumlah aliran air bawah tanah dan air sungai yang memadai, serta lapisan tanah yang subur dan tahan terhadap kikisan erosi. Kebijakan gubernur untuk moratorium logging sangat bagus untuk mengantisiasi kedua ekosistem ini.

Kita ketahui, iklim memainkan peranan yang penting dalam kehidupan.

Setiap spesies hewan dan tumbuhan

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

15

Analisa diharapkan dapat tumbuh dengan baik dalam keadaan sinar, kelembaban dan suhu yang tepat. Karenanya, ekosistem dapat bertahan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar seperti terjadinya “perubahan iklim jangka pendek”. Begitu juga kedatangan musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi ekosistem. Namun kedatangan musim hujan sebagai penyeimbang, akan cepat memulihkan kondisi menjadi normal dan keseimbangan bisa terwujud kembali. Sebaliknya, perubahan radikal yang terjadi akan mempengaruhi temperatur permukaan bumi, dan akan berakibat pada ancaman kelangsungan kehidupan.

Berikut data perkembangan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi – Palawija, Aceh, dari tahun 2004 – 2009. Produksi tanaman padi ladang dan padi sawah selama lima tahun tersebut naik dari 1.552.083 ton menjadi 1.556858 ton.

Sementara jagung, dari 77.759 ton naik menjadi 137.753 ton. Kedelai, dari 31.160 ton naik 63.537 ton.

Berbeda dengan kacang tanah, turun dari 14.687 ton menjadi 5.925 ton. Juga sama halnya dengan kacang hijau, turun dari 6.132 ton menjadi 1340 ton. Ubi kayu pun demikian, turun dari 63.864 ton menjadi 49.839 ton. Hal serupa dialami ubi jalar, dari 22.725 ton turun menjadi 15.298 ton.

Namun, tidak terlihat adanya fluktuasi yang berarti terhadap produksi.

Bahkan, dibandingkan produksi pangan tahun 2004, jauh menunjukkan kenaikan produksi hingga tahun 2009. Rata-rata kenaikan produksi untuk padi ladang selama lima tahun (2004 – 2009) sebesar 18,17 persen.

Sedangkan padi sawah terjadi penurunan produksi yang kurang berarti untuk lima tahun tersebut, yaitu minus (-) 0, 07 persen. Penurunan tersebut belum tentu akibat dari pengaruh pemanasan global, karena tanaman yang lain tetap saja terjadi kenaikan produksi. Misalnya jagung, kenaikan produksi mencapai 12,12 persen. Sementara kenaikan produksi kedelai mencapai 15,32 persen. Sedangkan untuk kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar terjadi penurunan produksi minus (–) 16,60 persen,

16

(-) 26,23 persen, (-) 4,84 persen, (-) 7,61 persen.

Penurunan produksi palawija ini berkorelasi erat dengan penurunan luas tanam, luas panen dan produktifitas, yang rata-rata menurun sesuai persentase penurunan produksi. Fakta ini, tampaknya, tidak ada hubungan dengan pemanasan global. Namun dipastikan ada hubungannya dengan perubahan iklim jangka pendek, terlihat pada kondisi kemarau terjadi hujan yang agak berkepanjangan. Hal ini berhubungan erat dengan siklus klimatologi 10 tahunan, serta tidak ada hubungannya dengan kedatangan musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya, seperti terjadi belakangan ini. Kondisi ini pun belum pernah terjadi di Aceh, hanya terjadi di luar Aceh.

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, penurunan produksi kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar disebabkan penanamannya bukan merupakan program prioritas. Sedangkan prioritas untuk palawija adalah jagung dan kedelai, sehingga produksinya pun terus terjadi peningkatan selama lima tahun terakhir.

Untuk sub sektor perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dapat diprediksi bahwa produksinya tidak jauh berbeda dengan produksi pangan di sub sektor pertanian pangan yang meningkat untuk lima tahun terakhir. Karena seluruh produksi pangan dari berbagai sub sektor tersebut, semuanya berhadapan dengan alam yang berkorelasi erat dengan kondisi perubahan iklim jangka pendek, dimana semua mahluk hidup rentan terhadap perubahan ini.

Pengaruh Terhadap Ketahanan Pangan Efek pemanasan global menyebabkan air tanah banyak menguap ke udara, sehingga tanah sulit dimanfaatkan untuk aktifitas pertanian. Kecenderungan kenaikan frekuensi dan intensitas el Nino beserta pasangannya La Nina, ada kemungkinan disebabkan oleh peristiwa kenaikan suhu di atmosfer, yang dapat menaikkan energi yang terkandung dalam atmosfer itu sendiri. Kenaikan kandungan energi ini,

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain melalui kenaikan frekuensi dan intensitas angin topan, seperti terjadi akhir-akhir ini di tanah air, termasuk di Aceh.

Kiprah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh (2011), memperlihatkan bahwa produksi padi, jagung dan kedelai, hingga saat ini masih tetap mendapat prioritas penanamannya dengan produksi terus meningkat (2004 – 2009). Namun, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh juga perlu memprioritaskan penana-

Analisa man kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar untuk memenuhi konsumsi pangan dengan berbagai keaneka ragamannya. Target produksinya pun harus ditingkatkan. Apalagi pada dekade lima tahun terakhir, komoditi tersebut terjadi penurunan produksi karena efek penurunan luas tanam dan luas panen. Walau produktiftas per hektar untuk kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar terjadi kenaikan, produktifitas per hektar kacang hijau tetap menurun. Kenyataan ini harus menjadi prioritas ke

depan. Patut dipertanyakan apakah masalah ini ada hubungannya dengan jaminan pasar?

Badan Ketahanan Pangan Aceh perlu meningkatkan koordinasi dengan berbagai sub sektor pertanian, terutama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan, Peternakan dan Perkebunan. Karena jika satu saat dampak drastis dari pemanasan Global yang tidak dapat diprediksi ini melanda Aceh, maka Aceh akan jadi daerah â&#x20AC;&#x153;Krisis Panganâ&#x20AC;?, dan berimbas kepada â&#x20AC;&#x153;Darurat Panganâ&#x20AC;?. Berbicara masalah pangan, sifatnya khusus dan sektoral, namun berkorelasi erat dengan perubahan iklim jangka pendek akhir-akhir ini. Namun produksi pangan di Aceh belum menunjukkan adanya pengaruh dari dampak perubahan iklim. Gizi anak-anak di Aceh dinilai bagus dalam ukuran ideal, tidak terdapat gizi buruk.

Pemanasan global, beserta dampak yang akan ditimbulkannya, merupakan persoalan jangka panjang yang rumit untuk dipecahkan.

Untuk sementara, diperlukan waktu yang panjang untuk meramalkan dampak tersebut, dengan tingkat kepastian yang tinggi. Kedua, diperlukan waktu yang lama untuk melihat dampaknya secara nyata. Ketiga, perubahan iklim dengan pemanasan globalnya masih sarat dengan ketidakpastian. Dan sebuah ironi, karena siklus klimatologi bisa berubah dalam jangka waktu 10 tahun, 20 tahun bahkan bisa 100 tahun.

Jalur hutan khatulistiwa, Leuser dan Ulu masen di Aceh, Amazon

di Brazil dan hutan Zaire di Afrika, adalah paru-paru dunia yang masih lumayan perawan. Hutan-hutan ini masih stabil menyerap CO2 di atmosfer, guna melindungi semua mahluk hidup di planet bumi. Kecuali aliran udara panas yang dibawa oleh badai Katrina dari satu benua ke benua lainnya, belum dipastikan secara saintifik melanda Aceh. Program Gubernur Aceh dengan Moratorium Logging dan program Aceh Hijaunya, akan membantu pencegahan dampak perubahan iklim yang terjadi, terutama untuk perubahan iklim jangka pendek.

Ahli lingkungan hidup PBB, telah memprediksi pada tahun 2030, akan terjadi kenaikan permukaan air laut, dua kali lipat, 5-7 meter. Karena perpindahan panas dari atmosfer ke dalam air laut berjalan lambat, maka efek dari pelipatgandaan kadar CO2 di atmosfer baru akan teramati setelah jangka waktu dua abad atau lebih. Meskipun demikian, kenaikan permukaan air laut setinggi satu meter dalam jangka pendek pun akan sangat berpengaruh terhadap lahanlahan pertanian di dataran rendah.

Ini akan menjadi bencana permanen bagi kota-kota di pesisir pantai timur dan barat Aceh. Dengan demikian akan menjadi petaka bagi produksi beras Aceh. Tidak hanya Aceh, seluruh pesisir benua dan pulau-pulau di Asia akan diterjang air. Akibatnya, hancurlah Asia, lumbung dan pemasok beras dunia. Inilah malapetaka yang nyata di masa depan, dunia akan krisis pangan, krisis beras. [ ]

Efek rumah dan polusi turut meningkatkan pemanasan global

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

17

Laporan Utama

© AER/Echi

Siapa Bilang Aceh Belum Swasembada!

Dr. Ir. Alfizar, DAA, Pakar Agronomi dari Fakultas Pertanian Unsyiah.

A

ceh belum swasembada. “Siapa bilang?” tutur lelaki berkacamata lamur ini, Dr. Ir. Alfizar, DAA, seorang National Consultant Agronomist dan juga seorang petani.

Menurutnya, produksi beras, sayur, dan buah-buahan Aceh sebenarnya surplus namun umumnya dikirim ke luar, yang paling banyak ke Medan. Oleh karena itulah harga komoditas ini tinggi di Aceh. Pedagang Medan membeli tanpa ada pembatasan kuota dari pemerintah.

“Bila tidak percaya, coba buktikan, setiap malam, di daerah dekat sebuah hotel besar di Takengon, ada sekitar 50 bus L300 yang mengangkut kol, kentang, dan sayur-sayuran lainnya untuk dibawa ke Medan, hanya sebagian kecil ke Banda Aceh dan daerah lain di Aceh . Mereka umumnya kontrak dengan pedagang Cina di Medan.” Menurutnya, pemerintah perlu membuat pembatasan kuota komoditas yang akan di kirim ke luar Aceh. Kawasan perbatasan juga harus diawasi oleh pihak terkait dalam mengontrol ekspor komoditas ke luar Aceh.

Selain faktor distribusi yang tidak merata, faktor spekulasi juga membuat harga komoditas di Aceh melonjak. Pemerintah harus membuat suatu aturan bagi pedagang nakal ini. Pedagang cabe di Aceh ini tidak banyak, sekitar lima orang yang um-

18

umnya ada di Lambaro, merekalah yang mengatur harga cabai, apakah harus naik atau turun.

Dr. Ir. Alfizar, DAA ini sekarang aktif melakukan penyuluhan dan joint venture dengan petani di Blang Bintang dan daerah Aceh Besar dalam hal bertani organik dengan System Rice Intensification (SRI). Ia mengaku menghasilkan 9,4 ton beras organik saat bertani di Cot Kareng dengan menggunakan sistem ini. Sistem SRI dan organik mampu menghasilkan beras kualitas tinggi, hemat biaya

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

dan energi, serta ramah lingkungan.

Sejalan dengan Dr. Ir. Alfizar, DAA, sumber informasi terpercaya dari Dinas Pertanian Aceh juga menyatakan bahwa produksi beras Aceh surplus, namun mengapa harga beras tetap tinggi di Aceh karena padi Aceh banyak yang dikirim dan diolah terlebih dahulu oleh Rice Milling Plant (kilang padi) di Medan, baru dikirim kembali ke Aceh dalam bentuk beras. Rice Milling Plant ini sebenarnya layak dijadikan jenis peluang usaha dan objek investasi yang baru di Aceh. [Hertily Surviva]

Peluang Bisnis

Eksotika warna dan ranumnya rasa dragon fruit (buah naga)

Š http://2.bp.blogspot.com

MILIUNER B dari

BUAH NAGA ...potensi ekonomisnya sangat besar dan menjanjikan keuntungan investasi jangka panjang mengingat usia produktif tanaman ini dapat mencapai 20 tahun.

entuknya tidak sangat eksotik sepeti apel ataupun anggur yang sudah mendunia. Buahnya berwarna merah dan berkelopak bak sirip naga. Pohonnya pun hanya terdiri dari beberapa tangkai kaktus kurus yang tidak menarik. Sekilas tak nampak kemewahan dari buah yang sedang popular saat ini. Namun, siapa sangka bahwa kehadiran buah impor di lahan yang dulunya terbengkalai ini akan mengantarkan seorang pria kampung menjadi calon miliuner.

Adalah Cut Lem, seorang pemilik kebun buah naga di jalan menuju Pantai Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Berbekal tanah milik

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

19

Peluang Bisnis desa seluas setengah hektar, ayah 4 anak tersebut menyulap lahan yang dulunya terlantar menjadi produktif.

Kerja kerasnya kelihatannya segera akan membuahkan hasil. Dengan dibantu tiga orang pekerja, ia sangat teliti merawat ribuan batang tanaman kaktusnya. Cut Lem sangat optimis panennya akan membawa keuntungan karena kaktus manis ini memiliki prospek yang cukup baik. Bila berhasil, maka kemungkinan besar ia bisa meraup pendapatan sekitar Rp 2 miliar dengan harga jual rata-rata Rp 40.000 per kilonya.

Ide membudidayakan buah naga terbersit ketika Cut Lem membaca salah satu majalah yang mengulas tentang kaktus ajaib ini pada satu setengah tahun yang lalu. Ia mengaku tertarik karena buah yang berasal dari Negara Meksiko, Amerika latin ini selain memiliki harga jual yang tinggi juga menawarkan banyak khasiat seperti menurunkan kolesterol, penyeimbang gula darah, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, serta meningkatkan kerja otak.

Buah naga juga sangat baik untuk sistem peredaran darah dan sangat efektif untuk mengurangi tekanan emosi dan menetralkan racun dalam darah. Buah naga mengandung 80 persen air, vitamin C, serat, kalsium, zat besi, dan fosforus yang bermanfaat untuk mengatasi penyakit darah tinggi..

Pada umumnya, buah naga dibudidaya dengan cara stek atau penyemaian biji. Tanaman akan tumbuh subur jika media tanam tidak becek, kaya akan unsur hara, berpasir, cukup sinar matahari dan bersuhu antara 38-40° C. Jika perawatan cukup baik, tanaman akan mulai berbunga dan berbuah pada umur 1,5 - 2 tahun. Buah naga dapat berkembang dengan kondisi tanah dan ketinggian lokasi apapun, namun tumbuhan ini cukup rakus akan unsur hara, sehingga apabila tanah mengandung pupuk yang bagus, maka pertumbuhannya akan baik. Dalam waktu 1 tahun, pohon buah naga dapat mencapai ketinggian 3 meter lebih. Buah naga termasuk tanaman merambat sehingga membutuhkan penopang/

20

panjatan untuk menopang tanaman. Tiang panjatan harus kuat dan mampu bertahan selama beberapa tahun karena umur produktif tanaman buah naga berkisar antara 15 20 tahun.

Dalam satu hektar, tanaman ini bisa ditanam sebanyak 5.000 batang.

Dalam satu batang, diperkirakan dapat menghasilkan 20 kg buah naga dengan ukuran rata-rata 6 hingga 7 ons/buah. Pemanenan dapat dilakukan pada buah yang memiliki ciri - ciri warna kulit merah mengkilap, jumbai atau sulur berubah warna dari hijau menjadi kemerahan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting. Buah dapat dipanen saat mencapai umur 50 hari terhitung sejak bunga mekar. Musim panen terbesar buah naga terjadi pada bulan September hingga Maret.

Buah naga atau dragon fruit yang sering disebut juga kaktus manis atau kaktus madu terbilang buah yang belum lama dikenal di Indonesia khususnya Aceh. Tanaman buah naga yang merupakan jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus ini merupakan pendatang baru bagi dunia pertanian kita. Meski demikian, potensi ekonomisnya sangat besar dan menjanjikan keuntungan investasi jangka panjang mengingat usia produktif tanaman ini dapat mencapai 20 tahun. Selain buah ini mulai digemari, pembudidayaan tanaman buah naga juga sangat cocok di daerah tropis seperti di Aceh.

Pemeliharaannya juga tidak terlalu sulit, hanya memerlukan pembersihan dan perawatan tangkai dua bulan sekali. Hal senada juga diakui Faisal, seorang pekerja di kebun naga kawasan Samahani, Aceh Besar, “Perawatannya tidak susah, tidak ada hama. Hanya rumput saja setiap bulan sekali di cabut,” tambah Faisal bersemangat.

Selama menekuni budidaya tanaman ini, Cut Lem mengaku tidak mengalami kendala teknis yang berarti. Kendala yang dihadapi hanya satu – itu pun non teknis, yakni mencari tambahan modal untuk memperluas lahan usahanya. Untuk itu,

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

petani yang tak sempat mengenyam pendidikan tinggi ini mengaku pernah mengajukan proposal ke salah satu bank. Tetapi proposalnya tidak ditanggapi. “Program dari pemerintah pasti ada, tetapi realisasi di lapangan itu yang tidak ada,” tambahnya dengan sedikit menyindir.

Menanggapi keluhan petani seperti Cut Lem, misalnya, Dinas Pertanian Aceh sejak dua tahun lalu telah membantu petani buah naga lewat program pengembangan buah naga dan tiang penyangga. Kasi Produktifitas Benih Dinas Pertanian Aceh, Tini Ismawati yang ditemui di kantornya menyatakan program ini untuk membantu proposal petani buah naga dari tingkat kabupaten dan kota yang sesuai dengan program yang ada. ”Kita memberikan penyuluhan, benih, pupuk area, pupuk HCl, pestisida dan kebutuhan lainnya. Dalam waktu dekat ini akan dilakukan pengadaan bibit sebanyak delapan ribu batang yang akan ditempatkan di Bireuen dan Aceh Utara,” papar Tini. Meskipun demikian, Tini mengakui bahwa selama ini penyuluhan terhadap pembudidaya buah naga masih kurang diberikan karena budi daya buah naga masih belum menjadi prioritas.

Tini Ismawati melihat prospek buah naga di Aceh cukup bagus untuk tahun-tahun ke depannya mengingat selain rasanya yang lezat, buah ini memiliki banyak manfaat. Selain itu, iklim dan unsur tanah di Aceh yang subur sangat sesuai untuk budidaya tanaman ini. Menyangkut minimnya pembudidaya yang ada, Tini berpendapat bahwa karena kehadiran buah ini masih tergolong baru di Aceh, jadi untuk saat ini hanya sebagian orang yang pernah mencicipinya. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan konsumen tentang buah naga dan manfaatnya, maka ia optimis pemasaran buah naga di Aceh akan tumbuh dengan pesat. Selain itu, pembudidaya di Aceh dapat menjadi pemasok bagi pasar Medan serta negara tentangga Malaysia dan Singapura yang sudah lebih dulu mempopulerkannya. [Tasya dan Hendra]

Peluang Bisnis

P

Abubakar (61 tahun), salah satu petani Geumpang di wilayah Geumpang

© AER/Adi W

Makmur Petani Kakao

Membuat

Tahun 1990, Ismail telah menanam kakao dengan bibit bantuan dan pembibitan sendiri. Setelah berbuah, hidupnya mulai baik. Pekerjaan sebagai buruh dulunya ditinggalkan dan fokus pada kebun.

agi itu, Akhir tahun 2010 silam, Abubakar (61 tahun) menuju kebun kakaonya. Tak jauh dari pemukiman, hanya 10 menit berjalan kaki, menyusuri ruas jalan yang baru dibuka menuju perbukitan, tempat kebun-kebun kakao warga di Desa Luepu, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie.

Parang di genggaman. Begitu masuk, Abubakar bekerja apa saja dari membersihkan kebun sampai memetik buah kakao yang sudah tua. “Beginilah aktivitas saya sehari-hari,” ujarnya.

Dia mengakui sering menuju kebunnya saban pagi, sebuah pondok ada di sana untuk beristirahat jika lelah. Ada satu hektar lebih kebunnya yang sudah ditanami kakao, sejak 15 tahun lalu.

Pengakuan Abubakar, punya satu hektar kebun kakao tak membuat hidupnya berkecukupan dari hasil panen. Kebunnya hanya mampu menghasilkan sekitar 200 kilogram biji kakao pertahun perhektar. Sementara, sebuah kebun yang baik dapat menghasilkan sampai dengan 1,8 ton pertahun perhektar.

Dari hasil kebun kakao, Abubakar hanya mampu mendapatkan uang rata-rata sekitar Rp 3,5 juta setahun. “Jelas tak cukup untuk menghidupi keluarga. Saya punya lima orang tanggungan, anak dan istri,” ujarnya. Menutupi kekurangan, Abubakar kerap menjadi buruh di sawah tetangga.

Kendala berkebun kakao di Geumpang adalah hama, baik penyakit buah kakao maupun gangguan binatang seperti monyet, beruk dan tupai. “Itu dialami oleh semua petani di sini,” kata Anwar, petani kakao yang lain.

Menurutnya, banyak petani di desanya yang masih awam dalam merawat kakao dengan baik. tidak tahu cara pemangkasan, membuat saluran air di kebun. Itu pula yang membuat hasil kakao tak maksimal di sana. Petani kakao pun kemudian

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

21

Peluang Bisnis banyak yang miskin.

Miskinnya petani kakao hampir umum di Aceh Pidie, bahkan di Aceh.

Itu setidaknya terekam saat tim baseline survei kondisi petani kakao turun ke desa-desa, akhir tahun silam.

Survei dilakukan oleh sebuah tim bentukan Action Aid Australia (AAA) – Yayasan Keumang, yang bertugas mengumpulkan data awal dalam program ‘Peningkatan daya saing rantai nilai kakao Aceh untuk peningkatan pendapatan petani kecil, membuka lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan’. Program tersebut dijalankan oleh AAA - Keumang yang didanai oleh Multi Donor Fund (MDF) melalui Aceh proyek Economic Development Financing Facility (EDFF), di bawah pengawasan Bank Dunia dan melibatkan pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh.

Monitoring and Evaluation Advisor AAA – Keumang, Dr Yusya Abubakar mengatakan tujuan baseline survei adalah untuk mengetahui keadaan kebun, kualitas kakao, aktivitas, kondisi dan pendapatan petani kakao di Aceh saat ini. Baseline survei dilakukan pada tiga kabupaten yang masuk dalam program AAA – Keumang; Pidie, Aceh Utara dan Aceh Timur.

Hasil baseline survei tersebut nantinya akan dipergunakan untuk menjalankan program peningkatan daya saing kakao Aceh. “Setelah diketahui permasalahannya, program akan mudah dijalankan. Apa masalah petani, akan difasilitasi untuk sama-sama mencari jalan keluarnya,” ujarnya.

Survey dilakukan secara random, melibatkan 450 petani yang diwawancara pada beberapa desa dalam tiga kabupaten tersebut. Jumlah itu setara dengan 10 persen jumlah petani yang dibidik oleh AAA – Keumang untuk program ‘Peningkatan daya saing rantai nilai kakao Aceh untuk peningkatan pendapatan petani kecil, membuka lapangan kerja dan

22

pengentasan kemiskinan’.

“Saat ini baseline survei sudah dilakukan dan datanya sedang dianalisa lebih lanjut,” kata Yusya.

Suvei tersebut dipimpin oleh Dr Undang Fadjar, ahli tanaman dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), yang menjadi konsultan di AAA – Keumang. “Data awal menunjukkan petani kakao di wilayah program masih miskin,” ujarnya.

Hal itu disebabkan karena produktivitas lahan yang rendah. Penyebabnya adalah rusaknya kebun, tidak terawat, hama penyakit lokal seperti monyet dan tupai serta hana Penggerek Buah Kakao (PBK). Kemudian juga disebabkan oleh bibit kakao saat penanaman dulunya, tidak semuanya unggul.

Akibatnya adalah harga jual yang rendah, karena kwalitas yang kurang baik. Umumnya tanaman kakao di Aceh punya buah dan biji yang kecil.

“Ada juga sebagian petani yang memanen muda kakao-nya, karena khawatir serangan hama.”

Menurut Dr Undang, sebuah kebun kakao yang baik dapat menghasilkan panen minimal satu ton perhektar pertahun. Dia mencontohkan beberapa kebun kakao warga yang pernah didampinginya di Kecamatan Tringgadeng (Pidie), dapat menghasilkan 1,5 ton perhektar pertahun.

Minimnya hasil kebun juga dipengaruhi oleh kurangnya tanamam kakao di dalam kebun. Artinya tidak semua kakao, tapi ada tanaman lain yang jadi pesaing kakao, seperti kopi, pinang dan pisang. Banyak kebun warga di Pidie, Aceh Utara dan Aceh Timur yang tanaman kakaonya tidak utuh. “Biasanya, untuk satu hektar kebun ada kakao di dalamnya sampai 900 batang. Tapi kenyataannya di Aceh tidak begitu. Ini juga penyebab produktivitas rendah,” ujarnya.

Merujuk kepada hasil awal survei, kata Dr Undang, penting dilakukan saat ini adalah rehab kebun kakao warga. Salah satunya adalah melaku-

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

kan pemangkasan dan mengorbankan tanaman pesaing yang ada di dalam kebun. Perlu juga menambal tanaman kakao dengan jarak tanam yang efektif.

Undang optimis, jika kebun kakao di Aceh mampu dirawat dengan baik, maka hasilnya akan maksimal dan mampu meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih baik. Lagipula, tanah di lahan kakao juga subur.

Hasil survei, semua petani punya harapan sama. Menjadikan hasil kakao berlimpah. “Kami selalu mau berusaha dengan baik untuk bisa meningkatkan hasil. Selama ini kami banyak tidak tahu bagaimana merawat kebun, kami perlu didampingi,” harap Abubakar, petani di pelosok Geumpang.

Di Desa Ulee Gunong, Kecamatan Tangse, Pidie. Ismail (70 tahun) termasuk yang pertama menanam kakao di Dusun Lombo, Desa setempat. Tahun 1990, Ismail telah menanam kakao dengan bibit bantuan dan pembibitan sendiri. Setelah berbuah, hidupnya mulai baik. Pekerjaan sebagai buruh dulunya ditinggalkan dan fokus pada kebun. “Cukuplah untuk hidup, saya juga punya kebun kakao di lahan lain, tapi hasilnya sedikit. Ada juga sebagian kebun yang ditanami kopi,” ujarnya.

Kebun Ismail menyatu dengan rumah, pada area seluas satu hektar.

Tanaman kakao mendominasi lahan, ada juga pinang dan pohon durian besar yang menjulang tinggi. Kebun lumayan bersih di bawahnya, tapi cukup rindang karena kurang pemangkasan. Dia tak terlalu paham merawat kebun dengan baik. “Pemangkasan ada kami lakukan, tapi sebisanya saja. Kadang anak saya yang membantu,” ujarnya.

Ismail jarang menghitung persis produksi kakaonya pertahun. “Mungkin sekitar 500 kilogram setahunnya dalam satu hektar itu,” ujarnya. Sebuah kebun yang baik bisa menghasilkan 1,5 ton pertahun perhektar.

Peluang Bisnis kapasitas petani dan institusi petani, (3) meningkatkan pengolahan dan pengembangan produk untuk ekspor, (4) pemasaran yang kuat.

Menurutnya, pilot project tersebut akan dibangun pada tiga kabupaten di Aceh; Pidie, Aceh Utara dan Aceh Timur. Petani yang dilibatkan adalah 4.500 orang (kepala keluarga) dengan total penerima manfaat mencapai 19,704 jiwa, berdasarkan asumsi satu keluarga terdiri dari empat jiwa.

Petani akan difasilitasi dengan pelatihan untuk merehab kebunnya, bantuan alat-alat kerja. Kemudian juga membentuk koperasi untuk menguatkan organisasi petani kakao serta membangun unit pengolahan kakao, dilengkapi dengan data dan informasi yang berhubungan dengan pemasaran.

Dalam jangka pendek, program diharapkan mampu membuat efisiensi rantai nilai dan kondisi kakao Aceh terus meningkat. “Selain itu juga hasil dan produktivitas kakao, pendapatan petani, dan matapencaharian dari penerima program akan meningkat,” kata Ashabul Anhar.

Jangka panjangnya adalah meningkatnya pendapatan rumah tangga petani kakao di Aceh umumnya.

Selain itu juga meningkatnya pemasaran kakao yang menguntungkan, seperti ekspor ke luar negeri.

Dalam waktu kurang lebih dua tahun, kata Ashabul Anhar, program peningkatan daya saing kakao Aceh ditargetkan mampu memberikan berkontribusi bagi penciptaan lapangan kerja baru untuk 126 warga -umumnya perempuan- di koperasi dan unit pengolahan. Target peningkatan pendapatan yang akan dihasilkan oleh 4.500 petani, sedikitnya mencapai akan Rp 8,1 miliar pertahun.

Proyek juga akan mempromosikan produksi kakao baru untuk 300 Kepala Keluarga (petani miskin, janda, dan mantan kombatan). Dari situ nantinya akan menghasilkan Rp

2 miliar lebih atau sedikitnya Rp 6,7 juta pertahun untuk masing-masing kepala keluarga. “Diharapkan petani di kebun kakao baru itu akan menghasilkan 500 kilogram kakao perhektar pertahun setelah tahun ke tiga,” ujar Ashabul Anhar.

Harapan sedang ditabur dengan aksi-aksi yang membangkitkan petani kakao, agar semuanya makmur. *** [Adi W]

© AER/Adi W

Tapi di desanya, Ismail termasuk petani kakao yang berhasil menembus angka produksi 500 kilogram. Banyak petani lain di bawah angka itu. Ismail mengakuinya, mengingat lahan berada dekat rumah, sehingga memudahkan perawatan dan hama lokal seperti tupai, dapat diusir saban hari. Hanya hama Penggerek Buah Kakao (PBK) yang dirasakan sangat mengganggu.

Ismail terus memupuk harapan pada kakaonya, supaya ke depan dapat lebih banyak lagi produksinya.

Itu pula yang membuatnya semangat dan menyambut baik program yang sedang dijalankan.

Harapan sama disampaikan M Hasan (60 tahun), warga Desa Lupue, Kecamatan Geumpang, Pidie. Dia punya satu hektar kebun dan menjadi salah seorang petani yang akan dibina AAA – Keumang untuk programnya. “Saya tidak paham bagaimana merawat kebun dengan baik, hanya sebisanya.

Saya mendukung sekali program yang akan dijalankan ini,” ujarnya.

Hasan mengakui belum pernah mengikuti pelatihan dan pendidikan untuk budidaya kakao. Dia berharap kebun yang dimilikinya dapat memberikan hasil yang maksimal sehingga dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. “Sekarang, berharap dari kebun saja tidak cukup, harus bekerja menjadi buruh.” *** Berangkat dari hasil survey dan kenyataan miskinnya petani kakao Aceh, AAA - Yayasan Keumang kemudian mengembangkan programnya yang akan berakhir Maret 2012 nanti. Memenuhi harapan para petani kakao untuk meningkatkan hasil kebunnya, adalah salah satu target AAA – Keumang dalam program yang sedang dijalankan.

Senior Programme Advisor AAA Keumang, Ashabul Anhar mengatakan program yang sedang dijalankan dibangun dengan empat pilar utama, yaitu; (1) meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, (2) meningkatkan

Ismail (70 tahun), petani Kakao wilayah Geumpang

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

23

Wisata

B

Menyongsong Visit Banda Aceh Year 2011

BANDA ACEH, Bandarnya para RAJA “Aura Peumulia Jamee Adat Geutanyoe (memuliakan tamu, adalah adat kita-red) semakin terasa di Banda Aceh.”

24

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

yurrr…., awan pekat yang sejak dua hari bergelayut di langit Kota Banda Aceh pun tak kuasa lagi menggantung. Hujan sejadijadinya mengawali grand launching Visit Banda Aceh Year (VBAY) pada Sabtu, 29 Januari 2011 siang itu. Namun, pengunjung yang sedari pagi memadati Taman Sari tak bergeming. Satu dua gerombolan bergeser mencari tempat berteduh di bawah rimbun pepohon dengan bergegas.

Sebagian berdesakan merangsek ke dalam gedung pusat komunitas yang terletak di jantung taman. Mereka tetap antusias ingin menyaksikan hiburan barongsai, debus, Rapai Geleng, musik etnik Aceh, Rafli, serta penampilan artis Ibukota asal Aceh, Teuku Wisnu, dan Nova Eliza.

Cuaca sejuk yang menyelimuti Kota Banda Aceh dalam beberapa hari ini seakan mengerti. Pawai pakaian adat nusantara yang diikuti ratusan anak sekolah, sanggar seni, serta staf dan pimpinan SKPK di lingkungan Pemko Banda Aceh, hingga para keuchik menjadi semakin meriah. Tak kalah seru, Walikota Mawardy Nurdin, dan Wakil Walikota, Illiza Sa’aduddin Djamal saling berbalas pantun Aceh, sebelum membuka acara puncak VBAY 2011 di depan Balai Kota pada malam harinya. Aura Peumulia Jamee Adat Geutanyoe (memuliakan tamu, adalah adat kita-red) semakin terasa di Banda Aceh.

“Masyarakat Banda Aceh telah siap menyambut kedatangan wisatawan dalam dan luar negeri,” tambah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Banda Aceh, Drs. Reza Fahlevi MSi dengan mantap.

Bandar para Raja Sebagai ibu kota provinsi, tidaklah heran jika Banda Aceh merupakan kota terbesar dan tersibuk di Aceh. Kondisi ini bahkan sudah berlaku sejak ratusan tahun yang lalu.

Kata Banda sendiri diyakini berasal dari Bahasa Persia, Bandar, yang berarti Kota atau Pelabuhan. Mengenai riwayatnya, ada banyak tulisan dan catatan sejarah yang berbeda. Namun, dari penelitian yang dilakukan

Wisata para ahli, Kota Banda Aceh diyakini telah berdiri pada Tahun 1205 M. Sebelumnya, daratan Aceh dan semenanjung Malaka dikuasai oleh sebuah Kerajaan Hindu Indrapurba dengan Ibu Kotanya Bandar Lamuri (sekarang Lamreh di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya - red).

Dari sebuah hikayat, Husein Djajadiningrat, seorang peneliti sejarah menuliskan silsilah kerajaan Aceh yang berpangkal pada Sultan Johan Syah. Alkisah, sekitar tahun 10591069 Masehi, serangan yang dilancarkan Kerajaan Tiongkok terhadap Kerajaan Indra Purba (Lamuri) dapat dilumpuhkan berkat bantuan 300 pasukan Kerajaan Islam Perlak yang dipimpin Syaikh Abdullah Kan’an (bergelar Syiah Hudan, turunan Arab dari Kan’an). Kemenangan ini mendorong Maharaja Indra Sakti dan seluruh rakyatnya memeluk agama Islam.

Tidak hanya itu, iapun mengawinkan puterinya, Puteri Blieng Indra Kusuma dengan Meurah Johan, putera Raja Linge Adi Genali atau Teungku Kawee Teupat yang ikut menyerang tentara Tiongkok. Dua puluh lima tahun kemudian, Raja Indra Sakti wafat dan menantunya Meurah Johan diangkat menjadi Raja dengan gelar Sultan Alaiddin Johan Syah. Pada masa inilah kerajaan Indrapurba atau Lamuri berubah menjadi kerajaan Islam, dan ibu kota kerajaan dibuat yang baru yaitu di tepi Krueng (sungai) Aceh sekarang dan dinamai dengan Bandar Darussalam. (Lilla Banguna, 2010). Dengan perhitungan kasar, Kota Banda Aceh diperkirakan telah berusia sekitar 806 tahun hingga saat ini dan merupakan salah satu Kota Islam Tertua di Asia Tenggara.

Sejarah telah mencatat puluhan raja agung yang pernah memerintah dan menetap di Kota Banda Aceh.

Kegemilangan Kerajaan Aceh Darussalam terjadi pada masa pemerintahan “Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah (1511-1530), panglima Perang yang kemudian mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam dengan menyatukan seluruh kerajaan kecil di Aceh untuk melawan pengaruh Portugis. Puncak keemasan Kerajaan Aceh terjadi pada

masa kepemimpinan Sultan Alaidin Iskandar Muda Meukuta Alam (16071636) yang menjadikan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai kerajaan Islam terhebat dan terkuat di Asia Tenggara yang berdiri sejajar dengan kerajaan Islam lainnya di dunia seperti Kerajaan Turki Usmani di Turki, Kerajan Safawi atau Ishafan di Persia dan Kerajaan Mughal di India.

Sepanjang riwayatnya, Kota Bandar Aceh Darussalam kerap menjadi saksi bisu peperangan antar saudara maupun perang terhadap agresi negara asing. Lambat laun, kegemilangan Kota Bandar Aceh Darussalam mulai memudar. Puncaknya terjadi pada tanggal 24 Januari 1874, atau setahun setelah agresi Belanda ke-2 di Aceh. Gubernur Van Swieten mengganti nama Bandar Aceh Darussalam dengan Kutaraja untuk menegaskan bahwa Ibukota telah jatuh ke tangan kolonialisme. Nama Kutaraja terus bertahan hingga 89 tahun lamanya hingga diganti kembali menjadi Banda Aceh paska kemerdekaan Republik Indonesia. Pengembalian nama Kota Banda Aceh ditabalkan melalui Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No. Des 52/1/43-43 tanggal 9 Mei 1963 dan terus bertahan hingga saat ini.

Sebagaimana pusat kota lainnya, masyarakat Kota Banda Aceh terdiri dari komunitas multikultural dimana etnis asli seperti Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, Singkil dan Simeulue berbaur dengan etnis pendatang sejak ratusan tahun lalu.

Kehadiran etnis pendatang seperti Arab, India, China, Persia dan Eropa dikenal erat hubungannya dengan arus perdagangan dan penyebaran Agama Islam di kawasan Asia. Meskipun banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli, namun bentuk wajah, kulit dan rambut masih tetap menunjukkan asal keturunannya. Disamping itu, variasi makanan seperti kari, dalca dan mie Aceh sangat jelas aromanya.

Tidak hanya itu, warisan kebudayaan Hindu seperti nama desa (Indrapuri, Indrapatra), upacara selamatan rumah baru, pergi dan pulang haji, dll

(peusijuek), serta lukisan dari daun pacar yang dihaluskan pada tubuh mempelai wanita (henna) masih tetap lestari hingga saat ini. Beberapa Pedagang Tiongkok juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana asal Tiongkok Cheng Ho, yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang dikenal dengan Lonceng Cakra Donya, tersimpan di halaman Museum Aceh. Banyak juga keturunan bangsa Persia, seperti: Iran, Afghanistan dan Turki yang datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh. Saat ini keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki.

Sejarah pun mencatat bahwa tokohtokoh besar dunia seperti, Marco Polo, Ibnu Battuta, serta Kubilai Khan, pernah singgah di Aceh.

Sebagai kota perjuangan, nuansa heroik Kota Banda Aceh begitu terasa. Mulai dari situs makam raja-raja, museum sejarah, benteng pertempuran, terowongan bawah tanah, replika pesawat Garuda RI-01 sebagai lambang sumbangsih rakyat Aceh terhadap kemerdekaan Indonesia, serta kuburan tentara kolonial Belanda ‘Kherkof’ di desa Blower, sekitar Lapangan Blang Padang. Nuansa heroisme warga Aceh semakin kental ketika melihat menu keseharian masyarakatnya. Tengok saja lauknya - ‘ikan kayu’, sayurnya ‘daun paku’, minumnya ‘es batu’, atau juice ‘jambu batu’ – demikian joke yang selalu diperbincangkan kepada pelancong di warung-warung kopi.

Saksi Sejarah Banda Aceh Anda tidak akan pernah sampai ke Banda Aceh bila belum menginjakkan kaki ke Mesjid Baiturrahman.

Demikian kata orang. Sejarah telah mencatat bahwa Mesjid Baiturrahman merupakan saksi bisu sejarah Aceh yang agung. Mesjid ini merupakan simbol kegigihan serta marwah masyarakat Aceh. Karena itu tak leng-

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

25

Wisata kap rasanya bila berkunjung ke Aceh, tanpa menengok mesjid berkubah lima ini dan sedikit mengenal sejarahnya.

Terletak persis di jantung kota, Masjid Baiturrahman sudah berdiri sejak zaman kesultanan. Ada dua versi hikayat pendiriannya. Ada yang menyebut Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah membangun masjid ini saat didirikannya Kota Bandar Darussalam. Namun versi lain menyatakan Baiturahman didirikan pada Tahun 1286 M (691 H) di masa kejayaan pemerintahan Sultan Alaidin Mahmud Syah, cucunya. Tak ada yang bisa memastikan mana yang benar.

Tapi nama Baiturahman, menurut catatan sejarah, diberikan oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu masjid ini menjadi salah satu pusat pengembangan ajaran Islam wilayah kerajaan Aceh.

Secara fisik, mesjid ini telah mengalami perubahan dan perkembangan. Pada masa kesultanan, gaya arsitektur Baiturahman mirip masjidmasjid tua di Pulau Jawa. Bangunan kayu dengan atap segi empat dan bertingkat. Pada Tahun 1873, mesjid

ini dibakar oleh Belanda. Mengapa dibakar, karena masjid dijadikan pusat kekuatan tentara Aceh melawan Belanda. Namun, untuk meredam kemarahan Rakyat Aceh yang memuncak, enam tahun kemudian Pemerintah Belanda pun membangunnya kembali dengan konstruksi beton.

Peletakan batu pertama dilakukan Tahun 1879 oleh Tengku Malikul Adil, disaksikan oleh Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh saat itu, G. J. van der Heijden. Pembangunan mesjid ini dirancang arsitek Belanda keturunan Italia, De Brun. Bahan bangunan masjid sebagian didatangkan dari Penang - Malaysia, batu marmer dari Negeri Belanda, batu pualam untuk tangga dan lantai dari Cina, besi untuk jendela dari Belgia, kayu dari Birma dan tiang-tiang mesjid dari Surabaya.

Deretan pertokoan dan pedagang kaki lima yang berdesakan di sekeliling mesjid telah memperkuat posisinya sebagai denyut nadi perekonomian kota selama lebih kurang 800 tahun. Kini, Banda Aceh telah banyak berubah. Disamping tampak lebih modern, kota yang sarat den-

Gunongan, merupakan tempat rekreasi Putroe Phang (Puteri Pahang) permaisuri Sultan Iskandar Muda. Bangunan ini didirikan untuk mengobatikerinduan Putroe Phang akan kampung halamannya di Pahang (Malaysia) yang alamnya berbukit-bukit.

26

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

gan sejarah ini telah lebih hidup dengan penataan taman, hutan kota dan lampu aneka warna.

“Wah saya sampai terpesona, sudah banyak tersesat di jalan-jalan kota,” ungkap Tgk. Rusli AR (53), warga Takengon yang dulu pernah tinggal di Kuta Alam waktu masa sekolah.

Dalam 15 tahun terakhir, saya ada beberapa kali balik ke Banda Aceh.

“Pembangunan Kota Banda Aceh jauh lebih pesat kini,” akunya lebih lanjut.

Lain pula pengakuan A-seng (60). Pedagang kain yang telah puluhan tahun berjualan di Pasar Aceh ini merasa banyak kemajuan. Dulu ia hanya berjualan di toko sempit yang sangat sederhana. Kini, dengan dibangunnya Pasar Aceh yang modern, tokonya sudah tampak mewah.

Meskipun untuk itu ia harus membayar sewa yang lebih mahal kepada Pemko Banda Aceh. “Namun tidak apalah, karena kini tokonya lebih banyak pembeli dibandingkan dulu,” tuturnya lebih lanjut. Aseng mengaku omsenya meningkat rata-rata 20 persen sejak pindah ke gedung baru di Pasar Aceh ini. [adek]

Wisata

Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, yang dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636 M).

Menyongsong Visit Banda Aceh Year 2011

Banda Aceh, Bandar Wisata Islami

A

pa yang beda dengan Kota Banda Aceh di tahun 2011 ini?

Tentu saja, semarak program pariwisata (tourism) dan kebudayaan.

Tajuknya, Visit Banda Aceh Year 2011.

Baliho-baliho pariwisata yang menggambarkan keindahan alam, keindahan rupa, pakaian, keindahan adat. dan budaya Aceh, menghiasi penjuru

kota. Spanduk-spanduk selamat datang tergantung di hotel-hotel dan penginapan. Sejumlah pamplet berdiri tegak di depan terminal, pelabuhan laut, dan bandar udara. Iklaniklan pun mewarnai stasiun televisi lokal, perkantoran dan bahkan pengangkutan antar kota. Tidak hanya itu, Taman Sari yang tadinya hanya

dikunjungi keluarga, kini selalu sibuk dengan berbagai event, panggung hiburan dan pameran. Semua ini tentu saja bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Banda Aceh.

Sebagai salah satu pusat peradaban Islam tertua di dunia, Kota Banda Aceh yang berusia 806 tahun ini kaya akan peninggalan bersejarah. Rekam jejak tsunami pada Desember 2004 yang pernah meluluhlantakkan kota pendidikan ini turut menambah daya magisnya. Pasca bencana tsunami, penampilan Kota Banda Aceh bak gadis muda belia. Gedung-gedung mewah dengan arsitektur modern tumbuh bak jamur di musim hujan.

Taman-taman indah dan hutan kota membuat sejuk suasananya. Jalanjalan hotmix yang lebar dan teratur, lampu jalan yang eksotis, serta kebersihannya menjadi alasan utama penganugerahan Piala Adipura oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono kepada Walikota Banda Aceh Ir. Mawardy Nurdin, MEng.Sc pada tahun 2010 silam. Penganugerahan ini merupakan puncak penantian panjang warga kota selama 15 tahun sejak Adipura terakhir tahun 1995 dan 1996 lampau.

Program Visit Banda Aceh Year 2011 diluncurkan secara resmi di Kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta pada Selasa, 19 Oktober 2010, oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, Jero Wacik. Menurutnya, â&#x20AC;&#x153;Program Visit Banda Aceh Year 2011Â adalah sesuatu yang sangat strategis untuk menarik wisatawan berkunjung ke Banda Aceh. Inisiatif brilian ini membanggakan sekali. Kerja keras dan membangun kemitraan perlu terus dilakukan untuk mewujudkan Kota Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami.â&#x20AC;? Pintu gerbang Selat Malaka ini memiliki daya tarik khas yang jarang dimiliki daerah lainnya. Antara lain hamparan dataran luas yang diapit dua punggung bukit Barisan dan Gunung Seulawah. Tanahnya yang subur bersumber dari dua sungai besar, Krueng Aceh dan Krueng Lamnyong yang membelah kota dengan anggunya. Selain memiliki pantai Ulee Lhue yang sangat popular dan indah,

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

27

Wisata masyarakat Banda Aceh jauh lebih kosmopolitan dan kritis dibanding penduduk Aceh lainnya, namun tetap nampak nilai-nilai religiusnya.

Sebagaimana kota lainnya, hidangan kuliner di Banda Aceh sangat variatif.

Menu hidangan lokal lebih didominasi oleh hidangan khas Aceh Besar.

“Dengan citra sebagai Kota Serambi Mekkah, menjadikan Banda Aceh sebagai sektor pariwisata unggulan yang dapat diandalkan. Ini menjadi penggerak sektor ekonomi yang menciptakan dampak multiganda untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Walikota Banda Aceh, Ir. Mawardy Nurdin, MEng.Sc. Tahun ini, pihaknya menargetkan 400 ribu wisatawan, berkunjung ke Banda Aceh untuk menyukseskan program Tahun Kunjungan Banda Aceh 2011.

Angka ini tidak terlalu muluk.

Pangsa pariwisata dunia sedang meningkat. Pada 2010, World Travel Organization (WTO) memprediksi ada sekitar 13 triliun dolar yang berputar di bidang pariwisata. Diperkirakan, 229 juta orang akan melakukan perjalanan internasional. (National Geographic Traveler, Januari 2009).

Kepala Program Master Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, juga mengingatkan, “The market is still there.” Indonesia adalah salah satu negara dengan biaya transportasi, penginapan dan makanan tergolong murah. Wisatawan akan berkunjung ke tempat-tempat yang harganya reasonable. Oleh karena itu, Aceh memiliki peluang besar untuk mengembangkan pariwisatanya untuk wisatawan lokal maupun internasional. Masih menurut Rhenald Kasali, hal ini dikarekan terjadinya sesuatu yang dalam dunia pemasaran disebut down-shifting. Contohnya, orang Indonesia yang dulu melakukan perjalanan ke Eropa mungkin pindah ke Asia. Sementara yang tadinya ke Asia pindah ke dalam negeri, jadi kotakota tetap penuh.

Hal senada juga disampaikan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar. “Masyarakat dunia punya kecenderungan untuk berpetualang guna memenuhi kebutuhan emosi

28

dan pengalaman. Tempat-tempat wisata adalah tujuan mereka. Apalagi kebutuhan spiritual warga dunia kelihatannya semakin meningkat, maka produk-produk pariwisata spiritual juga harus kita bangun,” imbuh Nazar.

“Pascakonflik dan tsunami, Aceh tak lagi dirasakan sebagai malapetaka,” sambungnya pula. Muhammad Nazar menyebutkan hal tersebut dengan melihat banyaknya tantangan dan peluang yang terbuka dalam mencapai kemajuan Aceh masa depan.

Karena itu, Pemerintah Aceh melalui paradigma baru pembangunan Aceh memandang perlu mendukung percepatan ekonomi Aceh melalui sektor pariwisata. Pertimbangan ini sangat logis mengingat tingginya popularitas Aceh di mata dunia pasca bencana tsunami dan konflik.

Tidak heran bila pasca tsunami, sektor pariwisata Aceh mengalami kemajuan pesat. Melalui upaya promosi pariwisata dan pencanangan Visit Banda Aceh Year 2011 diharapkan dapat menjadi momentum kebangkitan pariwisata Aceh ke depan.

Sayangnya, hingga saat ini, produk pariwisata Indonesia masih membosankan. Kita hanya menjual warisan (heritage) dan kekayaan alam, seperti candi atau pantai dan laut. Orang tidak menciptakan sesuatu. Semestinya kita kreatif mengembangkan pariwisata pengobatan, balapan formula 1, atau sekolah-sekolah. Semuanya ini termasuk pariwisata inovatif. Masalah lain kepariwisataan kita adalah tidak adanya standarisasi. Contoh standar kesehatan makanan atau food safety, standar kebersihan tempat, standar keamanan transportasi, standar harga dan pelayanan.

Provinsi Aceh tidak hanya sebagai daerah tujuan wisata bahari dan sejarah, tapi juga menjadi daerah pelopor wisata syariat di Indonesia.

Dengan berlakunya syariat Islam di provinsi Aceh tentunya menjadi nilai tambahan tersendiri yang tercermin dari adat istiadat dan budaya keIslaman masyarakat Aceh. Sebagai daerah syari’at, maka kita juga harus memeras otak untuk mengembangkan produk-produk bisnis wisata

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

syariat. Sesuatu yang tentunya menyenangkan emosi dan spiritual para pengunjung.

Sebuah wawancara singkat yang dilakukan oleh Said Muniruddin, anggota sidang redaksi AER kepada pengunjung Bursa Turis International tahun 2008 di Berlin Jerman, sedikit mengungkap pemahaman wisatawan asing tentang makna wisata bernuansa spiritual. Pertanyaan yang diajukan adalah, ”Apa contoh wisata yang pernah memiliki nilai spiritual bagi anda?” Seorang sekuler berkebangsaan Swiss menjawab, ”Saya sangat tersentuh oleh pengalaman ketika mengunjungi Laos. Dipagi hari, ketika sebuah desa di kaki gunung di Laos masih diselimuti kabut, udara dingin masih menyengat tulang, saya melihat ribuan bikshu berbaju kuning turun dari biara ke jalan-jalan. Lalu mereka duduk disepanjang kaki bukit sambil komat-kamit membacakan do’a. Lalu masyarakat desa yang ke luar untuk berladang, menghadiahkan makanan yang sengaja dipersipakan untuk bikshubikshu mereka”. Bagi seorang turis yang hidup ditengah kemewahan Eropa, apa yang dilihat tersebut adalah sesuatu yang sangat menyentuh. Sebuah interaksi yang jujur anatara masyarakat dengan ’ulama’ mereka, ditengah suasana pegunungan, di pagi yang teduh. Suatu pemandangan yang unik. Ada nilai relijius yang ditangkap dari apa yang sedang dilihat.

Lain lagi pengalaman T. Sofyan, SE.Ak, MM, Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh ketika mengadakan kunjungan kerja dalam rangka menarik investor baru-baru ini ke Beijing dan Guang Zhou, China. Beijing yang dikunjungi lebih 27 ribu turis per hari atau 10 juta turis per tahun tidak sekedar menawarkan situs bersejarah seperti Istana Kuno Kaisar Tiongkok yang telah berdiri sejak tahun 1406, Tembok Raksasa, Lapangan Tian An Men, Kota Terlarang dan Stadion Olimpiade 2008. ”Turis dibawa dengan Bus wisata dari satu tempat khusus ke tempat khusus lainnya, misalnya pusat kerajinan Sutera, Batu Giok, Obat Tradisional China, dan Mutiara

Wisata

Foto : Biro Ekonomi Setda Aceh

yang telah dilestarikan selama ratusan tahun lalu,” paparnya bersemangat.

Jika kita kembalikan ke Aceh yang mulai fokus pada wisata religius, perlu dikembangkan hal unik yang mampu menyentuh emosi spiritual wisatawan. Slogan ‘Peumulia Jamee‘ (memuliakan tamu) mungkin akan menjadi pintu gerbang Aceh dalam menyambut wisatawan dengan tangan terbuka. Masyarakat Aceh diharapkan dapat berpikiran terbuka terhadap berbagai arus budaya yang datang dari luar, tanpa menggeser nilai-nilai Islami yang telah melekat dalam diri mereka. Khasanah kebudayaan Islami ini nanti akan memberikan rasa nyaman dan aman kepada para wisatawan, sekaligus memberikan kenangan tersendiri kepada mereka tentang nilai dan syariah keislaman di bumi Serambi Mekkah.

Pemerintah Kota Banda Aceh telah melaksanakan Grand Launching Visit Banda Aceh Year 2011 pada tanggal 28-30 Januari 2011. Grand Launching dilakukan Jumat (28/1) di taman kota. Konser musik, pergelaran komedi dan pameran kerajinan dari pengrajin di Kota Banda Aceh ikut menyemarakkan suasana.

Artis ibu kota berdarah Aceh, seperti Teuku Wisnu dan Nova Eliza, turut memeriahkan acara. Satu hari sete-

lah Grand Launching, pemerintah kota juga mengorganisir sepeda santai, dengan rute Taman Sari-Lampuuk. Pawai budaya juga dilaksanakan pada Sabtu, 29 Januari 2011.

Mempermudah arus wisata, pemerintah telah menyederhanakan akses masuk ke Aceh. Bandar Udara Sultan Iskandar Muda kini rutin melayani rute internasional, melalui armada Air Asia dan Firefly. Bahkan, salah satu armada sudah melayani penerbangan setiap hari langsung dari Banda Aceh–Malaysia dan sebaliknya. Kemudahan visa-on-arrival (VoA) juga semakin mempermudah wisatawan mancanegara untuk menembus Aceh. Kita telah menjadi satu dari tiga kota, lainnya Bali dan Jakarta, yang memperbolehkan VoA bagi wisatawan mancanegara.

Diantara objek andalan Kota Banda Aceh untuk memikat wisatawan adalah situs-situs tsunami, yang memiliki keunikan dan tak bisa ditemui di daerah lain. Diantaranya, museum tsunami, PLTD Apung, perahu terapung di Lampulo, dan kuburan massal. Situs seperti Taman Putro Phang (tempat pemandian permaisuri Sultan Iskandar Muda), Kerkhof Peucut (makam 2.200 serdadu Belanda dan KNIL yang tewas dalam perang Aceh), Gunongan, Taman Raja-raja, Museum Rumoh Aceh dengan Lonceng Cakra-

donya hadiah Laksamana Cheng Ho di halaman depannya, Makam rajaraja dan ulama-ulama Aceh terdahulu, Meuligoe (Kediaman resmi gubernur Aceh sekarang, bekas istana Raja Aceh), Mesjid Raya Baiturrahman dan situs lainnya bagian dari wisata sejarah dan budaya. Selain itu, Pemerintah Banda Aceh telah bekerja sama dengan Pemerintah Sabang dan Aceh Besar dalam sebuah program BASAJAN – Banda Aceh, Sabang dan Jantho.

Banda Aceh menyediakan akomodasi bagi wisatawan, sementara Sabang dan Aceh Besar menyuguhkan objek wisata alam.

Akankah syari’at Islam menjadi penghambat pembangunan wisata dan akan menakut-nakuti wisatawan? “Tidak,” bantah Mawardi. “Islam adalah agama yang memiliki nilai-nilai yang jika bisa dipraktikkan akan memberikan kenikmatan bagi semua orang. Iman dan islam itu sendiri merupakan nikmat. Jadi banyak kandungan spiritual dan kenikmatan dalam agama yang luar biasa ini. Jadi, Islam sangat mendukung pariwisata,” tambahnya. Beliau juga menyebutkan, Syariat Islam hanya berlaku bagi umat Islam, sedangkan wisatawan yang non Islam tidak masalah dan kita menjamin kenyamanan bagi semua. [Rizki Alfi SyahrilSaid Muniruddin-Jeliteng Pribadi]

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

29

Opini

Said Muniruddin

Diskotik Islami, Mungkinkah?

Oleh : Said Muniruddin

M

endengar kata ‘diskotik’, apa yang terbayang? Tempat muda-mudi jingkrakjingkrak, mabuk-mabukan, bersepisepian dalam keremangan, sambil melakukan transaksi narkoba dan pelacuran. Bagaimana jika semua sisi negatif tersebut kita ganti dengan sisi yang positif. Diskotik yang dipercayai sebagai salah satu jalan menuju neraka, kita setting ulang menjadi media penghantar ke syurga. Caranya mudah: ‘islamisasi diskotik’!

Mengapa ide ini muncul? Kita sering mendengar berbagai bentuk islamisasi ilmu pengetahuan. Sebagian telah diterjemahkan dalam praktik. Dulu kita hanya terdengar ilmu ‘ekonomi’ yang isinya ‘kapitalis’.

Kini, ada konsep ‘ekonomi islam’ dan telah diwujudkan dalam berbagai model institusi keuangan, perbankan dan produk-produk halal. Diera 80an, ide-ide islamisasi dicemooh. Namun pakar dan praktisi ekonomi islam mampu melawan pesimisme, dan berhasil melahirkan sistem ekonomi dan bisnis yang tahan krisis serta berlandaskan moralitas. Kalaupun

30

masih ada kelemahan, dapat dipahami sebagai kenyataan error yang selalu dimiliki oleh sebuah sistem yang dibangun tangan manusia. Ditengah ketidak sempurnaan tersebut, praktik ekonomi dan bisnis islam telah berhasil mendekati nilai-nilai yang diisyaratkan Tuhan dalam Qur’an.

Tidak hanya di negara-negara berpenduduk muslim, negara-negara Eropa pun tertarik berbisnis dengan ragam konsep dan produk syari’ah.

‘Diskotik islami’ adalah sebuah konsep islamisasi sarana hiburan.

Kelihatannya feasible untuk dioperasionalkan. Banda Aceh, misalnya, telah kita proklamirkan sebagai “Bandar Wisata islami”. Konsekwensinya, ia harus mampu menawarkan tempat bersenang-senang yang mampu memperkaya dimensi emosi dan spiritual. Di manapun tempatnya di muka bumi, diskotik merupakan elemen utama dari realitas wisata. Turis dapat diartikan sebagai kelompok hedonis yang sedang mencari pengalaman dan kenikmatan. Sementara, budaya hedonisme senantiasa menyajikan musik dan minuman. Dengan

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

tawaran yang sama, para pebisnis muslim dapat memanfaatkan peluang ini dengan menyajikan musik, tarian dan minuman yang dirancang semenarik mungkin dan bersesuaian dengan etika islam.

Jika ini mampu dikemas, maka Islam akan diminati oleh wisatawan asing sebagai sebuah agama hedon yang menawarkan kenikmatan, yang halalan thayyiban. Oleh sebab itu, diskotik Aceh adalah sebuah konsep sarana hiburan yang berupaya memuaskan hedonisme turis, baik dalam konteks kesenangan fisik melalui makanan dan minuman yang halal, maupun memberikan kepuasan emosi dan spiritual melalui musik dan tarian islami.

Bagaimana desain sebuah diskotik yang bernuansa islam? Pertama, pengelolanya harus menguasai etika bisnis islam, memahami konsep baik dan buruk, halal dan haram. Meskipun diskotik lahannya wirausaha swasta, keterlibatan pemerintah seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) atau Dinas Syari’at Islam juga penting. Mereka dapat terlibat langsung dalam pengelolaan, mengawas dan memberikan masukan perbaikan atau pengembangan usaha. Kemudian, salah satu isu utama diskotik versi sekuler adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan. Maka diskotik versi syari’ah adalah memisahkan keduanya: ada diskotik untuk laki-laki dan ada diskotik untuk perempuan.

Sementara pakaian pengunjung pun dapat diregulasi sehingga etis dan sopan.

Segala minuman yang memabukkan dilarang. Maka selain menyuguhkan minuman halal berstandar intenasional seperti coca cola, perlu minuman alternatif khas lokal lainnya. Dalam hal ini, ie jok atau air enau misalnya, menarik untuk dijadikan satu minuman khas diskotik lokal. Ingat, bukan ie jok masam. Dan penyajian ie jok ini, disamping termasuk minuman alamiah menyehatkan, juga akan menumbuhkan usaha produksi enau masyarakat lokal.

Bagaimana dengan musik dan tarian? Aceh kaya tradisi menari.

Masyarakat Gayo Lues misalnya,

Opini mereka suka memainkan rapa-i dan Saman ketika berkumpul pada malam-malam perayaan pesta saudara atau teman. Tradisi ini dapat dikembangkan dan diarahkan menjadi daya tarik diskotik. Tarian-tarian lokal yang enerjik dapat diformulasikan melalui musik-musik alternatif. Meski ada sebagian ulama yang mengklaim haram dan bid’ah terhadap musik dan tarian, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa musik dan tarian adalah bagian dari tradisi dan warisan peradaban islam.

AlFarabi misalnya, seorang ulama besar Islam abad ke-9, karena kecintaannya kepada musik, menuliskan sebuah kitab berjudul “Kitab al-Musiqi al-Kabir” (Buku Besar tentang Musik). Kitab ini terkenal di barat bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Hebrew. AlFarabi juga menciptakan dan memainkan berbagai instrumen musik, serta menyusun komposisi nada-nada yang masih dimainkan oleh musisi sampai hari ini. AlFarabi adalah salah satu diantara banyak ulama yang menggunakan musik sebagai media terapi bagi penyakit jiwa, mental dan intelektual (Amber Haque, 2004. “Psychology from Islamic Perspective: Contributions of early Muslim Scholars and

Challenges to Contemporary Muslim Psychologist”. Journal of Religion and Health, 43 (4): 357-377).

Dalam berbagai ordo tarikat, para salik atau irfan sangat hobi menari bahkan larut dalam irama musik ketika menempuh jalan menuju fana, yaitu suatu kondisi spiritual yang mengalami transendensi ilahiyah.

Beragam tarian dapat ditemukan dalam tradisi islam. Diantaranya tarian Rumi, Hadrah, Marawis, dan banyak lagi lainnya. Bahkan Saman pun disebut-sebut sebagai hasil kreasi para ulama islam yang mampu menghipnotis penarinya sehingga mereka ‘on’ atau ‘fly’ dalam gerakan dan bacaan-bacaan ketauhidan yang dipandu musik dan irama. Jadi, menari dan musik adalah salah satu warisan para sufi yang dapat ditranformasikan dalam diskotik-diskotik berbasis syari’at.

Dzikir pun yang sudah umum kita praktikkan dapat diformulasikan menjadi produk wisata spiritual.

Dzikir yang dilantunkan di balai-balai takziyah dan pengajian, dapat dimainkan dalam beragam ritme dan musik di keremangan diskotik. Gerakan fisik dan kepala ketika berdzikir akan merubah lantai diskotik menjadi arena relaksasi fisik dan ruhani,

yang malaikat pun mungkin akan cemburu melihatnya.

Mungkin tantangan terbesar ide bisnis ini adalah kesamaan visi antara pebisnis dengan pemerintah/ulama sebagai regulator. Konsep ini selain mendukung visi “Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami”, juga memperkuat status Aceh sebagai daerah wisata berbasis Syariat. Dalam konsep bisnis Islam, kita dituntut inovatif untuk mengembangkan produk-produk baru yang beretika, serta kreatif dalam mengislamkan produk-produk sekuler. Maka konsep ‘diskotik islami’ menarik untuk direalisasikan. Sekilas ide ini kedengaran konyol, sekonyol ide-ide ‘ekonomi dan perbankan islam’ awal tahun 80an. Namun yakinlah, jika kita mampu mengkombinasikan antara tradisi spiritualitas ke dalam konsep entertainmen, maka bisnis diskotik alternatif ini akan melahirkan spiritualitas baru bagi masyarakat modern.

Sebuah diskotik yang bisa membuat pengunjung ‘mabuk’ dalam dzikir dan tarian. Ada yang berani? [ ] *Said Muniruddin, SE, MA adalah Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala dan merupakan salah satu anggot sidang redaksi Buletin Aceh Economic Review.

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

31

Opini

PERANAN KONSULTAN KEUANGAN MITRA BANK (KKMB) DALAM PENGEMBANGAN UMKM DI ACEH Oleh : Amiruddin, SE (Kabag Administrasi Sarana Perekonomian Setda Aceh)

P

ermodalan merupakan faktor penting dalam pengembangan UMKM. Namun, banyak UMKM mengalami kesulitan untuk memperoleh modal karena sulitnya memperoleh akses pendanaan di lembaga keuangan perbankan. Dalam upaya membantu dan mempermudah UMKM untuk memperoleh akses pendanaan tersebut, maka diperlukan adanya Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Disamping berfungsi sebagai pendamping dan fasilitator dalam memperoleh akses permodalan, KKMB juga diharapkan dapat membina UMKM untuk tumbuh besar dan berkembang.

Salah satu bentuk intervensi dari pemerintah untuk menangulangi kelompok usaha produktif adalah pengembangan usaha mikro kecil dan menengah. Pelaku utama yang diharapkan berperan membantu terlaksananya kegiatan tersebut adalah perbankan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM pada bagian penjelasan atas pasal 15 yang dimaksud dengan â&#x20AC;&#x153;konsultan keuangan mitra bankâ&#x20AC;? adalah konsultan pada lembaga pengembangan usaha yang tugasnya melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangan selain bank. Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) mempunyai peranan yang penting dalam memperdayakan usaha kecil

32

dan menengah khususnya di Provinsi Aceh. Peranan dan fungsi dari KKMB yakni sebagai jembatan (bridging) dan penghubung (arranger) antara pelaku UMKM dengan kalangan perbankan.

Sejalan dengan program kerja Pemerintah Aceh yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi serta pembenahan sektor riil agar mampu menyerap tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru yang akhirnya dapat bermuara pada pengentasan kemiskinan. Salah satu langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Aceh adalah dengan memajukan kapasitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selama ini pemamfaatan UMKM dirasakan belum optimal karena masih memiliki kelemahan dan kendala dalam mengakses sumber permodalan pada perbankan.

Capaian KKMB Aceh Tahun 2010 pemerintah Aceh bekerjasama dengan Bank Indonesia telah merekrut Konsultan Keuangan Mitra Bank sebanyak 58 orang dan telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 580/261/2010. Penempatannya disebar kedalam beberapa wilayah diantaranya 17 orang ditempatkan untuk wilayah Banda Aceh, Pidie dan Sabang, 8 orang untuk wilayah Aceh Utara dan Lhokseumawe, 5 orang untuk wilayah Bireuen, 9 orang untuk wilayah Aceh Timur (Langsa dan Pereulak), 13 orang untuk wilayah

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Aceh Barat dan Aceh Selatan dan 6 orang untuk wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Jumlah keseluruhan hasil fasilitasi pencairan kredit oleh KKMB Aceh melalui bank maupun lembaga keuangan bukan bank periode Januari sampai dengan Desember 2010 adalah Rp. 20.781.868.000,- (dua puluh milliar tujuh ratus delapan puluh satu juta delapan ratus enam puluh delapan ribu rupiah). Dengan jumlah UMKM yang terbantu sebanyak 905, baik yang tergabung dalam kelompok usaha maupun individu dengan jumlah proposal yang masuk berjumlah 1.405 proposal, namun yang dapat diteruskan ke bank hanya 1.209 proposal, sedangkan yang berhasil diproses untuk pencairan kredit sebanyak 1.114 proposal. Sebanyak 95 proposal yang tidak bisa diproses karena berbagai alasan tehnis, seperti ditemukan calon peminjam yang memiliki kredit macet di bank lain dan tidak mempunyai anggunan tambahan sehingga pihak bank tidak dapat memproses permohonan tersebut atau ditolak.

Peranan KKMB tidak hanya sebagai konsultan yang mampu menganalisis keuangan dan membuat proposal permohonan kredit kepada bank sampai berhasil mengucurkan kreditnya, namun juga sebagai pendamping dalam rangka pengembangan UMKM yaitu dari aspek yang menyangkut kelayakan usaha, tranparansi dan akuntabilitas. KKMB senantiasa memupuk kepercayaan

Opini

dengan bertindak profesional dan menunjukan integritas tinggi.

Hal yang tidak boleh dilakukan oleh KKMB Beberapa Hal Yang Tidak Patut Dilakukan KKMB 1. Memanipulasi data UMKM dengan tujuan agar mudah memperoleh persetujuan kucuran dana dari bank.

2. Menuntut balas jasa (fee) yang tidak wajar sehingga dianggap dapat merugikan UMKM dan bank.

3. Mewakili atau mengatasnamakan UMKM dalam menerima kucuran kredit dari bank.

4. Memperlambat proses penyusunan proposal kredit dan pengajuan permohonan kredit.

5. Melakukan pendampingan kepada UMKM yang telah lebih dulu/sedang ditangani oleh konsultan/pandamping yang lain.

6. Meminta balas jasa sekaligus pada saat pengucuran kredit dan tidak melakukan pendampingan/pembinaan lagi.

7. Dengan maksud tertentu menyarankan/menganjurkan

8.

kepada UMKM agar memberi sesuatu (terutama uang) kepada pejabat bank baik sebelum maupun sesudah menerima kucuran kredit kecuali secara resmi dipersyaratkan (provisi kredit).

Mengharapk an/menerima pelayanan khusus atau pemberian sesuatu (terutama uang) pada kunjungan ke UMKM dalam rangka pembinaan/pendampingan di luar balas jasa yang telah disepakati.

Beberapa Kriteria Etika Seorang KKMB 1. Memiliki karakteristik atau jiwa wirausaha (entrepreneur).

2. Memiliki hasrat membantu dalam pengembangan UMKM dengan ikhlas dengan dasar kepuasan dan kerelaan kedua belah pihak.

3. Memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang KKMB yaitu melakukan upaya dan pembinaan dari proses awal hingga berhasil mendapat kredit sampai akhirnya UMKM tersebut dapat melunasi kreditnya.

4. Jujur, dapat dipercaya, berdedikasi tinggi, toleran dan mudah bergaul.

5. Mampu mengembangkan jaringan kerjasama dengan orang lain.

6. Mandiri dalam mengemban tanggung jawab profesi KKMB. KKMB merupakan penghubung dalam menjembatani UMKM dengan lembaga keuangan/perbankan. Dengan peranannya yang strategis tersebut maka KKMB harus mempunyai kapasitas yang lebih baik dan profesional sehingga dapat membantu pengembangan UMKM dalam mendapatkan kepercayaan dari lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya. [ ]

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

33

Sosok

Dari Puing Tsunami ke Pabrik Roti P

enampilannya tidak jauh berbeda dengan wanita Aceh kebanyakan; sederhana, rendah diri dan sedikit pemalu. Pendidikan pun hanya tamat SMA. Namun siapa sangka, Ibu dua anak ini merupakan Juara I Dji Sam Soe Award tahun 2007 yang puncaknya diselenggarakan di Hotel Four Seasons, Jakarta dengan menyisihkan 5.000 lebih peserta dari berbagai daerah lainnya di Indonesia. Sebelumnya, ia juga pernah meraih penghargaan dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) sebagai Pengusaha Perempuan Terbaik I untuk kategori pemasaran pada tahun 2005 silam.

Adalah Nelly Nurlaila (38), pemilik sekaligus Direktris Nusa Indah Bakery asal Desa Nusa Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Kegigihannya

34

dalam mengembangkan usaha rumah tangga telah mengantarkannya menjadi pemilik pabrik roti dengan omzet ratusan juta rupiah setiap bulannya. Apa yang kini ia peroleh tentu saja tidak terjadi secara serta merta. Wanita yang tidak pernah mengenyam bangku kuliah di perguruan tinggi ini merintis usaha rotinya dari nol.

Berawal dari tahun 2001, Nelly yang kala itu baru menyelesaikan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik pulang kembali ke tanah kelahirannya. Dengan modal awal semangat untuk maju dan mandiri membuatnya memutar otak untuk mencari penghasilan sendiri. Awalnya ia membuat kue-kue basah untuk ditawarkan kepada para tetangga. Namun usaha yang ia jalani selama tiga tahun ini tidak mengalami perkembangan berarti.

Tahun 2004 merupakan tahun penuh cobaan bagi Nelly sekeluarga. Bagaimana tidak, usaha yang ia rintis selama tiga tahun dengan susah payah hancur seketika diterjang tsunami. Bahkan rumah, harta benda dan semua peralatan rotinya musnah disapu gelombang. Ia pun terpaksa mengungsi ke kamp

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

pengungsian bersama warga lainnya dan praktis usaha rotinya terhenti selama enam bulan. Namun, ia tidak menyerah dan mencoba bangkit kembali bersama sang suami, Muchlis (40).

Dibalik musibah, Sang Pencipta selalu menghadirkan kenikmatan.

Setidaknya itu yang dirasakan oleh Nelly dan Muchlis. Setelah mengungsi sekian lama, ia pun kembali menata kehidupan keluarganya. Dengan dibantu beberapa NGO asing, ia dan suaminya secara perlahan kembali merangkai bisnisnya dari awal. Melalui jaminan yang diberikan Mercy Corps, salah satu NGO asal Amerika, Nelly mendapatkan pinjaman kredit dari BPR Syariah Baiturrahman sebesar Rp 24 juta. Pinjaman ini langsung dibelanjakan untuk membeli beberapa peralatan dan bahan baku. Dalam waktu bersamaan, PT. Bogasari yang bekerjasama dengan Swisscontact, NGO asal Swiss juga sedang membuat program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ia dibantu berbagai peralatan modern seperti oven, mixer dan peralatan lainnya. Tidak tanggungt a n g g u n g, Bogasari juga memberinya pelati-

Sosok han membuat bakery yang enak dan berkualitas tinggi.

Seperti tidak ingin membuangbuang kesempatan, Nelly pun kembali merintis usaha kuenya. Ia mulai membuat roti manis, roti tawar, sampai beragam kue basah seperti risol, donat, tahu dan sebagainya. Saat itu sang suami berperan sebagai tenaga pemasaran tunggal dengan menggunakan mobil pikap memasarkan roti dan kue ke kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh. Nelly kemudian meluaskan jaringan pemasaran rotinya dengan mengajak beberapa orang menjadi tenaga penjual roti keliling kota. “Saling berbagi rezekilah,” ungkap ibu Nabila Ihwani dan Ahmad Jibril ini bahagia. Kini, menurut Nelly meskipun pemasaran belum dilakukan secara maksimal, roti buatannya telah menjajaki di hampir seluruh wilayah Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Sigli dan Sabang.

Kini, impian Nelly untuk memiliki pabrik roti sesuai standard telah terwujud. Pabrik yang didirikan pada tahun 2007 ini terletak tidak jauh dari rumahnya di Desa Nusa kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Saat ini, pabrik yang dirintis dari puing-puing tsunami ini memiliki karyawan tidak kurang dari 42 orang dimana setengahnya merupakan warga setempat. Hasil produksinya mencapai 20.000 roti per hari. Meskipun akhir-akhir ini penjualan sedang sepi, Nelly masih tetap optimis akan mampu mengembangkan usahanya.

“Sementara ini kita kurangi produksinya. Nanti kalau ekonomi membaik, kita tingkatkan lagi,” paparmya dengan sedikit berteori untuk mengurangi resiko yang mungkin akan dihadapi. Selain pembelian yang menurun, Nelly juga merasakan bahwa persaingan semakin ketat dan harga bahan baku terus melonjak.

“Kalau harga roti dinaikkan, tidak mungkin karena daya beli masyarakat juga berkurang,” aku Nelly. “Meskipun harga bahan baku naik, kita tetap berusaha menjaga rasa dan kualitas roti, hanya saja ukuran roti yang sedikit dikecilkan,” tambahnya sambil menutup wawancara sore itu.

Selamat deh, semoga terus sukses.

[Tasya dan Marda]

“Jaroe bak langai, mata u pasai”

Biro Perekonomian Setda Aceh 35

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

Nanggroe

Nilam Makin Jarang di Barat Daya Oleh : Yusnizar

K

abupaten Aceh Barat Daya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abdya resmi berdiri setelah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2002. Saat masih bergabung dengan Kabupaten Aceh Selatan, mungkin semua orang pasti tertuju ke kabupaten itu ada pala, cengkeh dan bisa juga dikatakan sebagai penghasil tanaman nilam.

Namun seiring berkembang zaman, tanaman rakyat yang kebanyakan diolah secara tradisional itu oleh masyarakat Abdya pada umumnya sekarang mulai hilang, bahkan banyak masyarakat di sana sudah beralih menanam tanaman jenis lainya.

Dikutip berbagai sumber, Nilam, tanaman asli asal Filipina yang mempunyai nama (Pogostemon Patcchouli atau Pogostemon cablin benth alias pogostemon menthe) sama sekali tak ada kaitanya dengan jenis ikan nila.

Nilam merupakan tumbuhan semak

36

yang mempunyai tinggi sekira 0,51 meter, bahkan percabangannya banyak dan bertingkat mengitari batangnya. Pun demikian, tanaman ini sudah pasti berbulu dan harum.

Selain itu, ciri-ciri tanaman ini juga mempunyai radius cabang melebar 60 sentimeter. Batangnya berkayu persegi empat dengan diameter 10-20 sentimter, nilam juga berwarna keungu-unguan. Sedangkan daunnya berwarna hijau tersusun dalam pasangan berlawanan.

Ada yang berbentuk bulat lonjong dengan panjang 10 sentimeter, lebar 8 sentimeter, ujungnya agak meruncing dan tangkai daunnya sekitar 4 sentimeter berwarna hijau kemerahan.

Amir dan Maman, dua warga asal Kecamatan Blangpidie ketika ditanya mengenai tanaman nilam ini mengatakan, nilam dapat tumbuh dimana saja dan bisa ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya. Namun nilam

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

akan tumbuh baik pada ketinggian seperti dilereng gunung, selain itu nilam tahan kering.

Amin juga menyebutkan, sebagian masyarakat Aceh mungkin belum mengetahui banyak tentang manfaat tanaman yang satu ini, padahal nilam paling banyak tumbuh di beberapa wilayah Indoensia, bila dibudidayakan dalam skala besar, tanaman ini cukup menjanjikan karena selain untuk kebutuhan pribadi, nilam juga dijual dengan harga tinggi kala itu.

Namun sayang kata Amir yang didampingi Maman, kegiatan perkebunan nilam di Abdya khususnya telah lama hilang, “saya tidak tahu kenapa warga tidak menanam lagi nilam, memang waktu harganya tinggi warga ramai-ramai tanam nilam, tapi sekarang tanaman itu sangat susah dijumpai,”ujar mereka ketika ditemui wartawan majalah ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Abdya, Zainuddin, SP menga-

Nanggroe takan, banyak khasiat dan kegunaan nilam antara lain air rebusan daun nilam dapat digunakan untuk mengobati sakit asma, batuk dan demam.

Daun nilam yang beraroma menghasilkan minyak pati yang dikenal sebagai ‘patchouli oil’.

Selain itu minyak nilam juga digunakan untuk membuat sabun, bahan pencuci, berbagai keperluan lainnya.

Zainuddin juga menceritakan, banyak kendala yang dihadapi petani nilam, selain harganya yang sekarang menjadi sangat murah dan modal yang tidak tersedia membuat warga lebih memilih menanam tanam lain seperti sawit dan padi.

Dikatakan, mengenai ekspor nilam ke luar, ia mengaku belum mengarah ke sana, “bagaimana kita ekspor, sedangkan usaha nilam saja sekarang tidak ada lagi,”katanya seraya menambahkan, kontribusi nilam untuk PAD memang belum ada kecuali tanaman lain seperti padi mungkin ada karena ada kilang padi sehingga pajaknya mengalir ke PAD Abdya.

Ketika ditanya target pemerintah

daerah untuk membangun industri pengolahan nilam. Zainuddin mengatakan, tidak ada target apa-apa, sebab usaha nilam sudah tidak ada lagi, kecuali ketel (alat pengolah nilam) mungkin masih ada di tempat masyarakat. Sebab yang menjadi kendala bagi petani adalah modal dan masalah harga yang tidak jelas, naik turun. “Kalau harga tinggi warga pasti menanam nilam, sebab lahan tersedia,”katanya.

Zainuddin juga menceritakan, cara menghasilkan minyak nilam yang bagus yaitu dari ketel akan keluar uap, kemudian dialirkan lewat pipa yang terhubung dengan kondensor (pendingin). Uap itu kemudian berubah menjadi air, lalu air yang sesungguhnya merupakan campuran air dan minyak itu akan menetes di ujung pipa dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya, dilakukan proses pemisahan sehingga menjadi minyak nilam yang benar-benar murni.

Selain itu, sistem penyulingan uap menjamin kesempurnaan produksi minyak atsiri, karena pada sistem ini bahan tidak kontak lang-

sung dengan air maupun api. Sebab prinsipnya, uap bertekanan tinggi dialirkan dari ketel perebus air ke ketel berisi daun nilam (ada dua ketel).

Pun demikian katanya, uap air yang keluar dialirkan lewat pipa menuju kondensor sehingga mengalami kondensasi. Karena cairan (campuran air dan minyak) yang menetes ditampung, selanjutnya dipisahkan untuk mendapatkan minyak nilam.

“Supaya tanaman terhindar dari hama seperti hama phytoptora, serangga perusak daun, nematoda, penyakit buduk, busuk batang, luka batang, dan gejala defisiensi, juga ulat pemakan daun, ulat penggulung daun dan belalang, sebaiknya ditanam pada lahan yang agak terlindung dan cukup sinar matahari,”kata Zainuddin yang mengaku harus mencari bahan tentang nilam ini ke berbagai sumber.

“Untuk memperbanyak daun muda, maka harus dilakukan dengan cara pemangkasan. Nilam bisa dianggap siapa panen atau matang bila sudah menginjak umur 6 bulan atau 8 bulan,”demikian Kepala Dinas Pertanian Abdya, Zainuddin, SP. [Yusni Zar].

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

37

Nanggroe

Harga Pinang Kering Naik

Kabupaten Bener Merah Ikut Program Swasembada Gula Redelong â&#x20AC;&#x201C; Dalam rangka mendukung program nasional swasembada gula tahun 2014, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah turut andil dalam program tersebut dengan mempersiapkan lahan seluas 37.000 hektar untuk pengembangan tanaman tebu. Kondisi hawa dingin yang menyelimuti seluruh wilayah yang berada didataran tinggi Gayo ini, sangat potensial untuk mengembangkan perkebunan tebu. Untuk tahap awal, pemerintah setempat telah mendatangkan sebanyak 83 ribu mata bibit tebu dari Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dan akan disemai di Bener Meriah.

38

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Blangpidie â&#x20AC;&#x201C; Belakangan ini, Harga biji pinang kering di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) berangsur naik seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Harga beli ditingkat tingkat agen penampung telah mencapai Rp 6.000 per kilogram. Kondisi ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan harga tahun lalu yang hanya berkisar Rp 3.000 â&#x20AC;&#x201C; Rp 4.000, per kilogram. Diperkirakan harga pinang akan terus beranjak naik.

Pinang merupakan salah satu komoditas andalan kabupaten yang beribukota Blangpidie ini.

Nanggroe

Stok Kelapa Menipis di Beberapa Daerah Jeuram - Stok kelapa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tenggara dilaporkan mulai menipis, akibatnya harga jual semakin naik hingga dua kali lipat. Kelangkaan ini terjadi karena komoditas tersebut banyak yang dipasarkan ke Medan.

Sementara itu, di Kecamatan Bandar baru, Kabupaten Pidie Jaya, harga kelapa naik hingga dua kali lipat menyusul meningkatnya permintaan selama bulan Maulid. Sebelumnya harga kelapa per butir hanya Rp 1.000 dan sekarang naik menjadi Rp 2.000. Biasanya, untuk ukuran kelapa kecil per butirnya mencapai Rp 1.000, namun sekarang menjadi Rp 2.000. Sedangkan untuk ukuran besar, dari Rp 2.000 naik menjadi Rp 3.000. Hal yang sama juga terjadi di Subulussalam. Harga buah kelapa di Subulussalam belakangan ini mengalami kenaikan drastis hingga 100 persen. Jika sebelumnya kelapa biasa dijual Rp 1.500 - 2.000 per kilonya, kini melambung ke harga Rp 4.000 per butir.

Harga Cabai Semakin Pedas Singkil - Harga cabai di Kabupaten Aceh Singkil, makin terasa pedas.

Harga cabai merah bahkan menembus Rp 50.000 per kilogram. Sedangakan harga sebelumnya hanya berkisar Rp 40 ribu perkilo. Sementara harga cabai rawit bertengger pada harga Rp 60.000 per kilonya atau naik Rp 20.000 dari harga sebelumnya, Rp 40.000.

Tingginya harga cabai disebabkan karena produksi cabai yang menurun juga minimnya pasokan dari Sumatera Utara. Naiknya harga cabai juga diikuti harga kebutuhan pokok lainnya

Lembaga Keuangan Mikro Tumbuh Pesat di Aceh Banda Aceh â&#x20AC;&#x201C; Lembaga keuangan mikro seperti Baitul Qiradh (BQ) mengalami pertumbuhan pesat di Aceh. Jumlahnya di Aceh diperkirakan sudah mencapai seratusan unit. Memang sebelumnya sempat mengalami kemunduran karena hanya beberapa yang aktif.

Tetapi beberapa tahun terakhir BQ kembali menggeliat sehingga jumlahnya saat ini mencapai sekitar 100 unit. Sementara itu, BPR/S di Aceh telah menyalurkan kredit selama tahun 2010 mencapai Rp 130 miliar dan pada tahun 2011 ini target penyaluran diharapkan bisa meningkat mencapai 15 hingga 20 persen.

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

39

Nasional

Rakyat Aceh Menjadi “I Garuda, Perlukah?

Stockholder

(Wawancara dengan Dr. Said Musnadi, SE, M.Si, Pakar Pasar Modal Aceh)

40

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

k ben Garuda, Vishnoe’s vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden. Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya, menjulang tinggi diatas kepulauanmu.” Itulah kalimat yang keluar dari mulut sang proklamator, Bung Karno, saat memberi nama pada pesawat Garuda yang kini menjadi kebanggaan Indonesia.

Menilik sejarah, maskapai Garuda lahir dari kutipan-kutipan keikhlasan rakyat Aceh pada tahun 1940an. Pe-

Nasional sawat pertama rakyat Aceh bernama Seulawah, diambil dari nama gunung terkenal di Aceh. Dana untuk membeli pesawat ini didapatkan dari sumbangan rakyat Aceh, yaitu sebesar 20 kg emas. Pada saat itu, Bung Karno meminta rakyat Aceh membantu pembelian pesawat yang dinamakan Seulawah I dan II. Pada awalnya, rakyat Aceh masih enggan untuk memberikan sumbangan. Bung Karno dengan taktik mogok makan berhasil merebut hati rakyat Aceh hingga mau menyumbang untuk pembelian pesawat bagi pemerintahan dalam rangka merebut kemerdekaan. Namun, setelah kemerdekaan, pesawat ini tidak lagi digunakan untuk urusan pemerintahan, tapi telah menjadi alat transportasi nasional, Garuda.

Garuda kembali mengepak sayapnya dengan menjadi perusahaan penerbangan pertama di Indonesia yang go public meski banyak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Pada tanggal 2-8 Februari 2011, Garuda melakukan IPO di pasar perdana dan cukup menyita perhatian para investor. IPO ini di

lakukan di beberapa daerah di Indonesia, tak terkecuali di Aceh. Garuda membuka dengan harga saham Rp 700 dan melempar 6,34 milyar lembar saham. Saat itu terjual 3,33 milyar lembar saham pada publik dan sisanya di tanggung oleh penjamin (underwriter). Harga saham Garuda terus berfluktuasi dan terakir turun menjadi Rp 540.

Mungkinkah rakyat Aceh mempunyai hak atas kepemilikan saham Garuda? Bila melihat sejarah, rakyat Acehlah penanam modal pertama pada bayi Garuda. Menilai dari segi manajemen keuangan, rakyat Aceh bisa mendapatkan saham kepemilikan bila ada pengakuan dari perusahaan. Pengakuan dari perusahaan tersebut berupa pembagian dividen.

Rasa emosional memang masih kuat pada rakyat Aceh bila di singgung tentang Garuda. Walau tidak tertera secara hitam di atas putih, rakyat Aceh menganggap Garuda adalah Seulawahnya, hasil keringat rakyat Aceh. Lalu bagaimana para investor Aceh menanggapi hal ini?

Hasil wawancara dengan penga-

mat pasar modal Aceh, Dr. Said Musnadi SE, M.Si, menyatakan bahwa, â&#x20AC;&#x153;Bagi seorang investor yang bijak, dalam memilih investasi hendaknya memilih secara rasional bukan emosional. Bila di lihat dari prospektus yang di keluarkan Garuda saat IPO, kita bisa menilai bahwa sangat rasional bila Saham Garuda turun.

Dari segi keuntungan, saham-saham perusahaan Air Lines (termasuk Garuda) tidak memiliki prospek yang baik. Dari pengalaman, perusahan penerbangan memang kurang bisa memberikan prospek keuntungan yang baik karena ketidakpastian tingkat risiko yang tingi disebabkan harga minyak dunia sebagai bahan bakar pesawat sedang bergejolak dan cenderung terus naik pada harga tertinggi. Walaupun tingkat pertumbuhan penumpang pesawat udara naik 10-15 % pertahun, tetapi bila di barengi dengan lonjakan harga minyak yang melebihi pertumbuhan tersebut, tentu akan merugi.â&#x20AC;?

Garuda sendiri justru tengah merugi, hutang mereka pada Bank Mandiri di konversikan. [Ainul Bashirah]

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

41

Internasional

Timur Tengah Bergolak, Ekonomi Dunia Tersedak G

ejolak politik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara akhir-akhir ini telah berdampak terhadap guncangan perekonomian global. Pernyataan Khadafi dan anak lelakinya Saif Al Islami bahwa mereka akan bertahan “hingga titik darah penghabisan“ telah meningkatkan keresahan di dunia termasuk dari kalangan investor global. Hal ini terlihat jelas pada kondisi pasar modal, pasar komoditas, dan pasar logam mulia. Bursa-bursa saham global rontok akibat makin tegangnya kondisi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Indeks perdagangan saham gabungan pada beberapa bursa ternama dunia mengalami guncangan hebat.

Bloomberg.com melaporkan bahwa pada bulan February 2011, bursa AS melemah sehingga menyebabkan indikator Standard & Poor’s 500 Index mengalami penurunan terbesar sejak Agustus seiring eskalasi kekerasan yang terjadi di Libya dan faktor dalam negeri yaitu penjualan Wal-Mart Stores Inc. Saham Wal-Mart jatuh 3,1%, terbesar sejak 20 Mei, Bank of America Corp. juga melemah 3,9%, Freeport – McMoRan Copper & Gold Inc. jatuh 4,9% seiring dengan jatuhnya harga tembaga selama 3 bulan terakhir. Exxon Mobil

42

NASDAQ, salah satu bursa saham terbesar di dunia

Corp. dan Chevron Corp. mengalami reli ketika suhu politik di Timur Tengah meninggi sehingga membuat harga minyak tertinggi dalam 2 tahun terakhir. Akibatnya, saham Arca Airline Index jatuh 5,2% seiring dengan meningkatnya harga minyak sehingga menggerus keuntungan perusahaan penerbangan itu.

Kondisi ini kembali memburuk pada awal April (8/4) seiring pergerakan harga minyak mentah yang kemungkinan akan memperlambat perekonomian global. Caterpillar Inc. (CAT) mengalami penurunan terbesar pada rata-rata industry Dow Jones, kehilangan sebesar 2.9 persen, sedangkan Walt Disney Co. (DIS) menurun 2.5 persen. FedEx Corp., yang menjalankan usaha kargo terbesar di dunia, merosot 4 persen ketika harga minyak naik 4.5 persen.

Tom Mangan, yang mengelola dana luar negeri sebesar $2,5 miliar pada James Investment Research Inc. yang berpusat di Xenia, Ohio, mengatakan bahwa pasar mengalami perubahan yang ekstrem. “Jika kekerasan di Libya bisa menimbulkan perang sipil, maka itu meningkatkan risiko bahwa pasokan minyak akan terhambat. Kemungkinan harga minyak akan terkoreksi sekitar 5%-10%,” katanya

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

pada bulan Februari. Prediksinya terbukti. Krisis Libya meningkat menjadi perang dan harga minyak dunia langsung meroket drastis. Pasar New York mencatat harga minyak mentah melonjak 8,6% sekitar US$93,57 per barrel ketika tentara Libya melakukan disersi dari pemerintahan Khadafi. Di pasar Eropa bahkan mencapai lebih US$108 per barrel pada tanggal 21 Februari, tertinggi sejak sebelum resesi pada September 2008.

Subramanya Bettadapura, Director Energy & Power Systems Frost & Sullivan Asia Pacific, Kuala Lumpur seperti dikutip Bisnis.com (31/3) mengatakan bahwa harga minyak dunia di semua negara berada pada kisaran US$108 per barel dan berpotensi menembus U$120 mulai bulan depan. “Jika kerusuhan di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara terus berlanjut dalam waktu yang lama dan meluas ke Arab Saudi, harga minyak mentah dunia bisa melambung tinggi, yakni mencapai US$175 per barel,” prediksinya.

Sementara itu, kepala pusat penelitian minyak pada Barclays Capital, Paul Horsnell, menjelaskan situasi saat in berpotensi lebih buruk dibandingkan krisis Iran tahun 1979.

“Revolusi hanya terjadi di satu ne-

Internasional gara, tetapi disini ada banyak negara yang terimbas sekaligus.â&#x20AC;? Â Tempo interaktif (2/3) melaporkan bahwa memanasnya situasi politik di Timur Tengah dan Afrika Utara serta kekhawatiran tingginya inflasi membuat pemodal mengalihkan investasinya ke emas. Alhasil, harga emas naik ke level tertinggi baru. Harga emas untuk kontrak bulan April kembali naik US$ 21,3 (1,5 persen) ke level 1.431,2 per troy ounce di bursa komoditas New York.

Namun, sore ini harga emas sedikit turun US$ 1,3 (0,09 persen) menjadi

di US$ 814,35 per troy ounce. Naiknya penjualan kendaraan di bulan Februari membantu kenaikan harga platinum dan palladium, karena logam ini digunakan sebagai katalis konversi mobil.

Sehingga pergerakan harga logam jenis ini juga sering dipengaruhi oleh berita penjualan mobil dunia. Dan untuk komoditas tembaga harganya naik 1 sen (0,3 persen) menjadi US$ 4,49 per pon.

Krisis Timur Tengah dan Afrika Utara jelas berdampak terhadap ekonomi dunia. Untuk Indonesia, mungkin dalam jangka pendek tidak

itu, krisis ini juga bisa menyebabkan meningkatnya biaya pengangkutan dan asuransi kapal. Kenyataan ini jelas mempengaruhi pasar keuangan dunia, termasuk di Asia, sehingga ketidakpastian pasar di negara-negara Asia termasuk Indonesia akan naik.

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang PS Brojonegoro menargetkan akumulasi inflasi selama triwulan ini akan mencapai satu persen. â&#x20AC;&#x153;Butuh kerja keras untuk mencapai asumsi inflasi yang dibuat pemerintah sebesar 5,3 persen tahun ini,â&#x20AC;? papar dia. Lebih

1.429,9 per troy ounce.

Harga perak juga mencapai puncak tertinggi dalam tiga dekade. Harga perak untuk antaran bulan April juga naik 61 sen (1,8 persen) menjadi US$ 34,43 per ounce. Ini merupakan harga tertingginya sejak awal tahun 1980, setelah sempat berada di atas US$ 50 per ounce.

Harga berjangka platinum untuk antaran bulan April juga naik US$ 35,9 (2 persen) menjadi US$ 1.845,1 per troy ounce. Dan untuk logam mulia lainnya palladium untuk kontrak bulan Maret juga naik US$ 16,7 (2,1 persen) menja-

akan berdampak secara langsung mengingat hubungan dagang langsung antara Indonesia dan Timur Tengah atau Afrika Utara memang sangat kecil. Sejauh ini, pasar ekspor Indonesia lebih banyak mengarah ke kawasan Asia daripada kawasan Timur Tengah. Akan tetapi gejolak ini akan mendorong harga komoditas di pasar global, terutama pangan dan energi. Artinya, krisis Timur Tengah dan Afrika Utara meningkatkan risiko dan premi risiko untuk lalu lintas perdagangan barang global, termasuk Indonesia. Tidak hanya

jauh dia mamaparkan bahwa tekanan inflasi tidak hanya sekedar masalah pangan, namun faktor-faktor lainnya seperti harga minyak masih menjadi kuda hitam.

Sementara itu, kondisi perekonomian Aceh sejauh ini relatif masih stabil meskipun terjadi sedikit inflasi.

Kepala BPS Aceh Syeh Suhaimi mengatakan bahwa secara year on year (Maret 2010 - Maret 2011) Aceh mengalami inflasi sebesar 6,12 persen.

Sedangkan laju inflasi Aceh pada triwulan pertama tahun 2011 tercatat hanya sebesar 0,44 persen. [adek]

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

43

Internasional

Pasca Bencana:

Permintaan

Komoditas Meningkat

P

aska bencana beruntun di beberapa negara seperti banjir di Australia, gempa bumi di Selandia Baru, serta gempa dan tsunami di Jepang yang turut menimbulkan ancaman radiasi nuklir telah mengakibatkan meningkatnya permintaan komoditas hasil pertanian, minyak dan gas. Namun hal ini tidak berlaku pada komoditas industri. Komoditas seperti minyak mentah, bijih besi, besi baja dan tembaga cenderung menurun selama minggu-minggu terakhir ini. Permintaan platinum dan paladium melemah seiring terhentinya produksi mobil-mobil Jepang seperti Toyota, Nissan dan Honda.

Sementara itu, Bank Dunia memprediksi ekspor komoditas Indonesia ke Jepang bakal meningkat pada semester II tahun 2011. Pasalnya, Jepang membutuhkan banyak komoditas guna melakukan rekonstruksi pascabencana gempa bumi dan tsunami.

“Perbaikan infrastruktur dan reaktor nuklir di Jepang menjadi salah satu alasan peningkatan permintaan terhadap komoditas. Saya melihat adanya permintaan gas dan batu bara dari Indonesia ke Jepang,” kata Senior Economist Bank Dunia Enrique Blanco Armas pada acara Bank Dunia yang bertajuk Laporan Pemutakhiran Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia, di Jakarta, Selasa (21/3) seperti dikutip batavia.com.

Secara implisit, lembaga keuangan internasional tersebut menyatakan dampak bencana Jepang bakal menguntungkan industri di Indonesia, khususnya yang bergerak di sektor gas dan minyak bumi. Industri tersebut diyakini bakal kebanjiran permintaan dari Negeri Matahari Terbit itu. “Kalau saya pengusaha atau eksportir (di Indonesia), saya akan bersiap memproduksi lebih banyak

44

barang,” ujar dia.

Ekspor Komoditas Aceh Barang-barang komoditi Aceh umumnya diekspor ke sejumlah negara Asia seperti Jepang, Korea, India dan Malaysia. Disamping sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Inggris, Belgia, Amerika Serikat dan Kanada. BPS mencatat bahwa total nilai ekspor Provinsi Aceh pada tahun 2009 mencapai US$ 1.138,02 juta, turun drastis (49%) dari tahun 2008 dengan total nilai ekspor sebesar US$ 2.234,13 juta. Hasil produksi migas masih mendominasi nilai ekspor Aceh sebesar 92 persen. Kontribusi ekspor pupuk tercatat sebesar 7 persen, karet 1 persen dan komoditas ikan dan hasil laut lainnya sebesar 0,7 persen.

Kegiatan ekspor utamanya dilakukan melalui Pelabuhan Blang Lancang (Arun). Sebagian kecil aktifitas ekspor dilakukan di Pelabuhan Krueng Geukuh, Lhokseumawe dan pelabuhan Kuala Langsa. Ekspor pupuk dan amoniak dilakukan lewat Pelabuhan Krueng Guekueh, Lhokseumawe. Sedangkan hasil industri lainnya seperti Arang Kayu, Urea Formaldehyde, Blangkas dan Whole Coconut diekspor melalui Pelubuhan Kuala Langsa. Khusus barang non migas, diekspor melalui pelebuhan khusus, yakni Pelabuhan Blang Lancang Aceh Utara.

Secara keseluruhan, negara tujuan ekspor utama Provinsi Aceh masih dominan ke negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea serta negara-negara Asia lainnya seperti India dan Singapura.

Meskipun demikian, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh Syech Suhaimi mengakui bahwa aktivitas perdagangan luar negeri melalui pelabuhan Belawan masih ada. “Komoditas yang diekspor melalui pelabuhan Belawan

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

adalah kopi, ikan, udang, karet, kayu dan kain krosja,” papar Suhaimi lebih lanjut.

Volume ekspor komoditas nonmigas Provinsi Aceh melalui pelabuhan Belawan, Sumatera Utara pada tahun 2009 tercatat mencapai 6.664 ton dengan nilai US$ 17,19 juta. Ini setara dengan 21, 2 persen dari total nilai ekspor yang dilakukan di pelabuhan Aceh pada tahun yang sama.

Menyadari kenyataan ini, Kepala Biro Perekonomian Aceh T. Sofyan SE.Ak, MM menandaskan perlunya segera menyikapi kondisi ini. “Pemerintah telah dan akan terus berusaha mengatasi masalah ini melalui berbagai kebijakan untuk mendorong pengusaha Aceh melakukan kegiatan ekspor dari pelabuhan sendiri,” papar T. Sofyan dengan serius.

Dia mengungkapkan bahwa Pemerintah Aceh telah berupaya keras untuk mendorong ekspor melalui pelabuhan sendiri. Antara lain dengan membentuk Tim Pengembangan Perdagangan Pelabuhan Krueng Geukueh (TP3KG), memberikan pelatihan ekspor kepada pengusaha bekerjasama dengan AGTP-UNDP, membangun Sistem Resi Gudang untuk menampung komoditas pertanian Aceh, menjajaki kerjasama perdagangan dengan pengusaha China melalui Kedubes RI di Beijing dan Konjen di Guang Zhou, kerjasama perdagangan dengan Pemerintah Malaysia, dll. “Kita tahu bahwa hasilnya belum memuaskan. Masalah ekspor memerlukan kerjasama banyak pihak. Mulai dari fasilitas pelabuhan, dukungan operasional PT Pelindo selaku BUMN yang mengelola pelabuhan, kesiapan pengusaha, ketersediaan barang yang akan diekspor dalam jumlah besar dan kontiniu, serta kerjasama dengan pemilik kapal dan kepastian pembeli di luar negeri,” tutup Sofyan sambil berharap ke depan ekspor melalui pelabuhan Aceh dapat meningkat. [adek]

Internasional

“Damailah Aceh

Sepanjang Masa, Sambut Mentari

Pagi dengan

Gembira”

Biro Perekonomian Setda Aceh 45

AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 |

46

| ACEH ECON O M IC R E V IE W | E DIS I P E R DA NA | APR I L 2 0 1 1

Biro Perekonomian Setda Aceh Mengucapkan Selamat & Sukses Atas Pelantikan PENGURUS BARU BANK ACEH 2011 – 2015

KOMISARIS T. SETIA BUDI ( KOMISARIS UTAMA ) MUHAMMAD JAMIL ( KOMISARIS ) HUSAINI ISMAIL ( KOMISARIS ) ISLAHUDDIN ( KOMISARIS ) MIRZA TABRANI ( KOMISARIS INDEPENDEN ) DIREKSI ISLAMUDDIN BUSRA ABDULLAH IRFAN SOFNI TAWAKAL ALAIHI HAIZIR SULAIMAN

( DIREKTUR UTAMA ) ( DIREKTUR PEMASARAN ) ( DIREKTUR UMUM & SDM ) ( DIREKTUR KEPATUHAN ) ( DIREKTUR SYARIAH )

Semoga sukses dalam menjalankan tugasnya dan selalu mendapat berkah dari Allah SWT. Amin ttd T. Sofyan, SE. Ak., MM Kepala AC E H E CO N O MI C R E VI E W | E D I S I PE R DAN A | APR I L 2 0 11 | 47

4 48 8

| A ACEH CEH C EH E H ECON EC ON O M IIC E C R E V IE I E W | E DIS D IIS S I P E R DA D A NA N A | APR AP PR RIL 2011