E45

Page 1

Edisi XLV, Agustus 2014

NewsRhetor Media Komunikasi Mahasiswa

RHETOR

“Maaf mas ada system yang belum siap..”

SISTEM

Nyerah Bos ! Kalah Rebutan Ngisi KRS

E ST PA H Y A P CO KAL MA

t

Ingisi KRS Lemottt banget

f

Rak Buku

“Itu Palagiat Mas...! Haduuhh”

Kampus Fakultas

: UIN_ Suka Dipaksa Digital : PPTD Tak Representatif : Nasib Malang TV Kampus Rhetorika : Surat Terbuka Kepada Birokrasi Fakultas Opini : Menyoal Digitalisasi Kampus Sketsa : Thibburuhany ; Indonesia Harus Punya “Khas” Film Sendiri


Salam Redaksi

NewsRhetor Edisi XLV

Rekonstruksi Gerakan LPM RHETOR Menuju Pers Yang Multidimensial Melihat sepak terjang RHETOR di masa lalu.(baca; arsip RHETOR). Khususnya pada masa-masa pergolakan nasional di orde baru, dan transisi demokrasi pada 2005 an. Memang cukup mencengangkan ketika dibandingkan dengan Rhetor era kini. Secara perlahan masifitas, LPM RHETOR mulai dipertanyakan oleh banyak pihak, khususnya para birokrasi, yang sedari dulu sering menjadi target man, di setiap pembacaan redaksi. Munculnya pertanyaan tersebut berkaitan erat dengan surutnya gagasangagasan besar yang diberikan Rhetor. Tak mau larut dalam suasana, dan dengan pertimbangan tetap menjaga elektabilitas LPM RHETOR dimata khalayak, maka ada inisiasi untuk kemudian merefleksikan kembali peran

serta kontribusi Rhetor ke depan, dengan memegang teguh prinsip indenpendensi pers. Hingga lahir satu gagasan bahwa untuk memulai hal tersebut perlu kiranya merekonstruksi fondasi Rhetor. Rekontstruksi bagi kami ialah, bagaimana mencoba membangun dan mengembalikan sebuah posisi ideal, hingga dalam ranah kontekstualisasinya terhadap LPM RHETOR ialah menjadikannya sebagai LPM yang bergerak secara utuh dan menyeluruh. Akhirnya, pada muaranya RHETOR tak hanya bergerak diranah wacana pers, namun lebih dari itu agar RHETOR dapat menjadi LPM yang bergerak secara multidimensial, khusunya advokasi terhadap masalah yang tak kunjung menemukan titik penyelesaian.[]

Lembaga Pers Mahasiswa

RHETOR

RHETOR

NewsRhetor diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) RHETOR FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pelindung: Allah SWT| Penasehat: Para Filsuf segala Zaman| Pembina: Nanang Mizwar Hasyim M.Si | Pemimpin Umum: Ahmad Hedar | Sekretaris Umum: Nur Anisa Sholikhah | Bendahara : Arivia Nujumulhayat | Pemimpin Redaksi: Fikry Fachrurrizal | Redaktur Online: Sarjoko| Staf Redaksi: Fullah Jumaynah, Amita Meilawati, Nelis Restine Fajrin, Anindia Puspitasari, Roihan Asrofi, Eko Sulistyono, Muhammad Hadi, Retno Dwi Ningsih, Kord. PSDM: Suhairi, Fuat Hasan, Acep Adam Muslim, Tri Junita Sari, Riyan Agus Prasetyo, Amin Aulawie| Desain Cover : David Maulana | Ismail Labong | Tata Letak: Suhairi Kantor Redaksi : Jl.Marsda Adi Sucipto Gd. Student Center R.3.46 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kode pos 55281


NewsRhetor Edisi XLV

Tajuk

Menyoal Proyek Digitalisasi Entah UIN telat merespon atau apa, yang jelas UIN masih gagap teknologi. Entah mau diibaratkan orang tua zaman dulu yang disodori perangkat digital atau diibaratkan remaja tanggung yang gaya punya perangkat digital beragam fitur namun hanya dipakai smsan, yang jelas digitalisasi UIN sejauh ini terkesan dipaksakan. Keluhan mahasiswa dan dosen mengenai akses-akses digital UIN adalah sinyal bahwa ada yang tak beres dengan perancangan digitalisasi kampus sejauh ini. Evaluasi fardhu 'ain hukumnya, jangan Cuma dijanjikan saja. Kami sadar semuanya butuh proses, tidak perlu lah kami diceramahi dan disuruh-suruh sabar. Jika kami melihat aksi nyata hasil evaluasi kami pun maklum sendiri dan takkan banyak bicara. Kami akan lebih diam jika saja uang kami tidak dimubadzirkan untuk beberapa proyek digital yang tidak jelas juntrungnya. Walau sebagian proyek tersebut kami amini

sudah berjalan. Jangan sia-siakan energi dan uang banyak hanya untuk sesuatu yang tak terlihat ada evaluasi substantifnya. Tawaran cara manual seperti zaman dulu jelas bukan solusi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menuntut segala lini “mendigitalkan� diri. Tidak mungkin juga data yang tiap tahun kian bertambah terus ditumpuk dalam wujud dokumen kertas, berserakan, berdebu. Menghabiskan ruang dan tenaga. Tujuan ideal dari digitalisasi adalah untuk mempermudah pelayanan publik. Digitalisasi kampus pun ditujukan untuk mempermudah akses informasi antar sivitas akademika kampus. kemudahan yang dimaksud menjadi standar kerja proyek digitalisasi ini. Selama kesulitan-kesulitan, nilai hilang, koneksi lambat, disfungsi televisi dan sebagainya. Digitalisasi masih di persimpangan jalan dan hanya buang anggaran. Jangan sampai.[]

Surat Pembaca

Hapus IKD jika perlu Oleh :Taufiqurrahman Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam Keberadaan Indeks Kerja Dosen (IKD) digadang-gadang akan menjadi langkah strategis guna mengevaluasi kinerja dosen di kelas. Tiap akhir semester mahasiswa diwajibkan mengisi kuisioner tersebut sebagai bentuk keterlibatannya. Biar terkesan serius, mahasiswa yang tidak mengisi, sampai tak dapat melihat nilai semesternya. Tapi apa lacur, keberadaan sistem evaluasi digital tersebut nampaknya jauh dari harapan perbaikan. Jika harapannya kinerja dosen dapat lebih baik, nyatanya masih banyak dosen yang tetap tak mengalami perubahan, bahkan makin menurun.

Jika dengan IKD, dosen yang sebelumnya tak pernah membuat suasana kelas menjadi dialogis, nampaknya masih ada saja dosen kolot yang tetap monolog dalam mengajar. Bahkan contoh kasus yang paling jelas dan kentara akan rendahnya integritas dosen, di Ujian Akhir lalu ada soal yang diujikan beberapa dosen, adalah yang pernah diujikan di semester lalu, bahkan mungkin di semester yang amat lampau. Intinya, jika bentuk evaluasi digital hanyalah bentuk formalisasi biar mahasiswa kelihatan terlibat, lebih baik di hapus saja. []

Bagi seluruh sivitas akademika UIN Sunan Kalijaga yang ingin berkontribusi lewat tulisan (surat pembaca, opini, artikel, esai, puisi dan cerpen), silahkan kirim ke alamat e-mail: lpmrhetor@gmail.com. Bagi yang merasa keberatan dengan pemberitaan NewsRhetor, dapat melayangkan hak jawab ke alamat yang sama atau datang langsung ke alamat redaksi untuk berdiskusi. Crew NewsRhetor dibekali tanda pengenal dan dilarang memberi ataupun menerima imbalan dalam bentuk apapun.

Agustus 2014

03


Kampus

NewsRhetor Edisi XLV

UIN_SUKA Dipaksa Digital Oleh: Roihan Asrofi

“Ketika UIN Suka Kewalahan Menerima Era Digital, Mahasiswa dan Dosen pun Kena Imbasnya.” Meskipun demikian, tidak dipungkiri ada pula yang justru menikmati cara digital. Sikap berbeda tersebut diungkapkan Sahal Baihaqi, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Matematika. Dirinya menyukai cara input digital dengan alasan mudah dijangkau di mana pun. “Bayangkan kalau kita berada di kampung halaman sumber gambar :http://akademik.uin-suka.ac.id/ yang jauh, mahasiswa akan UIN – Usaha UIN mengubah kesulitan untuk kembali ke Yogya sistem administrasi manual ke sistem digital (jika harus input manual –red),” katanya masih menemui jalan terjal. Banyak pihak sambil menghisap rokok. tidak puas dengan usaha yang dirasa ada Tidak berarti luput dari kritik, perbaikan dari tahun ke tahun. Mahasiswa mahasiswa angkatan 2011 itu menilai kinerja mendesak pihak berwenang segera Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan melakukan perbaikan, terutama laman Data (PTIPD) menurun dan menuntut ada Sistem Informasi Akademik (SIA) seperti perbaikan. “Bahkan dikabarkan ada nilai peng-input-an Kartu Rencana Studi (KRS) yang hilang, profesionalitasnya perlu di dan arsip nilai. bicarakan lagi, mahasiswa berharap, ada Salah satu bentuk tidak maksimalnya selalu diadakan perbaikan dan evaluasi,” sistem input KRS digital adalah masih imbuhnya. ditemukannya input manual. Galuh, Dikonfirmasi hal tersebut, Agung mahasiswa jurusan Komunikasi dan Fatwanto, kepala PTIPD mengawali Penyiaran Islam (KPI) mengaku pernah jawabannya dengan pernyataan bahwa input KRS dengan cara manual dengan sistem digital dicanangkan bukan sebagai alasan kuota yang tersedia dalam input formalitas belaka. Melainkan juga sebagai digital sudah habis. Namun mahasiswa sarana untuk mempermudah berbagai angkatan 2010 ini justru mengaku lebih proses: proses input data, proses wawancara, menikmati cara manual. “Enakan yang proses munaqosyah, hingga proses transaksi manual mas, tidak pakai lelet, kita cukup keuangan. Dia juga beralasan, bahwa ngantri, dan tulis daftar mata kuliah yang di implementasi hal baru pasti selalu ada inginkan,” ungkapnya. kendala. “Kita itu di awal, jadi mulai adanya Hal tersebut diamini Ika, ia merasakan perkembangan awal, tidak bisa langsung betapa leletnya peng-input-an di jam-jam baik,” tuturnya. padat. “Saya harus begadang malam-malam Agung menambahkan alasan sering mas, hanya duduk di warnet,” kesal Ika. lambatnya koneksi internet dikarenakan

04

Agustus 2014


NewsRhetor Edisi XLV

Kampus

kepadatan alur. “Tiap tahun kami memperbesar bandwith, dan alhamdulillah selalu dapat. Tapi ya jangan langsung di bandingkan dengan UGM, UI, atau ITB,” bela Agung. Pihaknya mengaku sadar bahwa semuanya butuh proses dan tidak bisa dilakukan dengan cara instan. Ia mengklaim dari waktu ke waktu selalu ada perbaikan, namun tidak signifikan.

tersebut bukan wewenangnya, melainkan anjuran dari Kementerian Agama (Kemenag). Sehingga, lanjut Sekar, tidak mungkin UIN terus berada di era manual. “Kalau mencari kekurangan, apa sih yang nggak ada kekurangan, kalau mencari masalah apa sih yang nggak ada masalah. Ada setiap tahapan-tahapan dimana kita harus selalu bersabar,” katanya.

Nilai hilang Seperti diungkap di atas, belum maksimalnya sistem digital dalam SIA juga menyebabkan beberapa nilai mahasiswa hilang. Hal ini diakui Lutfina, mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu menuturkan, “lebih ditingkatkan keamanannya lah, karena kemarin banyak nilai hilang”. Ditanyai terkait hilangnya nilai sebagian mahasiswa, Agung Fatwanto mengaku sudah membahasnya di internal PTIPD dan meyakini pasti ada sesuatu. “Secara detail saya tidak bisa memberikan informasi, karena itu menyangkut proses kerja secara internal,” ungkapnya. Terkait keterbukaan ruang publik, mahasiswa perlu tahu bagaimana kinerjanya, sampai ada nilai mahasiswa yang hilang khususnya di Dakwah dan Komunikasi ia menambahkan “dikarenakan ada proses yang tidak mengikuti SOP khususnya di Dakwah itu sendiri karena ada 2 faktor utama, kompetensi dan kedisiplinan mengikuti SOP dari staf di Dakwah. Ia menuturkan, “dan daripada itu PTIPD menangani banyak Fakultas, mengapa yang bermasalah hanya di Dakwah, jadi mahasiswa perlu memahami itu juga”. Dimintai pandangan mengenai masalah di atas, Sekar Ayu, Wakil Rektor 1 menjanjikan pihaknya akan selalu melakukan perbaikan dan mengevaluasi kekurangan masalah tersebut. Terkait mengapa UIN menerapkan kebijakan digitalisasi kampus, Sekar mengaku hal

Bagaiman dengan dosen? Tidak maksimalnya UIN menghadapi tuntutan zaman, yang mendesak segala proses dilakukan dengan sistem digital ternyata tidak hanya dirasakan mahasiswa. Dalam beberapa hal, dosen pun merasa dirugikan. Muhammad Sahlan salah satunya. Muhammad Sahlan mengaku jarang input materi kuliah di e-learning karena lama prosesnya. Ia juga terkadang kehilangan nilai yang telah di-upload. Selain itu, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) ini mengaku harus bangun larut malam mengupload nilai, absensi dan semacamnya, meskipun bukan dalam jam kerja. “Kalau tidak saya upload, ya di marahin dekanat dan mahasiswa lain”, ungkapnya sambil duduk santai. Kampus tidak tegas mengatur kebijakan mengenai dosen dan pemanfaatan SIA. Hal tersebut tercermin dari WR 1 yang mengungkapkan bahwa dosen memang belum diwajibkan untuk mengisi e-learning. Karena itu, banyak dosen yang belum memanfaatkan secara maksimal fasilitas tersebut. “Kalau mau memakai silahkan, nggak juga tidak masalah, karena belum kami wajibkan,” ungkapnya. Sekar menghimbau mahasiswa tetap bersabar, mengahadapi era yang serba digital ini. “Ada baik, pasti ada buruk. Ada salah, ada benar. Masalah yang terjadi itu sedang kita pecahkan bersama, investigasinya panjang. Anda bersabar saja,” katanya.[]

Agustus 2014

05


Fakultas

NewsRhetor Edisi XLV

PPTD Tak Representatif Oleh: Eko Sulistyono Pusat Pengembangan Teknologi Dakwah (PPTD) merupakan lembaga unit di bawah Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) yang menunjang pembelajaran mahasiswa di luar kelas. Faktanya, PPTD belum menyentuh kepentingan semua jurusan di FDK. UIN- Adanya “Lebih condong ke KPI, PPTD memang cukup padahal kan harus dinikmati mendongkrak popularitas oleh semua jurusan di FDK, Universitas Islam Negeri sedang dari jurusan BKI jadi Sunan Kalijaga terlebih minoritas di PPTD, ” katanya. FDK sebagai kampus Namun, harap Alfan, digital. Namun, lembaga mahasiswa dari BKI yang unit kampus yang memang minoritas di PPTD mewadahi aktivitas dapat dirangkul oleh mereka kebroadcastingan tersebut yang sudah mayoritas. “ ternyata menyimpan Harapan saya bukan apa-apa, beberapa persoalan. Hal itu yakni mahasiswa mayoritas berkaitan langsung dengan (KPI) dapat merangkul yang ruang lingkup dan pola minoritas,” katanya. kaderisasi yang tak Ta n g g g a p a n p e d a s menyeluruh. Dari disampaikan oleh ketua mahasiswa yang berhasil Himpunan Mahasiswa Jurusan RHETOR temui, (HMJ) Pengembangan seluruhnya menganggap Masyarakat Islam (PMI), Deri A bahwa keberadaan PPTD Rizal. Ia mengaku kecewa akan hari ini memang tidak kebijakan PPTD. Karena representatif. menurutnya, PPTD yang T a k harusnya dimanfaatkan untuk representatifnya PPTD kepentingan dan kebutuhan memang terindikasi dari mahasiswa, hari ini justru doc.rhetor/nelis dikomersilkan. “Bukanya ruang lingkup dan kaderisasi yang hanya su'udzon mas, tapi setahu saya, berasal dari segelintir jurusan di FDK. pinjam barang meski buat kepentingan Padahal, secara structural PPTD merupakan kemahasiswaan harus bayar, ” sesalnya. pusat pengembangan teknologi yang Tak hanya itu, mekanisme perekrutan berafiliasi langsung dengan seluruh jurusan anggota baru di PPTD juga menimbulkan di FDK. permasalahan, karena tidak semua Alfan, mahasiswa dari jurusan mahasiswa bisa menikmatinya. Hal itu kata Bimbingan Konseling Islam (BKI) Deri harusnya tak dilakukan oleh seluruh mengaku kurang puas akan pemanfaatan pihak pengelola PPTD. “Harapan saya, ya PPTD. Ia merasa bahwa pemanfaatanya lebih terbuka untuk mahasiswa, biar tidak lebih mengedepankan kepentingan anakeksklusif, “ tambahnya, sambil menyirup es. anak Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Soal tak meratanya keanggotaan di PPTD,

06

Agustus 2014


NewsRhetor Edisi XLV

Alfi, mahasiswi IKS merasa hak dari jurusan IKS juga dikebiri. “Orang crewnya 50% KPI, selebihnya jurusan lain, sebagai pelaku sosial kami juga butuh mas untuk dokumentasi, setiap kami melakukan acara kami ingin didukung dari PPTD, “ keluhnya. Minimnya apresiasi juga diperkuat oleh mahasiswi Manajemen Dakwah (MD), Khofiya Nida, ia mengaku, PPTD memang dibutuhkan sebagai sarana pembelajaran skill mahasiswa. Namun, karena harus diseleksi, niat belajar, kata nida, harus diurungkan. “Saya pernah ikut karena tertarik dan pengen dapat pengalaman, tapi gagal, karena ada persyaratan seperti interview dan olah suara,” tuturnya. Pusat PHP Sudah umum, untuk promosi Fakultas, segala cara dilakukan guna menarik dan menghibur banyak konsumen (Mahasiswa), termasuk dengan menyolek brosur dengan fasilitas canggih. Bahkan, agar mahasiswa baru betah, saat Sosialisasi Pembelajaran (Sospem) para fasilitator menginformasikan seluruh fasilitas fakultas. Meski pada nyatanya hal tersebut terkadang tak berbanding lurus dengan kenyataannya. Setidaknya itulah pengalaman yang dirasakan oleh Hariyono, Mahasiswa semester VII jurusan KPI. S a a t d i t e m u i N e w s R h e t o r, mahasiswa yang menjabat ketua HMJ KPI itu mengaku telah dibohongi Fakultas. Hariyono bercerita, saat dulu ia ikut Sospem, semua dosen sepakat dan mensosialisasikan, bahwa PPTD diperuntukan untuk kepentingan dan kebutuhan mahasiswa FDK. namun menurutnya, hari ini, PPTD justru jauh dari harapan,“ dimanfaatkan untuk temen-temen FDK lah, bukan untuk pengurus Suka TV, Rasida, dan unit lain didalammnya. Kita masuk UIN juga bayar to” pangkasnya. Bukan tanpa upaya, Haryono mengaku, dari pihaknya juga terus berjuang dan melakukan audiensi-audiensi, namun Agustus 2014

Kampus sayang hasilnya nihil. “Temen-teman LKM sudah melakukan audiensi ke pihak Dekanat, namun lagi pihak dekanat hanya mampu berjanji, ” tegasnya. Menurut PPTD…. Saat dikonfirmasi, Pihak PPTD melalui ketuanya, Nazili, menegaskan bahwa dalam recruitment terbuka, siapapun boleh ikut. Ia juga merasa telah mengupayakan agar semua jurusan daftar ke PPTD. Namun, dirinyaa kecewa karena ternyata peminatnya sedikit sekali, “saya sedih sekali sebenarnya,” sesalnya. Soal recruitment, ia juga memiliki pendapat lain. Menurutnya, recruitment hanya pengenalan basic dasar bagi beberapa anggota yang masuk. Kendati begitu, ia juga menawarkan solusi lain bagi mahasiswa yang tidak terjaring dalam recruitment. Salah satunya, kata Nazili, dengan sering-sering datang ke PPTD. “Saya sudah meminta kepada pengurus pengurus Rasida, Suka TV dan yang lain, mungkin ada orang yang berminat yang suara dan kemampuannya tidak bagus, untuk didampingi, ” kata Nazili. Ia juga mendukung penuh atas kegiatan jurusan lain, dari pihaknya mengaku selalu membackup semua kegiatan teman-teman. Karena hal ini merupakan bentuk kerjasama pihak PPTD dengan komunitas lain. Perlunya bentuk kerjasama ini, kata Nazili, tidak lain juga demi kemajuan PPTD. “Karena ketika berbicara dengan naskah mereka tidak tahu, adapun mereka buat naskah ya asal-asalan,ngarang sendiri, “ keluhnya. Ketika ini kegiatan jurnalistik ya harus komplit, ada jurnalistik tulis dan penyiaran yang terjemahkan dalam bentuk visual. Jika menurut mahasiswa tidak ada ruang gerak tulis menulis, menurutnya Belum akrab saja. “Karena saya ingin PPTD selalu berkembang dan berkembang. Semakin banyak masa akan mewarnai, ” tutupnya.[]

07


Fakultas

NewsRhetor Edisi XLV

Nasib Malang TV Kampus Oleh: Nelis Restine Fajrin

U I N Keberadaan televisi di lingkungan terbuka kampus UIN Sunan Kalijaga dinilai kurang maksimal. Setiap hari, tayangan televisi di tiap fakultas tersebut hampir seluruhnya tak bersuara. Hal ini membuat beberapa pihak termasuk m a h a s i s w a keberatan. Imam Muchlis misalnya, ia menyesalkan keadaan tersebut. Menurutnya, ketika televisi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) hanya menayangkan tampilan visual, dengan sendirinya menjadi kurang efektif, dan pesannya pun tidak tersampaikan.“Harusnya dimaksimalkan kembali saja, tapi kalau hanya untuk pajangan saja mending gak usah, ” tutur mahasiswa semester VI jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) tersebut. Hal yang sama juga dialami di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Faruq Al-Hasbi, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Pimpinan di Ikatan Mahasiswa Yogyakarta menyesalkan hal itu. “Dengan keadaan tv yang seperti itu, maka menjadi tidak menarik lagi,” katanya

08

melalui pesan singkat. Ditanya persoalan tersebut, Kepala Pusat Pengembangan Te k n o l o g i D a k w a h (PPTD) Mokhamad Nazili memandang bahwa kendala suara yang tak keluar dari televisi adalah soal ketidakmampuan Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PTIPD) selaku pengelola fasilitas dan teknis televisi dalam mengurusnya. “Mereka (PTIPD) tidak punya pengetahuan tentang mengatur bagaimana dan seperti apa doc.rhetor/nelis harusnya berita itu disiarkan, dan yang bisa itu PPTD,'' ungkapnya. Berbeda dengan PTIPD, PPTD hanya mengelola konten dan program televisi melalui salah satu lembaga penyiaran yang dimilikinya, SUKA TV. Fungsi dan Letak Di sisi lain, Afrozi, mahasiswa jurusan Perbandingan Agama, lebih mempertanyakan fungsi televisi di lingkungan terbuka itu sendiri. Menurut aktivis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Humaniush ini, fungsi televisi tersebut masih belum jelas penggunaannya. ”Apa hanya untuk dilihat saja, untuk menunjang akreditasi atau memberi info kepada mahasiswa tentang agenda-agenda kampus Agustus 2014


Fakultas ataupun wacana-wacana kampus?,” tegasnya saat ditemui di gedung Student Center. Sementara itu pihak SUKA TV menanggapi berbeda soal tidak maksimalnya pengelolaan televisi. Melalui ketuanya, Vandi Nur Setiawan, lembaga ini memandang f a k t o r pengelolaan teknis seperti suara memang menjadi kendala d a l a m penyampaian informasi. Namun, letak penempatan televisi pun pantas dipersoalkan. Sebab, masih menurut Vandi, hal tersebut bertujuan agar informasi dari siaran dapat dinikmati oleh lebih banyak orang. “Penempatan TV jangan di lobi. Harusnya ada penempatan khusus, istilahnya di tempat nongkrong mahasiswa,” sarannya. Diklarifikasi semua persoalan di atas, Kepala PTIPD Agung Fatwanto mengakui belum bisa memaksimalkan pengelolaan televisi. Ia juga mengaku pengelolaan televisi bukan sesuatu yang simpel, serta memerlukan biaya yang mahal. “Kita selama ini hanya diberi support, PPTD pun tak memberikan anggaran,” ungkapnya. Persoalan tidak adanya suara serta penempatan televisi yang tidak strategis, PTIPD tetap beralasan bahwa kinerja pihaknya belum bisa optimal.''Ya, manajemen siaran kita memang masih Agustus 2014

NewsRhetor Edisi XLV

belum optimal,'' lanjut Agung. Kembali Nazili menegaskan, bahwa letak persoalan sebenarnya ada di pihak pengelola fasilitas dan teknis. Menurutnya, selama ini fasilitas televisi yang ada di tiap fakultas dikelola oleh orang yang tak berilmu dan oleh karenanya pengelolaan lebih baik diserahkan kepada PPTD. ''Selama ini kan kita yang sudah advokasi dan mengatur siaran tv, harusnya PPTD yang lebih pantas mengelola,'' tuntutnya. M e n a n g g a p i pernyataan Nazili, Agung mengaku bahwa pihaknya sudah mengajak PPTD untuk menjalin kerjasama dengan PTIPD. Ia juga mengaku sudah memberikan akses dan kewenangan mengatur penyiaran kepada PPTD. “Manajemen siaran kita memang masih belum optimal, dan kita masih menunggu kerjasama dari unit-unit yang ada di UIN, ini bukan karena kita memonopoli,” belanya. Persoalan tidak maksimalnya pengelolaaan televisi, Agung berharap tidak ada tendensi untuk saling menyalahkan antara satu pihak dengan pihak lainnnya. ”Ya kita satu sama lain tidak ada yang saling menyalahkan,” pungkas Agung.[]

09


NewsRhetor Edisi XLV

Rhetorika Surat Terbuka Kepada Birokrasi Fakultas oleh: Alfiya Alfan*

Tanpa mengurangi rasa hormat, saya tulis surat ini kepada kalian bapak/ibu birokrasi yang baik hati. Semoga dengan surat ini sedikit banyak kalian berfikir bagaimana menjadi pendidik atau pengatur sistem yang baik. Saya akui, selama ini memang kalian telah berusaha memberikan yang paling baik. Namun, dimana kebaikan itu kalian sematkan? Atau jangan-jangan saya sendiri yang terlalu bodoh untuk mencerna setiap kebijakan yang selalu kalian paparkan? Entahlah, saya tak dapat membedakan diri secara pasti dan benar. Kerena kepastian serta kebenaran hanya milik-Nya. Saya mengerti bagaimana sistem harus tetap ditegakkan, bagaimana pun keadaannya, tak memilih siapa pun orangnya, dan apa pun jabatannya. Pelajaran perundangundangan telah sedikit membuka pemikiran saya, bahwa undangundang di ciptakan untuk mengakomodir seluruh elemen masyarakat (baca: sivitas akademika), bukan mengekang, apalagi menindas. Adakalanya ketidak berdayaan tidak pernah bisa di pisahkan dari kehidupan manusia seperti saya ini. jujur bapak/ibu birokrasi yang terhormat, sudah berkali-kali saya dibuat sakit hati. Kemarin, ketika ujian akhir semester hendak dimulai, saya datang keruang Kajur untuk meminta surat

10

rekomendasi lantaran KRS sebagai syarat ikut ujian hilang. Namun apa yang saya dapatkan, saya mendapat informasi bahwa untuk semester ini sudah tidak berlaku hal seperti itu. Aneh, perubahan aturan yang tiba-tiba seperti itu sering saya temukan. Lalu pertanyaannya, jika peraturan selalu saja berubah, kapan mahasiswa punya kesempatan menilai dan memberikan masukan demi terjaminnya proses hukum di kampus? Sudah banyak kali saya dengar di kuliah-kuliah umum, baik jurusan maupun fakultas, di sana sering saya dengar harapan-harapan kalian kepada mahasiswa untuk mempertajam kualitas keilmuan, sesuai ajaran islam dan tetek-bengek lainnya. Namun kenyataannya bagaimana? Tidak bisakah sejenak kalian para birokrasi fakultas yang terhormat, untuk mengecek sekaligus menilai proses transformasi keilmuan di kelas? Saya kira, kalian ada untuk melakukan hal semacam itu. Bukan hanya duduk manis di ruangan ber-AC, dan secangkir teh hangat tiap pagi. Saya terima segala bentuk keputusan sistem yang sengaja atau tidak kalian bangun dengan keringat dan pikir yang saya kira juga lelah. Namun yang perlu di “ingat�, tidak semua mahasiswa punya mental seperti bayi, yang perlu dituntun dan diperlakukan seenaknya. Terkadang Agustus 2014


NewsRhetor Edisi XLV

saya berpikir, kok fakultas rasanya tak ada bedanya dengan tempat PAUD. Sudah tak terhitung berapa banyaknya perlakuan diskriminasi bergulir dari kebijakan yang kalian berlakukan. Ruang kelas yang tak ada bedanya lagi dengan berangkas, tempat mahasiswa dicekoki tanpa bisa mengelak sedikit pun. Lalu pertanyaannya, dari arah mana saya bisa memahami materi dan ajaran kemanusiaan yang kalian berikan. Sementara berpendapat dianggap pembangkang?, Jadi terkenang orde baru. Saya tidak mengerti, katanya hari ini zaman kebebasan. Manusia bisa melakukan apa pun sekehendaknya sendiri. Tapi kenapa, di sini saya mendapat perlakuan demikian rupa? Saya di kampus hendak belajar, bukan dihajar dengan sistem yang lebih layak dipraktekkan kepada binatang. Jika demikian, jagan pernah salahkan bila kelak jebolan perguruan tinggi lebih bodoh dari mereka yang belajar sendiri. Karena toh pelajaran di kampus tak lebih dari sekedar memenuhi IPK, dan absensi yang senantiasa menjadi ancaman proses belajar mahasiswa. Barangkali hal semacam ini tidak hanya saya yang merasakan, bagaimana beratnya terus berupaya mencapai (IPK, Absensi) yang kalian tentukan. Ironis sekali bukan? Kampus yang konon banyak menciptakan orang-orang dengan intelektualitas Agustus 2014

Rhetorika mumpuni, kini terjebak pada ruang konyol bernama absensi, dan terus bergulingan di lapangan sempit berdinding IPK. Maka, bila hal semacam ini terus berlangsung, rasanya saya akan menjadi mahasiswa pertama yang tergolong PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). Sebab, kampus yang dalam bayangan saya adalah tempat berdialektikamencari kebenaran segala hal, berubah menjadi pembenaran setiap keputusan. Bapak/ibu birokrasi yang rendah sikap, tulisan saya ini tampak lucu sekali. Namun rasanya kurang pas untuk ditertawakan, apalagi dibiarkan berserakan di ruang makan njenengan. Semoga kalian tak menganggap sepele surat sederhana yang penuh keruwetan ini. Terlepas bagaimana kekurangan saya selaku orang yang mau belajar. Akhirnya, saya selesaikan surat ini dengan ucapan terimakasih. Karena adanya kalian membuat saya sedikit berpikir bahwa kebenarankesempurnaan memang sulit diperjuangkan. Namun tak ada kata “tidak bisa� selagi ada upaya menyelesaikannya. Begitulah televisi mengajari sikap hidup kepada saya.[] *Asal Sumenep, Madura. Ilmu Kesejahteraan Sosial. Fakultas Dakwah dan Komunikasi Hp, 089612764928

11


NewsRhetor Edisi XLV

Opini Menyoal Digitalisasi Kampus Oleh : M.Kharisma* Di era modern ini, tentu kita semua sudah sangat memahami apa itu teknologi informasi. Digitaliasi kampus menjadi salah satu pengaplikasian perkembangan teknologi informasi di lingkup universitas. Digitalisasi kampus ini memiliki definisi “segala usaha untuk mengubah sumber daya kampus yang ada ke dalam bentuk digital berbasis internet , melalui alat atau instrumen yang canggih, sedemikian rupa sehingga kehidupan nyata kampus dapat ditingkatkan melebihi waktu maupun ruang yang ada� (Teamsun, 2004). Digitalisasi ini menjadi solusi yang tepat, saat kita mengingat sejenak peristiwa besar yang terjadi beberapa tahun silam yaiu pasca Tsunami di NAD, betapa banyak informasi berharga dan penting yang hilang. Sebut saja dokumen kepemilikan tanah, ribuan ijazah pelajar, surat ukur, obligasi, dll yang sebagian besar masih berbentuk dokumen cetak dan tidak ada backupnya. Bisa dikatakan peradaban informasinya bisa ikut musnah bersama raga fisiknya. Maka dari itu, digitalisasi menjadi salah satu solusi untuk menjaga keutuhan data dan dokumendokumen penting seseorang. Namun saat ini kita berbicara khusus digitalisasi kampus. Digitalisasi kampus tentunya memiliki nilai positif, sehingga menjadi sebuah jawaban mengapa digitalisasi ini menjadi penting. Ada beberapa nilai positif dari pengaplikasian digitalisasi kampus ini, yaitu yang pertama, mendorong mahasiswa dan seluruh sivitas akademik kampus untuk belajar memahami dan menggunakan teknologi informasi. Dengan adanya digitalisasi kampus, mau tidak mau semua sivitas akademik kampus harus memahami, minimalnya mengenal teknologi informasi.

12

Kedua, nilai positif dari digitalisasi kampus ini yaitu pengarsipan dokumen-dokumen penting kampus tidak memerlukan ruang penyimpanan yang luas, hanya perlu adanya komputer yang di kendalikan oleh user, semua dokumen bisa di tampung di dalamnya. Selain nilai positif, tentu digitalisasi kampus ini memiliki nilai negatifnya juga yang tak kalah penting untuk kita perhatikan bersama, yang pertama, belum adanya sistem keamanan yang benar-benar handal untuk menjaga keamanan data atau dokumendokumen penting yang di simpan dalam suatu sistem teknologi informasi. Kekhawatiran ini timbul karena adanya cracker yang sangat mungkin bisa masuk dan merusak sistem keamanan informasi kampus, sehingga data dan dokumendokumen penting bisa jadi akan hilang. Pada kesimpulannya, digitalisasi kampus ini sangat bergantung kepada tiga komponen penting, yaitu software, hardware dan brainware. Software dan hardware yang digunakan haruslah memiliki kualitas yang baik, serta memiliki sistem keamanan yang terpercaya. Kemudian juga selain software dan hardware yang bagus, perlu adanya brainware atau pengguna sistem digitalisasi yang jujur dan mumpuni dalam bidang teknologi informasi, karena jika hanya mumpuni saja, namun tidak jujur, maka akan adanya penyelewengan informasi. Antara software, hardware dan brainware ini haruslah sinkron agar penyediaan layanan informasi digital berjalan lancar dan maksimal.[] *Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Agustus 2014


NewsRhetor Edisi XLV

~ Efyra Sahabat ~

Puisi

Sajak-sajak Anisa Rizqianti ( icha )

Bercelotehlah, bila berceloteh risaumu akan lekas, Tersenyumlah, jika tiada lagi gundah… Jangan menahan semak di dada, Luapkan pada kami wahai Sahabat… Sahabat… Lihatlah, Tampak sekelompok semut manis berbaris rapi, Menaiki gundukan terjal,hingga masuk dalam lorongpun bersamaan… Meskipun selendang malam mulai terbentang, Sepi mengiris senja, Ketika Lengkung langit telah menghitam, Berhiaskan kerlap-kerlip bintang, hingga pagi datang… Kami,…"Efyra Sahabat" Akan selalu ada, Untuk Sekadar bernyanyi, menemani, mengisi keseharianmu, Wahai Sahabat manisku.

~ Langkah Kaki ~

Anisa Rizqianti ( icha ) MahasiswaManajemen Dakwah Angkatan 2012

Kaki-kaki kecil mulai bertitah Dituntun niat yang bergelora Kaki-kaki kecil kini mulai melangkah Disusul semangat yang tiada jera… Tali erat mengikat setiap diri, Sanubari turut memperkokoh insani Tekad satu' berpadu! Melekat dalam suara berpikir padu… Titik-titik penghubung Barisan bersatu Dalam genggam tangan Dorongan puncak! Gemertak tulang mendidih darah kami, Disiplin satu-satunya nafas kami, Namun, tetap dalam dinginnya Asmaasma suci… Ya' … , Tuhan adalah kekuatan kami…

Everything is ruled by God, so we can this a beautiful life Agustus 2014

13


Sketsa

NewsRhetor Edisi XLV

Thibburuhany ; Indonesia Harus Punya “Khas” Film Sendiri oleh : Amita Meilawati & Anindia Eka Puspitasari “Mungkin khas film Indonesia bisa dilekatkan dengan sejarahnya, semangat ke Indonesiaannya, seperti film Garuda di Dadaku. Kalau budaya sih bisa, cuma takutnya malah jadi rasis nantinya.” Dandanannya matching, sekolahnya. Semasa SMA, Thibbur gayanya khas anak muda gaul juga pernah menyabet juara 3 pada jaman sekarang. Celana Jeans, lomba lukis tingkat Sleman. jaket atau kemeja, dan topi, Dilihat dari akun membuatnya terlihat seperti Instagramnya, hasil jepretan anak hip hop namun tetap mahasiswa kelahiran rapi. Beginilah tampilan Lampung Selatan, 07 mahasiswa kreatif Oktober 1992 ini tidak bisa bernama Thibburuhany. dianggap biasa saja. FotoNamun, siapa sangka foto hasil jepretannya bak berjuta ide kreatif meletup hasil jepretan seorang di otaknya. professional. Ketika T h i b b u r u h a n y, dikonfirmasi manakah yang mahasiswa KPI angkatan 2010 lebih ia senangi, fotografi atau telah lama bergelut dengan bidang film, ia mengaku dunia film adalah broadcasting. Beberapa kali ia dan temanpassionnya. temannya mengikuti lomba film pendek. Bermula dari senang membuat Dari sekian film pendek yang ia buat, salah slideshow dari foto-foto akhir masa SMA, ia satunya yang berjudul “Sesajen” masuk mengaku mulai tertarik pada dunia film. nominasi Festival Film Syair tahun 2013. Film-film pendek yang dibuatnya terdorong Film pendek berdurasi 6 menit 15 detik ini dari rasa iri yang muncul ketika sering masuk nominasi karena sangat berbeda berkumpul dan bertukar-pikiran tentang film dengan nominasi lain yang rata-rata berlatar dengan teman-teman di komunitas film. belakang kehidupan kota. “Namun iri yang positif, karena iri itu yang Film pendek dengan latar belakang menjadi motivasi untuk berkarya. Dia saja desa, “Sesajen” mengangkat cerita seorang bisa, masa' saya enggak”, ujarnya ketika anak laki-laki penderita HIV/Aids yang ditemui di kantin Fakultas Dakwah dan hidup berdua dengan ayahnya. Sedang Komunikasi. Selain itu, keprihatinannya ibunya tinggal dikota sebagai pekerja seks. terhadap film-film Indonesia yang dari segi Sang Ayah yang sangat percaya akan isinya masih kurang mendidik saat ini juga kekuatan gaib leluhur lebih memilih terus memacu semangatnya untuk lebih kreatif membuat sesajen untuk meminta berkarya film pendek. kesembuhan anaknya, daripada membiarkan Sambil menyelesaikan kuliahnya, anaknya berobat ke dokter. Thibburruhany kini fokus menekuni bidang Mantan Ketua OSIS SMA N 1 Depok editing film. Kerumitan pada setting dan yang hobi menggambar ini awalnya tertarik angle yang diambil saat membuat film itu dibidang desain grafis dan grafiti saat SMA. hasilnya lebih greget baginya. “Berbeda Ia dan teman-temannya pernah membuat dengan fotografi, dengan kerumitan setting grafiti di tembok dan jendela-jendela ruang dan penentuan angle, hasilnya hanya Agustus 2014

14


NewsRhetor Edisi XLV

1 yang dipilih yang paling bagus, gak sepadan dengan usaha dan keringatnya. Kalau film kan hasilnya lebih memuaskan, gak “oh mung ngono tok,“ tambahnya. Kopi-Nesia, salah satu film iklan karya Thibbur dan timnya yang meraih penghargaan “Silver” dalam Pinasthika Award tahun 2012, kategori Young Film Director. Kopi-Nesia mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan bergabung dalam semangat ke bhinekaan. Terinspirasi dari manifesto kekayaan negara Indonesia, yakni kopi dan keragaman cara menikmati secangkir kopi di setiap daerah di Indonesia. Tentu karya mahasiswa yang meraih penghargaan ini patut di apresiasi oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Namun sayangnya, Fakultas tidak begitu memberi penghargaan yang mampu memacu semangat, hanya banner ucapan selamat yang terpampang bergambar foto Thibbur dan dua orang tim lainnya. Thibbur berharap, agar Fakultas lebih memberikan apresiasi terhadap hasil karya mahasiswamahasiswinya. Karena apresiasi tersebut yang akan memacu semangat dan memotivasi mahasiswa-mahasiswi dalam Nama TTL Orang Tua Alamat Pekerjaan

: Thibburruhany : Lampung Selatan, 07 10 1992 : Budi Riyanto/Sugiyanti : Yogyakarta : Multimedia Freelancer (Design, Photograph, Filmmaker) Hobi : Futsal, Sepak Bola, Menulis, Membaca, Fotografi, Membuat film Makanan Favorit : Telur dadar, Tahu, tempe, sambel teri Prestasi

* Juara 1 Lomba Film Pendek Gebyar KPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta – Semangat ! * Penghargaan “Silver” dalam Pinasthika Award 2013 Nominasi Sutradara - Kopinesia * Finalis Islamic Movie di UGM tahun 2013 – Kamar Gelap * Finalis Caraka Award 2013 (Festival Iklan Mahasiswa) di Universitas Dr. Moestopo Beragama, Jakarta – Berkarakter & Indonesia Kreatif * Nominasi Festival Film Syair tahun 2013 – Sesajen

Agustus 2014

Sketsa berkarya. Tidak akan rugi jika Fakultas maupun Universitas mau memberi penghargaan pada karya mahasiswa, karena karya yang membanggakan seperi ini akan membawa nama UIN Sunan Kalijaga untuk lebih dikenal. Bahwa UIN Sunan Kalijaga mempunyai mahasiswa-mahasiswi yang mampu berkarya kreatif dan membanggakan. Ia juga berharap kepada mahasiswamahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi agar terus semangat berkarya. Jangan malu untuk mempublikasikan hasilnya. Mahasiswa yang dulunya bercita-cita menjadi arsitek ini berharap agar Indonesia memiliki genre filmnya sendiri. Jika Korea selalu lekat dengan dramanya, India khas dengan tarian-tarian dalam filmnya, maka Indonesia seharusnya memiliki sesuatu yang khas pada film Indonesia. “Mungkin khas film Indonesia bisa dilekatkan dengan sejarahnya, semangat ke Indonesia-annya, seperti film Garuda di Dadaku. Kalau budaya sih bisa, cuma takutnya malah jadi rasis nantinya,” ucap laki-laki bermata sipit ini.[] Karya-karya : Iklan TVC : * Kopinesia * Ganti Permen * STIM YKPN – The Next Leader * Event Wayang Dinas Pajak Yogyakarta * Funbike Bank Bantul * Sedekah A Kiong * Restoran D'Gejrot * dsb Film Pendek : * Semangat ! * Kamar gelap * Diam * Sesajen * Para Induk Anjing Liar Film Dokumenter: * Mencari Jalan Pulang * Mimpi Kota Jogjaku – KPU Jogja

15


NewsRhetor Edisi XLV

Cerpen Hadiah yang Indah Oleh : Amin Sahri** Langit berjubah mendung. Tak lama kemudian awan-awan meneteskan butir-butir gerimis. Bumi Jogja bermandi air hujan di sore hari. Beruntung aku membawa payung, karena tadi pagi juga hujan. Usai mata kuliah PKn, semua anak KPI C berhambur ke luar kelas. Aku menuruni tangga dari lantai tiga. Di koridor bawah aku melihat Risa sedang duduk di bangku sendirian. “Nunggu siapa, Risa?” tanyaku pada wanita berjilbab biru muda itu. “Nunggu hujan reda,” Jawabnya santai. Suaranya hampir tak terdengar, diredam gemuruh suara hujan. “Jalan bareng , yuk! Aku bawa payung,” tanganku membuka resleting tas, menjumput gagang payung, kemudian memekarkannya. “Wah... kebetulan nih. Iya boleh, aku ikut nebeng,” sahutnya sumringah. Senyum merekah di bibirnya. Indah. Risa adalah kawan baruku, dia anak IKS. Aku mengenalnya tiga minggu lalu saat diklat LPM Rhetor. Tiap pekan kita bertemu dalam diskusi redaksi. Kami berdua berjalan sejajar. Bernaung di bawah payung hijau. Irama gerimis terdengar merdu. Kawan-kawanku yang lain juga ada yang membawa payung untuk pulang dari kampus. Beberapa mengenakan mantel untuk menerjang gerimis yang masih betah bersenandung. “Fahri, kosmu di mana,” Risa

16

bertanya. “Di jalan Suroto, dekat perpus kota,” jawabku. “Kalau aku di Lempuyangan, tinggal dirumah Bu Dhe-ku,” dia mengusap pipi putihnya yang terciprati rerintik air. “Sa, apa kamu suka hujan?” tanyaku. “Tentu. Hujan itu tamu yang baik. Saat hujan datang, doa manusia akan diijabah. Mungkin Tuhan tahu, kita ini terlalu sibuk dan jarang berdoa. Dia berbaik hati dengan memerintahkan miliaran butir-butir air untuk terjun ke bumi. Alasannya agar manusia tidak dulu banyak kesibukan, berteduh sejenak, atau rehat di rumah, merenung dan memanjatkan doa-doa yang baik,” urai Risa. Panjang lebar namun asyik disimak. “Benar, katamu. Sayangnya ada saja yang tidak bermunajat malah ia berkeluh kesah dan jengkel pada hujan yang tak berdosa,” sahutku. Kami terus berbincang sambil berjalan. Aku merasa nyaman dan senang bersamanya. Langkah kaki kami telah sampai di Halte Trans Jogja. Risa keluar dari payungku dan mengucapkan terima kasih. “Aku duluan, ya!” tukasku padanya. Ia mengangguk dan menguntai senyum. Manis sekali. Lalu aku menyeberang jalan. Melanjutkan gerak kaki untuk sampai ke kos. * Agustus 2014


NewsRhetor Edisi XLV

Hari Selasa hanya ada satu mata kuliah. Kini aku berada di perpustakaan kampus. Suasana nyaman dan sejuk. Banyak mahasiswa di sini khusyuk membaca. Beberapa yang lain berdiskusi mengerjakan tugas kelompok. Di lantai dua, aku masuk ke ruang serial, mengambil surat kabar. Aku duduk di kursi empuk dan membaca rubrik Suara Kampus. Kursi di sebelah kiriku yang berjarak lima puluh senti berdecit pelan. Ada seseorang yang menarik punggung kursi lalu ia duduk dipangkuannya. Kepalaku menoleh. Aih... aku tak asing dengan wajahnya. “Hai, Sa, sedang baca apa?” aku menyapa duluan. “Ini, majalah sastra. Kau di sini rupanya?!” muka Risa menghadap ke mukaku. Kedua mataku bisa menangkap sempurna wajahnya yang berhias senyum. Lesung pipitnya terbit di kanan-kiri wajah ramahnya. Kau seperti bidadari yang cantik, yang anggun, Risa. “Eh... iya,” hampir dua puluh detik kata itu baru terucap. “Sa, sastrawan yang kau sukai siapa?” lanjutku. “Aku suka Ahmad Tohari. Kalau penulis masa kini aku suka Tere Liye,” jawabnya, sambil membalik halaman majalah. “Oh iya, aku juga suka kamu,” Aduhai... aku senang mendengar kalimat ini. Kenapa jantungku berdebar? Perasaan macam apakah ini? Hei, Fahri dengarlah ucapan gadis jelita itu secara lengkap. Agustus 2014

Cerpen Tangkap maknanya dengan objektif. “...suka karyamu. Puisimu minggu lalu dimuat surat kabar, kan?” tanyanya. “Iya,” suaraku pelan. Mukaku perlahan memerah. Di hati ada rasa sungkan, namun juga senang. “Waktu SMA aku juga pernah baca puisimu yang dimuat majalah sastra ini. Puisimu ringkas namun kaya makna, bahasa puitismu khas, indah,” ia menunjukkan kaver majalah itu padaku. Tuhan, ternyata dulu Kau telah mempertemukan aku dengan dia lewat sajak yang sederhana. Terima kasih. “Terima kasih atas apresiasinya, Risa,” responku. Aku beralih bertanya, “Kau pernah baca buku kumpulan cerpen Berjuta Rasanya... punya Tere Liye?” “Belum. Aku baru baca novelnovelnya dia,” tandasnya. Kalau begitu, aku ingin memberikan hadiah buku itu untukmu. Bisikku di benak. * Di tanah rantau ini, wajar bila aku harus berjiwa mandiri. Aku telah dewasa, tak ingin orangtuaku mengirimi uang untuk biaya hidup dan kuliahku. Aku kerja part-time di tempat foto kopian dekat kampus. Sekarang masih tanggal muda, baru kemarin aku terima gajian. Aku sudah membeli buku baru: kumpulan cerpen Berjuta Rasanya. Kebetulan Buku bagus ini akan kujadikan hadiah istimewa buat Risa, meski tanggal kini tidak jatuh sebagai hari ulang tahunnya. Menurutku, memberi hadiah itu tak perlu menunggu satu tahun atau mesti di tanggal dan bulan yang

17


Cerpen diagungkan kebanyakan orang. Aku telah mengirim SMS pada Risa agar kita ketemuan di depan gedung Multy Purpose pukul 16.40. Pemandangan sore ini di kampus adalah mahasiswa berlintasan hendak pulang. Ada yang mengendarai motor sendirian, berboncengan dengan teman, dijemput orangtua. Ada yang bersepeda, menunggu bus, jalan kaki—termasuk aku, dan ada yang masih duduk-duduk di bangku melingkar di bawah pohon beringin besar. Ada yang antri membeli es, siomay, batagor dan yang lain. Langkah kakiku berbeda dengan teman-teman yang lain, nampak tergesa dan gelisah. Apa pasal? Aku terlambat lima belas menit atas “jadwal bertemu” dengan Risa yang telah dijanjikan. Aku merasa tak enak hati membuat dia jadi menunggu. “Maaf, Sa, baru bisa sampai sini,” ucapku sembari mengusap peluh di pipi kanan. “Tak masalah,” sahutnya santai, mukanya tetap berseri, senyumnya terkulum. Lalu aku duduk di sebelah Risa, di bangku bawah pohon beringin yang berangin segar. Aku mengatur nafas, mendamaikan rusuh di hati dan menata diri. “Sebenarnya aku mau memberimu sesuatu yang aku kira kau akan menyukainya. Tapi maaf, Sa, mungkin karna aku teledor, barang itu hilang. Tadi aku sempat mencarinya lama, namun tak kunjung ketemu,” jelasku pada wanita di sebelah kiriku. “Mungkin besok bisa kutemukan.”

NewsRhetor Edisi XLV

yang terbalik, senyum yang terbaik. Ajaib. “Wah... terima kasih Fahri atas niat baikmu. Aku jadi terharu,” Dia tertawa kecil, mencairkan suasana—hatiku. “Nampaknya senja sudah sampai di depan beranda rumah, Fahri. Sebentar lagi ia menutup pintu dan menyembunyikan cahayanya. Yuk, kita pulang!” indah nian nan santun sekali kata-katamu, Risa. “Ayo...” jawabku bergairah. Aku dan dia bangkit berdiri, berjalan bersampingan. Bersamnya aku merasa nyaman dan senang. Belum sukses aku memberi hadiah padanya namun Risa sudah memberiku hadiah yang indah. Hadiah yang tak berupa benda yang dapat dipegang kedua tanganku. Hadiah itu adalah senyum manisnya, sikap anggun-ramahnya, kata-kata santun nan bermaknanya yang hanya bisa di sentuh tangan-hati. Tuhan, aku ingin ada perjumpaan dan perbincangan selanjutnya dengan dia: Risa. Munajatku dalam kalbu, memanjat ke langit dan menutup senja hari ini. * **Mahasiswa Asal Cilacap, Suka berpetualang kemanapun. sedang menempa ilmu di KPI FDK UIN Sunan Kalijaga dan sekitarnya.

Bibir Risa membentuk pelangi

18

Agustus 2014


RHETOR

Alamat Redaksi: Student Center Lt.3 R.3.46 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email : lpmrhetor@gmail.com Facebook : Lpm Rhetor

Open Recruitment Pejuang Menulis

Atau Mati!

DARAH adalah

TINTA

Pendaftaran:

01-30 September 2014 Contact Person 081939234514 (Haedar De Ahmad) 085602191994 (Tri Junita Sari)

Cara Mendaftar? 1. Isi formulir pendaftaran 2. Serahkan karya berdasarkan job pilihan 3. Kontribusi Rp. 10.000,- (keberatan bisa dapat keringanan) NB: Penyerahan berkas paling lambat di akhir pendaftaran

Pilihan Job dan Persyaratan khusus* 1.Reporter (Membuat naskah berita) 2.Redaktur (Membuat naskah Artikel, Essai, cerpen atau puisi *) 3.Fotografer (Menyerahkan file atau cetakan karya Fotografi tema bebas*) 4.Design grafis (menyerahkan hasil design grafis corel, photosop, dsb.*) 5.Karikaturis (Membuat draft Karikatur ) Ket: Pilihan Job bersifat pilihan, dapat dipilih salah satu atau lebih.

Syarat Umum: Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Prioritas Semester I-III Pengisian formulir dapat dilakukan di stand pendaftaran, samping Kantin FDK, atau langsung mendatangi kantor redaksi LPM RHETOR di Gedung Student Center Lt.03. R.3.46

Produk dan Media Penerbitan LPM Rhetor 1. Antologi/ buku ilmiah dan sastra 2. Majalah Rhetor 3. Buletin “NewsRhetor� 4. Rhetor Online 5. Fotografi Jurnalistik

Aktivitas dan Komunitas-Komunitas LPM Rhetor 1. Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) 2. Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (Upgrading) 3. Diskusi Rutinan 4. Malam Minggu Sastra (MIGAS) 5. Jurnalistik Alam (Pendakian, susur pantai dll)

Diskusi Rutinan

Forum Group Discussion

Upgrading

Jurnalistik Alam: Pendakian Merbabu

Dokumentasi


Rp

s

UANG PANGKAL MABA 2013 : Rp.2.300.000 UIN SUKIJO

BOPTN

UANG PANGKAL

“Aduh mama sayang e.... lu sudah di tipu pace..... “ mending tu uang lu beli gorengan”

RHETOR

LPM RHETOR

by [et] redaksi


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.