RISET RPTRA "Ketika Keramahan dan Kenyamanan Bersinergi"

Page 1

Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita� Universitas Kristen Petra

RUANG TERBUKA PUBLIK RAMAH ANAK DI PEDESTRIAN KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA : KETIKA KERAMAHAN DAN KENYAMANAN BERSINERGI 1

Vika, Maria, 2Pidianku, Gilang dan 3Savina, Angela Mahasiswa Program Sarjana (S1), Fakultas Teknik, Program Studi Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta Email: mariavikaa@gmail.com ABSTRAKSI Pedestrian kawasan Malioboro merupakan suatu ruang publik ikonik di Kota Yogyakarta yang dari dulu hingga sekarang selalu diminati oleh banyak wisatawan. Selain karena unik dan bersejarah, kawasan Malioboro ini menjadi pusat terjadinya banyak kegiatan sosial dan berkaitan dengan aktivitas masyarakat. Ramainya pengunjung yang datang nampaknya tidak dapat terlepas dari keikutsertaan anak-anak sebagai salah satu penyusun elemen sosial pada masyarakat tersebut. Hal ini cukup menarik dan penting untuk dikaitkan serta diadopsi dalam desain perancangan kota, khususnya penataan yang serius pada kawasan ini agar tetap nyaman dan aman untuk dikunjungi sehingga dapat dijadikan parameter dan memberikan dampak positif bagi ruang publik yang ramah anak bagi keberlanjutan kota. Di bawah naungan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, konon kawasan Malioboro merupakan sebuah situs sejarah Jawa, yang kemudian dialihfungsikan menjadi sebuah kawasan perdagangan, yang saat itu kurang tertata dalam segi penataannya. Terutama, bila dilihat dari sudut pandang para pengguna jalan, apakah kawasan tersebut sudah nyaman dan ramah bila digunakan. Mengingat Malioboro adalah suatu kawasan pariwisata yang mengutamakan para pejalan kaki sebagai pengguna utama dari kawasan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pedestrian kawasan Malioboro bermetamorfosis menjadi suatu open space yang lebih ramah, nyaman dan tertata. Tentunya, dengan memikirkan berbagai aspek sosial, arsitektural, psikologis dan kesehatan yang ramah, nyaman, dan sesuai dengan kaidah serta aturan yang layak guna terutama untuk anak-anak. Kaum wisatawan, kini dapat merasakan kenyamanan baru yang ditawarkan pada pedestrian kawasan Malioboro. Hal ini sangat layak untuk diapresiasikan meskipun masih banyak hal yang harus dibenahi dalam upaya pembangunan sarana dan prasarana pada pedestrian kawasan Malioboro. Untuk itu fokus akan lebih ditekankan kepada kawasan pedestrian yang juga akan dibagi ke dalam tiga sekuen (Malioboro dulu, Malioboro sekarang, dan Malioboro sekarang yang ramah anak). Kata kunci: ramah anak, pedestrian, Malioboro PENDAHULUAN Berbicara tentang Kota Yogyakarta tentu tidak bisa terlepas dari Malioboro. Selain karena bersejarah, Malioboro juga dikenal sebagai kawasan pariwisata dan terkenal karena fasilitas publiknya. Terletak membentang di pusat Kota Jogja, banyak objek-objek penting yang terdapat di kawasan tersebut. Banyak orang memenuhi kawasan ini setiap harinya, baik masyarakat lokal Kota Yogyakarta, wisatawan domestik hingga mancanegara. Mereka yang berkumpul berasal dari berbagai golongan, usia, dan dengan tujuan yang bermacam-macam. Untuk itu, pemerintah terus memberikan perhatian lebih kepada kawasan Malioboro, sebab hal ini dapat menunjang perekonomian dan pariwisata di kota ini. Revitalisasi dan perkembangan pun telah dan akan terus dilakukan. Salah satu perubahan besar yang baru saja dilakukan (proyek tahun 2017) adalah merenovasi kawasan ini menjadi pedestrian yang aman dan nyaman bagi para pelakunya. Banyak sekali perubahan yang terjadi di kawasan ini. Menjadi pelopor pedestrian di Kota Yogyakarta, kawasan Malioboro ini semakin ramai dikunjungi warga dan wisatawan. Tak jarang muncul kebijakan atau peraturan baru terkait perkembangannya, seperti diadakannya car free day, dan sebagainya. Namun, apakah kawasan ini benar-benar sudah memenuhi standar dan konsep RPTRA? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kelompok kami melakukan sebuah penelitian di pedestrian kawasan Malioboro.


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita� Universitas Kristen Petra

LANDASAN TEORI Pedestrian diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat yaitu titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki.1 Merupakan suatu ruang publik terbuka, menjadikan banyak elemen pembentuk maupun banyak faktor yang dapat mempengaruhi adanya sebuah pedestrian. Ruang publik pada dasarnya merupakan sebuah bentuk nyata perancangan arsitektur, dengan target pengguna yakni masyarakat sebagai pelaku sosial dalam kawasan tersebut. Banyak negara mengacu kepada strategi perencanaan jangka panjang dan menengah untuk suatu wilayah, serta kesepakatan penggunaan lahan dan pembangunan fisik sebagai kebijakan dan koordinasi pemerintah untuk bidang transportasi, pertanian dan lingkungan2. Tidak terkecuali dalam bahasan ini adalah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak atau RPTRA.3 RPTRA diinisiasi oleh Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Proyek yang menggunakan sumbangan dana Corporate Social Responsibility itu telah terbangun lebih dari 100 buah. Berkaca pada keberhasilan RPTRA tersebut, menimbulkan keinginan untuk dapat pula diterapkan di kota lainnya, termasuk Yogyakarta. RPTRA memiliki berbagai spesifikasi yang harus dipenuhi oleh tiap ruang publik yang ada. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengembangkan kecerdasan serta potensi pada diri anak-anak. Lingkungan serta keadaan sosial dapat dijadikan sebagai sarana informasi dan pembelajaran, yang nantinya dapat memperkaya pola pikir serta kreativitas anak. Sehingga, hubungan antara anak dan ruang menimbulkan suatu hubungan timbal balik, yang dapat berpengaruh pada ruang publik tersebut. Pembentukan RPTRA dipengaruhi oleh beberapa faktor : (1) ruang lingkup pengguna RTPRA yakni melingkupi dimensi anak dan keluarga; (2) ruang lingkup lokasi RPTRA meliputi teknis dalam kemudahan akses dan lokasi RPTRA, dilihat dari sudut pandung lokasi rumah tinggal, ketersedaan fasilitas ruang terbuka untuk bermain, kemudahan akses, ketersediaan ruang untuk belajar yang mengedukasi, dan keamanan; (3) ruang lingkup proses, yakni meliputi kegiatan yang dilakukan dalam RPTRA, pengalaman berulang dengan sesama pengunjung (teman sebaya dan keluarga), kemudahan akses dan durasi waktu. 4 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan menggunakan metode pendataan fisik maupun dokumentasi berupa pengambilan sample situasi tapak dengan menggunakan kamera dan pencatatan dengan alat tulis, kemudian penggunaan metode wawancara dengan narasumber (masyarakat setempat dan wisatawan yang sedang berkunjung), serta menggunakan metode studi kepustakaan. DISKUSI DAN ANALISIS “PENERAPAN ARSITEKTUR KOTA RAMAH ANAK DI PEDESTRIAN KAWASAN MALIOBOROâ€? Pedestrian kawasan Malioboro pada hakikatnya dibuat sebagai tempat pariwisata, preservasi serta fasilitas publik. Dimana, bagian utara Jalan Malioboro dibuat gedung-gedung pemerintahan dan komersial serta pada bagian selatan merupakan bangunan-bangunan peninggalan masa penjajahan Belanda. Meskipun pedestrian kawasan Malioboro ini belum merambah bangunan yang difungsikan sebagai fasilitas pendidikan, namun pada kawasan ini telah terdapat akses langsung menuju sarana-sarana yang mengedukasi, seperti Yogyakarta Library Centre, Taman Pintar, Monumen Serangan Umum 1 Maret dan museum-museum (Benteng Vredeburg dan Museum Bank Indonesia). Untuk transportasi umum, kawasan Malioboro juga telah terdapat tiga halte Trans Jogja, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengaksesnya tanpa perlu membawa kendaraan pribadi. Area parkir juga sudah dipindahkan di titik Abu Bakar Ali dan Ngabean, sehingga pedestrian menjadi steril akan kendaraan. ___________________________________________________________________________________________ đ?‘ 1 (Mauliani, Aqli, & Purwantiasning, 2013) đ?‘ 2 (Djunaedi, 2013) đ?‘ 3 Menurut data dari kepegawaian BPMKB (1.) Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) adalah tempat dan/atau ruang terbuka yang memadukan kegiatan dan aktivitas warga dengan mengimplementasikan 10 (sepuluh) program Pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga untuk mengintegrasikan dengan program Kota Layak Anak. đ?‘ 4 (Prakoso & Dewi, 2017)


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita� Universitas Kristen Petra

Gambar 1. Wajah Terkini Pedestrian Maliobro Sumber: qubicle.id/Hana Paramita, 2017

Pada pedestrian kawasan Malioboro, RPTRA pada anak masih dibedakan menjadi dua : (1) Modern; dimana RTPRA dibuat di dalam sebuah bangunan yang berada di pedestrian kawasan Malioboro, baik di dalam mall, rumah makan siap saji, maupun pusat perbelanjaan lainnya, yang memberikan fasilitas bermain berupa playground maupun tempat bermain indoor modern seperti Timezone dan Kids Fun. Di pedestrian kawasan Malioboro sebelah barat, terdapat pula Jogja Library Centre, dimana kebutuhan anak-anak akan wawasan tentang membaca dapat mudah diperoleh disana. Kemudian selajutnya adalah (2) Tradisional : RPTRA tradisional dapat dibagi lagi menjadi dua, (1) Fisik – yang dapat diidentifikasi dengan adanya transportasi tradisional (becak dan andong), penggunaan akasara jawa pada papan jalan dan titik kumpul, serta (2) Non fisik – terlihat dengan banyaknya seniman jalanan (jatilan, musik anglung, dll) dan pedagang mainan tradisional (gasing dan peluit bambu). Hal ini dapat secara tidak langsung mengedukasi anak-anak meskipun faktanya adalah masih kurangnya lahan terbuka bagi permainan anak di sekitaran pedestrian kawasan Malioboro. Pada dasarnya, indikator atau fungsi RPTRA5 telah tercermin dalam pola ruang pada kawasan Jalan Malioboro sekarang, dimana pedestrian yang dijadikan sebuah sumbu dan membuat para pejalan kaki khususnya anak-anak merasa nyaman, baik dalam segi desain dan estetika, penggunaan dan pemanfaatan fasilitas yang ada, hingga timbulnya sarana edukasi dan bermain yang lengkap bagi anak-anak. Memiliki ukuran yang standar untuk pejalan kaki, pedestrian ini dapat dengan sangat leluasa digunakan bagi para pengunjung, baik yang normal maupun berkebutuhan khusus (difabel), serta untuk segala usia. Tidak terkecuali bagi orang tua yang hendak berjalan bersebelahan dengan anak-anak mereka, atau yang menggunaan trolley khusus anak. Kondisi Eksisting Pedestrian Kawasan Malioboro:

Gambar 2. Tanaman Hias dan Pohon

Gambar 3. Halte Bus Trans Jogja

Sumber: Dokumen Pribadi, 2018

Sumber: Dokumen Pribadi , 2018

Pejalan kaki harus dibantu agar selaras interaksinya dengan elemen-elemen dasar desain penataan kota, serta harus berkaitan dengan lingkungan kota maupun perubahan-perubahan yang terjadi pada jalur pedestrian disesuaikan dengan pembangunan fisik Kota Yogyakarta di masa mendatang. Cara mengimbangi rasio bertambahnya pejalan kaki dan pengguna jalan raya yakni (1) Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial seperti toko, restoran, cafĂŠ. Dan (2) Street furniture berupa pohon-pohon, ramburambu, lampu, tempat duduk, dsb.6 _____________________ đ?‘ 5 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.196 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Ruang Terbuka Publik Ramah Anak (RTPRA) memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah : (1) Taman terbuka publik; (2) Wahana permainan dan tumbuh kembang anak; (3) Prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam memenuhi hak anak; (4) Bagian dari prasarana dan sarana Kota Layak Anak; (5) Ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air tanah; (6) Prasarana dan sarana kegiatan sosial termasuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan; (7) Usaha peningkatan pendapatan keluarga; (8) Pusat informasi dan konsultasi keluarga; (9) Halaman keluarga yang asri teratur indah dan nyaman; dan (10) Sistem informasi manajemen.

đ?‘ 6 (Murti, 2017)


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita� Universitas Kristen Petra

Gambar 4. Diagram Tema dan Jadwal Kegiatan di Pedestrian Kawasan Malioboro

Gambar 5. Contoh usulan furnitur pendukung pedestrian kawasan Malioboro

Sumber: Dokumen Perancang, 2018

Sumber: Dokumen Perancang, 2018

Untuk membuktikan hal tersebut, selain mengambil preseden RPTRA di Jakarta, dilakukan juga wawancara dan studi (pada tanggal 18 Januari 2018) dengan pemenang Sayembara Penataan Kawasan Malioboro (2014) yakni Widi Cahya Yudhanta, S.T. M.Sc., selaku pemenang dan perancang “Malioboro sekarang�. Yang menarik adalah tentang studi awal beliau yang membagi kegiatan di pedestrian kawasan Malioboro menjadi empat tipologi seperti pada diagram Gambar.4. Desain ini juga sebetulnya sudah memikirkan poin ramah anak yang dibuktikan melalui standar furnitur dan dibuatnya area membaca, namun karena pelaku yang dipikirkan tidak hanya anak-anak, sehingga masih banyak kekurangan dan ulasan yang kemudian akan identifikasi dan dituangkan dalam usulan. Selanjutnya, jalur pedestrian memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam sistematika perancangannya. Persyaratan tersebut antara lain adalah pedestrian aman dan leluasa dari kendaraan bermotor. Dari segi psikologis, pengunjung dibuat senang dengan alur pedestrian yang mudah dan memiliki space yang cukup dengan pejalan kaki yang lain. Selain itu kontur yang dibuat disesuaikan dengan keperluan pengguna jalan, semisal banyak anak-anak yang menggunakan, kontur sebisa mungkin dibuat rata, memiliki nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan sarana dan prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah dan lainnya. Amat disayangkan, pada beberapa jalan gang yang berada di kawasan Malioboro, pedestrian masih digunakan sebagai lapak penjual makanan. Hal ini menyebabkan para pengguna harus sangat berhati-hati terhadap kendaraan bermotor yang melintas. Pada pedestrian bagian barat, terdapat beberapa lantai pedestrian yang pecah dan di area transisi antara jalan dengan pedestrian belum menggunakan ramp, sehingga masih ada kemungkinan anak-anak tersandung.

Gambar 6. Skema studi potongan pedestrian kawasan Malioboro Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018

FASILITAS PENDUKUNG PADA JALUR PEDESTRIAN Beberapa indikator tersebut telah diterapkan dalam desain terkini pedestrian Malioboro Yogyakarta yang akan kami jabarkan dan kami bagi ke dalam beberapa kategori. Merespon syarat RPTRA, di Malioboro telah terdapat diantaranya:


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita” Universitas Kristen Petra

(1) Taman terbuka publik. Terdapat taman Kantor Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang baru saja dibuat di Kepatihan. Letaknya yang bersebelahan langsung dengan pedestrian timur kawasan Malioboro membuat taman ini banyak difungsikan oleh para pengunjung, baik yang hanya berjalan-jalan dan berswa foto, hingga anak-anak yang bermain. Taman ini tergolong aman dan ramah untuk untuk anak-anak, dikarenakan bebas dari jangkauan riuh kendaraan yang berlalu lalang. Selain taman, pada kawasan pedestrian, banyak pula tanaman hias dan pepohonan sebagai ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air tanah. Tidak hanya itu, pepohonan di sepanjang pedestrian Malioboro juga sengaja diberi hiasan lampu atau yang lainnya. Hal ini memberikan efek visual dan imajinatif yang menarik bagi anak-anak. Kemudian adanya fasilitas kran air siap minum, dapat mempermudah ketersediaan air bersih pada kawasan tersebut. Pedestrian kawasan Malioboro belum memiliki ruang bermain yang benar-benar “mewadahi” pemenuhan standar ruang publik terpadu ramah anak. Sedangkan untuk taman, juga dibangun bukan sematamata untuk tempat bermain anak, melainkan hanya sebagai landscape pertamanan dari sebuah bangunan instansi pemerintah saja. Beberapa identitas pohon dan tanaman lain belum dicantumkan, padahal seharusnya hal ini bisa berdampak baik bagi anak-anak karena menjadi sumber edukasi bagi mereka. (2) Mengenai wahana permainan dan tumbuh kembang anak. Terdapat banyak patung atau dekorasi non-permanen yang diletakkan di sepanjang pedestrian. Benda-benda ini selain untuk estetika, juga dapat memicu kreativitas anak. Kemudian adanya zebra cross, petunjuk arah jalan serta rambu-rambu lalu lintas yang dibuat selain untuk keamanan, juga digunakan untuk mengedukasi anak-anak. Adapun munculnya banyak pedagang mainan anak-anak, seperti gasing, peluit, dan gelembung air sebagainya menimbulkan efek positif bagi anak-anak, dimana mereka lebih diperkenalkan kepada lokalitas dan permainan tradisional. Disisi lain, hal tersebut juga membuka lapangan kerja baru bagi para pedagang. Sayangnya, para pedagang mainan tradisional tersebut masih belum dikomunalkan, sehingga anak-anak sulit menemukan pedagang-pedagang tersebut kecuali di dalam bangunan komersil. (3) Prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam memenuhi hak anak, terdapat pula area parkir sepeda, dimana Jalan Malioboro merupakan kawasan ramah sepeda. Namun sayangnya, parkir sepeda tersebut hanya terdapat pada titik-titik tertentu, bahkan bisa disebut hanya sebagai “formalitas”. Parkir sepeda memang sudah tersedia di beberapa titik di kawasan pedestrian, namun peminatnya tidak banyak. Hal ini bisa disebabkan oleh letaknya yang tidak komunal, tidak tersedianya parkiran sepeda indoor (termasuk di dalam area parkir Abu Bakar Ali juga tidak tersedia, sehingga banyak yang memanfaatkan railing untuk mengunci sepeda), dan tidak disediakannya U-lock atau chain-lock, mengingat anak-anak jarang sekali memiliki benda tersebut di masing-masing sepedanya. Selain itu, untuk jalur kendaraan tidak bermotor yang memang difungsikan untuk sepeda, andong dan becak masih sering terlihat sepeda motor melintas, hal ini bisa membahayakan anak-anak, mengingat kecepatan sepeda motor yang lebih tinggi dibandingkan kendaraan tidak bermotor.

Gambar 7. Patung Singa Gambar 8. Area Penyebrangan Gambar 9. Pedagang Mainan

Sumber: JelajahNusa.com, 2017

Sumber: Dokumen Pribadi , 2018

Sumber: Dokumen Pribadi , 2018

Gambar 10. Parkir Sepeda Sumber: Dokumen Pribadi, 2018

(4) Bagian dari prasarana dan sarana Kota Layak Anak; Terdapat pula furniture yang sudah didesain ramah anak. Terbukti dengan ukuran tinggi kursi serta tempat sampah yang dapat dijangkau oleh anak-anak, dan ujungnya yang cenderung tumpul. Untuk tempat sampah juga sudah dikonsep tiga tempat pembuangan


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita� Universitas Kristen Petra

pada setiap titiknya. Hal tersebut memberikan edukasi baik bagi anak-anak. Sayangnya, terdapat beberapa pot tanaman yang sangat tinggi dan berujung runcing. Seharusnya, pot tersebut bisa dimultifungsikan sebagai tempat duduk dan kondisi tersebut menjadikan pot tidak ramah anak. (5) Ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air tanah. Pada pedestrian kawasan Malioboro belum terlihat adanya ruang terbuka yang berada benar-benar di sepanjang area pedestrian tersebut. Yang ada hanyalah Taman Kantor Wakil Gubernur dan Taman Museum Vedeburg. Apresiasi diberikan kepada anggota petugas kebersihan yang rutin membersihkan pedestrian. Hal ini memberikan efek pedestrian Malioboro yang bersih, asri, dan teratur. Terbukti dengan banyaknya pelaku di sana yang tidak sungkan untuk duduk langsung (berlesehan) di pedestrian tanpa menggunakan alas duduk apapun. Beberapa inisiatif baik memang sudah dilakukan, namun di area pedestrian masih sering ditemukan sampah yang berserakan, bahkan di sekitar tempat sampah itu sendiri. Hal ini akan berpengaruh kepada psikologi anak dimana mereka seperti sudah terbiasa dengan sampah yang berserakan. Tempat sampah sudah memiliki informasi yang baik seputar sampah ornganik dan non-organik, namun kurang bisa dilihat anak-anak karena ukuran letak informasinya yang diatas rata-rata anak. (6) Prasarana dan sarana kegiatan sosial termasuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Toilet, ruang laktasi dan ruang mushola merupakan suatu sarana dan prasarana penunjang yang tidak dapat dipisahkan dari terbentuknya sebuah ruang publik yang terpadu dan guna memenuhi standar persyaratan kesehatan. Untuk fasilitas penunjang berupa toilet umum, terdapat dua titik toilet umum yakni pada titik tengah didekat information room, dan pada ujung titik nol kilometer. Untuk ruang laktasi masih jarang terlihat di sekitaran kawasan pedestrian Malioboro. Beberapa gedung komersial seperti mall maupun restoran cepat saji saja yang sudah merealisasikannya. Begitu juga dengan adanya tempat ibadah seperti mushola. Banyak terdapat tempat peribadatan di kawasan tersebut, namun belum cukup untuk mewadahi kebutuhan bagi masyarakat. Selain itu, tidak tersedianya ruang merokok menimbulkan masalah terganggunya pernapasan anak-anak secara langsung dan tidak langsung. Ketersediaan toilet umum di kawasan pedestrian utama juga masih sangat jarang dan masih berbayar. (7) Usaha peningkatan pendapatan keluarga; dilihat dengan mulai banyaknya para pedagang permainan tradisional yang selain mengedukasi anak anak juga melahirkan lapangan pekerjaan baru bagi para pedagang. Tetapi, sekali lagi, perlu adanya pemfokusan pedagang kaki lima pada area tersebut agar kenyamanan dan keamanan bagi anak dan masyarakat lebih kondusif dan nyaman untuk digunakan. (8) Pusat informasi dan konsultasi keluarga; salah satu ketentuan dalam pembuatan kawasan RTPRA adalah adanya sistem pengamanan berupa Closed Circuit Television (CCTV) serta adanya patroli oleh petugas keamanan pada setiap titik pada kawasan tersebut. Pada kawasan pedestrian Malioboro, CCTV telah terpasang pada beberapa titik penting, dimana terdapat pula pengeras suara yang digunakan sebagai pemandu arah ketika terdapat anak-anak yang hilang atau mencari orang tuanya. Dalam pengeras suara tersebut, dapat didengarkan pula beberapa penjelasan mengenai kota Yogyakarta, tak jarang hal tersebut dapat digunakan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat yang datang dan mendengarkannya. CCTV, toa, dan pusat informasi, sebagai emergency jika terjadi kriminalitas, kehilangan, atau hal-hal lain yang tidak diinginkan.

Gambar 11. Ruang Laktasi Malioboro Mall Sumber: Dokumen Pribadi, 2018

Gambar 12. Pengeras Suara Sumber: Dokumen Pribadi, 2018

Namun dalam pelaksanaannya, pengeras suara tersebut masih kurang terdengar bagi para pengguna pedestrian. Hal lainnya adalah inisiatif yang baik yaitu disediakannya CCTV untuk pemantauan, namun letak pusat informasi yang belum terlalu terlihat dan hanya terdapat satu pusat, sehingga memungkinkan


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita� Universitas Kristen Petra

masyarakat kesulitan untuk melapor. Para petugas keamanan sudah tersedia di beberapa titik, namun penyebarannya terbatas. Fasilitas keamanan juga dilihat pada area penyebrangan yang dianggap masih sangat kurang. Pertama, belum adanya lampu dan timer bagi para penyebrang jalan. Kedua, penyebrangan jalan pada gang-gang di sekitar kawasan pedestrian juga belum tersedia zebra cross. (9) Halaman keluarga yang asri teratur indah dan nyaman; Mengenai sarana dan prasarana transportasi di kawasan pedestrian Malioboro, terdapat halte bus yang terdapat pada tiga titik pemberhentian. Yang pertama pada titik utara yang terletak di depan kantor DPRD Kota Yogyakarta, kemudian pada titik tengah di depan Hotel Mutiara dan pada titik selatan di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta. Pembagian titik tersebut disesuaikan pula dengan jarak antar shelter satu dengan yang lain, ditambah dengan volume pengguna bus Trans Jogja yang sebagian besar merupakan murid sekolah pada kawasan tersebut. Namun bila dilihat kembali, jarak lantai ruang transisi dari halte ke bus terkadang masih jauh (ukuran langkah kaki orang dewasa), hal ini memiliki kemungkinan anak-anak bisa terjatuh. (10) Sistem informasi manajemen; Berkaca pada salah satu masalah utama di pedestrian yaitu masalah sulitnya mencari titik kumpul atau titik penjemputan penumpang, pemenang sayembara menambahkan sebuah elemen penting baru yang telah terbangun yaitu transformasi 20 aksara jawa sebagai sistem informasi orientasi pada pedestrian tersebut. Dengan dibuatnya sistem informasi tersebut, diharapkan para pengguna dapat menerima informasi mengenai letak- letak dalam pedestrian secara lebih akurat dengan tetap menjunjung tinggi budaya serta edukasi melalui penggunaan aksara jawa itu sendiri.

Gambar 13. Transformasi Aksara Jawa ke Dalam Sistem Orientasi Malioboro Sumber: Dokumen Pribadi, 2018

KESIMPULAN Sebagai kawasan pariwisata bersejarah dan ikonik yang dimiliki Kota Yogyakarta, kawasan Malioboro memerlukan adanya penataan dan perawatan yang serius agar tetap aman dan nyaman untuk dikunjungi, khususnya pada area pedestriannya. Malioboro sekarang, meskipun telah mengalami revitalisasi mengikuti perkembangan zaman dan jumlah pelaku serta fungsinya yang terus bertambah, namun ciri khas Budaya Jawa yang dianut dari Malioboro tempo dulu masih tetap terasa walaupun fokus terhadap pelaku anak-anaknya masih terasa kurang. Maka untuk menselaraskan sinergi dulu-sekarang serta kenyamanan-keamanan itu masih diperlukan beberapa ulasan dan usulan agar tercipta Malioboro sekarang yang ramah anak dan menjadi potensi kawasan sebagai ruang publik ramah anak di kota yang telah dirangkum lewat analisis berikut: ANALISIS ZONA RAMAH ANAK DI PEDESTRIAN KAWASAN MALIOBORO

Keterangan A. Pedestrian Timur :


Seminar Arsitektur Nasional 2018 “Penerapan Arsitektur Kota Ramah Anak : Bermain Ruang Kota Kita” Universitas Kristen Petra

1.

Zona Hijau (Stasiun Tugu – Jalan Perwakilan), berisi kantor-kantor pemerintahan dan hotel. Tergolong zona aman atau ramah anak karena area pedestrian tersebut cukup leluasa untuk dilewati dua orang dan anak-anak masih dapat berjalan tanpa pengawasan yang intens dari orang tua. Usulan : Meskipun begitu, diperlukan tambahan toilet umum serta pusat informasi pada area tersebut, karena untuk saat ini toilet dan informasi hanya terdapat di dalam hotel.

2.

Zona Kuning (Jalan Perwakilan – Jalan Suryatmadjan), berisi bangunan-bangunan komersial seperti mall, pertokoan dan rumah makan. Area ini tergolong zona sedang atau mulai diperlukan pengawasan yang intens dari orang tua. Indikatornya adalah jumlah pengguna jalan yang lebih ramai dibandingkan zona hijau. Sehingga dikhawatirkan anak-anak bisa hilang atau terlepas dari pandangan orang tua. Usulan : Dari segi fasilitas tambahan, area kuning merupakan area yang paling lengkap (sudah terdapat ruang laktasi, toilet, pusat informasi, parkir sepeda, dan sebagainya). Namun untuk menjaga dan meningkatkan keamanan diperlukan lebih banyak petugas dan pengeras suara pada area ini.

3.

Zona Merah (Jalan Suryatmadjan – Titik Nol Kilometer), berisi Pasar Beringharjo dan Museum Vredeburg. Area ini tergolong zona rawan atau sangat tidak ramah anak. Indikatornya adalah pedestrian yang semrawut disebabkan banyaknya pedagang yang berjualan secara liar di pedestrian dan adanya pedestrian yang terpotong oleh keluar masuknya kendaraan menuju ke Museum. Hal ini sangat berbahaya bagi keamanan dan mengganggu kenyamanan. Sangat diperlukan peran orang tua untuk mengawasi bahkan menggandeng anak-anak mereka agar dipastikan aman dan tidak terdesak orang lain, mengingat jalur pedestrian timur ini langsung berbatasan dengan jalan utama yang dilalui kendaraan bermotor kecepatan tinggi (mobil, motor, dsb).

Gambar 14. Gambar Desain Awal Pedestrian Bagian Timur Sumber: Dokumen Perancang, 2018

Usulan : Pengaplikasian rancangan awal desain sayembara, dimana terbaginya luasan area PKL dan sirkulasi pejalan kaki, serta membagi orientasi unsur-unsur tersebut agar meminimalisir kemungkinan pejalan kaki menabrak dagangan PKL, sehingga pejalan kaki tidak terganggu dengan adanya dagangan PKL tersebut. B.

Pedestrian Barat : Pedestrian barat tergolog zona merah, karena jalur pedestrian ini telah dipenuhi pedagang kaki lima (pedagang batik dan souvernir) yang mana lebar pejalan kaki menjadi kurang dari standar dua orang. Saran dan usulan untuk pedestrian barat sama dengan zona merah sisi timur.

DAFTAR PUSTAKA Djunaedi, A. (2013). Proses Perencanaan Wilayah dan Kota. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mauliani, L., Aqli, W., & Purwantiasning, A. W. (2013). KAJIAN JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI RUANG TERBUKA PADA AREA KAMPUS. Jurnal Arsitektur NALARs Volume 12 No 2, 2. Murti, Y. G. (2017). Revitalisasi Sirkulasi dan Pedestrian pada Kawasan Malioboro Yogyakarta. Konferensi Nasional II Forum Wahana Teknologi , 6. VISITED WEBSITE https://kepegawaianbpmpkb.wordpress.com/2016/04/08/peta-rptra/ Diakses 18 Januari 2018. https://jogjakota.bps.go.id/subject/12/kependudukan.html#subjekViewTab3 Diakses 16 Februari 2018. https://ardhyasa.blogspot.co.id/search?q=kawasan+malioboro Diakses 17 Februari 2018.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.