2 minute read

Mahkamah Konstitusi Masih Waras

JAKARTA–Anggota Komisi

III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) masih waras dengan putusan menolak permohonan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait perpanjangan masa jabatan presiden.

“Alhamdulillah MK masih waras, saya senang dengar berita itu. Berarti memang artinya MK menyadari bahwa kekuasaan itu memang harus ada pembatasan, kekuasaan itu harus ada pengawasan,” kata Nasir di Gedung DPR RI, Jakarta.

Menurut dia, putusan MK tersebut sudah tepat sehingga dapat mengakhiri pula polemik perpanjangan masa jabatan presiden yang selama ini bergulir di publik.

“Jadi MK sudah dalam posisi yang benar kalau kemudian menolak perpanjangan jabatan presiden tersebut karena konstitusi sudah mengatur, dan karena itu ini menjadi akhir dari polemik atau perbincangan atau perdebatan soal perpanjangan jabatan presiden,” ujarnya.

Nasir pun meyakini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun akan fatsun dengan konstitusi yang mengatur bahwa masa jabatan presiden dibatasi maksimal dua periode. “Saya percaya bahwa Presiden Jokowi juga sudah tahu bahwa itu putusan-nya, meskipun dia belum lihat tapi dia sudah bisa baca bahwa MK pasti memutuskan tidak menerima atau menolak perpanjangan jabatan presiden tersebut,” tuturnya. Ia menilai alasan apa pun tidak dapat dijadikan pembenaran bagi amandemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden.

“Karena memang situasi yang ada itu tidak bisa dijadikan alasan dan tidak ada pembenaran untuk kemudian adanya upaya untuk perpanjangan presiden tersebut,” ucapnya.

Sebelumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa majelis hakim belum memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendirian terkait dengan pengujian Pasal 169 huruf n yang mengatur tentang masa jabatan presiden.

“Mahkamah tidak atau belum memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendiriannya. Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo. Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah konstitusional,” tutur Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan, dipantau di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, dari Jakarta, Selasa. Saldi Isra menjelaskan bahwa Pasal 169 huruf n yang menyatakan bahwa belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dimaksudkan untuk mempertahankan substansi norma Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.(jpc)

Umum PDIP untuk melakukan safari politik, bertemu dengan pimpinan parpol lain. Pertemuan Puan dan Airlangga juga sudah terjadi di kawasan Monumen Nasional (Mo nas) beberapa waktu lalu. Anis menilai, jika koalisi Golkar-PDIP ini diwujudkan, disinyalir duet Airlangga-Puan atau sebaliknya. Keduanya pun memiliki basis pemilih yang besar.

“Pertama, tentu karena mesin partai dengan basis pemilih yang besar dan mengakar.

Kedua, tentu karena pengalaman kontestasi kedua parpol ini terbilang sangat mumpuni dan berpengalaman,” ujar Anis.

Pengamat politik dari Sulawesi Selatan ini mengakui, elektabilitas figur masing-maing parpol belum terkerek, namun baik Golkar maupun PDIP masih memiliki waktu untuk bisa mendongkrak elektabilitas keduanya.

“Golkar-PDIP mestinya segera mengambil sikap politik mengingat pilpres sisa menghitung bulan,” ucap Anis. Ia menyarankan ada sejumlah strategi untuk bisa menaikkan elektabilitas Airlangga dan Puan. Kedua partai besar itu segera merealisasikan koalisi untuk memperkuat narasi politik, jika koalisi sudah terbangun.

“Ketiga, memperkuat barisan pemilih muda dan pemilih perempuan di Pemilu 2024,” tegas Anis. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sempat mengungkapkan, pertemuannya dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dalam rangka menghadapi Pemilu 2024. Namun, pertemuan yang berlangsung di Monas beberapa waktu lalu hanya sebatas safari politik yang dilakukan Puan. Menurut Airlangga membutuhkam kegiatan bersama antar partai politik dalam mengahdapi Pemilu 2024. Karena itu, dirinya bersepakat membentuk KIB bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Membutuhkan kegiatan bersama, dimana kegiatan bersama itu nanti akan kelihatan kerja sama yang baik antar partai politik,” pungkasnya.(jpc)

This article is from: