Samaritan Edisi 3 Tahun 2018

Page 1

COVER

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

1


RESENSI MENJADI HIDUP YANG AKTIF Judul : Don’t Waste Your Life Jangan menyia-nyiakan Hidup Anda Oleh : John Piper Halaman : 207 halaman Penerbit : Pionir Jaya Tahun : 2007 Cetakan : IV - Mei 2018

A

pakah hidup yang sia-sia itu? Jawabnya, tergantung dari apa yang kita pandang paling berharga dalam hidup. Bagi sebagian orang, hidup yang berhasil sering dilihat dari pekerjaan yang baik, anak-anak yang baik, pernikahan yang bahagia. Terkadang, gereja juga hanya melihat keberhasilan jemaatnya dari sudut pandang yang sama pula. John Piper menulis: You were made to know Glory. And the deepest longings of the human heart can be fully satisfied by pursuing that Glory. In fact, God is most glorifeid in us when we are most satisfied in Him. John Piper memulai bukunya dengan pengalaman pribadinya saat menemukan “satu-satunya hasrat” bagi hidupnya. Dia menemukannya di dalam keindahan Kristus, dan sukacita yang sejati hanya dapat ditemukan bila kita mengejarnya di dalam Tuhan. Bagian selanjutnya, berbicara tentang pengejaran sukacita tersebut yang menuntun kepada Salib, sebagai pusat kemuliaan Allah, dan setelah itu, Piper menuntun kita untuk membawa hal-hal ini dalam keuangan dan dunia kerja. Keseluruhan bab dalam buku ini disusun secara berkesinambungan. Bagi anda yang mengikuti twitter maupun

2

tulisan-tulisan John Piper sebelumnya, mungkin akan familiar dengan gaya pengajarannya yang selalu menekankan keinginan serta kerinduan yang mendalam akan Tuhan. Demikian pula buku ini berfokus untuk membantu pembacanya mengalami sukacita yang hanya dapat ditemukan dalam Kristus, termasuk dalam kemuliaan salib-Nya. Salah satu bagian yang membuat saya cukup lama merenung adalah bab 7, yang membahas mengenai “Hidup yang Membuktikan DIA Lebih Berharga daripada Hidup”. Bab ini bicara mengenai meninggalkan hidup kekristenan yang pasif, menjadi hidup yang aktif memberi kontribusi dan membuat orang memandang kepada kemuliaan Kristus. Penjabaran mengenai mati adalah keuntungan, dan hidup adalah untuk Kristus dijelaskan dengan sangat baik. Saya merasa bahwa ini adalah bacaan yang dapat membantu kita “meluruskan kembali” perspektif mengenai hidup dan pencapaian kita, di tengah kesibukan maupun target-target yang sering memenuhi pikiran kita. Dan, John Piper pun menulis: “Jika ada hal-hal yang lebih saya rindukan… adalah agar anak-anak saya tidak menyia-nyiakan kehidupan mereka dengan kesuksesan yang fatal.” Demikianlah doa John Piper untuk para pembaca dan anak-anak rohaninya. Oleh: O dr. Elia A.B. Kuncoro, Sp.Onk.Rad

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Samaritan diterbitkan sebagai sarana informasi dan pembinaan bagi mahasiswa dan tenaga medis Kristen

DAFTAR ISI: RESENSI - Menjadi Hidup yang Aktif

2

Penerbit Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

DARI REDAKSI

4

ATRIUM - Pernah Setia (Jurnal Ketidaksetiaan)

5

FAKTUAL - Perubahan!? Ingatlah Selalu akan Dia!

8

Pemimpin Umum dr. Lineus Hewis, Sp.A

FAKTUAL - KELUARGA Pilar Utama Pertumbuhan Iman dan Kesetiaan Sampai Akhir

11

Redaksi DR. dr. Lydia Pratanu Gunadi, MS dr. Maria Irawati Simanjuntak, Sp.PD-KIC dr. Eka Yudha Lantang, Sp.AN Ir. Indrawaty Sitepu, MA dr. Elia A.B. Kuncoro, Sp.Onk.Rad drg. Karmelia Nikke Darnesti dr. Benyamin Sihombing, MPH Naomi Fortuna Kaber, ST, MCM dr. Yeremia Prawiro Mozart Runtu Redaksi Pelaksana Thomas Nelson Pattiradjawane Sekretaris Redaksi Christie Tiarmalia Limbong Dra. Jacqueline Fidelia Rorimpandey

UNTAIAN FIRMAN - Pengabdian Tertinggi vs Penawaran Tertinggi

14

KESAKSIAN - Tetap Setia pada Misi Allah

17

KESAKSIAN - Kuserahkan Diriku pada-Mu...

20

INFO - Menyiapkan Kematian Pasien Kanker

23

INFO - Ihwal Obat Generik

26

INFO - 4 Kebiasaan yang Memberi Pengaruh Negatif Pada Pelayanan Kesehatan

29

ETIKA KOLEGIAL - Efata: Hak Kesehatan Bagi Penyandang Disabilitas

30

LAPORAN - Dari Sydenham 2 International Conference: Fokus kepada Injil Kristus

32

DARI SUKU KE SUKU - Buol, Menyelesaikan Pekerjaan Bersama-sama

34

Alamat Redaksi Jl. Pintu Air Raya No. 7 Blok C-5 Jakarta 10710 Tel: 021-345 2923, Fax: 021-352 2170 email: pmdn_perkantas@yahoo.com FB: Medis Nasional Perkantas Twitter: @MedisPerkantas

TEROPONG DOA

36

HUMORIA

38

DARI SANA-SINI - 80 Persen Pasien Bohongi Dokter, Ternyata Dokter Juga ‘Bohong’ ke Pasien

40

DARI SANA-SINI - Studi: Merokok Jadi Salah Satu Penyebab Kematian Utama

41

DARI SANA-SINI - Jangan Lakukan 7 Hal Ini kepada Difabel

42

Cover & Layout Hendri Wijayanto Percetakan Bintang Timur Offset

HISTORIA - Sikat Gigi, Bermula dari Ranting Kunyah

44

ANTAR KITA - Anak Perlu Meditasi

46

ANTAR KITA - Ganti Huruf Demi Bumi

47

ANTAR KITA - Ini Dia, Gudang Ide!

48

ANTAR KITA - Biar Bagasi Tak Raib

49

ANTAR KITA - Sedikit demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit

50

ANTAR KITA - Melayani di Retreat God’s Masterpiece

51

ANTAR KITA - Selamat Ulang Tahun

53

BAHAN PA - Bertekun Sampai Akhir

56

PESAN NATAL - Bukankah Ia ini Yesus?

58

Bagi sahabat PMdN yang rindu mendukung PMdN melalui majalah SAMARITAN, dapat mentransfer ke BCA, KCU. Matraman Jakarta Rek. 342 256 6799 a.n. Eveline Marceliana Bukti transfer mohon dikirim melalui fax atau email dengan nama dan alamat pengirim yang lengkap SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

3


DARI REDAKSI Mungkin, Anda masih ingat. Seorang atlit lari 400 meter, Derek Redmond. Bagaimana pelari Inggris itu mempersiapkan diri dan berlatih selama bertahun-tahun sebelum akhirnya ia bertanding di Olimpiade 1992, di Barcelona. Di tengah cuaca yang panas dalam pertandingan itu, Redmond terkilir dan jatuh kesakitan. Tak kenal menyerah, ia berdiri dan dengan terpincang-pincang bertekad mencapai garis finis. Tak jauh lagi dari garis finis, ayahnya, Jim Redmond, segera berlari ke lapangan untuk menolong anaknya. Sebelum seorang pun menghalanginya, sang ayah itu meraih anaknya. Sambil bersandar di pundak ayahnya, Derek Redmond berlari mencapai garis finis. Seluruh penonton berdiri dan bersorak untuk kedua orang ini. Seperti halnya perjalanan iman (pelayanan) kita, demikianlah seharusnya kita tetap berlari sampai finis. Asal tahu saja, pelayanan Samaritan ini tidak selamanya dapat kami kerjakan dengan baik. Banyak tantangan yang membuat kami ingin menghentikan langkah untuk menyelesaikan pengerjaan majalah ini, dalam setiap edisinya. Namun, kami bersyukur, Tuhan mengaruniakan iman yang menjadikan kami mampu bertahan melewati setiap rintangan. Menjadikan kami tidak pernah menyerah, dan penuh pengharapan bahwa tangan Tuhan selalu siap menopang. Ternyata, Dia adalah Bapa yang baik. Dia tahu kebutuhan kami. Tak pernah, orang-orang yang menaruh pengharapan kepada-Nya, dibiarkan menyelesaikan garis akhir. Bapa akan berlari, memeluk, dan memegang tangan kita supaya kita beroleh kekuatan baru untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. SELAMAT MERAYAKAN NATAL KRISTUS dan TAHUN BARU 2019. Selamat membaca.

4

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Atrium

Pernah Setia (Jurnal Ketidaksetiaan)

Oleh: dr. Maria Irawati Simanjuntak, Sp.PD-KIC

K

etika membuka-buka file foto pelayanan misi, saya menemukan beberapa foto mission trip sekitar 10 tahun yang lalu. Dalam hati bertanya, wajah-wajah yang dulu bersama kami berkumpul, berdoa, merencanakan dan melayani bersama ke daerah-daerah di Kalimantan sana, apa kabar mereka? Apa yang sedang mereka kerjakan? Apakah mereka juga tetap sedang melakukan pelayanan di tempat masing masing? Sedang sibuk apa mereka? Melihat foto-foto tersebut membuat saya teringat akan tulisan Paulus dalam 2 Timotius 4:10a yang menunjukkan kesedihannya karena ditinggalkan oleh teman tim pelayanannya. Kisah Demas si Pekerja Misi Seorang pemuda Yunani bernama Demas, murid dari rasul Paulus. Dia bukanlah seorang yang baru bertobat. Dia seorang pekerja misi bersama tabib Lukas si penulis injil. Mereka merupakan anggota tim misi Paulus yang bersamanya pergi ke Kolose dan mendampinginya selama masa sulit di pemenjaraan Roma yang pertama. Dia pekerja misi yang setia mengikuti gurunya. Dalam suratnya kepada Filemon dan kepada jemaat Kolose, Paulus menyebut namanya di salam penutup suratnya. Pelayanan Demas sangat penting bagi Paulus sehingga kepergiannya memSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

buat Paulus menyampaikan kesedihannya pada Timotius. Surat II Timotius 4:10, surat yang ditulisnya saat pemenjaraannya yang kedua, sang Rasul menulis: “Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku� Kata “Meninggalkan aku� disini dipakai dengan arti tidak sekedar meninggalkan tetapi menelantarkan. Kepergiannya bukan karena perbedaan visi, ataupun adanya perselisihan namun karena Demas telah mencintai dunia ini. Cukup mengejutkan buat saya, seorang dengan kualitas Demas: seorang Kristen yang sungguh-sungguh, seorang pekerja misi yang telah banyak menderita dan melayani bersama Paulus, pada akhirnya dia meninggalkan pelayanannya karena kembali mencintai dunia ini. Kita tidak bisa mengetahui lebih lanjut mengapa Demas bisa berubah, karena informasi tentangnya sangat sedikit di Alkitab. Dari kisahnya setidaknya kita melihat contoh bahwa ketidaksetiaan ternyata bukan hanya milik mereka yang lemah iman dan yang tidak sungguh-sungguh di dalam Kristus. Seorang pelayan berkualitas pun rentan untuk menjadi tidak setia. 5


Atrium Kita mengenal banyak kisah yang sama di masa lalu tentang ketidaksetiaan. Alkitab Perjanjian Lama misalnya, menceritakan Salomo. Kisah Salomo, Raja dan Nabi “Sebab waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya. “(1 Raja-raja 11;4) Awalnya saya menyangka 700 istri dan 300 gundiknyalah yang menyebabkan Salomo tidak setia pada Allah. Ternyata bukan. Ketidaksetiaannya sudah terjadi jauh sebelumnya. Semula dia seorang yang taat dan setia pada TUHAN, mengutamakan hikmat dari nama besar, umur panjang dan kekayaan. TUHAN berkenan padanya dan menganugerahkan tidak saja hikmat namun juga kemuliaan dan kekayaan. Awal masa pemerintahannya dimulai dengan perjumpaan dengan Tuhan dalam mimpinya. Pada pertemuan itu, janji akan penyertaan, berkat, hikmat, kekayaan serta kemuliaan diberikan langsung oleh Allah padanya. Dua puluh tahun pertama masa pemerintahannya dikerjakan untuk membangun Bait Suci dan Istananya yang megah dan mewah. Rumah Tuhan dibangunnya dengan sepenuh hati seperti pesan ayahnya Daud, dengan bahan-bahan yang terbaik dan sikap hati penuh kerendahan hati. Dia memimpin dipindahkannya tabut perjanjian ke Bait Allah dan Allah berkenan dengan apa yang diperbuatnya sehingga kemuliaan TUHAN memenuhi Rumah Allah itu. Tidak hanya itu saja, dia juga melakukan ibadah di Bait Suci sesuai dengan perintah Musa dan peraturan Daud, ayahnya. Usai mengerjakan itu, Tuhan untuk kedua kalinya menampakkan diri pada Salomo, meneguhkan kembali janjian-Nya dan memberi peringatan pada Salomo untuk setia. Konon kemegahan Bait Allah dan istananya ini banyak dikagumi oleh raja-raja bangsa lain. Belum lagi kekuatan militer yang dia bangun di laut dan daratan. Seperti kita ketahui dia juga menggubah ribuan amsal dan nyanyian. Pada masanya bangsa Israel hidup dalam taraf hidup yang tinggi: pada masanya tidak ada orang Israel yang harus melakukan pekerjaan rodi dan mereka hidup tenteram dan damai (1 Raja-raja 9:21-28). 6

Namun, kemudian setelah semuanya itu, apa yang dilakukannya? Apakah yang memenuhi hari-harinya? Masihkah dia sibuk membangun pekerjaan Tuhan? Masihkah dia tekun berdoa dan mengalami perjumpaan dengan TUHAN? Mari kita ikuti kisah selanjutnya. Salomo mengumpulkan Emas dan perak di Yerusalem sama seperti batu banyaknya, lalu ia mengumpulkan kuda-kuda sebanyak 4000 kandang. Bukan hanya itu, seperti kita ketahui, dia memiliki 700 istri dan 300 gundik. Bagi Salomo dengan hikmatnya dan pemahamannya tentang peraturan Musa, mustahil dia tidak mengetahui apa yang Musa tulis tentang raja Israel. Dia mengabaikan apa yang ditulis Musa tentang raja bangsa Israel di Ulangan 17:15-17 : ”Hanya, janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir untuk mendapatkan banyak kuda… Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri, supaya hatinya jangan menyimpang; emas dan perakpun janganlah ia kumpulkan terlalu banyak” Ketika misi utamanya sudah diselesaikan, ketika segala sesuatu sudah berjalan dengan baik dan damai sejahtera, ketika itulah pelan-pelan hatinya seperti Demas: mencintai dunia ini. Fokusnya beralih dari mengutamakan TUHAN dan pekerjaan-Nya, pelan pelan beralih pada pemujaan kekayaan, nama besar dan wanita. Timothy Keller dalam bukunya Allah-Allah Palsu mendefinisikan berhala sebagai berikut: “Berhala adalah segala sesuatu yang anda anggap lebih penting dari Allah, segala sesuatu yang menarik hati dam pemikiran anda lebih dari Allah, segala sesuatu yang anda cari untuk memuaskan diri Anda sedangkan itu hanya bisa dipuaskan oleh Allah” Bagai jarum jam yang bergerak perlahan-lahan, maka di masa tuanya fokusnya sudah berubah 180 derajat: dia pun menyembah allah lain, meninggalkan Allah ayahnya Daud. Kisah Kita? Ada seorang dokter, usia sekitar limapuluhan, sudah berkeluarga dengan dua anak. Dia adalah ketua persekutuan, sewaktu mahasiswa. Setelah lulus spesialis dia praktek di salah satu rumah sakit besar. Dia masih aktif melayani dengan memimpin kelompok kecil mahasiswa dan sering ikut SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Atrium kegiatan misi ke daerah daerah terpencil bersama tim misi gereja kami. Dia seorang pekerja misi yang handal, sangat bersemangat dan selalu penuh dengan ide. Seiring dengan waktu, Tuhan memberkati pekerjaannya, pasiennya banyak, datang dari berbagai daerah dan membuatnya selalu pulang hampir tengah malam. Konon katanya dokter ini memiliki keahlian yang belum banyak dimiliki dokter-dokter di Indonesia. Yah, dia memang dokter yang handal dan kompeten. Terhadap pasien-pasiennya dia seorang yang ramah dan baik hati. Rutinitasnya berjalan bertahun-tahun, pasien semakin banyak dan kesibukan semakin padat. Dia semakin tidak punya waktu untuk hal lain, sulit untuk mencari waktu untuk pertemuan kelompok kecil apalagi terlibat di tim misi gerejanya. Sebagai teman sepelayanannya, rasanya ingin bisa seperti Paulus, menyurati Timotius untuk mengadu dan minta segera ditolong karena sudah ditinggalkan oleh teman sepelayanan yang handal ini. Seandainya ada Timotius yang bisa membawa Markus untuk datang membantu pelayanan kami yang timpang karena ditinggalkan teman saya ini. Sayangnya, tidak ada Timotius apalagi Markus dalam pelayanan misi kami. Seorang teman dokter, yang aktif dalam pelayanan pemberdayaan masyarakat di Indonesia Timur, pernah mengeluh pada saya. Dia mengatakan bahwa sangat sulit mendapatkan rekan sekerja alumni dalam pelayanan misinya, apalagi jika itu seorang dokter. Dengan setengah marah dia berkata: “Dimana mereka yang dulu dibina saat mahasiswa? Dimana mereka yang dulu rajin ikut kamp demi kamp? Dimana mereka yang dulu rajin pelayanan? Mengapa semakin sulit mencari dokter, apalagi dokter senior untuk menjadi tim sepelayanan dalam pekerjaan misi ini. Jangankan diajak pergi ke daerah, diajak rapat saja sulit. Jangankan memberikan komitmen dana, memberi waktu dan pikirannya saja sulit. “Ah, seandainya bisa seperti Paulus minta segera ditolong oleh Timotius dan Markus, pasti teman saya ini tidak frustrasi seperti itu”.

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

Penutup Ternyata, untuk berubah dari seorang yang “setia” menjadi seorang yang “pernah setia” bukan cerita yang hanya dimiliki oleh mereka para pemula namun juga bisa terjadi pada seorang Kristen sedewasa Demas. Ternyata, untuk berubah dari “setia” menjadi “pernah setia” tidak terjadi mendadak namun terjadi pelan-pelan, ketika fokus hidup berubah maka pelan namun pasti maka Tuhan pun akan ditinggalkan menuju penyembahan kesia-siaan hidup. Ternyata cerita perubahan “setia” menjadi “pernah setia” terjadi karena cinta akan dunia ini. Berubah menjadi “pernah setia” karena tanpa sadar fokus beralih pada pemujaan berhala-berhala. Masih dari Timothy Keller dalam bukunya itu, menuliskan: Ilah Palsu adalah segala sesuatu yang begitu penting dan esensial bagi hidup anda, sehingga, ketika Anda kehilangan hal tersebut, hidup terasa tidak layak dihidupi. Berhala memiliki kedudukan yang mengontrol hati sehingga bisa menghabiskan hasrat, tenaga, emosi dan sumber daya keuangan Anda padanya tanpa berpikir dua kali. Berhala bisa berupa keluarga, anak-anak, karier, mencari uang atau pencapaian dan pengakuan, atau status sosial. Berhala bisa berupa hubungan romantis, penerimaan dari sesama, kompetensi dan keahlian, keamanan dan kenyamanan, kecantikan dan kepintaran, tujuan politik dan sosial, moralitas dan nilai-niali Anda atau bahkan keberhasilan dalam pelayanan Kristen. Di penghujung tahun 2018 ini, mari mengevaluasi diri kita masing-masing. Masihkah kita fokus pada Allah atau adakah hal lain (profesi, keberhasilan mengobati pasien, keluarga, hobi, kemewahan, kekayaan, dan lain-lain) yang pelan-pelan mencondongkan hati kita. Tetaplah setia sampai akhir, jangan pernah menjadi “pernah setia”.

7


Faktual

Perubahan!? Ingatlah Selalu akan Dia! Change (perubahan) kadang amat dibenci karena merupakan sesuatu yang telah lama berlangsung. Ada kalanya change berbuntut sesuatu yang strange (aneh). Namun, secara alamiah perubahan tak bisa dihentikan. Malah orang menyimpulkan, salah satu yang paling abadi di atas dunia ini, ya perubahan itu. Rhenald Kasali dalam buku Change – Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani, Putar Sekarang Juga (Gramedia Pustaka Utama, 2005) - menulis, ada sepuluh karakteristik change. Pertama, ia begitu misterius karena tak mudah dipegang. Ia bahkan dapat memukul balik seakan tak kenal budi. Tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid, dan Megawati berkuasa karena change, tapi juga diturunkan karena change. Kedua, change memerlukan change maker (s). Rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia punya keberanian luar biasa. Bahkan sebagian besar pemimpin perubahan gugur dalam perjuangannya. Yesus disalibkan, Martin Luther King, Mohandas (Mahatma) Gandhi, dan Abraham Lincoln mati ditembak. Nabi Muhhamad hijrah ke Madinah, Dalai Lama hidup di pengasingan. Ketiga, tak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar orang malah melihat dengan mata persepsi. Maka persoalan besar perubahan adalah mengajak orang-orang melihat apa yang dilihat pembuat perubahan dan mempercayainya. 8

Keempat, perubahan terjadi setiap saat, karena itu harus diciptakan setiap saat pula. Satu perubahan kecil akan membawa perubahan lainnya. Berilah seseorang yang berpakaian sederhana sebuah pena yang bagus, maka ia akan memakai baju yang bagus untuk menyerasikan dengan penanya. Berikan lantai yang bersih, maka orang akan berhenti membuang sampah. Kelima, ada sisi keras dan sisi lembut dari perubahan. Sisi keras menyangkut masalah uang dan teknologi, sisi lembut menyangkut manusia dan organisasi. Sebagian besar pemimpin hanya memfokuskan pada sisi keras, padahal keberhasilan sangat ditentukan pada sukses mengelola sisi lembut tadi. Keenam, perubahan membutuhkan waktu, biaya, dan kekuatan. Untuk bisa menaklukannya perlu kematangan berpikir, kepribadian yang teguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap, dan dukungan yang luas. Ketujuh, dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi (budaya korporat). Tanpa menyentuh nilai-nilai dasar perubahan tidak akan mengubah perilaku dan kebiasaan. Kedelapan, perubahan banyak diwarnai dengan mitos. Salah satunya adalah mitos bahwa perubahan akan membawa kemajuan seketika. Seperti pasien yang sakit, perubahan berarti menelan pil pahit, atau bahkan amputasi yang artinya perlu pengorbanan. Kesembilan, menimbulkan ekspektasi, kareSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


FAKTUAL

nanya ekspektasi dapat menimbulkan getaran-getaran emosi dan harapan yang bisa menimbulkan kekecewaan. Karena itu, manajemen perubahan harus diimbangi dengan manajemen harapan agar para pengikut dan pendukung perubahan dapat terus membakar energi untuk terus terlibat dalam proses perubahan itu, kendati goals-nya meleset atau masih perlu waktu untuk mencapainya. Kesepuluh, perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan. Namun, dengan teknik komunikasi dan perilaku yang baik, perubahan dapat dikelola menjadi sebuah pesta. Sebuah pesta yang menyenangkan dan hangat dapat menimbulkan efek kebersamaan. Nah, mencemati change atau dunia yang terus berubah, apa yang bisa kita lakukan? Secara khusus, bagaimana memelihara kehidupan rohani kita? Bagaimana caranya supaya tetap setia hidup menurut kehendak Tuhan? Yang pasti, jangan menyerah! Dan, kita terus terbuka terhadap peranan Roh Kudus, peranan persekutuan Kristen serta perjuangan kita sebagai orang Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Peranan Roh Kudus. Di mana Roh Kudus tinggal, di situ tercipta kehausan akan kekudusan. Pekerjaan Roh Kudus ialah memuliakan, mengagungkan Kristus. Roh Kuduslah yang memberi kita keinginan untuk menjadi seperti Yesus. Manusiawi duniawi tidak mempunyai keinginan seperti itu. Di dalam orang Kristen sejati, Roh Allah bekerja melakukan kehendak Allah, membuat anak-Nya itu menjadi seperti Putra-Nya, Yesus SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

Kristus (Roma 8:29). Dan Dia yang memulai pekerjaan yang baik itu di dalam kita “akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus� (Filipi 1:6). Jadi, Roh Kuduslah yang berperan membangkitkan keinginan dan kekuatan di dalam kita untuk melakukan disiplin rohani yang menuntun kita pada jalan hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya. “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban� (2 Timotius 1:7). Jelas, Roh Kudus akan selalu membantu kita bertekun melakukan hal-hal yang membuat kita menjadi seperti Yesus, dan kita - hendaknya tidak mengeraskan hati, tetapi taat akan pimpinan Roh Kudus bila kita mau hidup menurut kehendak Tuhan. Peranan Persekutuan. Kita cenderung mengabaikan pentingnya bersekutu dengan saudara-saudara seiman. Penyebabnya, bisa macam-macam. Antara lain, ada kecenderungan untuk tidak dapat membedakan antara pergaulan dan persekutuan. Walaupun pergaulan merupakan bagian dari persekutuan, sekumpulan orang dapat saja berkumpul hanya untuk bergaul saja, tidak bersekutu. Contoh deh: Dua orang Kristen (atau lebih) dapat bercakap-cakap sampai berjam-jam tetapi yang di percakapkan hanyalah persoalan berita terakhir, cuaca, tempat makan yang enak, dan sebagainya. Tema tentang hal-hal rohani tidak muncul ke permukaan. Saya tidak mengatakan 9


FAKTUAL bahwa setiap percakapan antara orang Kristen harus diwarnai dengan ayat-ayat Alkitab, dengan kesaksian tentang jawaban doa, atau dengan membagikan berkat rohani dari saat teduh hari itu. Tetapi saya memperhatikan banyak orang Kristen seakan-akan menganggap kehidupan rohaninya bersifat pribadi sekali sampai-sampai mereka hampir tidak pernah membicarakannya dengan saudara-saudara seimannya. Sejatinya, persekutuan Kristen dapat terjadi di mana saja, sewaktu orang-orang Kristen beribadah bersama, melayani bersama, makan bersama, berekreasi bersama, berbelanja bersama, berpergian bersama, bersaksi dan berdoa bersama, dan seterusnya. Di mana ada persekutuan, di situ ada pembicaraan di antara orang-orang Kristen tentang Tuhan Yesus; ada kesaksian tentang Dia melalui tutur kata dan perbuatan. Ada berkat rohani tersendiri yang Tuhan sediakan bagi kita melalui kegiatan bersekutu dengan saudara-saudara seiman. Melalui nasihat, doa, dan kesaksian kehidupan Kristen itu, dapat menjadi alat untuk memurnikan kehidupan rohani kita di dunia yang terus berubah. Peranan Perjuangan. Kehidupan Kristen tidak terlepas dari perjuangan. Adanya perjuangan dalam kehidupan seorang Kristen terungkap dalam 1 Timotius 4:10, “Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang.” Juga dalam Kolose 1:29, Paulus berkata, “Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya yang bekerja dengan kuat di dalam aku.” Perhatikan! Paulus tidak berusaha bergumul berdasarkan kekuatannya sendiri, tetapi ia berusaha dan bergumul berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang bekerja di dalam Dia. Alkitab banyak sekali memperingatkan kita tentang keduniawian, kedagingan, dan iblis yang selalu memerangi kita. Dan, Alkitab mengatakan bahwa oleh karena adanya ketiga unsur itu, kita harus berjuang sepanjang hidup kita agar tidak terjatuh ke dalam dosa. Selama kita hidup di dunia ini ketiga unsur itu akan terus menerus menyerang kita. Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa dunia ini membenci Dia, dan dunia ini akan membenci kita juga karena kita adalah pengikut Dia. Namun dalam 1 10

Yohanes 2:15, kita sudah diperingatkan: “Janganlah kamu mengasihi dunia.” Dunia terus berubah. Setiap generasi muncul dengan gagasan dan cara pandang yang berbeda-beda, memberi warna sehingga setiap zaman menjadi berbeda. Bagi kita yang mau hidup menurut kehendak Tuhan di jaman now ini, “Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.” (Ibrani 12:3-4). Ya! Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibrani 13:8). */tnp.

“Terkadang jawaban dia bukanlah mengubah kehidupan, melainkan mengubah Anda” - James D Freeman, pujangga -

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Faktual KELUARGA

Pilar Utama Pertumbuhan Iman dan Kesetiaan Sampai Akhir Oleh: Dr. dr. Idawati Trisno, M.Kes

S

ebagai anak Tuhan, konsep keluarga Kristen pasti sudah sangat kita pahami, bahkan mungkin sudah kita pelajari dalam berbagai buku PA kita. Bahwa Tuhan sendirilah yang merancang pernikahan, demi dan untuk kebaikan kita. Dalam sejarah awal mula penciptaan, hanya tercatat 1 kali Tuhan berkata “tidak baik� tentang ciptaan-Nya, yaitu pada saat Dia berfirman dalam Kejadian 2:18 “TIdak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.� Begitu pentingnya keluarga di mata Tuhan, sehingga Dia sendiri berinisiatif mendirikan lembaga pernikahan sebagai cikal bakal terbentuknya keluarga Kristen. Ada banyak ayat dalam Alkitab tentang keluarga, tentang hubungan antar anggota keluarga (Efesus 5:22-23, Efesus 6:1-4, Kolose 3:18-21), pentingnya mengajarkan Firman Tuhan bagi anak-anak (Ulangan 6:1-25, Ulangan 7:3-4), berkat Tuhan atas keluarga (2 Samuel 7:29, 1 Tawarikh 17:27, Mazmur 128; Amsal 15:6), dan masih banyak lagi. Konsep keluarga Kristen yang dirancang Allah, dimulai dengan pernikahan monogami antara satu laki-laki dan satu perempuan (Kejadian 1:18). Dalam konteks itulah, pasangan suami istri yang kemudian diberikan karunia tambahan dengan kehadiran anak-anak, membentuk satu keluarga yang diberkati Allah. Dan dalam SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

konteks itu jugalah keluarga bisa berfungsi sebagai pilar utama pertumbuhan iman dan kesetiaan melayani. Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan individu, sejak dari masa kanak-kanak, remaja sampai dewasa. Keluarga berperan dalam membentuk iman, karakter, gaya hidup dan nilai-nilai hidup seseorang. Berbagai keputusan penting yang diambil individu juga dipengaruhi atau bahkan melibatkan keluarga, misalnya keputusan memilih jurusan pendidikan, memilih teman hidup, atau memilih karier dan pekerjaan. Tetapi, keluarga Kristen masa kini menghadapi tantangan yang sangat berat. Belum pernah sebelumnya, konsep dan nilai-nilai keluarga Kristen begitu gencar diguncang oleh nilainilai duniawi, seperti saat ini. Paham free-sex yang sudah muncul sejak beberapa dekade lalu, semakin diperparah dengan ideologi LGBT yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini.. Kehamilan diluar nikah, pornografi, perzinahan, dan bahkan pasangan gay/lesbian mulai banyak dijumpai di gereja, dan nampaknya sudah semakin permisif. Belum lagi ditambah dengan dampak era digital. Sudah banyak kita dengar dampak dari penggunaan smartphone yang tidak bijaksana, mulai dari terganggunya komunikasi dalam keluarga, kemudahan anak untuk mengakses 11


FAKTUAL konten pornografi dan kekerasan, dan yang terbaru adalah kecanduan game on-line (gaming disorder). Berbagai kondisi tersebut, menyebabkan keluarga zaman now mulai goyah dan mempertanyakan iman serta nilai-nilai kristiani yang dianutnya. Keluarga masa kini harus berjuang untuk bisa berfungsi sesuai rencana Allah, untuk bisa menikmati berkat terindah yang disediakan Tuhan melalui keluarga. Tidak bisa just take it for granted, berharap semua terjadi dengan sendirinya. Perlu komitmen bersama, perlu perhatian dan upaya bersama untuk menjadikan keluarga sebagai pilar utama dalam pertumbuhan iman dan kesetiaan dalam pelayanan. Bagaimana caranya? Bagaimana kita bisa membangun hubungan dalam keluarga sehingga berpengaruh dalam pertumbuhan iman dan aspek-aspek kehidupan kita? Pertama dan terutama, kita harus kembali pada dasar Firman Tuhan, karena inilah pedoman utama dalam mengarungi kehidupan. Efesus 5:2233 mengajarkan tentang hubungan antara suami – istri, yang mencerminkan hubungan antara Kristus dan jemaat-Nya. Suami sebagai kepala, haruslah meneladani kasih Kristus dalam mengasihi istrinya. Demikian juga istri, harus menghormati dan tunduk kepada suaminya, sama seperti ia taat dan tunduk kepada Kristus. Hubungan orang tua dan anak diajarkan dalam Efesus 6:1-4, menekankan pentingnya anak menghormati orangtua, dan kewajiban orangtua untuk mendidik anak serta tidak membangkitkan amarah dalam hati si anak. Sulitkah ini dilakukan? Mari kita renungkan sejenak, berapa sering kita merasa sangat sulit mengasihi istri kita? Berapa sering kita merasa ingin memberontak dan tidak mau tunduk terhadap suami kita? Berapa sering kita jengkel dan sangat marah pada anak kita, dan berapa sering kita jumpai anak yang tukang melawan, yang bandel dan tegar tengkuk, dan kerap membuat onar di lingkungannya? Mungkinkah kita membangun relasi yang baik dalam keluarga kita? Tidak mungkin, jika itu bergantung pada diri kita. Tetapi sangat mungkin, jika kita bersandar pada Kristus dari hari ke sehari. Dalam keluarga kami, penyertaan Tuhan sangat 12

nyata. Kami bergantung kepada anugerah-Nya untuk bisa bertahan dalam iman dan pelayanan kami sampai saat ini. Saya dan suami, dr. Marthen (Bobby) Koamesah, tumbuh dalam pelayanan Perkantas saat kami menempuh kuliah kedokteran di FK Brawijaya, Malang. Kami berdua mempunyai visi yang sama dalam pelayanan mahasiswa, dan saya percaya hal ini membuat kami bisa terus saling mendukung dan bertahan sampai detik ini dalam pelayanan mahasiswa di FK Undana, Kupang. Kesamaan visi menjadi salah satu faktor perekat utama untuk saling memahami dan terlibat bersama dalam pelayanan. Kebersamaan dalam pelayanan pada akhirnya juga memupuk keakraban dan membangun hubungan yang lebih intim satu sama lain. Kami sangat bersyukur dikaruniai 4 buah hati yang unik dan spesial. Si sulung Yoshua baru menjalani internship bulan November 2018, putra kedua David sementara berjuang dalam stase terakhir kepaniteraan klinik. Putra ketiga Jeremy dan si bungsu Grace sedang menikmati dunia kampus di Manajemen Perhotelan UPH Tangerang dan Psychology Universitas Ciputra Surabaya. Kami sering mengajak anakanak kami dalam pelayanan, sejak mereka masih sangat kecil dan mungkin belum mengerti arti pelayanan. Tetapi kami yakin, bahwa itu akan berpengaruh terhadap nilai dan cara hidup mereka. Keempat putra putri kami terlibat dalam pelayanan mahasiswa di kampus mereka, dan kami percaya itu adalah salah satu hasil dari keikutsertaan mereka dalam pelayanan kami, sejak bertahun-tahun lampau. Membina keakraban dan kehangatan yang menjadi dasar hubungan dalam keluarga kami adalah tantangan yang sulit sekaligus menarik. Kuncinya terletak pada komitmen. Komitmen untuk mengasihi, dan untuk mewujudkan kasih itu dalam tindakan nyata. Kasih dapat dinyatakan dengan berbagai cara, tetapi terutama dengan memberikan waktu dan perhatian kita. Mengenali kebutuhan dan bahasa kasih masing-masing, merupakan investasi yang sangat berharga dalam membina hubungan yang penuh kasih dan kehangatan. Membangun kebersamaan adalah salah satu SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


FAKTUAL wujud kasih, dan hanya bisa dicapai jika kita memprioritaskan waktu untuk itu. Sebagai orang tua, kami sungguh menyadari bahwa, waktu untuk bersama anak, mendidik dan menanamkan nilai-nilai hidup, sangatlah terbatas. Pada saatnya anak-anak akan tumbuh menjadi dewasa dan mandiri. Karena itu, di tengah kesibukan pekerjaan dan pelayanan kami, kami selalu berupaya untuk menyediakan waktu bagi mereka. Waktu untuk berdoa dan beribadah bersama, waktu untuk menemani mereka bercerita dan berdiskusi, waktu untuk bermain dan bersantai, dan waktu untuk rekreasi bersama secara teratur. Kebersamaan tidak harus mahal, kadang cukup dengan jalan-jalan di pantai, bermain bersama, makan bersama, berenang, atau sekedar sightseeing di sekitar kota kecil kami. Proses dalam menjalani aktivitas bersama itu yang terpenting, di dalamnya kami bisa bercanda, bercerita, dan melakukan banyak hal bersama-sama. Kami belajar mengenal dan dikenal, belajar menghargai keunikan masing-masing dan belajar memperlakukan satu sama lain dengan hormat dan kasih. Dalam kebersamaan itu juga, kami belajar berbagi kesedihan dan kegagalan, sukacita dan keberhasilan. Kami belajar berbagi beban dan saling mendoakan, dan banyak hal lagi yang bisa terus kami pelajari sampai saat ini. Memilih memprioritaskan waktu untuk membangun kebersamaan dalam keluarga kami, tentunya menuntut pengorbanan. Ada kesempatan berkarier dengan gaji besar yang mesti kami tinggalkan, keinginan melanjutkan pendidikan yang mesti ditunda, hobby dan kenyamanan pribadi yang mesti diredam. Tetapi itu semua sepadan. Jika waktu bisa diputar kembali, kami tetap akan memilih waktu dan kebersamaan dalam keluarga sebagai prioritas utama kami, lebih dari harta benda dan ambisi pribadi. Pada akhirnya nilai hidup dan prioritas kita dalam keluarga menentukan bagaimana keluarga bisa berpengaruh dalam pertumbuhan iman, pekerjaan, pergaulan dan aspek-aspek lain dalam kehidupan kita dan anak-anak kita. Prioritas kita sangat menentukan kemana sumber daya kita terbanyak dicurahkan, seberapa banyak waktu yang kita sediakan, seberapa banyak uang yang rela kita SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

gunakan, dan seberapa banyak pikiran dan jerih payah yang kita curahkan untuk membangun kebersamaan dan kehangatan dalam hubungan kita. Dalam soal waktu, kuantitas sama pentingnya dengan kualitas. Kita memang tidak bisa memilih seperti apa keluarga tempat kita dilahirkan, tetapi kita selalu bisa memilih seperti apa keluarga yang akan kita bangun. Biarlah ketika sudah mendekati garis akhir, kita tetap bisa berkata seperti Yosua: “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!� (Yos 24:15b). Tantangan iman yang dihadapi anak-anak kita nanti mungkin jauh lebih berat, kita bertanggung jawab mempersiapkan dasar iman yang teguh yang akan memampukan mereka bertahan melewati badai kehidupan terdahsyat sekalipun. Kristus sudah menang, dan dalam persekutuan dengan Kristus yang menang itu, kita pun akan beroleh kemenangan. Investasi kita dalam membangun keluarga kita adalah investasi yang paling berharga dan warisan terbesar yang bisa kita berikan bagi anak kita. Jadikan keluarga kita sebagai pilar utama pertumbuhan iman, yang memampukan kita dan anak cucu kita untuk tetap setia melayani Tuhan sampai pada kesudahannya.

“KELUARGA adalah gagasan Tuhan dan Ia tidak membuat kesalahan�

13


Untaian Firman

Pengabdian Tertinggi vs Penawaran Tertinggi Oleh: Sutrisna Harjanto, Ph.D*

S

eorang rekan alumni membagikan refleksi pengalaman pribadi dan pengamatannya terhadap rekan-rekannya yang sama-sama tumbuh di PMK. Menurut pengamatannya, masa 5-10 tahun pertama seorang alumni memasuki dunia kerja adalah masa transisi yang cukup menentukan apakah seseorang akan memiliki kehidupan iman yang menyatu dengan pekerjaannya sehari-hari ataukah sukses dalam karir akhirnya berpisah jalan dengan kehidupan imannya. Mungkin orang tersebut masih datang ke gereja di hari minggu, tapi tidak lagi bisa melihat kehadiran Tuhan di hari Senin hingga Jumat. Dua kehidupan yang terpisah dengan dua norma yang berbeda. Apa makna dari pengamatan tersebut? Pertama, bahwa masa beberapa tahun pertama di dunia kerja adalah satu masa transisi yang perlu disikapi dengan serius, karena dampaknya bisa seumur hidup. Kehadiran orang-orang yang berfungsi sebagai mentor, model (teladan), dan rekan-rekan sevisi merupakan sesuatu yang penting dalam masa transisi ini. Kehadiran mereka sebagai satu kesatuan disebut “mentoring community�. Namun hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa masa transisi memasuki konteks kehidupan yang berbeda tersebut sebetulnya merupakan ujian terhadap spiritualitas yang selama ini dibangun di dunia mahasiswa. Apakah spiritualitas yang dibangun adalah spiritualitas sejati atau hanya kosmetik. Apakah iman seseorang dibangun di atas fondasi batu karang atau di atas pasir. Bagaimana dengan kehidupan Salomo? Tampaknya Salomo melalui masa transisi di awal

14

kekuasaannya sebagai raja dengan langkah-langkah yg baik. Terutama hal ini terlihat saat ia datang ke Gibeon mempersembahkan seribu korban bakaran di hadapan Tuhan. Satu tanda keseriusan dalam ibadahnya kepada Allah. Demikian juga ketika Tuhan menawarkan kepadanya untuk meminta sesuatu, Salomo memilih untuk meminta hikmat untuk bisa melakukan tugasnya dengan baik sebagai seorang raja, bukan kekayaan atau nyawa musuh-musuhnya. Sehingga Tuhan sangat berkenan dengan permohonan tersebut dan bahkan memberikan kekuasaan dan kekayaan yang berlimpah sebagai bonus (1 Raja 3:4-14). Hal besar lain yang dikerjakannya di awal kekuasaannya adalah membangun Bait Allah di Yerusalem. Setelah lebih dari 480 tahun berada di tanah perjanjian, orang Israel akhirnya bisa beribadah di Bait Allah yang permanen, bukan lagi di sebuah tenda (Kemah Pertemuan). Bait Allah yang megah tersebut dibagun dengan penuh rasa hormat akan kebesaran dan kemuliaan Allah dan merupakan masterpiece yang luar biasa yang bertahan hingga hampir empat ratus tahun kemudian. Namun seiring dengan waktu berjalan, ketika kekuasaan Salomo makin kokoh, ia makin sulit memahami siapa dirinya dan siapa Allah. Ia makin SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Untaian Firman merasa bebas menentukan sendiri apa yang benar dan tidak. Salah satu contoh yang dicatat oleh Alkitab adalah ia memuaskan nafsunya dengan mengumpulkan isteri hingga sebanyak 700 orang dan gundik 300 orang. Selanjutnya bahkan, “isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain.� Sangat menyedihkan, bahwa Salomo yang di masa mudanya sangat menghormati Tuhan, kemudian melanjutkannya dengan melakukan berbagai hal yang jahat di mata Tuhan. Ia ikut menyembah dan mendirikan berbagai tempat ibadah dewa-dewa yang disembah bangsa-bangsa penyembah berhala di sekitarnya: Asytoret, Milkom, Kamos, Molokh, dan lain-lain. “Demikian juga dilakukannya bagi semua isterinya, orang-orang asing itu, yang mempersembahkan korban ukupan dan korban sembelihan kepada allah-allah mereka.� (1 Raja 11:5-8). Suatu ironi yang mengerikan. Seorang yang memulai perjalanan karirnya dengan melakukan hal-hal yang baik di mata Tuhan, kemudian menyelesaikannya dengan melakukan berbagai hal yang jahat di mata Tuhan. Dan yang lebih mengerikan, hal ini terjadi pada seseorang yang dianggap memiliki hikmat yang luar biasa dan pernah mengalami dua kali Allah menampakkan diri kepadanya (11:9). Ini menjadi satu peringatan bagi siapapun untuk tidak berpuas diri dengan rasa aman yang palsu. Bukan hanya komitmen awal yang penting. Kesetiaan mengikut Tuhan langkah demi langkah hingga akhir perjalanan hidup adalah sesuatu yang tidak bisa taken for granted. Apa yang sebetulnya terjadi di balik kehidupan yang makin menyimpang tersebut? Bila dibandingkan dengan Saul dan Daud, tampaknya Salomo tidak memiliki sesuatu yang mereka miliki. Ketika Saul melakukan hal yang mendukakan Tuhan, masih ada Samuel yang menegur (1 Samuel 15). Meskipun kemudian Saul mengeraskan hati, itu persoalan lain lagi. Ketika Daud di puncak kekuasaannya melakukan hal yang jahat di mata Tuhan, masih ada nabi Natan yang berani menegurnya dengan keras (2 Samuel 12). Namun ketika Salomo melakukan hal-hal yang sedemikian jahat di mata Tuhan, sama SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

sekali tidak ada catatan bahwa ada seorang seperti Samuel atau Natan yang berani menegur Salomo. Tidak ada seorang pun yang berani menegur Salomo. Padahal kejahatan Salomo seperti bola salju yang terus makin membesar. Sehingga dalam murka-Nya kemudian Allah memutuskan untuk mengoyakkan kerajaan Israel. Satu tantangan bagi alumni adalah ketika posisi di tempat pekerjaan makin meningkat sehingga orang-orang di sekitar kita makin sungkan untuk menegur ketika kita melakukan kesalahan. Ini situasi yang berbahaya. Dalam masa transisi memasuki dunia kerja kita butuh mentoring community yang menolong kita dengan panduan hikmat dari orang-orang yang sudah lebih dulu memasuki medan pertempuran, dengan contoh-contoh nyata yang inspiratif, dan dengan dorongan semangat di saat-saat yang sulit. Namun setelah melewati masa transisi bukan berarti kita tidak lagi membutuhkan komunitas yang mendukung. Kita terus membutuhkan orang-orang seperti Samuel bagi Saul dan nabi Natan bagi Daud, yang berani menegur saat kaki kita sudah melangkah terlalu jauh. Bagi sebagian orang yang sudah menemukan kematangan setelah melewati masa transisi mungkin pola relasi yang lebih sesuai bukan lagi yang bersifat mentoring melainkan relasi yang bersifat mutual support. Bukan lagi mentoring community melainkan mutually supporting community. Barangkali salah satu contohnya adalah seperti yang dialami oleh Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya di Babel. Namun pada setiap tahapan pada dasarnya kita membutuhkan orangorang yang bisa mengingatkan ketika kita mulai menyimpang dari kebenaran. Kita membutuhkan rekan-rekan yang dengannya kita bisa saling mendorong maupun berani untuk saling menegur ketika langkah kita mulai keluar dari jalur. Hal sangat penting ini yang tidak dialami oleh Salomo dan sebagian alumni pelayanan mahasiswa yang memulai perjalanan hidupnya mengikut Tuhan dengan baik tapi mengakhiri dengan buruk. Penjelasan lain adalah bahwa kejatuhan Salomo bukan disebabkan oleh kekayaan dan kekuasaan yang makin besar. Akar dari kejatuhan itu sudah ada dalam diri Salomo. Kekuasaan dan kekayaan yang makin besar hanya memberi jalan 15


Untaian Firman bagi Salomo untuk mewujudkan apa yang ada dalam hati dan pikirannya. Cinta akan harta dan kekuasaan lah yang menjadi jerat bagi Salomo dan banyak orang. Sangat menarik untuk kita renungkan bahwa cinta akan uang bisa terjadi pada orang kaya maupun orang miskin (contoh: orang muda yang kaya – Mat 19:16-22 vs asisten nabi Elisa – 2 Raja-raja 5:20-24). Demikian pula sebaliknya sikap tidak terikat pada harta kekayaan bisa terjadi pada orang kaya maupun miskin (contoh: Zakheus setelah bertobat – Luk 19:1-10 vs janda yang memberi persembahan di Bait Allah – Luk 21:1-4). Kekayaan atau kekuasaan bukanlah akar kejahatan. Cinta akan uang dan kekuasaan-lah yang patut diwaspadai. Cinta akan uang dan kekuasaan, entah kita sudah memilikinya atau belum, adalah akar kejatuhan bila kita tidak selesaikan dengan jujur di hadapan Allah. Sebagai mahluk yang diciptakan segambar dengan Allah, kita manusia diperlengkapi dengan berbagai kemampuan untuk meneruskan karya penciptaan dengan mengembangkan kehidupan sosial dan teknologi, yang kita kenal dengan sebutan “mandat budaya” (= mandat untuk mengembangkan peradaban yang berkenan di hadapan Allah – Kej 1:26-28). Seperti halnya karunia-karunia rohani diberikan Allah dalam bentuk yang berbeda-beda untuk kita bisa saling melayani dalam konteks kehidupan berjemaat (1 Kor 12), demikian juga talenta yang berbeda-beda (dalam berbagai bentuk kecerdasan: matematis, bahasa, seni, dan sebagainya) diberikan Allah untuk kita bisa saling melayani dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Kejatuhan manusia dalam dosa (Kejadian 3) menyebabkan disorientasi dan bahkan amnesia. Kita jadi lupa bahwa setiap kemampuan yang kita sebut talenta dan berbagai kesempatan istimewa yang kita miliki dalam hidup ini adalah titipan Sang Pencipta. Semua talenta dan kesempatan itu bukan milik kita. Itu titipan Allah. Untuk didedikasikan bagi kepentingan sesama, orang banyak. Bukan untuk dimiliki sendiri. Apalagi untuk diperjualbelikan untuk keuntungan pribadi. Apapun namanya, mulai dari penawaran terbaik dalam berkarir, keuntungan maksimal dalam 16

berbisnis, dan sebagainya. Dosa menyebabkan amnesia dan disorientasi tersebut. Apa dampak penebusan Kristus? Karya penebusan Kristus dimaksudkan untuk membebaskan kita dari disorientasi dan amnesia tersebut. Hidup yang semula berpusat pada diri sendiri diputar seratus delapan puluh derajat menjadi hidup yang berpusat pada Allah dan diabdikan untuk melayani sesama. Dalam pengenalan akan Allah kita dimampukan untuk menemukan sumber sukacita dan kepuasan sejati. Uang dan kekuasaan hanyalah sarana yang bisa digunakan secukupnya, sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mengerjakan misi yang Allah percayakan dalam hidup kita (Filipi 4:12-13). Posisinya adalah pelengkap, bukan sesuatu yang perlu dikejar sebagai yang utama dalam hidup (Matius 6:24-34). Kita dipanggil dari kegelapan dan hidup yang mendatangkan murka Allah kepada terang Kristus yang ajaib untuk menjalani hidup sebagai gambar Allah, sebagai rekan-rekan sekerja Allah dalam karya pemeliharaan-Nya atas seisi dunia, dalam karya penciptaan-Nya yang terus berkelanjutan untuk mengembangkan peradaban umat manusia, dan dalam karya penyelamatan-Nya atas dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Kita dipanggil untuk menghadirkan “cicipan” kehidupan yang dipulihkan di bawah pemerintahan Allah (= Kerajaan Allah) lewat keahlian profesioanl dan setiap bentuk talenta dan kesempatan yang Tuhan titipkan kepada kita. Sehingga bukan hanya kita tidak patut mengejar kekayaan dan kekuasaan, melainkan kita dipanggil untuk semaksimal mungkin mendedikasikan keahlian profesional dan setiap talenta yang kita miliki untuk kepentingan Allah dan sesama. Pengabdian tertinggi, bukan penawaran tertinggi, yang perlu kita kejar dalam setiap helaan nafas kita! Hidup yang dibadikan bagi Allah dan sesama, seperti maksud Allah ketika menciptakan manusia. Dan seperti maksud Allah ketika Ia membebaskan kita dari belenggu dosa melalui karya salib Kristus. Segala kemuliaan bagi Allah! *Sutrisna Harjanto, saat ini melayani sebagai dosen tetap di Sekolah Tinggi Teologi Bandung

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Kesaksian

Tetap Setia pada Misi Allah Oleh: dr. Antono Pratanu, SpU*

“Jawab Yesus: ‘Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.’ Maka kata Pilatus kepada-Nya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku’’. (Yohanes 18:36-37).

S

aya masih ingat jelas kata-kata mendiang ibu saya di tahun 1979 yang mengatakan bahwa dengan menjadi dokter saya akan dapat menolong orang sakit, sekaligus membagikan kasih Allah dan menceritakan kabar Injil sukacita dan keselamatan. Waktu itu saya baru lulus Sekolah Menengah Atas; dan saya ingin sekali masuk Arsitektur atau Sekolah Alkitab; tetapi rupanya ibu saya memiliki visi yang berbeda - ia bercerita bahwa pada waktu saya berusia tiga tahun, saya sakit tiphus berat, dan orang tua kami sangat miskin sehingga tidak mampu membayar biaya dokter; bahkan seorang dokter anak menolak merawat saya karena alasan biaya. Pada waktu itu ayah dan paman saya masih mahasiswa kedokteran, dan dengan berbekal SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

pengetahuan keduanyalah mereka berusaha mengobati saya. Rupanya kejadian inilah yang membuat ibu saya seakan mempunyai misi yang diberikannya pada saya; yaitu saya harus membayar kasih Allah pada saya dengan jalan menolong orang sakit juga, tanpa pernah memandang bulu ataupun mengeluh. “Jangan sekali-sekali kamu menolak pasien, sekalipun ia tak memiliki uang untuk membayar. Ingatlah bahwa kamu dulu bisa selamat hanya karena pertolongan dan kasih Tuhan,” Itulah kata-kata ibu saya yang selalu saya ingat sampai sekarang. Saat ini tidak terasa sudah tigapuluh tahun lebih saya menjadi dokter; dan bila saya melihat perjalanan hidup saya hingga menjadi seorang ahli urologi - saya hanya bisa berkata bahwa semuanya itu terjadi karena kasih dan rencana Tuhan saja. Saya pun tidak pernah bercita-cita menjadi ahli urologi; tetapi Tuhanlah yang membuka jalannya, bahkan melalui pemaksaan dari almarhum dr. Talib Bobsaid SpB, SpU yang saat itu KPS Urologi karena beliau sangat menginginkan saya untuk menjadi muridnya, meskipun sebenarnya hati saya ingin masuk ke Ortopedi. Banyak hal dalam hidup ini yang meyakinkan saya bahwa kita ditempatkan Tuhan didunia ini dengan satu misi yang telah Tuhan rancangkan bagi kita; dan bagian kita adalah untuk meneri17


Kesaksian manya dengan penuh penerimaan diri (acceptance) dan berusaha setia didalamnya (faithful). Seperti Yesus yang juga menerima misi Allah dengan acceptance dan penuh kesetiaan, maka begitulah seharusnya kita melakukannya. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.�(Filipi 2:5-8). Perlu kita sadari bahwa kita semua ini mengemban misi Allah melalui hidup dan pekerjaan kita masing-masing. Dan Allah mensyaratkan kesediaan kita untuk rela mengosongkan diri dalam melakukan misi serta panggilanNya. Saya sadar sepenuhnya bahwa berlaku mengosongkan diri secara acceptance tidaklah mudah, sebab mengosongkan diri atau kenosis (Yunani) itu berarti penghampaan diri atau penghilangan kehendak pribadi kita untuk beralih sepenuhnya menerima dan melakukan kehendak Allah dan rencana-rencana Tuhan. Not I but Christ. Saya kerap kali membandingkan diri saya dengan orang lain dan menginginkan hidup juga bermewah-mewah seperti sejawat lainnya. Godaan untuk bekerja sebagai pekerja upahan yang cuma berorientasi dan terfokus pada upahpun sering terlintas di hati saya; demikian juga dengan godaan untuk berkolaborasi dengan pabrik obat yang menjanjikan bonus besar, atau godaan untuk melakukan suatu tindakan yang diluar indikasi medis atau malpraktek. Bahkan belakangan ini, di era BPJS saya terkadang juga dihadapkan dengan godaan untuk mendorong-dorong pasien agar naik kelas atau pindah status menjadi pasien umum atas dasar pertimbangan jasa medis yang lebih besar satuan nominalnya, dan yang bisa saya terima lebih cepat dibandingkan jasa pelayanan BPJS yang selalu telat bayar dan tidak jelas. 18

Syukur bahwa hingga saat ini Tuhan selalu mengingatkan saya bahwa panggilan saya bukan itu. Profesi saya sebagai dokter hanyalah media untuk membagikan kasih Allah saja. Sebab itu saya harus berusaha untuk tetap setia dan menerimanya dengan syukur; meskipun setiap hari harus berkereta ekonomi pulang balik Surabaya Mojokerto bersama pada pedagang pasar dan sering harus kas bon setiap bulan ke Rumah Sakit karena BPJS belum membayar. Kita terpanggil untuk tetap memberikan yang terbaik bagi para pasien yang Tuhan titipkan pada kita. Dan saya bersyukur bisa melihat mereka sembuh melalui tangan saya, dan bahwa operasi yang saya kerjakan dengan kasih dan kesungguhan itu diberkati Tuhan. Terkadang ada dari antara mereka yang memberi sesuatu dari kekurangannya, entah sekedar nasi kotak, jajanan pasar, madu hutan, sarang lebah atau buah-buahan sebagai tanda terima kasih masyarakat desa yang merasa tertolong dan terberkati - tetapi hal itu sangat menyentuh hati saya. Suster saya yang muslim pernah berkata pada saya; bahwa selama dia bekerja bertahun-tahun baru saya saja dokter yang paling banyak diberi bingkisan oleh pasien. Ha...ha...ha... Puji Tuhan. “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengahtengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia�.(Filipi 2:12-15). Saya sadar bahwa Allah sajalah yang memulai pekerjaan kasih ini didalam hati saya melalui penebusan yang dikerjakan oleh Kristus. Saya adalah orang yang berhutang karena saya telah SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Kesaksian menerima limpahan kasih Allah yang besar. Dan Allah yang maha Kasih itu pulalah yang mampu memberikan saya kekuatan serta kerelaan untuk tetap setia; sebab kesetiaan dan pemeliharaan Allah juga tidak pernah terlambat. Sebab itu meskipun saat ini saya berada di suatu Rumah Sakit kecil di pinggiran Mojokerto, yang masyarakatnya sebagian besar kurang mampu dan hanya bermodalkan kartu BPJS yang hingga kini jasa pelayanannya sudah empat bulan belum dibayar, tetapi saya tahu bahwa di tempat inilah Tuhan memanggil saya untuk melakukan misi-Nya. Terkadang ada rasa kesal juga dengan BPJS yang seakan tidak peduli dan membuat aturan seenaknya, bahkan menabrak rambu-rambu standarisasi medis; tetapi sikap Yesus yang tetap teguh dalam menjalankan misi Allah dalam kebobrokan sistem keagamaan menegur saya, bahwa seburuk apapun undang-undang dan sistem dalam suatu negara dimana kita tinggal, tetapi misi dan panggilan Allah bagi kita tidak pernah berubah, sehingga kita tidak punya pilihan lain selain untuk tetap setia pada misi dan panggilan tersebut. Kita tetap harus membagikan kasih, tetap melakukan yang terbaik dan tidak menjadi kendur. Kita adalah hamba Tuhan, dan kita bekerja untuk Tuhan, dan bukan untuk sistem pemerintahan atau pemimpin manapun. Dan akhirnya pekerjaan kita akan diperiksa dan diuji oleh Tuhan juga. “Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu.� (1 Korintus 3:12-13) Dan bila Ia yang memanggil dan menempatkan kita - maka tentulah Ia akan memelihara kita; sebab itu marilah kita mengerjakan tugas atau misi yang dipercayakan Tuhan ini dengan penuh penerimaan diri, sukacita dan kesetiaan; tanpa perlu bersungut-sungut, mengeluh ataupun ternoda serta tergoda untuk berbuat yang kurang baik; sehingga cahaya kasih Kristus itu terpancar melalui pelayanan kita. SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

Memang terkadang terasa berat sehingga saya harus berhemat, tetapi firman-Nya dalam Mazmur 37:23-26 mengingatkan saya bahwa Allah itu setia dan selalu bersama kita. Dan tugas saya adalah untuk tetap setia dalam panggilan dan misi yang dipercayakan-Nya pada saya. “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.� (Mazmur 37: 23-26). Tuhan Yesus memberkati. *dr. Antono Pratanu SpU, bertugas di RS Sidowaras Mojokerto, Jawa Timur

Panggilan Allah untuk menunaikan suatu tugas juga disertai kekuatan dari-Nya untuk menyelesaikannya

19


Kesaksian Kuserahkan Diriku pada-Mu... Prof. Dr. dr. Taralan Tambunan, SP.A(K)*

Y

esus sering memanggil manusia untuk mengikuti-Nya. Murid-murid yang pertama, Petrus dan Andreas, diperintahkan, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia”. Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia (Matius 4:1822). Tidak diberitahukan kepada kita apa yang dipikirkan ayah mereka tentang hal itu, bahwa ia ditinggalkan dengan begitu saja untuk sendirian mengurus usaha keluarga mereka tanpa bantuan kedua anaknya. Dan, sama sekali tidak ada pembicaraan tentang syarat-syarat kerja – kita baca bahwa mereka dipanggil begitu saja dan mereka serta-merta pergi. Pada kesempatan lain, seorang yang telah bersumpah untuk mengikuti Yesus ke mana saja Ia pergi, disuruh meninjau kembali sikapnya. Sedang

20

kepada seorang lain yang mencoba mengulur waktu untuk meninggalkan rumah dan sanak saudaranya, Yesus mengajaknya untuk segera berangkat mengikuti Yesus (Matius 8:19-22). Menyimak perjalanan hidup Yesus dan murid-murid-Nya – saya memahami, kesetiaan itu, berarti tidak bergeser dari komitmen awal: “Saya mau mengikut Kristus.” Barangsiapa yang masih mundur maju, lihat ke belakang, ingin belok ke kiri atau kanan, saya kira orang itu tidak setia. Dan, untuk setia dari awal sampai akhir, tidak ada yang sanggup. Tapi tokh kita harus tetap menjalani hidup dalam koridor yang diberikan Tuhan kepada kita: waktu, kesempatan, posisi, yang mungkin tidak kita sadari itu semua berkat Tuhan. Saya sendiri, menganggap diri belum setia, karena dari kecil saya masih sering membangkang. Apakah sekarang saya sudah setia? Saya tidak berani menjawabnya. Mengikut Yesus itu khan komitmen. Bisa saja di tengah jalan kita jatuh, suam-suam kuku seperti jemaat di Laodikia, atau malah ada yang kuat seperti jemaat di Smirna. Saya yakin setiap orang pasti mengalami itu, di tengah jalan menghadaSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Kesaksian

pi liku-liku untuk tidak setia bahkan melawan Tuhan. Itulah perjalanan hidup. Jadi, setia itu “barang” yang harus dikejar, tapi hampir tidak ada orang yang mampu melakukannya kalau ia melakukannya dengan cara dan kekuatan diri sendiri. Oleh karena itu harus ada refleksi diri. Memberi tugas Sewaktu sidi (mengaku percaya), saya mendapat nas dari Mazmur 37:5: “Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.” Waktu itu, saya anggap ayat itu tidak cocok buat saya. Saya menganggap sudah ikut TUHAN, kok ditegur dengan Firman itu. Apa saya kurang percaya? Bertahun-tahun asal baca ayat itu, saya anggap tidak cocok. Saya tidak sadar bahwa saya tidak setia. Lalu, dalam perjalanan hidup, ketika saya menganggap diri sukses, saya tidak sempat merefleksi diri: apakah saya sudah pada jalur yang benar atau tidak? Karena Tuhan tidak selalu - langsung menegur kita. Menegur saya. Nah, dalam pengalaman saya bersama Tuhan, Dia tidak menegur tapi memberi tugas. Jadi, sewaktu menjadi staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM sekitar tahun 1970-1980, datang tugas mendadak dan diluar dugaan saya. Saya ditunjuk langsung oleh Dekan menjadi pembimbing mahasiswa Kristen di FK-UI dalam hal akhlak atau ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sederhananya, saya harus membuat silabus bagaimana pandangan iman Kristen terhadap profesi kedokteran. Saya bingung. SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

Dengan berbagai usaha dan bantuan, akhirnya jadilah silabus PAK Mahasiswa Kedokteran itu. Materi itu mengenai: Bagaimana etika Kristen, apa itu dokter Kristen, apa kerjanya? Pandangan Kristen tentang aborsi, euthanasia, keluarga berencana, dan lain-lain. Itu yang diberikan kepada mahasiswa kedokteran bertahun-tahun. Teorinya sudah jadi. Lalu, bagaimana pelaksanaannya? Ini jadi pergumulan. Karena kami dianggap tidak ada. Untuk mendapatkan ruangan belajar, kami harus ‘nyembah-nyembah. Ruang kuliah pindah-pindah, pernah di ruang biologi dan juga di ruang anatomi yang baunya cukup mengganggu kami saat belajar. Itu berlangsung selama tahun 1986-2008. Itulah pergumulan bangsa kita, dan juga pergumulan orang Kristen. Dalam perjalanan itulah saya melihat kenapa Tuhan menempatkan saya di fakultas kedokteran. Dulu saya menganggap karena pintar, ternyata Tuhan membimbing saya, menggiring saya ke sini supaya bisa melakukan tugas-tugas itu. Tahun 70-an saya sempat memberontak, kenapa harus saya, masih ada yang lain, kok saya. Tapi tidak ada yang bisa menjawab. Jujur, saya dulu menerima tugas itu separuh hati, karena SK Dekan tidak boleh dibantah. Nah, apakah saya melihat ini sebagai kesetiaan? Mungkin iya, tapi di situ ada unsur ketidaksetiaan dari diri saya, dan saya baru menyadari, ketika Tuhan terlebih dahulu memberi jalan yang bagus-bagus untuk mengarahkan saya bertugas di sini (Departemen IKA FKUI-RSCM). Kebetulan? Saya ini anak petani. Tidak menyangka bisa sekolah kedokteran. Kalau soal pintar, saya sudah pintar sejak SD. Lulus SMA, saya ikut-ikutan teman mendaftar di sana-sini. Waktu itu ikut ujian ke ITB, USU, UNPAD, UI. Saya sekedar ikut dan tidak ada effort saya harus begini. Juga, tidak ada tuntutan dari keluarga. Dan, saya diterima di jurusan fisika UNPAD Bandung. Suatu hari, saat sedang jalan-jalan di kebon binatang Bandung, saya bertemu teman satu kelas di Medan. “Taralan, kamu ngapain di sini? Kamu khan diterima di kedokteran UI” kata teman saya itu. Dulu, info penerimaan mahasiswa antara lain melalui RRI (Radio Republik Indonesia) dan saya tidak punya radio, sehingga tidak dapat info saya 21


Kesaksian diterima di FK UI. Malam itu juga saya berangkat ke Jakarta. Ke jalan Salamba 6. Walau terlambat, tapi masih bisa diterima. Sekarang saya baru tahu, Tuhan menunjukkan Posma Hutabarat, teman SMA, untuk mengarahkan saya ke FK UI. Dulu, saya anggap sebagai kebetulan. Kebetulan lainnya, saya ingat, waktu mau ujian di FK UI. Waktu itu ada 325 peserta. Saya tidak pusing dengan banyaknya saingan. Dua menit menjelang ujian, saya sempat baca buku yang isi halamannya tentang peta buta ganggang laut. Nah, pas dibagikan kertas ujian, ternyata soal nomor 80 sampai 100 tentang ganggang laut yang saya baru baca itu. Mumpung masih segar, langsung saya isi nomor 80-100 dengan mudah. Nah, dulu saya bilang itu kebetulan atau saya lagi bernasib baik. Setelah tahun 1980-an, saya sadar ini jalan Tuhan dan itu sungguh luar biasa. Mengarahkan kita ke arah-arah yang tidak kita sendiri tidak tahu. Apakah sekarang masih ada? Saya menganggap masih ada. Seharusnya, saya pensiun sejak tahun 2007 saat berusia 65 tahun. Tapi sampai sekarang 2018 saya masih tenaga penuh. Dan, sejak tahun 2009 sampai sekarang, saya dipercaya menjadi ketua PPRA (Program Pengendalian Resistensi Antimikroba). Sudah tiga periode. Kok bisa? Bagaimana saya terpilih menjadi ketua PPRA tidak ada yang tahu ceritanya, hanya saya yang tahu. Jadi, sewaktu rapat komite, saya tidak hadir. Saya sedang ke Medan. Lalu mereka tanya, “Taralan mana?” Walau saya tidak hadir, mereka sepakat menunjuk saya sebagai ketua PPRA. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda dari direksi siapa yang bakal menggantikan saya. Tahun 2014 saya siap mau resign, tapi di 3 Januari 2014 direktur administrasi minta jangan berhenti dulu. Saya tidak berani menolak. Kalau Tuhan mau pakai saya di sini, saya ikut saja. Berserah. Hal-hal seperti ini adalah tuntunan Tuhan yang saya tidak tahu mau dibawa ke mana. Jujur, saya tidak tahu, apa sih yang dilihat Tuhan dari kinerja saya? Saya tidak berani mengatakan saya hebat atau sudah setia, sudah patuh, dan seterusnya. Ternyata, nas Mazmur 37:5 itu, sekarang menjadi sangat pas. Sangat berbicara sekali kepada saya. Sekarang, itulah doa saya setiap pagi: “Kuserahkan diriku 22

pada-Mu ya Bapa dan kupercaya Engkau supaya Engkau yang bertindak” dan lagu kesukaan saya adalah “Tiap langkahku diatur oleh Tuhan...” Mencintai kesetiaan Di dunia yang terus berubah ini, kita perlu berhati-hati dalam menentukan pilihan karir. Mengejar popularitas atau integritas, ingin menjadi terkemuka atau setia mengikut Kristus? Meraih prestasi memang sesuatu yang mendatangkan kepuasan, namun perlu diingat bahwa kepuasan meraih sesuatu yang lahiriah bukanlah tujuan hidup Kristiani. Ingat! Kita diciptakan Tuhan secara unik, dan kita dapat menerima diri apa adanya dengan penuh rasa syukur dan bangga. Kapasitas dan talenta yang ada dalam diri kita perlu berkembang dengan baik. Kita tidak boleh menilai diri atas dasar kemampuan dan keberhasilan kita. Lagi-lagi, tiap orang sangat unik, istimewa, tidak ada duanya. Oleh sebab itu tidak perlu menjadi orang lain, seperti si Anu yang sukses atau si Polan yang hebat. Bila saja dalam pekerjaan kita mendapatkan sukses, ingatlah bahwa Allah yang memberikannya. Keberhasilan bukanlah hak kita melainkan pemberian istimewa dari Allah untuk suatu waktu tertentu. Bahkan kegagalan dapat dipakai Tuhan untuk mengembangkan kerendahan hati dan instropeksi diri karena sesungguhnya yang Tuhan tuntut dari kita yaitu berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hari di hadapan Allah (Mika 6:8). Ya! Saya berharap, kita ber terus berjuang memelihara kesetiaan - merawat hubungan dengan TUHAN. Dan, dengan segala kelemahan, kita datang kepada Tuhan, mohon ampun: “Inilah aku Tuhan, kalau Tuhan mau pakai aku, silakan pakai aku.”

*Seperti yang diceritakan kepada Thomas Nelson

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Info Menyiapkan Kematian Pasien Kanker Oleh: dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA*

B

anyak orang, enggan diajak berbicara tentang kematian. Seolah-olah membahas permasalahan yang satu ini adalah tabu. Padahal bukan rahasia lagi kalau semua orang pasti akan menghadapi kematian. Siapa di dunia ini yang berani mengatakan bahwa dirinya tidak akan mati? Tidak ada satu manusiapun yang dapat luput dari kematian. Oleh karena itu, mengapa kita harus takut untuk memperbincangkannya? Seorang bangsawan Inggris, Sir Francis Bacon, bahkan pernah mengatakan bahwa hendaknya manusia menyikapi kematian sama seperti ketika manusia menyikapi kelahiran. Saat seorang bayi akan dilahirkan ke dunia, orangtua pasti akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kelahiran putera atau puterinya tersebut. Mereka akan mempersiapkan kamar tidurnya, SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

tempat tidurnya, bajunya, dan berbagai macam perlengkapan lainnya. Mengapa kita tidak dapat mempersiapkan seseorang yang akan meninggalkan dunia ini layaknya orangtua yang sedang mempersiapkan kelahiran bayinya? Sudah waktunya bagi semua orang untuk merubah cara pandangnya ketika berbicara tentang kematian. Saya ingin berbagi pengalaman tentang bagaimana saya untuk pertama kalinya mempersiapkan kematian seseorang, yaitu suami dari kakak ipar saya sendiri. Tim, demikian saya memanggil dia, menderita kanker pankreas stadium lanjut. Segala jenis pengobatan sudah diberikan, bahkan yang sifatnya eksperimental pun sudah dicoba, namun tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Melihat kenyataan ini, akhirnya dokter memutuskan untuk menghentikan segala 23


Info pengobatan yang tujuannya untuk menyembuhkan karena memang tidak ada lagi obat yang dapat mempengaruhi penyakitnya tersebut. Pernyataan ini bukan akhir dari segalanya. Dokter mengatakan bahwa selanjutnya Tim akan ditangani oleh rekan-rekan dokter dari bagian Paliatif. Apa itu Paliatif? Saat berjumpa dengan Tim di rumah sakit, kalimat pertama yang diucapkan kepada saya adalah, “’di, aku kan sudah mau mati, jadi kamu bebas mau ngomong apa saja”. Ucapannya ini membuat saya terdiam dan akhirnya menyadari bahwa sebenarnya Tim sudah siap untuk meninggalkan dunia ini kapanpun Tuhan memanggilnya. Tidak lama kemudian ia berbicara lagi, “’di, aku boleh nggak sih makan nasi goreng? Soalnya kakak-kakak bilang aku tidak boleh makan goreng-goreng”. Terlihat memang di wajahnya kalau dia ingin sekali makan nasi goreng. Saya kemudian menjawabnya, “Tim, tadi kamu bilang aku boleh ngomong apa saja kan? Nah, tadi kan Tim bilang sendiri bahwa Tim sudah mau mati. Kalau sudah mau mati, ngapain makan dilarang-larang. Tim boleh makan apa saja yang Tim mau…”. “Bener juga kamu ‘di. Ya udah, pesenin aku dong nasi goreng…”, balasnya dengan wajah yang lebih berseri dibanding sebelumnya. Lebih kurang satu jam kemudian, pesanan nasi goreng datang dan Tim memakannya dengan lahap sekalipun hanya dua suap. Sore hari, setelah Tim beristirahat, ia bertanya lagi kepada saya, “’di, aku boleh pulang nggak sih?”. “Boleh… Emang Tim mau pulang kapan?”, tanya saya lagi. Tanpa ragu Tim menjawab, “Kalau boleh sih hari ini juga…”. Segera saya menghubungi perawat dan tidak lama kemudian dokter juga hadir di ruangan Tim. Dokter mendukung apa yang diinginkan oleh Tim dan akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kepulangan Tim besok ke rumah. Wajah Tim makin berseri lagi mendengar jawaban dokter. Singkat cerita, Tim sudah kembali ke rumahnya. Sambil menarik napas lega, ia berkata, “Enak ya akhirnya bisa pulang ke rumah. Aku bisa dengar David main piano. Aku bisa masak makanan kesukaan ku…”. Tim benar-benar menikmati keberadaannya di rumah. Kira-kira apa saja yang ia lakukan? 24

Selama di rumah, ternyata ia mempersiapkan diri dan keluarganya. Baju yang akan dipakai, lengkap dengan jas dan dasinya, sudah disiapkan. Tempat peristiratahan terakhir sudah ia ketahui dan bunga untuk nanti diletakkan di atas pusara juga sudah dipilihnya. Selain itu, Tim juga memberi tahu kepada istrinya tentang uang yang tersimpan dibeberapa bank, bagaimana kalau mau ambil uang lewat internet, nomor PIN yang dibutuhkan untuk mengambil uang tersebut, dan lain sebagainya. Anak-anak juga ia nasehati, agar selepas kepergiannya mereka diharapkan dapat membantu mamanya dengan sepenuh hati. Tim melakukan ini semua dalam keadaan nyeri yang hilang timbul. Jangan berpikir kalau kanker sudah tidak diobati lagi maka penyakitnya akan berhenti. Justru sebaliknya, kanker yang diidapnya akan terus bertumbuh dan bertambah besar. Hal ini dapat dilihat dari perutnya yang semakin membuncit sehingga mendesak rongga dada yang menyebabkan Tim jadi sulit untuk bernapas. Guna mengontrol nyerinya, setiap 2-3 hari ada perawat yang melakukan kunjungan rumah. Mereka akan memonitor penggunaan morfin yang diberikan dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri yang selama ini dirasakan oleh Tim. Penderitaan Tim berakhir di rumah, di tengah istri, anak-anak, keluarga, dan teman-teman yang mengasihinya. Tim sudah siap dan keluarga pun sudah siap. Inilah salah satu bagian yang dilakukan dalam pelayanan Paliatif, yaitu pelayanan akhir kehidupan. Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk memastikan bahwa pada saat seorang pasien kanker tidak dapat diobati lagi, ia tetap memiliki kualitas hidup yang baik dan pada saat tiba waktunya untuk menghadap sang Khalik, ia mendapatkan kualitas kematian yang baik. Mungkin masih asing bagi telinga kebanyakan orang ketika mendengar atau membaca istilah kualitas kematian yang baik. Sekarang bayangkan bila ada anggota keluarga yang menderita kanker seperti apa yang diderita oleh Tim. Menjelang akhir kehidupannya, sudah dapat dipastikan keluarga akan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik. Pengertian dari kalimat “melakukan yang terbaik” bagi sebagian besar masyarakat kita adalah membawa anggota SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Info keluarga yang sakit ke rumah sakit dan kalau memungkinkan masuk ruang intensif atau dikenal dengan istilah ICU. Kalaupun akhirnya meninggal, keluarga puas karena merasa sudah melakukan yang terbaik itu. Jika kita mau mencermati lebih dalam lagi, yang ingin masuk ICU itu sebenarnya siapa sih? Anggota keluarga kita yang sakit atau kita sebagai keluarga? Seandainya si sakit masih dapat berkomunikasi, kira-kira mau tidak dia dimasukkan ke dalam ICU. Apakah kematian seperti ini yang ia inginkan, sendiri di ruang ICU yang dingin dengan infus menancap di tubuh, masker oksigen menempel di hidung yang salah satu lubangnya sudah dimasuki selang makanan, dan selang kateter untuk mengeluarkan air seni. Apa tidak lebih baik jika ia meninggal di rumah, di tengah-tengah orang yang ia kasihi. Diantar dengan ucapan doa yang dilantunkan secara bergantian oleh banyak orang yang ada di sekelilingnya dan tidak harus merasakan sakit akibat pemasangan alat-alat bantu yang pada situasi seperti ini tentunya tidak akan banyak membantu lagi. Profesor Cyntia Goh dari Singapura pernah mengajarkan kepada saya bahwa bila kita menghadapi pasien yang kira-kira sudah menjelang akhir kehidupannya dan pada saat itu keluarga bimbang apakah harus dibawa ke rumah sakit atau tidak, tanyakan kepada diri kita sendiri apakah dengan membawa pasien ke rumah sakit akan membuat kondisi pasien menjadi lebih baik dan dapat pulang kembali ke rumah dengan selamat. Jika jawabannya ya, silahkan bawa pasien ini ke rumah sakit. Bila tidak, tanyakan kepada pasien apa yang menjadi keinginannya, mau dibawa ke rumah sakit atau tidak. Setelah itu, baru tanyakan kepada keluarga. Hal ini tetap harus ditanyakan kepada keluarga sebab kadang ada keluarga yang walaupun pasien tidak mau dibawa ke rumah sakit lagi, keluarga tetap berpendapat bahwa pasien harus dibawa ke rumah sakit. Kalau sudah seperti ini kejadiannya, kita kadang harus mengikuti apa yang menjadi keinginan keluarga karena kita tentunya tidak mau keluarga mempunyai perasaan bersalah tidak melakukan yang terbaik selepas kepergian anggota keluarganya tersebut. Pekerjaan di bidang paliatif tidak selalu harus berhubungan dengan bagaimana kita memperSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

siapkan seseorang untuk meninggalkan dunia ini secara bermartabat. Menurut definisi dan ruang lingkupnya, Paliatif juga menangani tata laksana gejala dan nyeri merupakan gejala yang paling banyak dijumpai pada kasus kanker. Itulah sebabnya mengapa pelayanan Paliatif sudah dapat diberikan sejak seseorang dinyatakan terkena kanker. Jadi tidak benar kalau masih ada yang berpendapat bahwa Paliatif itu baru berperan pada saat seseorang yang terkena kanker sudah tidak dapat dilakukan pengobatan apa-apa lagi. Ketika seseorang dinyatakan kanker stadium awalpun, Paliatif sudah mempunyai peran yang tentunya lebih banyak ke arah tata laksana gejala. Pelayanan seperti ini sudah saatnya dilakukan di setiap rumah sakit yang ada di Indonesia. Walaupun sebenarnya pelayanan ini sudah ada sejak lama, tidak ada istilah kata terlambat. Mari buka hati dan pikiran kita agar pelayanan Paliatif dapat mulai dilaksanakan dengan lebih baik lagi dari sebelumnya. Para klinisi diharapkan dapat mendukung pelayanan ini sepenuhnya. Caranya sederhana, yaitu dengan mengetahui kapan waktu yang tepat bagi seorang dokter untuk berpikiran sebagai klinisi dan kapan harus berpikiran sebagai dokter yang sedang menjalankan pelayanan Paliatif. Terus terang, kedua bidang ini memang mempunyai cara pandang yang berbeda. Memang tidak tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa. Dari tahun ke tahun kiranya negara ini mampu memberi pelayanan yang lebih baik lagi dibanding tahun-tahun sebelumnya. *Seperti tertulis di dalam buku “Selalu Ada Harapan� oleh dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA

25


Info Ihwal Obat Generik Oleh: Dr. Handrawan Nadesul*

M

endengar istilah obat generik, awam umumnya berasosiasi obat kelas dua. Obat generik dianggap obat bagi kaum tak mampu. Bukan salah kaum awam bila pamor obat generik selalu tidak sehebat obat bermerek. Apa betul begitu? Mestinya tidak selalu begitu. Kurangnya informasi ihwal obat generik, salah satu penyebab kenapa obat generik tidak dilirik orang yang membutuhkannya. Sikap skeptis begini, selain merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri selalu menjadi tidak efisien dalam membeli obat. Orang lupa kalau kualitas obat tidak selalu ditentukan oleh tingginya harga. Semua obat baru, tentu memang harus dibayar tinggi untuk jasa penemuannya, yang menjadi hak monopolinya. Namun, tentu tidak semua penyakit yang pasien derita memerlukan jenis obat baru. Kita tahu setiap negara wajib menyusun daftar obat esensial (DOE), sejumlah jenis obat yang paling dibutuhkan di suatu negara, dan yang tergolong sering dipakai. Daftar ini dapat ditambah atau dikurangi oleh pemerintah sesuai kebutuhan negara. Semakin bijak keputusan menyusun DOE

26

yang pemerintah lakukan, semakin diuntungkan pihak konsumen. Lebih bijak kalau jumlah jenis obat yang dinilai layak tidak semakin banyak. Semakin sedikit jenis obat DOE, semakin rasional obat yang bakal digunakan dalam praktik keseharian. Namun, yang terjadi sekarang, dan itu sudah lama berlangsung, DOE kita cenderung tambun. Dan fakta nyatanya bukan cuma itu. Merk obat dari jenis yang sama pun terus bertambah, bikin bingung dokter saat menulis resep. Kalau ada 100 jenis obat esensial, dan masing-masing jenis obat diproduksi oleh sepuluh merek obat, berapa ribu merek obat yang harus dokter ingat. Bayangkan kalau untuk obat batuk yang sama tersedia puluhan merek. Duplikasi obat begini yang membuat persaingan harga obat semakin kurang sehat. Siapa merek obat yang berani lebih centil mempengaruhi dokter dalam menulis resep, merek itu yang berpotensi menguasai pasar. Saking menjamurnya merek obat dari jenis obat yang sama, bukan kejadian jarang pasien lebih mengenal merek obat ketimbang dokter. Siapa obat generik itu? Pada mulanya memang belum ada obat generSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Info ik. Semua obat sejak saat mulai ditemukan memproklamirkan diri sebagai obat bermerek yang dipatenkan. Baru setelah hak paten obat habis masanya (sekitar 10 tahunan setelah dipasarkan), pihak lain diperbolehkan memproduksinya yang isinya sama terdapat puluhan merek. Sama-sama bercita rasa nasi gorengnya, tapi berbeda sajian dan merek penjualnya. Dengan cara seperti itu pula obat generik lahir. Semua jenis obat bermerek yang sudah lewat hak patennya boleh diproduksi sebagai obat generik, dan menjadi hak semua pabrik farmasi untuk memproduksinya kalau mau. Dan lantaran monopoli patennya sudah habis, sehingga bahan baku obat sudah jauh di bawah harga selagi masih dijual sebagai obat paten bermerek. Itu berarti isinya persis sama, tapi harganya sudah jauh lebih murah. Jadi, sebetulnya memang tidak ada alasan, termasuk alasan medis, untuk menyangsikan keampuhan khasiat obat generik, siapa pun yang memproduksinya, pasti tak berbeda bahan baku obatnya. Terkecuali bila dalam memproduksinya,misal, ada kenakalan untuk mengurangi takaran bahan bakunya, atau kegiatan memalsukannya. Selama takarannya utuh dan dikemas secara benar, obat generik sama persis dengan obat bermerek aslinya, asalkan tidak sudah kedaluwarsa. Melihat kelahiran obat generik, seyogianya tidak ada alasan untuk menambahkan biaya promosi, biaya paten, dan ongkos lain, sebagaimana dihadapi obat semua obat baru, ke dalam struktur harga obat generik. Modal obat generik semata-mata harga bahan baku dan ongkos produksi belaka. Agar bisa lebih murah, hanya kedua komponen ini yang perlu ditekan, selain besaran profitnya tentu. Hanya karena tiadanya kontrol atas harga, harga rata-rata obat kita cenderung dipatok sesuka hati. Misal, kebijakan pihak apotek boleh melaba sedikitnya sepertiga dari harga eceran tertinggi (HET). Kalau HET-nya saja dibiarkan sudah dipatok tinggi, bisa jadi paling kurang harga obat di tangan pasien sudah berlipat-lipat kali dari harga modalnya. Seperti itu agaknya yang masih lazim terjadi di kita, sebagaimana di kebanyakan negara berkemSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

bang lain. Sudah tak mampu berobat, kebanyakan pasien papa kita harus memikul harga obat yang tidak murah pula. Maka, selalu saja ada suara agar harga obat kita tidak lagi tertinggi di Asia, bahkan konon tertinggi di dunia. Obat sebagai komoditas khusus Sayangnya, obat tidak serupa dengan nasi goreng atau gado-gado, yang boleh kapan-kapan saja dibeli kalau kantong lagi penuh. Namun, dalam hal obat, mau kantong lagi penuh atau tidak, membeli obat tak mungkin ditunda. Proses penyakit berjalan terus, tak bisa menunggu sampai kantong memungkinkan untuk membeli obat. Kondisi seperti itu yang acap dialami kaum tak mampu. Mungkin mampu membayar dokter, tapi tak mampu membeli obatnya. Tahu saja apa diagnosis penyakitnya dari dokter yang memeriksa, belum mengatasi penyakitnya dari dokter yang memeriksa, belum mengatasi penyakitnya jika tidak dilanjutkan dengan menebus obatnya, atau terpaksa harus menebus resep sebagian. Memang harus diakui, bahan baku obat kita masih bergantung dari luar. Saatnya pemerintah membangun industri kimia dasar, antara lain untuk memampukan diri memproduksi bahan baku obat. Hanya dengan cara demikian harga obat bisa ditekan pada tingkat paling rendah. Efek psikologis obat generik Di hadapan pasien, obat tidak serupa dengan nasi goreng yang sama-sama bikin kenyang dengan cita rasa enak yang kurang lebih sama di lidah. Harus diakui, selain perbedaan biologis dalam hal penyerapan obat yang sama pada orang yang berbeda, sikap dan persepsi pasien terhadap obat juga ikut menentukan optimal tidaknya obat bekerja di dalam tubuh. Ingat efek plasebo (plasebo effect). Air putih bisa berkhasiat tak sama pada orang yang berbeda. Bila yang memberikan seseorang yang pasien anggap orang hebat, air putih bisa berperan sebagai obat. Sebaliknya obat berkhasiat menjadi kurang ampuh bila diberikan oleh orang yang tidak begitu dipercaya pasien. Kasus ihwal orangtua yang anaknya dokter. Tahu bagaimana waktu kecilnya, tak sedikit orangtua yang kurang yakin atas obat yang diberikan oleh anaknya, kendati 27


Info anaknya seorang dokter. Atau kasus begitu kuatnya pengaruh tongkrongan dokter (sehingga ada dokter yang merasa perlu berganti mobil baru saban tahun), ada pasien yang merasa langsung sembuh begitu dipegang dokter. Padahal, alih-alih sudah minum obat, menulis resep pun dokternya belum lakukan. Anak demamnya reda begitu melihat dokter, bagian dari besarnya sugesti ibunya terhadap pamor dokter yang dikunjunginya. Bukti lain bahwa manusia bukan pesawat radio, atau mesin mobil yang selalu memberi hasil yang sama dengan tindakan reparasi yang sama. Jika dokternya judes, obat yang sama, berbeda hasil kesembuhannya dibanding jika diberikan oleh dokter yang ramah. Bukan saja terhadap tampilan dokter, sehingga dulu ada menteri yang melarang dokter memakai celana atau rok jins sewaktu praktik, yang berpotensi mempengaruhi kepercayaan pasien terhadap dokter yang memeriksanya, peran obat pun tidak kecil dalam proses kesembuhan pasien. Sikap pasien terhadap obat generik, salah satunya. Selama pasien mempersepsikan bahwa obat generik tergolong obat kelas dua, selama itu pula selain obat tak selalu sudi dipilih, kalau dipilih pun bisa jadi tidak utuh menyembuhkan. Rasa apriori masyarakat terhadap kurang populernya obat generik yang berlangsung dari mulut ke mulut itulah yang semakin menambah jelek peran obat generik di lahan penyembuhan masyarakat pasien yang ingin disembuhkannya dengan cara lebih efisien. Maka, persepsi bengkok tentang obat generik harus terus menerus dilempangkan pemerintah. Begitu juga ihwal persepsi kaum berpunya, yang ragu bila dokter menulis resep yang menurut ukuran koceknya dinilai kelewat murah. Dalam praktik, dokter sering dihadapkan pada kondisi serba salah. Dokter harus selalu menyetel otaknya untuk menghadapi setiap pasien secara berbeda bukan melulu dalam hal melihat jiwanya, melainkan pula ihwal isi kantongnya. Waktu sekolah dulu saya diajarkan agar selalu menulis resep secara rasional. Artinya, hanya obat yang diperlukan saja yang perlu ditulis. Selain itu perlu pula mempertimbangkan cost-effectiveness obat. Kalau ada pilihan obat yang lebih murah, kenapa menulis yang lebih mahal, misalnya. 28

Namun, dalam praktiknya, tidak semua pasien suka, dan bisa jadi, akan berhasil disembuhkan oleh resep obat yang dinilainya “kok, murah banget�, kendati secara medis obatnya sesungguhnya tokcer betul. *Handrawan Nadesul, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Tulisan ini ada dalam buku Cara Sehat Dr. Handrawan Nadesul – Obat Bisa Salah, Cerdas & Bijak Mengonsumsi Obat, Penerbit Buku Kompas, 2014, halaman 62-68.

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Info 4 Kebiasaan yang Memberi Pengaruh Negatif Pada Pelayanan Kesehatan

R

awat inap bisa jadi merupakan masa yang tidak menyenangkan untuk banyak pasien; mereka harus menahan rasa sakit dan ketidaknyamanan akibat penyakit dan jauh dari lingkungan nyaman mereka di rumah. Tenaga kesehatan seharusnya tidak hanya memperhatikan pelayanan ke pasien mereka, tetapi juga harus memastikan pasien mendapat pengalaman baik di rumah sakit. Berikut beberapa cara yang bisa membuat rawat inap menjadi pengalaman buruk untuk pasien. 1. Membatasi interaksi ke pasien Tenaga kesehatan dikenal sibuk dan hanya memiliki sedikit waktu luang. Karena itulah, mereka mungkin hanya berkomunikasi sebentar dengan pasien. Namun, pasien mungkin merasa sepi atau ingin berbicara dengan orang lain. Khususnya ketika mereka jarang mendapat tamu yang mengunjungi mereka. Selain itu, pasien akan merasa senang jika tenaga kesehatan mau menghabiskan waktu untuk memahami apa yang mereka rasakan dan menyemangati mereka akan situasi yang dihadapi. Di waktu yang sama, ketika sudah ada rasa percaya antara pasien dan perawat atau dokter mereka, mereka akan menjadi lebih terbuka dan mau menceritakan detail penyakit mereka, sehingga tenaga kesehatan bisa lebih memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, berbicara dengan pasien bisa berguna untuk menghilangkan stres, yang terbukti bisa membantu mereka lebih cepat sembuh. 2. Dingin dan tidak bersahabat Ketika berbicara dengan pasien tenaga kesehatan harus terus sadar akan nada dan bahasa tubuh yang mereka gunakan ketika berbicara dengan pasien. Mereka harus sering tersenyum dan melakukan kontak mata dengan demikian pasien akan lebih tertarik untuk mendengarkan mereka. Selain itu, perlu dicatat bahwa bahasa tubuh yang digunakan tenaga kesehatan seringkali menjadi refleksi respek yang diberikan dokter. SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

Dengan demikian, mereka harus selalu menanyakan ke pasien mereka, bagaimana mereka ingin dipanggil. Banyak pasien, terutama pasien muda, lebih senang dipanggil dengan nama depan mereka. 3. Menyisihkan pasien ketika berbicara mengenai penyakit mereka saat mereka ada di tempat yang sama Terkadang, tenaga kesehatan mendiskusikan penyakit pasien di depan mereka. Kondisi ini tidak salah, namun, tenaga kesehatan sebaiknya tidak terlalu berlebihan. Kondisi ini membuat pasien merasa tersisih dan merasa mereka bukan bagian dari pengambilan keputusan terapi. Tenaga kesehatan bisa mencoba berbicara dengan pasien mengenai kondisi mereka di saat dan tepat dan menjelaskan bagaimana pengobatan bisa membantu mereka sembuh. 4. Gegabah ketika memberi terapi Tenaga kesehatan sering kali bergerak cepat dan berada di lingkungan yang cepat berubah. Jika mereka tidak berhati-hati, mereka bisa melakukan kesalahan dalam terapi pasien. Tanda kecil namun vital bisa jadi terlewat, menyebabkan pasien mendapat metode terapi berbeda. Penting bagi tenaga kesehatan untuk membedakan tingkat ketidak nyamanan dan sakit yang dirasakan pasien. Meskipun efisiensi merupakan hal yang berguna dan dibutuhkan, namun pasien juga harus diberi terapi secara manusiawi dan dengan penuh empati. Di luar memberikan terapi medis terbaik ke pasien, tenaga kesehatan juga perlu melihat apakah pasien mereka menikmati masa rawat inap mereka di rumah sakit. Dengan membuat kemajuan pelayanan ke pasien, mereka akan mendapat lebih banyak waktu menyenangkan yang kemudian bisa mempercepat penyembuhan penyakitnya. Sumber: MIMS

29


Etika Kolegial

Efata: Hak Kesehatan Bagi Penyandang Disabilitas Oleh: dr. Fushen, M.H.,M.M., FISQua*

Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!�, artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata. (Markus 7:31-37)

30

K

ita mungkin saat ini tenggelam dalam era JKN dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang senantiasa berubah. Namun, masihkah kita menyadari bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang hingga saat ini belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak? Sejak negara Indonesia didirikan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan UUD 1945 sebagai dasar negara menyatakan dengan jelas bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan bangsa, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya negara Indonesia memiliki keinginan luhur untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakatnya, termasuk dalam bidang kesehatan. Pada perjalanannya pemerintah telah berusaha menerbitkan payung hukum dan program-program bagi penyandang disabilitas melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas. SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Etika Kolegial Kenyataannya kita masih dapat menjumpai adanya hal-hal yang dapat dikategorikan diskriminasi, kekerasan, dan layanan terhadap penyandang disabilitas yang tidak optimal. Misalnya adanya anak penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan, kekerasan yang terjadi pada penyandang disabilitas baik dari keluarga maupun orang sekitar, sarana dan prasarana umum yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memberikan fasilitas yang layak bagi penyandang disabilitas. Mari kita bayangkan bila kita menjadi penyandang disabilitas atau pengantar penyandang disabilitas ke klinik atau rumah sakit. Apakah kita memiliki akses yang mudah? Apakah kita dapat menyampaikan permasalahan kita dengan baik? Apakah kita merasa dimengerti dan dilayani dengan baik? Hal sebaliknya juga dapat kita jadikan bahan refleksi. Bila kita menjadi tenaga kesehatan yang bekerja di klinik atau rumah sakit, apakah kita sudah berperan untuk menciptakan akses yang baik bagi penyandang disabilitas? Apakah kita dapat mengerti permasalahan penyandang disabilitas dengan baik? Apakah kita telah memberikan pelayanan yang terbaik bagi mereka? Usaha pemerintah sebagai regulator tidak akan terwujud dengan optimal tanpa ada peran yang baik dari pelaksana di masyarakat. Mungkin secara bisnis usaha pelayanan dan perbaikan fasilitas bagi penyandang disabilitas tidak memberikan nilai ekonomi yang menguntungkan. Namun, sebagai tenaga kesehatan dan pengikut Kristus apakah kita telah mencerminkan kasihNya kepada setiap orang? Berkaca dari kisah Markus 7:31-37 kita dapat melihat bagaimana Tuhan Yesus memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas. Ia memisahkan penyandang disabilitas dari orang banyak dan menyembuhkannya. Yesus memisahkan bukan dalam arti mengisolasi atau mengucilkan penyandang disabilitas melainkan Ia memberikan waktu dan perhatian khusus bagi orang tersebut. Maukah kita memberikan waktu dan perhatian khusus pada penyandang disabilitas? Setelah menyembuhkan orang tersebut, Yesus SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

berpesan supaya hal tersebut tidak diceritakan kepada siapapun. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya mereka memberitakannya dengan luas. Jika kita memberikan perhatian dan pelayanan bagi penyandang disabilitas hendaknya kita juga mengingat bahwa pelayanan tersebut bukan untuk dipublikasikan sebagai bentuk pemasaran bagi instansi kita. Hendaklah kita melakukannya karena kasih-Nya bagi setiap orang, bukan untuk mencari keuntungan duniawi. Tulisan ini hanya mengulik sedikit lapisan terluar dari permasalahan pada penyandang disabilitas. Masih banyak permasalahan lainnya seperti kurangnya data terkait penyandang disablitas, belum adanya koordinasi dan pelayanan terpadu di tengah masyarakat, belum adanya penegakan aturan dan insentif terkait layanan bagi penyandang disabilitas. Kalau Tuhan Yesus mengasihi setiap orang termasuk penyandang disabilitas, peran apakah yang Ia berikan untuk kita terkait hal tersebut? *dr. Fushen, bekerja di RS UKRIDA/ Akademi Kesehatan SWAKARSA

31


Laporan Dari Sydenham 2 International Conference:

Fokus kepada Injil Kristus Oleh: dr. Priska Gunadi

P

ada bulan Oktober 2018, saya berkesempatan mengikuti Sydenham 2 International Conference di London, Inggris. Konferensi ini bertujuan untuk memperlengkapi dokter-dokter junior dengan Kepemimpinan Kristen dalam melayani mahasiswa-mahasiswa medis di negaranya masing-masing. Acara ini diikuti oleh 9 dokter dari 8 negara, yaitu Jerman, Belanda, Gambia, Mesir, Albania, Ukraina, Botswana, dan Indonesia. Konferensi Sydenham yang pertama diadakan tahun 2016. Konferensi Sydenham kali ini membahas kitab 2 Timotius. Setiap hari acara dimulai dengan pembelajaran kitab 2 Timotius yang dibawakan oleh 3 pembicara yang berbeda. Kami mempelajari nasihat-nasihat Paulus kepada Timotius dalam 2 Timotius 1 untuk mengobarkan karunia Allah yang dimiliki, mempersiapkan diri menghadapi penderitaan, terus berpegang pada ajaran yang sehat, dan memelihara harta indah yang telah dipercayakan Allah dengan setia. Melalui 2 Timotius 2, kami diajarkan untuk menjadi kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus, yaitu dengan tetap fokus kepada Injil Kristus sebagai prioritas utama sambil memandang ke depan ke-

32

pada penghargaan mulia yang akan diterima dari Allah, meskipun masih dalam penderitaan. Kami diingatkan untuk meneruskannya kepada sesama, menjauhi ajaran-ajaran sesat, and mendalami ajaran-ajaran yang benar. Selain itu, kami belajar melalui 2 Timotius 3 untuk siap menghadapi oposisi, mencari orang untuk kami ikuti (ayat 10), serta melihat, membuka, dan membagikan hidup kepada orang-orang di sekitar kita, sambil membenamkan diri kita di dalam Firman Tuhan. Terakhir, kami belajar mengenai tantangan Paulus kepada Timotius dalam 2 Timotius 4 untuk menjadi hamba kebenaran dimana membagikan injil adalah pekerjaan seumur hidup yang terus dikerjakan setiap hari. Salah satu sesi lain adalah kepemimpinan Kristen yang dibawakan oleh dr. Peter Saunders, CEO dari Christian Medical Fellowship (CMF). Dalam sesi ini kami belajar mengenai kualifikasi seorang pemimpin Kristen yaitu Faithful, Available, Teachable (FAT). Kami juga belajar mengenai model kepemimpinan Yesus dan tokoh-tokoh Alkitab lain. Pemimpin yang baik menghasilkan pemimpin-pemimpin lain dan seorang pemimpin harus selektif dalam pekerjaannya. Artinya, SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Laporan sebagai pemimpin, kita mengerjakan pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan oleh kita dan mendelegasikan sisanya (yang mampu dilakukan oleh orang lain). Salah satu prinsip baik yang saya pelajari adalah “You cannot meet the need but you can show the need to be met”. Artinya: anda tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut tapi anda dapat menunjukkannya kepada orang lain supaya kebutuhan tersebut terpenuhi. Kami juga diingatkan akan pentingnya followership, mengembangkan self-discipline, mempraktekkan kesabaran, mencari accountability friend, serta mengetahui kekuatan dan karunia-karunia kita yang dari Allah. Dalam sebuah sesi, kami belajar mengenai Advocacy dimana kami diajarkan tentang Christian World View dan Secular World View, terutama terkait isu-isu medis. Kami belajar dari tim Advocacy CMF yang selama ini mempromosikan nilainilai Kristus dalam isu-isu terkait kesehatan dan kekristenan kepada anggota-anggota CMF, para pembuat kebijakan, dan gereja. Hari pertama kami ditutup dengan sharing dan saling mendoakan antar peserta Sydenham. Selanjutnya, hari kedua membukakan kami terhadap masalah-masalah etika Kristen medis, diantaranya mengenai isu awal mula kehidupan (aborsi) dan akhir dari kehidupan (assisted suicide) oleh dr. John Wyatt. Pada hari itu, kami juga belajar bagaimana memimpin Bible study dan kelompok doa maupun tentang pemuridan dan personal growth. Sepanjang hari ke-4, kami belajar intensif mengenai penginjilan lewat kursus Confident Christianity yang dibawakan oleh dr. Peter Saunders. Kemudian, pada hari terakhir konferensi Sydenham kami belajar mengenai Global health and mission dan Whole person medicine. Selain sesi-sesi di atas, pada hari ketiga konferensi kami diikutsertakan dalam tur Christian Heritage London. Melalui tur ini kami diperkenalkan pada sejarah kekristenan di Inggris, terutama London, dengan mengunjungi beberapa gereja, misalnya St. Paul’s Cathedral, katedral terbesar di London. Kami juga belajar mengenai tokoh-tokoh penting dalam sejarah kekristenan di Inggris, seperti George Whitefield, John Newton, William Wilberforce, Willian Tyndale, Hugh Latimer, John Wesley. Kami juga mendapat kesempatan bertamu SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

ke rumah salah satu anggota CMF untuk makan malam, sharing, dan saling mendoakan. Saya sangat mensyukuri konferensi ini memberi kami banyak kesempatan sharing dan diskusi dengan peserta lain untuk belajar dari pengalaman mereka, terutama kondisi kekristenan dan pelayanan medis Kristen di negara mereka. Melalui berbagai sharing tersebut, saya bersyukur melihat bagaimana Allah bekerja secara luar biasa di berbagai negara dan bagaimana Allah memakai umat-Nya dalam pekerjaan-Nya di negara-negara tersebut. Seusai konferensi Sydenham, kami semua diundang bergabung dalam Junior Doctors’ Conference yang merupakan kamp medis bagi alumni-alumni muda, yaitu mereka yang baru lulus hingga yang sedang residensi maupun sudah menjadi dokter spesialis. Kamp ini berlangsung selama 3 hari 2 malam di Hothorpe Hall, Leicester. Melalui kamp ini kami belajar dari kitab Ester melalui sesi pembelajaran Kitab setiap pagi dan beberapa sesi kapita selekta yang meliputi 10 topik, diantaranya penginjilan, menghadapi kegagalan, isu-isu etika medis, melayani tanpa tenggelam, dan penyembuhan melalui mujizat. Pada kesempatan ini, kami juga bertemu dengan dokter dan dokter gigi dari negara-negara Eropa Barat yang merupakan bagian dari International Christian Medical and Dentist Association (ICMDA) Western Europe yang menggabungkan kamp mereka dengan kamp yang diadakan oleh CMF tersebut. Pengalaman mengikuti konferensi Sydenham ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Melaluinya, saya banyak belajar dan diingatkan kembali akan hal-hal yang selama ini belum saya lakukan – dalam pelayanan maupun pekerjaan – sebagai seorang Kristen, khususnya sebagai seorang Kristen yang berprofesi sebagai tenaga medis. Saya ingat berulang kali – sepanjang konferensi – ditanya oleh staf CMF apakah yang paling saya nikmati dalam konferensi tersebut. Pertanyaan tersebut membuat saya berpikir apa yang harus saya lakukan sepulang ke Indonesia demi mempraktekkan pengajaran yang saya terima serta membagikannya kepada orang lain, terutama kepada mahasiswa maupun alumni yang saya layani. Soli Deo Gloria 33


Dari Suku ke Suku Buol, Menyelesaikan Pekerjaan Bersama-sama 3. Golongan yang hubungan kerabat dengan raja sudah jauh (tan wanon) 4. Golongan masyarakat (taupat) 5. Golongan budak, yaitu orang yang melanggar adat atau kalah perang

S

uku Buol merupakan etnis bangsa yang terdapat di kabupaten Toli-Toli provinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan masyarakat Buol tersebar di beberapa kecamatan seperti di Biau, Bunobugu, Paleleh dan Momunu, sebagian kecil tersebar ke daerah dekat wilayah Gorontalo. Bahasa yang digunakan Suku Buol adalah bahasa Buol. Bahasa tersebut masih berkerabat dengan bahasa Toli-Toli dan mirip dengan bahasa Gorontalo. Karena terdapat kemiripan bahasa antara Buol dengan Gorontalo, suku Buol sering dianggap sebagai sub-suku Gorontalo. Ditinggalkan Dahulu, di wilayah suku Buol terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Buol. Sehingga diperkirakan bahwa orang Buol merupakan keturunan orang-orang dari Kerajaan Buol. Sistem penggolongan dalam masyarakat suku Buol juga memperkuat dugaan asal usul mereka seperti dibawah ini: 1. Golongan keluarga raja (tan poyoduiya) 2. Golongan bangsawan yang masih mempunyai hubungan kerabat dekat dengan raja (tan wayu)

34

Pada masa kerajaan setiap golongan dapat dibedakan dengan atribut pakaiannya. Hingga agama Islam masuk sistem penggolongan masyarakat sudah banyak ditinggalkan. Dan saat ini, sistem penggolongan masyarakat suku Buol lebih didasarkan pada status tingkat pendidikan. Saat ini mayoritas masyarakat suku Buol menganut agama Islam dan merupakan penganut Islam yang taat. Ajaran agama Islam berpengaruh kuat dalam kehidupan mereka. Tetapi unsur-unsur kepercayaan sebelumnya juga masih melekat dalam kehidupan masyarakat Buol, contohnya masih percaya bahwa alam gaib berpengaruh dalam kehidupan dan hasil panen mereka. Mereka takut pada tempat-tempat keramat dan sering mencari bantuan dukun untuk mengobati anggota mereka yang sakit atau mengusir roh-roh jahat. Sistem Pemerintahan Dalam masyarakat Buol terdapat sistem pemerintahan tersendiri, yaitu: 1. Ta Bwulrigan (orang yang diusung), Seseorang yang diangkat menjadi kepala pemerintahan adat beserta pembantunya untuk mengurus urusan-urusan pemerintahan dan kemasyarakatan. 2. Ta Mogutu Bwu Bwulrigon (pembuat usungan) Pembuat peraturan adat (pengambil keputusan sekaligus memilih kepala pemerintahan). 3. Ta Momomayungo Bwu Bwulrigon (orang yang memayungi usungan), Pengayom masyarakat SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


dan penegak hukum adat/ pemangku adat yang disebut hukum Duiyano Butako. 4. Ta Momulrigo Bwu Bwulrigon (pengusung usungan), Yang memastikan seluruh masyarakat adat untuk taat dan patuh terhadap hukum adat. Mopalus Sebagian besar masyarakat suku Buol bertani dan berladang. Selain itu mereka juga menanam kelapa dan cengkeh, mangumpulkan rotan, damar, kayu manis, dan gula merah. Sedangkan masyarakat Buol yang tinggal di daerah pesisir merupakan nelayan. Profesi lain adalah pedagang, guru dan lain-lain. Mopalus merupakan suatu tradisi berupa kegiatan menyelesaikan suatu pekerjaan secara bersama-sama atau dalam bahasa Indonesianya adalah gotong royong. Mopalus biasa dilakukan suku Buol pada saat mengolah lahan perkebunan ataupun persawahan, mulai dari mempersiapkan lahan sampai memanen hasil. Selain itu mopalus juga dilakukan pada saat ada warga yang membutuhkan pertolongan. Pertolongan tersebut dapat berupa membangun atau SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

memperbaiki rumah, membuat atau memperbaiki saluran air dan jalan, persiapan pesta perkawinan atau syukuran. Potensi untuk dikembangkan Kalau kita ke Buol dan melewati jalan kabupaten, tampak Buol itu dikelilingi oleh pesisir pantai dan gunung yang membuat kota menjadi lebih indah. Ya, sektor pariwisata punya potensi untuk dikembangkan, walaupun masih harus didukung dengan sarana transportasi yang memadai. Masyarakat Buol juga mempunyai makanan khas, berupa: Tumbang (sagu), Boid (jepa), Ambal, dan Tombouat. Tumbang yang merupakan bahan dasar makanan khas orang Buol itu, adalah tepung atau olahan yang diperoleh dari batang rumbia atau pohon sagu. Sumber: Profil Suku-suku Terabaikan di Indonesia, IPN, 2017/*tnp

35


Teropong Doa TUHAN mengharapkan supaya setiap orang Kristen mementingkan doa dan selalu berdoa. “Pekerjaan seorang penjahit ialah membuat pakaian; pekerjaan seorang tukang sepatu ialah membuat sepatu; pekerjaan seorang Kristen ialah berdoa.� - Martin Luther Yuk! Berdoa. POKOK DOA MEDAN 1. Bersyukur untuk penyertaan dan pertolongan Tuhan dalam pengerjaan pelayanan selama tahun 2018 ini, berdoa kiranya pelayanan PMdK Medan dapat menjadi berkat bagi banyak alumni/coass di Medan dan sekitarnya 2. Doakan untuk rencana kegiatan PMdK tahun depan, baik dalam pembinaan, misi maupun pengembangan agar dipersiapakn dengan baik dan dapat memberi dampak bagi pelayanan kesehatan di kota Medan 3. Doakan agar pengurus mampu memanajemen diri dengan baik (dalam studi, keluarga dan lain-lain) dan memiliki pertumbuhan dalam spiritualitas serta memiliki kesatuan hati pengerjaan pelayanan ini 4. Doakan untuk pendampingan PMdK dalam pelaksanaan KMdN Alumni 2019 agar bisa bekerjasama dengan panitia untuk mempersiapakan pelayanan tersebut 5. Berdoa untuk Panitia KMdN Alumni agar memiliki kesatuan hati dalam mempersiapkan Kamp Alumni 2019. Berdoa untuk pencarian dana dan juga penyelesaian materi acara, agar bisa dikerjakan dengan maksimal

POKOK DOA SEMARANG (PMK FK UNDIP) 1. Doakan untuk proses regenerasi pengurus PMK. Semoga dapat mengerti apa kehendak Allah untuk dikerjakan, dan boleh taat mengerjakan dalam sukacita

36

2. Doakan untuk rangkaian evaluasi, rapat praraker dan raker, kiranya dapat membawa semua pelayanan setahun yang lalu dalam terang kasih Allah dan diberi hikmat untuk program-program tahun depan 3. Doakan untuk rangkaian ujian mulai dari S1 sampai koas. Kiranya dalam segala prosesnya MKFK tetap mengandalkan Allah dan memuji Tuhan untuk setiap hasilnya 4. Doakan semua KTB agar terus bertumbuh dalam kasih dan kebenaran pengenalan akan Tuhan 5. Doakan untuk pembentukan PMdK Semarang, kiranya Allah mempertemukan alumni yang terbeban untuk mengerjakan pelayanan ini 6. Doakan proses pembuatan buku panduan AKTB, pengurus dan Associate Staf Medis, supaya cepat final dan bisa dipakai untuk kemuliaan Tuhan semata

POKOK DOA YOGYAKARTA 1. Doakan untuk teman-teman alumni PMK yang akan memilih wahana internship bulan februari 2019. Doakan untuk bisa menangkap pimpinan Tuhan kemana harus memilih wahana 2. Doakan untuk teman-teman PMK yang sedang menjalani koas, semoga Tuhan selalu menjaga relasinya dengan Allah 3. Doakan untuk PA Alumni Medis Yogyakarta yang sudah berjalan. Kiranya Tuhan memakai lebih lagi untuk memperlengkapi alumni medis 4. Doakan untuk teman PMK yang akan menghadiri acara PMK Joglosemarto 15-16

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Teropong Doa Desember 2018 di Solo. Kiranya Tuhan mencukupkan segala kebutuhan dan memberkati acara yang berlangsung 5. Doakan untuk teman alumni yang sedang menggumulkan pekerjaan atau studi lanjut, kiranya Tuhan selalu menuntun dan memberi kepekaan akan tuntunan Tuhan

POKOK DOA CMF BALI 1. Doakan untuk salah seorang anggota CMF Bali (Stacia Manggala) yang akan mengikuti Sydenham’s Conference pada bulan Februari 2019 2. Doakan untuk anggota CMF Bali angkatan 2013 yang akan mengikuti UKMPPD di tahun 2019 3. Doakan untuk program pelayanan Community Development di Tabanan agar dapat terus berjalan dan memberi dampak 4. Doakan untuk pelayanan CMF Bali di dalam menjangkau kampus, serta menyesuaikan pelayanan CMF Bali dengan sistem perkuliahan yang baru

Doa syafaat adalah pelayanan yang besar namun tersembunyi, yang dapat kita berikan kepada orang lain.

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

37


Humoria Di Dada Seorang pria menemui dokter untuk pemeriksaan rutin. Dokter itu seorang wanita yang masih muda dan cantik. Dokter meletakkan tangannya di punggung si pria dan memintanya mengatakan “delapan puluh delapan.” “Delapan puluh delapan,” ujarnya “Bagus. Sekarang saya akan meletakkan tangan di tenggorokan Anda, dan katakan sekali lagi.” “Delapaaan puluuuh delapaaaan.” “Baik.Sekarang saya akan meletakkan tangan di dada Anda, dan katakan delapan puluh delapan.” “Satu, dua, tiga, empat, lima..”

Penyuluhan Kesehatan Seorang dokter dari kota melakukan penyuluhan kesehatan di suatu desa. Kepada penduduk desa yang sudah berkumpul di halaman puskesmas, dokter itu berkata, “Menjaga kesehatan diri sendiri dimulai dari bagaimana menjaga kesehatan mulut.” Lalu dokter itu menoleh ke sekumpulan bapakbapak. “Saya ingin tahu, seberapa sering bapakbapak menggosok gigi?” Bapak 1 : “Kalo saya sih cukup sekali sehari, Dok!” (agak malu-malu) Bapak 2 : “Payah! Saya 3 kali sehari.” Dokter : “Bagaimana perhitungannya?” Bapak 2 : “Pagi hari setelah sarapan, siang hari setelah makan siang dan malam hari sebelum tidur.” Bapak 3 : “Begitu saja sombong....saya saja 12 kali sehari!” Dokter : “Wah....itu bagaimana ‘ngitungnya?” Bapak 3 : “Januari, Februari, Maret, April, ....” 38

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Humoria Terbalik Dokter sedang melihat hasil tes darah rutin saya. Lalu mengecek tekanan darah saya. “Apakah Anda berangkat terburu-buru pagi ini?” tanyanya. Merasa ada yang salah, saya menjawab, “Nggak, kok. Kan saya duduk di ruang tunggu dengan sangat santai sambil membaca. Kenapa? Apakah tekanan darah saya melebihi normal?” “Tidak,” jawabnya. “Hanya saja bra Anda terbalik.”

Setua Itu Saat saya menjemput istri saya dari kantor suatu sore, saya mendapatkan dia sedang kesal. Ternyata di kantornya sedang banyak masalah, dan rupanya yang paling menjengkelkannya: salah seorang nasabah memanggilnya “Ibu.” “Kalau memanggil orang kira-kira, dong. Saya kan tidak setua itu,” gerutunya. Sepanjang perjalanan pulang omelannya berlanjut, sambil tangannya sesekali mencari saluran radio di tape mobil. Akhirnya saya tanya, “Kamu cari siaran radio apa, sih?” Dia jawab, “Pokoknya yang memutarkan lagu-lagu lama.”

Dari beberapa sumber/*tnp

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

39


Dari Sana-sini 80 Persen Pasien Bohongi Dokter, Ternyata Dokter Juga ‘Bohong’ ke Pasien

Tidak hanya pasien, kebanyakan dokter berbohong ketika membahas prognosis. (Foto: iStock)

K

ebanyakan pasien berbohong kepada dokter ketika mendapat pertanyaan yang sifatnya mengenai kebiasaan atau gaya hidup mereka rutinitas olahraga, pola makan, merokok atau konsumsi alkohol. Penelitian yang dilakukan oleh University of Utah Health mengemukakan beberapa dari mereka berbohong untuk menghidari dihakimi, terlalu malu untuk mengatakan yang sebenarnya atau hanya tidak ingin diceramahi tentang betapa buruk gaya hidup mereka. Menurut penelitian ini, ketika pasien berbohong kepada dokter akan mengakibatkan masalah yang serius. “Jika pasien menahan informasi tentang apa yang mereka makan atau apakah mereka meminum obat, ini akan menimbulkan implikasi yang signifikan terhadap kesehatan mereka. Apalagi ketika pasien mengidap penyakit kronis,” tutur profesor dari Middlesex Community Collage, Andrea Gurmankin Levy, dikutip dari DailyMail. Tapi tahu nggak, ternyata dokter juga pernah berbohong ke pasien mereka. Berdasarkan riset yang dilakukan peneliti Massachusetts General Hospital tahun 2012 silam yang melibatkan kurang lebih 1.900 dokter, kebanyakan mereka

40

berbohong ketika membahas prognosis pasien. Prognosis adalah istilah medis untuk memprediksi hasil kemungkinan penyakit yang melibatkan penjelasan secara rinci. Berdasarkan hasil riset, banyak dokter yang memberikan prediksi terlalu optimistis kepada pasiennya. “Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan dan keinginan pasien mungkin tidak selalu menjadi perhatian pertama dari dokter. Sampai semua dokter mengambil pendekatan yang jujur dan terbuka, maka akan sangat sulit untuk memberlakukan perawatan yang terpusat pada pasien secara lebih luas,” kata Dr Lisa Iezzoni, profesor kedokteran dari Harvard Medical School, dilansir dari Everyday Health, Jumat (10/2/2012). Menurut Liza, pasien yang tidak mendapatkan cerita lengkap tidak mungkin dapat membuat pilihan informasi mengenai tindakan yang terbaik untuk perawatannya. Meskipun sebagian besar dokter yang disurvei berpikir dokter harus benar-benar menceritakan kepada pasien mengenai risiko dan manfaat pengobatan. Namun banyak yang mengakui bahwa tidak selalu mengikuti standar tersebut ketika berhadapan dengan pasiennya. SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Dari Sana-sini Studi: Merokok Jadi Salah Satu Penyebab Kematian Utama

H

al yang menyebabkan kematian paling tinggi di seantero planet bumi bukanlah senjata atau hiu atau bahkan kecelakaan lalu lintas. Dari serangkaian data yang diterbitkan jurnal sains The Lancet, ada empat penyebab kematian paling banyak sebenarnya bisa dicegah. Empat penyebab kematian terbesar itu adalah tekanan darah tinggi, merokok, tingkat gula darah yang tinggi, dan berat badan yang berlebihan. Dari data yang dirangkum oleh ABC, ada sekitar 56 juta orang yang meninggal setiap tahunnya, dan separuh dari kematian tersebut disebabkan oleh empat faktor di atas. Untuk rokok ada 7,1 juta kematian setiap tahunnya. Angka tersebut sama

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

dengan 12 persen dari kematian keseluruhan di dunia. Pada umumnya, penyebab kematian utama bagi pria adalah merokok, tekanan darah tinggi, dan tingkat gula darah tinggi. Sementara bagi perempuan, urutan penyebab kematian adalah tekanan darah tinggi, tingkat gula darah tinggi, dan kelebihan berat badan.

41


Dari Sana-sini Jangan Lakukan 7 Hal Ini kepada Difabel

B

erdasarkan data Perhimpunan Bangsa Bangsa, 15 persen dari total populasi dunia menyandang disabilitas, baik dalam fisik maupun mental. Jumlah itu kurang lebih setara dengan 1,1 miliar jiwa, jika merujuk total penduduk dunia saat ini ada di kisaran angka 7,7 miliar jiwa. Penyandang disabilitas yang hidup berdampingan di masyarakat kerap kali dipandang sebelah mata dan cenderung diremehkan, atas ketidakmampuannya dalam melakukan hal-hal tertentu. Stigma atau asumsi itulah yang kemudian banyak mendasari sifat atau sikap keliru yang dilakukan oleh masyarakat saat berinteraksi dengan kaum difabel. Dilansir dari The Guardian, terdapat tujuh hal yang sebaiknya tidak dilakukan atau dikatakan kepada para penyandang disabilitas saat bertemu dan menjalin interaksi. Pertama, Menyebutnya pemberani. Ucapan ini umumnya diungkapkan ketika seorang disabilitas bepergian atau melakukan suatu hal seorang diri tanpa didampingi orang lain. Misalnya, mereka yang duduk di kursi roda dan menggunakan kendaraan umum seorang diri, atau seorang tunanetra yang berjalan seorang diri bersama tongkatnya. Jangan sekali-kali Anda berkata,

42

“kamu berani sekali ya�. Mengapa? Sebab, ungkapan itu sama halnya dengan Anda mendiskreditkan kemampuan si penyandang disabilitas dan menganggapnya terlalu lemah untuk melakukan segala sesuatu tanpa pendampingan orang lain. Kedua, Gaya bicara “baby talk�. Gaya bicara baby talk ini adalah berbicara secara pelan dan perlahan, terkadang juga ditambah dengan ekspresi wajah dan bahasa tubuh ekstra, dengan maksud agar kalimat yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami oleh lawan bicaranya. Namun, hal ini tidak selayaknya dilakukan kepada mereka yang menyandang tunarungu dan menggunakan alat bantu pendengaran. Tanpa gaya bicara yang demikian pun, mereka sudah bisa memahami apa yang Anda katakan. Kalau pun kalimat yang Anda sampaikan kurang jelas, mereka dapat meminta Anda untuk berbicara lebih jelas, agar dapat diterima dengan lebih baik. Jadi, berhentilah berkomunikasi dengan penyandang tuna rungu dengan menggunakan gaya percakapan baby talk. Ketiga, Bertanya kekurangannya. Jika Anda kerap bertanya kepada seorang penyandang disabilitas tentang kekurangan yang ada pada dirinya, atau mengapa hal itu bisa terjadi, henSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Dari Sana-sini tikanlah. Pertanyaan semacam itu merupakan pertanyaan membosankan dan tidak penting bagi penyandang disabilitas. Mereka akan sangat merasa berterima kasih ketika orang-orang di sekelilingnya menanyakan kebutuhan yang ia perlukan, dibandingkan dengan menanyakan pertanyaan mengenai kekurangannya. Karena sesungguhnya, jika mereka berkenan, tanpa Anda tanyakan pun mereka akan menceritakan dengan senang hati kepada Anda. Keempat, Menganggap semua penyandang disabilitas sama. Menyamakan pandangan terhadap semua penyandang disabilitas adalah sesuatu yang keliru. Hal itu dikarenakan masing-masing dari mereka memiliki kondisi yang berbeda-beda meskipun sama-sama terlihat tidak memiliki kaki atau tidak bisa melihat, dan sebagainya. Sama halnya dengan orang normal yang memiliki anggota tubuh sempurna, meskipun sama-sama normal, namun keadaan masing-masing orang tidak bisa disamakan. Ada yang mengalami obesitas, kurang gizi, kaki tumpuan terkuat berbeda, tidak tahan dingin, takut gelap, dan sebagainya. Jadi, perluas pemahaman Anda mengenai penyandang disabilitas, orang buta tidak selamanya tentang kaca mata hitam dan tongkat kayu rotan. Kelima, Membantu tanpa diminta. Jangan pernah memberi bantuan kepada penyandang disabilitas tanpa mereka minta terlebih dahulu. Niat baik yang Anda miliki bisa menjadi keliru, karena tanpa disadari telah menyinggung perasaan orang lain. Tanpa bantuan Anda, penyandang disabilitas sudah mempunyai pengalaman tersendiri dengan keadaan tubuhnya, dan mereka sudah terbiasa melakukan banyak hal dengan kondisi yang tidak sempurna. Jadi, ketika seseorang yang tidak memiliki tangan akan menyuapkan makanan ke mulutnya, ia bisa melakukannya sendiri, dengan menggunakan jarijari kakinya, misalnya. Lain halnya, ketika mereka meminta secara langsung kepada Anda untuk membantu melakukan sesuatu, itu tidak masalah. Keenam, Memberi saran salah. Hampir mirip dengan poin sebelumnya, memberi saran yang salah juga sejenis dengan memberikan bantuan tanpa diminta. Pada poin ini, bantuan atau saran yang ditawarkan seseorang bisa jadi salah, karena SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

mereka tidak tahu persis bagaimana kondisi si difabel. Misalnya, memesankan taksi untuk seorang tunanetra yang terlihat akan menuju suatu tempat, padahal penyandang tuna daksa itu sedang menuju ke mobilnya dan ia memiliki seorang sopir yang menunggu di area parkir. Atau dalam sebuah perjamuan, menanyakan kebutuhan seorang berkebutuhan khusus kepada teman yang ada di sampingnya, karena menganggap ia tidak bisa berbicara normal, atau memesan menu untuk dirinya sendiri. Padahal hal itu belum tentu benar. Orang yang secara fisik terlihat tidak sempurna, bukan berati cacat dalam hal komunikasi dan sebagainya. Mereka normal layaknya manusia sempurna lainnya, hanya saja mereka hidup dengan cara berbeda bersama keterbatasan yang ada pada dirinya. Ketujuh, Mendefinisikan berdasarkan ketidaksempurnaan. Apa yang terlihat secara fisik tidak bisa menggambarkan keadaan batin dan jiwa seseorang. Ketidaklengkapan fungsi tubuh atau mental yang seseorang miliki, tidak dapat digunakan untuk menilai kepribadian seseorang. Cacat fisik yang ada, bisa saja berbanding terbalik dengan semangat, motivasi, dan inspirasi yang ada di dalam batinnya. Mereka memang tidak dapat melakukan semua hal dengan sempurna, layaknya orang normal. Akan tetapi banyak jalan yang bisa mereka lalui untuk membuat hidup jauh lebih berarti dan tidak menyedihkan seperti apa yang orang lain lihat dari diri mereka. Sumber: www.kompas.com

43


Historia Sikat Gigi, Bermula dari Ranting Kunyah

D

aripada sakit hati, lebih baik sakit gigi. Penggalan lagu dangdut karya Megi Z di atas mungkin menggambarkan betapa tidak enaknya sakit gigi, sampai-sampai disandingkan dengan sakit hati. Sakit gigi memang adalah pengalaman tak menyenangkan. Untuk itu, kesehatan gigi perlu dirawat dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan rajin menyikat gigi. Tapi pernahkah terpikirkan oleh Anda, sebelum sikat gigi ditemukan dengan apa manusia menyikat gigi? Ternyata memperhatikan kebersihan dan kesehatan gigi telah lama dilakukan manusia sejak lama. Bahkan sejak zaman prasejarah. Tongkat Kunyah Salah satu alat paling awal yang digunakan untuk membersikan gigi adalah ranting atau cabang kayu yang dikunyah dan digosokan di dalam mulut. Hal ini telah dilakukan sejak tahun 3.500 Sebelum Masehi (SM). Kebiasaan mengunyah ranting ini mulanya dilakukan oleh masyarakat Babylonia. Ranting ini sering disebut sebagai “tongkat kunyah�. Pada dasarnya, tongkat kunyah adalah ranting kayu dengan ujung berjumpai. Kisah “sikat gigi kuno� ini juga banyak

44

ditemukan dalam literatur China dari tahun 1.600 SM. Dalam literatur-literatur tersebut, digambarkan penggunaan tongkat kunyah yang diambil dari pohon aromatik. Hal ini mungkin ditujukan agar mulut terasa lebih segar dan wangi. Siwak Sedangkan dalam sejarah Islam, tongkat kunyah ini punya tempat tersendiri. Disebut dengan siwak atau miswak, tongkat ini diambil dari tanaman Salvadora persica. Berbagai literatur Islam juga menjelaskan bahwa siwak ini digunakan sebelum beribadah, sebelum bertamu, sebelum dan sesudah melakukan perjalanan, pada hari Jumat, sebelum tidur, dan setelah bangun tidur. Salvadora persica sendiri selama ini dijuluki sebagai pohon sikat gigi. Berbagai tes laboratorium menunjukkan batang dan daun tanaman ini memberikan perlindungan pada gigi. Sekian lama dunia hanya mengenal tongkat kunyah, hingga akhirnya tongkat dengan bulu sikat ditemukan di China. Bisa dikatakan ini merupakan sikat gigi berbulu pertama di dunia. Sikat gigi berbulu pertama diciptakan saat Dinasti Tang, sekitar tahun 619 hingga 907. Saat itu, bulu sikat terbuat dari bulu SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Sikat gigi milik Napoelon Bonaparte, Kaisar Perancis. Terbuat dari perak dan sikatnya berasal dari rambut kuda milik Napoelon. babi musim dingin. Bulu babi ini tumbuh sangat kaku sehingga menghasilkan bahan yang kuat untuk sikat gigi. Sedangkan dalam beberapa dokumentasi tertulis, sejak tahun 1.223 para biksu di China menggunakan sikat yang terbuat dari ekor bulu kuda untuk membersihkan gigi mereka. Meski punya sejarah panjang di China, butuh berabad-abad hingga benda ini sampai di Eropa. Selama itu, orang Eropa membersihkan giginya dengan lap yang direndam dalam garam atau jelaga. Sikat Gigi Modern Sikat gigi berbulu baru sampai di Eropa sekitar abad ke-18. William Addis dari Inggris merupakan penemu sikat gigi modern pertama. Penemuan sikat gigi pertama ini cukup panjang dan berhubungan dengan kehidupan penjara Addis. Sekitar 1780-an, Addis memang dijebloskan ke penjara dengan tuduhan memulai kerusuhan. Mendekam di sel yang gelap, tanpa mengerjakan apapun, dan mulut yang bau membuatnya terinspirasi untuk membuat alat pembersih gigi. Inspirasinya ini datang ketika dia melihat sapu di pojok ruangan. Addis kemudian mengambil tulang dilantai, entah bagaimana, mengebornya dan memasukkan bulu dari sipir. Keluar dari penjara, Addis menghasilkan sejumlah sikat gigi yang terbuat dari bulu kuda dan tulang. Dia mulai menjualnya di jalanan London. Mulai saat itulah, popularitas sikat gigi meningkat. Addis mendirikan perusahaan dan memproduksi sikat gigi modern secara massal pertama. Meski telah SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

diproduksi secara massal, sayangnya hingga 1840an, sikat gigi modern belum pernah dipatenkan. Baru sekitar 1857, paten pertama untuk sikat gigi diajukan oleh H. N Wadsworth. Setelah mengajukan paten, Wadsworth memproduksi sikat gigi seperti di China. Dia menggunakan tulang hewan dan bulu babi. Sikat Gigi Nilon Sekitar tahun 1937, sikat gigi dengan bulu hewan mulai ditinggalkan. Hal ini ditandai dengan dibuatnya sikat gigi berbulu nilon pertama oleh Du Pont Laboratories. Sikat gigi berbulu nilon dianggap lebih higienis dibanding bulu hewan. Selanjutnya, nilon yang lebih lembut dibuat untuk kenyamanan menyikat gigi. Sikat gigi berbahan polimer ini merevolusi sikat gigi yang ada kini. Sikat Gigi Listrik Gaya hidup yang berubah dan ingin segalanya mudah membuat terciptanya sikat gigi listrik. Sikat gigi listrik pertama diciptakan di Swiss pada 1939. Sedangkan pada 1960-an, sikat gigi listrik pertama dijual di Amerika Serikat oleh perusahaan Squibb dengan nama The Broxodent. Teknologi dunia terus berkembang. Tak terkecuali pada teknologi sikat gigi. Kini kita dengan mudah menemukan berbagai variasi sikat gigi. Mulai dari gagang lurus, miring, hingga melengkung. Kepala sikat gigi juga tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk untuk berbagai jenis usia. Tak menutup kemungkinan di masa mendatang, sikat gigi terus berkembang. Sumber: https://sains.kompas.com

45


Antar Kita Anak Perlu Meditasi

M

editasi sejak usia dini dapat menurunkan risiko kematian akbat stroke atau penyakit jantung saat anak beranjak dewasa. Demikian terungkap dari penelitian pada Medical College of Georgia, AS, terhadap 34 murid SD. Setelah bermeditasi selama 20 menit setiap hari dalam jangka waktu tiga bulan, ternyata tekanan darah mereka turun drastis. Tertarik untuk mengajak anak bermeditasi? Lakukanlah silent sitting selama 10 menit di pagi hari bersama anak Anda. Sambil duduk nyaman dan memejamkan mata, arahkan anak untuk membayangkan beberapa hal, seperti taman hijau berudara sejuk. “Anak-anak sekarang punya segudang aktivitas. Peranan istirahat, berdiam diri dan bermeditasi tidak hanya penting untuk kesehatan jasmani mereka, tapi juga rohani,� tutur Lusy, seorang guru kelompok bermain di Jakarta.

46

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Antar Kita

Ganti Huruf Demi Bumi

A

da saja ide para pecinta Bumi. Para mahasiswa dan staf di University of Wisconsin-Green Bay, Amerika Serikat, telah beralih dari huruf Arial ke Century Gothic pada berbagai urusan – termasuk e-mail – demi menghemat konsumsi tinta printer hingga 30%, begitu pula kertas. Awalnya kampus yang memiliki ribuan mahasiswa itu menghabiskan biaya tinta dan toner catridge sekitar ratusan ribu dollas AS. Dengan pengubahan itu, seperti diberitakan Foxnews.com, mereka berharap bisa menghemat hingga 10.000 dollar AS per tahun. Menurut Printer.com, perusahaan yang mengevaluasi penggunaan printer di kampus tersebut, huruf Century Gothic dan Times New Roman paling hemat tinta. SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

Meski demikian, Allan Haley, direktur Monotype Imaging, pengembang Century Gothic, mengatakan bahwa huruf tersebut lebih cocok untuk judul dan headline. Ia tetap menyarankan Arial atau Times New Roman agar tingkat keterbacaan dokumen tetap baik. Lagipula, huruf jenis Century Gothic sebenarnya lebih lebar. Dokumen satu halaman dengan Arial bisa membengkak menjadi dua halaman dengan Century Gothic. Wah, boros kertas dong. Jadi, mana yang paling aman untuk Bumi? Langkah paling hijau, tentu saja, dengan tidak mencetak, jika tidak perlu.

47


Antar Kita Ini Dia, Gudang Ide!

S

uatu hari Anda kehabisan ide untuk membuat presentasi tentang strategi pemasaran yang jitu. Jika tenggat waktu kian mendesak dan inspirasi tak kunjung datang, sambangi situs-situs penyedia sejuta ide, seperti Slideshare (www.slideshare.com), yang menyimpan ribuan presentasi menarik dari berbagai kategori, mulai dari bisnis, keuangan dan teknologi. Para anggota Slideshare yang tersebar di seluruh dunia memamerkan karya presentasi mereka dan dapat diunduh secara gratis. Belajar pula dari para tokoh populer agar presentasi Anda di depat rapat lebih mengesankan. Kunjungi Ted (www.ted.com) yang menyediakan ratusan video presentasi dari berbagai bidang. Selain menampilkan terjemahan dalam banyak bahasa dan menambahkan komentar, Ted juga mengizinkan Anda mengunduh video yang dianggap menarik, secara gratis. Boleh jadi, presentasi mereka akan menginspirasi atau melengkapi materi presentasi Anda. DocStoc pun (www.docstoc.com) tak kalah menarik. Dengan mengusung layanan berbayar, situs itu menyediakan dokumen penting, seperti pidato pembukaan konferensi bisnis, bahkan surat pengunduran diri.

48

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Antar Kita Biar Bagasi Tak Raib Salah satu hal yang menyebalkan saat travelling adalah kehilangan bagasi di pesawat. Alih-alih have fun, seluruh rencana perjalanan bisa berantakan gara-gara koper raib entah ke mana. Biar hal itu tak menimpa Anda, ambil langkah preventif berikut ini : • Cukup bawa koper atau ransel yang bisa masuk kabin untuk perjalanan pendek. Tak ada bagasi berarti tak ada risiko hilang. • Bawa koper yang berwarna atau bermotif unik. Berikan penanda khusus. Pasang kartu berisi nama, alamat, dan nomot telepon. Selipkan juga di dalam koper agar maskapai penerbangan tetap bisa mengindentifikasinya. • Pastikan identifikasi yang ditempelkan petugas check-in pada bagasi sesuai dengan kode bandar udara tujuan. Info kode bandar udara, klik www.airport-data.com. • Pilih penerbangan langsung. Penerbangan transit lebih berisiko menyebabkan bagasi tertinggal atau tertukar.

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

• Saat mengambil bagasi di ban berjalan, tak ada salahnya bertanya kepada orang lain yang kebetulan membawa koper serupa, apakah dia tidak keliru mengambil bagasi.

49


Antar Kita Sedikit demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit Untuk membangun masa depan yang lebih baik, Anda perlu menabung. Berikut adalah lima strategi untuk menumbuhkembangkan kebiasaan tersebut. Lunasi utang. Cara paling cerdas untuk mulai menabung adalah melunasi utang terlebih dahulu. Coba, Anda bayangkan, bila memiliki utang kartu kredit, Anda harus membayar yang sangat tinggi atas tagihan Anda. Alokasikan sejumlah dana berjumlah tetap untuk membayar tagihan setiap bulan. Begitu utang lunas, alihkan dana tersebut menjadi tabungan. Berhemat. Sisihkan uang Anda setiap hari dalam jumlah kecil. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Masukkan uang recehan ke dalam celengan; bawalah bekal makan siang dari rumah; kurangi uang jajan dan beli pulsa. Pada

akhir bulan, Anda akan memiliki sejumlah uang untuk ditabung. Sisihkan uang kaget. Mungkin Anda menerima uang lembur, pengembalian pajak, bonus, atau hasil kerja sampingan? Uang itu bukanlah bagian dari penghasilan tetap Anda – jadi tak ada salahnya, ditabung, kan. Ikuti program di kantor. Jika kantor Anda memiliki program dana pensiun bagi karyawannya, bergabunglah. Banyak orang yang berhenti mengikuti program dana pensiun di kantor mereka karena merasa uang mereka tidak aman. Sebagai alternatif, Anda bisa merancang program dana pensiun sendiri lewat asuransi. Premi yang harus Anda bayar biasanya rendah, dan Anda tidak dapat mengutak-atik uang tersebut sampai batas umur tertentu – jadi tidak ada godaan untuk 50

membelanjakannya. Terkadang bebas pajak pula. Manfaatkan otomatisasi. Sekali pun Anda telah memutuskan untuk menabung, cara terbaik untuk memastikan Anda melakukannya adalah lewat otomatisasi. Tetapkan sistem pembayaran, yang secara otomatis mengatur penggunaan dana Anda untuk berbagai keperluan, seperti dana pensiun, cicilan rumah, investasi pasar modal atau tabungan. Anda takkan merasa kehilangan uang karena sama halnya seperti pembayaran tagihan. Bedanya, tagihan ini untuk kepentingan Anda di masa depan! */tnp, dari berbagai sumber

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Antar Kita dr. Lineus Hewis, dr. Shelly dan dr. Redempta melayani di Retreat God’s Masterpiece di Persekutuan Medis Kristen Pontianak 23-25 November 2018.

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

51


Antar Kita

52

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Antar Kita Segenap redaksi Majalah Samaritan, Pengurus dan Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas Mengucapkan :

Selamat Ulang Tahun DESEMBER 1 drg. Destrin Pantriani 1 dr. Boy A. Sihite, Sp.PK 1 dr. Dessy Adeliana 2 dr. Debora O. Gunawan 2 dr. Naomi Felisia Tika 2 dr. Endang Lukitosar 3 dr. Fiona Amelia 4 dr. Chenny Muljawan, MARS 5 dr. Richardo R Handoko 5 dr. Yonathan Kristiono Gunadi 6 dr. Evaline Pasak 7 dr. Christian Beta Kurniawan 7 dr. Sinthania Karunia MT 8 dr. Desta Nur Erwika Ardini 9 dr. Evan Marulitua Sitorus 9 dr. Arida Sumbayak 9 dr. Dodi Hendradi, SpOG 9 dr. Melva Desintha Sirait 9 dr. Seri Ulina Barus 10 dr. Rianita Keloko 12 dr. Melissa A. Tjahyadi, Sp.A 14 dr. Christi A. Arung Labi 15 dr. Sisca N Siagian, Sp.JP 15 dr. Desmida A. Gultom 16 drg. Cynthia D. Kusnadi 16 dr. Gerry Christian 17 drg. Eveline M. Liman, Sp.KG 17 dr. Lukas D. Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked, M.Sc 17 dr. Viola Irene Winata 17 Ns. Rita Astuti Sormin 18 drg. Bobby Ricardo G 19 drg. Setiawan Kusuma 19 Ns. JD Dian K. Kudadiri 20 dr. Dessy Setiawati 20 dr. Purnama Nugraha, M.Kes SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

20 21 22 22 22 22 22 22 23 23 25 25 26 27 28 28 28 29 29 30 30 30

dr. Gladies Steissy Kembuan dr. Lucky Sarjono Buranda dr. Ade Henka Sinurat dr. Budiani Christina N.M dr. Jeremia Mone drg. Sri Rahayu Soetedja, Sp.Perio, MARS dr. Bagus S.J. Pattiwael drg. Marceliana dr. Merry Anne N.S dr. Natanael Untario Ns. Dorkas N.N. Wulandari dr. Messia P. Raharjo dr. Indah Puspajaya dr. Herfina Y. Nababan Ns. Ratnawati dr. Sapto H. Kriswanto, MARS dr. Christy A. Wulandari dr. Dermaida Simamora drg. Esther R.R. Hutagalung dr. Gloria Tanjung dr. Amanda Jane Pricilla dr. Tony Tatambihe, Sp.OG

JANUARI 2 2 2 3 3 5 6 6 6 7 7 7 7

dr. Artono Isharanto, SpB, SpBTKV dr. Jessy Ansye Caroles dr. Verawaty Simorangkir dr. Daniel Huri dr. Sandra Olivia Frans dr. Dewi Citra Puspita drg. Setiawan Surjawidjaja dr. Yenny Sinambela drg. Melkior Pancasiyanuar drg. Sienny Santoso dr. Yenny Tanoyo dr. Yos Bungalangan dr. Jack Poluan 53


Antar Kita 8 dr. Chandralina Pakpahan 9 dr. Yoan Sara Mose 9 dr. Veradita Sitorus 10 dr. Biliater Sinaga, SpOG 10 dr. Ernest Eugene Gultom 10 dr. Enda Esthy L. Sitepu, IPTU 10 dr. Janeline Rivana Sefty Tengor 10 dr. Jeffrey Wibowo 11 dr. Raissa Vaniana Hartanto 12 dr. Trijanto A. Noegroho, M.Kes, Sp.KK 12 dr. Yohana Elisabeth Gultom 12 dr. Susi 13 dr. Fernando Rumapea, Sp.A, MPH, M.Kes 13 dr. Julfreser Sinurat 13 dr. Mariana Nicolina Sompie, MPH 13 dr. Hery Lenardo Gultom 14 drg. Iiyani Henyda Tarigan 14 dr. Lovina Ria Rumata Pane 15 dr. Sri Sjamsudewi, Sp.Rad 15 dr. Christine V. Sibuea, M.Biomed 15 Frida Ervina D.Sitorus, SKM 16 drg. Noryken Sitorus 16 drg. Kristina Silaban 17 dr. Anti Mangi Mangampa 18 drg. Evawanti Sihotang 18 drg. Debora Herawati Sadrach 20 dr. Astuti. H. Toban 21 drg. Natalia B. L. Soriton 21 Ns. Rhista Christanti S. Putri 22 dr. Heriyannis Homenta, M.Biomed 22 dr. Widodo Raharjo, Sp.PD 23 drg. Eva Lestari Hutapea 23 dr. Nona Notanubun, K.M.Kes 24 drg. Susanti Trisnadi 24 dr. Jahja Zacharia, Sp.A 25 dr. Margaretha Kendenan, Sp.PD 26 dr. Thressia Hendrawan 27 dr. Kristellina S. Tirtamulia, Sp.A 27 dr. Lasmauli Situmorang 27 dr. Irna Indri Keles 27 dr. Kezia Sondang Mukti 30 dr. Herawati Lianto FEBRUARI 1 Ns. Marthalena Siahaan 2 dr. Chandrawati Santoso 54

2 dr. Vera Diane Tombokan 2 dr. Cristian Risky Pirade 3 dr. Andreas Andoko 3 dr. Ellen Roostaty Sianipar, Sp.A 3 dr. Lidya Heryanto, Sp.KJ 3 dr. Helendra Taribuka 4 dr. Prasarita Esti Pudyaningrum 4 dr. Henni Tipka 5 dr. Ermawaty Karo-Karo 5 dr. Eveline Ndraha 6 dr. Ingried Sira 7 dr. Victor Ferdinand Joseph, Sp.JP 8 dr. Bernard T. Ratulangi, Sp.PK 8 dr. Monalisa L. Tobing 8 drg. Eventina Doriska Tambunan 9 dr. Andre Reppi 9 Ns. Rizkia Felisanny Pical 9 dr. Candra Sari Kusumaningrum 9 dr. Vekky Sariowan 10 dr. Erly Rahayu 10 Ns. Ice Hendriani S 10 dr. Anita Ratnawati, SpKFR 10 dr. Ruth Nindya Yessica Tambunan 11 Ns. Fitriany Saragih 11 drg. Missy Mercia 13 dr. Imelda Rosmaida Siagian 13 dr. Westri Elfilia Arthanti, Sp.Rad 13 drg. Linda Nieck 14 dr. Elisa Feriyanti Pakpahan, Sp.JP 15 dr. Lady Margaretha Febriany Sirait 16 dr. Ronald Sitompul 17 dr. Eko Wulandari, Sp.PK 17 drg. Marice Herlina 17 dr. Heri Sutrisno Prijopranoto, Sp.PD 18 dr. Helda Andriany Mangayun 20 dr. Sanggam Sinambela, Sp.JP 21 drg. Lidia Kartika Perangin-Angin 21 drg. Rusmawati Sianturi 22 dr. Kartika Cindy Fibrian 23 dr. Amalia Berhimpon 23 Pdt. drg. Barkah, Sp.KG 23 dr. Kurniawan, M.Sc, Sp.PK 23 dr. Elius T. Butarbutar, Sp.Rad 23 dr. Sisilia Dewanti 24 dr. Tine Tombokan 25 dr. Linda Kartika Sari, Sp.KJ 25 dr. Atmajaya N. Tamba SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Antar Kita 26 26 26 27

Ns. Estefina Makausi dr. Suryana Aruan dr. Atalya Vetta Widarto dr. Marisa Perucana Sinambela

MARET 1 dr. Hendra Ginting 1 dr. Martha Handoko 2 dr. Anugrah Riansari, M.Kes 2 dr. Satria Mula Habonaran Simatupang 2 dr. Elizabeth Thea Rahmani 3 drg. Jenny Megawati, Sp.KGA 3 dr. Nungky Nugroho Wibisono, Sp.OG 5 drg. M. Grace Lumempouw, Sp.Pros 5 dr. Boni Aditia Ginting 5 dr. Stephanie Pangau, MPH 6 dr. Lianda Tamara 7 dr. Togu Johanes 7 dr. Anggiat Silaen 9 dr. Samuel Sih Reka Prawidya 10 dr. Petriana Primiastanti, Sp.PK 11 dr. Erni Gultom, MHSM 11 dr. Menny Sri M. Saragih 11 dr. Indah Maria Adistana 12 Ns. Arny Merylani Kurnia Sinlae 12 dr. Veronica Djunaedi 12 dr. Lusiana Batubara 13 dr. Frans M. Pasaribu 13 Ns. Tisan Meily Runtu 13 drg. Deo Develas 14 dr. Diana Adriani Banunaek 14 dr. Milana W 14 dr. Sigit Kusuma Jati 14 dr. Novian Wibowo, Sp.S 14 Sri Paulina R.U. Kaban, SKM 14 dr. Alva Juan, MPH 15 dr. Cornelia Barbalina Parinussa 15 dr. Masye Kalendesang 15 dr. Grace Duma Mawarni Hutahaean 15 dr. Yeni Marlina Nababan 15 drg. Marisa Thimang 15 Ns. Nurlena 16 dr. Surya Abadi Kristyoadi 17 dr. Andreas Tedi Suryanta Karo-Karo 17 Ns. Luli Hanna Restina Panjaitan 17 dr. Renny Marlina Toreh SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

17 18 18 18 22 22 22 24 24 24 25 26 26 26 26 27 28 29 30 30 30 31

dr. Sorta Rosniuli Sianturi dr. Rachmat Purwata, Sp.KJ dr. Erika Yohana Hutagalung dr. Marlina Butar-Butar dr. Iswahyudi, Sp.B dr. Lenny Senduk drg. Martini Rotua Nainggolan dr. Alsapan Thengkano dr. Mario Marbungaran Hutapea, Sp.M dr. Wieka Budhiwidayanti dr. Stephanie Darda Susilowati dr. Arnold Radjagukguk dr. Roy Maret Tarigan dr. Merki Rundengan, MKM dr. Ritha Mariati Sembiring, M.Ked.K.J dr. Fanny Listiyono dr. Grace Kambey dr. Andy Samuel Saragih dr. Rismauli Veronika P. Aruan dr. Benyamin Sihombing, MPH dr. Thadea Odilia Tandi dr. Carolina Damayanti Marpaung, Sp.Pros

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.� Mazmur 90:12

55


Bahan PA BERTEKUN SAMPAI AKHIR Bacaan: 2 Tawarikh 24: 1-27 Pendahuluan Jika seorang anak melakukan yang terbaik di depan orang tua atau guru, apa ada jaminan bahwa ia akan lakukan yang terbaik juga, di luar pengawasan mereka? Bagaimana agar kita bisa melakukan yang terbaik dan terus setia sekalipun tanpa yang diawasi orang yang kita hormati? Dalam kisah raja Yoas di 2 Taw 24: 1-14, kita melihat bahwa ia melakukan hal yang baik dan menunjukkan kesetiaan pada Allah semasa hidup Yoyada. Selanjutnya kita baca setelah sang imam itu meninggal, raja Yoas melakukan yang jahat di mata Tuhan dengan menyembah berhala bahkan ia membunuh Zakharia anak imam Yoyada yang bermaksud baik dengan menasihati dan memperingatkan dia (2 Taw 24: 15-27). Akibatnya Allah meninggalkan dia dan membiarkan dia mengalami kekalahan dan bahkan ia dibunuh serta tidak dihormati pada waktu dikubur. Apa yang kita bisa pelajari dari catatan sejarah ini?

Pertanyaan penolong untuk observasi dan interpretasi: 1. Hal-hal baik apa yang dilakukan oleh raja Yoas selama hidup imam Yoyada? Menurut Anda, hal mana yang terbaik yang telah ia lakukan? Kenapa?

2. Kira-kira kenapa raja Yoas terus berbuat baik dan setia pada Tuhan selama hidup imam Yoyada? Sebagai informasi ia dibesarkan oleh isteri Yoyada (2 Taw 22:11-12), dan Yoyada 56

yang mengembalikan dia menjadi raja Israel (2 Taw 23). Apakah hal itu berpengaruh pada rasa hormat dia kepada Yoyada?

3. Apa yang membuat raja Yoas berubah menjadi raja yang tidak baik? (17-18). Apa kelemahan Yoas?

4. Apakah ada peran Yoyada yang ia lakukan atau tidak ia lakukan sehingga kurang membentuk raja Yoas menjadi raja yang setia pada Tuhan sepanjang hidupnya? Misal, dengan kehebatannya Yoyada menjadikan Yoas, raja dalam usia 7 tahun, lalu dengan maksud baik ia mengambilkan 2 isteri untuk raja Yoas.

Pertanyaan penerapan: 1. Apa yang bisa kita pelajari dari cerita ini, untuk membangun pribadi yang bisa bertekun sampai akhir hidup kita?

2. Peran apa yang perlu kita lakukan untuk menghasilkan anak-anak yang bisa terus setia melakukan terbaik sekalipun tanpa kehadiran kita?

Catatan penutup: Kita harus selalu mengingat kasih Tuhan Yesus sehingga si jahat tidak akan mampu merampas SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Bahan PA kata-kata Tuhan dari hati kita atau mengosongkan semua yang pernah kita alami bersama Kristus. Kita harus memupuk keyakinan kita dan memahami pentingnya iman kita sehingga kita akan cukup kuat untuk menahan tipu muslihat dosa. Kita juga perlu waspada dalam iman kita sendiri, yang tertanam kuat dalam kebenaran. Kalau tidak, kita mungkin tersesat ketika penjaga spiritual kita — Yoyada-yoyada dalam kehidupan kita, seperti anggota keluarga kita, orangtua, pasangan, kakak-kakak rohani di gereja/di kampus/ di pelayanan, pendeta — tidak ada lagi.

peroleh di masa lalu. Dengan demikian, kita harus bertekun sampai akhir, meskipun godaan apa pun bisa datang dan betapa menggodanya mereka. Hanya dengan itu kita dapat mengatakan kepada Bapa surgawi kita, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman� (2 Tim. 4: 7). Disiapkan oleh: DR.dr.Lydia Pratanu,MS, pada 3 Desember 2018

Lebih jauh lagi, jika godaan datang ketika kita tidak waspada, kita dapat berpaling kepada mereka dengan mudah dan melupakan semua yang telah kita pelajari sebelumnya, terlepas dari seberapa banyak pengetahuan atau pengalaman yang kita

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

57


Pesan natal Bukankah Ia ini Yesus?

“Go, tell it on the mountain, over the hills and everywhere, Go, tell it on the mountain, that Jesus Christ is born …”

L

agu di atas sering menjadi lagu penutup ibadah Natal dengan maksud jemaat pulang dan membagikan berita Injil kepada orang-orang di sekitarnya, seperti yang dilakukan para gembala. “Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka.” (Luk. 2:17-18) Selama 3 bulan terakhir saya banyak meman-

58

faatkan jasa ojek dan taxi on line. Banyak kesempatan untuk berbagi cerita dengan pengendara, mulai dari mendengarkan keluhan-keluhan mereka sampai dengan menuliskan resep untuk anggota keluarga mereka. Dalam beberapa kesempatan, percakapan yang berawal dengan pembicaraan sederhana segera berubah menjadi kesempatan untuk membagikan Injil suka cita. Salah satu percakapan yang menurut saya menarik adalah ketika salah seorang sopir menyampaikan keberatannya dengan pernyataan rekannya bahwa Yesus adalah anak dari Yusuf. Karena menurutnya Yesus, yang dikenalnya sebagai Nabi Isa, adalah benar anak dari Mariam namun tidak memiliki ayah. Ketidaksetujuannya SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Pesan natal pun berlanjut dengan pernyataan bahwa Nabi Isa akan datang kembali di akhir jaman, karena menurutnya nabi yang terakhir sudah datang. Dalam anugerah Tuhan memasuki masa Natal tahun ini, kesempatan itupun datang untuk membagikan kebenaran Firman Tuhan kepada pak supir, bahwa sesungguhnya ketika Mariam dinikahi Yusuf, Mariam sudah dalam kondisi mengandung, sehingga tidak mungkin Yesus adalah anak biologis dari Yusuf (Mat. 1:16, 24-25) dan benar bahwa tidak akan ada nabi lagi yang akan datang di akhir jaman, karena Isa akan datang kembali sebagai Tuhan, Hakim yang adil (2 Tim. 4:8). Lalu kami terlibat dalam berbagi pandangan dari kepercayaan yang berbeda tentang asal usul dari kehamilan Maria, tentang anugerah Allah sebagai satu-satunya jalan keselamatan manusia, tentang kematian dan kebangkitan Yesus, bahkan tentang kedatangan Yesus kedua kalinya. Kami berpisah dan pak supir harus melanjutkan pekerjaannya menjemput pelanggan lain, namun saya bersyukur untuk kesempatan berbagi dengannya dan berdoa kiranya Firman Tuhan yang telah ditaburkan menjadi benih yang tumbuh di tanah yang subur. Sesaat saya diingatkan kembali akan banyaknya pencari kebenaran yang menunggu jawaban dari pertanyan-pertanyaannya dan seringkali kitalah, yang konotasinya “orang awam”, yang diutus Tuhan untuk memuaskan dahaga mereka akan kebenaran. “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” (Roma 10:13-15) Pak Sopir tersebut tidak sendirian. Karena, orang Yahudi saja yang hidup di jaman Yesus di dunia; yang menyaksikan semua perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, juga mempertanyakan kuasa yang dimiliki-Nya dan klaim-Nya akan keilahiSAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018

an-Nya, dengan mengaitkannya dengan asal usul Tuhan Yesus. Kata mereka: “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga?” (Yoh. 6:42). Saya jadi mengandai-andai (mungkin karena terpengaruh dengan berulangnya berita tentang identifikasi para korban bencana alam dan kecelakaan pesawat), bahwa jika mereka hidup pada abad ini, pasti mereka sudah meminta tes DNA dan saya tidak bisa membayangkan hasilnya. Pertanyaan tentang siapa Yesus, kuasa dan kebangkitan-Nya dan kedatangan-Nya kembali akan selalu bergema. Tidak harus dari gunung dan bukit yang jauh, mungkin datang dari sekitar kita, orang-orang yang kita temui sehari-hari. Bukankah kita, yang bahkan se-awam para gembala, yang diutus untuk membagikan kebenaran Firman Tuhan kepada mereka? Bahkan, keluhan seorang bapak, ”Mas…, saya hampir mampus (kosa kata asli yang dipilihnya) di kampung dua bulan yang lalu! …”, dapat menjadi panggilan bagi kita untuk berbagi akan kehidupan kekal dan memberikan kita kesempatan menumpangkan tangan, berdoa bagi penjual mie goreng keliling di komplek perumahan yang kita temui. Selamat Hari Natal para sahabat PMdN, tidak terasa setahun lagi kita lalui, dan kembali kita tiba di penghujung tahun, merayakan Natal dan menyambut Tahun Baru. Tentunya ada banyak pergumulan yang kita telah alami sepanjang tahun, namun saya yakin tidak sedikit pula penghiburan dan penyegaran yang kita terima dari Tuhan. Kiranya kita selalu diingatkan untuk berbagi suka cita Natal, suka cita kehadiran Yesus dalam hidup kita dengan orang-orang yang kita temui. Kiranya kita menjadi utusan, yang walaupun sesederhana para gembala, membuat mereka “heran dengan apa yang kita katakan” tentang Tuhan Yesus yang mengasihi mereka! (dr. Lineus Hewis, Sp.A - PMdN)

59


COVER

60

SAMARITAN | Edisi 3 Tahun 2018


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.