Forum Group Discuss

Page 1

Edisi Khusus FGD (Forum Group Discuss)

NewsRhetor Media Komunikasi Mahasiswa

RHETOR

Orang Miskin

Harus Sekolah! “Wujudkan Pendidikan Berbasis Kerakyatan� Kritik atas Kapitalisasi dan Liberalisasi Pendidikan Nasional

Forum Group Discuss LPM RHETOR 30 April 2014, 08 : 30 - Selesai Ruang Rapat lt.2 Rektorat lama


Salam Sapa

S

alam Persma!!!

Kawan-kawan mahasiswa yang masih setia di garis revolusi Mitos Indonesia menyebutkan bahwa Tanggal 02 mei nanti adalah momentum hari pendidikan nasional. Momentum yang tiap tahunnya seringkali diperingati secara seremonial oleh banyak instansi pendidikan maupun aktivis mahasiswa. Momentum yang terkadang membuat gerakan mahasiswa secara tibatiba mencoba melakukan pembacaan situasi local, nasional hingga internasional. Bahkan tak cukup di pembacaan situasi, terkadang mereka yang menyebut dirinya aktivis melanjutkannya kedalam bentuk aksi, baik berupa orasi sampai rekomendasi. Terlepas dari siapa dan factor apa yang menyebabkan, hingga menetapkan tanggal tersebut sebagai tanggal keramat bagi eksistensi pendidikan nasional, LPM RHETOR tak ingin terjebak dalam ajang momentuman tersebut. Karenanya, kami mencoba untuk senantiasa melakukan refleksi dan evaluasi atas dinamika pendidikan nasional kini, khususnya yang paling dekat dengan ruuang mahasiswa, yakni kampus UIN SuKa. Guna menyikapi kondisi dan

NewsRhetor Edisi Khusus FGD

dinamika pendidikan kini, LPM RHETOR mencoba melakukan formulasi baru. Setelah melakukan pembacaan dan kajian selama sebulan lebih terkait kondisi tersebut, maka ada beberapa sikap tegas yang kami ambil, salah satunya ialah dengan menolak kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan nasional. Sebagai tindak dan gerak nyata, LPM RHETOR telah mengadakan audiensi melalui mekanisme FGD. Dengan menghadirkan seluruh jajaran organisasi ektra dan intra di lingkungan UIN SuKa serta perwakilan Rektor UIN SuKa dan Direktorat Pendidikan Menengah dan Tinggi Dikpora DIY, FGD LPM RHETOR dimaksudkan untuk mendialog dan merekomendasikan beberapakajian seputar kondisi pendidikan nasional, dan UIN Suka pada khususnya. Agar maksud dari kajian tersebut dapat menjangkau kawan-kawan mahasiswa, selain FGD, semoga selebaran sederhana NewsRhetor edisi Khusus ini. dapat memberikan tambahan pengetahuan serta ghirah perubahan di benak kawankawan mahasiswa[R] Salam Revolusi Pendidikan.

Lembaga Pers Mahasiswa

RHETOR

RHETOR

NewsRhetor diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) RHETOR UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pelindung: Dr. Waryono Abdul Gafur M.A | Pembina: Nanang Mizwar Hasyim M.Si | Pemimpin Umum: Ahmad Hedar | Sekretaris Umum: Nur Anisa Sholikha | Bendahara : Arivia Nujumulhayat | Pemimpin Redaksi: Fikry Fachrurrizal | Redaktur Pelaksana: Amita Meilawati, Fullah Jumaynah | Redaktu Online : Sarjoko | Staf Redaksi: Retno Dwi Ningsih, Astry Cahyuningsih, Nelis Restine Fajrine, Anindia Puspitasari, Roihan Asrofi, Eko Sulistiyono,Muhammad Hadi, Hera Selviani | Kord. PSDM : Suhairi, Staf PSDM : Fuat hasan, Acep Adam Muslim, Amin Aulawi, Riyan Agus Prasetyo, Tri Junita Sari | Tata Letak: Soe. Kantor Redaksi : Jl.Marsda Adi Sucipto Gd. Student Center R.3.46 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kode pos 55281


a

Rhetorika

NewsRhetor Edisi Khusus FGD

Wujudkan Ruang dan Sistem Pendidikan Yang Demokratis dan Bervisi Kerakyatan Pada hakikatnya pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam sebuah bangsa yang dimana kemajuan sebuah bangsa tersebut selalu berbanding lurus dengan tingkat pendidikan warga negaranya. Sehingga pembukaan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan jelas menyebutkan di dalam alinea ke-4 bahwa salahsatu cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kemudian, pembukaan konstitusi UUD '45 ini dinyatakan dan diperjelas kembali dalam batang tubuh tepatnya dalam pasal 31 UUD RI tahun 1945 ayat (1) bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga Negara. Sehingga implikasi logis dari Term “hak� yang ada dalam pasal tersebut harus mengandaikan adanya pihak yang berkewajiban untuk memenuhinya, dan dalam hal ini pihak yang berkewajiban memenuhi hak setiap warganegaranya tidak lain adalah Negara. Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang yang mempunyai sumber daya alam melimpah dan sumber daya manusia yang besar. Ini merupakan modal untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia melalui system pendidikan nasional agar Indonesia mempu mengelola SDA yang ada harus menjadi agenda pemerintah. Pemerintah semestinya berfikir dan bertindak secara sungguh-sungguh untuk mencukupi kebutuhan nasional tersebut, dengan meningkatkan produksi nasional bukan menjual Indonesia. Namun di bumi pertiwi kini, kekayaan SDA yang di tanah dan air telah dijual kepada pemodal asing. Segala isi bumi dijual ke penguasa dan rakyat tak dapat menikmatinya. Bahkan sampai pendidikan yang seharusnya mampu menyokong SDM yang ada, untuk mengelola SDA juga menjadi ajang pasar bebas. Pendidikan menjadi kcomoditi atau untuk diperjual belikan seperti barang dagangan di pasar. Semestinya pendidikan adalah menjadi hak semua anak bangsa untuk menikmatinya, namun kenyataan sekarang pendidikan juga hanya dapat dinikmati oleh orang-orang berduit.

03

Rakyat miskin yang hanya sebatas anak buruh, anak petani, sulit menikmati pendidikan layak. Ini sungguh suatu bentuk diskriminasi kebangsaan, dimana ada pengkelasan dalam pendidikan. Berbicara mengenai situasi pendidikan saat ini tidak bisa lepas dari sejarah yang ada. Dimulai dari ketika masa penjajahan Belanda, dimana masyarakat pada saat itu tidak memahami bagaimana cara menulis dan membaca, ini membuat lemahnya tenaga produktif. Hingga ahirnya Belanda mendirikan sekolah, ini adalah kepentingan dari Belanda agar Belanda tetap dapat menekan biaya produksi pabrik dan meningkatkan produksi pabrik-pabriknya yang ada di Indonesia. Kebijakan Belanda mendirikan sekolah dikenal dengan politik etis (Politik balas budi). Dalam perjalanannya pendidikan di jaman penjajahan Belanda masih bersifat diskriminasi, dimana anak-anak yang dapat menikmati pendidikan hanya golongan tertentu saja, seperti para bangsawan pribumi, anak-anak pejabat, dan orang-orang Belanda itu sendiri . Belanda sudah tidak lagi menjajah Bumi nusantara pada abad ini, namun diskriminasi pendidikan masih langgen bersemayam di bumi ini. Seperti yang sudah dikatakan diatas, saat ini masih dapat disaksikan sejumlah anak dari kalangan akar rumput tak dapat menikmati pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi, sebab pendidikan di negeri ini sudah dijadikan komoditi, yang bagi siapa saja ingin menikmatinya harus menggelontorkan dana sebanyak mungkin, semakin banyak uang yang dikeluarkan maka semakin berkualitaslah pendidikan yang didapat. Diskriminasi pendidikan ini disinyalir karena adanya kepentingan ekonomi Negaranegara maju, sehingga menjadi tidak tabu pendidikan juga di liberalisasi tak ada bedanya dengan politik ekonomi. Aspek universal pendidikan sebagai bentuk pelayanan sosial dan proses penggalian kebenaran akan digantikan dengan hitungan untung rugi dalam logika bisnis, dengan swastanisasi pendidikan. Banyak pemodal-pemodal yang memanfaatkan lembaga pendidikan untuk memutarkan uangnya dan

Mei 2014


NewsRhetor Edisi Khusus FGD

mencari kuntungan didalam pendidikan. Dan adanya swastanisasi ini membuat pemerintah lepas tanggung jawabnya sebagai pihak yang berkewajiban menyediakan pendidikan untuk semua anak bangsa. Ini seperti yang dibuat dalam amanat konstitusi yang terkandung dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyebutkan, pemerintah Negara Indonesia berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia termasuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hak atas pendidikan, sebagaimana termuat dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 jelas menegaskan kewajiban Negara untuk membiayainya. Selain adanya liberalisasi pendidikan, pendidikan saat ini juga terlihat hanya sebatas formalitas belaka. Doktrin-doktrin yang dicekokan kepada masa luas bahwasannya orang yang sukses adalah orang yang mendapat nilai A atau nilai 10, orang yang sukses adalah orang yang setelah lulus sekolah dia bisa mendapat pekerjaan. Pendidikan sebagai tempat mencari ilmu atau mencari pekerjaan, perlu dipertanyakan ulang tentang esensi pendidikan saat ini. Ketika berada di pendidikan formal setingkat SD-SMU yang hanya bisa mengajarkan kisah sejarah tragis, ilmu patriotisme yang naif dan pelajaran berhitung yang mencemaskan. Pada akhirnya akan mengundi nasib setelah sekian tahun belajar dengan mengikuti ujian nasional, sepandai apapun seorang siswa ketika dia tidak beruntung mengerjakan UN dia bisa menjadi tidak lulus sekolah hanya karena kurang tebal melingkari jawaban. Setelah lulus UN sampai SMA juga akan dihadapkan lagi pada tes keberuntungan masuk Pergurua Tinggi, siapa yang beruntung dan mendapat nilai besar serta siapa yang paling banyak mengisi kolom penghasilan orang tua dialah yang akan masuk ke perguruan tinggi dan mendapat gelar sarjana dari hasil Download Google selama dibangku kuliah 4 tahun. Dari praktek formalisasi-formalisasi lewat standarisasi UN di sekolah menengah dan UAS di sekolah-sekolah tinggi sebenarnya turut memberikan kontribusi terhadap rendahnya kualitas pendidikan nasional. Kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional masih rendah,

Mei 2014

a

Rhetorika

Pendidikan nasional masih jauh tertinggal dalam tingkat partisipasi pendidikan tinggi dan mutu akademik dibanding dengan negara Malaysia, Filiphina dan Singapura. Karena memang Out put yang dihasilkan dari pendidikan nasional hanya untuk memenuhi permintaan tenaga kerja yang murah bagi industri-industri. Jika kita lihat angkatan kerja pada Februari 2011 (BPS), pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebesar 55,1 juta orang (49,53 persen), sedangkan pekerja dengan pendidikan Diploma sebesar 3,3 juta orang (2,98 persen) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 5,5 juta orang (4,98 persen). Ironisnya sudah biaya pendidikan mahal dan kualitas pendidikan yang rendah, masih juga praktik-praktik pungutan liar dijalankan oleh lembaga pendidikan. Praktik Pengutan liar diterapkan dengan modus biaya daftar ulang siswa dengan kegunaan untuk membeli seragam, buku pelajaran, dana pembangun, dana perpustakaan dan lain sebagainya yang mencapai jutaan rupiah. Maka dari itu, idealanya kita sebagai subyek obyek atas dinamika pendidikan nasional terlebih sebagai pengawal lewat gerakan mahasiswa, harus mampu meyatakan sikap tas kondisi diatas. Karenanya, lewat forum ini sumbangan gagasan lewat pembacaan kawankawan juga harus kita satukan. Saatnya bersatu untuk kesejahteraan rakyat. Sikap LPM RHETOR atas kondisi pendidikan nasional, menuntut, 1. Hapus kapitalisasi dan liberalisasi sektor ekonomi dan pendidikan 2. Hapus standarisasi kelulusan siswa lewat Ujian Nasional 3. Hapus standarisasi kelulusan mata kuliah mahasiswa lewat Ujian tengah maupun Akhir semester 4. Hapus kode etik mahasiswa yang hanya bersifat formalitas 5. Libatkan mahasiswa dalam penentuan regulasi dan kurikulum kampus 6. Pendidikan gratis untuk seluruh Rakyat dari Paud hingga Perguruan Tinggi 7. Wujudkan ruang dan sistem pendidikan yang demokratis dan bervisi kerakyatan.

04


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.