Manifesto Golongan Anarkis Kecil : Tak ada kata damai seusai pemilu! (now playing : Bars Of Death – Tak ada garuda didadaku) Tak terasa dalam hitungan hari, bangsa Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi, sebuah ritual disetiap 5 tahunnya yang dilakukan bangsa ini. Tentunya, pesta ini disambut dengan antusias “rakyat” yang sangat bergelora. Mulai dari penetapan capres dan cawapres hingga masa akhir kampanye tiba. Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa dibalik pesta demokrasi nanti yang akan terjadi, demokrasi bangsa ini malah kehilangan esensinya. Bahkan muncul beragam kecaman dari 300 lebih perguraun tinggi yang mempertanyakan tentang netralitas presiden dan juga menyayangkan keberjalanan sistem demokrasi pada rezim Jokowi ini yang carut marut. Hal ini tentunya menjadi “warning!” bagi pemerintah untuk menjaga marwah demokrasi bangsa ini. Selain itu, beragam problematika muncul sepanjang keberjalanan pesta demokrasi ditahun ini. Mulai dari MK yang meloloskan Gibran maju sebagai cawapres menemai Prabowo dan hal ini sudah dikecam keras oleh rakyat dan akademisi. Karena jelas, Ketua MK yang merupakan paman dari Gibran telah melecehkan demokrasi dengan berpihak kepada keluarganya diatas kepentingan rakyat. Lalu, netralitas presiden dan jajajarannya (red : Menteri) yang perlu dipertanyakan dan perlu diawasi ketat oleh Banwaslu, penggunaan bansos sebagai alat politik yang mana seharusnya bansos adalah salah satu cara cepat untuk mengamalkan pancasila ke 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dan juga sebagai bentuk pengamalan negara sesuai dengan UUD pasal 34. Dan yang baru-baru ini menjadi kontrofersi besar juga bahwa