ANDI ANDI KIDAL KIDAL
KELOMPOK 2





SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA


OFFERING B 2021

KELOMPOK 2
SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA
OFFERING B 2021
Dalam Nagarakrtagama yang
digubah oleh Prapanca pada tahun
1287 Saka (1365 M)
menceriterakan tentang raja-raja
Singasari dan Majapahit. Dalam pupuh 37 menyebutkan bahwa
Raja Hayam Wuruk mengunjungi
Candi kidal dan Singasari, selanjutnya menceriterakan asal kerajaan Singasari.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Anusapati
Kemudian dalam pupuh 40 dan 41 menceriterakan bahwa Ranggah
Rajasa memerintah pada tahun 1104 Saka (1182 M). Pada tahun
1149 Saka (1227 M) beliau kembali ke alam Siwa (wafat), dicandikan di Kagenengan sebagai Siwa dan di Usana sebagai Budha. Beliau digantikan oleh puteranya, Anusapati. Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, rakyat menghormatinya. Pada tahun 1170 Saka (1248 M) Anusapati
berpulang ke Siwaloka (wafat) dan didharmakan di Candi kidal dalam wujud sebagai Siwa. Penggantinya adalah puteranya yang bernama Wisnu Wardhana, yang memerintah bersama dengan
Narasinga
Gambar 1. Raja AnusapatiBerdasarkan naskah Pararaton, pada bagian III, disebutkan bahwa
Anusapati adalah anak dari Tunggul Ametung, raja Singasari dari perkawinannya dengan Ken Dedes. Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok, dan Ken Dedes yang sedang hamil 3 bulan kemudian dikawininya. Ken Arok yang bergelar Sang Amurwabhumi, dibunuh oleh suruhan Anusapati pada tahun 1169 Saka (1247 M). Sesudah itu Anusapati naik tahta pada tahun 1170 Saka (1248 M). Ia kemudian
dibunuh oleh Tohjaya (anak Ken Arok dengan Ken Umang) pada tahun 1171 Saka (1249 M) dan dicandikan di Kidal (R Pitono Hardjowardojo, 1965: 31-33).
Dari kedua naskah tersebut terdapat perbedaan mengenai wafatnya Anusapati. Nagarakrtagama menyebutkan 1170 Saka (1248 M), sedangkan Pararaton pada tahun 1171 Saka (1249 M). Sumber lain berupa prasasti Maribong, disebutkan bahwa pada tanggal 23 September 1248 kerajaan Tumapel diperintah oleh Jayawisnuwardhana, putera Anusapati. ini berarti bahwa Anusapati tentunya meninggal sebelum tarikh tersebut. Dalam prasasti tersebut, Wisnuwardhana dinyatakan sebagai cucu Raja Rajasa, maka ayah Wisnuwardhana adalah putera Raja Rajasa. Raja Rajasa adalah pendiri kerajaan Tumapel (Slamet Mulyana, 1979: 97-98).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Anusapati wafat sekitar tahun 1248 Masehi, dan Candi Kidal sebagai tempat suci pendharmaannya. Selanjutnya Bernet Kempers berpendapat bahwa pembangunan Candi Kidal diselesaikan pada tahun 1260 Masehi, karena dapat dihubungkan dengan adanya upacara Srada (dua belas tahun setelah wafat), yaitu pentahbisan Candi Kidal sebagai pendharmaan.
Thomas Stamford Raffles seorang penemu Candi Kidal pada tahun
1817 yang terletak di Dusun Kraja, Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Stamford merupakan Letnan Gubernur Jawa yang berdinas pada kurun waktu 1811-1816. Beliau yang pertama kali mengawali penelitian tentang kepurbakalaan bekas Kerajaan Majapahit di Trowulan (Majapahit, 2021). Pemerintah Belanda saat itu
berinisiatif melakukan upaya pelestarian seperti membersihkan pepohonan dari candi pada tahun 1867, pembersihan kedua dilanjutkan pada tahun 1883, dan melakukan konservasi candi
khususnya pada ornamen-ornamen candi. De Haan melakukan
perbaikan pada Candi Kidal dengan memperbaiki kaki candi bagian
sudut dan sisi timur bagian tengah pada tahun 1925 atas perintah
pemerintah Hindia Belanda. Berakhirnya era kolonial, tahun 19891990 perbaikan Candi Kidal pada seluruh bagian mulai dari atap
hingga dasar atau pondasinya dilanjutkan oleh Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Timur (Kemendikbud, 2022).
Gambar 1 Thomas Stamford Raffles Sumber : Direktori Majapahit, November 2021Candi Kidal merupakan candi tertua yang dibangun pada masa
kerajaan Singosari. Candi Kidal adalah candi peninggalan agama
Hindu yang terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menurut Pararton, Candi Kidal dibangun pada 1248, setelah Cradha atau upacara pemakaman Raja Anusapati.
Bentuk / Struktur bangunan :
Candi Kidal dibangun pada masa transisi keemasan kerajaan di Jawa
Tengah ke Jawa Timur, Candi Kidal mewarisi perpaduan corak kedua
daerah tersebut. Bangunan candi kidal berbentuk bujur sangkar dengan sisi-sisi berukuran 8,36 meter, dan dilengkapi dengan penampil serta tangga masuk di bagian barat. Candi Kidal terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, bada, dan atap, yang keseluruhan bentuk bangunannya terlihat ramping,, mirip dengan gaya candi didaerah
Jawa Timur. Pada bagian kaki candi berukuran besar dan lumayan tinggi, sementara tubuh candinya dibangun menonjol ke belakang dan bagian atas berbentuk seperti pyramida dan puncaknya seperti kubus.
Pondasi candi ini dikenal dengan sebutan batur, yang merupakan alas tempat berdiri kaki candi. Memiliki bentuk bujur sangkar dan rendah, serta jauh lebih sederhana apabila dibandingkan dengan pokok bangunannya. Batur berhiaskan pelipit rata, serta dilengkapi dengan penampil sebagai tanda masuk. Kepala naga menghiasi pipi tangga di kedua ujungnya.
Kaki bujur sangkar dihiasi dengan 6 buah panel, pelipit rata, dan pelipit genta. Bagian barat terdapat penampil tangga naik, namun dalam keadaan rusak. Setiap sudut-sudutnya (6 sudut) berhiaskan singa dengan posisi duduk, kedua belah kaki depan diangkat seolaholah menahan berat badan. Seluruh singa ini duduk di atas padmasana berbentuk setengah lingkaran, dan pada 2 pelipit datar dihiasi sulur-sulur. Bagian kaki candi terdapat panel-panel dan di dalamnya berhiaskan suiur-sulur yang membentuk jambangan (pot) bunga dan binatang. Kaki candi sebelah selatan, timur dan utara juga dihiasi masing-masing dengan empat panel yang di dalamnya berisi empat medalion dan dua pot bunga. Hiasan paling menarik adalah relief garuda yang menggambarkan fragmen cerita Garudeya yang
dipahat pada kaki candi yang terdiri dari :
Dinding sisi selatan Garuda inendukung para naga.
Dinding sisi timur Garuda mendukung guci amrta (kamandhalu).
Dinding sisi utara Garuda mendukung ibunya.
Tubuh candi membentuk bujur sangkar berdiri di atas kaki yang tinggi dan lebar. Antara kaki candi dan badannya terdapat selasar sehingga pengunjung dapat melakukan perjalanan mengelilingi candi. Selasar ini memiliki lebar sekitar 0,85 meter. Bagian depan (barat) terdapat hiasan kala diatas ambang pintu. Kepala kala ini dikenal dengan Banaspati yang menggambarkan bentuk mata melotot. Kedua taringnya keluar dari rahang atas dan mempunyai dagu yang merupakan ciri khas kepala kala Jawa Timur.
Bagian kanan kiri pintu dihiasi dengan sebuah relung yang sudah kosong. Sisi atas relung ini berbentuk meru dengan kepala kala pada ambang atas. Masing-masing bidang di sisi utara, timur dan selatan dihiasi sebuah relung yang seluruhnya sudah kosong. Reluag-relung ini mempunyai kepala kala dan bentuk meru di atasnya. Bilik candi berukuran 1,90 x 1,90 meter, tinggi 2,60 meter, dan penampang horizontal tubuh candi berukuran 4 x 4 meter. Sebagian penutup atap makin keatas makin menyempit.
b. Kaki 1. 2. 3. c. TubuhAtap Candi Kidal terdiri 3 tingkatan yang masing-masing dibatasi dengan 2 bingkai (pelipit) mendatar berukir. Tiap tingkatan terdiri atas tingkatan-tingkatan pula. Sisa atap yang masih tinggal yaitu tingkat pertama dan sebagian tingkat kedua. Tingkat pertama terdiri atas 2 bagian (tingkatan) yang dihiasi sulur-sulur membentuk tumpal. (segitiga) yang disebut parljata dan satu bagian (tingkatan) berisi miniatur candi sejumlah 5 buah (Sugiyanti, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian peneliti yang terdahulu, di Candi Kidal terdapat ornament hias berupa Garudeya yang mengisahkan perjuangannya dalam membebaskan Ibundanya (Rahmawati, 2020).
Hal tersebut sejalan dengan bahwa spirit Garudeya mempunyai korelasi dengan kisah perjuangan bangsa Indonesia semasa penjajahan. Relief cerita Garudeya di candi ini dapat dibaca berjalan berlawanan arah jarum jam, dimulai dari sisi sebelah selatan. Relief pertama menggambarkan Garuda menggendong 3 ekor ular besar, relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi di atas kepalanya, dan relief ketiga Garuda meyangga seorang wanita di atasnya.
Jenis batuan :
Bangunan Candi Kidal terbuat dari batu andesit, dengan bagian inti pondasi, batur dan kaki terbuat dari bata. Batu andesit merupakan suatu tipe batuan beku vulkanik, ekstrusif, komposisi menengah, dengan tekstur afanitik sampai porfiritik yang banyak tersebar di pulau Jawa. Andesit merupakan jenis peralihan antara basal dan dasit, dengan rentang silikon dioksida (SiO2) adalah 57-63% (Noor, 2012) .
Secara keseluruhan, bangunan Candi Kidal ini kondisinya masih utuh, terdiri dari batur, kaki candi, badan candi, dan atap candi.
Sumber : Departemen Pendidikan
Sumber
Sumber :
Bangunan candi kidal terbuat dari batu andesit, dengan bagian inti pondasi, batur dan kaki terbuat dari bata. Batu andesit merupakan suatu tipe batuan beku vulkanik, ekstrusif, komposisi menengah, dengan tekstur afanitik sampai porfiritik yang banyak tersebar di pulau Jawa. Andesit adalah jenis peralihan antara basal dan dasit, dengan rentang silikon dioksida (SiO2) adalah 57-63%.
Batuan Andesit atau (Andesite) memiliki ciri-ciri berwarna abu gelap yang terbentuk sebagai lava menyerupai basat. Batu andesit dapat dibedakan dengan adanya mineral-mineral yang lebih kasar seperti plagioklas, hombleda, dan biotit.
Sumber
Batu andesit banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik, candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari zaman prasejarahbanyak memakai material ini, misalnya: sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca dan lainnya.
Gambar 11. Batuan pada Candi Kidal : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992 Gambar 10. Batu Andesit Sumber : Djauhari Noor, 2009Gambar 12. Denah Candi Kidal sebelum dipugar
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
Gambar 13. Denah Candi Kidal Setelah dipugar pada 1992
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
Gambar 14. Candi Kidal tampak belakang/timur
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
Gambar 15. Candi Kidal tampak belakang/timur setelah dipugar pada 1992
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
Candi Kidal menjadi penanda bahwa Desa
Kidal saat masa kejayaan Kerajaan
Singosari termasuk wilayah yang sakra.
Candi Kidal sampai saat ini masih digunakan untuk ibadah pada waktu
tertentu, namun tidak sesering dulu pada
saat masih berjayanya Kerajaan Singosari. Candi Kidal merupakan candi Hundi-Siwa sebab ruangan candi pada zaman dahulu
terdapat arca Siwa Mahadewa. Candi ini menunjukkan bahwa zaman dulu masyarakat Desa Kidal, Kabupaten Malang, menganut agama Hindu aliran Siwa.
Gambar 16. Relief Garuda melayani para ular
Sumber : Dokumentasi Pribadi Kelompok, Maret 29, 2023
Tiga patahan relief yang sangat indah di kaki candi menceritakan kisah dongeng Garudeya (Garuda). Pada zaman itu, orang Jawa sangat menggemari dongeng ini sebagai dongeng moral tentang upacara pembebasan atau ritual. Kakawin merupakan karya sastra Jawa kuno, menggambarkan perjuangan Garuda untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan dengan mengembalikan atau menebus amerta air suci (Unkris, 2020).
Sebagian besar relief pada Candi Kidal masih terlihat jelas dan memiliki filosofi yang mendalam. Cerita Garudeya pada Candi Kidal
ditampilkan dalam tiga relief yang masing-masing berada di tengah sisi kaki candi, kecuali pintu masuk. Gambar atau motif Garuda timbul yang mewakili bagian dari nasari Garudeya dapat dilihat di kaki candi
pada ketiga sisinya (utara, timur, dan selatan). Kisah Garuda menggendong ibunya Sang Winata (utara), Garuda membawa
tempayan air amerta (timur), dan Garuda menunggangi naga (selatan)
dapat kita lihat jika mengitari candi dengan cara berjalan searah dengan jarum jam (pradaksina) (Utami, 2018).
Candi kidal adalah satu candi yang tampak sederhana, namun candi Kidal merupakan candi yang kaya akan ragam hias. Pada bagian permulaan tepatnya dibagian depan ujung tangga terdapat sepasang kepala naga jantan (makara) dan betina (makari).
Gambar 18: Kepala Kala di atap pintu masuk Candi Kidal
Sumber: Dokumentasi Pribadi Kelompok, Maret 29, 2023
Hal unik lain yang menjadi ragam hias di Candi Kidal adalah kepala
Kala. Bentuk kepala Kala ini seperti raksasa, berdagu, mata melotot, mulut yang terbuka disertai dua taring yang besar sekaligus bengkok, dan kedua cakar ada di dekat pipinya yang memberi kesan dominan.
Filosofi Kala adalah sebagai salah satu aspek dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci, hal ini didukung
dengan bentuk jari tangan dikedua sudut kiri dan kanan kepala Kala
dengan sikap seperti hendak mengancam, maka sempurnalah tugasnya sebagai penjaga bangunan suci (Wikipedia,2 April 2023).
Sumber:
Selain pada bagian atap, pada bagian kaki, tubuh dari candi kidal juga kaya akan relief dan ragam hias yang mengelilingi, salah satunya adalah relief garuda. Relief ini terdapat pada bagian kaki candi pada ketiga sisinya (utara, timur, selatan). Motif ini merupakan fragmen dari cerita Garudeya (Setyawati,dkk.2013). Relief ini dapat dibaca apabila kita berjalan mengelilingi candi ini berlawanan arah jarum jam (Prasawiya) (Malangkab.go.id, 2021).
Menurut kesusasteraan Jawa kuno, relief Garudeya pada candi kidal merupakan gambaran bakti Anusapati seorang Garudeya kepada ibunya Kendedes. Ketiga relief yang berurutan tersebut merupakan filosofi dari perjalanan Garudeya untuk membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penembusan air suci “Amerta” . Berdasarkan relief yang tergambar dapat diambil kesimpulan bahwa Anusapati sangat berbakti dan mencintai ibunya. Dia ingin ibunya lepas dan bebas dari penderitaan selama hidupnya, dan dapat menjadi wanita sempurna yang suci.
Fragmen cerita ini berturut-turut dimulai
dari bagian Selatan menggambarkan
Garuda menggendong 3 ular besar. Menggambarkan adanya perbudakan yang
berawal dari kisah seorang guru bernama
Resi Kasyapa yang memperistrikan Kadru dan Winata. Dari Kadru, Resi Kasyapa
memperanakan Naga dan dari Winata
memperanakan Garuda. Kadru selalu cemburu pada Winata dan melakukan
berbagai cara agar Winata tersingkir dari keluarga mereka. Singkat cerita, Kadru dan Winata bertarung namun dalam hal ini
Kadru berbuat curang sehingga dia menang dan menjadikan Winata sebagai budaknya (Cagarbudayajatim.com).
relief ke dua sebelah Timur meggambarkan
Garuda dengan kendi berisi Amerta diatas kepalanya. Mengambarkan aruda yang ingin membebaskan perbudakan Winata asalkan
Garuda memberikan Tirta Suci Amertha Sari (air kehidupan abadi). Lalu Garuda
berkelana dan bertemu dewa Wisnu yan berjanji akan memberinya amertha sari dengan syarat garuda menjadi tunggangannya (Cagarbudayajatim.com).
Relief ketiga sebelah Utara menggambarkan
Garuda menyangga atau menggendong seorang wanita sang Dewi winata atau ibunya diatasnya. Menggambarkan fase
kemerdekaan yang mana ibunya telah bebas dari perbudakan (Cagarbudayajatim.com).
Gambar 20: Relief Garudeya di sisi sebelah selatan Candi Kidal Gambar 21: Relief Garudeya di sisi sebelah Timur Candi Kidal Gambar 21: Relief Garudeya di sisi sebelah Utara Candi KidalPada setiap sudut kaki candi terdapat Empat singa atau singa murti yang menyangga bingkai kaki candi. Berdasarkan penuturan juru kunci dari Candi Kidal pada sesi wawancara Rabu (29/3/2023) “filosofi dari singa penyangga adalah Asumsi dari singa yang merupakan penguasa hutan, hewan yang paling kuat dan yang paling ditakuti sehingga dipercaya sebagai simbol kekuatan candi”.
Berikut kami sajikan video tour candi kidal beserta penjelasannya. selamat menyaksikan!
https://drive.google.com/file/d/1-zZxEJIXRaDpIX9HnuIXx7v4aAXlYyw/view?usp=drivesdk
Setelah anda membaca booklet ini dan juga menonton video, teman -
teman bisa melihat virtual tour dibawah ini!
Silahkan Scan kode QR dibawah ini
https://candikidalkel2.000webhostapp.com/
Setelah anda membaca booklet ini dan juga menonton video, silahkan
coba mengerjakan teka-teki silang dibawah ini ya!
Silahkan Scan kode QR dibawah ini
https://wordwall.net/id/resource/56167601
Setelah anda membaca dan menonton video, silahkan kerjakan kuis berikut untuk melatih sejauh mana anda mengerti dan mengetahui candi kidal.
https://wordwall.net/resource/55025610
Candi Kidal—Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur. (n.d.). Retrieved April 2, 2023, from
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/candi-kidal-4/ Candi Kidal Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.). Retrieved April 2, 2023, from https://id.m.wikipedia.org/wiki/Candi Kidal
https://cagarbudayajatim.com/index.php/2020/06/22/garudeya/ https://www.malangkab.go.id/mlg/default/detail-potensi?daerah=59
Kemendikbud, B. P. C. B. J. T. (2022, November). Candi Kidal. Kebudayaan.Kemdikbud.Go.Id.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/candi-kidal-4/ Majapahit, D. (2021, November). Thomas Stamford Raffles. Dikertorimajapahit.Id.
https://direktorimajapahit.id/dokumen/5/thomas-stamford-raffles Noor, D. (2012). PENGANTAR GEOLOGI.
Rahmawati, F. E., Iksan, N., & Syarifudin, A. (2020). RELIEF CANDI KIDAL SEBAGAI IDE PENCIPTAAN MOTIF BATIK SRI WEDHATAMA (Vol. 12, Issue 2). https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/brikolase/index
Sedyawati, Edi, dkk. 2013. Candi Indonesia Seri Jawa. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugiyanti, S., Dewi, P., & Hasibuan, H. (1992). Pemugaran Candi Kidal Dan Gapura Bajangratu.
Unkris. (2020, May). Candi Kidal. Unkris.Ac.Id.
https://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Candi-Kidal 69026 p2kunkris.html
Utami, I. W. P., Jati, S. S. P., & Sapto, A. (n.d.). RELIEF CANDI KIDAL SEBAGAI INSPIRASI PENGEMBANGAN MOTIF BATIK KHAS DESA KIDAL UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. 2018.