4 minute read

lif E Styl E Mendeteksi Hipertensi dengan Aplikasi e-DESI

Penderita hipertensi kerap tidak menyadari dirinya mengalami penyakit yang bisa memicu kerusakan organ vital seperti otak dan jantung. Agar tidak “terjerumus” ke dalam kerusakan yang fatal itu, Anda bisa mendeteksi dini faktor risiko hipertensi secara mandiri melalui aplikasi e-DESI.

Hipertensi tidak bisa dirasakan, tapi harus diukur. Begitu kata Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Jatim, dr Pranawa SpPD KGH FINASIM.

Advertisement

“Saya pusing, berarti saya hipertensi. Begitu anggapan banyak orang. Bahwa tidak pusing pun bisa hipertensi, karena itu harus diukur (tekanan darahnya), bukan dirasakan,” ujarnya.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/ tenang. Penelitian membuktikan, semakin tinggi tekanan darah seseorang, semakin tinggi pula risiko orang tersebut terkena penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke.

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi hipertensi pada penduduk usia lebih dari 18 tahun mencapai 36,3%.

“Kalau diterjemahkan ke Jawa Timur, diperkirakan ada 11,59 juta orang. Sedang yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebesar 6 juta orang. Sehingga masih ada sekitar 5,6 juta orang yang belum ditemukan. Ini yang disebut missing man,” ujar Kepala Bidang Pelayanan

Kesehatan Dinkes Jatim, dr Ninis Herlina Kiranasari yang mengganggas aplikasi e-DESI.

Padahal sebagaimana dikatakan

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, Dr dr Erwin Astha Triyono SpPD, mengatakan, selama ini hipertensi masih menjadi momok di masyarakat. Masyarakat takut kalau dirinya ketahuan mengidap hipertensi, pasalnya dengan ketahuan berarti dia harus mengonsumsi obat seumur hidup.

Ditegaskan, masyarakat harus mengubah paradigma berpikirnya.

“Jangan takut ketahuan kalau hipertensi. Justru dengan semakin cepat ketahuan, akan semakin cepat ditangani agar tidak sampai menimbulkan komplikasi yang berat,” ujar Erwin.

Berdasarkan konsensus 2020, hipertensi merupakan faktor risiko kerusakan organ vital antara lain otak, jantung, ginjal dan mata, yang berlangsung tanpa gejala klinis.

“Sehingga penderita sering ditemukan dalam kondisi komplikasi berat, yang berakibat kematian. Ini yang disebut silent killer dari hipertensi,” tandasnya.

Karena itu, lewat e-DESI yang berbasis self assessment masyarakat yang berusia 18 tahun ke atas bisa mendeteksi faktor risiko hipertensi secara mandiri. “Kalau dari skor yang didapat terbukti punya kecenderungan hipertensi, akan didorong untuk mengakses layanan kesehatan. Kuncinya, penanganan secara dini, jangan sampai hipertensi ini menggandeng ‘teman-teman’nya yang akan membuat pengobatannya jadi lebih rumit,” ujar Erwin.

Dengan semakin banyak yang mengakses ke layanan kesehatan, diharapkan missing man semakin mengecil. Dan risiko fatal akibat hipertensi bisa diminimalisir.

Pranawa menyebut, mereka yang terkena hipertensi memang harus terus mengonsumsi obat agar tekanan darahnya terkontrol.

“Kalau ada yang menyebut minum obat terus, nanti ginjalnya rusak.

Kerusakan ginjal itu terjadi bukan karena obat, tapi karena komplikasi dari hipertensinya,” tandasnya.

Dia menyarankan mereka yang berusia di atas 18 tahun harus mulai mengukur tekanan darahnya. Kalau normal bisa diulang 3-5 tahun sekali, tapi kalau normal atas harus rutin melakukan tes tekanan darah. Sedang mereka yang berusia di atas 40 tahun harus mulai rutin mengukur tekanan darahnya setahun sekali. Begitu juga yang gemuk batau memiliki saudara yang punya penyakit hipertensi. Sebagai dokter spesialis penyakit dalam, Pranawa mengaku sangat fokus bukan karena hipertensinya, tapi pada akibatnya. Hipertensi bisa merusak organ lain, jantung, ginjal, penglihatan, dan otak. “Penyebab orang cuci darah, 35-37% karena hipertensi. 30% penghuni ruang cuci darah adalah penderita hipertensi. Karena itu deteksi dini hipertensi penting sekali. Jangan berhenti di aplikasi, harus ditindak lanjuti dengan pengukuran tekanan darah. Kalau memang belum kena ya dicegah dengan pola hidup sehat. Kalau kena harus diobati dengan sempurna untuk mencegah supaya tidak jatuh ke cuci darah,” pesan Pranawa.ret

Aplikasi e-DESI

Lalu bagaimana mengakses e-DESI? Dengan mengetik http://dinkes. jatimprov.go.id/e-desi/public/ Anda bisa mulai melakukan deteksi dini faktor risiko hipertensi. Terlebih dulu Anda diminta memasukkan identitas diri, meliputi nama, NIK, usia, nomor HP, RT/RW, kelurahan, kecamatan dan kota/kabupaten tempat tinggal. Selanjutnya ada 15 pertanyaan terkait keluhan yang dirasa yang bisa dijawab hanya dalam 1 menit. Beberapa pertanyaan itu di antaranya apakah ayah atau ibu kandung Anda menderita tekanan darah tinggi, apakah Anda sekarang berusia 50 tahun lebih? Anda biasa makan makanan asin, apakah mengonsumsi buah. Anda cukup menjawab Ya atau Tidak. Setelah terjawab semua, akan muncul skor. Kalau skornya lebih dari 7, Anda punya risiko hipertensi yang selanjutnya akan diberi pilihan faskes

Hilangnya Keseimbangan, Awal Komplikasi Hipertensi

Awal dari semua penyakit komplikasi hipertensi adalah kehilangan keseimbangan. Laman Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan menyebutkan, ketika tekanan darah tinggi naik, maka seseorang akan kesulitan berjalan karena tengkuk, leher, dan punggung akan terasa berat dan pegal. Ini disebabkan oleh kadar kolesterol yang langsung menyerang syaraf keseimbangan. Tidak heran, penderita bisa langsung jatuh secara tidak sadar tiba-tiba.

Hasil penelitian Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menunjukkan, hampir setengah dari kasus serangan jantung disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka panjang akan menyebabkan terbentuknya kerak (plak) yang dapat mempersempit pembuluh darah koroner. Padahal, ketahuilah pembuluh darah koroner merupakan jalur oksigen dan nutrisi darah tinggi dapat meretakkan kerak (plak) di pembuluh darah koroner. Serpihan-serpihan yang terlepas dapat menyumbat aliran darah sehingga terjadilah seran- yang dituju untuk penegakan faktor hipertensi yaitu dilakukan pengukuran tekanan darah atau ke laboratorium. Kalau skor kurang dari 7, misalnya 4 akan muncul pernyataan, “Kondisi Anda sangat bagus tidak mengarah ke hipertensi.” Ini berarti Anda memiliki faktor risiko rendah. Di aplikasi tersebut ada edukasi untuk melakukan gaya hidup CERDIK, yaitu Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Istirahat cukup, Kelola stres. Pertanyaan yang ditampilkan dalam e-DESI meliputi,

1.Apakah ayah atau ibu kandung

Anda menderita tekanan darah tinggi?

2.Apakah saudara sekandung

Anda ada yang menderita tekanan darah tinggi?

3.Apakah Tubuh Anda sekarang gemuk?

4.Apakah Anda sekarang berusia

50 tahun lebih?

5.Apakah Anda selama ini merokok?

6.Apakah Anda selama ini biasa makan makanan yang asin?

7.Apakah Anda selama ini biasa makan makanan yang bersantan?

8.Apakah Anda selama ini biasa makan makanan yang berlemak hewani?

9.Apakah Anda sering merasa sakit kepala?

10.Apakah Anda sering sakit atau kaku di tengkuk?

11.Apakah Anda sedang merasa tertekan di lingkungan kerja atau keluarga?

12.Apakah Anda sering sulit tidur?

13.Apakah Anda melakukan olahraga secara rutin?

14.Apakah Anda setiap hari makan sayur?

15. Apakah Anda biasa makan buah setiap hari?

(energi) bagi jantung. Akibat ada penyempitan, pasokan zat-zat penting (esensial) bagi kehidupan sel-sel jantung jadi terganggu. Pada keadaan tertentu, tekanan gan jantung.

Penderita tekanan darah tinggi berisiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Penyumbatan pembuluh darah diawali dengan stroke. Stroke merupakan gangguan syaraf otot yang dipengaruhi pembuluh darah dan berpusat pada kepala. Biasanya saraf yang ada di otak tidak terkoneksi dengan saraf motorik sehingga tangan yang biasa diserang tidak dapat digerakkan karena aliran darah tidak mengalir pada bagian tubuh tersebut. Bagian terparah dari gangguan pembuluh darah yang disebabkan oleh hipertensi yaitu komplikasi pada ginjal dan jantung. Karena aliran darah yang tidak merata, maka beberapa fungsi organ tubuh akan terkena imbasnya. Gangguan darah turut memengaruhi volume darah yang mengalir ke jantung, jadi jangan heran kalau biasanya penderita hipertensi adalah penderita jantung pula.

This article is from: