Globalisasi, Ancaman Ideologis dan Antisipasi Pancasila

Page 1

Seminar Nasional

Pancasila dan UUD 1945 Sebagai Dasar Persatuan Nasional Untuk Merebut Kembali Kedaulatan Nasional Grand Sahid Jaya Hotel, 25 Juni 2012

---------------------------------------------------------------------Globalisasi, Ancaman Ideologis dan Antisipasi Pancasila Oleh: Yudi Latif1 Tetapi kecuali Pancasila adalah satu weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat mempersatu, yang saya yakin seyakin-yakinnya Bangsa Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar Pancasila itu. Dan bukan saja alat mempersatu untuk di atasnya kita letakkan Negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakekatnya satu alat mempersatu dalam perjoangan kita melenyapkan segala penyakit yang telah kita lawan berpuluh-puluh tahun yaitu penyakit terutama sekali, Imperialisme. Perjoangan suatu bangsa, perjoangan melawan imperialisme, perjoangan mencapai kemerdekaan, perjoangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjoangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjoang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mampunyai keperibadian sendiri. Keperibadiaan yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya. (Soekarno, 1958) Di muka Kongres Amerika Serikat, dalam kunjungan pertamanya ke negeri ini (16 Mei-3 Juni 1956), Bung Karno dengan kepercayaan diri yang tinggi berpidato menguraikan Pancasila.Setiap sila disebutkan, hadirin bertepuk riuh diakhiri dengan standing ovation yang panjang. Tampak di sana, betapapun rumusan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri, kandungan nilainya bisa diterima secara universal. Keberanian Bung Karno mengkampanyekan Pancasila pada dunia itu kembali disampaikan dalam pidatonya didepan PBB, 30 September 1960, yang berjudul “To Build the World Anew”. Ia menyangkal pendapat seorang filosof Inggris, Bertrand Russel, yang membagi dunia ke dalam dua poros ideologis. “Maafkan, Lord Russell. Saya kira tuan melupakan adanya lebih daripada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence.” Selanjutnya ia katakan bahwa Indonesia tidak dipimpin oleh kedua paham itu; tidak mengikuti konsep liberal maupun komunis. “Dari pengalaman kami sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih sesuai, sesuatu yang jauh lebih cocok.” Lantas ia simpulkan, “Sesuatu itu kami namakan Pancasila. Gagasan-gagasan dan citacita itu, sudah terkandung dalam bangsa kami.Telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun 1 Ketua Pusat Studi Pancasila, Universitas Pancasila dan Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK-Indonesia) ~ 1~


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.