Harian Vokal edisi 15 Mei 2012

Page 4

4

OPINI

SENIN 14 Mei 2012/23 Jumadil Akhir 1433 H

HARIAN VOKAL

Konversi BBM ke BBG Minim Aksi

TAJUK

Spekulasi yang Kontra Produktif INILAH realita di negeri yang bernama Republik Indonesia. Ketika sebuah peristiwa besar terjadi, semua orang tiba-tiba bisa merasa jadi pahlawan, hebat dan pintar. Tak jarang muncul pakar dadakan untuk semua lini kehidupan dengan beragam argumentasi yang kadangkala justru sudah di luar konteks yang patut untuk ditanggapi. Ketika demam sepakbola terjadi, sebutlah Piala Dunia, semua orang tiba-tiba saja bisa mengklaim diri sebagai pakar dan pengamat yang dengan enteng melontarkan berbagai prediksi hingga asumsi soal kehebatan dan kelemahan seorang pemain maupun sebuah tim yang bertanding. Begitulah yang sering terjadi dan kita ikuti baik di pemberitaan televisi maupun suratkabar. Tak terkecuali ketika sebuah musibah, sebuah tragedi kecelakaan pesawat komersial asal Rusia, Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100), terjadi di Gunung Salak, Jawa Barat, pertengahan pekan silam. Di tengah upaya matimatian para relawan, tim SAR dan tim evakuasi untuk mencari dan menyelamatkan para korban, justru yang lebih mencuat di tengah-tengah masyarakat adalah spekulasi kontraproduktif di balik tabrakan pesawat tersebut dengan tebing Gunung Salak. Belum lagi ada kejelasan di mana lokasi jatuhnya pesawat naas yang membawa 46 penumpang dan sebagian besar adalah WNI yang diajak oleh produsen maskapai tersebut untuk menikmati kecanggihan dan kenyaman Sukhoi, justru yang lebih ramai mencuat adalah rumor, isu dan spekulasi. Mulai dari dugaan adanya aksi terorisme di atas pesawat seperti Serangan 11 September 2001 di AS hingga persaingan bisnis produsen pesawat komersial dan ketidakprofesional pilot Sukhoi. Siapapun takkan bisa menduga penyebab terjadinya sebuah musibah, termasuk kecelakaan pesawat seperti yang menimpa Sukhoi. Apakah karena faktor alam, human error ataupun faktor teknis pesawat, tentu nanti akan terjawab seiring dengan temuan kotak hitam pesawat serta hasil investigasi yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia. Jika selama proses evakuasi ditemukan halhal yang di luar kelaziman, sebutlah tentang mengapa pilot Sukhoi sampai meminta turun dari 10.000 kaki ke ketinggian 6.000 kaki, padahal saat bersamaan pesawat diduga berada di atas Gunung Salak yang berketinggian 7.200 dpl (di atas permukaan laut), itu tidaklah akan bisa memvonis adanya kejadian luar biasa di atas pesawat sehingga mereka memutuskan untuk turun lebih rendah. Begitu pula dengan spekulasi manuver berani yang dilakukan pilot Sukhoi yang minta turun ke ketinggian 6.000 kaki karena ingin melakukan manuver untuk menunjukkan kelebihan SSJ-100 berupa sistem naik otomatis, itu juga sepatutnya dinilai sebagai hal yang tak masuk akal. Sebab, yang dibawa sang pilot bukanlah pesawat tempur yang lebih ringan dan ramping ketimbang superjet 100 tersebut. Di atas pesawat juga bukan hanya satu atau dua orang saja, tetapi puluhan nyawa manusia. Berspekulasi di luar kemungkinan yang sesungguhnya terjadi, menurut hemat kita, hanya akan menambah kesedihan dan kepedihan hati para keluarga korban tragedi Sukhoi serta sangat kontraproduktif. Alangkah lebih baik jika pihak-pihak yang merasa paham dengan dunia penerbangan, lebih fokus memberikan perhatian terhadap langkah-langkah penyelamatan dan evakuasi yang lebih pas terhadap korban kecelakaan pesawat. Mungkin perlu dicermati tentang sistem evakuasi dan kecepatannya, hingga penggunaan teknologi yang lebih canggih terhadap medan sulit seperti di Gunung Salak. Itu lebih baik, karena siapa tahu masih ada nyawa yang bisa diselamatkan, mengingat setiap kali terjadi musibah kecelakaan pesawat, khususnya di negeri ini, hampir nyaris tak ada korban yang selamat dan diselamatkan hidupnya. ***

P ojok Sindir - DPRD Pekanbaru Minta Prioritaskan Guru Honor + Ingat...! itu aspirasi rakyat - Hutan Bukit Barisan di Rohul Gundul Dijarah + Giliran berikutnya, bukit yang dijarah

RENCANA pengembangan energi alternatif sudah lama didengungkan. Namun, aksi nyata pengembangan energi terbarukan (renewable energy) tersebut, hingga kini tidak menunjukkan kemajuan berarti. Penggunaan bahan bakar gas (BBG) maupun bahan bakar nabati (BBN), seperti biodiesel, bioethanol sektor transportasi nyaris jalan di tempat dan hanya di atas kertas. Akibatnya, saat lonjakan harga minyak mentah (crude) dan beban subsidi membesar, penggunaan energi alternatif yang diharapkan menjadi jalan keluar, praktis tidak bisa diharapkan. Pemerintah sendiri hingga kini terus sibuk merumuskan berbagai kebijakan pengendalian dan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Padahal, kepanikan pemerintah dalam merespon tingkat konsumsi dan tingginya subsidi energi seharusnya tidak perlu terjadi jika penggunaan energi alternatif sudah berjalan optimal. Bagaimana upaya dan pilihan strategis yang harus dilakukan untuk mempercepat pengembangan energi alternatif dalam menyikapi tingginya harga minyak dunia dan menjaga ketahanan energi nasional ke depan? Berikut ini wawancara wartawan Harian Umum Suara Karya Abdul Choir dengan pakar energi dan migas Kurtubi di Jakarta, Jumat (11/5). Pengembangan energi alternatif atau energi terbarukan belum mencapai hasil signifikan. Apa kendala utamanya? Sudah terlalu lama Pemerintah Indonesia merencanakan program pengembangan energi baru

Negara (BUMN) yang fokus pada pengembangan energi terbarukan. Badan usaha ini akan mengimplementasikan kebijakan pemerintah dari hulu, seperti potensi yang banyak tersedia di dalam negeri dan memanfaatkan perkebunan. Selanjutnya, badan usaha juga menangani pengolahan sumber energi terbarukan hingga distribusi dan pemasaran di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang ada. Untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan ini dibutuhkan investor swasta yang besar karena tidak cukup hanya dilakukan melalui koperasi yang memiliki berbagia keterbatasan, terutama akses pendanaan. Sebab, produksi dan pengembangan BBN harus dilakukan dalam skala besar agar efisien dan menjamin keberlanjutan suplai BBN. Kalau energi alternatif seperti bioethanol atau biodiesel didorong untuk dikembangkan, akan menjadi sumber energi baru yang bisa mengganti BBM. Tentunya, beban APBN untuk energi akan berkurang. Selain itu, mempercepat peralihan penggunaan BBM ke bahan bakar gas sebagai solusi dalam mengurangi ketergantungan akan BBM yang harganya terus meningkat. Di sejumlah wilayah, sudah berhasil ditemukan sumber energi baru yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak. Sumber energi baru ini dibuat dari hasil pengolahan air pohon Nipah. Ini harus ditindaklanjuti. Pemerintah jangan sekedar merumuskan

DAMPAK perubahan iklim tak selalu tampak nyata secara kasat mata dari indikator cuaca yang tersedia. Namun masyarakat bisa membaca isyarat alam, misalnya kecenderungan peningkatan kekurangan air bersih, tanah longsor, puting beliung, ketidakpastian pergantian musim, banjir, dan makin parahnya abrasi di pesisir Jawa Tengah. Kita tidak bisa membiarkan kondisi itu tanpa penanganan secara dini dan terintegrasi. Faktanya, banyak kabupaten/ kota di Jateng belum optimal mengelola sektor lingkungan hidup, terutama terkait dengan pengaruh perubahan iklim. Indikator itu bisa terlihat dari keminiman anggaran, baik yang bersumber dari APBD, APBN, maupun dana alokasi khusus (DAK) mengenai lingkungan hidup. Persoalan lain, dan ini juga menjadi salah satu faktor signifikan adalah karena pemda belum siap merangkul pe­mangku kepentingan yang menjadi sumber pemicu perubahan iklim.

Surat Pembaca

setiap peluang yang ada ini akan dimanfaatkan oleh gepeng. Seharusnya pemerintah tegas membedakan antara aturan yang ditetapkan dengan faktor kemanusiaan. Sebab, banyak hal negatif jika gepeng terus dibiarkan. Jika pun mengingat faktor kemanusiaan, Pemko Pekanbaru harus mencarikan solusi bagi mereka, khususnya melalui Dinas Sosial. Apakah memaksimalkan peran panti sosial ataupun solusi lainnya. Tindakan melalui kebijakan yang dibuat diharapkan dapat menghindari imej Kota Pekanbaru sebagai kota gepeng. Jangan tunda lagi menertibkan gepeng, karena tindakan meminta-minta sangat tidak etis di pusat keramaian. Rahmad Jalan Tuanku Tambusai

Realitasnya, belum banyak pemkab/ pemkot di provinsi ini menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk menangani sektor lingkungan. Saat ini, baru Kota Surakarta, Pekalongan, dan Salatiga yang merealisasikannya, yaitu dengan Gesellschaft for Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Republik Federal Jerman. Kerja sama dalam bentuk memorandum of application itu terkait dengan program kebijakan lingkungan dan perubahan iklim. Cakupannya antara lain mengembangkan strategi dan rencana aksi kota terpadu, termasuk mengaplikasikan strategi mengurangi emisi sekaligus menyesuaikan dampaknya. Sejauh mana format kerja sama itu bisa memperkuat komitmen semua pihak untuk bersama-sama, lewat kegiatan adaptasi dan mitigasi, mengelola dampak perubahan iklim? Bila upaya ini tidak dilakukan secara

Oleh

KASUS korupsi dana venue PON yang berujung dengan ditahannya empat tersangka, terakhir Kadispora Riau Lukman Abbas dan anggota DPRD Riau Taufan Andoso Yakin oleh KPK ternyata berpengaruh terhadap persiapan Riau menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII 2012. Sejumlah venue yang akan digunakan sebagai tempat pertandingan mulai terlantar dan belum terlihat adanya kesibukan berarti. Padahal waktu pelaksanaan event empat tahun ini tinggal empat bulan lain. Sebut saja venue sepaktakraw, boling/biliar, voli indoor, gulat, panahan, sepatu roda dan sejumlah venue lainnya yang pengerjaannya masih dibawah 50 persen. Bahkan, venue menembak yang menjadi buntut terkuaknya korupsi tersebut mulai terhenti pembangunannya. Kondisi ini memunculkan kera-

guan publik dengan kesiapan Riau menjadi tuan rumah. Bahkan timbul wacana pelaksanaan PON XVIII 2012 ditunda beberapa bulan agar Riau bisa mempersiapkan diri lebih baik lagi. Mungkinkan PON ditunda?. Sejak pelaksanaan pertama kali di Surakarta pada 9-12 September 1948 sampai PON XVII 2008 di Kaltim belum ada tuan rumah yang menunda tanggal pelaksanaan. Mereka selalu melaksanaan sesuai dengan tanggal yang sudah ditetapkan. Sebenarnya tidak ada aturan yang menunda pelaksanaan PON kalau alasannya sangat mendesak sekali. Tapi, tentunya semua harus dipertimbangkan masak-masak. Sebab, bagaimana pun penundaan tersebut akan merugikan peserta provinsi yang akan ikut bagian dalam event terakbar di Tanah Air. Bayangkan jika PON ditunda satu atau dua bulan, mareka harus merogoh kocek lagi mengeluarkan

Pemimpin Perusahaan Hj. Bety Marlina

Perwajahan/Pracetak: Pepen Prengky (Kepala), Andixer, Iskandar Zulkarnain, Abda Wiza, Rinto Armiko, Zulqifli, Alib Destiyono, Idris Muchni.

Tun Akhyar

Wakil Pemimpin Perusahaan Gerri Nasri Penanggung Jawab/Redaktur:RIDWAN ALKALAM

dan sebagainya. Komitmen Aksi Melihat kompleksitas dampak perubahan iklim bagi kelangsungan kehidupan manusia, kaitannya dengan upaya menjaga kualitas lingkungan hidup maka pemerintah, pemangku kepentingan, dan masyarakat, termasuk kalangan usaha, perlu melakukan beberapa upaya. Pertama; penanganan vegetatif meliputi penanaman lahan kritis, penghijauan (pembuatan hutan kota, hutan rakyat dan lain-lain) dan kawasan pesisir (menanam mangrove). Kedua; penanganan sipil teknis, dalam wujud membuat polder, embung, sumur resapan, dan biopori. Ketiga; komitmen terpadu dari unsur pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam dengan pengelolahan sampah, pembuatan taman/ kawasan hijau, transportasi massal, menggalakkan car free day, dan men-

Mungkinkah PON XVIII Ditunda?

Wakil Pemimpin Redaksi Hasan Basril

Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab

tanpa ditindaklanjuti aksi nyata. Apakah kendaraan hybrid bisa menjadi pilihan ke depan? Sebelum kita berbicara pemanfaatan kendaraan hybrid yang memanfaatkan listrik atau energi surya dan lainnya, sebaiknya pemerintah fokus dalam satu program utama, yaitu pengalihan penggunaan BBM ke BBG. Berkaca dari dari pengalaman negara lain seperti AS, kendaraan hybrid masih terbilang mahal. Oleh karena itu, jika diterapkan di Indonesia jelas akan terkendala daya beli masyarakat menengah ke bawah. Untuk itu, pemerintah seharusnya all out mengupayakan konversi BBG dalam mengurangi subsidi BBM. Konversi BBG ini dijadikan program utama dan bukan program sampingan dari empat program atau kebijakan energi seperti penghematan listrik dan air dan sebagainya. Apalagi, hingga kini pembangunan infrastruktur BBG, sejak pipanisasi hingga pendirian stasiun-stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) belum merata di berbagai daerah. (Bahkan), di Jawa sekalipun. Kinerja pemerintah dalam mempersiapkan program konversi BBM ke BBG, sangat lamban. Seharusnya sudah dilakukan pembangunan infrastruktur gas dari dulu, di semua daerah di Indonesia. Kalau pemerintah terkendala soal anggaran, bisa di-back up oleh PT Pertamina. Kalau Pertamina tidak sanggup, swasta pasti bany-

Prasetiyo Ichtiarto

serius maka yang terjadi, dan kondisi ini sudah kita alami adalah pertama; meningkatnya suhu udara lingkungan. Kedua; kekurangan air bersih karena perubahan pola curah hujan yang berpuncak pada musim kemarau. Ketiga; peningkatan serangan penyakit vektor serangga, utamanya epidemi DBD dan chikungunya. Keempat; tanah longsor dan banjir/ rob sebagaimana kini lebih sering menimpa masyarakat di pegunungan, pantai, dan tepi sungai. Kelima; ketidakpastian pergantian musim yang berpengaruh nyata terhadap derajat kesehatan masyarakat dan pertanian. Kelima; peningkatan abrasi, proses penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut, sebagaimana sudah lama dirasakan penduduk di daerah pesisir, seperti Semarang, Demak, Cilacap, Tegal, Rembang,

Dewan Redaksi: H Yusrizal Koto, Tun Akhyar, Hasan Basril, Yurnaldi, Hj. Bety Marlina, Gerri Nasri. Ombusdmen: H. Aji Dheri. Redaktur Pelaksana: Idrus Yamin. Koordinator Liputan: Ridwan Alkalam. Redaktur: Bakhtaruddin, Delfi Indra, Zukri Subayang, Marzuli Adi, Akmal Kutianyir, Budi Suseno, Fitri Mayani, Saaduddin Badra. Reporter: Andika, Dairul Riyadi, Adek Hernita, Ryan Yutri Varios, Zulfikri, Indra Jaya, Ibnu Hasan, Devi Surindra, Abdul Mutholib, Mokhtiar, Zulkifli. Sekretaris Redaksi: Desi Arsianti, Yanti. Biro Daerah: Dumai: Parno Sali (Kepala), Yusrhel, Vernando. Pelalawan: Pandapotan Marpaung (Kepala), Giona Puga, Farikhin. Siak: Zulfahmi (Kepala), Soleman. Bengkalis: Andrias (Kepala). Indragiri Hilir: Mulyadi (Kepala), Muhamad Faisal. Indragiri Hulu: Prasetia (Kepala), Obrin B. Rokan Hilir: Asbinsyah Pasaribu (Kepala). Rokan Hulu: Paber Siahaan (Kepala), Maulana Ishaq. Kampar: Apriyaldi (Kepala), Rispondi. Kuantan Singingi: Dodi Kuswandi (Kepala), Reflizar. Meranti: Sawaluddin (Kepala) . Jakarta: Syafruddin AL (Kepala), Surya Irawan.

Pemimpin Umum H Yusrizal Koto

Achmad Kurtubi

ak yang mau. Apalagi, secara bisnis, pembangunan infrastruktur SPBG sangat menjanjikan. Kalau semua stakeholder (pemangku kepentingan) dilibatkan, otomatis pembangunan infrastruktur gas bisa jauh lebih cepat dilakukan secara merata di wilayah Indonesia. Selain itu, dari sisi harga, BBG jauh lebih murah. Harga BBG setara dengan 1 liter premium atau solar hanya Rp 4.100 dan bukan harga subsidi. Sedangkan dari sisi emisi gas buang, BBG jauh lebih ramah lingkungan. Bila infrastruktur siap, tanpa subsidi pun masyarakat bisa menikmati energi murah. Ironisnya, penggunaan BBG untuk kendaraan ini, kita sudah tertinggal jauh oleh negara-negara lain karena pemerintah kita tidak fokus dalam menjalankan program. Padahal, cadangan gas dan produksi gas kita besar. Hanya manajemen gas yang dilakukan oleh BP Migas (Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas) yang tidak jelas. Semestinya, kalau mau, kebutuhan gas dalam negeri bisa terpenuhi seluruhnya. Namun, keberadaan BP Migas hanya membuat perpanjangan birokrasi dan menimbulkan permasalahan, sehingga harus dibubarkan. Ke depan, pengelolaan gas harus ditangani BUMN khusus sehingga kebutuhan gas dalam negeri bisa terpenuhi. ***

Penulis adalah Direktur Center for Petroleum and Energy Economic Studies

Komitmen Aksi Perubahan Iklim

Gepeng Kembali Marak di Jalanan GELANDANGAN dan pengemis (Gepeng) di tengah Kota Pekanbaru, khususnya di persimpangan jalan kembali marak di Kota Pekanbaru. Misalnya di persimpangan Jalan SoekarnoHatta-Tuanku Tambusai, dan di persimpangan jalan yang terdapat traffic light-nya ada saja Gepeng yang meminta-minta. Walaupun ada imbauan untuk tidak memberi sumbangan kepada Gepeng, tetap saja ada warga yang melintas yang memberi sumbangan. Tentu saja tindakan pro kontra ini secara tidak langsung membuat mereka terus saja bertahan di tengah kehidupan kota. Sebaliknya, upaya Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru melalui instansi terkait seperti Satpol PP ataupun Dinas Sosial belum maksimal. Tindakan melalui operasi trantib yang dilakukan selama ini hanya meriah ketika menyambut bulan Ramadhan dan Idul Fitri saja. Tentu saja,

dan terbarukan ini. Namun, setelah sekian tahun, tidak bisa diwujudkan. Pada saat kita sangat membutuhkan bahan bakar alternatif untuk menekan subsidi BBM yang diklaim terus meningkat, bahan bakar alternatif ini tidak terlihat perkembangannya. Pemakaian biodiesel dan biopremium masih sangat minim. Artinya, apa yang dilakukan pemerintah selama ini hanya sekedar pencanganan dan catatan di atas kertas alias 'omdo" (omong doang). Meskipun pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah membentuk direktorat baru, Ditjen Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), hasilnya belum terlihat. Alasan terkendalanya pengembangan BBN karena murahnya harga jual BBM di dalam negeri yang disubsidi, sangat tidak tepat. Faktanya, penggunaan BBN saat ini juga disubsidi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) seperti BBM. Negara lain, seperti Eropa Barat atau Amerika Serikat (AS) memberikan keringanan dan penghapusan pajak terhadap BBN. Untuk itu, saat ini yang dibutuhkan adalah aksi nyata yang mampu mengeksekusi kebijakan pengembangan BBN dengan cepat, sistematis dan masif. Bagaimana caranya? Sebaiknya pemerintah segera membentuk Badan Usaha Milik

Oleh

biaya untuk atlet yang sudah dipersiapkan. Jika satu atlet harus mengeluarkan biaya Rp100 ribu-Rp200 ribu perhari, berapa mereka harus mengeluarkan dana perbulan kalau atlet yang disiapkan 200-500 atlet. Belum lagi biaya lainnya. Yang sangat menyulitkan, tentu saja masalah prestasi puncak atlet yang sudah diprogram pelatih. Biasanya seorang pelatih sudah mempersiapkan program latihan menjelang pelaksanaan PON. Kalau event ini ditunda, tentunya mereka akan memulai dari nol dan butuh waktu lagi. Karena itu jarang pelaksanaan sebuah event ditunda. Lihat saja ketika Indonesia menjadi tuan rumah SEA Games 2011. Banyak publik menyarankan pelaksanaan ajang terakbar antar negara Asean ini ditunda karena sejumlah venuenya belum selesai. Tapi, kenyataannya event itu berjalan sesuai dengan jadwal meski dalam pe-

jaga kualitas udara/air. Keempat; dukungan alokasi dana yang memadai untuk manajemen perubahan iklim, dari sosialisasi, pelaksanaan hingga pemantauan, pengawasan, dan pelaporan. Kelima; mengintensifkan kerja sama dengan berbagai pihak, baik lembaga internal dan eksternal, yang memiliki komitmen tinggi terhadap persoalan lingkungan hidup. Dalam konteks ini, semua pihak punya peran penting, semisal memberikan dukungan regulasi, fasilitasi dan mediasi untuk keberhasilan kegiatan terkait perubahan iklim. Ba­nyak persoalan lingkungan hidup yang makin kompleks bila kita tidak menyelesaikan secara bertahap dan berkelanjutan. (10)

Penulis adalah PNS Pemkot Salatiga, dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Surakarta

Kolom Kami

SAADUDDIN BADRA Redaktur Harian Vokal laksanaan masih banyak pengerjaan yang dilakukan. Intinya mengesa pembangunan lebih penting ketimbang memikirkan penundaanya. Dan lagi pula mustahil daerah lain mau menyetujui penundaan tersebut karena akan membenani mereka..wallahualam.

Iklan: Harmen Fadly (Manajer), Zulkifli (Koordinator Iklan Pku),Jimmi Endrik (Staf Iklan),Endang Setyawati, Ilson Yunaldi (Marketing Iklan), Soeparto HAR (Kepala Biro Iklan Jakarta) Edriwan (Koordinator Dumai-Duri), Dewi Susanti (Adm. Iklan), Sartana (Desain). Produksi: Feri Irawan, Prima Aldino, Hendra P, Marco MW, Suheri S, Suardi CS, Rudi A, Ilham M, Roy F, Alimi Wahid, Surya Darma. Sirkulasi: Nasruddin Syahri (Manajer), Irwansyah (Koordinator), Herianto, Fajriah (Adm. Sirkulasi). Keuangan : Gusnety. Umum: Mufzi Boy. TI: Sudarmawan (Kepala), Bayu. Penasihat Hukum: Syamsul Rakan Chaniago SH,MH, Rudy P Tampubolon SH, Drs Mishar MSi, Zainal Abidin SH, Hasrizal. Litbang: Febry Sy. Alamat Redaksi: Jalan Durian No.16F Telp 0761 - 863466 Kota Pekanbaru. Kantor Dumai: Gedung YUBE Grup Jalan Cempedak No. 88 Dumai Telp 0765 - 439013. Percetakan: Jalan Palas Mekar Umban Sari No.9A Rumbai-Pekanbaru. Kantor Biro Redaksi Jakarta: Gedung IJW Lt.3 Jalan Proklamasi No.91 Jakarta Pusat 10320, Telp-Fax: 021 314 9874. Kantor Biro Iklan Jakarta: Gedung Maya Indah Jalan Kramat Raya No.3 G Jakarta Pusat. Penerbit/Percetakan: PT. INTI VOKAL MEDIA. Tarif Iklan:Bisnis/Produk Rp9.000/ mm kolom (BW) Rp15.000/mm kolom(FC); Sosial/Duka Cita/Ucapan Selamat : Rp8.000/mm kolom (BW) Rp10.000/mm kolom (FC); Iklan Baris : Rp15.000/baris (minimal 3 baris).

Redaksi Harian Pagi Vokal menerima tulisan, artikel, dari pembaca yang berisi usulan, saran dan kritikan yang membangun. Redaksi tidak memuat tulisan yang berisi hasutan, fitnah dan mengandung unsur SARA. Kirimkan tulisan anda melalui email: harianvokal@gmail.com atau antarkan langsung ke Kantor Redaksi Harian Pagi Vokal Jalan Durian No.16F Pekanbaru dan Gedung YUBE GROUP Jalan Cempedak No 88 Dumai. Perwajahan: ALIB DESTIYONO


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.