
5 minute read
Mahalnya Harga Tiket Konser
LAGI dan lagi. Indonesia akan kembali menjadi tuan rumah pecinta aliran musik rock. Band asal London, Coldplay direncanakan akan menggelar konser perdananya dengan bertajuk Coldplay Music of the Spheres World Tour di Stadion Utama Gelora Bung Karno atau SUGBK, Jakarta pada 15 November 2023 mendatang. Kehadirannya tentu dipromotori oleh PK Entertainment dan Third Eye Management. Penggemar di Indonesia sudah tidak sabar menanti kehadirannya. Menurut beberapa media, Indonesia masuk ke dalam empat besar pendengar Coldplay paling banyak sedunia di platform Spotify. Dimana urutan pertamanya London dengan 1.528.735 pendengar. Lalu Mexico dengan 1.446.999 pendengar dan Sao Paulo dengan 1.412.006 pendengar. Sementara, Indonesia mencapai 1.040.763 pendengar tiap bulannya. Luar biasa! Disinilah penggemar mulai mempersiapkan biaya untuk membeli tiket konser. Berdasarkan laman Coldplayinjakarta.com, penjualan tiket bisa dimulai dari tanggal 19 Mei 2023, dengan harga yang beragam, mulai dari tiket termahal ialah Ultimate Experience yang dibanderol seharga Rp11 juta. Sedangkan tiket termurah adalah Cat 8 dipatok dengan hargaRp800.000. Sungguh fantastik. Ternyata mahalnya harga tiket konser Coldplay disebabkan adanya pajak yang harus dibayar oleh penggemar. Berdasarkan aturan Pajak Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan yang berisi bahwa pajak dibebankan oleh pemprov DKI Jakarta untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan atau busana yang berkelas internasional sebesar 15 persen dan layanan 5 persen. Ini yang membuat para penggemar kewalahan untuk membelinya, namun keinginan untuk menontonnya pun lebih besar. Lantas akankah banyak yang membelinya? Kemungkinan besar iya. Karena nampak begitu banyaknya penggemar Coldplay, sehingga mereka akan mengupayakan membeli tiket tersebut. Apalagi sebagian besar penontonnya adalah pemuda, rentang usia antara 17-40 tahun. Hanya saja, darimanakah mereka mendapatkan uang sebanyak itu? Terutama bagi yang berstatus pelajar atau mahasiswa, tentu akan meminta kepada orangtuanya atau menjual barang kesayangannya.
Ya, penggemar akan rela mengeluarkan kocek lebih demi menyaksikan lansung idolanya.
Mulai dari transportasi menuju GBK, membeli makanan dan minuman, ditambah membeli aksesoris khas Coldplay. Ini menunjukkan betapa individu saat begitu hedonisme, serta kehilangan empati kepada sesama manusia. Betapa jelasnya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Hakikatnya menonton konser itu adalah perkara mubah
(boleh), namun perlu memperhatikan hal-hal lainnya, seperti campur baur atau tidak antara laki-laki dan perempuan; membebani orangtua atau tidak, terutama untuk membeli tiketnya dan lain-lain; penting untuk dihadiri ataukah tidak, dan sebagainya. Sebab, bagi individu yang memiliki skala prioritas hidup jelas, tentu akan berpikir ulang untuk hadir.
Citra Salsabila Kuningan-Jabar
Guru Pemilu: Antara Netralitas dan Partisipan
AKHIRAKHIR ini, menjelang pemilu diselenggarakan, beredar surat himbauan di instansi tertentu tentang ikrar bersama dan penandatanganan fakta integritas netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dari beberapa lembaga pemerintahan terkait, dan diantaranya tidak terlepas ASN yang berprofesi sebagai guru. Bahkan, fenomena tersebut beberapa waktu yang lalu, di tempat tertentu juga diedarkan kepada Non ASN contohnya yaitu oleh kades kepada RT/ RW yang ada di bawah kepemimpinannya. Hal di atas menimbulkan pertanyaan apa sih netralitas itu? Apa makna netralitas? Apa sih fungsinya? Buat apa gunanya? Untuk apa netralitas guru? Bolehkah guru sebagai partisipan? Dan berpuluh pertanyaan lainnya pasti datang silih berganti. Sedangkan pada faktanya sekarang ini netral itu sendiri banyak yang hanya di atas kertas saja. Kalau guru sebagai ASN jelas memang sudah dilarang sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, tetapi kalau non ASN? Masalahnya Menteri juga kan non ASN, bisakah terkena aturan netralitas juga? Dirut/ komisaris BUMN juga non ASN, bagaimanakah netralitas pelayanannya?
Jadi sepintas seperti terlihat bahwa aturan itu dibuat untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri. Sepintas juga terkesan bahwa dengan netralitas ini sebagai pembatasan gerak dari para guru yang notabene kadang fungsinya di lingkungan sosial dijadikan sebagai pusat pertimbangan dalam segala hal, termasuk urusan politik didalamnya, dimana yang sudah-sudah juga akhirnya terkesan menjadi abu-abu alias tidak jelas implementasinya.
perundang-undangan.
Batas dua sisi di atas terlihat sangatlah tipis sehingga sering diartikan bahwa guru sebagai ASN memiliki dua baju. Satu baju saat menjadi warga negara dan satu baju lainnya disaat menjadi abdi negara. Ketika memakai baju pertama, seorang guru dapat bertindak bebas sesuai hati nurani dan tuntutan sosial di sekitarnya dimana fungsi partisipan untuk sebuah partai politik akan terlihat dominan. Sedangkan saat memakai baju ASN seorang guru harus patuh terhadap peraturan perudang-undangan dan menjalankan prinsip netralitas tadi. Fenomena netralitas dan partisipan guru sebagai ASN dalam pemilihan umum tampaknya merupakan pembahasan yang selalu eksis dalam setiap pemilihan nasional maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada) selain ASN lainnya. Dan faktanya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat terdapat 1.194 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) pada Pilkada 2020.
Pada dasarnya netralitas adalah salah satu asas yang mengatur penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN. Makna netral sendiri menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) adalah tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak), sedangkan partisipan adalah orang yang ikut berperan serta dalam suatu kegiatan (pertemuan, konferensi, seminar, dsb); pemeran serta. Netralitas ASN merupakan hal yang perlu terus dijaga dan diawasi, agar pemilu dapat berjalan secara jujur dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa dilingkungan birokrasi pemerintahan. Berkaitan dengan pengaturan netralitas ASN dalam pemilu, peraturan perundang-undangan yang mengatur sangat beragam tidak hanya produk hukum yang berkaitan dengan pemilu, tetapi produk hukum yang secara khusus mengatur tentang ASN yang dikeluarkan lembaga kementerian. Delik pelanggaran yang dilakukan ASN sudah diatur dalam peraturan perundangundangan diluar hukum lainnya yang ditindaklanjuti
Pengumuman Penyusunan Analisis
(021) 875-3724
Rumah Sakit Bersalin Tunas Jaya Cibinong (021) 875-2396
Rumah sakit Bina Husada Cibinong (021) 8790-3000
Rumah sakit Ibu dan Anak Trimitra Cibinong (021) 8756-3055
Rumah Bersalin & Klinik Insani Cibinong (021) 875-7567
RS Sentosa Bogor, Kemang (0251)-7541900
RS Ibu dan Anak Juliana, Bogor (0251) 8339593, Fax. (0251)-8339591
RSIA Bunda Suryatni (0251) 7543891,(0251) 754-3892
Klinik Insani Citeureup (021) 879-42723
RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi (021) 8230426
Rs Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo
Cisarua-Bogor (0251) 8253630, 8257663
RS Asysyifaa Leuwiliang (0251) 8641142
RS Vania IGD (0251) 8380613, (0251) 8380601/8380605

RSKIA Sawojajar (0251) 8324371
Kenetralan tersebut akhirnya akan menjadi ambigu dikarenakan guru juga merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk memilih ataupun dipilih sesuai dalam Pasal 43 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan oleh lembaga terkait yaitu oleh Badan pengawas pemilu sebagai salah satu lembaga yang memiliki fungsi pencegahan dan penegakan hukum atas temuan pelanggaran netralitas ASN tersebut. Peran utama ASN telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara yang berbunyi: “Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme”
Sedangkan keterkaitan ASN dalam pemilu menurut Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil larangan ASN yaitu memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah. Istilah netralitas perlu dipahami secara benar oleh guru sebagai ASN dan bisa membedakan dimana dia sebagai seorang partisipan sebuah partai politik. Pada dasarnya, netralitas tidak diatur untuk membelenggu kebebasan guru dalam mewujudkan aspirasi politiknya sehingga fungsi partisipan politiknya tidak terbelenggu. Guru dituntut untuk bisa menjalankan amanahnya sebagai abdi negara yang bekerja semata-mata demi kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan suatu golongan atau partai politik tertentu. Netralitas yang sepantasnya dimiliki oleh tiap guru sebagai bagian dari masyarakat. Tetapi jika ada guru yang tidak mengerti maksud dari netralitas tersebut dan melakukan pelanggaran, disinilah peranan Bawaslu dalam menangani pelanggaran netralitas guru yang berstatus ASN tersbut.