Aceh Economic Review Edisi IV Oktober - Desember 2017

Page 1

Edisi Oktober - Desember 2017

A Comprehensive In-depth Review of Aceh Economy

LAGI, ACEH DORONG INVESTASI ISSN

2089-4465

9 772089 446550


Biro Perekonomian Setda Aceh


S a l e um si k a d e R

Drs. Muhammad Raudhi, M.Si (Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh)

Assalamualaikum wr.wb. Pembaca yang budiman, selamat berjum­ pa lagi pada edisi penutup tahun 2017 ini. Rasanya baru saja kemarin kami menyapa Anda dengan ucapan selamat menyambut tahun baru 2017. Kini, tak terasa kita hampir memasuki masa penghujung tahun. Melalui edisi kali ini, kami kembali mengangkat Laporan Utama tentang investasi Aceh. Topik ini pernah kita angkat pada Edisi kedua tahun lalu. Namun, kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Nova Iriansyah memberi perhatian serius terhadap hal ini. Sehingga, investasi ditempatkan sebagai salah satu agenda penting di awal pemerintahannya.

Menurunnya nilai investasi di Aceh dalam dua tahun terakhir menjadi dasar bagi Pemerintah Aceh untuk melakukan langkah-langkah stra­ tegis terkait investasi. Pentingnya peranan inves­ tasi dalam menyediakan kesempatan kerja, menurunkan angka pengangguran, mening­ katkan pendapatan masyarakat, dan akhirnya mendorong daya beli dan perekonomian daerah menjadi alasan yang utama. Oleh sebab itu, kami mengajak semua kalangan, para politisi, aparat penegak hukum, akademisi, cerdik pandai, para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk bersama-sama mendorong budaya yang ramah terhadap investasi. Kita bergandengan tangan mencegah dan melawan pihak-pihak yang mengganggu masuknya investasi. Demi masa depan rakyat Aceh yang makmur dan sejahtera. Melalui edisi kali ini, kami juga kembali mengajak pembaca untuk mengapresiasi para pengusaha kecil kita dan pahlawan penjaga warisan budaya Aceh. Dalam rubrik sosok, kami tampilkan dua pemuda yang juga pengusaha kopi dari Bener Meriah, yakni Mahdi Usati dan Fitra Cahyadi yang memperoleh sertifikat Q-grader sebagai coffee cupper – pencicip kopi kelas dunia. Mereka adalah ‘mesin penguji kualitas kopi berjalan’ di Aceh. Kepiawaiannya dalam mencicipi dan membandingkan cita rasa kopi berdasarkan jenisnya telah diakui dunia. Mereka menjadi rujukan pengusaha kopi mancanegara sebelum membeli kopi di Aceh. Selanjutnya, dalam rubrik peluang usaha, kami tampilkan sosok anak muda pegiat disain grafis yang mampu meraup jutaan dengan menjual karya seni logo dan grafik disain lainnya di situs internet mancanegara. Pada rubrik wisata, kami ajak Anda menikmati pesisir Pantai Lhokseudue yang bergaya ala Maldives. Belum pernah ke sana? Silahkan baca dan nikmati foto-foto eklusifnya di sini. Pada kesempatan kali ini, kami infokan juga perkembangan pembangunan jalan Tol Aceh – Medan yang sudah memasuki tahap pembangunan di rubrik nasional. Perkembangan ekonomi daerah seperti isu seputar Migas Aceh, Perizinan Aceh, dapat Anda simak di rubrik Nanggroe. Sebagai penutup, izinkan kami menukilkan salah satu hadist Baginda Rasulullah SAW betapa kita diwajibkan untuk berusaha mening­ katkan perekonomian keluarga kita. Nabi SAW bersabda, “Sungguh alangkah baik jika salah seorang di antara kalian (umatku) yang mencari seikat kayu bakar dan mengikatnya kemudian memikulnya dan menjualnya dengan membuka wajah (tanpa rasa malu} karena Allah SWT, daripada meminta-minta kepada orang lain baik diberi maupun tidak (HR. Al-Bukhari).” Semoga ikhtiar kita dalam membangun ekonomi Aceh akan diridhai Allah SWT. Selamat membaca... [AER]

REDAKSI

Pelindung : Gubernur dan Sekretaris Daerah Ketua Pengarah : Asisten Keistimewaan Aceh, Pembangunan dan

Ekonomi Aceh Wakil Ketua Pengarah : Drs. Muhammad Raudhi, M.Si

(Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh)

Pemimpin Redaksi : Nurhayati, SE, M.Si

(Kabag. Administrasi Sarana Perekonomian pada Biro Perekonomian) Wakil Pemimpin Redaksi : H. Mulyadi Nurdin, LC, MH (Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh)

Anggota : M. Surya Putra, SE, M.Si

Syarifah Masyitah

Redaktur Pelaksana : Ketua : Aridiansyah Putra, SE Sekretaris : Warda, SE, Ak., MM Anggota : Nurdin, S.Pd

Muhammad Iqbal, S.STP, M.Si

Redaksi :

Ketua : Dian Agusta, S.STP, MA

Sekreataris : Dewi Ertika Pane, S.S

Anggota : Kemalawati, BA

Marzuki, S.Sos Zaldi Akmal, SE, MM Mahdani

Staf Redaksi : Anggota : Zaldi Akmal, SE, MM

Syaiful Ardy

Managing Editor : Suhendra, SE

T. Muda Syurmanshah, SE Dimas Aldrian, SE

Wartawan : Mizla Sadrina, SE., Fauzan, Nazariandi, Mia, Miftah, Nanda, Aidil, Fitri, Jauhar, Febi, Lilis, Zulfurqan.

Redaksi/Kontributor : Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA,

Said Muniruddin, SE, MA, Miftachuddin Cut Adek, SE, M.Si,

Kartunis : Deky Konsultan Media : Adi Warsidi, Yoserizal Desain Grafis/Layout : Amir Faisal Alamat Redaksi Kantor Gubernur Aceh, Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh.

Selamat menikmati...

Email: bulletin.aer@gmail.com

Wassalam

Percetakan : PT AMG - Serambi Indonesia (Isi di luar tanggung jawab percetakan)


Daftar Isi

Laporan Utama

 Laporan Utama

6-7 Lagi, Aceh Dorong Investasi 8-10 Biro Perekonomian Setda Aceh Gelar Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian Se-Aceh 11-12 Aplikasi SAPA, Investasi di Aceh Semakin Mudah 13-14 Gubernur Aceh Gandeng Investor Asing Dalam Menangani Krisis Energi Listrik Aceh

Hal. 6 Nanggroe

 Investasi 15

Potensi Tuna Diincar Investor Aceh Targetkan 2.459 Ton/Tahun

 Infografis

16-17 Terobosan 100 Hari Pemerintahan Irwandi - Nova

 Nanggroe

18-19 Peluang Investasi Terbuka di Aceh 20-21 Izin investasi di Aceh selesai 1 hari berkat Aplikasi SAPA 22-23 Kilas Balik Tantangan Migas Aceh 24-25 Biro Perekonomian Sosialisasikan Kebijakan Subsidi Energi 26-27 Meningkatkan Kualitas SDM Melalui Program ‘Aceh Carong’ 28-29 Warung Kopi Di Aceh Butuh Q Grader Personal

Hal. 17 Peluang Usaha

 Analisa

30-31 Review Investasi Aceh

 Nasional

32-33 Jelang 2018, Pemerintah Serius Garap Proyek Tol Aceh - Binjai 34-35 Laut Untuk Kita

 Peluang Usaha

36-39 Dunia Digital Lahan Bisnis Para Desainer

Hal. 32

 Opini

40-41 Potret Ekonomi Kreatif Mewujudkan Aceh Kreatif Dalam Rangka Implementasi Salah Satu Visi dan Misi Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (Sebagai Sumber Inspirasi Kreatif Daerah)

Wisata

 Sosok

42-43 Sekelumit Kisah Diaspora Aceh; Bertugas di Kawasan Konflik

 Wisata

44-46 Pesona Pesisir Pantai Lhokseudu, “Maldives”nya Aceh

Hal. 44


Surat Pembaca

Zulkarnaini, SE | Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Majalah ini bagus saya sangat mendukung keberadaan media cetak ini. Artinya keberadaan media cetak dalam bentuk majalah dapat memberikan informasi-informasi mengenai progress laju perkembangan pertumbuhan perekonomian Provinsi Aceh dalam bidang atau sektor apapun baik mikro maupun makro. Selalu up-to-date. Malah bila perlu diterbitkan setiap bulannya, sehingga berita yang dimuat tidak basi. Agar selaras dengan komitmen Bapak Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yaitu khusus sangat memprioritaskan dalam hal kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi yang semakin tajam.

Kartina | Kepala Cabang PT. Bank BCA Banda Aceh Wah bagus ya majalahnya. Ini majalah dari mana, kok bisa bagus kayak gini? Oh, majalah dari kantor gubernur ya. Media seperti ini sangat bagus untuk sosialisasi dan edukasi tentang perekonomian Aceh. Maunya kita dibagi juga, biar bisa update perkembangan ekonomi daerah. Kan perbankan juga mitra pembangunan ekonomi daerah. Saya berharap Pemerintah Aceh dapat lebih memberdayakan perbankan swasta dalam pembangunan. Selama ini kita telah membuktikan dukungan yang besar bagi perkembangan pengusaha kecil dan menengah di Aceh.

Maghfirah Mukammil | Inong Duta Wisata Kota Banda Aceh 2017 Sebagai mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis, saya sangat suka membaca artikel maupun majalah yang membahas masalah ekonomi, peluang bisnis maupun keadaan sosial masyarakat terutama di daerah Aceh. Di majalah Aceh Economic Review ini saya bisa mendapatkan beberapa referensi baru mengenai perekonomian masa kini, kontennya juga sangat menarik. Favorit saya di kolom peluang bisnis, sangat menginspirasi. Sukses terus tim AER !!

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

5


Gubernur Aceh Irwandi Yusuf berbicara dalam Russia-Indonesia Busness Forum di Moscow Jumat (4/8/2017) (Humas Setda Aceh)

LAGI, ACEH DORONG INVESTASI Melihat potensi dan daya tarik investasi yang dimiliki Aceh, seharusnya Aceh mampu menjadi destinasi utama bagi investor. Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak ada alasan bagi penurunan investasi di Aceh. 6

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


Laporan Utama

G

ubernur Irwandi giat mengun­ dang investasi ke Aceh. Bukan kali ini saja, hal ini sudah dilakukannya hampir sepuluh tahun silam, ketika pertama menjabat sebagai Gubernur Aceh. Wajar, investasi, merupakan salah satu elemen penting dalam mendongkrak ekonomi suatu daerah/bangsa. Investasi yang dimaksudkan di sini adalah pengeluaran untuk belanja modal, seperti membeli mesin baru, membangun pabrik lebih besar, membeli robot untuk mengak­tifkan otomatisasi, dll., bukan menabung di bank. Melihat perkembangan investasi da­ lam dua tahun terakhir, wajar jika Guber­nur Irwandi sangat getol mengun­dang investor Asing. Hal ini merupakan salah satu bentuk komitmennya dalam merealisasikan visi ‘Aceh Hebat’. Melihat potensi dan daya tarik investasi yang dimiliki Aceh, seharusnya Aceh mampu menjadi destinasi utama bagi investor. Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak ada alasan bagi penurunan investasi di Aceh. Selama ini, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih mendominasi porsi realisasi investasi di Provinsi Aceh. Pada tahun 2016, capaian target investasi yang ditetapkan Badan Investasi dan Promosi Aceh mencapai 124,82 persen dengan nilai Rp 3,8 trilyun dari Rp 3,0 trilyun yang ditargetkan. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) hanya mencapai Rp 1,2 trilyun (38,68 %) dari total investasi tahun 2016. Namun, dari segi pencapaian total, terjadi penurunan dalam dua tahun terakhir. Inilah yang menjadi kegalauan banyak pihak. Capaian investasi Aceh mencapai puncaknya pada tahun 2014. Namun, setelah itu terus mengalami penurunan. Hal ini menjadi dasar bagi Pemerintah Aceh untuk mendongkrak investasi ke Aceh. Namun, mengundang inves­ tor memang tak semudah seperti mengundang tamu pernikahan. Ada banyak elemen yang perlu dipertimbangkan. Selain mem­ butuhkan kesiapan perangkat hukum dan perundang-undangan, juga dukungan dari semua elemen masyarakat. Maka, dalam

Ahmad Fadil, Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda, menandatangani kerjasama pendirian Badan Usaha Pembangunan dan Pengelola KEK Arun Lhokseumawe, Jumat (10112017) di Banda Aceh. (Foto: Humas Setda Aceh)

banyak kesempatan, gubernur, wakil gubernur dan para pejabat pemerintah di lingkup Provinsi Aceh selalu mengajak masyarakat untuk ramah terhadap inves­ tasi. Kita tidak boleh alergi dengan investasi, apalagi investasi asing. Salah satu yang dikeluhkan oleh calon investor di Aceh adalah sikap masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung investasi. Optimis Investasi Aceh Membaik Meski dalam dua tahun yang lalu investasi Aceh agak merosot, namun banyak pihak optimis tahun depan invetasi Aceh akan kembali meningkat. Melihat suksesi Pilkada yang berjalan damai awal tahun ini, banyak pihak merasa yakin ekonomi Aceh akan sema­­kin membaik. Tak kurang, komitmen Gubernur Aceh sangat jelas untuk menda­ tangkan investasi ke Aceh. Dalam Festival Indonesia 2017 di Moskow Agustus silam, Irwandi mengajak pengusaha Rusia untuk berinvestasi di Aceh, khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun – Lhokseumawe. Irwandi juga mena­ war­ kan berbagai peluang investasi stra­tegis lainnya, seperti

minyak dan gas, petrokimia, agroindustri (kopi), dan pari­wisata. Dalam acara penandatanganan pen­­di­ rian PT Patriot Nusantara Aceh yang akan mengelola KEK Arun di Lhokseumawe (12/11), Wakil Konsorsium KEK Arun, Achmad Fadhil yang juga Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda mengatakan, saat ini mereka sedang mempromosikan KEK Arun pada investor dalam negeri. “Kami berpikir sebaiknya kita undang juga investor dalam negeri untuk masuk ke KEK Arun. Agar industri cepat tumbuh. Setelah itu baru kita road show ke luar negeri,” ujarnya. Hal senada disampaikan juga oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Ir Iskandar MSc. Ia merasa optimis iklim investasi di Aceh akan terus mem­ baik. “Apalagi, berdasarkan penilaian Indonesia Attractiveness Award 2017 yang diumumkan pada 29 September lalu, Aceh berada pada peringkat sembilan di Indonesia sebagai provinsi terbaik bidang investasi,” ujarnya. [AER – foto-foto Humas Setda Aceh]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

7


Foto : Humas Setda Aceh

BIRO PEREKONOMIAN SETDA ACEH

GELAR RAPAT KOORDINASI BIDANG PEREKONOMIAN SE-ACEH Rapat Koordinasi Bidang Pereko­nomian se-Aceh Tahun 2017 ini dapat dijadikan ajang evaluasi keberhasilan dan kegagalan penerapan, pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, pengembangan tata kelola ekonomi Aceh pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu diharapkan akan dapat melahirkan pemikiran dan gagasan yang inovatif dan prospektif dari seluruh peserta rapat maupun para pelaku ekonomi Aceh untuk bersatu dalam mensinerjikan tantangan dan masalah yang sedang dan akan dihadapi dalam Tahun 2017 dan tahun-tahun mendatang. 8

Muhammad Raudhi Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


Laporan Utama

T

idak dapat dipungkiri, untuk dapat mempercepat pem­ bangu­ nan ekonomi di Aceh diperlukan peningkatan pena­ naman modal untuk mengolah potensi ekonominya menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam ataupun luar negeri. Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Perekonomian Se-Aceh yang di gelar di Setdako Sabang, Kepala Biro Per­ eko­ nomian Setda Aceh, Muhammad Raudhi, mengatakan pelaksanaan Rakor ini memberikan pemahaman dan menya­ makan persepsi terhadap berbagai regu­lasi dan upaya dalam mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif di Aceh. Peserta Rakor ini terdiri dari SKPA terkait, yaitu Dinas Penanaman Modal dan PTSP Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Dinas Peternakan Aceh, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh, Bappeda Aceh, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Aceh, Dinas Perhubungan Aceh, Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Dinas Pertanahan Aceh. Hal ini menyadari kondisi ekonomi Aceh yang saat ini perlahan tapi pasti beranjak lebih baik dari tahun ke tahun. Dari data yang ditunjukkan oleh Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Aceh (dengan Migas) tahun 2016 bergerak positif pada kisaran 3,31 persen, sedangkan pertumbuhan migas mencapai 4,31 persen. Sementara, untuk tahun berjalan sampai semester I tahun 2017 ini, ekonomi Aceh (dengan Migas) tumbuh sebesar

2017 sebesar 172 ribu orang, angka pertumbuhan ini menurun dibandingkan dengan keadaan Februari 2016 yang sebesar 182 ribu orang. Namun, jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2016, jumlah penganggur mengalami peningkatan sebesar 1.000 orang dari 171 ribu orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Februari 2017 mencapai 7,39 persen, lebih rendah 0,74 persen dari TPT bulan Februari 2016 sebesar 8,13 persen, dan lebih rendah 0,18 persen dari TPT bulan Agustus 2016 sebesar 7,57 persen. Kondisi seperti ini menjadi cermin bahwa kondisi ekonomi Aceh masih belum stabil. Dibutuhkan langkah dan strategi yang efektif untuk mendorong perbaikan ekonomi di berbagai sektor, terutama dalam mendorong peran sektor investasi swasta dalam mendukung per­ ce­ patan pembangunan daerah. 3,67 persen, sedangkan tanpa Migas pertumbuhannya adalah sebesar 3,54 persen. Raudhi menjelaskan lebih jauh, di sisi lain, dari data yang diperoleh dari BPS Aceh, persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun semakin menurun, walaupun pada Maret 2017 sempat mengalami peningkatan menjadi 16,89 persen. Menurutnya, kondisi ini didorong oleh membaiknya infrastruktur publik dan situasi keamanan yang semakin kon­ dusif yang akhirnya mendorong tum­­ buhnya sektor agro di Aceh, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang dapat menyediakan lapa­ ngan pekerjaan. Perlu diketahui, pertumbuhan angka pengangguran di Aceh pada Februari

Mempermudah Kesempatan Berinvestasi “Rapat Koordinasi Bidang Pereko­ nomian se-Aceh Tahun 2017 ini dapat dijadikan ajang evaluasi keberhasilan dan kegagalan penerapan, pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, pengembangan tata kelola ekonomi Aceh pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu diharapkan akan dapat melahirkan pemikiran dan gagasan yang inovatif dan prospektif dari seluruh peserta rapat maupun para pelaku ekonomi Aceh untuk bersatu dalam mensinerjikan tantangan dan masalah yang sedang dan akan dihadapi dalam Tahun 2017 dan tahuntahun mendatang,” lanjut Raudhi. Guna memudahkan kesempatan ber­

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

9


in­ vestasi di Indonesia, Pemerintah baru saja mengeluarkan serangkaian paket kebijakan ekonomi, antara lain, penerbitan Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha yang didukung dengan kebijakan Sistem Perizinan Terintegrasi serta Pelayanan Perizinan Investasi secara elektronik. Pemerintah Kabupaten/Kota harus dapat melakukan sosialisasi kepada masya­ rakat tentang manfaat investasi dalam perekonomian daerah, sehingga masyarakat dapat menerima investor swasta nasional maupun internasional. Dengan menerima mereka untuk berinvestasi, maka lapangan pekerjaan di Aceh akan semakin banyak terbuka. Penyerapan tenaga kerja inilah yang dapat menekan tingkat pengangguran lebih jauh lagi. Salah satu strategi untuk membangun situasi kondusif di Aceh adalah juga dengan melalui pengembangan sektor pariwisata. Semakin banyak wisatawan yang datang berkunjung ke suatu daerah, maka citra keamanan daerah itu pasti lebih baik.

Dengan pencitraan positif inilah investor tentu lebih yakin mengembangkan usahanya di Aceh. Itu sebabnya pariwisata selalu sebanding linier dengan tingkat investasi. Salah satu event penting mencapai hal itu adalah dengan pelaksanaan Sail Sabang yang berlangsung pada 28 November sampai 5 Desember 2017, sebuah event wisata internasional yang melibatkan peserta dari luar negeri. Dengan adanya event ini, citra positif akan Aceh akan semakin berkembang dan tersebar luas. Meninggalkan Program Pembangunan “Ego-Sektor” Dalam pemahaman perekonomian yang lebih luas hubungan antara kegiatan ekonomi, menunjukkan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis. Jenisjenis kegiatan baru bermunculan untuk mengisi kekosongan mata rantai kegiatan yang semakin panjang dan kait mengait, kemajuan di suatu sektor tidak mungkin dapat dicapai tanpa dukungan sektor-

sektor lain, begitu juga sebaliknya hilangnya kegiatan suatu sektor akan berdampak terhadap kegiatan sektor lainnya. Raudhi kembali menyebutkan bahwa konsep keterpaduan program pemba­ ngunan ekonomi menjadi semakin pen­ ting dalam era pembangunan jangka menengah dan jangka panjang secara ideal. Program pembangunan yang bersifat “Ego-Sektor” semakin tidak populer, hal itu dikarenakan dapat menimbulkan kerugian pada kepentingan pembangunan secara keseluruhan. “Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu kiranya dilakukan rapat koordinasi untuk menyamakan persepsi dan sinkronisasi untuk perencanaan pembangunan ekonomi antara Pemerin­tah Aceh dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang nantinya diharapkan akan ter­bentuk suatu sinergi program pem­ bangunan daerah di Provinsi Aceh yang mampu menangani dan memahami eko­nomi Aceh secara keseluruhan,” jelasnya. [DMS|AER/ Foto: Humas Setda Aceh]


Laporan Utama

Launching Sistem Aplikasi Perizinan Aceh

APLIKASI SAPA, INVESTASI DI ACEH SEMAKIN MUDAH

M

ewujudkan Aceh yang damai dan sejahtera, tidak hanya dari peran aktif Pemerintah semata. Peran dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerah berjuluk Serambi Mekah ini. Hal itu disampaikan oleh Wakil Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah MT, dalam sambutannya saat meresmikan peluncuran Sistem Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA) dan sosialisasi sistem informasi elektronik Perizinan, di Anjong Mon Mata Selasa 24 Oktober lalu. “Saat ini Pemerintah Aceh terus ber­ u­­­ paya membuka peluang dan mem­beri ruang kepada pihak swasta untuk mengembangkan

usahanya di Aceh,” katanya. Pemerintah Aceh telah memper­ siap­ kan tiga faktor pendukung, yaitu me­ nye­ diakan informasi tentang potensi dae­ rah yang mudah diakses oleh siapa saja. Kedua, menumbuhkan keyakinan calon investor tentang kepastian hukum bagi pengembangan usaha di Aceh, dan yang terakhir menjamin keamanan serta dukungan masyarakat dalam usaha menciptakan iklim investasi yang kondusif di Aceh. Kemudahan investasi juga dihadirkan lewat sebuah program yang disebut Sistem Informasi Aceh Terpadu atau SIAT. Program ini merupakan pengembangan dari sistem yang berbasis teknologi informasi. Dengan

diterapkannya pro­gram ini, berbagai infor­ masi pemba­ ngunan Aceh terkini akan tersaji dengan cepat dan dapat diakses oleh semua pihak. Lewat Aplikasi Perizinan Aceh atau SAPA yang dirancang Pemerintah Aceh melalui Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP), selain meningkatkan pelayanan bagi calon investor dalam mendapat izin mengem­ bangkan usaha di daerah ini, juga agar masyarakat dapat memantau kerja-kerja yang dilakukan Pemerintah Aceh. “Dalam pengembangan program ini, Pemerintah Aceh mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rangka

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

11


memperkuat semangat transparansi di Pemerintahan Aceh,” kata Wagub Aceh. Dalam konteks program, sistem ini mengadopsi aplikasi serupa yang sebe­ lumnya telah sukses dijalankan oleh Provinsi Jawa Barat. Setelah mengevaluasi semua sistem ini dengan akurat, maka hari ini Pemerintah Aceh secara resmi melaunching kehadiran program Apli­ kasi SAPA dalam rangka mendukung pengem­ bangan investasi di Aceh. Wagub meyakini, kehadiran program ini akan memudahkan kalangan dunia usaha dalam mendapatkan izin pengem­ bangan usaha di Aceh, sehingga pelayanan bagi calon investor akan lebih cepat, lebih efisien dan bersih dari pungutan liar. “Untuk itu saya menghimbau kalangan dunia usaha agar memanfaatkan kehadiran program ini, sehingga kita dapat memberdayakan potensi sumber daya yang ada di Aceh.” Sementara itu, Kepala Iskandar selaku Kepala Dinas PMPTSP Aceh menjelaskan, dengan kehadiran sistem online SAPA ini, pihaknya bisa menerima sebanyak 50 perizinan per hari. “Untuk keluarnya izin itu berbeda tergantung izin usaha apa yang diajukan oleh investor, waktunya bervariasi, ada yang 3 hari, lima hari bahkan ada yang 3 bulan,” ujar Iskandar. Menurutnya, tekad Pemerintah Aceh untuk mengundang investor telah mem­ buahkan hasil. Saat ini, dalam 100 hari kerja pasangan Irwandi Nova, Aceh men­ jadi daerah paling menarik investasi nomor 9 di Indonesia. Iskandar menambahkan, aplikasi SAPA bertujuan untuk mewujudkan proses e-perizinan yang sederhana, efisien, tran­ sparan dan amanah. Terbentuknya wadah pengaduan masyarakat, terciptanya apa­ ratur pelayanan yang bersih dan terin­ tegrasi, serta tersebarnya informasi e-perizi­ nan ke masyarakat luas. “Saat ini SAPA baru tersedia di tingkat Pemerintah Aceh. Ke depan, sebagai upaya memberi kemudahan investasi di seluruh Aceh, maka seluruh kabupaten/kota tentu harus terintegrasi dengan sistem ini,” sambung Iskandar. Kepala Satuan Tugas Wilayah II, Koor­ dinasi dan Supervisi Pencegahan Tin­ dak Pidana Korupsi KPK, Asep Rahmat Suwanda berpesan agar jika nantinya ada pengaduan dari masya­rakat terkait dengan SAPA, maka jangan dipersepsikan sebagai hal yang negatif. “Jangan dipersepsikan sebagai suatu hal yang negatif, karena itu merupakan sumber masukan bagi kita untuk mem­ per­ baiki layanan SAPA,” ujarnya. ***

12

Usai SAPA diluncurkan, sebuah peru­ sahaan mendirikan pabrik pengolahan Ikan Tuna di Aceh. Pembangunannya ditandai dengan peletakan batu per­ tama oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf terhadap pabrik milik PT. Yakin Pasifik Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, Kamis 2 November 2017. Gubernur berharap, perusahaan pengo­­­­­ lahan tuna tersebut dapat tum­ buh dan berkembang, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pening­­­katan pro­duksi perikanan Aceh, mening­ katkan kesejah­ teraan nela­yan dan mampu menjadi sumber pendapatan bagi Aceh. “Dengan lahirnya pabrik tersebut dapat menjadi pemicu semangat para pengusaha lain untuk berbis­ nis di sektor perikanan Aceh.” Potensi di sektor perikanan Aceh, kata Irwandi, selama ini belum tergarap maksimal. Padahal, tiga sisi Aceh berba­ tasan langsung dengan laut, sehingga menjadikan Aceh salah satu kawasan yang memiliki sumberdaya kelautan sangat besar. “Aceh memiliki luas kawasan laut mencapai 295 ribu km persegi dengan panjang garis pantai mencapai 2.666 kilometer,” ujarnya. Dengan luas kawasan laut sebesar itu, potensi perikanan Aceh diperkirakan mencapai ratusan ribu, bahkan mungkin jutaan ton per tahun. Salah satu jenis ikan yang menjadi produk perikanan andalan Aceh adalah Tuna. Dengan cita rasa yang lezat dan kandungan gizi sangat tinggi, Ikan Tuna banyak digemari, bukan hanya

oleh masyarakat Indonesia, melainkan juga seluruh masyarakat dunia. “Oleh sebab itu, wajar jika produksi ikan tuna ini sangat penting untuk dikembangkan,” ujar Irwandi. Mengutip data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, produksi ikan tuna yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Lampulo pada tahun 2016 sebanyak 2.459 ton, cukup meningkat dibanding tahun 2015 yang sebesar 2.119 ton. Dari jumlah tersebut, ada yang dijual untuk konsumsi lokal, ada yang dijual ke wilayah sekitar Aceh, seperti Sumatera Utara, dan ada juga yang diekspor ke mancanegara terutama Jepang. Pendukung potensi perikanan, Pe­ me­­ rintah Aceh akan terus berupaya untuk melengkapi berbagai hal maupun sarana atau fasilitas yang dibutuhkan, serta menggulirkan berbagai program pem­­ berdayaan dan penguatan di sektor perikanan dan kelautan. Direktur PT Yakin Pasifik Tuna Aceh, Alver Havis mengatakan pabrik tersebut dijadwalkan akan beroperasi pada bulan Juli 2018. “Semoga potensi di laut Aceh bisa terus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya. Selain Irwandi Yusuf, peletakan batu pertama pembangunan pabrik tersebut turut dilakukan oleh Almer Havis dan Direktur PT Yamako Pasifik Kuala Lumpur, Abdul Malik Hasan. Sejumlah investor dari luar negeri dan sejumlah tamu lainnya ikut menyaksikannya. [Adi|Foto: Humas Aceh]

Peletakan batu pertama Pabrik Ikan Tuna di Lampulo.

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


Laporan Utama

Gubernur Terima Audiensi Akuo Energy (Humas Setda Aceh)

Gubernur Aceh GANDENG INVESTOR ASING DALAM MENANGANI KRISIS ENERGI LISTRIK ACEH Semua ditawarkan peluang investasi, tapi yang udah ada sambutan dari Turki adalah di bidang energi listrik. Saya sudah meneken kontrak MoU dengan tiga perusahaan Turki. Dua perusahaan di bidang pembangkit tenaga listrik, tenaga gas dan satu perusahaan di bidang Geothermal. drh. Irwandi Yusuf M.Sc. Guburnur Aceh

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

13


A

ceh merupakan salah satu pro­ vinsi di Indonesia yang sangat kaya. Selain dikarunia sumber daya alam yang melimpah, Aceh juga dianugerahi pemandangan yang mempesona. Masyarakatnya ramah, pemudanya terampil dan bertenaga. Maka tak heran jika beberapa negara mancanegara mulai melirik Aceh untuk berinvestasi. Apalagi akhir-akhir ini, Pemerintah Aceh sangat gencar mengundang investor asing. Komitmen ini dibuktikan dengan menyiapkan aplikasi Sapa yang memberikan berbagai informasi investasi, kepastian hukum, serta jaminan keamanan investasi. Semua ini dilakukan untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi para investor di Aceh. Pada kunjungannya ke Aceh, Wakil Perdana Menteri (PM) Turki, Fikri Isik, menyatakan dalam konferensi pers bersa­ma Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, di Pen­dopo Gubernur, Jumat (13/10) bahwa Pemerintah Turki siap untuk berinvestasi apa pun di Aceh, terutama di bidang energi yang saat ini dijajaki Pemerintah Aceh dengan perusahaan-perusahaan swasta di Turki. Dalam konferensi pers tersebut, me­ mang rencana investasi pihak Turki lebih menonjol dibandingkan dengan hal lainnya. Ia menyebutkan soal energi memang pihaknya telah membahas pan­ jang lebar dengan Gubernur Irwandi bebe­rapa waktu yang lalu, termasuk persoalan energi di Aceh. Namun, ia menambahkan bahwa yang akan banyak berinvestasi di bidang energi bukanlah Pemerintah Turki, melainkan akan banyak dilakukan oleh perusahaan swasta. Sebelumnya, saat melangsungkan Aceh Business Forum yang dilaksanakan ber­ samaan dengan Festival Kopi Istanbul 2017, di Istanbul, Turki, Jumat (22/9/17), Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, menawarkan empat peluang investasi di Aceh kepada para pengusaha yang berada di Turki. Peluang investasi yang ditawarkannya adalah sektor Pariwisata Aceh, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, Energi, dan Agro industri. “Pemerintah Aceh dan pusat saat ini sedang bekerja sama untuk mempro­ mosikan Aceh sebagai salah satu wilayah terbaik untuk berinvestasi. Kami sekarang sangat ingin mengejar kembangkan Ekonomi dalam kemitraan dengan Negara lain, terutama dengan Negara sahabat seperti Republik Turki,” jelas Irwandi. Saat ini Aceh sedang memperbaiki iklim investasinya dengan memberi lebih banyak insentif dalam bentuk pengurangan pajak di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan berupaya meningkatkan investasi lokal dan asing. Hasil tidak akan pernah mengkhianati

14

Gubernur Terima Audiensi Akuo Energy (Humas Setda Aceh)

usaha, perjalanan jauh berbuah manis. Dari dua perusahaan Turki yang bergerak di bidang energi, Hitay Holding A.S dan Aksa Enerji Uretim A.S menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Aceh untuk mengem­ bangkan proyek Geothermal dan pem­ bangkit listrik tenaga gas bumi di Aceh. Hal ini termasuk dalam terobosan 100 hari Irwandi – Nova menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Dengan slogan Aceh Energi, Irwandi dan Nova mencoba untuk mengatasi krisis listrik yang kerap terjadi di Aceh dan pengelolaan geothermal Seulawah Agam yang saat ini Pemerintah Aceh telah membentuk PT. Geothermal Energy Seulawah (PT. GES) untuk mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi di Seulawah. Potensi Sumber Daya Alam untuk Tangani Krisis Energi Listrik Tak hanya negara Turki yang tertarik berinvestasi di Aceh, perusahaan Peran­cis yang bergerak di bidang energi terbarukan, Akuo Energy, mulai menjejakkan kakinya berinvestasi di Aceh untuk mengembangkan pembangkit tenaga angin, air dan bio­mass di beberapa lokasi di Aceh. Dalam pertemuannya dengan Irwandi, Managing Director Akuo, Christophe, menga­ takan bahwa ia melihat potensi yang sangat besar di Aceh, baik itu potensi angin, air dan biomass.. Pengembangan pembangkit listrik tenaga angin akan dibangun sebanyak 50 turbin di kawasan Krueng Raya dan Lhoknga, di mana nantinya akan menghasilkan energi listrik sebesar 100 megawatt atau lebih. “Saat ini Akuo Energy akan melakukan pembelajaran terlebih dahulu untuk pengembangan Listrik Tenaga Angin, Air, dan Biomass di Aceh kurang lebih selama

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

setahun,” lanjut Christophe. Sedangkan untuk biomass akan di lakukan di Simeulue dengan mengem­ bangkan Kaliandra yang akan meng­ hasilkan energi listrik sekitar 3 megawatt, dan pembangkit listrik tenaga air akan di bangun di kabupaten Aceh Tengah dengan perkiraan energi listrik sebanyak 6 megawatt. Setelah mendapatkan izin dan melakukan studi fisibilitas selama setahun, proyek ini ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2021 mendatang. Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan perusahaan asal Hongkong dalam pengembangan di sektor pemba­ ngunan listrik. Kerja sama ini dilakukan dengan perusahaan Prosperity Interna­ tional Holding (H.K) Limited dalam bentuk investasi di sektor Hidropower, yaitu pembangunan pembangkit listrik sebesar 1.000 MW dengan biaya 3 Milyar Dolar AS. Lokasi yang ditetapkan untuk investasi ini adalah di Tampur (Aceh Tengah), Teunom (Aceh Barat), dan Woyla (Aceh Barat). Irwandi memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan Aceh sebagai tujuan investasi utama dengan potensi sumber daya alam dan geografis yang strategis, dan Pemerintah Aceh mengupayakan berbagai kemudahan untuk meningkatkan iklim di Aceh bahwa Aceh adalah tempat yang aman dan nyaman bagi investor domestik dan internasional untuk melakukan bisnis, memiliki komitmen kuat. Semoga dengan adanya investasi dari Turki dan Perancis ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berkualitas bagi para pemuda di Aceh dengan upah yang memadai. Pada gilirannya, semua ini akan menjadi kontribusi positif bagi perekonomian Aceh yang lebih baik lagi di masa depan. (Dms, Tata|AER)


Investasi

POTENSI TUNA DIINCAR INVESTOR

ACEH TARGETKAN 2.459 TON/TAHUN

S

ebagai negara maritim, Indo­ nesia memiliki berbagai jenis hasil laut. Khususnya Aceh sendiri yang memiliki limpahan kekayaan sumber daya laut. Maka tak heran demi mewujudkan poros maritim dunia salah satunya dengan melakukan investasi kelautan yang masih belum tergarap secara maksimal contohnya di bidang pengelolaan ikan tuna. Hal ini disampaikan langsung oleh Ir. T. Diauddin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, “Aceh memiliki potensi perikanan tangkap sebesar 270.000 ton/ tahun, sedangkan yang digarap hanya 165.000 ton/tahun. Sehingga masih ada 60% potensi perikanan Aceh yang belum tergarap. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, ikan tuna yang ditang­ kap nelayan dan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Lampulo pada tahun 2016 seba­ nyak 2.459 ton. Sedangkan pada tahun sebe­ lumnya hanya mencapai 2.119 ton saja. Hal ini mengalami peningkatan yang sangat baik. Terlebih kini hadir perusahaan PT Yakin Pasific Tuna yang mulai membangun pabrik pengolahan tuna untuk ekspor di Kawasan Industri Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo, Banda Aceh. Direktur muda perusahaan ini adalah Ameer yang meru­pakan anak mantan Wali Kota Banda Aceh yaitu Mawardy Nurdin (almarhum). Menurutnya, target pem­ bangunan pabrik PT Yakin Pasific Tuna adalah delapan bulan, sehingga pada Agustus 2018 mendatang sudah harus rampung dan beroperasi seperti harapan Gubernur Irwandi sendiri. Kehadiran pabrik PT Yakin Pasific Tuna juga akan meningkatkan kesejahteraan para nelayan di Aceh dan masyarakat setempat. Tuna yang berhasil ditangkap oleh

Gubernur Letakkan Batu Pertama Pembangunan Pabrik Pengolahan Ikan Tuna (Acehprov.Go.Id)

para nelayan tidak hanya dijual di Aceh saja melainkan di ekspor di seluruh wilayah Indonesia dan juga di ekspor ke mancanegara. Seperti yang terjadi pada PT. Nagata Prima Tuna yang sekarang sudah tembus ke enam negara yaitu, Malaysia, Singapura, Thailand, Hongkong, Jepang dan Korea Selatan melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang Aceh Besar. Menurut Khairul Umri manajer peru­ sahaan tersebut ikan tuna yang diekspor ke Jepang dengan grade A, grade A dan B untuk Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Korea Selatan sedangkan kalau ke Thailand semua grade. Seperti yang kita ketahui ikan tuna memiliki beragam manfaat dan kandu­ngan gizi yang sangat besar. Maka hal itu menjadikan ikan Tuna digemari oleh masyarakat Serambi Mekkah ini. Seperti yang diungkapkan oleh Irwandi bahwa ikan tuna tak hanya digemari oleh masyarakat Tanah Rencong tapi juga warga di seluruh dunia. Di samping itu olahan ikan tuna dapat diolah menjadi makanan yang lezat seperti abon, bakso, nugget ataupun kerupuk. Sehingga para UMKM di Aceh dapat memanfaatkan ikan tuna tersebut untuk mengembangkan usaha mereka.

Akses Perizinan Mudah Dengan potensi tuna yang sangat besar, maka mendorong para pengusaha untuk berbisnis di sektor perikanan. Oleh sebab itu Pemerintah Aceh akan mempermudah segala urusan yang menyangkut dengan perizinan bagi calon investor. Salah satunya adalah dengan menghadirkan Sistem Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA) di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Dengan kemunculan sistem ini maka akan mempermudah para calon investor dalam berinvestasi yang selama ini kerap menjadi hambatan mereka. Ir. Iskandar, MSc, Kepala Dinas Pena­ naman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu mengatakan bahwa, proses izin ber­ va­ riasi, tergantung izin usaha apa yang diajukan oleh calon investor. Ada yang 1 hari, 3 hari atau lima hari dan seterusnya. Hal itu didasarkan dari bahan –bahan persyaratan yang disiapkan oleh calon investor. Jika semua lengkap pihaknya berkomitmen untuk mempercepat semua proses. Lebih lanjut, mantan Kepala Bap­ peda dan Bainprom Aceh ini menga­ takan bahwa proses perizinan di Peme­ rintah Aceh berlangsung cepat dan transparan. Maka pihak investor yang ingin berinvestasi tidak perlu khawatir mengenai biaya perizinan. Karena untuk proses perizinan juga dipastikan bebas pungutan liar. [Lilis/AER]

Aktivitas di Pelabuhan Lampulo (Dimas;AER) | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

15


Infografis

16 16

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 | | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


| ACEH DataECONOMIC : Adi W.REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

17


Peluang Investasi Terbuka di Aceh (Dimas;AER)

PELUANG INVESTASI

TERBUKA DI ACEH

S

ebutan Negeri Serambi Mekkah memang tak asing lagi. Sebagai provinsi yang terletak di gerbang utara selat Malaka menjadikan Aceh sangat strategis terhadap arus perdagangan. Dengan luas wilayah men­ capai 57,956,00 km² (bps.go.id) yang hampir sebagian besar terdiri dari hutan, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Aceh kaya akan hasil sumber daya alam yang tersebar di banyak tempat. Sejarah pernah mencatat bahwa Aceh sejak dahulu terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Sekarang, eksistensi Aceh juga tidak kalah unggulnya dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Ini

18

dapat dibuktikan Aceh sebagai daerah produksi pertanian, kawasan kehutanan dan penghasil mineral dan bahan bakar. Salah satu contoh produksi yang sampai sekarang masih eksis didunia perdagangan ialah kopi yang berasal dari dataran tinggi Gayo. Varian robusta dan arabika yang di ekspor dari daerah ini juga tak main-main, tahun 2016 lalu, lebih dari 9.595 ton biji kopi Aceh di ekspor ke 23 negara yang sebagian besarnya ke Eropa. Kemudian tak melupakan sektor migas yang terdapat di Aceh Utara dan perkebunan kelapa sawit di Aceh Timur dan Aceh Tamiang, dan juga endapan batu bara yang terkonsentrasi di Meulaboh di Kecamatan Kaway XVI

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

Kabupaten Aceh Barat. Sebagai modal investasi, peluang industri migas di Aceh sudah memulai babak yang baru dengan telah ditemu­ kannya cadangan migas dalam jumlah raksasa di cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai sebelah barat Aceh. Kekayaan yang tersembunyi ini jika dimanfaat secara maksimal oleh Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) akan menjadi daya jual Aceh kepada investor di kancah lokal maupun Internasional. Tidak hanya kekayaan alam, Guber­nur Aceh, Irwandi Yusuf sempat mema­parkan sejumlah prospek kerja sama investasi Aceh di depan pengusaha dan Duta Besar dalam


Nanggroe

acara Aceh Investment Forum – Trade, Tourism, and Investment di Shangri-La Hotel, Jakarta. “Ada empat sektor potensial lain yang menjadi prioritas dalam menarik investor untuk berinvestasi di Aceh, antara lain; agro industri, energi dan infrastruktur, pariwisata, dan zona pengembangan bisnis. Saat ini Aceh memiliki 45 perusahaan Crude Palm

Oil (CPO), untuk itu kami mengundang saudara untuk membangun hilirisasi industri sawit, karena kita tidak ingin lagi mengekspor CPO, tapi produknya melalui refinery,” paparnya dalam forum. Setiap tahunnya, Pemerintah Aceh juga berupaya untuk mempromosikan Aceh sebagai tempat wisata halal dengan dalih harapan dapat menarik simpati para investor untuk dapat masuk ke Aceh. Keinginan ini berlandaskan kegigihan Pemerintah Aceh agar mendapatkan investor yang benar-benar ingin berin­ vestasi di Aceh, tidak sebatas pada MoU (Memorandum of Understanding) saja tanpa adanya realisasi. Mengingat ada empat kekuatan utama yang membuat Aceh sangat menjanjikan; (1) atmosfer hukum

dan agama yang sangat bersahabat bagi para investor, dengan didukung Aceh sebagai provinsi yang mempunyai otonomi khusus (2) letak geografis Aceh yang strategis (3) kaya akan sumber daya alam, dan (4) sumber daya manusia. Lebih jauh, pemerintah juga perlu menunjukkan keseriusan kepada investor dengan mempermudah inves­ tasi, mulai dari memangkas sejumlah regulasi yang memberatkan, proses perizinan, dan membantu segala kebu­tuhan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan mempermudah berizinan usaha yang sekarang sudah bisa diurus secara online lewat Sistem Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA). “Dengan sistem ini calon investor hanya butuh waktu tiga jam untuk mengurus perizinan. Ia berharap dengan fasilitas tersebut akan semakin mempermudah calon investor untuk membangun bisnis mereka di Aceh serta memberikan pelayanan yang lebih cepat, mudah dan efektif,” lanjut Irwandi menjelaskan.

Investasi yang benar-benar terealisasi tahun 2012-2016 Dari data investasi ini, terdapat lima negara maju yang melakukan Penanaman

Modal Asing (PMA) investasi asing langsung di Aceh. Lima negara maju ini tercatat pada tahun 2016 adalah China dengan investasi sebesar 70,4juta US$, Malaysia 51,7 juta US$, Joint Countries 32,1 juta US$, Australia 26,4 US$ dan Perancis 27,8 US$. Negara-negara tersebut berinvestasi di beberapa tempat di Aceh, diantaranya Aceh Selatan, Nagan Raya, Gayo Lues, Aceh Besar, dan Sabang. Investasi yang dilakukan pun berasal dari berbagai sektor diantaranya listrik, gas dan air, hotel dan restoran, tanaman pangan dan perkebunan, perdagangan dan sektorsektor lainnya. Selain itu Pemerintah Aceh juga telah membentuk tim task force untuk membantu mengatasi hambatan pela­yanan investasi. Tim ini, sebut Irwandi, untuk memastikan keterlibatan pusat/provinsi/kabupaten untuk memfasilitasi penanaman modal dan menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi pengusaha. Terbukti, investasi dari investor lokal juga tak kalah besar nominalnya dengan investasi asing. Dibuktikan dengan ratarata angka di atas 100 dengan daerah yang menjadi sasaran Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) meliputi Lhokseumawe, Aceh Utara, Nagan Raya, Pidie dan Banda Aceh. Sektor yang menjadi tujuan investor lokal, pun beragam, seperti sektor listrik, gas dan air, industri kimia dan farmasi, tanaman pangan dan perkebunan, industri mineral dan non logam, dan sektor-sektor lainnya. Dengan realisasi investasi di Aceh selama lima tahun terakhir yang berjumlah Rp 21 triliun menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sangat diharapkan agar ditahun 2017 dan seterusnya semakin banyak investor asing maupun lokal yang mengintip dan masuk ke Aceh. Dengan banyaknya investasi di Aceh maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Membuka kesempatan bagi tenaga kerja lokal dan akan menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Akhirnya rakyat Aceh akan makmur. [tata|AER]

Tahun

Investasi Asing Langsung

Investasi Lokal

Total Investasi yang terealisasi

2012

26,133,215

114,889,419

141,022,634

2013

166,101,527

382,330,821

547,432,347

2014

31,541,856

561,491,578

593,033,434

2015

55,892,946

402,410,303

458,240,249

2016

87,804,993

283,343,204

371,148,197

Data: Aceh Investment Profile | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

19


Wagub Aceh, Nova Iriansyah dalam peluncuran SAPA (acehprov.go.id)

IZIN INVESTASI DI ACEH

SELESAI 1 HARI BERKAT APLIKASI SAPA Di daerah Simeulue Cut banyak sekali terumbu karang, maka tak heran jenis ikan kerapu sangat banyak kita jumpai di pinggir-pinggir pesisir yang dihiasi oleh batu karang yang sudah mati. Dengan kondisi ini, ikan tersebut dapat diambil menggunakan alat bantu atau tangan kosong. Edy Miswar, S.Si., M.Si Sekretaris Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Peri­kanan di Fakultas Kelautan dan | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 | 20 Perikanan Unsyiah


Nanggroe

P

ersoalan perizinan masih men­ jadi hambatan bagi investor, secara harfiah terdapat bebe­rapa masalah dalam perizinan berusaha di Aceh, terkait hal tersebut Pemerintah Aceh terus berusaha un­tuk menarik perhatian investor untuk menanamkan modalnya di Aceh, ten­ tunya untuk memikat investor ke Aceh, para investor harus diberikan kemudahan dalam mengurus perizinan berinvestasi dengan demikian tidak ada lagi alasan bagi investor untuk angkat kaki di Aceh, apa saja yang mereka perlukan semuanya harus di berikan kemudahan. Kemajuan Informasi Teknologi (IT) di Indonesia menjadikan komunikasi data dengan berbagai pusat sistem telah di bangun, upaya itu juga mempermudah perizinan usaha yang sekarang sudah bisa di urus secara online lewat Sistem Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA) dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi calon investor dalam mendapat izin mengembangkan usaha di daerah Aceh. Dalam peluncuran aplikasi ini pada Selasa, 24 Oktober 2017 lalu, Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan saat ini Pemerintah Aceh terus berupaya membuka peluang dan memberi ruang kepada pihak swasta untuk mengembangkan usahanya di Aceh. Dengan dukungan kemudahan berin­ vestasi ini, ia mengharapkan lapa­ngan kerja semakin terbuka dan potensi daerah dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. “Salah satu langkah untuk mem­ per­ mudah akses informasi adalah dengan menampilkan aplikasi SAPA. Apli­kasi SAPA ini merupakan salah satu sistem e-government agar masya­ rakat dapat memantau kerjakerja yang di lakukan Pemerintah Aceh. Dalam mengembangkan program ini, Pemerintah Aceh mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka memperkuat sema­ngat transparansi

SAPA Interface

di pemerintahan Aceh,” jelas Nova. Dengan penerapan sistem tersebut, keuntungan untuk investor adalah sangat efisien dan efektif artinya tidak harus mengunjungi dinas-dinas teknis yang sesuai dengan kebutuhan investasi itu sendiri. Dengan membuka aplikasi SAPA, investor langsung bisa meng-update data-datanya, misalnya pengajuan permohonan, sudah tertera formatnya dalam aplikasi tersebut, sehingga investor hanya tinggal mengisi identitas perusahaannya atau data-data yang diperlukan dan bisa mendapatkan perizinan dalam 1 hari. “Contohnya seperti investor yang datang kesini dia sedang mencari infor­masi apa saja yang harus di penuhi ketika dia hendak berinvestasi terus kita jelaskan artinya yang pertama ya izin prinsipnya contohnya lagi kalau dia PMA berarti izin prinsipnya harus di BKPM pusat kalau dia PMDM bisa langsung ke pengantar daerah duta dan investor juga sangat terbantu dengan adanya Aplikasi SAPA ini,” jelas Zulkarnaini, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh saat dijumpai di kantornya. Lebih jauh, Zulkarnaini menjelaskan salah satu permintaan calon investor yang ingin berinvestasi, baik lokal maupun asing

adalah kemudahan dalam mendapatkan izin. Di samping itu, adanya kepastian hukum dan tentunya keamanan juga mempengaruhi keputusan mereka berinvestasi. Tentu­ nya dengan terciptanya aplikasi SAPA tersebut tentu­ nya memper­ mudah calon investor, selain cepat dan transparan segala urusan perizinan di lingkungan pemerintahan Aceh juga di pastikan bebas dari pungutan liar (pungli). “Saat ini berinvestasi di Aceh semakin mudah dengan pelayanan yang di berikan. Hal ini bertujuan agar iklim investasi di Aceh semakin menggeliat. Tekad Pemerintah Aceh untuk mengundang investor telah membuahkan hasil, saat ini dalam 100 hari kerja pasangan Irwandi-Nova, Aceh menjadi daerah paling menarik investasi nomor 9 di Indonesia,” ucap Iskandar, kepala DPMPTSP Aceh dalam kesempatan yang sama. Menurut Zulkarnaini dengan keha­ diran sistem online SAPA ini, DPMPTSP bisa menerima sebanyak 50 perizinan per hari, namun untuk proses izin itu memiliki beberapa variasi, tergantung izin usaha apa yang di ajukan oleh calon investor, jika perusahaan jasa surat izin investasinya dapat selesai 1 hari, namun jika perusahaannya pertambangan energi itu berkaitan dengan lingkungan harus ada surat izin dampak lingkungan terlebih dahulu atau surat izin eksternal lainnya yang membuat surat perizinan selesai 3 hari, 5 hari dan seterusnya tergantung perusahaannya, namun pihak­ nya tetap komit mempercepat semua prosesnya jika bahan sudah lengkap. ”Mari sama-sama kita berupaya un­ tuk memberikan kenyamanan kepada setiap investor dan kemudahan jangan mempersulit mereka kita ingin seperti itu harus sepakat kita semua baik dari pihak mahasiswa dari perangkat desa kita harus samakan pemahaman yang seperti itu karena investasi di suatu daerah sangat di harapkan karena dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat banyak,” jelas Zulkarnaini. [INTAN|AER]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

21


PT Arun NGL

KILAS BALIK

TANTANGAN MIGAS ACEH Baru baru ini, dunia sangat diheboh­kan dengan keberadaan cadangan migas terbesar yang dirilis oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cadangan migas tersebut berada di cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai sebelah barat Aceh. BPPT bahkan memperkirakan cadangan migas ini sebesar 320,79 miliar barel, dan dapat memenuhi kebutuhan minyak dunia. 22

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


Nanggroe

I

klim investasi yang sehat men­ jadi faktor penentu dalam mengem­ bangkan perekonomian suatu dae­ rah. Apalagi menyangkut sektor migas. Semua negara bahkan Indonesia menjadikan sektor Migas sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Seperti yang dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM. Penetapan ini meru­ pakan pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dalam keputusan ini dinyatakan, jumlah provinsi, kabupaten dan kota yang dite­ tap­ kan sebagai daerah penghasil dan dasar penghitungan dana bagi hasil sumber daya alam migas pada 2017. Aceh bisa dikatakan masih bela­jar dalam keikutsertaannya dalam menge­ lola potensi migasnya. Berdasarkan Pera­turan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, maka Aceh turut berperan aktif dalam mengelola migas di wilayahnya. Wilayah yang menjadi sektor perkem­ bangan migas tersebut meliputi Kabu­paten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur. Dahulu, Aceh pernah berada dimasa kejayaan karna mampu memproduksi gas alam cair (liquified natural gas/LNG) yang berlokasi di Lhokseumawe. PT Arun NGL memiliki catatan sejarah panjang sebagai pemasok besar LNG internasional dan ditugasi pemerintah untuk mengekspor LNG ke Jepang dan Korea Selatan sesuai kontrak. Kehadiran kilang Arun yang beroperasi sejak 37 tahun silam itu men­cip­takan sentra-sentra ekonomi Aceh ber­ basis industri pengguna gas dan aneka bentuk jasa perdagangan. Perusahaan yang dibentuk dan mulai berproduksi tahun 1978 itu didirikan secara patungan dengan komposisi saham milik PT Pertamina 55%, Mobil Oil Inc. selaku perusahaan merger Exxon Mobil 30%, dan asosiasi para pembeli gas di Jepang (JILCO) memiliki porsi saham 15%. Pertumbuhan perekenomian juga harus didorong dengan dukungan oleh semua lapisan masyarakat termasuk juga Pemerintah Aceh sebagai pemangku kepentingan tertinggi. Bentuk dukungan Pemerintah dapat berupa memberikan solusi-solusi untuk permasalahan peri­zinan, pembebasan lahan. Ujung tombak dari semua ini ialah agar tercipta iklim investasi yang kondusif dan aman ditengah rendahnya harga minyak dunia. Pada bulan Januari 2015, Medco­ Energi menandatangani perjanjian jual beli gas yang bernilai lebih dari AS$ 2 milyar, setara dengan

Migas Simeulue (Serambinews)

200 BCF cadangan dari Kontrak Kerja Sama Blok A di Provinsi Aceh, Indonesia. Pembeli gas Blok A adalah perusahaan negara Pertamina, dengan harga gas yang disepakati AS$ 9,45 per MMBTU (Metric British Thermal Unit). MedcoEnergi, melalui anak usaha­ nya PT Medco E&P Malaka sedang menggarap potensi gas di Blok A, Aceh Timur untuk memenuhi kebutuhan gas pada industri di Aceh dan Sumatera Utara. Ada tiga lapangan gas yang sedang dikembangkan yakni lapangan Alur Siwah, Alur Rambong dan Julu Rayeu. Proyek pengembangan ini diharapkan bisa mulai berproduksi pada semester pertama 2018. Hilir dari kontrak ini menunjukkan dukungan Perusahaan untuk pengem­bangan pasar gas domestik Indonesia, disaat yang sama menciptakan nilai bagi perusahaan dan membangun nilai ekonomis penting di provinsi Aceh. Sangat Menjanjikan Dalam mengelola potensi migasnya, Pemerintah Aceh membentu Badan Penge­ lola Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA). Pengelolaan rantai bisnis migas ini berpe­ doman pada beberapa hal yang menjadi pokok-pokok utamanya, yaitu Potensi Migas, Regulasi Migas, Investor Migas, dan Peran Pemerintah. Keempat hal ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Potensi migas di Wilayah Aceh saat ini masih sangat menjanjikan. Setidaknya, pada tahun 2016 terdapat 11 wilayah kerja migas seperti Blok B, Blok NSO, Blok A, dan beberapa blok migas lainnya. Blok A dan Blok B dari kesebelas wilayah itu merupakan dua wilayah kerja migas yang saat ini masih berproduksi di Aceh, sedangkan tiga blok lainnya masih dalam fase pengembangan lapangan. Enam blok migas lainnya masih

dalam tahap eksplorasi. Baru baru ini, dunia sangat diheboh­ kan dengan keberadaan cadangan migas terbesar yang dirilis oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cadangan migas tersebut berada di cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai sebelah barat Aceh. BPPT bahkan memperkirakan cadangan migas ini sebesar 320,79 miliar barel, dan dapat memenuhi kebutuhan minyak dunia. Meskipun demikian, untuk dapat mem­­ buktikan jumlah cadangan tersebut masih diperlukan data-data tambahan seperti seismik dan pengeboran. Berda­ sar­ kan data itu dapat disimpulkan bahwa potensi migas di Aceh sangat menjanjikan. Upaya-upaya untuk mem­ per­ mudah dan mempercepat proses pembuktian dan pengembangan potensi migas di Aceh harus dikedepankan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh. Salah satu raja migas yang meru­ pakan investor asing, perusahaan Total Indonesia asal Perancis sudah positif berminat dan secara sukarela melakukan kerja besar ini untuk Aceh atas biaya dan risiko yang mereka tanggung sendiri. Hal ini merupakan suatu pertanda baik bagi Provinsi Aceh dalam mem­ bangun perekonomiannya berbasis pada sektor migas. Setelah sempat dahulu terpuruk akibat adanya perang politik yang terjadi selama puluhan tahun. Dampak dari konflik tersebut pula hampir dari seluruh perusahaan termasuk didalamnya PT Arun NGL berhenti berproduksi. Kini Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe juga memulai babak yang baru. Semakin besar harapan bahwa Aceh akan kembali berjaya dengan investasi baru di sektor migas. [Tata|AER]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 | Kilang PT Arun

23


Dok. Biro Perekonomian Setda Aceh.

BIRO PEREKONOMIAN

SOSIALISASIKAN KEBIJAKAN SUBSIDI ENERGI Masih terdapat berbagai kendala dalam mengawal distribusi LPG 3 kg agar tepat sasaran. Salah satunya adalah sistem pendistribusian yang masih dilakukan secara terbuka, sehingga masih terdapat masyarakat yang tidak berhak turut menikmati subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Kendala lainnya adalah ketidaktepatan jumlah, tingginya harga LPG 3 kg di tingkat pengecer serta terjadinya kelangkaan di beberapa tempat. Syaiba Ibrahim Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh


Nanggroe

M

erubah kebiasaan masya­rakat dari menggunakan minyak tanah ke gas LPG untuk me­ma­ sak memang bukanlah suatu hal yang mudah dan sederhana. Hal ini ditambah lagi dengan maraknya pemberitaan kasus tentang meledak gas LPG 3Kg di daerah yang lebih da­ hulu melakukan konversi menjadikan masyarakat semakin ragu dan resah. Provinsi Aceh mulai mengimple­ men­ tasikan program Konversi Minyak Tanah ke LPG 3Kg pada tahun 2009 hingga tahun 2014 yang dilakukan secara bertahap. Naik­ nya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia diawali oleh naiknya harga minyak dunia sehingga membuat pemerintah tidak dapat mem­pertahankan harga BBM, karena menyeb­ abkan bertambahnya anggaran sub­sidi pada APBN. “Di Provinsi Aceh, program konversi minyak tanah ke LPG 3 Kg dilaksanakan pada 22 kabupaten/kota, sedangkan Kabupaten Simeulue belum dilakukan konversi karena belum tersedianya sarana dan prasarana pendukung un­ tuk pelaksanaan program tersebut,” sebut Syaiba Ibrahim, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh saat membacakan sambutan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, pada acara pembukaan Sosialisasi Kebijakan Subsidi Energi di Grand Nanggroe Hotel tanggal 4 Oktober 2017 lalu. Syaiba mengatakan LPG 3 Kg pada awal proses konversi dari minyak tanah sempat mendapatkan resistensi dari masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, LPG 3 Kg telah men­ jadi primadona bagi masyarakat, bahkan sebagian masyarakat mampu dan usaha non mikro turut menggunakan LPG 3 Kg. Pada awal diimple­ mentasikan tahun 2009, Dalam pelaksanaan kon­versi tahap I tersebut telah ter data calon penerima paket perdana LPG 3 Kg sebanyak 569.353 paket yang terdiri dari 544.171 paket untuk rumah tangga dan 25.182 paket untuk usaha mikro. “Hal tersebut merupakan bagian dari proses mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan minyak tanah sebagai

bahan bakar dalam memasak beralih dengan menggunakan LPG,” tambahnya. Sebelumnya, Syaiba mengatakan di tahun 2017 ini Pemerintah telah mengalo­ kasikan Subsidi BBM dan LPG 3 Kg sebesar Rp. 32 triliun serta subsidi listrik sebesar Rp. 45 triliun. Subsidi tersebut akan diintegrasikan dengan program penang­ gulangan kemiskinan agar betulbetul diterima oleh rakyat miskin, rentan miskin, usaha kecil, dan industri kecil yang berhak menerima subsidi. Selain itu, pengintegrasian tersebut diharapkan akan meningkatkan efisiensi biaya logistik pemerintah dan mempermudah penyaluran serta pengawasannya. Distribusi LPG 3 Kg di Aceh Pada tahun 2017, Provinsi Aceh men­ dapatkan alokasi kuota LPG 3 kg sebesar 65.225 Metrik ton atau setara dengan 21,74 juta Tabung LPG 3 kg. Dari alokasi tersebut, realisasi pendistribusian LPG 3 kg di Aceh mengalami over kuota sebesar 2,61%. Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, bahwa kuota LPG 3 kg Provinsi Aceh pada tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 18,70% dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 77.423 Metrik Ton atau 25,81 juta Tabung LPG 3 kg. Banyak harapan agar distribusi LPG 3 kg pada tahun ini dapat dikendalikan sehingga tidak melebihi kuota. “Masih terdapat berbagai kendala dalam mengawal distribusi LPG 3 kg agar tepat sasaran. Salah satunya adalah sistem pendistribusian yang masih dilakukan secara terbuka, sehingga masih terdapat masyarakat yang tidak berhak turut menik­ mati subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Kendala lainnya adalah ketidaktepatan jumlah, tingginya harga LPG 3 kg di tingkat pengecer serta terjadinya kelangkaan di beberapa tempat,” jelasnya panjang lebar. Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh, Muhammad Raudhi, mengatakan jenis energi lainnya yang mendapatkan subsidi pemerintah adalah energi listrik yang

dikelola oleh PT. PLN (Persero). “Pada tahun 2015, penerima subsidi listrik terbesar dinikmati oleh pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA yaitu sebesar 87% dari total peruntukan subsidi untuk energi listrik, bahkan dari kedua golongan pelanggan listrik tersebut terdapat rumah tangga yang tidak layak menikmati subsidi,” tutur Raudhi. Jelasnya lagi, pengurangan subsidi dari berbagai sektor khususnya sektor energi bertujuan untuk menyehatkan postur APBN sehingga sebagian ang­garan subsidi yang berhasil dikurangi dapat dialihkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi dae­rah-daerah yang belum menikmati laya­ nan energi sebagaimana umumnya daerah di Indonesia, seperti perluasan jaringan listrik ke daerah yang belum terlayani listrik dan program BBM satu harga di daerah 3 T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan), serta pembangunan infrastruktur lainnya untuk pengem­bangan daerah tersebut. Masih Adanya Daerah Yang Belum Terjangkau Listrik Aceh masih memiliki beberapa wila­ yah pemukiman yang terpencil dan belum terjangkau oleh listrik, sebagai contoh, di Kecamatan Pantan Cuaca Kabupaten Gayo Lues, terdapat masyarakat yang mata pencahariannya berkebun. Mereka masih menggunakan minyak tanah untuk penerangan dimalam hari, sementara LPG 3 Kg tidak dapat digunakan untuk penerangan. Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian pemerintah pusat agar minyak tanah bersubsidi tetap dialokasikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Di samping itu, Syaiba juga menga­ takan pengawasan distribusi minyak tanah bersubsidi harus dilakukan secara intensif, untuk menghindari penyalah­ gunaan dan penyeludupan. Oleh karena itu ia meng­ harapkan kepada pihak PT. Pertamina agar senantiasa melakukan pembinaan terhadap SPPBE, Agen dan Pangkalan LPG 3 Kg. [DMS|AER]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

25


Foto : Fahmi/AER

MENINGKATKAN KUALITAS SDM

MELALUI PROGRAM ‘ACEH CARONG’ Ada tiga pokok kompetensi yang harus dipenuhi dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. Tiga pokok poin penting itu adalah Skill, Managerial dan Social Cultural. Ini merupakan pokok utama dalam target program Aceh Carong

26

Syahrul Badruddin Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


D

alam 15 program utama Peme­ rintah Aceh melalui kabinet gubernur Irwandi Yusuf, pening­ katan kualitas Sumber Daya Manusia adalah salah satu prioritas utama pemerintah melalui yang dikemas dalam program Aceh Carong. Di 100 hari kepemimpinan Irwandi - Nova, bagaima­ nakah perkembangan program ini? Dihimpun dari Kepala Badan Pengem­ bangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh, Syahrul Badruddin, ia mengaku program Aceh Carong sudah mulai dilaksanakan sesuai perintah dari gubernur. Berbagai program yang telah berjalan dan dilaksanakan, seperti Beasiswa untuk mahasiswa Aceh di dalam dan luar negeri, mengadakan sekolah umum, dan diklat untuk ruang lingkup internal instansi pemerintahan. Menurut Syahrul, ada 3 pokok kom­ petensi yang harus dipenuhi dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, “3 pokok poin penting itu adalah Skill, Managerial dan Social Cultural. Ini merupakan pokok utama dalam target program Aceh Carong,” jelasnya. Saat ditanyai tentang program pen­ dukung yang akan dilakukan untuk menyukseskan program ini, ia dan instansi BPSDM sedang melakukan pengu­­ rusan ke badan hukum tentang izin lembaga sertifikasi yang direncanakan mulai berjalan di tahun 2018 mendatang. “Kami sedang melakukan pengurusan ke badan hukum terkait rencana ini (lembaga sertifikasi). Nantinya sete­ lah lembaga ini rampung, kita akan melakukan mapping untuk menentukan pelatihan apa saja yang dibutuhkan dan dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi,” ujarnya. Ia pun mengeluhkan pendanaan untuk kegiatan training dan diklat yang memasuki kurikulum baru. “Hal ini menjadi kendala tersendiri karena perbedaan tahun ajaran dan tahun anggaran. Oleh karena itu,

Nanggroe kami sedang mengusulkan pembentukan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah - red) agar waktunya menjadi lebih fleksibel,” tambahnya. Dalam kesempatan yang sama, Said Muhammad, Guru Besar Universitas Syiah Kuala menuturkan bahwa Pemerintah Aceh melalui BPSDM mendukung pro­gram Aceh Carong dengan membe­ rikan beasiswa untuk mahasiswa Aceh untuk melanjutkan kuliah di dalam dan luar negeri. “Untuk saat ini kita membuka bebe­ rapa kategori dalam beasiswa; dian­ taranya beasiswa S2, D3, Spesialis, Jalur Pengembangan Daerah, serta Tahfidz,” jelas Said. Di tahun 2017 ini, penerima beasiswa tersebar di beberapa universitas dalam negeri seperti Universitas Syiah Kuala, UIN Ar-Ranirry, Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sedangkan untuk beasiswa kuliah di luar negeri, Said mengaku pihaknya sedang melakukan training kompetisi dasar bagi penerima beasiswa ke Jerman. Sebagaimana diketahui, jika SDM yang dimiliki Aceh semakin baik, maka peluang untuk menekan angka pengangguran akan semakin besar. Dimana di asumsikan mereka yang ber­ pen­ didikan tinggi, akan lebih mudah dalam mendapatkan dan men­ ciptakan lapangan pekerjaan. Keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Aceh pada triwulan ketiga tahun 2017 ini menunjukkan adanya peningkatan jum­ lah angkatan kerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh pada Agustus 2017 mencapai 2,289 juta orang, bertambah sekitar 31 ribu orang dibanding Agustus 2016 sebesar 2,258 juta orang. Penduduk yang bekerja di Provinsi Aceh pada Agustus 2017 mencapai 2,139 juta orang, bertambah sekitar 51 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2016 sebesar 2,087 juta orang. Sedangkan jumlah penganggur pada Agustus 2017 sebanyak 150 ribu mengalami penurunan sekitar 21 ribu orang dibandingkan keadaan Agustus 2016 sebesar 171 ribu orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Agustus 2017 mencapai 6,57 persen, lebih rendah 1,00 persen dari TPT bulan Agustus 2016 sebesar 7,57 persen. “Saat ini kita sedang mempersiapkan beberapa penerima beasiswa ke Jerman yang inshaa Allah akan mulai kuliah di bulan Juli mendatang di beberapa Universitas bergengsi di Jerman. Selain

Jerman, kita juga baru saja mengirim 10 orang penerima beasiswa ke Mesir,” tambah Said yang juga bagian kerjasama dan pengurusan beasiswa di BPSDM. Kualitas tenaga pendidik juga masuk dalam sasaran target program Aceh Carong. Peningkatan kualitas guru merupakan hal yang harus mendapat perhatian besar dalam menanggulangi krisis pendidikan di Aceh. Said juga memberikan tanggapannya terhadap hal ini. “Pelatihan guru seharusnya mening­ katkan kualitas guru, tidak hanya membuat training saja tapi hasilnya minim. Hal ini berdampak langsung pada muridmuridnya. Ini yang harus dibenahi untuk upaya meningkatkan kualitas SDM di Aceh,” jawabnya panjang lebar. Pendistribusian guru juga menjadi poin penting yang akan dibicarakan dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah harus memberi rangsangan untuk sekolah di daerah yang minim peminat. Degan begitu, target pendidikan akan mudah tercapai. Saat ditanyai tentang pemberian award kepada daerah yang memiliki pelayanan & peningkatan kualitas SDM, Syahrul mengaku belum memiliki rencana. “Untuk award kita belum punya rencana, tapi untuk mendukung program ini, harus diperhatikan betul agar target yang diinginkan dapat tercapai,” ujar Syahrul. [Jauhar|AER]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

27


Mahdi Usati dan Fitra Cahyadi sedang menilai kopi (Foto;Jeyhan)

WARUNG KOPI DI ACEH

BUTUH Q GRADER PERSONAL Tingkat konsumsi kopi mencapai 4 ton per harinya di kota Banda Aceh, sudah seharusnya tiap satu warung kopi harus memiliki Q Grader yang dapat memantau kualitas kopi yang kemudian dinikmati konsumen. Mahdi Usati Licensed Q Grader Cupper 28

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


Nanggroe

K

ondisi alam Aceh yang subur dipadu cuaca yang mendukung, menjadikan tanaman kopi Aceh berkembang menjadi komoditas yang bermutu tinggi dan menguntungkan. Indonesia merupakan pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia, dan Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesarnya yang mampu menghasilkan sekitar 40% biji kopi jenis Arabika tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Dan ini menjadi salah satu hal yang kemudian menjadi penyebab kemunculan warung kopi dan modern coffee shop yang tersebar di seluruh penjuru Aceh. Hal ini sebenarnya sebuah dampak positif bagi sektor perekonomian masyarakat Aceh namun tak ayal pula ada hal yang kemudian perlu diperhatikan karena permintaan pasar yang semakin tinggi, yaitu kualitas kopi yang dihasilkan. Dalam acara Aceh Coffee Master Competition rangkaian Festival Kopi Dan Kuliner Sail Sabang 2017, Tim AER dipertemukan dengan Mahdi Usati dan Fitra Cahyadi, Q Grader Aceh berlisensi Internasional yang sedang melakukan cupping test terhadap beberapa produk kopi. Mungkin istilah Q Grader masih sangat awam di kalangan masyarakat namun keahlian mereka lah yang sangat menentukan kualitas kopi yang kita cicip di berbagai warung kopi dan kafe. Q Grader adalah orang yang bertang­

Fitra Cahyadi (baju putih) (Foto;Jeyhan)

gung jawab menjalankan sistem peni­ laian standar kopi yang berlaku universal. Nilai tersebut harus bersifat kredibel dan dapat diverifikasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan titik kalibrasi yang sama untuk sebuah biji kopi. CQI (Coffee Quality Institute) yang kemudian memberi lisensi ini sendiri adalah lembaga independen peneliti kopi yang berlokasi di Long Beach, California. CQI membagi dua kelompok Grader, yaitu Q Grader dan R Grader. Q Grader ditujukan untuk Grader kopi arabika dan kopi luwak. Sementara R Grader adalah lisensi untuk seorang Grader kopi robusta. Dengan penelitian terbaru milik Mahdi Usati dapat menunjukkan bahwa tingkat konsumsi kopi mencapai 4 ton per harinya di kota Banda Aceh, sudah seharusnya tiap satu warung kopi harus memiliki Q Grader yang dapat memantau kualitas kopi yang kemudian dinikmati konsumen. “Karena ini satu dari sekian cara agar kita dapat mempertahankan kualitas kopi Aceh sekarang,” ujar pria yang juga tergabung dalam Gayo Cupper Team ini. Melihat hasil dari Aceh Coffee Master Competition, para senior cupper ini yakin bahwa Aceh sebenarnya memiliki banyak sumber daya manusia yang mampu menjadi Q grader bertaraf internasional, tampak dari beberapa hasil pengujian cupper untuk para peserta lomba.

“Kunci dari menjadi Q Grader adalah jujur, karena tugas kami adalah menganalisa dan mengontrol cita rasa kopi. Jadi kopi yang sudah melewati uji kualitas dari Q Grader, berarti itu sudah ter garansi bahwa kopi tersebut aman dan siap untuk di distribusikan,” jelas Fitra Cahyadi menambahkan pesannya di akhir sesi wawancara. (Mia|AER)

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

29


REVIEW INVESTASI ACEH

Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA Dosen Prodi Manajemen FEB Unsyiah, Alumni Georgia State University, Atlanta, USA

B

eberapa bulan sejak Irwandi kembali duduk sebagai Gubernur Aceh, gaung investasi kembali bergema. Tak heran, dulu-pun beliau sangat getol menggenjot investasi asing untuk masuk ke Aceh. Tak tanggung-tanggung, baru sebulan menjabat, Irwandi sudah promosi ke Rusia. Dalam banyak kesempatan melan­ tik kepada daerah kabupaten/kota, Irwandi selalu berpesan agar kepala daerah turut mendorong inves­tasi di daerahnya. Apakah investasi sedemikian penting bagi ekonomi Aceh? Menyimak diskursus investasi yang kembali hangat akhir-akhir ini, mengi­ ngatkan saya pada Aburizal Bakrie, mantan Ketua Umum Golkar yang dulu pernah ke

30

Aceh dalam rangka persiapan menjelang konvensi Calon Presiden RI medio 2003 silam. Saya kebetulan menjadi moderator yang memandu jalannya diskusi. Dalam pidatonya, tokoh yang akrab disapa Ical berkata bahwa saat ini ada milyaran dolar investasi asing yang menggelantung di langit nusantara. “Mereka hanya menunggu sinyal untuk bisa masuk ke Indonesia,” ungkap Ical mantap. Intinya adalah, investasi, terutama inves­ tasi asing, banyak berseliweran di seluruh dunia. Ada banyak biliuner yang tidak tahu mau di bawa ke mana uangnya. Kita hanya perlu menyiapkan diri untuk meyakinkan mereka, bah­ wa bersama kita, investasi mereka akan aman dan meningkat dengan pertumbuhan yang berkesinambungan. Hanya tiga kata kunci, aman, bertumbuh, dan berkesinambungan. Namun per­ta­nyaannya, apakah kita mampu meya­kinkan mereka? Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Melihat pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2016 yang hanya sebesar 3,4% dan 2,87% pada kuartal I tahun 2017, rasanya Aceh memerlukan daya dorong ekonomi yang besar. Dalam konteks makro, investasi merupakan salah satu komponen pen­ ting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Para ekonom tahu betul tentang ini. Bagi negara berkembang, dimana ekonomi belum mencapai kapa­ sitas penuh, maka investasi akan men­ dongkrak kenaikan permintaan agregat (AD) hingga mencapai 16%. Karena inves­ tasi akan memberikan dampak pengganda (multiplier effect),

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

mendorong ekspor, memperluas kesempatan kerja, dan pendapatan rumah tangga. Mening­katnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan daya beli konsumen sehing­ ga akan mendorong konsumsi. Belanja konsumen, pada akhirnya akan mampu mendongkrak AD hingga men­ capai 66%. Jika ada kapasitas cadangan, maka kenaikan investasi dan kenaikan AD akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Pettinger, 2017)1. Oleh sebab itu, pemimpin yang cerdas akan berupaya semaksimal mung­kin untuk meningkatkan daya beli masyarakatnya. Salah satu elemen yang sangat potensial bagi Aceh adalah meningkatkan investasi (I), selain memanfaatkan anggaran belanja (G) dengan efektif dan efisien. Perkembangan Investasi Aceh Melihat perkembangan investasi dalam dua tahun terakhir, wajar jika Gubernur Irwandi sangat getol mengundang inves­tor Asing. Hal ini merupakan salah satu bentuk komitmennya dalam mereali­sasikan visi ‘Aceh Hebat’. Melihat potensi dan daya tarik investasi yang dimiliki Aceh, seharusnya Aceh mampu menjadi desti­ nasi utama bagi investor. Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak ada alasan bagi penurunan investasi di Aceh. Selama ini, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih mendominasi porsi realisasi investasi di Provinsi Aceh. Pada tahun 2016, capaian target investasi yang Pettinger, Tejvan (2017). Investment and Economic Growth. Economics Help. May 6, 2017. 1


Analisa ditetapkan Badan Investasi dan Promosi Aceh mencapai 124,82 persen dengan nilai Rp 3,8 triliun dari Rp 3,0 triliun yang ditargetkan. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) berhasil mencapai Rp 1,2 triliun (38,68 %) dari total investasi tahun 2016. Namun, dari segi pencapaian total, terjadi penurunan dalam dua tahun terakhir. Inilah yang menjadi kegalauan banyak pihak, baik dari kalangan lembaga non pemerintah, akademisi, maupun para pemerhati ekonomi Aceh. Memang, dalam dua tahun terakhir, investasi Aceh semakin melorot. Hal ini tidak lepas dari anjloknya ekonomi dunia yang berimbas kepada Indonesia, dan Aceh pada khususnya. Selain itu, tentu saja ketidakmampuan kita dalam meyakinkan para investor. Ditutupnya beberapa perusahaan Asing terkait dengan isu lingkungan turut berdampak pada menurunnya kepercayaan investor terhadap komitmen Pemerintah Aceh. (Lihat tabel 1). Tabel di atas menunjukkan capaian investasi Aceh pernah mencapai puncak­ nya pada tahun 2014. Namun, setelah itu terus mengalami penurunan. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya mendongkrak investasi ke Aceh. Namun, mengundang investor memang tak semudah seperti mengundang tamu pernikahan. Ada banyak elemen yang perlu dipertimbangkan. Hal ini membu­tuhkan persiapan dan dukungan dari semua elemen masyarakat. Kendala Investasi Aceh Kendala investasi di Aceh adalah masalah klasik. Di samping masalah regulasi dari pusat terkait perizinan, suku bunga, nilai tukar, perpajakan, dll., ada banyak hambatan teknis dan nonteknis di daerah. Apalagi, masih ada efek konflik yang dirasakan oleh pelaku bisnis di lapangan meskipun sulit dibuktikan. Alih-alih kita mengundang investor, malah akhirnya kita mengusir investor. Penutupan beberapa perusahaan asing terkait isu lingkungan beberapa tahun silam sungguh memalukan. Berita terakhir, kendala yang melanda PT Semen Aceh akan menjadi bumerang baru. Masalah pajak siluman, perebutan hak waris, lahan parkir, jasa sewa tempat, hak ‘asoe lhok’, dll., akhirnya menghambat pembangunan suatu kawa­ san dan menjadi kendala investasi di Aceh. Berbagai promosi yang dila­ k ukan Pemerintah Aceh menjadi tidak berarti jika berbagai hal ini tidak bisa diatasi. Oleh sebab itu, peran pemerintah serta aparat penegak hukum dan tokoh-tokoh masyarakat sangat dibutuhkan. Semua ele­ men masyarakat harus turut ambil bagian dalam meningkatkan iklim investasi yang

Tabel 1: Perkembangan Realisasi Investasi di Aceh Tahun 2010-2016

kondusif. Kita tidak bisa melepaskan masalah ini kepada pengusaha calon inves­tor, apalagi investor asing. Ingat, uang me­ngalir seperti air. Ia akan menu­ju tempat yang mu­dah untuk dilalui. Apa­ bila tidak ada kepastian hukum dan sulit menye­le­saikan ber­bagai seng­keta lahan, maka uang tersebut akan ber­pindah ke daerah lain yang minim ham­batan. Upaya Mendorong Investasi Sudah banyak reko­ men­ dasi yang dibe­ ri­ kan oleh para pemerhati. Saya tidak bermaksud untuk menambahkan, apalagi sampai terjadi duplikasi dan overlapping. Namun, hanya sekedar saran sebagai salah satu bentuk kepedulian. Berangkat dari pengalaman para investor di luar negeri, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting bagi investor asing yang perlu kita perhatikan: 1. Stabilitas dan Kebijakan Pemerintah Stabilitas politik dan keamanan serta kebijakan pemerintahan yang proinvestasi menjadi prasyarat penting untuk investasi apapun. Investor akan selalu mencari pemerintah yang men­ dukung investasi dan yang tidak akan mengambil langkah-langkah yang anti investasi. Investor seharusnya tidak takut diambil alih oleh pemerintah. Ini akan memungkinkannya untuk melakukan ekspansi. 2. Langkah proaktif pemerintah untuk mem­ pro­mosikan investasi dan kesia­pan infra­ struktur Pemerintah juga harus melakukan tindakan proaktif seperti perluasan pelabu­han, daya tampung, pengem­bangan jalan raya, serta ketersediaan listrik. Langkah-langkah ini akan menarik lebih banyak investasi

langsung (FDI) asing. 3. Faktor lokasi yang menguntungkan (terma­ suk logistik dan tenaga kerja): Produktivitas tenaga kerja di dalam negeri harus tinggi. Tenaga kerja terampil yang memadai harus tersedia, terutama di bidang teknis. Fasilitas transportasi yang berbeda dengan koordinasi yang tepat antara darat, rel dan udara harus tersedia. Dari segi lokasi, Aceh sangat strategis karena dekat dengan Thailand, Malaysia, Srilangka dan India. Namun, dari segi keterampilan tenaga kerja, kita masih jauh ketinggalan dibanding Sumut dan Pulau Jawa. 4. Pengembalian investasi Salah satu daya tarik utama FDI adalah keuntungan yang mereka dapat­kan untuk investasi yang dila­ kukan. Jika pengem­ balian tersebut jauh lebih tinggi daripada yang bisa mereka dapatkan di negara lain, mereka melakukan investasi. Pengem­ balian investasi juga harus konsis­ ten dan harus terus meningkat selama kurun waktu tertentu. Faktor-faktor ini diamati dengan cermat saat melakukan investasi. Pemodal FDI juga akan memas­ tikan bahwa mereka mendapatkan uang mereka kembali karena merupakan inves­ tasi yang aman. Beberapa poin di atas merupakan segelintir dari sekian banyak elemen yang menjadi pertimbangan investor. Namun, apabila pemerintah bisa komit pada beberapa poin di atas, saya kira sudah memadai bagi kita dalam menyongsong turunnya hujan investasi asing yang selama ini sudah menggelantung di langit nusantara. Bagaimana menurut Anda? [ ]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

31


Ilustrasi Tol Aceh

JELANG 2018,

PEMERINTAH SERIUS GARAP PROYEK TOL ACEH - BINJAI

P

royek Tol Lintas Sumatera merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dibangun di Aceh. Kini, Pemerintah Aceh melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) mulai melakukan berbagai persiapan sebelum proyek ini mulai dijalankan di tahun 2018 mendatang. Pembangunan jalan Tol Aceh – Binjai diperkirakan akan memakan waktu yang cukup lama, dikutip dari pernyataan Yusria Darma yang merupakan Staf Ahli BAPPEDA Aceh dalam diskusi publik Peluang, tantangan dan hambatan pem­ bangunan proyek strategis di 3in1 Coffee Shop,

32

Banda Aceh, Rabu (25/10), ia mengaku butuh waktu yang cukup lama untuk merampungkan mega proyek ini. “Untuk pembangunan satu gerbang tol ke gerbang lainnya saja butuh waktu dua sampai tiga tahun. Kalau Aceh-Binjai tentunya itu membutuhkan waktu yang sangat lama” jelasnya. Di tahap pertama, akan dibangun untuk jalur Banda Aceh – Pidie sepanjang 74 Kilometer dari keseluruhan 455 Kilometer dan memiliki lebar jalan 60 – 100 Meter. Jalan tol Aceh-Binjai akan membentang sepanjang pantai timur utara Aceh karena jalur tersebut merupakan jalur lalu lintas yang rentan akan angka kecelakaan.

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

Awalnya, akan dibangun 6 pintu tol yang mencakup Tungkop – Kutabaro – Blang Bintang – Indrapuri – Jantho – Seulimum – Padang Tiji. Proyek pembangunan jalan tol nasional ini diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar 10 Triliun yang berasal dari anggaran BUMN Haka Utama Karya yang dipercayakan untuk menggarap proyek ini. Terkait dengan pembebasan lahan, Yusria mengaku pihak BAPPEDA Aceh mengalami kendala mengenai persoalan ganti rugi lahan. Namun, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa pemerintah menjamin akan memberikan uang ganti rugi di atas harga pasar.


Nasional

Dari 800 hektare lahan yang dibu­tuhkan untuk pelaksanaan ruas jalan Tol Aceh itu, sekitar 200 hektare di antaranya mengenai areal hutan produksi dan lindung di Aceh Besar. Karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Peru­­mahan Rakyat (PUPR) bersama Peme­rintah Aceh harus mengusulkan permohonan penggunaan pinjam pakai kepada Kement­ erian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Alfisyah Pejabat Pembuat Komitmen Tanah Balai Jalan Provinsi Aceh “Ganti rugi lahan ini dibayar di atas harga pasar. Masyarakat bisa mendapatkan lahan lebih bagus sete­ lah lahan mereka untuk tol dibayar. Masyarakat sangat antusias menyambut pembangunan tol ini. Makanya saat kami turun sosialisasi, masyarakat dapat menerimanya,” ujarnya. Yusria mengaku saat proses sosialisasi, kebanyakan kelompok masyarakat sejalan dengan pemerintah, namun ada juga yang menuntut lewat jalur pengadilan. “Hal ini yang sedang kita bicarakan untuk menemukan jalan keluarnya” tambah Yusria. Saat ditanyai tentang nasib hutan lindung yang akan dilewati saat proses pembangunan, Alfisyah yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen Tanah Balai Jalan Provinsi Aceh, ia mengaku pembangunan jalan bebas hambatan ini akan melewati 20 Kilometer hutan lindung di kawasan Seulawah. Lebih jauh, Alfi Menyebut bahwa saat ini pihaknya tengah menghitung total biaya investasi yang diperkirakan menghabiskan

triliunan rupiah ini. Setelah proses perhitungan biaya selesai, baru dilanjutkan dengan pem­ buatan desain jalan yang hendak dibangun untuk kemudian dibuat perencanaan dan jadwal pembangunan fisiknya. Selain itu, kata Alfi masih ada peker­jaan berat lainnya, yaitu pengurusan izin pinjam pakai wilayah hutan produksi dan lindung yang terkena lintasan jalan Tol Aceh ruas Banda Aceh-Sigli itu. “Dari 800 hektare lahan yang dibu­ tuhkan untuk pelaksanaan ruas jalan Tol Aceh itu, sekitar 200 hektare di antaranya mengenai areal hutan produksi dan lindung di Aceh Besar. Karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Peru­­ mahan Rakyat (PUPR) bersama Peme­ rintah Aceh harus mengusulkan permohonan penggunaan pinjam pakai kepada Kement­ erian Ling­ kungan Hidup dan Kehutanan,” jelas Alfi. Perjalanan lebih cepat Dengan rampungnya Tol Banda Aceh – Pidie, dipastikan waktu yang dihabiskan dalam perjalanan akan antar kota antar

provinsi akan lebih cepat. “Jika proyek tol ini selesai waktu per­ jalanan juga lebih hemat. Jika melewati tol hanya satu jam. Dengan begitu, ten­ tunya pengendara roda dua sudah aman melewati jalur nasional karena roda empat sudah masuk tol,” jelas Alfisyah panjang lebar. Muhammad Nasir, Ekonom dari Uni­ ver­­ sitas Syiah Kuala juga menyambut rencana PSN ini dengan baik. Menurut­nya, dengan adanya jalan tol Aceh – Binjai ini akan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat khususnya di sektor pertanian Dalam diskusi yang sama, Nasir mengang­ gap bahwa transportasi masih menjadi kendala bagi petani dalam men­ distribusikan hasil pertanian mereka. “Dengan adanya jalan Tol, masya­rakat lebih mudah membawa hasil pertaniannya dan meningkatkan daya jual yang juga meningkatkan kesejahteraan petani se­ cara langsung,” pungkas Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala ini. [Jauhar|AER]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

33


A

llah telah menganugerahkan kita dengan berbagai macam nikmatnya. Patutnya, nikmat yang telah diberikan kepada kita disyukuri. Aceh, memiliki kekayaan laut, ikannya yang banyak serta kein­dahan di dalamnya. Para nelayan meman­ faatkan laut sebagai lading nafkahnya. Sedangkan kita bisa patut bersyukur masih bisa mengonsumsi ikan-ikan bergizi tersebut. Nah, karena laut kita begitu kaya, wajib bagi kita menjaganya. Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Un­syiah Syahrul Purnawan, S.Pi., M.Si menjelaskan, kekayaan laut Aceh begitu besar, baik itu perikanannya yang beragam maupun hasil alam berupa minyak dan gas bumi. Meskipun banyak, kekayaan laut kita ternyata belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya. “Tantangan di laut lebih besar daripada yang di darat,” ujarnya. Keindahan laut Aceh dapat diman­ faatkan sebagai objek pariwisata. Bebe­ rapa kawasan laut di Aceh memiliki spot diving dan snorkeling yang menarik. Spot diving yang paling terkenal berada di kawasan Sabang. Ternyata, di daerah lain masih banyak spot-spot diving yang tidak kalah indahnya. Kalau potensi laut seperti itu dimanfaatkan dengan baik, maka akan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. “Kesulitan sekarang, untuk mencapai spot-spot diving di Aceh karena aksesnya, perlu dukungan pemerintah,” paparnya. Satu lagi, laut juga bermanfaat untuk menyerap karbon di udara. Persis fungsinya seperti hutan. Di laut terdapat fitoplankton, organisme yang mampu berfotosintesis. Bukan tidak mung­kin ada nilai ekonomi di sana. Seperti halnya isu Gunung Leuser sebagai penyerap k a r b o n terbesar di dunia. Kalau ada regulasi y a n g bagus

34

diatur dengan baik, negara penghasil karbon terbesar harus membayar ke Indonesia, khususnya Aceh. Andai kon­ disi laut kita sangat baik, akan hidup banyak fitoplankton. Maka tidak menutup kemungkinan memikirkan regu­lasi sema­ cam itu juga. “Padahal laut yang bersih mengha­ silkan fitoplankton yang banyak, mengon­ versi karbon menjadi oksigen. Namun permasalahan laut adalah permasalahan global. Kita belum sampai ke situ,” tutur pria murah senyum ini. Sayangnya, laut kita semakin teran­ cam oleh pemanasan global, suhu laut tidak menentu, serta kenaikan air laut. Akibatnya, terjadi degradasi habitat. Kekayaan laut kita pun menjadi menurun. Jumlah ikan berkurang. Otomatis akan menyulitkan para nelayan nantinya. Para nelayan akan terpaksa mencari titik penangkapan ikan yang lebih jauh dari bibir pantai. Biaya operasional mereka semakin meningkat. Ancaman tersebut juga dapat mengakibatkan terputusnya rantai makanan di laut. Bila demikian, kondisi ekosistem laut tidak stabil. Di samping pemanasan global, laut kita juga terancam oleh ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Sampah dibuang sesuka hatinya ke laut. Efeknya, sampah tersebut mungkin akan tersangkut di terumbu karang tempat hidupnya ikan. Karang-karang yang indah rusak, ikan pun tidak lagi memiliki rumah untuk tinggal. “Walaupun rusak karena fenomena alam, alam bisa menyeimbangkannya, tapi jangan diperparah oleh manusia,” tuturnya. Kata Syahrul, masalah serius laut di Aceh adalah kerusakan habitat. Ia bersama timnya mengadakan kegiatan penyelaman di Amat Ramanyang, Aceh Besar. Rupanya, habitat laut di sana. Karang banyak yang mati. Jumlah ikan pun berkurang. Kemungkinan, kerusakan tersebut diakibat­ kan oleh penggunaan bom, racun, dan pukat yang tidak ramah lingkungan untuk menangkap ikan. Di Pulau Rubiah, Sabang, karang-karang di sana tidak sedikit yang mati. Tidak dapat dipungkiri semua itu terjadi karena aktivitas manusia. Karangkarang terse­ but tidak boleh dipegang apalagi diinjak. Ia berharap supaya ada instruksi di bawah air bagi para wisatawan, apa yang boleh tidak boleh dilakukan di objek wisata bawah air. Ia berharap pemerintah bisa meman­ faatkan keka­yaan laut Aceh dengan baik. Apalagi laut Aceh sangat indah. Keindahan

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

LAUT UNTUK

KITA Pinggiran Pantai di Aceh Jaya (Dimas;AER)

laut untuk pariwisata seyog­yanya dikelola sesuai syariah karena pangsa pasarnya besar. “Sekarang tinggal kitanya, siap atau enggak,” imbuhnya. Penangkapan ikan Rian Juanda, M.Si, Dosen Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya Peri­kanan Unsyiah, menjelaskan, kondisi perikanan di Aceh masih terbilang stabil. Pemerintah sendiri sudah melarang penggunaan bebe­ rapa jenis alat tangkap agar tidak merusak kestabilan itu. Di Aceh sendiri, umumnya para nelayan menggunakan pukat cincin. “Pendapatan nelayan Aceh juga tidak mengalami pelonjakan,” sambungnya. Ia mengapresiasi kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Indo­ ne­ sia Susi Syahrul Purnawan, S.Pi., M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Unsyiah


Nasional

Pudjiastuti. Keputusan Susi meneng­gelam­ kan kapal ilegal membuah­kan hasil nyata. Kapal-kapal ilegal semakin berkurang yang masuk ke perairan Indonesia. Di beberapa daerah, hasil tang­kapan ikan nelayan Aceh meningkat setelah diterapkan kebijakan itu. Aceh memiliki Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), tepatnya di Lampulo, Banda Aceh. Kehadiran PPS yang luma­yan luas ini akan sangat bermanfaat. Tetapi, sumber daya manusia di bidang perikanan masih kurang. Dengan meman­ faatkan teknologi, seharusnya penangkapan ikan lebih mudah. Para nelayan dapat menentukan titik strategis penangkapan. Namun, nelayan di Aceh masih banyak

memanfaatkan cara-cara tradisional. Terkadang, harga ikan menurun drastis karena hasil tangkapan nelayan membludak. Ia berharap pemerintah supaya setiap daerah di Aceh sinergis. Ketika hasil tangkapan suatu daerah membludak, ikan tersebut dijual ke daerah yang kekurangan ikan. “Mungkin kendalanya masih mahal di transportasi,” imbuhnya. Ia menambahkan, kerapu merupakan salah satu jenis ikan yang paling diminati masyarakat. Penghasil ikan kerapu terbanyak di Indonesia adalah Aceh, terutama di Bireuen. Ikan kerapu tersebut diekspor melalui Belawan, Sumatera Utara. [Zulfurqan|AER]

Rian Juanda MSi, Dosen Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Unsyiah


DUNIA DIGITAL

LAHAN BISNIS PARA DESAINER

36

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


PELUANG USAHA

Pelatihan desain grafis di

37

pesantren al mujaddid | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |Sabang


P

erkembangan teknologi meng­ hadirkan lapangan kerja yang luar biasa besar bagi pengguna yang kreatif. Kreatifitas itu tidak didapat begitu saja, melainkan perlu latihan serta konsisten. Seperti halnya yang dilakukan oleh Muslim Desainer Community (MDC) chapter Aceh yang berdiri pada 23 Januari 2017. MDC menjadi wadah menarik bagi para pecinta dunia desain. “Berawal dari diskusi kecil para pecinta dunia desain di warung kopi, kita pun mendirikan MDC chapter Aceh,” pungkas Ruslan, ketua sekaligus inisiator berdirinya MDC di Aceh. Anggotanya berasal dari berbagai kalangan seperti karyawan di percetakan, mahasiswa, dan freelancer. Dari sekian banyak anggota MDC Aceh, hanya tiga orang perempuan. Sekarang, bersama anggotanya, Ruslan merintis MDC chapter Lhokseumawe. Katanya, pusat MDC berada di Surakarta, Solo. Terbentuk pada 2013. Pendirinya Nurhadi Ismail. Seiring berjalannya waktu, MDC pun berkembang ke berbagai daerah. Ada 30 chapter MDC di Indonesia, bahkan sudah hadir di Sudan. Pembentukan MDC dilatarbelakangi oleh perkembangan media sosial dan globalisasi. Munculnya beragam konten negatif di media sosial membuat hati terenyuh. Konten tersebut dianggap bertujuan melemahkan kekuatan umat Islam. Karenanya, MDC yang bervisi dakwah visual berharap mampu mempromosikan konten positif. Konten positif ciptaan anggota MDC berupa sosialisasi mencegah penyalahgunaan narkoba, mengajak

masyarakat tidak meninggalkan shalat, dll. Di MDC tidak hanya mengedepankan persoalan desain, mereka turut menga­ dakan kajian-kajian keislaman. Lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Ar-Raniry ini memaparkan, per­ kem­ bangan MDC di berbagai chapter tidak ada standarnya. Yang paling penting adalah misinya berdakwah melalui dunia digital. Sementara itu, MDC chapter Aceh membentuk pola kerja yang sedikit berbeda dibandingkan dengan daerah lain. Mereka memiliki divisi-divsi dengan tugas yang sudah diatur seperti divisi kaderisasi, humas, designer development, dan designpreneur. Di divisi designer development, anggota direkrut berdasarkan kemampuan dan kemauannya untuk belajar. Di divisi design­ preneur anggota dilatih menjadi pengusaha yang mampu mendisain font baru ataupun logo. Keuntungan menjadi desainer digital Keuntungan yang bisa diraup dari bisnis ini mencapai Rp 1 miliar hanya untuk satu logo. Tergantung dari pasarnya. Sementara itu, anggota MDC chapter Aceh ada yang berpenghasilan Rp 5-10 juta hasil membuat font. Sistem kerjanya tidak terikat ruang dan waktu. Ruslan lebih suka menyebutnya

38

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

passive income. Font-font yang sudah dibuat, ditawarkan di dunia maya. Shutterstock, merupakan salah satu website bagi para desainer untuk memasarkan karyanya. Situs www.shutterstock.com yang berbasis di New York Amerika Serikat ini merupakan salah satu situs yang memperjualbelikan produk digital seperti kartu nama, template, vector, ilustrasi, foto, kartun, lukisan, emotikon, hingga musik. Kalau ada yang download, m a k a penyedia jasa memperoleh 0,5 dolar sekali download. A s i k n y a , download itu bisa terus berlanjut. “Setelah itu, semakin banyak yang membeli atau mengklik, uang mengalir terus ke penciptanya,” ujar lelaki kelahiran 17 April 1993


Peluang Usaha yang fokus menciptakan ikon. Untuk bisa bergelut di Shutterstock, penyedia jasa harus memiliki paspor, kreatif dan imajinatif, dan pastinya bisa mendesain. Apabila karya-karya sudah dipajang di situs mencapai ribuan, tanpa bekerja lagi pun penyedia jasa akan terus memperoleh penghasilan. “Melalui website, ruang lingkup pasar tidak terbatas. Pembelinya bisa saja merupakan perusahaan raksasa di Amerika,” paparnya. Kiat-kiat menjadi desainer Ruslan menjelaskan, ada beberapa pilihan software untuk mendesain, misalnya Adobe Ilustrator (AI), CorelDRAW, dan Adobe Photoshop. Ia menganjurkan supaya memilih salah satu di antaranya, kemudian menguasai teknik dasar penggunaannya. Pengguna dapat mempelajarinya otodidak melalui youtube. Langkah selanjutnya adalah menirukan karya-karya orang di internet, setelahnya dimodifikasi. Lama kelamaan, gaya khas pendesain akan muncul sendirinya. “Kalau bisa membuat karya sama dengan standar internasional dan persis, artinya kita mampu membuat karya standar internasional,” ujar Ruslan yang menjejal dunia desain sejak 2011. Agar diakui di dunia maya, desainer harus memiliki portofolio. Untuk membuat portofolio gratis bisa diperoleh salah satunya di drible.com. Jika ingin simpel, boleh saja menggunakan instagram. Kalau sudah banyak portofolio, karya seseorang akan dipromosikan sendiri oleh orang luar. “Kalau ingin mulai menjadi desainer, maka harus konsisten memposting. Setidak­ nya sehari ada satu portofolio. Postingannya di waktu yang banyak orang mengkakses. Kemungkinan besar pesanan akan masuk terus. Kredibel, disiplin, dan jujur,” tegasnya. [Zulfurqan]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

39


POTRET EKONOMI KREATIF

MEWUJUDKAN ACEH KREATIF DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

SALAH SATU VISI DAN MISI GUBERNUR ACEH PERIODE 2017-2022 (Sebagai Sumber Inspirasi Kreatif Daerah) Oleh : Azwari

B

erdasarkan kondisi Aceh dewasa ini, tantangan yang mungkin dihadapi hingga akhir masa kepemimpinan Irwandi-Nova terkait program “Aceh Kreatif” adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkualitas dan berkelanjutan. Industri kreatif diyakini mampu mengejar ketertinggalan Aceh dari daerah-daerah yang sudah lebih dulu maju. Untuk itu, sistem perekonomian Aceh harus bertumpu pada kekuatan sumber daya manusia yang kreatif dalam menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. Pembangunan ekonomi kreatif menjadi sangat relevan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh khususnya dalam menjawab segala tantangan yang ada. Ekonomi kreatif dapat dikerjakan oleh siapa saja, di mana saja, dengan modal relatif sedikit, asalkan punya ide kreatif dan kemauan untuk berkarya. Cakupannya bisa dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bentuk souvernir kayu, bambu, atau kerajinan rumah tangga seperti kue tradisional dan kerajinan lainnya. Oleh sebab itu, program pemerintah yang mendorong pengembangan industri kreatif di Aceh perlu kita dukung bersama. Keragaman adat budaya Aceh juga merupakan potensi dan aset yang besar dalam ekonomi kreatif. Berbagai suku bahasa di Aceh dapat memperkaya hasil kreatifitas dan motif kerajinan di Aceh. Seperti bordir kerawang gayo, songket Aceh, dll. Semua ini harus ditransformasikan menjadi penggerak ekonomi kreatif yang dapat menjawab tantangan pembangunan pada masa mendatang. Sesuai dengan Visi Misi Gubernur Aceh Terpilih salah satunya yang dituangkan dalam Rencana Pem­bangu­nan Jangka Menengah Aceh yaitu men­ciptakan “ACEH KREATIF” untuk mendorong tumbuhnya industri sesuai dengan potensi sumber daya daerah dan memproteksi produk yang dihasilkannya meliputi program yang akan dilaksa­nakan melalui penyediaan sentra pro­duksi yang berbasis potensi sumber daya lokal dan berorientasi pada pasal lokal, perlindungan produk-produk yang dihasilkan oleh industri lokal agar dapat bersaing dengan produk dari luar Aceh, merangsang lahirnya industri-industri kreatif yang potensial terutama di sektor jasa, membangun basis industri sebagai bagian menghadapi masa berakhirnya

40

dana otonomi Aceh dengan cara merang­sang dan melindungi tumbuhnya industri-industri untuk menyuplai kebu­tuhan lokal masyarakat Aceh. Pada masa lalu, pemikiran mengenai konsep industri kreatif adalah bahwa produk-produk yang berasal dari seni budaya dan kreativitas yang hanya bertujuan untuk kepuasan jiwa atau bagian dari pertunjukan budaya. Namun dalam perjalanannya, industri kreatif tidak hanya menghasilkan produk-produk tersebut, tetapi juga mulai menghasilkan produk-produk yang penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga industri kreatif menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi global, termasuk juga kontribusinya dalam penciptaan lapangan pekerjaan, nilai tambah, dan jumlah usaha, maka hal yang perlu dilakukan sekarang adalah pembangunan pasar karya kreatif di seluruh Daerah Kabupaten/Kota. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap karya kreatif, antara lain peningkatan daya beli masyarakat yang mendorong meningkatnya permintaan pada produk yang memiliki elastisitas pendapatan tinggi termasuk di dalamnya karya kreatif, di samping perkembangan teknologi yang membuat beberapa harga karya kreatif menjadi lebih

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

terjangkau. Perubahan pola konsumsi karya kreatif juga menjadi faktor penentu, di mana saat ini konsumen karya kreatif tidak hanya menjadi pengguna pasif, akan tetapi juga menjadi bagian dari karya kreatif itu sendiri. Industri kreatif merupakan bagian atau sub sistem dari ekonomi kreatif, yang terdiri dari core creative industry, forward dan backward linkage cerative industry, dimana core creative industry adalah industri kreatif yang penciptaan nilai tambah utamanya adalah pemanfaatan kreativitas orang kreatif. Dalam proses penciptaan nilai tambah tersebut core creative industry, membutuhkan output dari industri lainnya sebagai input. Industri yang menjadi input bagi core creative industry, disebut sebagai backward linkage cerative industry. Ouput dari core creative industry juga dapat menjadi input bagi industri lainnya, yang disebut sebagai forward linkage cerative industry. Dengan melihat keterkaitan antar kelompok industri sebagai core creative industry, forward dan backward linkage cerative industry, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok industri kreatif saling beririsan walaupun setiap kelompok industri memiliki karakteristik industri yang berbeda. Sejalan dengan perkembangannya, maka pendekatan definisi ekonomi kreatif di setiap negara berbeda, namun untuk mengaitkan ekonomi kreatif dengan industri kreatif, maka industri kreatif adala industri yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan


Opini

bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup. Sedangkan definisi mengenai ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai tambah berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif ) dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Sumber daya utama dalam ekonomi kreatif

adalah kreativitas (creativity) yang didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang unik, menciptakan solusi dari sesuatu masalah atau melakukan sesuatu yang berbeda. Kreativitas merupakan faktor yang menggerakkan lahirnya inovasi dengan memanfaatkan penemuan yang telah ada. Inovasi merupakan transformasi atau implementasi dari ide atau gagasan berdasarkan kreativitas dengan memanfaatkan penemuanpenemuan yang ada untuk menghasilkan produk atau proses yang lebih baik, bernilai tambah, dan bermanfaat. Sedangkan penemuan adalah menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dan diakui sebagai karya yang memiliki fungsi unik. Oleh karena itu, kreativitas sangat penting dalam mendorong lahirnya inovasi-inovasi yang berdaya guna dan berdaya saing. Ekonomi kreatif sangat erat kaitannya dengan industri kreatif, namun ekonomi kreatif memiliki cakupan yang lebih luas dari industri kreatif. Ekonomi kreatif merupakan ekosistem yang memiliki hubungan saling ketergantungan antara nilai kreatif; lingkungan pengembangan; pasar; dan pengarsipan. Ekonomi kreatif tidak hanya terkait dengan penciptaan nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga penciptaan nilai tambah secara sosial, budaya dan lingkungan. Oleh karena itu, ekonomi kreatif selain dapat meningkatkan daya saing, juga dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa. Kembali kepada Visi dan Misi Gubernur Aceh, kekayaan budaya dan alam Provinsi Aceh sebagai inspirasi dalam pengembangan “Ekonomi Kreatif�, hal ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Dari sisi budaya, Aceh memiliki beberapa suku, bahasa, tarian, busana adat. Di sisi lain, sumber daya alam Aceh yang memiliki hutan luas, merupakan potensi yang belum dioptimalkan pemanfaatannya. Sumber daya kelautan yang tersebar di beberapa kabupaten di Aceh dengan luas kelautan yang begitu menguntungkan dengan potensi hasil sektor perikanan cukup menjanjikan.

kreatif sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di semua lapisan usia. Salah satu aspek terpenting dalam pengembangan ekonomi kreatif di Daerah adalah penciptaan wirausahawan kreatif. Karena para wirausahawan inilah yang akan berperan penting dalam pengembangan ekonomi kreatif. Saat ini, Aceh belum masuk ke dalam kelompok daerah industri maju di Indonesia karena masih banyak aspek yang menjadi persoalan dalam mengembangkan sektor industri daerah. Salah satunya adalah masih minimnya pelaku usaha atau pengusaha pada sektor ekonomi terutama ekonomi kreatif. Padahal Setiap Kabupaten/ Kota di Aceh pada umumnya memiliki potensi produk yang bisa diangkat dan dikembangkan, keunikan atau kekhasan produk lokal itulah yang mesti menjadi intinya lalu ditambah unsur kreativitas dengan sentuhan teknologi. Ini adalah tantangan bagi Pemerintah dalam mengimplementasikan visi dan misi yang antara lain menciptakan Aceh Kreatif. Sedangkan upaya untuk melindungi hasil produksi, kiranya dapat diberi kemudahan memperoleh hak paten bagi pelaku industri, dalam rangka menjamin keberlangsungan usah industri yang dijalankan. Dewasa ini, sudah banyak orang kreatif yang lahir di daerah seperti kelompok bisnis yang di sebut Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), di mana berkumpulnya orang-orang kreatif yang menciptakan suatu barang dan jasa yang bermanfaat bagi penciptaan produk. Hasil produk tersebut dapat menambah pendapatan Daerah. Maka dari itu peran Pemerintah sangatlah penting untuk menyukseskan visi dan misi Aceh Kreatif, dengan merealisasikan pengetahuan mengenai ekonomi kreatif. Kesimpulan dari hasil penjelasan di atas bahwa realitas dan fenomena ekonomi kreatif sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi Provinsi Aceh yang telah terbukti memiliki aset kreativitas sejak dulu. Aceh tidak kekurangan modal kreativitas hanya kekurangan kemampuan mengintegrasikannya, oleh karena itu diperlukan konsep kebijakan Pemerintah sedini mungkin untuk memberikan kemudahan dalam segala sudut usaha demi mewujudkan Aceh Hebat melalui “Aceh Kreatif� di masa yang akan datang. []

Aspek Penting Dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif di Daerah Pada program berkaitan dengan pasar lokal karya kreatif, secara umum permintaan terhadap karya kreatif dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang pertama adalah peningkatan daya beli masyarakat yang mendorong pada peningkatan permintaan produk-produk yang memiliki elastisitas pendapatan tinggi termasuk karya kreatif. Selain itu perkembangan teknologi telah membuat harga beberapa karya kreatif lebih terjangkau. Kedua, perubahan pola konsumsi karya kreatif, saat ini konsumen karya kreatif tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi juga menjadi bagian dari karya kreatif itu sendiri karena konsumen bisa menjadi co-creator dari karya kreatif. Ketiga, pertumbuhan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk merupakan potensi bagi pemasaran karya kreatif. Keterbukaan informasi menjadikan karya | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

41


SEKELUMIT KISAH DIASPORA ACEH;

BERTUGAS DI KAWASAN KONFLIK

A

rmaen sudah 10 tahun bekerja di International Organization for Migration (IOM). Keingi­ nan­ nya melihat dunia luar meru­ pakan motivasinya bekerja di orga­ nisasi internasional yang bernaung di bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu. Lulusan Fakultas Ekonomi Unsyiah pada 2001 ini sudah menapaki berbagai negara di tiga benua, seperti Irak dan Yordania di Timur Tengah (Asia), Kenya dan Rwanda di Afrika, serta Kosovo dan Italia di Eropa. Tidak begitu saja ia bisa bekerja di organisasi yang bergerak di bidang migrasi. Sebelumnya, ia melakoni peke­rjaan sebagai instruktur komputer, akun­tan, dan internal auditor di ber­ bagai perusahaan di Banda Aceh, dan berlanjut sebagai akuntan di Management Information System (MIS) Analyst, dan Livelihood Officer di dua lembaga kemanusiaan internasional. Sebagai catatan, selama konflik Aceh, hanya dua lembaga kemanusiaan yang beroperasi dan memiliki staf lapangan di Aceh, yakni IOM dan Save The Children. Keadaan berubah pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang menimpa Aceh dan negara-negara lain di wilayah Samudera Hindia. Selain mengharuskan kedua lembaga tersebut memfokuskan aktivitas

42

pada penanganan bencana. Satu tahun pasca tsunami Aceh, Armaen memutuskan untuk menerima tawaran bergabung dengan IOM yang pada saat itu memulai program pem­berdayaan ekonomi masyarakat yang ter-imbas konflik dan bencana. “IOM mewawancara saya dan tertarik dengan pengalaman yang saya miliki dibidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, alham­ dulillah saya diterima,” pungkas lelaki kelahiran Banda Aceh ini. Karier di IOM terus berlanjut. Sete­ lah menimba pengalaman di Aceh dari tahun 2005 hingga 2009, Armaen dipercaya untuk mengkoordinir salah satu program IOM di wilayah timur Indonesia. Melalui kantor IOM di Makassar – Sulawesi Selatan, Armaen mengkoordinir sejumlah staf lapangan di Papua, Maluku, Maluku Utara, Sula­wesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Masa-masa di timur Indonesia meng­­­ haruskan Armaen secara rutin mengun­jungi berbagai wilayah. “Saya sangat menikmati pekerjaan saya; setiap saya mengunjungi tempat baru, tidak hanya melihat hal-hal unik dan menarik, penga­ laman ini juga memperkaya pema­ haman saya di bidang sosial, adat, budaya, budaya dan tentu saja yang berkaitan dengan pekerjaan saya,” lanjut Armaen.

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

Akhirnya, dikarenakan ketegangan antar suku Bugis dan salah satu suku pendatang di Makassar pada tahun 2011, IOM memutuskan memindahkan wilayah tugas Armaen dari Kota Makassar ke Kota Batam. Usai bertugas di Batam, pria yang sudah menyelesaikan studi S2 – Master of Advanced Studies in Humani­ tarian Operations and Supply Chain Management (MASHOM) di Fakultas Ekonomi Universitas della Swizerra italiana (University of Lugano, Switzer­land), pulang ke Jakarta. Keluarganya berdomisili di sana. Selama setahun di Jakarta ia meng­ habiskan waktu mendampingi anak dan istri yang tidak ikut serta selama masa penempatan di luar Aceh. Akhir 2012, Armaen menerima email dari mantan atasan di IOM dan menawarkan untuk bergabung kembali, namun di wilayah penempatan di luar Indonesia, Irak. IOM menawarkan posisi menantang di selatan Irak yang berbatasan langsung dengan dengan Iran dan Kuwait. Dalam waktu singkat, Armaen menerima tawaran sebagai Operations Officer untuk IOM Iraq – Regional Hub Basra dengan cakupan wilayah 6 governorate (setara dengan provinsi) – Basra, Maysan, Muthana, Thi-Qar, dan Qadissiya. Basra adalah satu-satunya kota pela­


Sosok buhan di Iraq. Kota Basra dijuluki sebagai Venesia dari Timur karena keindahan Sungai Shatt al-Arab yang membelah kota ini. Sungai Shatt al-Arab adalah hilir dari Sungai Eufrat dan Tigris yang terkenal. Mantan Presiden Iraq – Saddam Hussein membangun salah satu istananya dan menyandarkan kapal pesiarnya yang bernama Basra Breeze di Kota Basra. Basra juga merupakan kota bersejarah bagi umat Islam dimana kota ini menjadi saksi atas pertempuran yang dinamakan Perang Unta pascaterbunuhnya khalifah ketiga Saidina Ustman bin Affan. Pascainvasi Amerika Serikat ke Iraq pada 2003, Basra yang terlibat dalam konflik bersenjata hancur porak-poranda. Namun, jejak kejayaan Basra masih sangat kental terlihat hingga sekarang. Tidak begitu lama, kontrak kerja sebagai Operations Officer untuk IOM Irak sudah ditandatangani. Namun untuk memulai penempatan di Irak, salah satu negara paling berbahaya didunia, harus melalui banyak proses. Yordania mempunyai peran penting bagi operasi kemanusiaan di Irak dan negara konflik lainnya di Timur Tengah. Armaen menjelaskan bahwa per­ ja­ lanannya ke Irak dimulai dari Yordania. Di Kota Amman, Ibukota Yordania, seluruh protokol berkaitan penempatan di Irak diproses. Dimulai dari pengurusan visa kerja, security clearance (SC) dan Movement Planning (MoP), hingga mengikuti training wajib Security Awareness Induction Training (SAIT) yang pada saat itu dilaksanakan di instalasi militer Yordania di King Abdullah II Special Operations Training Center. SAIT Training adalah pembekalan untuk

menjalani kehidupan di kawasan konflik, seperti penggunaan radio komu­ nikasi, P3K, menghadapi cuaca ekstrem (minus 0 derajat Celsius saat musim dingin dan di atas 50 derajat Celsius saat musim panas), pengenalan budaya lokal dan interaksi dengan warga lokal, menghadapi situasi penyerangan bersenjata serta penculikan, penggunaan pakain dan kendaraan anti peluru, dan lainnya. “Prepare for the worst, but hope for the best. Itu intinya,” kata Armaen sambil tertawa. Ia tinggal di Bashrah International Hotel, satu-satunya tempat dalam zona hijau atau daerah aman. Bila hendak keluar hotel atau zona merah, harus mengikuti protokol keamanan seperti pengawalan pihak keamanan serta menggunakan kendaraan dan pakaian anti peluru yang tentu saja tidak murah pembiayaannya. Sebagian besar

warga Irak memiliki dua paspor, seperti paspor Swedia, Australia, dan Denmark. Ketika situasi keamanan memburuk, mereka dapat keluar dari Irak dengan mudah, yang terkadang sulit disulit jika menggunakan paspor Irak. Ia menjelaskan bahwa konflik di Irak lebih mengerikan. Walaupun demikian, Irak mau menerima pengungsi dari Syria. Sehingga muncul persoalan baru antara masyarakat Irak dengan pengungsi. Masya­ rakat Irak menilai pengungsi akan mem­ bebani negaranya. Oleh karenanya, selain menangani pengungsi, IOM juga harus menga­tasi masalah masyarakat Irak. Kini Armaen dipercayakan sebagai Kepala Kantor IOM di Mombasa, Kenya. Programnya reintegrasi ke masyarakat bagi warga Kenya yang mendapat amnesti atas kegiatan yang pernah mereka lalukan dengan kelompokkelompok radikal baik di dalam negeri maupun di negara tetangga seperti Somalia. Eks kombatan yang menyerahkan diri dibina untuk ditingkatkan pengetahuan dan keahlian serta dicarikan solusi pendapatan untuk menopang hidup. Untuk menghindari kecemburuan di masyarakat, IOM membe­ rikan bantuan berupa infrastruktur kepada masyarakat Kenya yang tidak terlibat dalam kegiatan radikal. Sementara itu, Kenya kewalahan mena­ ngani 300 ribu lebih pengungsi Somalia di dua kamp pengungsi – Dadaab dan Kakuma. Kamp pengungsi terbesar di dunia itu sering disebut-sebut sebagai lokasi pengaderan kelompok radikal. Karenanya, otoritas Kenya sempat berencana menu­ tupnya sebe­ lum dihimbau dunia inter­ nasional untuk menghentikan rencana tersebut. Kalau benar-benar ditutup, nasib pengung­ si akan lebih memprihatinkan. [Zulfurqan|AER]

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

43


PESONA PESISIR PANTAI LHOKSEUDU,

“Maldives”nya Aceh Kalau hari-hari biasa palingan kami dapat Rp.1.500.000 tergantung pengunjung yang datang, tapi kalau hari Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000 perhari. Darma Manajer Lhoek Aroen Kuphie 44 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |


Wisata

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

45


(oleh: intan khairani)

L

hokseudu adalah sebuah Desa pesisir yang berada di Gampong Layeun, Kecamatan Leupung, Aceh Besar, teluk Lhokseudu menawarkan panorama alam yang memanjakan mata siapa saja yang memandangnya. Lukisan alam yang indah itu dapat di nikmati setelah menempuh perjalanan berkendara sekitar 45 menit dari pusat kota Banda Aceh. Teluk Lhokseudu berada di pinggir jalan lintas barat selatan Aceh. Jika ingin bersantai sembari beristirahat dan menyantap makanan, sepanjang teluk berdiri beberapa café dengan gazebo pinggir pantai yang mengingatkan pada pesisir Maldives yang bergaya jambo atau pondok sederhana. Pada tahun 2004, Lhokseudu termasuk daerah yang terkena dampak tsunami yang parah, bangunan hancur ada dimana-mana, termasuk pantainya yang terpisah dengan daratannya. Namun Lhokseudu bangkit dan sekarang tumbuh menjadi daerah wisata yang indah. Meski sebahagian besar area mengalami pemulihan dan ada tempat bencana yang sengaja dibiarkan untuk memperlihatkan dahsyatnya bencana tsunami yang menerjang kawasan ini di masa lampau. Di sini, ada empat jenis café yang tersusun rapi. Keempat café tersebut memberikan konsep yang sama, di awali oleh Café Ujong Glee. Salah satu café yang Tim AER kunjungi sore itu adalah café “Lhoek Aroen Kuphie Lhokseudu” yang dirintis oleh Saipul bahri dari 3 tahun yang lalu. Inovasi Saipul Bahri untuk membuat jambo-jambo di pinggir pantai itu supaya menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah untuk menuju ke Lhokseudu. Bagi para penikmat pantai, wajib hukumnya untuk datang kemari. Selain menikmati indahnya laut dari jembatan dan jambo di atas air laut, makanan dan minuman yang disuguhkan pun tak kalah nikmat. Ternyata, untuk usaha café terapung seperti ini omzet yang di peroleh pun lumayan besar. “Kalau hari-hari biasa palingan kami dapat Rp.1.500.000 tergantung pengunjung yang datang, tapi kalau hari Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000 perhari,” ucap Darma, manajer Lhoek Aroen Kuphie yang kami temui sore itu. Respon masyarakat akan adanya café ini sangatlah positif. Ia mengatakan bahwa mereka sangat mendukung untuk memajukan area wisata di daerah tersebut. Bahkan, pada hari libur sekolah, penduduk desa Layeun khususnya anak-anak sekolah turut membantu untuk menjadi pelayan

46

di café guna menambah uang jajan. Kadang-kadang, ada delapan orang anak yang turut membantu pada satu café ketika banyak pengunjung yang datang di akhir pekan. Adapun menu makanan yang dapat kita santap di café tersebut bermacammacam, mulai dari ikan bakar, mie Aceh, aneka jus, sop buah, mie udang, hingga mie kepiting. Harganya pun cukup variatif, namun tidak menguras dompet. Pengunjung yang datang pun beraneka ragam bermula dari anak-anak, mudamudi, hingga orang tua. Rata-rata mereka datang dari luar daerah, bahkan beberapa juga dari luar negeri, ada dari Malaysia, Thailand, Australia dan lain-lain. Keindahannya yang tak biasa membuat tempat ini menjadi hits bagi kawula muda yang aktif di sosial media, pada platform Instagram salah satunya. Mereka ramairamai datang ke tempat ini tidak hanya untuk bersantai namun mengabadikan gambar untuk sekedar posting di sosial media ataupun untuk kenang-kenangan. Banyak juga fotografer yang mengabadikan beberapa gambar di area pantai yang di hiasi oleh pondok sederhana tersebut, biasanya, suasana sunset di Lhokseudu ini tak kalah indahnya dengan suasana siang harinya. Dengan jembatan yang berdiri membelah pantai dan di hiasi beberapa jambo tak heran jika suasana di Lhokseudu itu pun seperti pesisir “Maldives” ala Aceh. Kendati indahnya tempat ini, banyak pengunjung yang hanya datang untuk mengambil beberapa foto dan kemudian pergi tanpa memesan minuman di café itu. Darma mengatakan untuk masuk ke dalam jambo tidak di kenakan tiket, tapi setiap orang yang ingin mengambil gambar di tempat tersebut haruslah memesan makanan atau minuman terlebih dahulu, seperti tulisan yang tertera jelas di pagar pintu masuk ke dalam jambo. ”Kita kan masih dalam tahap pembangunan, belum semuanya jadi, dan masih banyak yang direnovasi, jadi setidaknya pesan makanan lah kalau memang mau menikmati pemandangan di sini. Jadi kan kita bisa jadi saling menguntungkan, makanya kami pasang pamflet seperti itu biar pengunjung pada mengertilah, hehehe,” ucap Darma dalam gelak tawanya tapi mengandung makna

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER 2017 |

yang serius. Dengan adanya pamflet tersebut tentunya menjadi perhatian juga bagi para pengunjung. “Pertama kali kesini dan sebelumnya sudah terkesima karena dari akun-akun wisata yang ada di Aceh, saat datang terkesima juga dengan pamfletnya. Wajar aja sih kalau yang datang cuma mau fotofoto malah bisa ganggu ketenangan para pengunjung yang memang mau makan atau minum yakan,” pendapat salah satu pengunjung di café tersebut. Inilah Lhokseudu, pantai dengan keindahannya yang dikelola dengan hati dan inovasi. Dengan melihat bagaimana potensi media sosial dan pariwisata, tempat yang dulunya biasa saja dapat disulap menjadi lokasi wisata yang paling dikunjungi pada akhir pekan. Dengan menelisik bagaimana transformasi Lhokseudu dulu dan sekarang, diharapkan masyarakat dan pengusaha di Aceh agar lebih memerhatikan perkembangan yang ada dari berbagai sisi dan aspek, sehingga dapat berinovasi menjadi tempat yang menarik tak hanya bagi pariwisata Aceh, namun juga secara nasional dan internasional. [INTAN|AER]


L

Foto-Haris

hokseudu adalah sebuah Desa pesisir yang berada di Gampong Layeun, Kecamatan Leupung, Aceh Besar, teluk Lhokseudu menawarkan panorama alam yang memanjakan mata siapa saja yang memandangnya. Lukisan alam yang indah itu dapat di nikmati setelah menempuh perjalanan berkendara sekitar 45 menit dari pusat kota Banda Aceh. Teluk Lhokseudu berada di pinggir jalan lintas barat selatan Aceh. Jika ingin bersantai sembari beristirahat dan menyantap makanan, sepanjang teluk berdiri beberapa café dengan gazebo pinggir pantai yang mengingatkan pada pesisir Maldies yang bergaya jambo atau pondok sederhana. Pada tahun 2004, Lhokseudu terma­suk daerah yang terkena dampak tsuna­mi yang parah, bangunan hancur ada dimana-mana, termasuk pantainya yang terpisah dengan daratannya. Namun Lhokseudu bangkit dan sekarang tum­­ buh menjadi daerah wisata yang indah. Meski sebahagian besar area menga­lami pemulihan dan ada tempat bencana yang sengaja dibiarkan untuk memperlihatkan dahsyatnya bencana tsunami yang menerjang kawasan ini di masa lampau. Di sini, ada empat jenis café yang tersusun rapi. Keempat café tersebut memberikan konsep yang sama, di awali oleh Café Ujong Glee. Salah satu café yang Tim AER kunjungi sore itu adalah café “Lhoek Aroen Kuphie Lhokseudu” yang dirintis oleh Saipul bahri dari 3 tahun yang lalu. Inovasi Saipul Bahri untuk membuat jambo-jambo di pinggir pantai itu supaya menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah untuk menuju ke Lhokseudu. Bagi para penikmat pantai, wajib hukumnya untuk datang kemari. Selain menikmati indahnya laut dari jembatan dan jambo di atas air laut, makanan dan minuman yang disuguhkan pun tak kalah nikmat. Ternyata, untuk usaha café terapung seperti ini omzet yang di peroleh pun lumayan besar. “Kalau hari-hari biasa palingan kami dapat Rp.1.500.000 tergantung pengunjung yang datang, tapi kalau hari Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000 perhari,” ucap Darma, manajer Lhoek Aroen Kuphie yang kami temui sore itu. Respon masyarakat akan adanya café ini sangatlah positif. Ia mengatakan bahwa mereka sangat mendukung untuk memajukan area wisata di daerah tersebut. Bahkan, pada hari libur sekolah, penduduk desa Layeun khususnya anak-anak sekolah


Biro Perekonomian Setda Aceh


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.