Produk Pengetahuan KSPL

Page 1


PRODUK PENGETAHUAN

Unduh dan baca lebih lanjut produk-produk pengetahuan dari Koalisi Sistem Pangan Lestari dan para mitra.

Transformasi menuju sistem pangan yang

sehat, beragam, lokal, tangguh, dan

lestari

untuk Indonesia.

Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) merupakan bagian dari komunitas global Food and Land Use Coalition (FOLU) yang bekerja dengan para mitra untuk mendorong transformasi sistem pangan dan tata guna lahan global. Indonesia merupakan salah satu negara pelopor dari inisiatif ini, bersama Cina, Etiopia, India, Kenya, dan Kolombia.

Mendukung transisi menuju sistem pangan lestari di Indonesia yang berketahanan, dalam hal:

Kualitas Kuantitas

Meningkatkan kualitas pangan

Meningkatkan pasokan dan akses pangan

Mengurangi susut dan limbah pangan per kapita

Pemanfaatan Stabilitas

Perlindungan dan konservasi alam

Perencanaan tata guna lahan dan perairan

Pelibatan dan jangkauan

Tujuan Kami
Kerja Kami
Intervensi kami dibagi ke dalam 6 capaian:

Papua Barat dan Papua Barat Daya

Sekilas Kegiatan Kami

Kajian dan analisis dampak

pada

Neraca pangan

Jawa Tengah

sistem spasial regionalisasi sistem pangan di Indonesia

Manajemen lahan agroekologi menuju kemandirian beras secara lestari

Kemitraan dan keterlibatan multipihak melalui

Lestari di bawah BAPPENAS

System (GSFS): Kompetisi esai untuk orang muda berhadiah kesempatan magang

Bincang FOLU: Webinar kolaboratif mendiskusikan ragam isu terkait sitem pangan.

Mitra Kami
Protokol limbah pangan untuk ritel
Protokol susut pangan untuk petani kecil
Protokol untuk aksi terkait

Produk-produk pengetahuan kami

Ringkasan

Studi Pangan

dan Tata Guna

Lahan (FOLU)

Di Provinsi Papua Barat

Produk-produk pengetahuan kami

Agroecological Nutrient Management Strategy for Attaining Sustainable Rice Self-Sufficiency in Indonesia

Tahun Publikasi: 2024 Unduh: bit.ly/kspl-agroecology-mdpi

Abstrak: Kemandirian beras merupakan pusat dari pembangunan pertanian di Indonesia, tetapi negara ini semakin menghadapi tantangan akibat pertumbuhan populasi, perubahan iklim, dan keterbatasan lahan subur Pengelolaan nutrisi secara agroekologis menawarkan solusi melalui optimasi pemupukan, peningkatan penggunaan bahan organik dan biofertilizer, serta perbaikan sistem pertanian dan pengelolaan air. Pendekatan agroekologi tidak hanya memastikan tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup, tetapi juga meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan memperbaiki fungsi biologis tanah sawah.

Pupuk organik dan biofertilizer dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Sebagai contoh, ganggang biru-hijau dapat menyuplai nitrogen sebanyak 30–40 kg N ha 1 , sementara penggunaan mikroba pelarut fosfat mampu menurunkan kebutuhan pupuk fosfor kimia hingga 50 persen. Saat ini, Indonesia menghadapi kesenjangan hasil panen yang signifikan, yaitu sekitar 37 persen di sawah irigasi dan 48 persen di sawah tadah hujan

Untuk mencapai kemandirian, Indonesia perlu mempercepat pertumbuhan hasil panen tahunan melalui pengelolaan nutrisi berbasis agroekologi, dari rata-rata sejarah 40 kg ha 1 per tahun menjadi 74 kg ha 1 per tahun Targetnya adalah meningkatkan rata-rata hasil panen dari 5,2 t ha 1 per tahun saat ini menjadi 7,3 t ha 1 per tahun pada tahun 2050. Secara bersamaan, pengendalian konversi lahan sawah menjadi non-pertanian harus dibatasi maksimal 30.000 hektar per tahun. Strategi ini diproyeksikan dapat meningkatkan produksi beras giling Indonesia hingga sekitar 40 juta metrik ton (Mt) pada tahun 2050, dengan surplus sekitar 4 Mt.

Abstract: Rice self-sufficiency is central to Indonesia’s agricultural development, but the country is increasingly challenged by population growth, climate change, and arable land scarcity. Agroecological nutrient management offers solutions though optimized fertilization, enhanced organic matter and biofertilizer utilizations, and improved farming systems and water management. Besides providing enough nutrients for crops, the agroecological approach also enhances resilience to climate change, reduces the intensity of greenhouse gas emissions, and improves the biological functions of rice soil.

Organic and bio fertilizers can reduce the need for chemical fertilizers. For example, blue-green algae may contribute 30–40 kg N ha 1, while the application of phosphate solubilizing microbes can reduce the use of chemical phosphorous fertilizers by up to 50 percent. The country currently experiences substantial yield gaps of about 37 percent in irrigated and 48 percent in rain-fed rice. Achieving self-sufficiency requires that Indonesia accelerates annual yield growth through agroecological nutrient management from a historical 40 kg ha 1 year 1 to 74 kg ha 1 year 1. The aim is to raise the average yield from the current 5.2 t ha 1 year 1 to 7.3 t ha 1 year 1 by 2050. Simultaneously, controlling paddy field conversion to a maximum of 30,000 hectares per year is crucial. This strategic approach anticipates Indonesia’s milled rice production to reach around 40 million metric tonnes (Mt) by 2050, with an expected surplus of about 4 Mt.

Ringkasan Studi Pangan dan

Tata Guna Lahan (FOLU) di Provinsi Papua Barat

Tahun Publikasi: 2020

Ringkasan Studi Pangan

dan Tata Guna Lahan (FOLU)

Di Provinsi Papua Barat

Abstrak: Ketahanan Pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Kementerian Pertanian 2018).

Indeks Ketahanan Pangan (IKP) ditujukan untuk mengukur ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan, dengan menggunakan 9 indikator. IKP Papua Barat berkisar antara 26.03 hingga 61,41 dengan 6 kabupaten memiliki IKP <41,52 atau tingkat kerentanan tinggi (prioritas 1): Tambrauw, Pegunungan Arfak, Maybrat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, dan Fakfak.

Tujuan penulisan adalah melakukan analisis Ketahanan Pangan dan Gizi sebagai basis rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk pemetaan sustainable Food and Land Use (FOLU). Pengumpulan data dilakukan antara Januari dan April 2019 melalui pengumpulan data primer (wawancara mendalam, wawancara kelompok pada workshop, diskusi kelompok terarah, survei pasar, observasi), dan data sekunder (studi pustaka, Analisa data sekunder). Ringkasan dibagi menjadi 4 bagian sesuai dengan pembahasan di dalam laporan: Pemanfaatan pangan, Akses pangan, Ketersediaan pangan, dan Pemerintahan.

Abstract: Food Security is a condition in which food is adequately available for the country down to the individual level, as reflected by sufficient quantity and quality of food, which is safe, diverse, nutritious, equitable, and affordable, and does not conflict with religion, beliefs, and local culture, enabling people to live healthy, active, and productive lives in a sustainable manner (Ministry of Agriculture, 2018).

The Food Security Index (IKP) is designed to measure the availability, affordability, and utilization of food using 9 indicators. The IKP in West Papua ranges between 26.03 and 61.41, with 6 districts categorized as having an IKP <41.52, indicating a high level of vulnerability (priority 1): Tambrauw, Pegunungan Arfak, Maybrat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, and Fakfak.

The purpose of this paper is to analyze Food and Nutrition Security as a basis for recommendations to local governments for sustainable Food and Land Use (FOLU) mapping. Data collection was conducted between January and April 2019 through primary data collection (in-depth interviews, group interviews during workshops, focus group discussions, market surveys, observations) and secondary data (literature reviews and secondary data analysis). The summary is divided into 4 sections in line with the discussion in the report: Food Utilization, Food Access, Food Availability, and Governance.

Unduh: bit.ly/tren-laut-wri-id

Tahun Publikasi: 2022

Abstrak: Krisis iklim dan aktivitas yang tidak berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan Indonesia telah membawa lautan ke kondisi yang memprihatinkan. Negara ini harus memperkuat komitmennya untuk memastikan sumber daya laut dikelola secara berkelanjutan dan adil. Laporan ini mengumpulkan data terbaik yang tersedia dan memberikan analisis mendalam mengenai isu-isu kelautan dan perikanan guna mendorong pendekatan berbasis bukti dalam proses pengambilan keputusan.

Abstract: Climate crisis and unsustainable activities in Indonesia’s marine and fisheries sector have led the ocean into troubled waters. The country must strengthen their commitments to ensure ocean resources are managed sustainably and equitably. This report aggregates the best available data and provide in-depth analysis on marine and fisheries issues to encourage evidence-based approach in decision-making processes.

Tahun Publikasi: 2022

Abstrak: Di tengah tantangan ketahanan pangan yang dihadapi Indonesia, kebijakan untuk mengatasinya sering kali berdampak negatif pada ekosistem hutan. Program Perhutanan Sosial (PS) menawarkan solusi potensial untuk menyelaraskan tujuan konservasi hutan dan ketahanan pangan di Indonesia dengan melibatkan masyarakat lokal dalam mengelola dan melindungi hutan di wilayah mereka. Namun, bukti mengenai bagaimana sinergi tersebut terwujud dalam implementasi PS di lapangan masih terbatas Studi ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan tersebut dengan meneliti praktik, upaya, dan tantangan berbasis komunitas sejalan dengan jalur yang menghubungkan konservasi hutan dan ketahanan pangan di tiga lokasi PS di Riau, Indonesia.

Data yang relevan dikumpulkan melalui wawancara dengan pemangku kepentingan, observasi lapangan, dan analisis spasial, kemudian ditriangulasi melalui tinjauan pustaka. Meskipun ekosistem PS di lokasi penelitian menyediakan sumber pangan dan pendapatan serta membantu membangun ketahanan iklim bagi masyarakat lokal dan adat, masih terdapat tantangan dalam meningkatkan nilai tambah dan akses pasar untuk produk hutan lokal; mendorong potensi subsistensi pangan berbasis hutan yang sesuai dengan praktik spesifik di lokasi; dan, di beberapa area, mengurangi laju kehilangan hutan Implikasi kebijakan dan rekomendasi untuk perbaikan disediakan dalam studi ini

Abstract: Amidst food security challenges faced by Indonesia, policies to address them may come at the expense of forest ecosystems. Social Forestry (SF) program provides a potential solution to synergize forest conservation and food security objectives in Indonesia by allowing local communities to manage and protect the local forests.

However, there is limited evidence on how the synergy is realized within the SF implementation on the ground. The study aims to fill this knowledge gap by investigating community-based practices, efforts, and challenges in line with the pathways connecting forest conservation and food security in three SF sites in Riau, Indonesia. Relevant data are collected through stakeholder interviews, field observation, and spatial analysis; and further triangulated through literature review.

While SF ecosystems at the study sites provide food and income sources and help build climate resilience for the local and indigenous communities, challenges remain in improving the value added and market access of local forest products; incentivizing forest-based food subsistence potential in line with the site-specific practices; and, in some areas, reducing the rate of forest loss. The policy implications and recommendations for improvement are provided.

Tahun Publikasi: 2022

Abstrak: Di tengah tantangan ketahanan pangan yang dihadapi Indonesia, kebijakan untuk mengatasinya sering kali berdampak pada ekosistem hutan. Program Perhutanan Sosial (PS) menawarkan solusi potensial untuk menyelaraskan tujuan konservasi hutan dan ketahanan pangan di Indonesia dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan perlindungan hutan di wilayah mereka. Namun, masih terbatasnya bukti mengenai bagaimana sinergi tersebut dapat diwujudkan dalam implementasi PS di lapangan menjadi tantangan tersendiri

Studi ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan tersebut dengan meneliti praktik, upaya, dan tantangan berbasis komunitas yang sejalan dengan jalur penghubung antara konservasi hutan dan ketahanan pangan di tiga lokasi PS di Riau, Indonesia. Data yang relevan dikumpulkan melalui wawancara dengan pemangku kepentingan, observasi lapangan, dan analisis spasial, yang kemudian ditriangulasi dengan tinjauan pustaka

Meskipun ekosistem PS di lokasi penelitian menyediakan sumber pangan dan pendapatan serta membantu membangun ketahanan iklim bagi masyarakat lokal dan adat, tantangan masih tetap ada, seperti peningkatan nilai tambah dan akses pasar untuk produk-produk hutan lokal; optimalisasi potensi subsistensi pangan berbasis hutan yang sesuai dengan praktik spesifik di lokasi; serta, di beberapa wilayah, upaya pengurangan laju kehilangan hutan. Studi ini memberikan implikasi kebijakan dan rekomendasi untuk perbaikan ke depan.

Abstract: Amidst food security challenges faced by Indonesia, policies to address them may come at the expense of forest ecosystems. Social Forestry (SF) program provides a potential solution to synergize forest conservation and food security objectives in Indonesia by allowing local communities to manage and protect the local forests. However, there is limited evidence on how the synergy is realized within the SF implementation on the ground.

The study aims to fill this knowledge gap by investigating community-based practices, efforts, and challenges in line with the pathways connecting forest conservation and food security in three SF sites in Riau, Indonesia. Relevant data are collected through stakeholder interviews, field observation, and spatial analysis; and further triangulated through literature review.

While SF ecosystems at the study sites provide food and income sources and help build climate resilience for the local and indigenous communities, challenges remain in improving the value added and market access of local forest products; incentivizing forest-based food subsistence potential in line with the site-specific practices; and, in some areas, reducing the rate of forest loss. The policy implications and recommendations for improvement are provided.

Abstrak: Penelitian ini mengeksplorasi potensi perikanan sebagai penunjang ketahanan pangan di Provinsi Papua Barat dengan menggunakan analisis Angka Konsumsi Ikan (AKI) dan Angka Kecukupan Protein (AKP).

Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi produksi perikanan yang tidak merata berdampak pada asupan protein ikan, terutama di wilayah pedalaman yang tidak berbatasan langsung dengan laut. Meskipun regulasi terkait perikanan telah tersedia, implementasinya masih belum optimal, terutama dalam menjaga kualitas lingkungan dan ekosistem pesisir.

Kendala utama meliputi rendahnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan laut serta keterbatasan sarana prasarana, sumber daya manusia, dan finansial. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat dan investasi dalam infrastruktur serta sumber daya manusia untuk mendukung potensi perikanan sebagai penopang ketahanan pangan yang berkelanjutan di Papua Barat.

Abstract: This study explores the potential of fisheries as a support for food security in West Papua Province using an analysis of Fish Consumption Rate (AKI) and Protein Adequacy Rate (AKP).

The analysis results show that uneven distribution of fishery production affects fish protein intake, particularly in inland areas that do not directly border the sea. Although regulations related to fisheries are in place, their implementation remains suboptimal, especially in maintaining environmental quality and coastal ecosystems.

The main challenges include low public awareness of marine environmental sustainability, as well as limitations in infrastructure, human resources, and financial capacity. Therefore, increasing public awareness and investing in infrastructure and human resources are essential to support the potential of fisheries as a pillar of sustainable food security in West Papua.

bit.ly/hitung-ssp-kspl

Tahun Publikasi: 2024

Abstrak: Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) berkolaborasi dengan tiga mitranya, yakni Garda Pangan, Parongpong RAW Lab, dan WRI Indonesia, mengembangkan Metode Baku Perhitungan Susut

Pangan pada Petani dab Metode Baku Perhitungan Sisa Pangan pada Ritel.

Metode Baku ini dikembangkan berdasarkan FLW Protocol dan telah disesuaikan dengan konteks di Indonesia.

Abstract: Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL), in collaboration with its three partners Garda Pangan, Parongpong RAW Lab, and WRI Indonesia—has developed a Standardized Method for Measuring Food Loss at the Farmer Level and a Standardized Method for Measuring Food Waste at the Retail Level.

These standardized methods are developed based on the FLW Protocol and have been adapted to the Indonesian context.

Abstrak: Meskipun perannya yang penting dan tak tergantikan dalam ketahanan pangan, sektor pertanian sering kali dipandang memiliki potensi untuk dikorbankan demi pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan transformasi signifikan tutupan lahan menjadi area terbangun dan perkebunan. Kompleksitas ini memunculkan pertanyaan kritis terkait efektivitas intervensi kebijakan pertanian, termasuk peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi komoditas, dan perluasan lahan pertanian dalam kerangka Indonesia Emas 2045, yang mencerminkan transformasi pembangunan multidimensional Indonesia yang ambisius.

Studi ini menggunakan pendekatan system dynamics dengan umpan balik tertutup berbasis wilayah, yang berfokus pada empat komoditas utama: beras, singkong, jagung, dan kelapa sawit Studi ini menyimpulkan bahwa kerentanan pangan akan semakin parah pada tahun 2045, terutama di Pulau Jawa, yang meskipun merupakan satu-satunya wilayah dengan surplus pangan, juga mengalami tekanan pembangunan yang semakin meningkat. Di wilayah lain, tekanan ini menyebabkan alih fungsi lahan sementara dari area penanaman padi menjadi area untuk komoditas pertanian lain, dan selanjutnya menjadi lahan terbangun.

Skenario intervensi kebijakan, meskipun memiliki dampak yang lebih kecil dalam merefleksikan perubahan tutupan lahan secara nasional, dapat mempercepat produksi komoditas. Studi ini menekankan pentingnya intensifikasi lahan pertanian dibandingkan dengan perluasan lahan

Abstract: Despite its essential and irreplaceable role in food security, the agricultural sector is often perceived as having the potential to be sacrificed in the name of economic growth, leading to significant land cover transformation into built-up areas and plantations. This complexity prompts critical questions regarding the efficacy of agricultural policy interventions, including augmenting production capacity, diversifying commodities, and expanding agricultural land in light of Indonesia Emas 2045, which embodies Indonesia’s ambitious multidimensional developmental transformation.

This study employed a system dynamic approach with region-based closed feedback, focusing on four primary commodities: rice, cassava, corn, and palm oil. It concludes that food vulnerability will become increasingly severe by 2045, particularly in Java Island, which, despite being the sole area with a food surplus, is also experiencing escalating development pressures. In other regions, this pressure transforms transitory land from areas growing rice to areas growing other agricultural commodities, and subsequently to built-up land. The policy intervention scenario, albeit less impactful in reflecting substantial land cover changes nationally, can facilitate swift commodity production. This study emphasizes the necessity of intensifying rather than expanding agricultural land.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.