Nuansa 132

Page 1

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

NuansA

1

Edisi 132/TH XXV/ 2013

TABLOID MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

MEMADUKAN IDEALISME, OBJEKTIVITAS DAN KREATIVITAS

Perjalanan Hal 12

Kudus, Surganya Rokok Kretek

POLITIK MAHASISWA Kritis atau Apatis ?

ISSN 0852 - 259

Jepret Hal 13 12 Pasar Semawis, Semarak Nuansan Cina


2

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Salam Redaksi

Surat Pembaca “One Man One Trush”

Politik Mahasiswa Kritis atau Apatis ?

“M

ahasiswa adalah Agent of Change dan Agent of Social Control. Slogan itu tentu tak asing lagi didengar. Kedua predikat yang melekat dalam diri mahasiswa itu seringkali dibicarakan dalam seminar, perkuliahan, jejaring sosial, atau bahkan meja pemerintahan. Ya, dalam era reformasi ini, mahasiswa yang secara umum didefinisikan sebagai kaum terpelajar memang berpotensi besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa adalah sosok yang kreatif, idealis, dan berani. Bahkan acap kali mahasiswa menjadi inspirator bagi publik dalam mengutarakan gagasan dan tuntutannya.

S

lentingan

Wah, Unnes perbanyak gedung. iya dong.. kan mahasiswanya banyak

Dalam menjalankan perannya sebagai agen perubahan, mahasiswa tentu memerlukan banyak bekal. Beberapa di antaranya adalah kepandaian berbicara di depan umum dan kekritisan menanggapi berbagai permasalahan. Cara untuk mengasah kedua hal tersebut adalah dengan terjun ke dalam organisasi kemahasiswaan. Dengan belajar berorganisasi, social-relationship mahasiswa akan terasah, sehingga mereka dapat menjadi organisatoris yang dapat mengelola hubungan masyarakat dengan baik. Selain itu, dengan mengikuti organisasi kemahasiswaan kita juga belajar politik. Seperti kita ketahui bahwa kampus merupakan suatu tempat di mana mahasiswa mencari ilmu atau belajar sebagai bekal menjalani kehidupan sesungguhnya di

masyarakat. Teori yang mereka dapatkan di bangku kuliah tentunya bersifat ideal (masih murni dan tidak dicampuri oleh kepentingan apa pun). Itulah sebabnya banyak orang mengatakan mahasiswa memiliki idealisme yang tinggi. Pada konteks inilah mahasiswa akan terlihat jelas apakah mampu dan pantas meraih predikat agent of change dan agent of social control. Setelah beberapa bulan lalu tabloid ini mengupas tentang tantangan mahasiswa dalam berwirausaha, kini kami mencoba mengupas tentang hal yang erat kaitannya dengan kehidupan politik mahasiswa. NuansA akan mengupasnya melalui perspektif kami. Tentu ada keterbatasan. Oleh karena itulah, kami terbuka menerima masukan. Selamat membaca. Salam.

N

ANSTRIP

S

iapa yang tidak kenal dengan salah satu program konservasi yang berbunyi One Man One Tree? Slogan tersebut adalah salah satu upaya Unnes sebagai universitas konservasi dalam menyelenggarakan program konservasinya. Program ini sebagai wujud kecintaan Unnes pada lingkungan. Dengan ditanamnya pohonpohon di lingkungan kampus, diharapkan generasi mendatang masih bisa menikmati dan menghirup sejuknya oksigen. Perlu kita sadari, terlaksananya program One Man One Tree selain menimbulkan dampak yang positif, ternyata juga menimbulkan dampak yang negatif. Pohon-pohon yang kian tinggi, akar-akar yang kian kuat dan daundaun y a n g lebat, banyak menyumbangkan sampah ran-ting dan dedaunan. Terlebih jika musim kemarau tiba, daundaun kering yang berjatuhan menghiasi lingkungan kampus tercinta ini. Pada akhirnya sampah-sampah itu pun hanya dibakar sia-sia atau sebagian kecil dibuat pupuk kompos. Padahal, sebenarnya daundaun kering itu bisa dijadikan hasta karya yang bernilai seni tinggi. Namun sayang, tak banyak yang memanfaatkannya. Sejenak saya berpikir, bagaimana seandainya program One Man One Tree

Tesa

Sekarang masuk Unnes jalan kaki. Ah, apa iya?

S

Mau naik bus Unnes, nunggunya dimana ya ? Kalau bisa sih di halte, tapi kalau nggak bisa ya nggak apa-apa

NUANSA Memadukan Idealisme, Objektivitas, dan Kreativitas Tabloid Mahasiswa Nuansa diterbitkan oleh : Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M) Universitas Negeri Semarang Merupakan media komunikasi, informasi, dan kreasi sivitas akademika yang memadukan idealism, objektivitas, dan kreativitas mahasiswa. Terbit berdasarkan SK Rektor IKIP Semarang Nomor 53/1983. Alamat Redaksi Kantor BP2M Unnes, gedung UKM Lt. 2 Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Telp. (024) 70789389 Website: www.bp2munnes.com Email: nuansa@bp2munnes.com

3

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Pembina: Rektor Universitas Negeri Semarang; Penasihat: Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan; Penanggung Jawab: Dr. Cahyo Budi Utomo M.Pd.; Pendamping: Drs. Eko Handoyo, MSi; Pemimpin Umum: Dewi Maghfiroh ; Sekretaris Umum: Charisfa Nuzula; Pemimpin Perusahaan: Noor Juni; Bendahara Umum: Andang Firdiansyah; Litbang: Vera Hardiyana; Pemimpin Redaksi: Septi Indrawati; Sekretaris Redaksi: Nadlifatun Nuronniyah ; Bendahara Redaksi: iin ; Redaktur Pelaksana: Uswatun Chasanah; Editor: Ambar Kurniawati; Reporter: Ibnu, Uus, Vio, Arum, Dati, Nadlif, Juni, Ambar, Mahda, Septi, Vera, Yusri, Didit, Heru, Sugi; Ilustrator: Arifin; Lay Out: Lutfi Anshori; Cover: Syaifudin. ~ Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, cerita pendek, puisi, dan naskah lain yang sesuai dengan visi dan misi NuansA. Redaksi berhak mengubah naskah sepanjang tidak menyalahi isi. Semua naskah yang masuk menjadi hak redaksi. Penulis naskah yang dimuat akan mendapat imbalan sepantasnya

dibarengi juga dengan program One Man One Trush? Mungkin akan terjadi kesinambungan sebuah program. Program ini tidak hanya berlaku pada sampah dedaunan yang berguguran, tapi berlaku juga bagi sampah plastik, kertas, botol, dan sebagainya. Jika tiap orang mau mengambil satu sampah daun atau sampah apapun ketika menemuinya di jalan, bisa dibayangkan betapa bersihnya kampus tercinta ini. Apalagi dengan adanya program berjalan kaki atau bersepeda di area kampus. Tentunya program tersebut sangat mendukung program One Man One Trush ini. Apa beratnya sih, jika seorang pejalan kaki memungut satu sampah saja? Saya yakin berat satu sampah daun atau plastik tidak akan melebihi berat tas yang kita bawa. Setelah itu buanglah sampah tersebut di tempat sampah, toh di Unnes tersedia banyak tempat sampah. Bagaimana, tidak merepotkan, bukan? Namun permasalahannya sekarang, tak banyak dari kita yang menyadari pentingnya kebersihan. Bukankah kita sudah tahu kebersihan itu sebagian dari iman? Lalu, mengapa kita masih tega membiarkan sampah berserakan di jalan? Atau bahkan kita sendiri yang sengaja membuang sampah sembarangan, meninggalkan bungkus permen di laci meja, meninggalkan bungkus jajan di taman, dan lain-lain. Teman, kita semua orang yang beriman, bukan? Kalau begitu, mari kita pungut sampah yang ada di hadapan kita, lalu buanglah pada tempatnya. Naili Rohmah Mahasiswi PG PAUD 2009 Fakultas Ilmu Pendidikan

Biasakan Diri untuk Konservasi

“S

elamat datang di kampus konservasi”. Sebuah sapaan hangat untuk setiap orang yang datang ke kampus tercinta ini. Ya, “Konservasi” kini menjadi sebuah integritas luhur bagi Universitas Negeri Semarang. Lalu, sebenarnya apa sih konservasi itu? Sebagian orang memaknainya dengan sesuatu yang erat kaitannya dengan alam, lingkungan, dan sebagainya. Pada hakikatnya, konservasi merupakan penggabungan dua kata yaitu con (together) dan servare (keep, save). Sedangkan secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, conservation yang berarti pelestarian atau perlindungan. Kemudian menurut F.D Roosevelt, konservasi dapat diartikan mengenai segala upaya kita dalam hal pemeliharaan secara bijaksana. Apakah konservasi hanya terkait pada pelestarian lingkungan? Tentu tidak. Di universitas kebanggaan ini konservasi tak hanya terbatas pada pelestarian lingkungan. Melainkan, ada pula pula konservasi seni budaya, moral, dan lain-lain. Pertanyaannya sekarang, apakah benar kalau kampus ini sudah konservasi? Seperti kita ketahui, kampus merupakan sarana untuk mengembangkan potensi baik secara akademik maupun non-akademik. Namun, bagaimana jadinya jika kampus dijadikan sebagai sarana untuk mengepulkan asap rokok? Saat jeda kuliah, di sudut-sudut kampus, seperti di taman, di kantin, dan tempat-tempat lainnya, menjadi tempat pilihan se-

bagian mahasiswa untuk menghisap rokok. Sungguh ironis. Kesadaran mahasiswa untuk menaati sebuah peraturan masih sangat minim. Bagi mereka peraturan hanya terbatas pada sebuah tulisan yang terpajang. Itu pun jika mereka tak lupa membacanya dan mau mentaatinya. Jika mereka beranggapan bahwa merokok adalah hak setiap individu, maka seharusnya mereka juga tahu bahwa di antara hak mereka ada hak-hak mahasiswa lain untuk menghirup udara segar, mendapatkan kesehatan yang baik, dan hakhak lainnya. Tapi kini hak-hak itu harus terampas oleh para mahasiswa perokok aktif. Selanjutnya mengenai lunturnya etika dan moral mahasiswa. Sebagai mahasiswa yang notabenenya adalah kaum intelektual, mestinya paham, apa arti etika dan bagaimana menerapkannya. Namun sayang, etika dan moral yang baik masih jauh dari harapan. Mulai dari mahasiswa yang terlambat kuliah, membudidayakan copy-paste dalam mengerjakan tugas, mencontek saat ujian, dan sebagainya. Tak hanya itu, berpakaian yang tidak sopan dan budaya pacaran tak senonoh juga masih menjadi pemandangan yang sering terlihat di kampus konservasi ini. Sejenak saya berpikir, apakah ini cerminan mahasiswa di kampus konservasi? Tidak, bukan? Kalau begitu, mari kita mulai membiasakan diri untuk konservasi.

Ana Nisa Fitriati Mahasiswa Ilmu Hukum 2010 Fakultas Hukum

Lulus dengan Keterampilan Plus

ebagai mahasiswa pastinya menginginkan agar bisa cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan dengan mudah serta sesuai dengan bidangnya. Apalagi banyak mahasiswa dan sebagian masyarakat yang memiliki pandangan dengan kuliah seseorang nantinya lebih mudah mendapatkan pekerjaan dibandingkan orang yang hanya lulus SD, SMP, atau SMA. Meskipun pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang telah lulus sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Oleh karena itu, menjadi sarjana tidak menjamin seseorang akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Sedangkan perguruan tinggi berharap kelak lulusannya memiliki kompetensi dan daya kreativitas yang tinggi. Karena dengan begitu, perguruan tinggi merasa telah berhasil mengarahkan mahasiswanya dengan baik dan benar. Universitas sebagai perantara untuk mencetak generasi baru yang akan memajukan negara. Maka dari itu, untuk dapat mencapai tujuan tersebut sebagian jurusan menerapkan kebijakan-ke-

bijakan tertentu untuk meluluskan di dunia kerja. Selain itu, dengan mahasiswanya. adanya kebijakan tersebut dapat Seperti halnya yang terjadi di Ju- menumbuhkan rasa tanggug jawab rusan Bahasa dan Sastra Indonesia. bagi mahasiswa. Sehingga, diharapUntuk mampu lulus kuliah tidak kan kelak lulusan mampu bertanghanya dengan ujian skripsi saja. Na- gung jawab dengan pekerjaannya. mun, ada ujian UKDBI yang meng- Selanjutnya dari faktor eksternal, haruskan semua mahasiswa untuk saya melihat hal tersebut merupakan mengikutinya sebagai syarat kelulu- sebuah formalitas guna menaikkan san. Selain itu, di Fakultas Ekonomi nama jurusan yang bersangkutan. dan Fakultas Hukum juga menerapYang perlu dipertanyakan sekakan Ujian Komprehensif untuk ma- rang, apakah dengan adanya ujian hasiswanya. tambahan tersebut akan benar-benar Menurut panmenambah kualitas dangan saya ada dari lulusannya? Dan dua faktor yang mampukah bersaing melatarbelakangi di dunia kerja? Padahal dalam ujian tersediterapkannya kebijakan tersebut, but perlu ketekunan yaitu faktor inyang penuh dari maternal dan faktor hasiswanya. Mereka eksternal. Faktor harus lebih giat lagi internal berasal agar bisa lulus ujian dari jurusan atau tersebut. Awalnya pun fakultas yang saya sempat kaget ingin membekali ketika saya mendemahasiswa dengar ada mahasiswa Nadlifatun Nuroniyah ngan kemampuan yang harus berulangMahasiswa Sejarah 2011 kali mengikuti ujian tambahan yang UKDBI untuk dapat nantinya berguna

lulus. Dalam hati saya berkata sesulit itukah apa untuk bisa lulus sampai harus mengulangnya berapa kali? Barangkali mahasiswa lain yang tidak memperoleh ujian tambahan tersebut akan merasa kaget seperti yang terjadi pada saya. Apalagi jika mengetahui ujian tersebut menjadi salah satu syarat kelulusan. Sudah pasti akan muncul pro dan kontra. Mau bagaimana lagi? Kebijakan tetap kebijakan dan harus tetap diikuti. Karena hal tersebut merupakan kebijakan yang tidak bisa diganggu gugat oleh mahasiswanya. Jadi, mau tidak mau harus tetap mengikutinya agar bisa mendapatkan gelar sarjana. Meskipun begitu, setidaknya diberikannya suatu penghargaan sebagai nilai plus bagi mahasiswa yang telah berusaha keras mengikuti ujian tersebut, hingga akhirnya bisa lulus. Karena sudah sepatutnya kita memberikan penghargaan atas kerja keras mereka.

Nadlifatun Nuroniyah Mahasiswa Sejarah 2011 Fakultas Ilmu Sosial


4

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Tesa

P

ada dasarnya tujuan utama kuliah adalah mencari ilmu. Banyak ilmu dapat diperoleh oleh seorang mahasiswa ketika telah menginjakkan kaki di lingkungan kampus. Tak hanya ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan program studi yang ditempuh, berbagai ilmu lain sebagai bekal kehidupan ke depan juga dapat diperoleh. Ketika mahasiswa memiliki kemauan yang kuat untuk mengumpulkan ilmu-ilmu lain tersebut, pihak penyelenggara pendidikan tentu harus memberikan media-media untuk mengeksplor kemauan tersebut. Seperti dengan membuka Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berkaitan dengan minat yang digandrungi mahasiswa. Di samping itu, kemampuan-kemampuan tambahan yang berkaitan dengan ilmu yang digeluti di bangku perkuliahan juga perlu untuk ditambahkan. Salah satu kebijakan di kampus konservasi ini adalah adanya ujian tambahan yang berkaitan dengan ilmu studi pada jurusan-jurusan tertentu. Tentu saja ujian tersebut akan memiliki manfaat bagi mahasiswa kelak. Contohnya adalah Ujian Keterampilan Dasar Berbahasa Indonesia (UKDBI) pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Ujian Kompre-

Laporan Utama

Perlu Status yang Jelas hensif pada Fakultas Hukum (FH) saat ini adalah status dari ujian tersedan Fakultas Ekonomi (FE). Jika be- but yang menjadi salah satu syarat lum lulus ujian tersebut, mahasiswa lulus kuliah. Kita ketahui bahwa belum dapat menempuh ujian skripsi. ujian tersebut tidak memiliki bobot Ini selayaknya mata kuliah wajib yang SKS. Jika mata kuliah wajib memang harus ditempuh oleh mahasiswa untuk ditempuh untuk dapat lulus kuliah, mendapatkan geitu suatu hal yang lar sarjana (untuk lumrah, karena S1). Padahal tidak di dalamnya pun ada bobot Sistem terkandung SKS. Kredit Semester Tetapi jika yang (SKS) baik dalam menentukan keluujian Ujian Kelusan mahasiswa mampuan Dasar tanpa dasar status Berbahasa Indoneyang jelas, menurut sia maupun Ujian saya perlu dipertaKomprehensif. nyakan. Jika dipikir, Jika memang dengan adanya benar yang menjadi ujian tersebut medasar dari adanya mang akan meniujian-ujian tambaIbnu Majah ngkatkan kemamhan tersebut adalah Mahasiswa Sejarah 2011 puan mahasiswa untuk meningkatdalam mengelola kan kemampuan ilmu yang selama mahasiswa jurusan ini ditempuh dalam perkuliahan. tertentu, akan lebih baik jika ujianPerlu kita ingat kembali bahwa tujuan ujian tersebut dimasukkan ke dalam utama kuliah adalah mencari ilmu SKS supaya tidak menimbulkan bersebanyak mungkin, sehingga ujian bagai macam pertanyaan. Sehingga yang diberlakukan tersebut seharus- mahasiswa hanya perlu menjalankan nya mampu mendorong mahasiswa aturan pertama yang berupa kewauntuk menguasai materi yang akan jiban untuk lulus mata kuliah wajib diujikan. yang di dalamnya sudah terdapat Namun, yang menjadi masalah mata kuliah seperti Kuliah Kerja Nya-

ta (KKN), ujian-ujian tambahan (seperti UKDBI dan komprehensif), dan lain-lain sebagai syarat lulus. Tetapi jika memang ada suatu kebijakan lain yang tetap mengharuskan mahasiswa untuk lulus ujian tambahan tersebut sebagai syarat lulus kuliah tanpa memasukkannya ke dalam SKS, tentu dapat dipertimbangkan kembali. Di sini yang perlu diperhatikan adalah seperti apa kebijakan tersebut harus disosialisasikan kepada mahasiswa yang bersangkutan, sehingga ke depan tidak akan ada protesprotes di belakang karena masalah kesalahpahaman. Selanjutnya mahasiswa jangan sampai memikirkan hal ini berlarutlarut sampai membuat kehilangan waktu belajar. Tugas utama mahasiswa (masih) harus belajar. Aturan apa pun yang kelak akan diterapkan, kita perlu mematuhinya asalkan aturan tersebut memang memiliki dasar manfaat yang jelas dan baik serta tidak merugikan pihak manapun. Begitu pula dengan aturan ujian-ujian tambahan pada beberapa jurusan tersebut.

Ibnu Majah Mahasiswa Sejarah, 2011 Fakultas Ilmu Sosial

Tak Ada yang Sia-Sia

L

ulus ujian skripsi tidak menjamin seorang mahasiswa lulus dari universitas, karena pada kenyataannya masih ada ujian-ujian lain yang menjadi syarat lulus selain ujian skripsi. Seperti Ujian Kemampuan Dasar Berbahasa Indonesia (UKDBI) pada Jurusan Bahasa Indonesia dan Ujian Komprehensif pada Jurusan Hukum, Padahal ujian-ujian tersebut tidak masuk dalam Sistem Kredit Semester (SKS). Namun, ujian-ujian tersebut sebenarnya adalah tolok ukur seorang lulusan. Apakah mereka sudah menguasai dasar keilmuan untuk terjun langsung dalam ranah yang lebih riil pekerjaan yang akan digeluti nantinya. Seperti yang diungkapkan seorang lulusan Jurusan Bahasa Indonesia bahwa EYD wajib dikuasai, karena akan sangat berguna nantinya. Begitu pula Ujian Komprehensif yang terdiri atas tiga mata kuliah (Pengantar Hukum Indonesia, Pengantar Ilmu Hukum, dan Ilmu Negara), di mana mata kuliah tersebut termasuk mata kuliah umum. Jadi ujian-ujian yang tidak memiliki bobot SKS tersebut dilaksanakan bukan tanpa dasar/alasan. Segala hal yang telah diterima dalam pembelajaran pastinya memiliki hikmah tersendiri untuk mahasiswa, hanya saja kembali pada maha-

siswanya bisakah mengambil hikmah pengalaman tidak langsung dan dapat itu atau tidak. Seorang mahasiswa mengaplikasikannya dalam kehidukhususnya dan pelajar pada umum- pan. Berbicara tentang aplikasi ilmu, nya dianjurkan untuk meresapi, memikirkan, dan banyak mengulang apa tidak serta merta mahasiswa dayang telah disampaikan oleh pengajar. pat mengaplikasikan ilmu yang telah Karena hal tersebut akan membuah- diperoleh dalam hidupnya. Hanya kan kepahaman, di mana seorang dengan fondasi yang kuatlah mahamahasiswa nantinya tidak hanya lu- siswa dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dengan ‘belus untuk mencari nar’. Fondasi itu tidak pekerjaan saja, hanya diperoleh dari melainkan memipembelajaran meliki ranah yang lainkan pengalamanlebih luas dalam pengalam lain yang mengaplikasikan menunjang. Tapi ilmunya. terkadang mahasiswa Mahasiswa enggan mencari tamseharusnya bisa bahan ilmu tersememperoleh but, sehingga dosen pelajaran dari memutar otak agar siapa pun, kadapat ‘memaksa’ mapan pun, dan Wakhidati Maimunah hasiswa mempelajari dalam keadaan Mahasiswa Psikologi 2011 suatu keterampilan bagaimana pun yang dimasukkan dauntuk memperkaya diri. Seperti pendidikan karakter lam ujian-ujian yang tidak masuk dayang kebanyakan diperoleh bukan lam SKS tersebut. Tidak perlu berburuk sangka dulu dari pendidikan formal, melainkan dari keluarga dan interaksi dengan terhadap ujian-ujian yang menurut beberapa oknum mahasiswa merepotlingkungan. Tidak ada kata sia-sia dalam men- kan dan sulit dite-rima tersebut. Tencari ilmu. Beberapa hal dapat menjadi tunya dosen telah memiliki pertimpembelajaran observasional bagi ma- bangan yang tidak hanya dipikirkan hasiswa. Mereka bisa mendapatkan dalam waktu singkat untuk memutus-

5

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

kan memberikan ujian-ujian tersebut. Kembali pada hal yang di-sebutkan di atas bahwa hikmah selalu ada di balik ilmu yang dipelajari. Tidak ada yang tidak berguna dalam praktik nyatanya nanti. Mungkin kita tidak bisa merasakannya sekarang, karena ilmu merupakan tabungan jangka panjang. Namun, percayalah kelak kita bisa merasakan buah dari perjuangan kita menuntut ilmu saat ini.

Wakhidati Maimunah Mahasiswa Psikologi / 2011 Fakultas Ilmu Pendidikan

Tesa Edisi Depan Mulai tahun ajaran 2013/2014 Unnes mulai memberlakukan kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra. Penggolongan ke dalam 5 kategori membuat biaya yang harus ditanggung mahasiswa berbeda-beda. Di sini ada beberapa masalah, seperti bagaimana jika mahasiswa lulus lebih dari 8 semester, mereka harus membayar biaya yang sama pada semester selanjutnya sesuai dengan kategorinya. Menurut Anda, apakah kebijakan UKT meringankan atau malah memberatkan mahasiswa ? Tulis pendapat Anda sepanjang 3.500 karakter with space, kirim ke nuansa@bp2munnes. com atau langsung ke kantor kami, Gedung UKM Lantai 2.

Peran Mahasiswa dalam Politik di Indonesia

D

alam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda menempati peran yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan dapat dikatakan pemuda menjadi tulang punggung dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang ketika itu. Hingga kini, peran tersebut tetap disandang oleh pemuda Indonesia. Selain sebagai pengontrol independen terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/ penguasa, pemuda Indonesia juga secara aktif melakukan kritik, hingga mengganti pemerintahan apabila tidak lagi pro-rakyat. Hal ini dapat dilihat pada kasus jatuhnya Pemerintahan Soekarno oleh gerakan pemuda, yang tergabung dalam kesatuan-kesatuan aksi mahasiswa dan pemuda tahun 1966. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemuda dalam menumbangkan Pemerintahan Soeharto 32 tahun kemudian. Peran yang disandang pemuda Indonesia sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol sosial (Agent of Social Control) hingga saat ini masih efektif. Pemuda mampu menstimulus partisipasi politik rakyat dalam upaya mengontrol setiap kebijakan yang dibuat penguasa. Politik Mahasiswa di Indonesia Kehidupan kampus terutama politik kampus tentu tidak dapat dilepaskan dari keberadaan aktivis mahasiswa, yaitu mereka yang tidak hanya menghabiskan masa kuliahnya dengan menghadiri kelas-kelas formal di universitas tetapi juga menyibukkan diri dalam organisasi. Mereka bergelut dengan agendaagenda organisasi, mengikuti banyak forum diskusi, berada di garis terdepan dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan kampus maupun pemerintah pusat. Selain itu, mereka juga melakukan advokasi bagi sesama mahasiswa hingga melakukan pengabdian masyarakat di luar kampus. Satu hal yang menjadi ciri khas dari para aktivis mahasiswa ini adalah mereka memiliki kesadaran sosial politik yang lebih dibanding mahasiswa pada umumnya. Mereka juga tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut sebagai idealisme. Keberadaan para aktivis mahasiswa ini kemudian dapat dikatakan menjadi motor penggerak dinamika sosial politik di kampus. Jika kita mau melihat jauh ke depan, itu artinya keberadaan para aktivis kampus ini juga akan menjadi cikal bakal kondisi politik negara Indonesia di masa yang akan datang. Mahasiswa merupakan bagian integral dari perguruan tinggi yang dikenal sebagai simbol intelektualitas. Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali mempresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi dengan cara mere-

ka sendiri. Gerakan dan partisipasi mahasiswa juga pada hakikatnya adalah gerakan intelektual karena intelektualitas merupakan ciri khas yang inheren (melekat/menyatu) dalam diri mahasiswa sebagai kelas menengah terdidik. Oleh karena itu, pergerakan mahasiswa dituntut mampu menunjukkan kadar intelektualnya. Gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan ilmiah yang dibangun di atas basis rasionalitas yang tangguh. Benedict Anderson, seorang Indonesianist mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya. Hal ini terlihat dari uraian periodisasi di bawah ini: Masa Pemerintahan Orde Lama Karakteristik dari politik pemuda Indonesia masa Pemerintahan Soekarno adalah menginduk kepada partai-partai politik yang tumbuh subur ketika itu. Banyak dari pemuda percaya bahwa dengan menginduk ke partai politik tertentu maka upaya untuk membangun basis kepemimpinan pemuda akan dengan sendirinya berjalan. Hampir semua partai besar seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Partai Komunis Indonesia (PKI), hingga partai-partai kecil memiliki organ kepemudaan yang berafiliasi ke partai bersangkutan. Namun langkah tersebut dirasakan oleh para pemuda kurang strategis, ketika Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin, di mana figur Soekarno menjadi simbol tunggal negara. Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemuda ketika itu adalah melakukan pengkritisan terhadap setiap kebijakan yang dibuat oleh Soekarno maupun anggota kabinetnya. Akan tetapi, sebagaimana diketahui bersama bahwa langkah melakukan tersebut berujung pada konflik pemuda ketika itu. Sebagian memilih berada di samping Soekarno, sebagian lain memilih berhadap-hadapan dengan Soekarno. Konflik antarorganisasi pemuda pun pecah, bahkan telah mengarah kepada kriminalisme. Upaya untuk saling menjelek-jelekkan antar organisasi terjadi secara sistematis. Pemuda Rakyat, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Barisan Pendukung Soekarno (BPS), berlawanan dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), serta organisasi pemuda partai yang tidak mendukung kepemimpinan Soekarno seperti Pemuda Perti, Pemuda Persis, Pemuda Katolik, Pemuda Kristen, dan lain sebagainya Masa Pemerintahan Orde Baru Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi dengan praktik korupsi yang merajalela. Selain itu, kesenjangan antara rakyat kaya dan miskin juga semakin melebar. Hampir selama 32 tahun gerakan mahasiswa berusaha dibungkam oleh rezim berkuasa, yaitu Rezim Orde

Baru atau yang biasa dikenal Masa Demokrasi Pancasila. Awal permulaan pada masa pemerintahan Orde Baru tahun 1966 ini membawa dan menumbuhkan harapan baru sistem demokrasi dan penegakan hukum yang lebih baik setelah rakyat bersama mahasiswa dan pelajar secara bergelombang turun ke jalan menentang kesewenang-wenangan PKI. Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen”. Suasana harmonis tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Sejak dikeluarkannya UU No. 15 dan 16 Tahun 1969, tentang Pemilu dan tentang Susunan dan Kedudukan Lembaga Negara, maka dari sinilah mulai nampak keinginan politik elit penguasa untuk menghimpun kekuatan dan meraih kemenangan mutlak pada pemilu yang sedianya akan diselenggarakan pada tahun 1970 ternyata baru dapat dilaksanakan tahun 1971, karena usaha penggalangan kekuatan lewat Golongan Karya (GOLKAR) memerlukan waktu cukup lama. Masa pemerintahan yang begitu panjang menjadi arena membungkam demokrasi dan menenggelamkan partisipasi masyarakat luas dalam hampir semua sektor kehidupan, sampai untuk membangun gedung-gedung SD di seluruh Indonesia harus lewat Inpres (instruksi presiden). Maka dapat disaksikan menjelang akhir kekuasaan Orde Baru, ketika terjadi krisis moneter, ekonomi yang dibangun dengan stabilitas politik dan keamanan itu rontok ibarat bangunan tanpa pondasi yang baru dilanda gempa bumi, rata dengan tanah. Dapat dikatakan bahwa pada masa Pemerintahan Soeharto, kaum muda mengalami bulan madu politik yang singkat. Perbedaan ideologi di tubuh organisasi pemuda yang dibiarkan tumbuh seirama dengan perkembangan bangsa selama Pemerintahan Soekarno mulai dibatasi. Hal ini terkait dengan adanya penyederhanaan partai yang dilakukan oleh Pemerintah Soeharto. Pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebagai organisasi payung bagi organisasi kepemudaan yang ada menjadi salah satu bentuk pengekangan dan pembatasan hakhak politik pemuda dan organisasi lainnya. Organisasi-organisasi pemuda yang menolak kebijakan Soeharto, kemudian dicap sebagai organisasi pemuda yang tidak bersih dan bukan tidak mungkin diberi cap komunis. Keputusan untuk menonideologikan semua organisasi pemuda ini kemudian menghasilkan perlawa-nan-perlawanan terhadap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintahan Soeharto kala itu. Ada tiga karakteristik organisasi pemuda pasca-pembentukan KNPI. Pertama, organisasi pemuda yang Bersambung halaman 7


6

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Laporan Utama

Laporan Utama Mahasiswa Apatis atau Kritis?

Makna Kajian Politik di Kampus

P

rof. Dr. Masrukhi, M.Pd, mengungkapkan bahwa kampus adalah lembaga pendidikan, tidak ada politik di kampus, yang ada adalah kajian tentang politik. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) adalah lembaga yang mengembangkan kepemimpinan di universitas. Menurutnya pengertian politik adalah cara memperoleh kekuasaan, sedangkan orientasi di kampus adalah keilmuan, sifatnya objektif, dan keilmiahan. “Mahasiswa digerakkan dalam bidang akademis, dengan menghasilkan karya berupa Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM),” jelasnya. Dia menyatakan perlunya mengkaji politik di universitas agar tidak buta politik. “Kajian politik ini bersifat akademis, high akademik dengan melakukan kajian-kajian terhadap politik, hal ini dibuktikan dengan adanya jurusan Ilmu Politik di Unnes,” ungkapnya, Kamis (21/3). Menurutnya, gerakan mahasiswa ekstra kampus seperti Persatuan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII), Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama / Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPNU/IPPNU), dan Lembaga Masyarakat Desa (LMD) merupakan wadah pengembangan berupa komunitas yang terstruktur. “Organisasi ekstra ini memberikan kontribusi terhadap Kedewasaan mahasiswa, membentuk jati diri mahasiswa dengan pengembangan yang telah diberikan,” ungkapnya. Lebih lanjut Dia menyatakan bahwa kampus tidak memperbolehkan ada campur tangan dari partai dan sekretariat partai di kampus. “Mempelajari politik berperan untuk memanajemen diri, untuk mempunyai karakter pemimpin. Untuk itu mahasiswa diwajibkan mempunyai sifat kepemimpinan, yaitu sikap yang mampu memimpin dan dipimpin. Sifat kepemimpinan ini akan berguna setelah lulus, karena semua kehidupan di masyarakat perlu kepemimpinan,” terangnya. Pembantu Rektor Bidang

Kemahaiswaan ini juga menjelaskan bahwa Unnes adalah lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi normanorma kependidikan. “Pemahaman mahasiswa keliru jika ada politisasi di kampus, yang benar adalah adanya kajian politik di kampus. Unnes bergerak dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Bukan hanya Unnes, melainkan semua perguruan tinggi pun harus bebas perpolitikan praktis, karena perguruan tinggi adalah lembaga yang menjunjung tinggi nilai pendidikan,” imbuhnya. Ada pun menurut Benny Sumardiana, Dosen Fakultas Hukum, Politik Kampus merupakan sistem yang dijalankan oleh aktivis mahasiswa yang dibuat untuk mendapat apa yang dikehendakinya secara organisasi, jabatan dalam organisasi, dan ideologi. “Ada banyak alasan mahasiswa mengikuti kegiatan politik kampus. Ada yang memang ingin belajar berorganisasi, mengetahui sistem politik

yang ada di kampus, dan ada pula yang hanya ingin mengisi waktu luang,” ungkap Dosen Pidana ini. Pengertian politik kampus diungkapkan pula oleh Presiden BEM KM 2013 Makhmud Kuncahyo. Menurutnya kampus tidak hanya untuk tempat calon pendidik, tetapi juga sebagai miniatur negara, tempat pemerintahan mahasiswa baik tingkat universitas, fakultas, maupun jurusan. “Politik dalam konteks kampus berbeda dengan negara. Politik kampus lebih soft, bernurani, dan berbeda dengan politik di luar sana yang notabene busuk tidak ada harapan. Pelaksanaan politik di kampus masih murni karena pelaksanaannya adalah mahasiswa yang berpikiran idealis,” jelasnya. Menurutnya, arti dari politik di kampus adalah cara untuk mencapai tujuan, dengan melakukan cara atau strategi yang lebih baik, beretika yang tidak ada unsur money politik untuk membentuk opini publik. Uus, Septi

Mahasiswa Unnes Masih Apatis

U

ntuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan tanggapan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan dunia perpolitikan di lingkungan kampus, Redaksi Tabloid NuansA mengadakan jejak pendapat melalui metode angket. Jejak pendapat dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi mahasiswa Unnes tahun 2013 kategori reguler dan paralel sebanyak 350 responden yang tersebar di 8 fakultas. Polling dilakukan pada Senin (25/3) dengan teknik pengambilan sampel purposive simple random sampling dengan taraf kepercayaan 95%, namun hasil polling tidak mewakili suara mahasiswa secara keseluruhan.

Mengenai pengetahuan mahasiswa tentang dunia perpolitikan di dunia kampus 35,71% responden tahu, namun 33,14% belum tahu dan 25,43% tidak mau tahu dengan dunia politik di lingkungan kampus. Di lingkungan Unnes terdapat lembaga kemahasiswaan yang bergerak di bidang perpolitikan baik di tingkat jurusan maupun di tingkat universitas semisal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), namun 49,71% responden menyatakan tidak mau bergabung dalam organisasi tersebut, 13,43% menyatakan sudah pernah bergabung dan 31,14% responden belum pernah dan punya keinginan untuk ikut serta.

Ketika ditanya mengenai minat untuk mencalonkan diri sebagai ketua lembaga kemahasiswaan 66,57% responden menyatakan tidak berminat untuk mencalonkan diri, 20,28% belum memikirkan hal tersebut, dan 7,43% menyatakan berminat untuk mencalonkan diri di salah satu lembaga kemahasiswaan. Semenjak Makhmud Kuncahyo dilantik menjadi Presiden Mahasiswa tahun 2013 pada bulan Januari lalu, 42,28% responden menyatakan sudah tahu namun 36% dari responden tidak mau tahu dan 16% belum tahu. Pemilihan Raya (Pemira) merupakan pesta demokrasi di Unnes yang diselenggarakan tiap tahun untuk memilih presiden mahasiswa, ketua

7

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

HIMA, DPM, dan lain-lain yang mengikutsertakan mahasiswa untuk ikut andil di dalamnya. Berdasarkan hasil polling 46% responden menyatakan sudah pernah ikut Pemira, namun 33,71% tidak mau ikut andil ketika Pemira diselenggarakan. Berdasarkan hasil polling dapat ditarik simpulan bahwa mahasiswa Unnes masih belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang dunia perpolitikan di kampus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya responden yang tidak mau ikut dalam lembaga kemahasiswaan, namun mahasiswa Unnes sudah memiliki kesadaran untuk ikut andil dalam Pesta demokrasi kampus yaitu pemira. Litbang

B

anyaknya mahasiswa yang apatis terhadap kehidupan politik di kampus, menurut Benny Sumardiana, Dosen Pidana Fakultas Hukum karena beberapa faktor. Pertama, perilaku aktivis kampus yang kurang simpati terhadap mahasiswa lain. Kedua, kurangnya dukungan dari universitas sehingga mahasiswa cenderung apatis. Ketiga, tidak adanya paksaan untuk berorganisasi. Karena alasan-alasan itulah, hingga kini masih banyak mahasiswa yang tidak peduli dengan kehidupan politik kampus. Meskipun begitu Benny tetap memberikan pesan bagi aktivis kampus untuk dapat berpolitik selayaknya politikus kampus, mempertahankan ideologi, dan menghindari politik praktis. Senada dengan Benny, Sukari Ketua BEM FE 2011 juga mengungkapkan ada 3 faktor yang menyebabkan mahasiswa bersifat apatis terhadap pemilihan lembaga kemahasiswaan seperti Hima, BEM Fakultas dan BEM Universitas, yaitu kurangnya sosialisasi terhadap mahasiswa oleh KPU, kurangnya penokohan diri calon terhadap mahasiswa, dan ketidaktahuan mahasiswa sendiri. “Sosialisasi dari KPU sebenarnya sangat penting. Karena hal itu sebagai jembatan mahasiswa dengan calon yang ada. Namun, biasanya sosialisasi hanya dilakukan beberapa hari sebe-

lum adanya pemilihan. Selain itu, para calon juga jarang sekali yang turun langsung agar mahasiswa dapat mengenalnya. Sedangkan, mahasiswa sendiri juga kebanyakan setelah kuliah langsung pulang dan jarang sekali mau mengerti hal-hal seperti ini,” jelasnya. Berbeda dengan Dony Kusuma Ariwibawa, menurutnya mahasiswa tidak apatis. Dony yang menjabat sebagai Presiden BEM KM 2012 justru menganggap mahasiswa mempunyai sikap kritis. Dia yakin bahwa setiap

mahasiswa memiliki ranah minatnya masing-masing. Sehingga ketidakikutan mahasiswa dalam Pemira mungkin karena kurang begitu tahu informasi tentang hal tersebut. “Masalah yang sering terjadi sebenarnya a d a l a h kurangnya komunikasi ketika melaksanakan progja di BEM KM. Sehingga menyebabkan kurang maksimalnya pelayanan BEM KM terhadap mahasiswa. Meskipun sebenarnya kami sudah

berusaha dengan publikasi melalui website, sosialiasi ke BEM-BEM fakultas, dan lainlain,” imbuhnya. Rafidika Rizaldi, presiden BEM FBS 2013 yang dilantik awal Maret ini menolak tegas ketika mahasiswa FBS dianggap apatis terhadap politik kampus. Sependapat dengan Dony, Dia juga mengungkapkan jika mahasiswa sesungguhnya justru sangat kritis. Dika, menjelaskan adanya calon tunggal di FBS selama tiga tahun terakhir ini bukan berarti gambaran dari sikap apatis mahasiswa. Lebih lanjut Dika menerangkan bahwa hal itu memang sudah diskenario seperti itu. Banyaknya jurusan di FBS dengan karakteristik yang berbeda, membuat para aktivis FBS sepakat untuk memunculkan calon tunggal di setiap Pemilu. “Kami berusaha untuk menghindari perpecahan. Makanya kami munculkan dulu calon-calonnya lalu kami sharing. Karena tujuan kami sama untuk kebaikan FBS, maka kami rembuk bersama untuk menentukan yang terbaik. Alasan kami yang utama adalah kami tidak ingin kekeluargaan yang sudah terbentuk sejak lama ini, tiba-tiba hancur gara-gara pemilu. Memang kelemahannya kita dianggap apatis dibanding fakultas yang lain, tapi ya itu tadi kami tidak ingin kekeluargaan di antara kami pecah,” jelasnya (20/3). Nadlif, Ibnu, Ambar.

bijakan yang dibuat oleh Soeharto, seperti: Pe-ristiwa Lima Belas Januari (Malari) 1974 yang menyebabkan kerusuhan dan sentimen antiproduk Jepang. Peristiwa tahun 1978, yakni serbuan aparat militer dan kepolisian ter-hadap kampus-kampus di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan sebagainya. Serta yang terakhir, ketika ribuan massa dari berbagai kampus menduduki gedung DPR/MPR serta simbol kenegaraan lainnya di berbagai kota, yang mengakibatkan Presiden Soeharto, yang berkuasa lebih dari 32 tahun itu mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.

Pasca-Orde Baru”. Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie. Sejak orde reformasi mahasiswa kembali bebas mengekspresikan dirinya sebagai agen kontrol dan agen perubahan tatanan demokrasi hingga dihasilkan tatanan politik Indonesia pascaReformasi yang lebih demokratis yang diakui oleh dunia internasional. Pemuda secara umum didefinisikan sebagai mahasiswa atau kaum terpelajar yang memiliki potensi besar dalam proses perubahan. Mahasiswa adalah sosok yang suka berkreasi, idealis dan memiliki keberanian serta menjadi inspirator dengan gagasan dan tuntutannya.

Namun, format kehidupan mahasiswa saat ini, sedikit banyak telah terpengaruh oleh sistem kehidupan yang berlaku sekarang, yaitu sistem demokrasi kapitalis. Di pentas sejarah panggung politik Indonesia, politik kampus menjadi sebuah keunikan tersendiri bagi sejarah perjalanan politik di Indonesia. Kentalnya budaya-budaya politik di arena nyata politik praktis Indonesia sangat memengaruhi budaya politik yang ada di Kampus. Beginilah adanya, politik eksternal kampus sangat berpengaruh pada politik internal kampus. Bahkan kampus menjadi sasaran empuk untuk menjadi ladang kaderisasi partai politik atau organisasi–organisasi politik eksternal kampus.Yusri Maulina. (dari berbagai sumber)

Peran .... menerima kebijakan yang dibuat dalam menyatukan ideologi, yakni ideologi Pancasila terhadap semua organisasi kepemudaan. Organisasi tersebut antara lain: HMI, GMNI, PMII, PMKRI, GMKI, dan berbagai organisasi pemuda yang loyal terhadap kebijakan pemerintahan. Kedua, organisasi pemuda yang berbasis di kampus. Organisasi pemuda ini mampu bersembunyi di balik organisasi kemahasiswaan yang formal. Organisasi kampus ini justru dalam kurun waktu 32 tahun Pemerintahan Soeharto banyak melakukan perlawanan dan penolakan terhadap setiap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintahan Orde Baru tersebut. Tercatat berbagai peristiwa politik yang dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan oposisi terhadap ke-

Peran dan Partisipasi Mahasiswa Dalam Era Pasca-Orde Baru (Era Reformasi) Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era


8

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

9

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Laporan Utama

Wawancara

Politik (Tak Selamanya) Kotor

“P

olitik itu kotor menurut kita yang tidak ada di dalamnya kini, namun ketika suatu saat nanti kita harus berpolitik, maka terjunlah selami sedalam mungkin.� Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang apatis terhadap politik, bahkan mereka memandang bahwa politik itu kotor bahkan lebih buruk dari itu? Politik pada dasarnya merupakan cara atau proses untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan. Jadi dalam hal apapun ketika kita berusaha mencapai suatu keinginan dengan menggunakan strategi, maka di situlah politik digunakan. Namun, masyarakat cenderung berpikir sempit dengan memaknai politik hanya pada cara maupun strategi untuk mendapatkan kekuasaan. Pola pemikiran semacam itulah yang menyebabkan banyak orang menilai bahwa

Benny Sumardiana, S.H., M.H. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unnes

politik itu buruk. Karena ketika kita berbicara tentang kekuasaan atau tahta, maka kita juga akan membicarakan suatu hasrat yang sulit dibendung, sama halnya seperti hasrat ingin mendapatkan harta. Sementara kampus merupakan suatu tempat di mana mahasiswa mencari ilmu atau belajar sebagai bekal menjalani kehidupan sesungguhnya di masyarakat. Teori yang mereka dapatkan di bangku kuliah tentunya bersifat ideal (masih murni dan tidak dicampuri oleh kepentingan apapun), itulah sebabnya banyak orang mengatakan mahasiswa memiliki idealisme yang tinggi. Akan menjadi suatu hal yang tidak tepat ketika kemurnian tersebut dikotori oleh kepentingankepentingan tertentu untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah organisasi kemahasiswaan. Lembaga itu jelas merupakan tempat di mana mahasiswa memoles social relationship-nya, agar ketika terjun ke masyarakat mahasiswa-mahasiswa tersebut pun dapat menjadi organisatoris yang dapat mengelola hubungan dalam masyarakat dengan baik. Organisasi kemahasiswaan mengajarkan banyak hal kepada mahasiswa, salah satunya politik. Sama seperti organisasi lainnya, organisasi kemahasiswaan juga menawarkan posisi-posisi yang cukup menggiurkan untuk di duduki oleh fungsionarisnya. Posisi menarik itulah yang memancing mahasiswa untuk berpikir strategi apa yang akan digunakan untuk mendapatkan posisi tersebut. Tentunya strategi politik yang digunakan harus yang ideal, karena pada dasarnya mahasiswa sedang dalam proses belajar tidak bersaing secara nyata. Namun ternyata hal tersebut

tidak dimaknai betul oleh para fungsionaris organisasi kampus. Mereka justru menggunakan strategi politik yang tidak ideal untuk mendapatkan posisi tersebut. Strategi politik itu bermacam-macam, ada yang mencoba mengenalkan diri dengan banyak memasang gambar yang tidak beraturan dan justru mengotori lingkungan, meraup suara dengan memberi sogokan rokok untuk calon pemilihnya, dan parahnya ada yang mencoba meraih suara dengan membuat propaganda atas nama kedaerahan, suku, bahkan agama. Tepat memang ketika adagium/pepatah yang digunakan untuk membela para politisi kampus ini adalah “belajar harus maksimal, tidak setengahsetengah�. Namun disadari atau tidak mahasiswa sendiri memiliki dua tanggung jawab besar, yakni tanggung jawab membuat sejarah untuk dirinya sendiri dan tanggung jawab menjaga beban sejarah yang telah dibuat oleh pendahulunya. Bukan perkara mudah untuk menanggung kedua beban tanggung jawab itu, karenanya mahasiswa dituntut untuk lebih cerdas dan berkualitas. Padahal di sisi lain para organisatoris kampus itu juga harus memikirkan sebuah misi yang lebih penting, yaitu politik praktis yang dikibarkan oleh partai. Awalnya mereka masuk melalui organisasi kemahasiswaan ekstra kampus kemudian meluas ke organisasi intra kampus. Seperti yang kita ketahui Universitas Negeri Semarang (Unnes) saat ini telah berkembang menjadi sebuah universitas besar bertaraf internasional. Unnes sedang gencar melakukan pembangunan dan pembenahan di berbagai aspek. Mulai dari penambahan

gedung-gedung, fasilitas belajar-mengajar, sampai pengembangan kualitas tenaga pendidikan dan kependidikan. Unnes sebagai universitas negeri yang cukup dikenal, tiap tahunnya selalu menarik minat ribuan alumni siswa sekolah mene-ngah. Dengan seleksi yang ketat kemudian terpilihlah mahasiswa yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Pada akhirnya, jumlah mahasiswa yang melimpah menjadi modal utama universitas ini untuk berkembang menjadi universitas besar. Namun, perlu diketahui bahwa modal ini lah yang membuat Unnes menjadi incaran politisi-politisi elit untuk meraup suara mahasiswa sebanyak-banyaknya. Inilah yang sebenarnya harus dipikirkan oleh para mahasiswa, sebagai garda terdepan perbaikan Indonesia menjadikan bangsa yang lebih baik dengan. Salah satunya menghindari perpolitikan elit masuk ke kampus. Sampai detik ini gerakan mahasiswa terus berada di depan untuk mengawal perubahan baik dalam masalah ekonomi, sosial, politik pemerintahan, pendidikan, dan semacamnya. Pergerakan semisal meneliti, mengkritisi, menuntut, menentang, bahkan menolak kebijakan-kebijakan yang dilihat tidak sesuai dengan nurani masyarakat atau menyimpang dari undang-undang yang berlaku telah menjadi ritual wajib bagi mahasiswa. Memang status mahasiswa sebagai garda terdepan perubahan bangsa menuntut mahasiswa untuk tetap pada idealismenya. Pada konteks inilah mahasiswa akan terlihat jelas apakah mampu dan pantas meraih predikat agent of change dan agent of social control.

DR. Eko Handoyo, M.Si

Politik Kampus Tumbuhkan Jiwa Kepemimpinan Mahasiswa

D

alam lingkungan kampus, banyak mahasiswa yang berlomba-lomba untuk menjadi politisi kampus seperti pengurus HIMA (Himpunan Mahasiswa), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) maupun Presiden Mahasiswa BEM Universitas. Lembaga Kemahasiswaan tersebut dibangun untuk mengatur organisasi dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan mahasiswa. Berikut petikan wawancara Tabloid Nuansa dengan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Apakah politik kampus itu? Politik kampus jangan diartikan politik untuk memperoleh kekuasaan, tetapi politik kampus yang dimaksud hanya belajar untuk memimpin. Mengapa kampus?

ada

politik

Politik kampus dibangun bertujuan untuk mengajak mahasiswa belajar untuk memimpin dan berorganisasi. Politik

NuansA/Arum

kampus merupakan kebutuhan mahasiswa untuk aktualisa-si diri. Mahasiswa yang sudah mendapatkan ilmu dalam perkuliahan juga mendapatkan ilmu dalam berorganisasi.

hasiswa menjadi politisi kampus ?

Perkembangan politik kampus saat Orde Lama, banyak pengaruh dari partai politik yang ada. Partai politik mengajak mahasiswa untuk ikut ke partai politik miliknya. Akibatnya muncul berbagai persoalan, mahasiswa saling bermusuhan karena berbeda pandangan dan berbeda partai politik. Kemudian sering terjadi bentrok antarmahasiwa. Tetapi setelah diberlakukannya peraturan dari MKK BKK saat Orde Baru, politik kampus ditata dan diatur. Mahasiswa dilarang untuk mengikuti partai politik. Tidak ada lagi unsur partai poltik di kampus.

pus?

Saya rasa motivasi mahasiswa untuk menjadi politisi kampus adalah mereka ingin lebih terkenal, banyak disukai orang dan Bagaimana perkemban- tentu saja mendapatkan gan politik kampus di penghargaan sosial. Universitas Negeri Se- Bagaimana alur untuk marang sejak dulu hing- mencalonkan diri menjaga sekarang? di ketua organisasi kam-

Apakah motivasi ma-

Setiap BEMU, BEM maupun HIMA pasti memiliki syarat-syarat tersendiri untuk mencari calon ketua organisasinya. Mahasiswa yang berminat untuk mencalonkan diri, mengukur diri apakah dia memenuhi persyaratan dan sanggup untuk mengemban amanat sebagai ketua organisasi. Apabila mahasiswa merasa sanggup, mereka dapat mencalonkan diri. Jika dinyatakan lolos dalam persyaratan, kemudian melakukan kampanye, debat publik dan terakhir pemilihan. Apakah ada organisasi lain yang mengusung calon ketua organisasi

kampus? Menurut saya tidak ada, mereka hanya mencari pendukung secara kekeluargaan. Mahasiswa yang berminat mencalonkan diri mengajak teman–teman mereka untuk menjadi tim suksesnya. Darimana dana yang digunakan calon ketua organisasi untuk kepentingan kampanye? Dana untuk kepentingan pembiayaan kampanye (pembuatan pamflet, baliho, stiker dan pin) berasal dari dana sendiri, tidak ada dana dari universitas. Karena di kampus tidak boleh ada yang namanya money politic (politik uang). Dana itu bisa didapat dari iuran antarteman atau memakai uang pribadi. Apakah universitas juga ikut berperan dalam pemilihan ketua organisasi kampus ? Universitas ikut berperan dalam mengawasi kegiatan pemilihan ketua organisasi kampus. Bayuningrum, Frian Violita

Biodata Narasumber Nama : DR. Eko Handoyo, M.Si Tempat, tanggal lahir : Pati, 8 Juni 1964 Alamat : Perum Trangkil Gunungpati Semarang Riwayat Pendidikan : SD Puri SMP Purnama SMA Negeri 1 Pati IKIP Semarang Universitas Gadjah Mada UKSW Salatiga Prestasi : - Lulusan terbaik S1 - Lulusan terbaik S3 - Dosen teladan - LKT Korpri Pekerjaan : Pembantu Dekan 1 bidang akademik Fakultas Ilmu Sosial, Dosen Unnes sejak tahun 1988


10

Laporan Khusus

Pesona Pesona Alami Pantai Karang Bolong dan Pantai Shuwuk

Oyon Sofyan: “HB Jassin Tinggalkan Harta Karun Untuk Sastra Indonesia” sesekali senyumnya mengembang dan pandangannya menerawang. Kenangan akan HB Jassin memantik semangatnya untuk terus menceritakan kisah hidup sang Maestro Sastra itu. Oyon sudah bekerja dengan HB Jassin sejak masih muda, sehingga sedikit banyak dia tahu tentang kehidupan HB Jassin. Di dalam ruangan yang tidak begitu luas itu, Oyon mulai menceritakan sejarah berdirinya PDS HB Jassin. Kisah ini bermula saat HB Jassin masih menjabat sebagai sekretaris majalah Pujangga Baru yang saat itu dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Dia sering menerima tulisan-tulisan dan majalah dari luar. Jika STA mengatakan tulisan tersebut tidak layak terbit, HB Jassin tidak lantas membuang karya tersebut, tapi disimpan karena dia menghormati pengarang. HB Jassin sangat menghargai sebuah karya. Sehingga dia merasa sayang jika harus membuang karya-karya tersebut. Hal tersebut dilakukannya berulang-ulang, hingga rumahnya penuh dengan karya sastra dari berbagai macam pengarang. Karena merasa rumahnya tidak muat menampung banyaknya karya sastra yang disimpannya, dia menitipkan ke rumah saudaranya. Namun, lama-lama rumah saudaranya pun tidak mampu menampung karya-karya tersebut. Akhirnya Ajip Rosidi dibantu gubernur DKI Jakarta saat itu membuka yayasan HB Jassin ini tahun 1971. Oyon menceritakan kelebihan HB Jassin yang mampu melihat potensi seseorang. Kala itu, HB Jassin yang pernah sekolah HBS di Medan dengan Chairil Anwar menunjukkan puisi-puisi karya Chairil Anwar untuk dimuat di majalah Pujangga Baru. Namun, hal tersebut ditentang oleh kaum tua

P

agi itu, mentari bersinar sangat cerah, pantulan cahaya di air menambah keindahan Pantai Karang Bolong. Pantai ini, terletak di desa Tambak Mulyo, Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dari pusat kota Kebumen, pantai

NuansA /Ambar

seperti STA, Armyn Pane, dan Sanusi Pane karena tema yang diangkat tidak sesuai dengan tema saat itu. HB Jassin tidak berhenti sampai disitu, dia yakin bahwa Chairil Anwar memiliki potensi luar biasa dalam bersastra. Akhirnya HB Jassin berhasil menjadikan Chairil Anwar sebagai satrawan angkatan ’45. PDS HB Jassin tersebut kini menyimpan puluhan ribu karya sastra Indonesia. sejak tahun 1941, mulai dari kliping, arsip asli, esai, dan sebagainya. “Pak Jassin itu bukan orang kaya, tapi dia mampu meninggalkan harta karun untuk sastra Indonesia yang bisa dijadikan bahan studi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat,” ungkap Oyon bangga. Harta karun berupa karya sastra Indonesia yang ditinggalkan HB Jassin tidak hanya dinikmati oleh pelajar dalam negeri saja, namun berbagai pelajar, mahasiswa, maupun sastrawan dari luar negeri juga ikut menikmatinya. Hal ini terbukti dengan adanya kunjungan dari beberapa negara seperti Australia, Belanda, dan Jerman beberapa waktu yang lalu. Ambar Kurniawati

ini berjarak sekitar 40 km dan dapat ditempuh melalui dua jalur transportasi. Pertama, dari Kota Kebumen menuju Kota Gombong kemudian mengambil jalur transportasi jurusan Karang Bolong. Kedua, dari Kota Kebumen mengambil jurusan Petanahan, setelah itu mengambil jalur transportasi menuju Pantai Karang Bolong. Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit dengan kendaaraan bermotor, rasanya semua rasa lelah terbayar begitu melihat keindahan pantai Karang Bolong. Sesuai dengan namanya, di pantai ini terdapat karang besar yang bolong atau berlubang. Bentuk lubangnya menyerupai pintu gua. Di dalam gua tersebut terdapat beberapa patung yang menggambarkan pengambilan atau pengunduhan sarang burung lawet. Pantai Karang Bolong memang merupakan sebuah tempat yang identik dengan burung lawet. Sedangkan burung lawet ini adalah burung yang menghasilkan devisa besar bagi Kabupaten Kebumen. Sebenarnya sarang burung lawet tidak berada di satu tempat dalam gua ini, tapi tempatnya berjarak sekitar 1 km dari Pantai Karang Bolong. Pantai Karang Bolong memang tidak begitu luas jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di Kebumen. Namun keindahan karang yang bolong, membuat pantai ini tak pernah sepi pengunjung, terutama di hari

libur. Di sebelah timur pantai terdapat hulu dari sebuah sungai yang biasanya digunakan warga sekitar untuk mencari ikan. Sungai ini bernama sungai Tilomoyo. Sungai inilah yang menghubungkan pantai Karang Bolong dengan Pantai Shuwuk. Jadi ketika mengunjungi Pantai Karang Bolong bisa sekaligus mengunjungi Pantai Shuwuk. Setelah puas memandang keindahan karang yang bolong, Saya pun tertarik untuk mengunjungi Pantai Shuwuk. Untuk menuju Pantai Shuwuk tersebut Saya harus menyeberangi hulu sungai yang lebarnya kurang lebih 50 meter. Di sekitar pantai terdapat perahu mesin yang siap mengantar pengunjung untuk menyeberangi hulu sungai. Perahu ini tak hanya mengantar pengunjung menyeberangi sungai, tapi juga mengelilingi sepanjang hulu sungai. Cukup dengan membayar Rp

NuansA/Septi

tempat ini. Usia yang kian senja tidak mengurangi semangat pria berbadan tambun ini, mengenakan setelan kaos hitam dipadu dengan celana jeans berwarna biru gelap Oyon menyambut kami. Topi bergaris putih yang menutupi kepalanya semakin mempertegas citra sastrawan pada dirinya. Suasana yang tercipta cukup hangat, Oyon mulai bercerita mengenai sosok HB Jassin. Bagi Oyon, dia adalah guru yang sangat bijaksana. Dia tidak pernah meremehkan atau menganggap kecil setiap karya yang diciptakan oleh pengarang amatiran sekali pun. Pembawaan HB Jassin yang tenang dan bersahaja membuat Oyon tak bisa menolak ketika dimintai tolong untuk membuat tulisan. Padahal, Oyon sama sekali tidak suka menulis. Saat NuansA /Ambar itu usianya masih 24 tahun dan dia dipaksa harus membuat sebuah tulisan yang akan dimuat di bagian belakang buklet musikalisasi sajak-sajak Chairil Anwar yang digarap oleh Agus Sukur. “Saya ingat ketika pertama kali menulis dulu, Pak Jassin yang suaranya pelan berujar kepada saya, Yon, kalau mau nulis pikiran harus tenang, nggak boleh tegang,” ungkapnya sembari menirukan gaya HB Jassin. Oyon bercerita dengan antusias,

Doc.

S

iang itu cuaca cukup terik, puluhan mahasiswa yang mengenakan almamater kuning kunyit tampak berjalan beriringan menuju PDS HB Jassin. Tempat itu terletak di dalam komplek Taman Ismail Marzuki (TIM). PDS HB Jassin agak tersembunyi ka-rena berada di lantai dua, tepatnya di belakang Planetarium. Tangga besi yang sedikit curam satu-satunya penghubung yang bisa kita gunakan untuk sampai ke tempat itu. Sesekali tarikan napas panjang mengiringi perjalanan ketika menaiki tangga. Ditambah lagi cuaca Jakarta yang sangat panas, membuat perjalanan menaiki anak tangga semakin berat. Namun, hal itu terbayar lunas ketika rombongan kami disambut dengan hangat oleh pegawaipegawai PDS HB Jassin. Sebuah foto berukuran besar terpajang di dinding tepat di depan pintu masuk. Perawakan gagah dan serta tahi lalat besar di pipi bagian bawah menunjukkan bahwa foto tersebut tak lain dan tak bukan adalah foto HB Jassin. Oyon Sofyan terlihat energik. Senyum di wajahnya mengembang ketika puluhan mahasiswa memasuki Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Dia merupakan salah satu pegawai purnatugas di PDS HB Jassin. Namun, semangatnya yang luar biasa membuat dia ingin terus mengabdikan dirinya di

11

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

ini,” ungkap pria yang sudah enam bulan ini menjadi tukang perahu dengan senyum mengembang (14/4). Berkeliling dengan perahu selama kurang lebih 20 menit sebenarnya kurang memuaskan hati saya. Namun, semua rasa kurang puas itu terbayar ketika melihat keindahan pantai Shuwuk yang tak kalah indah dengan pantai Karang Bolong. Deburan ombak pantai yang tak henti-hentinya bergemuruh bagai lantunan irama musik alam

Doc.

10.000 saya dapat menikmati sensasi naik perahu dengan diiringi keindahan ombak yang datang dipecah oleh karang-karang. Hal ini membuat hati saya makin dipenuhi rasa kagum. Apalagi ditambah dengan indahnya lambaian pohon kelapa di sepanjang hulu sungai yang semakin membuat hati terasa nyaman. Bagi Fatudin, salah seorang tukang perahu, mengantar para penguunjung berkeliling hulu sungai adalah pekerjaan yang menyenangkan. “Saya merasa senang, ketika para pengunjung kagum dengan keindahan pantai

yang membuat perasaan damai dan tenteram. Selain bisa menikmati deburan ombak pantai yang menawan, di pantai ini juga terdapat Kebun Binatang Mini. Eits, bukan binatangnya yang serba mini ya, tapi lokasinya yang kecil hanya sekitar 50x50 meter saja. Jumlah binatangnya pun sedikit, hanya terdapat dua sampai tiga binatang per jenisnya. Ada pun jenis binatang yang ada antara lain Burung Kaswari, Kura-kura, Siamang, Buaya, Burung Kakatua, Rusa Tutul, Kanguru, dan lain-lain. Menurut Supartu, Kepala Desa

Tambak Mulyo, kebun binatang ini diresmikan olehnya dan Cahyo Darso Atmojo, Komandan Kodim 0709 Kebumen tanggal 16 Januari 2008. Menurutnya dengan adanya kebun binatang, semakin menarik minat pengunjung. Selain kebun binatang, di pantai ini juga terdapat berbagai jenis mainan anak-anak. Tak heran, pantai Shuwuk dan Pantai Karang Bolong tak pernah sepi pengunjung. Apalagi harga tiket masuknya sangat terjangkau, hanya Rp 3500,- per orang. Bagi pengunjung yang hobi memancing, di sini juga merupakan tempat yang sangat tepat untuk memancing. Spot memancing yang biasanya banyak dipakai pengunjung yaitu di bawah bukit atau pegunungan yang berada di sebelah selatan karang yang bolong. Di tempat itu terdapat banyak batu-batu terjal tinggi yang sangat nyaman untuk melempar mata pancing. Kemudian di pinggir sungai, dan dari atas jembatan di jalan sebelum memasuki kawasan pantai Karang Bolong atau dari gerbang Pantai Shuwuk. Setelah berkeliling di Pantai Shuwuk, rasa lelah dan lapar mulai saya rasakan. Saya pun tertarik untuk mencoba makanan khas di daerah ini. Sate Yutuk, ya itulah makanan yang selalu dicari para pengunjung. Yutuk merupakan salah satu binatang pantai yang banyak terdapat di pantai ini. Bentuknya kecil, sekitar 3 cm, di tubuhnya terdapat cangkang berwarna hitam, sedangkan tubuh dalamnya berwarna kemerahan. Yutuk diolah menjadi berbagai makanan, ada sate yutuk, rempeyek yutuk, dan yutuk goreng. Rasanya gurih dan renyah. Sate Yutuk dijual dengan harga Rp 2500,- per tusuk, rempeyek yutuk goreng Rp 1000,- per buah, dan yutuk goreng Rp 500,- per buah. Sangat terjangkau, kan? Makan sepuasnya di sini tidak akan merogoh kocek terlalu dalam. Bagi Anda yang berkunjung ke kota Kebumen, sempatkan lah untuk berkunjung ke pantai ini ya. Septi Indrawati


12

13

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Perjalanan

Jepret Pasar Semawis, Semarak Nuansa Cina

Kudus, Surganya Rokok Kretek

NuansA/Uus

dengan ukiran-ukiran indah 3D dan 4D yang bermakna dan mengandung nilai filosofi hidup. Diantaranya pada Joglo Satru (ruang tamu) terdapat satu tiang penyangga

si alat untuk memproduksi rokok kretek. Mulai dari alat giling cengkeh, mesin giling tembakau, alat perajang tembakau, dan lain-lain. Selain itu, ada diorama pembuatan

tan rokok kretek mulai dari rokok yang terbungkus dengan klobot (daun jagung kering) sampai dengan pembuatan sigaret kretek tangan dan mesin. Selain itu banyak ditampilkan pula informasi mengenai jenis tembakau dan cengkeh yang biasa digunakan oleh Perusahaan Kretek dalam pembuatan kretek-nya Jadi Anda dapat mempelajari dengan jelas, bagaimana kenikmatan dalam rokok kretek tercipta. Museum yang berdiri sejak tahun 1986 ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri, Soepardjo Rustam tanggal 3 Oktober 1986. Menurut Sulikin (48), staf pekerja di Museum Kretek, dahulu tujuan didirikannya

S

emarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang banyak didiami etnis Cina. Di kota ini banyak berkembang budaya dan tradisi Negeri Tirai Bambu. Tradisi tersebut ikut mewarnai kehidupan masyarakat Semarang di tengah beragamnya budaya jawa. Salah satu tempat yang dikenal banyak dihuni etnis Cina adalah Pecinan. Di tempat ini penuh dengan keunikan dan kekhasan budaya Cina. Ada juga pasar malam yang lebih dikenal dengan nama Pasar Semawis. Di pasar ini,

NuansA/Uus

museum kretek dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Kudus dengan alasan bahwa museum ini merupakan salah satu tempat wisata di Kudus. Jadi sudah selayaknya pemerintah berperan untuk mengelolanya. “Saya senang dapat bekerja di sini. Selain dapat menafkahi keluarga, saya juga dapat membantu menjaga sejarah rokok yang sejak dulu sangat membantu perekonomian warga Kudus karena sebagian besar warga bekerja di pabrik rokok,” ungkap pria yang sudah 10 tahun bekerja di Museum Kretek, (16/3). Septi Indrawati, Uswatun Chasanah

tidak hanya potret kehidupan etnis Cina yang disuguhkan, melainkan ada juga sisi lain dari budaya Cina yang beragam. Pasar Semawis, atau dikenal juga sebagai Waroeng Semawis, adalah pasar malam yang terletak di daerah Pecinan, Kota Semarang. Pasar ini merupakan gagasan dari perkumpulan “Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata)”. Pasar yang buka setiap hari Jum’at, Sabtu, dan Minggu malam tersebut bermula dari diadakannya Pasar Imlek Se-

NuansA/Angghi

rokok kretek dan pemasaran atau penjualan rokok. Di sini, Anda dapat melihat bagaimana proses pengumpulan tembakau, proses penghancuran, pemadatan dan penggilingan. Kemudian, Anda juga akan melihat bagaimana rokok kretek tersebut sampai dijual kepada perokok, dengan diorama penjualan rokok kretek. Semuanya tertata rapi, indah, dan mengagumkan. Di dalam museum juga terdapat foto-foto dari tokoh-tokoh wiraswasta yang mengembangkan rokok kretek. Salah satu tokoh wiraswasta rokok kretek terssebut adalah Niti Soemito. Warga asli Kudus ini, mulai mengembangkan usaha rokok kretek sejak tahun 1906. Saat itu merk rokok kreteknya adalah “Bal Tiga”. Dia pun melakukan promosi yang gencar untuk memajukan usahanya. Mulai dari bekerja sama dengan penjaja makanan keliling, membuat gerobak keliling dengan logo perusahaan, menjajakan rokok dengan mobil keliling, bahkan memberikan sponsor untuk kegiatan seni daerah. Tak disangka, keberhasilan rokok “Bal Tiga” ini membuat perusahaan rokok kretek di

museum kretek bukanlah untuk tempat wisata. Museum dibangun untuk menunjukkan bahwa saat itu kretek berkembang sangat pesat di tanah Jawa, khususnya kota Kudus. Kemudian baru dijadikan tempat wisata sekitar tahun 1996 dan masih bertahan sampai sekarang. Museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 16.00. Harga tiketnya pun sangat terjangkau, hanya Rp 1.500 per orang. Tak heran, museum ini selalu ramai dikunjungi para wisatawan baik dari Kudus maupun dari luar Kudus. Sulikin menambahkan museum ini dulu dikelola oleh kumpulan PerusahaanPerusahaan Rokok Kudus (PPRK). Namun, sejak tahun 2007 sampai sekarang

NuansA/Angghi

yang disebut Soko Gender sebagai simbol Ketuhanan Yang Esa (Tunggal). Pada Gedongan terdapat 4 buah soko guru yang melambangkan agar penghuninya dapat mengendalikan 4 sifat manusia, yaitu amarah, lawamah (mengoreksi diri sendiri), shofiyah (kelembutan hati) dan mutmainah (dorongan untuk berbuat kebajikan). Kemudian letak kamar mandi di sisi luar juga mempunyai makna pembersihan diri. Uniknya tanaman yang tumbuh di halaman juga punya makna tersendiri. Pohon belimbing dengan buah 5 seginya untuk mengingatkan penghuninya akan 5 rukun Islam. Selain itu tumbuhan pandan wangi yang mendominasi halaman, agar penghuninya tetap wangi dan harum Sedangkan di dalam museum terdapat banyak kolek-

Ku d u s semakin berkembang pesat. Merk r o k o k kretek pun semakin beragam, seperti Sukun, Djambul Bol, Delima, dan lain-lain. Selain itu, dalam museum NuansA/Uus ini terdapat film dokumenter yang memutar tentang sejarah pembuatan rokok kretek dan perkembangannya. Dalam film ini, Anda dapat mengetahui bagaimana pembua-

NuansA/Angghi

R

okok kretek tentunya sudah tak asing lagi didengar telinga kita. Rokok ini berisi tembakau dan cengkeh, lalu jika dibakar akan berbunyi kretek-kretek. Menurut cerita, kretek sendiri ditemukan oleh Haji Jamhuri, salah seorang warga Kudus. Saat itu, tanpa sengaja dia mencampur tembakau dengan cengkeh untuk melegakan tenggorokannya akibat batuk. Haji Jamhuri tidak menyadari bahwa racikannya akan mendunia serta mengantarkan Kudus sebagai kota kretek. Bagi Anda pencinta rokok kretek, kota Kudus mungkin bak surganya. Selain terdapat berbagai jenis rokok kretek, di Kudus juga terdapat Museum Kretek yang dapat mengenalkan sejarah panjang tentang rokok kretek. Museum yang luasnya sekitar 2 hektar ini terletak di Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati Kudus, Kabupaten Kudus. Di depannya ada dua bangunan terpisah berarsitektur rumah adat Kudus dan surau gaya Kudus. Rumah Adat Kudus ini bernama Gebyok atau Joglo Pencuk dan terbuat dari kayu jati. Rumah yang dibangun dengan menggunakan sistem bongkar pasang tanpa paku ini, kental dengan akulturasi seni ukir budaya Islam (Persia), Cina, Eropa dan Indonesia. Bangunan rumah dipenuhi

mawis pada tahun 2004. Kemudian menyusul diresmikannya Tahun Baru

Imlek sebagai Hari Libur Nasional di Indonesia. Pasar Semawis menyajikan beraneka jajanan di sepanjang jalan Gang Warung. Aneka jajanan tersebut di antaranya pisang plenet khas Semarang, nasi ayam, es puter, kue serabi, aneka sate, bubur kacang hingga menu-menu steamboat yang menarik untuk dicicipi. Pusat jajanan terpanjang di Semarang ini buka mulai pukul 18:00 hingga tengah malam. Namun perlu diperhatikan bagi Anda yang be-

ragama Islam, karena di Pasar Semawis banyak dijual daging yang dilarang dimakan oleh umat muslim (diharamkan) seperti daging babi. Daging babi yang dijual biasanya dalam bentuk sate babi dan nasi goreng babi. Ada hal lain yang tidak kalah unik di Pasar Semawis ini, yakni adanya stan “Supranatural” yang menyediakan jasa meramal. Berbagai ramalan tentang nasib, rezeki, perdagangan, hingga jodoh disediakan di tempat ini. Budaya Cina yang kental, tak ayal membuat pasar ini semarak nuansa Cina. Angghi Novita


14

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Ragam

Pengetahuan

Kreatif

Bakteri Tak Hanya Merugikan

Tulang Daun, dari Sampah Menjadi Rupiah

B

agi sebagian orang daun yang telah jatuh dari dahannya dianggap sebagai sampah. Untuk mengatasinya biasanya daun-daun itu dikumpulkan lalu dibakar atau dibuat menjadi pupuk kompos. Di antara solusi-solusi tersebut jika ditinjau dari nilai ekonomis tidak meng-

Nuansa/Ibnu

hasilkan pemasukan tambahan, kecuali apabila pupuk kompos yang dibuat layak untuk diperjualbelikan, itu pun dengan harga yang relatif murah. Berbeda dengan pandangan kebanyakan orang yang menganggap

daun jatuh sebagai sampah, Amin Retnoningsih (53) memanfaatkannya sebagai suvenir unik yang mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Membuat kerajinan dari tulang daun (Skeleton Leaves), itulah yang dilakukan dosen Biologi, Unnes ini. Menurut alumni S1 Agronomi Institut Pertanian B o g o r (IPB) 1983 itu, di beberapa negara kerajinan tulang daun telah berkembang pesat. Bahkan di India telah memiliki pabrik khusus untuk pengolahan tulang daun. “Dengan berkreasi menggunakan tulang daun, nilai materi yang dihasilkan akan lebih me-nguntungkan daripada sekadar memanfaatkannya sebagai pupuk kompos. Jadi ketika melihat daun-daun jatuh, saya langsung berpikir itu adalah uang yang berjatuhan,” ungkapnya

dengan tersenyum lebar, Senin (18/3). Selama kurang lebih dua tahun terakhir ini, Ibu dari tiga anak tersebut telah mengembangkan beberapa kreativitas dengan bahan dasar tulang daun. Seperti suvenir berupa rangkaian bunga sebagai undangan pernikahan atau sebagai bros yang dikenakan dalam berbagai acara (korsase), gantungan kunci, hiasan bloknot dan lain-lain. Selain itu, dia juga telah menggandeng dosen dan beberapa mahasiswa Jurusan Seni Rupa untuk bekerja sama dalam pengolahan tulang daun. Doktor dari S3 IPB 2009 tersebut juga berkreasi dengan melukis pada media tulang daun. Lukisan yang dibuat antara lain lukisan wayang, tugu sutera serta beberapa tokoh-tokoh terkenal. “Kalau harga jual untuk yang lukisan jelas jauh lebih mahal daripada yang berupa suvenir biasa,” ungkap perempuan asli Banyumas ini. Dia mengaku salah satu karya lukisan hasil kerja sama dengan mahasiswa Seni Rupa telah terjual de-

ngan harga Rp 400.000. Dosen yang telah mengajar sejak 1990 tersebut kini sering memberi pelatihan kepada mahasiswanya serta orang-orang yang ingin belajar membuat kerajinan dari tulang daun. Dia mengatakan bahwa beberapa anak didiknya telah berhasil mengembangkan hasil kreativitas dari tulang daun. Bahkan mereka sudah berhasil lolos dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Unnes dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Dikti. Proses pembuatan tulang daun dapat dilakukan dengan cukup mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Pertama, pilihlah jenis daun yang memiliki tulang daun yang keras dan daging daun perkamen (semacam pengganti kertas dari kulit binatang). Kemudian siapkan air ditambah baking powder dan baking soda, panaskan sampai mendidih. Masukkan daun ke dalam larutan yang telah mendidih, kecilkan api. Rebus daun sampai daging daunnya lunak lalu tiriskan. Daging daun yang telah lunak

disikat pelan-pelan dibawah air mengalir sampai seluruh daging daun luruh. Selanjutnya beri warna (pewarna makanan atau kain, atau pemutih) dan keringkan. Setelah kering, tulang daun siap untuk dikreasikan sesuai keinginan. “Yang terpenting adalah langkah apa yang selanjutnya akan kita lakukan pada tulang daun yang telah dibuat, di sini diperlukan kreativitas yang tinggi,” jelas istri dari salah satu Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) tersebut. Selanjutnya Perempuan yang kini menetap di kawasan Pondok Bukit Agung Semarang tersebut berharap produk kreativitas tulang daun ke depan dapat menjadi suvenir khas Unnes. Kini ia juga mulai berinovasi untuk mengolah tulang daun dengan menyulamnya. Selain itu Perempuan yang berlatarbelakang anak dari seorang penjual bunga di kawasan Kalisari, Semarang tersebut juga mulai melirik kreativitas baru di bidang pembuatan kertas dari daun atau yang akrab disebut dengan handmade paper. Ibnu Majah

menuju kios. “Apakah Anda masih tidak percaya kalau saya ini guru?” “Maaf, sejak bertemu Bapak saya sudah ya-

kin kalau Bapak adalah guru.” “Kalau begitu kenapa tadi malam Anda berkata demikian?” “Seragam yang Bapak kenakan tadi malam bukan seragam guru SMA pada umumnya. Kalau tadi malam saya masih tidak yakin, Bapak kan bisa menunjukkan kartu identitas Bapak. Bukankah halhal kecil seperti itu malah lebih meyakinkan?” Mendadak wajah sang guru merona merah. Akhirnya dengan perasaan malu, ia kembali ke sekolah bersama murid-muridnya. Vera Hardiyana

Anekdot

Berpikirlah Sederhana

S

uatu hari dalam perjalanan pulang setelah mengajar, seorang guru berhenti di pinggir jalan. Ternyata ban sepeda motornya bocor. Ia pun mendorong sepeda motornya ke tukang tambal ban terdekat. “Tolong tambal ban motor saya, sepertinya bannya bocor terkena paku,” kata guru itu. “Baik Pak, silakan duduk dulu,” jawab si tukang tambal ban. “Ngomong-ngomong rumah Bapak di mana?” tanya si tukang tambal ban memulai pembicaraan. “Kurang lebih 2 km dari sini.” “Lalu pekerjaan Bapak

apa?” “Saya guru di salah satu SMA tak jauh dari sini.” “Ah, yang benar Pak?” kata tukang tambal ban setengah bercanda. “Lho, berarti Mas tidak percaya kalau saya ini guru!” ucap guru itu dengan nada marah. “Bukan seperti itu maksud saya, Pak.” “Tunggu besok pagi, saya akan buktikan kalau saya ini guru,” ucapnya lagi sembari menyerahkan beberapa lembar uang dan menyalakan motornya yang sudah selesai ditambal bannya. Keesokan harinya betapa terkejutnya si tukang

tambal ban melihat orang yang kemarin menambalkan ban membawa murid-muridnya

15

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

S

aat ini, berbagai merek produk rumah tangga seperti sabun, shampoo, pembersih lantai detergent, dan sebagainya banyak kita jumpai di masyarakat. Berbagai produk tersebut sangat kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya agar badan kita wangi, baju kita bersih, dan setiap sisi rumah kita wangi dan bersih pula. Bersih di sini artinya mematikan bakteribakteri pembawa penyakit yang melekat pada tubuh, baju, dan sisi rumah. Namun, apakah semua bakteri itu merugikan? Lalu apakah bakteri itu? Bakteri adalah organisme uniselluler atau bersel tunggal dan tidak bermembran inti serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik (mikroskopis). Jadi bakteri ini hanya bisa dilihat dengan bantuan

alat yaitu mikroskop. Bakteri memiliki ukuran tubuh yang bervariasi antara 0,12 s/d ratusan mikron. Umumnya ia memil i k i ukuran rata-rata 1 s/d 5 mikron. Selain itu, bakteri memiliki bentuk tubuh yang beraneka ragam, hidup bebas atau parasite dan hidup di lingkungan ekstrim seperti pada mata air panas, kawah, atau gambut dinding. Perlu kita ketahui bahwa bakteri bukanlah hewan maupun tumbuhan. Ia tersendiri dalam suatu kerajaan yaitu kerajaan monera. Hal ini dikarenakan bakteri

memiliki ciri-ciri tubuh yang tidak menandakan hewan a t a u tumbuhan. juga

Kita perlu

tahu bahwa bakteri tidak selalu merugikan. Sebagian ada pula yang menguntungkan untuk kehidupan manusia lho. Misalnya

bakteri nitrosocuccus dan nitrosomona. Kedua jenis bakteri ini dapat membantu proses penyuburan tanah karena ia berperan dalam proses nitrifikasi yang menghasilkan ion nitrat yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, bakteri menguntungkan lainnya adalah bakteri penghasil antibiotik. Misalnya Bacillus polymyxa (penghasil antibiotik polimiksin B untuk pengobatan infeksi bakteri gram negatif), Bacillus subtilis (penghasil antibiotik untuk pengobatan infeksi bakteri gram positif), Streptomyces griseus (penghasil antibiotik streptomisin untuk pengobatan bakteri gram negatif termasuk bakteri penyebab TBC) dan Streptomyces rimosus (penghasil antibiotik terasiklin untuk berbagai bakteri). Pembuatan zat kimia misalnya aseton dan butanol

juga membutuhkan bakteri yaitu Clostridium acetobutylicum. Begitu pula dalam proses pembusukan sampah dan kotoran hewan sehingga menghasilkan energi alternatif metana berupa biogas membutuhkan bakteri methanobacterium. Bahkan penelitian rekayasa genetika dalam bidang kedokteran yang menghasilkan obatobatan dan produk kimia, disintesis oleh bakteri, misalnya enzim, vitamin dan hormon. Selain itu bakteri dapat digunakan untuk penyimpanan data karena DNA bakteri dianggap memiliki ketahanan yang lebih kuat ketimbang menaruh data dalam media penyimpanan biasa. Jadi, masihkah Anda berpikir bahwa bakteri itu merugikan?. Vera Hardi-

yana

Kuliner

Es Dewa Cinta, Berbagai Makna, Berbagai Cerita

P

ernahkan terpikir dalam benak Anda tentang minuman yang bernama Es Dewa Cinta? Jika belum pernah terpikir, sempatkanlah diri Anda mengunjungi salah satu rentetan kedai makanan dan minuman di sepanjang Jalan Kelud Raya, Semarang. Salah satu kedai yang unik bertuliskan Es Dewa Cinta. Kedai yang buka sejak pukul 09.00 hingga 20.00 WIB ini tak pernah sepi pengunjung. Kami pun tertarik untuk mengunjunginya. Ketika kami tanyakan mengapa namanya Es Dewa Cinta, Eza (24), sang pemilik kedai tersebut mengaku bahwa di dalam cinta itu tersimpan makna dan berbagai cerita. Lakilaki asal Semarang ini pun terinspirasi menciptakan kuliner minuman unik Es Dewa Cinta ini. Seperti cinta yang me-

nyimpan berbagai cerita, Es Dewa Cinta menyimpan berbagai rasa. Es tersebut terdiri atas berbagai bahan, seperti puding, jelly, biji selasih, kolang-kaling, cincau, nata de coco, melon, stroberi, dan mutiara. Bahan-bahan itu disusun apik dalam gelas berkaki. Di atasnya diberi serutan es batu, lalu disiram dengan sirup frambose warna merah muda. Rasa-

Doc.

nya manis dan segar. Wah, benar-benar seperti makna cinta yang manis ya? Anda tertarik untuk mecobanya? Mungkin Es

Dewa Cinta bisa menjadi inspirasi Anda untuk mengungkapkan cinta. Harganya cukup terjangkau, hanya Rp 5.000 per gelas. Ada satu lagi yang menjadi pilihan kami, yaitu kedai Bakso Kakap Kang Santri. Jika pada umumnya bakso diproduksi dengan bahan dasar daging sapi, Bakso Kakap memanfaatkan ikan laut sebagai bahan dasarnya. “Saya lebih sering menggunakan ikan kakap merah dan putih,” tutur Bowo (40), pemilik kedai berukuran sekitar 3x3 m itu. Menurut pria asal Semarang ini, ide pembuatan Bakso Kakap berawal sejak ia menjalankan usahanya yang bergerak di bidang boga. Saat itu ia sering kebanjiran orderan berupa makanan dalam katering. Ketika harga bahan makanan mulai naik, bapak dari empat anak ini pun mulai memutar otak untuk

berinovasi memproduksi makanan baru yang belum

terlalu banyak di pasaran. Akhirnya ia memilih ikan laut sebagai bahan dasar bakso karena harganya yang lebih murah dibanding harga daging sapi. Meskipun usaha Bakso Kakap ini baru berjalan sekitar dua tahun, namun Bowo sudah memiliki enam franchise yang tersebar di daerah Semarang seperti di Ungaran dan Alun-alun Sayangan. Hal tersebut tak lepas dari keuletan Bowo yang sudah hampir 15 tahun berkecimpung di dunia kuliner. Pria yang

akrab disapa Bung Bowo ini mengaku bahwa Bakso Kakapnya adalah makanan sehat dan tidak mengandung bahan kimia. Ini terbukti dari hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa dari Universitas Diponegoro. Bakso Kakap memang cocok dalam Doc. dinikmati segala situasi, baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Rasanya khas, tidak amis, dan baksonya empuk. Apalagi setelah disiram dengan kuah yang panas, lalu ditambah dengan sambal cabai yang pedas. Hmmmm, sangat menggugah selera makan kami. Bagaimana? Anda tertarik mencoba kuliner sehat ini? Datang saja ke kedainya mulai pukul 10.00 – 21.00 WIB. Urusan harga tak perlu dikhawatirkan. Untuk menikmati satu porsi bakso kakap, Anda cukup merogoh kocek Rp 7.000. Nadlifatun Nuronniyah.


16

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Opini

Opini

Menjadi Guru yang Terbaik Untuk Siswa

Kurikulum Di(salah)kan?

S

ekolah merupakan lembaga untuk belajar dan mengajar. Namun, sistem yang menggunakan peringkat dan hanya melihat aspek penilaian kognitif telah membuat proses dalam belajar diwarnai dengan kecurangan. Nilai yang menjadi tolok ukur keberhasilan pertama membuat siswa melakukan segala cara untuk memperoleh nilai yang terbaik. Praktik kecurangan timbul mulai dari mengerjakan tugas dengan copy-paste, tes yang diwarnai dengan aksi contekmencontek dan terakhir melalui pendekatan terhadap guru yang mengampu mata pelajaran agar memberikan nilai yang baik. Proses pembelajaran yang berakhir dengan kepalsuan nilai telah terjadi di lembaga belajar mengajar ini. Semuanya menjadi hal yang lumrah

dan mewarnai keseharian sekolah. Siswa-siswa yang beraneka ragam kecerdasannya berusaha menjadi seragam untuk saling bersaing tidak hanya untuk mendapat nilai terbaik, namun juga demi harga dirinya agar dia mendapat pengakuan dan diperhatikan guru serta temantemannya. Guru hanya mengingat siswa yang aktif, pintar, dan siswa tertentu saja, apakah guru yang seperti ini pantas disebut guru profesional? guru adalah kunci utama pemegang kualitas sekolah seharusnya guru mengenal semua siswa dan karakteristiknya, sehingga siswa tidak merasa terabaikan. Siswa yang merasa terabaikan tentu tidak akan bersemangat dalam menjalani aktivitas pembelajaran. Ketegangan selalu mewarnai kehidupan siswa di sekolah hal ini dika-

renakan guru tidak mampu menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran. Materi pembelajaran yang banyak tidak seimbang dengan waktu yang diberikan menjadikan siswa merasa jenuh dan penat. Guru terlalu terpaku untuk menyelesaikan materi yang banyak tanpa memperhatikan pemahaman siswa. Perulangan adalah kunci utama agar siswa mampu memahami ilmu yang diberikan, sehingga ilmu itu tidak akan menguap begitu saja ketika bel selesai berbunyi. Namun, untuk menyelesaikan semua materi saja sulit apalagi untuk mengulangi mata pelajaran tersebut? Jadi, bagaimana nasib siswa ini? Ilmu yang seharusnya diperoleh hanya menjadi angin lalu yang tak tersimpan. Kreativitas siswa terpangkas ketika mereka dipaksa untuk belajar agar bisa mengerjakan

ulangan di setiap bab mata pelajaran. Tuntutan untuk mampu mengerjakan soal agar tidak remidi membuat mereka tidak bebas mengembangkan kreativitas karena harus berusaha keras mempelajari materi yang diberikan. Metode pembelajaran yang sering digunakan guru untuk menjelaskan materi pembelajan, awalnya mendapat respon yang baik dari siswa karena guru menunjukkan kemampuannya dengan sangat baik. Namun, lama-kelamaan kebosanan akan hadir dalam hati siswa. Teori itu membosankan, mungkin itulah yang sering dirasakan siswa yang lebih senang praktik dan beraktivitas. Menjadi guru yang terbaik untuk siswa tentu membuat siswa tidak perlu lagi menggunakan berbagai macam cara yang tidak sportif untuk memperoleh nilai yang terbaik. Namun, siswa tersebut akan berusaha untuk melakukan proses yang terbaik sehingga akan mendapatkan hasil yang optimal. Uswatun Chasanah Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 2011 Fakultas Ilmu Pendidikan

Menoleh ke Belakang Pendidikan Indonesia

D

17

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

i era globalisasi seperti saat ini, tuntutan untuk bersaing secara bebas semakin berat untuk dijalani oleh Indonesia. Pasalnya keadaan kompetitor-kompetitor asing banyak mengalami kemajuan yang signifikan dalam perjalanan perekonomian di negaranya. Sebagian besar dari produk mereka telah membanjiri industri pasar dalam negeri dengan harga dan kualitas yang bersaing ketat dengan produkproduk lokal. Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bersaing secara profesional pun banyak dilahirkan dari berbagai negara lain, dan saat ini mereka juga turut memegang peranan penting dalam kehidupan perekonomian di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena kurang mumpuninya SDM Indonesia dalam memegang peranan di dalam negeri, sehingga orang-orang asing perlu didatangkan untuk menjabat dalam posisi yang dibutuhkan, yang tak bisa diisi oleh orang dalam. Sungguh kondisi yang sangat ironis bagi negara yang tengah berkembang dengan keadaan ekonomi yang demikian, di mana kita harus mengimpor SDM asing untuk mengolah SDA yang begitu melimpah. Sementara SDM dari

dalam negeri malah harus diekspor ke berbagai negara dengan posisi yang sangat jauh berbeda dengan SDM asing yang diimpor. Kembali lagi pada masalah awal, hal tersebut terjadi sebab kurangnya komposisi kemampuan SDM Indonesia. Pendidikan yang belum merata menjadi salah satu kendala yang besar dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Memang, kecerdasan berpikir bangsa Indonesia ketika dilihat dari posisi strategis (yaitu kecerdasan anak bangsa yang berada di daerah-daerah maju seperti daerah ibu kota dan sekitarnya) sebagian besar memperlihatkan kecerdasan yang diperkirakan mampu untuk bersaing dengan bangsa lain. Namun, saat kita menengok ke belakang, ke daerah-daerah yang jauh dari hingar-bingar kehidupan metropolitan, akan kita jumpai betapa banyaknya anak bangsa yang harus berjuang keras demi meraih pendidikan. Kualitas dari sumber didik tersebut masih sangat kurang jika dibandingkan dengan pendidikan dari posisi strategis, sehingga menyebabkan perbedaan kualitas output yang dihasilkan. Kondisi-kondisi semacam inilah yang membuat banyak rakyat

Indonesia mengalami penderitaan dalam kemiskinan di tengah-tengah kekayaan SDA yang melimpah. Menyoroti beberapa program pemerintah yang tengah digalakkan untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia yang tidak merata, seperti program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T) tampaknya patut kita beri applause atas berjalannya program tersebut. Setidaknya program tersebut telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah-daerah nonstrategis. Selain itu, program yang bergerak atas kerjasama dengan para sarjana fresh graduated tersebut juga turut memberikan pelajaran pada sarjana-sarjana baru terkait dengan pengalaman kerja serta mengenal kehidupan Indonesia secara menyeluruh. Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu upaya pembentukan karakter para sarjana untuk meningkatkan kualitas diri sehingga mampu melahirkan generasi pemimpin bangsa yang mandiri. Dengan demikian, diharapkan ke depan Indonesia akan memiliki SDM yang memadai, bukan hanya dari masyarakat di daerah-daerah

pusat namun juga dari daerah seluruh Indonesia. Memang bukan perkara mudah untuk mewujudkan semua, meskipun tampaknya program tersebut berjalan lancar jika dilihat dari satu sudut pandang, akan tetapi pandangan tersebut belum cukup mampu memastikan bahwa program tersebut benar-benar lancar. Permasalahan yang kerap terjadi tak hanya bersumber dari satu pihak, akan tetapi pelbagai pihak, baik itu pihak pelaksana, perekrut, bahkan sasaran yang merupakan penduduk asli daerah. Untuk menumbuhkan minat belajar di kalangan masyarakat pedalaman memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang sudah menjadi dasar pemikiran mereka untuk tetap bertahan hidup meskipun tanpa mengenyam pendidikan. Di sinilah peran kita sebagai generasi penerus untuk menggugah semangat orang-orang pinggiran supaya terjaga dan senantiasa mengenyam pendidikan sampai setinggi mungkin. Ibnu Majah Mahasiswa Sejarah 2011 Fakultas Ilmu Sosial

D

unia pendidikan kita terus berbenah diri dan kian mengalami perkembangan, seiring dengan berkembangnya tuntutan masyarakat yang semakin kompleks. Dalam proses perkembangannya tidak akan terlepas dari sebuah permasalahan klasik yang menunggu untuk segera diselesaikan. Kurikulum dianggap biang keladi dari segala permasalahan dalam dunia pendidikan kita. Maraknya tawuran pelajar, seks bebas bahkan sampai kasus korupsi, diduga karena kesalahan kurikulum. “Kurikulum pendidikan, haruslah dibenahi� kalimat tersebutlah yang kini kian sering terdengar di telinga pelaku pendidikan sebagai pandangan pragmatis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Seakan menjawab persoalan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan segera membentuk tim ahli untuk mengevaluasi kurikulum nasional mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Meskipun kenyataan ini disangkal melalui pers staf ahli mendikbud

Prof. Kacung Marijan bahwa perubahan kurikulum yang akan dilaksanakan itu bukan karena ada tawuran antarpelajar, tetapi prosesnya sudah lama sejak tahun 2010 dan kepentingannya sekarang menjadi diperkuat lagi (Antara, 2/10). Capra, filsuf saintisme mengatakan bahwa segala kompleksitas timbulnya permasalahan adalah bermula pada kekeliruan pemikiran. Dalam menyikapi suatu masalah janganlah hanya melihat secara parsial, namun permasalahan tersebut haruslah dilihat secara sistemik. Sehingga solusi atau jalan keluar pemecahan masalah pun bersifat menyeluruh tidak per bagian-bagian. Upaya pembenahan output pendidikan kita, jangan hanya sematamata karena kesalahan kurikulum. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kurikulum pendidikan kita masih jauh dari kata ideal, mulai dari permasalahan guru yang lebih menekankan aspek kognitif karena hanya sekadar mengajar, tidak lagi mendidik. Padahal untuk memberikan pemahaman yang men-

dalam butuh pendidik. Selain itu, kurikulum hanya mengejar Intelegence Quations, seharusnya untuk memenuhi kebutuhan masa kini, pendidikan lebih tajam pada Emotional Quations. Kurikulum lebih menitikberatkan pada mata pelajaran eksak dan pengetahuan sedang nilai-nilai moral dan agama terpinggirkan. Sampai pada permasalahan klasik yang terus menuai pro dan kontra di masyarakat yaitu sistem Ujian Nasional yang memicu meningkatnya tingkat stres pada siswa. Jadi, semestinya pembenahan bidang pendidikan juga harus diikuti dengan pembenahan bidangbidang kehidupan yang lain. Dalam bidang hukum, keadilan harus ditegakkan walau langit akan runtuh, sehingga seseorang tidak memiliki keberanian untuk melakukan tindakan yang melanggar norma; bidang sosial ekonomi, kesejahteraan adalah kunci utama dalam meredam konflik horizontal yang merupakan gejolak kecemburuan sosial; serta yang tak kalah pentingnya adalah pembenahan di bidang politik yang sangat berpengaruh terhadap kebi-

jakan pendidikan yang syarat dengan peran kepentingan. Jadi, sudah selayaknya perlu dipahami bahwa kurikulum pendidikan kita mau dibenahi bahkan diganti seribu kali pun, jika tidak diikuti pembenahan bidang-bidang kehidupan yang lain akan terasa sia-sia. Lebih memprihatinkan lagi kalau ujung tombak pelaku pendidikan (kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa) hanya melihat potensi anak-anak sebagai robot yang hanya mampu dijejali pengetahuan yang berujung pada pengkhianatan pedagogik. Kurikulum kita haruslah mengarah pada upaya untuk membangun kesadaran kritis serta membudayakan sikap produktif pengetahuan untuk mencari dan membuktikan teori-teori keilmuan sebelumnya dalam rangka mencari kebenaran meskipun kebenaran itu bersifat temporer. Achmad Farchan Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 2011 Fakultas Ilmu Pendidikan

Mengembalikan Senyum Indonesia

“H

utan, gunung, sawah, lautan, simpanan kekayaan�. Tentu masih ingat bukan dengan penggalan lagu di atas ? Lagu tersebut merupakan salah satu lagu sendu, wujud dari kepedulian seorang pengarangnya kepada negara Indonesia tercinta. Indonesia merupakan negara agraris yang berarti sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Indonesia juga merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang beraneka ragam.

“

Negara Indonesia bukan sedang tertidur atau sengaja acuh tak acuh dengan keadaan yang ada saat ini. Segala sesuatu membutuhkan proses, pun demikian halnya dengan perbaikan.

“ Melangkah ke bagian yang lebih luas lagi, kekayaan yang dimiliki Indonesia meliputi pemandangan daratan yang melingkupi pemandangan hutan, gunung, termasuk juga sawah, serta pemandangan perairan yang sangat eksotis. Seakan enggan mengedipkan mata apabila semua itu tak luput dari pandangan kita. Sungguh sangat disayangkan bukan, ketika keindahan yang murni milik Indonesia itu tercemari, hingga pada akhirnya tidak lagi memiliki nilai estetik yang tinggi.

Kembali ke Alam Seiring bertambahnya pengetahuan masyarakat Indonesia akan pentingnya kesehatan yang bisa diwujudkan dengan kembali ke alam, hal tersebut menjadi pelung besar, alam Indonesia akan semakin terjaga. Didorong pula dengan betapa dekatnya kehidupan manusia dengan alam, merupakan salah satu faktor penting adanya perawatan alam yang lebih intensif lagi. Perlu kita ketahui, bahwa kembali ke alam tidak hanya dari segi makanan alam yang kita konsumsi, melainkan keseharian hidup kita harus selalu berkaitan dengan alam. Udara yang kita hirup sehari-hari berasal dari gas oksigen yang dihasilkan oleh proses fotosintesis dari tumbuhan. Jadi, dapat dibayangkan ketika alam tak terawat, ancaman gas CO yang identik dikaitkan dengan penipisan lapisan ozon, pencemaran udara yang tidak sehat apabila kita hirup merupakan dampak adanya pencemaran dan pemeliharaan lingkungan alam yang belum maksimal. Keterikatan kita dengan alam sungguh tidak dapat ditawar-tawar lagi. Keputusan untuk kembali ke alam merupakan keputusan terbaik. Karena dengan demikian, selain kita telah berusaha untuk menyelamat-

kan diri, kita pun telah berusaha menyelamatkan saudara kita bahkan makhluk hidup lainnya, baik dari ancaman kepunahan atau hanya sekadar ancaman kesehatan. Ketika ada sebuah masalah, pasti ada solusi yang dapat ditawarkan. Back to nature itulah salah satu solusinya. Indonesia Tidak Terlelap Tak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia cinta akan keindahan, dan selalu takjub dengan pesona alam yang tersuguhkan. Perlu ditulis di dalam ingatan bahwasanya alam yang indah menuntut kita untuk turun tangan merawatnya. Keindahan alam tersebut, ketika tidak dipelihara dan dirawat, maka akan rusak. Mendukung Indonesia yang konservatif merupakan salah satu cara menangani masalah alam selama ini. Bukan berarti Indonesia terlelap melihat kenyataan bahwa alam sudah mulai tidak bersahabat lagi. Namun Indonesia sedang berpikir bagaimana solusi yang akan dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut. Akhirnya mulai dari penanaman bakau, penghijauan kembali lahan-lahan yang telah gersang mulai digalakkan. Kesadaran penuh akan pentingnya alam menjadikan Indonesia berusaha

untuk semakin menampilkan dirinya sebagai pulau yang hijau dan segar, namun pastinya hal tersebut berproses secara bertahap, tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan akan terlaksana secara perlahan. Negara Indonesia bukan sedang tertidur atau sengaja acuh tak acuh dengan keadaan yang ada saat ini. Segala sesuatu membutuhkan proses, pun demikian halnya dengan perbaikan. Ketika dikatakan Indonesia telah mulai berseri, maka benar adanya, hal itu ditandai dengan adanya semangat masyarakat yang tetap mau berjuang untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang jauh lebih baik, lebih indah dan lebih segar. Akhirnya, banyak hal yang masih dapat kita lakukan untuk menjadikan tanah air kita ini sebagai sebuah tempat bernaung yang asri, indah, dan hijau. Ketika kita hanya duduk termenung dan menunggu orang lain untuk bergerak, maka takkan ada yang bergerak, karena alam menuntut kita untuk bergerak dan langsung tandang untuk memperbaiki segala sesuatu yang telah rusak, dan Indonesia berharap kita bisa mengembalikan senyumnya.

Winda Dewi Pusvita Mahasiswi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni


18

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Opini

Budaya

Tugasku, Tugasmu, Tugas Kita

S

ebuah negeri yang mempunyai julukan negeri zamrud khatulistiwa, sebuah negeri yang sejahtera aman nan sentosa, negeri kita tercinta, Indonesia. Akan tetapi, jika melihat apa yang tengah terjadi di negeri ini, seakan kita dihempaskan dari mimpi indah negeri idaman. Menurut data Biro Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96%), berkurang 0,89 juta orang (0,53%) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49%). Mungkin angka-angka tersebut menunjukkan sebuah pencapaian pemerintah mengurangi kemiskinan. Tapi, kenyataannya masih jelas apa yang ada di sekitar kita jurang-jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Setiap harinya kita disuguhi tayangan tentang ironi-ironi negeri ini. Mulai dari apa yang menimpa saudara kita di Papua, Mesuji, di Sidoarjo, dan sebagainya. Mengenaskan memang, mimpi indah hidup di negeri surgawi sepertinya hanya

mimpi belaka. Layaknya hidup sengsara di atas tumpukan emas dan perak. Lalu apa yang salah? Atau siapa yang harus disalahkan? Jawaban dari pertanyaan tersebut kiranya tak perlu dijabarkan dan diperpanjang urusannya. Perlu kita sadari bersama bahwa yang diperlukan saat ini adalah perbuatan nyata yang setidaknya mampu meringankan beban mereka. Bukan perdebatan panjang yang berakhir pada perumusan akar permasalahan yang ada, lebih-lebih hanya lontaran janji-janji tak pasti dari siapa pun. Negeri ini negeri kita, bukan milik orang lain. Jika semua segi kehidupan sudah terasa salah maka menjadi tugas kita untuk “membenarkannya”. Bukan orang lain. Siapa pun kita, mulailah untuk sedikit memperhatikan apa yang terjadi di sekitar kita. Tak perlu bercakap banyak tentang pendidikan karakter, nasionalisme, atau pun integritas. Hanya sedikit perhatian akan sesama. Ikutlah mengambil andil dalam perubahan menuju kemajuan bersama.

Sebagai mahasiswa contohnya, hidup janganlah hanya terpaku di sekitar kampus saja. Mahasiswa juga hidup dalam masyarakat dan akan hidup dalam masyarakat juga nantinya. Kita tentu ingat akan Sukarni, Singgih dan Wikana. Pemuda-pemuda pemberani yang bertekad baja. Mereka yang saat itu seusia dengan kita mampu berpikir kritis dan berani bertindak mengambil risiko. Orang mungkin menyebut mereka “menculik” dua tokoh besar negeri ini. Tapi, sejatinya mereka telah memperjuangkan keinginan terbesar semua rakyat Indonesia, kemerdekaan dan kebebasan dari para imperialis. Sebuah perjuangan sejati yang teramat mulia. Suatu kewajiban kita bersama untuk menghargai setiap jerih payah pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Kita “hanya” bertugas meneruskannya lewat perjuangan mengalahkan ego kita sendiri. Membentuk diri yang lebih baik dan berguna bagi sesama tentunya. Seperti Wikana dan kawankawannya, mahasiswa harus peka

terhadap lingkungan. Ikut serta dalam kegiatan mayarakat merupakan salah satu bentuk pengabdian yang nyata. Kalaulah perbuatan kita tidak begitu berarti di masyarakat, setidaknya kita telah menunjukkan partisipasi kita. Bukankah satu langkah kecil pertama akan menuntun kita pada langkahlangkah besar lainnya nanti. Tak perlu memaksakan diri untuk membantu yang bukan kapasitas kita. Tapi, kita harus tetap ambil andil dalam pembangunan masyarakat. Sangat jelas ingatan kita tentang apa yang disampaikan The Founding Father kita, Sang Proklamator, Ir. Soekarno “Jangan pernah menanyakan apa yang bangsa ini telah berikan padamu, tapi apa yang telah kamu berikan pada bangsa ini.” Jika setiap warga negara sadar akan apa yang harus dikerjakan, maka negara ini tidak membutuhkan waktu lama untuk bangkit dan maju. Oleh karena itu mari berpartisipasi membangun negeri. Amna Aulia Mahasiswa Pend. Sejarah 2011 Fakultas Ilmu Sosial

Bahasa Indonesia Khasanah Budaya Bangsa

B

ahasa merupakan alat komunikasi bagi kita semua. Melalui bahasa kita bisa menyampaikan informasi kepada orang lain. Oleh karena itu, kebenaran berbahasa sangat berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang akan disampaikan. Namun, sekarang ini banyak terjadi fenomena bahasa. Bahasa Indonesia yang dulu dijunjung tinggi sebagai bahasa Persatuan sekarang mulai diselewengkan. Dalam percakapan sehari-hari, Sebagian besar orang lebih suka menggunakan bahasa gaul atau bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Apalagi jika kita tengok status-status yang ada di jejaring sosial. Banyak sekali penyelewengan bahasa, mulai dari penulisan kata yang dipadukan dengan angka hingga kata-kata aneh yang sering disebut bahasa gaul. Hal ini biasanya dilakukan oleh kalangan remaja. Ironisnya, beberapa remaja yang masih loyal terhadap bahasa Indonesia justru dianggap kuno, kolot, atau zadul (zaman dulu), karena tidak mengikuti tren. Sebenarnya tak ada salahnya kalangan remaja menciptakan suatu variasi bahasa

(bahasa gaul-red) sendiri atau bisa disebut bahasa prokem (bahasa yang hanya dipakai para remaja sehingga tidak dapat dipahami masyarakat umum), karena itu wujud eksistensi mereka. Namun, perlu dicermati bahwa penggunaan variasi bahasa tersebut harus dibarengi dengan pemahaman berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Jangan sampai penggunaan variasi bahasa yang berlebihan justru membuat bahasa Indonesia kehilangan esensinya. Selain penyelewengan bahasa dalam jejaring sosial, fenomena bahasa lain yang terjadi adalah penggunaan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Banyak orang melakukan hal ini, terutama di kalangan artis. Bahkan ada juga anggota dewan yang melakukan hal ini. Dalam sebuah sesi wawancara di televisi hampir 50% jawaban yang dia berikan menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris). Mungkin mereka beranggapan hal tersebut bisa meningkatkan prestise. Padahal hal tersebut justru memperlihatkan betapa tidak loyalnya mereka terhadap bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa gaul dan bahasa

19

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

asing dalam percakapan sehari-hari tentu akan berakibat buruk bagi perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa gaul dan bahasa asing yang semakin berkembang pesat di kalangan masyarakat lambat laun akan menggerus bahasa Indonesia. Kosakata bahasa Indonesia yang jarang digunakan akan hilang satu demi satu, seperti kata sangkil dan mangkus yang kini lebih dikenal dengan kata efektif dan efisien. Kalau sudah begitu, bisa jadi lima puluh tahun ke depan bahasa Indonesia akan masuk dalam museum sejarah. Dikenang sebagai bahasa yang pernah digunakan di Negara ini. Sebagai generasi penerus bangsa, kita wajib melestarikan khasanah budaya kita salah satunya bahasa Indonesia. Cara yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan bijak berbahasa. Kita gunakan bahasa sesuai dengan situasi dan porsinya. Ambar Kurniawati Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia 2010 Fakultas Bahasa dan Seni

P

Melangkah Bersama Kecepatan

uisi

SILUET WAJAH

Terpacu semangat Lari! Lari! Lari! Mengejar Mimpi Tahu apa yang dituju kini Bunuh malas! Bunuh santai! Dan lihatlah manusia selalu berlomba-lomba Jantung berdegup kencang Pompa! Pompa! Pompa terus keberanian Berantas halangan di depan Mata terus mengarah ke depan Tak hiraukan gangguan Terus berkonsentrasi Melangkah bersama kecepatan

Memandang siluet wajahmu Dipotretmu yang kian memudar Menjelma merasuk sanubariku Terpaku aku memandang Anganku mengembara ke puncak imajiku Membelai wajah potretmu yang kian kusam Rindu di hati kian bergejolak Menendang-nendang jiwa Siluet wajahmu menyeketsa mimpiku Membangun kembali mimpi-mimpi yang telah runtuh Cinta yang telah mengembara Merasuk kembali ke sukmaku Mengukir irama denyut nadi bernada cinta Menggayung melodi mimpi-mimpi Seluet wajahmu yang mengusam Tak akan lepas termakan zaman Biarpun aku kini tidak semuda dulu Tapi siluet wajahmu terlalu membekas kalbuku Memberi sentuhan tersendiri bagi jiwaku yang sepi

Uswatun Chasanah Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 2011 Fakultas Ilmu Pendidikan

Surat Cinta Kutulis surat cinta ini Kala hujan gerimis menyapa Bersama derai-derainya Melayarkan perahu-perahu kertas ini Menanyakan arti cinta kepada dermaga dan labuhannya

Amalia Lafenia Beauty Mahasiswa IKM 2011 Fakultas Ilmu Keolahragaan

seMalam Semalam aku tak bisa tidur Kudengar suara tikus mengerat lumbung padi yang kosong Tetesan air hujan satu-satu dari atap gubuk terdengar seperti serbuan tentara Napoleon Dan suara kresek..kresek…dari radio butut itu sungguh terbawa mimpiku Sang anginpun ikut menggoda, menyeringai menyenggol pohon pisang di kebun Tak tahu malu bulan sabit masih melengkungkan senyumannya Sungguh gila malam ini Aku terbangun Bukan oleh kokok ayam yang membuyarkan jinjin Bandung Bandawasa Bukan pula oleh seruan azan di surau sebelah Anakku menjerit minta makan dan susu Kakaknya masih merengek minta uang SPP Aku bangun dan aku tertawa Kuputar radio butut ini, bernyanyi menyiarkan harga beras naik Kulihat koran pembungkus gorengan, gambar presiden tersenyum Kumaki foto ayahnya yang tak pernah pulang Dan Aku tertawa lagi

Charisfa Nuzula Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Jawa 2011 Fakultas Bahasa dan Seni

KENANGAN Pikiranku melayang Mengenang masa silam Canda tawa mengiringi Selalu ada kebahagiaan di hati Kini semua bagai mimpi Meragukan diri Pernahkah ini terjadi? Ataukah hanya halusinasi? Ku terus berlari mengejar mimpi Berharap waktu berhenti Membiarkanku masuk kembali dalam kenangan itu Bersama mereka, berbahagia Ku tersadar, panasnya matahari membangunkanku Hal ini tak kan terwujud Kenangan hanyalah kenangan Ku mencoba relakan, mencoba berbahagia di kehidupanku sekarang Yang juga akan menjadi kenangan

Chasanah Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 2011 Fakultas Ilmu Pendidikan

Maka kala senja itu, gadis kecil duduk termenung Mengayunkan kakinya satu dua Gadis kecil menunggu labuhan sang pahlawan laut Hasrat menitipkan surat cintanya pada Ayah di perbatasan gaza, Ia tak tahu akankah tersampai padanya atau hanya dilayarkan ke laut lepas , Ia hanya ingin menulis dan menyampaikan serat rindu dan cintanya Kala pagi itu, Hujan masih gerimis sang kupu bermandikan sayap indahnya Burung-burung terbang lepas merobohkan tiraninya Ia tampak bersenda gurau dan malu-malu memakna Cinta Menyapu udara dengan sajak-sajak lepasnya Sayang-sayang kertasku masih terlipat menuliskan surat ini Langkah gontai mengelana di kolong langitNya Menyusur jejak menyaksikan butir-butir cinta yang mengukir tiap ruh Aku belum bisa memakna dan menulis surat cinta Terdengar sayup-sayup seratan cinta sang pemilik Arsy Aku duduk diam terpaku di bawah menaranya Ifa C.N. Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Jawa 2011 Fakultas Bahasa dan Seni


20

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Budaya Cerpen Drama apalagi yang dapat kau pertontonkan? Apa kau tak lelah bercerita di tengah dunia yang semakin fana. Apa kau telah lupa fiksi kini telah menjadi sebuah kesiasiaan. Kenyataan yang ada hanya sebuah kepuingan yang tak memiliki arti. Arti yang ada telah hilang tertelan sebuah dilema. Dilematis memang ketika fiksi tak lagi menjadi indah dan dunia semakin menyedihkan. Drama inikah yang akan kau pertontonkan. Jika memang iya, lanjutkan saja. Tak akan ada artinya aku mencegah. Aku harap cerita akan menjadi indah, atau hanya sebuah pengantar yang tak berujung. Entahlah. Senja, Fajar, Dewi, Surya, Malam Menjuwita, siapa mereka? Apa kau tak mengenalnya, merekalah pelakon utama yang tak terganti setiap harinya. Mereka kan ada di setiap detiknya. Dengarkanlah mereka ketika mereka telah menjadi lakon, lakon dalam sebuah elegi di kehidupan ini. Dengarkan secara perlahan jeritannya, rintihannya, bahkan tawanya. Kau pasti tak akan menduganya jika mereka bisa seperti itu. Tak seperti kau dan kalian kira. Apa kau kira mereka tak sama halnya dengan kita? Kita, sebuah hal antara kau dan aku yang belum tentu menyatu. Babak inipun, mari kita mulai dan saksikan. Raihlah sebelum semakin jatuh ke dalam kegelapan malam, pesan Senja kepada sang Fajar. Namun Fajar tetap berjalan, tak memperhatikan. Biarlah mendingin di kegelapan malam, pikir Fajar. Senja semakin tak berarti, menjingga dan lama-lama tertelan malam. Sia-sia cinta yang ada. Namun jangan kira babak ini berak-hir, sesungguhnya inilah awal dari babak-babak berikutnya. Fajar semakin menguning saja menyambut hari ini. Cinta yang dia punya, adalah cinta yang menghangatkan, berbeda sekali dengan Sang surya yang cintanya panas membara serta menyengat jiwa dan terlampau mencekik ke-

Budaya Budaya Peduli, Peduli Budaya

“Sebuah elegi” rongkongan ketika kau berusaha menaklukannya dalam sebuah permainan bibir. Kontras sekali memang dan semakin kontras ketika kau menyadari mereka adalah saudara. Sudah abaikan ikatan persaudaraan Fajar. Disinilah Fajar berdiri dan dirinya teramat yakin, jika Dewi yang selalu muncul di esok hari itu pasti bertekuk lutut di hadapannya. Bodohnya dia yang lupa, siapa dia sesungguhnya. Dia bukanlah si penguasa dunia seperti Surya, kakaknya itu. Surya yang mampu menaklukan hati si Dewi itu. Hingga masa telah habis, Dewi masih mencintai surya. Kejam memang. Namun apa dikata, kata akhir telah terucap dari bibir Sang surya. Fajar lupa segalanya, dia akan sirna tak berdaya ketika Surya menampakan mukanya. Menyinari dunia ini, menghilangkan dia dan menyisakan siang hari yang panas menghangatkan. Dan yakinlah makhluk-makhluk seperti Dewi sangat menyukainya. Dan memang Dewi masih mengejarnya barang tentu hanya untuk merasakan kehangatan panas dari Surya. Suryapun tak akan pernah risih untuk satu ini, karena memang dialah pengelana cinta. Patahlah fajar ketika nampak di depannya Dewi sedang merasa hangatnya Surya, tinggallah puing-puing keputusasaan. Inikah yang dirasakan senja ketika dia tertelan gelapnya malam, pikir Fajar. Kembali pada Senja. Apa yang terjadi padanya? Babak apa yang menantinya? Senja merintih digelapnya malam, dia semakin tak berdaya. Kekuatan jingganya ditarik secara paksa oleh gelap malam. Sakit, rintih Senja. Aku tak peduli, Senja. Kau meraungpun aku tak peduli. Akulah yang berkuasa hingga Fajar menampakkan mukanya. Kau mencintai Fajar, bukan? Ujar malam panjang lebar. Pertanyaan yang tak perlu dijawab, tertulis seksama

Tidak Malam, jerit Senja. Kau tak boleh memperdayanya. Fajar bukan tandi-nganmu. Kau lebih pantas dengan Surya, sang pengelana cinta dengan kekuatan panasnya itu. Surya, apa kamu kata. Aku tak sudi dengan Surya. Dia telah mempermainkan Dewi-Dewi esok hari. Aku muak dengann y a , teriak

bahwa Senja teramat mencintai Fajar. Drama apalagi yang dapat dipertontonkan. Entahlah. Babak ini paling heboh, coba dengar tawa bahagia Malam. Bahagia sekali dia. Kontrasnya Senja tak tertawa, wajahnya jingga tapi pucat sekali guratnya. Kecantikannya tak akan terlihat lagi, gurat pucat semakin mencekat wajahnya. Malam semakin sempurna. Malampun semakin tertawa terbahak-bahak. Kamu bodoh Senja. Sungguh bodoh. Fajar juga bodoh. Kalian semua bodoh, diperdaya oleh cinta. Baiklah Senja, aku akan membalaskan kesakitanmu itu terhadap Fajar. Malam berujar pelan, sambil mengeluselus pipi adik kesayangannya yang memucat tak menjingga. Tidak Malam. Aku baik-baik saja, bela Senja. Sudahlah. Seketika juga, Malam berubah menjadi Juwita, Dewi Malam. Dan kecantikan malam yang temaram terlukis dari wajahnya. Bukankah aku wanita paling cantik di bumi ini, Senja. Harusnya kamu bangga kepadaku. Aku cantik dan kuat, Senja. Babakpun terus berlanjut,

21

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

malam. Aku akan menarik lelakimu itu, Senja. Dia akan kuperdaya. Kau adikku Senja, adik yang terlampau lemah. Aku tak sudi kau diperlakukan seperti ini oleh Fajar. Aku tak ingin kau menderita. Sudah nikmati saja kesakitanmu malam ini. Aku akan bertindak. Malam mengatakan kepada Senja seraya membela tangan kecil Senja. Kemudian, Fajar, bisik rayu Malam. Kini berdirilah Dewi Malam Juwita nan temaram, sang penguasa gemerlap malam. Fajar terperangah, tak pernah menduga. Makhluk nan anggun ini akan menghampirinya. Semakin menyayat lukanya akibat ulah Surya tempo hari. Memang dia tak akan bertahan lama, ketika berhadapan dengan dua makhluk penguasa itu. Fajar, bisik malam lagi. Menyadarkan Fajar jika ini tidaklah sebuah mimpi indah. Tapi apa benar ini Juwita Malam? Kaukah Juwita Malam itu? Apa benar kau Kakak Senja? tanya Fajar. Tangannya hendak meyentuh pipi putih temaram itu, bercahaya sendu rembulan. Cantik sekali, gumam Fajar. Benar sekali Fajar, kau memang lelaki pintar. Tak salah senja sangat menyukaimu, puji

Malam. Senja menyukaiku? tanya Fajar. Tapi aku tak pernah cinta, Senja dan aku sukar menyatu dengannya, lanjut Fajar. Aku mengerti, Fajar. Adikku memang terlampau lemah. Maukah kamu menjadi kekasihku, wahai Fajar? Kekasihmu, ulang Fajar. Apa kau tak salah, Malam? Aku bukan pengelana cinta setangguh kakakku, Surya. Aku lemah dan berada di bawah kekuatan Surya, terang Fajar. Aku tak peduli itu semua, Fajar. Persetan kau lemah. Bagiku kau indah Fajar. Kau telah memperdaya dan membuat adikku terkasih itu hancur. Maukah kau nikmati indahnya semua ini bersamaku? Malampun meraih tangan Fajar dan mereka menyatu. Fajar lupa segalanya. Kecantikan itu telah membutakannya. Fajar semakin melemah, dayanya sudah tak ada. Surya mulai mengetahuinya. Ada ketidakberesan akan semua ini. Pengelana cinta itu sedang bermain menyatu dengan Dewi, dia tersentak. Fajar adikku, gumamnya lirih. Sementara itu, Senja yang masih merintih-rintih mulai merasakan agak baikan. Jingganya mulai mengada. Guratan pucat diwajahnya perlahan sirna. Kecantikannya yang menjingga kembali hadir secara perlahan. Tidak, mungkinkah Fajar telah terperdaya. Kakak, engkau Dewi Malam terkejam yang pernah ada, jerit pilu Senja. Dan akhirnya, Malam bahagia, terlukis sekali di wajah cantik nan temaramnya itu. Dendam dan cinta kini telah tiada. Sirna. Aku bahagia. Kan aku temui kau, Senja. Aku kembalikan jinggamu. Agar kau mengerti tentang keindahan senja dan keindahan fajar. Cinta yang ada hanya pelengkap. Sesungguhnya ini semua hanya drama yang dapat dipertontonkan setiap babaknya. Tanpa penyelesaian. Biarlah mengambang.

“The end” Amalia Lafenia Beauty Mahasiswa IKM /2011 Fakultas Ilmu Keolahragaan

A

pa makna konservasi bagi kita? Mungkin sebagian dari kita ada yang menganggap konservasi hanyalah urusan pembuatan taman dan gerakan menanam. Ada pula yang menganggap konservasi adalah urusan penataan parkir dan pengurangan kendaraan. Sebagian bahkan menganggap konservasi sebagai konservatif. Konservasi bukan sekadar indahnya taman, hijaunya lingkungan, atau tertibnya kendaraan. Dalam konteks Universitas Konservasi, makna konservasi dipahami dalam ruang lingkup yang lebih luas, yaitu sebagai upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Objeknya meliputi alam, lingkungan, dan budaya. Budaya dan konservasi bukan hal yang saling bertentangan. Keduanya bisa dipadukan dalam tema konservasi budaya. Namun apa sebenarnya arti penting konservasi terhadap budaya? Konservasi Budaya Budaya dimaknai sebagai seperangkat gagasan, tindakan, dan karya yang dihasilkan. Jadi ia dipahami dalam dua pengertian, yaitu sebagai proses dan hasil. Karenanya, budaya bukan sekadar benda mati, melainkan kontinuitas manusia dalam mengembangkan kehidupan. Namun apakah sesuatu yang selalu berkembang dapat dikonservasi? Konservasi budaya diibaratkan semprong. Alat dari bambu yang memiliki lubang di kedua ujungnya. Ibu-ibu biasa meniupkan angin melalui semprong

agar bara api menyala. Tujuanya untuk menjaga nyala api tetap stabil saat memasak. Simpulannya, meniup api bukan untuk mematikan, melainkan memberikan aliran oksigen untuk tetap menjaga nyalanya. Layaknya semprong, konservasi budaya bekerja dengan cara yang hampir sama. Ia bekerja dengan menjaga capaian dan proses kreatif dalam budaya secara bersama-sama. Konservasi budaya memiliki dimensi ke belakang dan ke depan. Dimensi ke belakang diwakili oleh proses perlindungan dan pengawetan terhadap kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat. Sementara itu, dimensi ke depan diejawantah-kan dengan menjaga keberlanjutan budaya. Konservasi dapat bekerja dalam dinamisnya budaya. Ia berperan menjaga budaya a g a r tetap dinamis tanpa melupakan pondasi yang telah dibangun sebelumnya. Hal ini penting karena masyarakat kita tengah terserang oleh penyakit lena dan lupa. Lena dan Lupa Budaya Saat ini kita dihadapkan pada gelombang besar globalisasi. Derasnya informasi dunia bahkan dapat diakses dari kamar tidur kita. Namun dari aspek budaya, globalisasi justru cenderung men-

jadikan masyarakat semakin akultural. Hal ini dikarenakan pembauran budaya melalui beragam media tidak bisa terhindari lagi. Akibatnya kita bisa tertular penyakit lena dan lupa. Lena dan lupa adalah gambaran nyata tentang ketidaksadaran dan ketidaktahuan. Dalam konteks budaya, jika lena dan lupa sudah terjadi, maka dapat dipastikan masyarakat akan tercabut dari akar budayanya. Akibatnya kita akan mengalami krisis budaya dan jati diri. Saya khawatir kelak banyak yang tidak bisa menjawab pertanyaan “Siapa sebenarnya kita?” Kini kita bisa temui berbagai gejalanya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebagian masyarakat sudah tidak mengetahui cara menggunakan bahasa daerahnya. Kita baru menyadari bahwa kita memiliki budaya saat negara lain mengatasnamakan budaya kita menjadi milik mereka. Budaya Peduli, Peduli Budaya Konservasi budaya diwujudkan dalam dua wujud, yaitu diwujudkan dengan menumbuhkan budaya peduli dan dalam peduli budaya. Apa bedanya budaya peduli dan peduli budaya? Budaya peduli sering

disebut ide atau gagasan, inti dari budaya. Sementara itu, peduli budaya adalah wujud yang kedua, yaitu aktivitas. Sebagian orang juga menyebutnya sistem sosial. Kemudian jika keduanya dipadukan akan terbentuk wujud budaya yang ketiga, yaitu artefak atau budaya fisik. Inilah yang menjadi pertanda terwujudnya keharmonisan dan keselarasan. Budaya peduli diperlukan ketika kita ingin mewujudkan peduli budaya. Budaya peduli merupakan satu tatanan gagasan yang mendorong seseorang untuk merasa memiliki. Dalam pandangan Jawa, budaya peduli diartikan rumongso melu handarbeni. Sedangkan peduli budaya diartikan melu hangrungkepi, mulat sariro hangroso wani. Melakukan pembelaan dengan pengorbanan dan keikhlasan serta introspeksi dan refleksi atas tindakan yang kita lakukan. Budaya peduli dan peduli budaya sebenarnya sederhana secara konsep. Ia bisa diterapkan dalam kehidupan keseharian. Namun, maukah kita sekarang melakukannya agar tidak terjebak dalam lena dan lupa. Jawabannya ada pada diri pembaca. Di akhir tulisan ini saya hanya bisa berdoa secara sederhana “semoga Tuhan memberi pencerahan kepada kita”. Tsabit Azinar Ahmad Centre for Controversial History Studies; History Department, Semarang State University

Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana di Masyarakat

A

na rembug dirembug, piye apike, piye penake, murih tujuan mulya kelakone. Serangkaian kalimat yang terpapar di kalender Unnes, sederhana tapi penuh makna. Memang fenomena perselisihan dan atau pertengkaran yang terjadi di tengah masyarakat menjadi fakta yang tidak terbantahkan lagi. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kecenderungan untuk berkumpul dan bergaul. Masingmasing manusia memiliki karakter individual dan kepentingan personal yang berbeda. Dalam suatu komunitas, perbedaan tersebut melahirkan gesekan-gesekan, benturan-benturan karakter dan kepentingan yang menimbulkan perselisihan, permusuhan dan pertengkaran. Hukum pun menjadi hal yang sangat penting demi tercapainya keadilan dalam penyelesaian perselisihan tersebut. Perlu kita ketahui bahwa hukum tidak bersifat statis melainkan dinamis, menyesuaikan dengan perkembangan yang ada dan kebutuhan masyarakat. Ketidakmampuan hukum dalam mengakomodasi perubahan sosial yang bergerak dinamis akan menyebabkan ia mengalami kemunduran. Atau dengan kata lain, ia kembali kepada keadaan

sebelum mengalami kemajuan atau terjadi regresi. Pada hakikatnya, hukum progresif tidak bergerak pada arah legalistikdogmatis, analitis positivistik, tetapi lebih pada arah sosiologis. Hukum tidak mutlak digerakkan oleh hukum positif atau hukum peraturan perundang-undangan, tetapi hukum juga bergerak pada arah nonformal. Seperti kita ketahui bahwa penyelesaian sengketa dapat ditempuh menggunakan jalur formal dan nonformal. Akan tetapi proses penyelesaian sengketa secara formal yang paling konvensional adalah litigasi (jalur pengadilan). Jalur ini lebih bersifat win-lose sehingga antarpihak yang berperkara selalu didudukkan pada kenyataan bahwa terdapat salah satu pihak yang dirugikan. Lain halnya dengan prinsip dalam mediasi penal yaitu win-win solution. Dengan prinsip tersebut, antara kedua belah pihak dapat mewujudkan ke-

pentingan masing-masing tanpa ada pihak yang dirugikan. Pada kenyataannya mediasi penal memang sesuai dengan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Walaupun pada umumnya, penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktik tak jarang pula kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan. Penyelesaian perkara dilakukan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau melalui musyawarah/perdamaian. Selain itu, dapat juga dilakukan melalui lembaga pemaafan yang ada di dalam masyarakat. Bahkan dalam perkembangan wacana teoritik dan perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi penal sebagai salah satu alternatif penyelesai-an masalah di bidang hukum pidana. Masyarakat sendiri telah mengembangkan ke-

biasaan untuk melakukan musyawarah apabila terjadi setiap perkara baik hukum maupun nonhukum. Budaya penyelesaian perkara inilah yang dikenal sebagai bentuk mediasi dalam perkara perdata. Sedangkan, penal mediation menjadi sebuah wacana untuk penyelesaian perkara pidana. Jadi tidaklah berlebihan jika pada perkembangannya bangsa Indonesia perlu mencari model alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Metode alternatif itu bisa dengan menggali budaya yang berkembang di masyarakat. Mediasi penal merupakan cetusan ide sebagai bentuk penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan yang mengakar dari budaya hukum masyarakat. Hukum lokal yang dihayati sebagai living wisdom dan living law diharapkan tidak berada pada posisi paling bawah yang disepelekan ketika telah terbentuk hukum modern yang tertulis. Namun, dengan mediasi penal diharapkan masyarakat akan lebih cepat patuh dengan hukum yang memang dirasa sesuai dengan kultur hukum yang telah berkembang di masyarakat. Cahya Wulandari, S.H., M.Hum. Dosen Pidana Fakultas Hukum Unnes


22

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Komunitas UREA: “Tak Semua Reptil Berbahaya”

P

agi itu cuaca cukup cerah. Kemeriahan mulai nampak di depan Gedung E5 Fakultas Teknik Unnes. Puluhan stan sudah siap menyambut pengunjung dalam acara Gebyar Teknik Terpadu. Berbagai pernakpernik dipasang di dalam stan sebagai magnet yang akan menyedot perhatian

NuansA/Lutfi

sivitas akademika. Na mun, tidak dengan stan yang satu ini. Tak banyak hiasan yang dipajang. Hanya beberapa kotak kaca yang ditata berjajar dan menumpuk ke atas. Tapi siapa sangka, stan itu justru menyedot perhatian banyak mahasiswa. Puluhan reptil dalam kotak kaca memiliki daya tarik tersendiri bagi mahasiswa. Binatang yang bagi

sebagian besar orang mengerikan itu tampak jinak. Galih Pratama Nuranto dan ketiga anggota UREA lainnya Fabriyan Zulfi, Kholidin, dan Ahmad tampak begitu akrab dengan reptil-reptil itu. Tangannya dengan terampil memindahkan ular dan beberapa reptil lainnya ke dalam kotak kaca,. Galih merupakan koordinator UREA atau Unnes Reptil Asociation. UREA adalah sebuah komunitas pecinta reptil. Komunitas ini terla-

hir pada tanggal cantik yaitu, 10/10/10. Menurut Galih, ide pembentukan komunitas ini sebenarnya sejak Agustus 2009. Namun, resmi berdirinya tanggal 10 Oktober 2010. Menurut mahasiswa FIP ini, tujuan berdirinya UREA adalah untuk menyosialisasikan kepada sivitas akademika dan masyarakat bahwa tidak semua reptil berbahaya. “Dalam komunitas pecinta reptil ini, kami hanya memelihara reptil yang tidak membahayakan manusia. Kita mainnya genom, jadi pilih ular yang tidak berbisa,” paparnya santai. UREA yang bermarkas di sekitar Unnes tepatnya di jalan Sringing Patemon itu beranggotakan 60 orang. Anggota UREA Tak hanya mahasiswa Unnes, melainkan ada juga mahasiswa USM, Udinus, dan Akpelni.

NuansA/Lutfi

“Kami tidak melakukan open recruitmen anggota, karena terlalu formal. Siapa saja yang suka reptil dan ingin gabung, bisa datang langsung ke mabes,” ungkap Galih mantap. Lelaki berkaca mata itu juga mengungkapkan kalau di dalam komunitas ini mereka bisa sharing mengenai berbagai hal tentang reptil. Selain di mabes, Galih dan anggota UREA yang lain juga sering nongkrong di samping BNI Unnes tiap Selasa malam dan di embung Rabu sorenya. “Kami rutin nongkrong di dua tempat itu. Tapi ada catatannya, kalau tidak hujan,” ungkapnya sembari tertawa ngakak. Di dalam komunitas yang digelutinya itu, Galih menerangkan ada empat jenis reptil yang dipelihara, di antaranya jenis ular, kadal, buaya, dan kura-kura. Dia juga menerangkan untuk jenis ular terdiri atas ular asli Indonesia dan impor. “Ada Sanca Batik, Sanca Bodo, dan Sanca Darah yang warnanya merah itu, semuanya asli Indonesia. Kalau jenis Ball Pyton dan Boa diimpor dari Afrika,” terangnya sembari menunjuk ular di dalam kotak kaca di depannya. Selain ular ada juga beberapa jenis kadal yang dipelihara, seperti Panana asli Irian, Iguana, Soalayar, Biawak, dan Timorensis. Hal itu diungkapkan Ahmad salah seorang anggota UREA. Galih menambahkan jika beberapa jenis reptil ada yang diperjualbelikan. “Kami memiliki banyak Iguana, jadi sebagian kami jual. Kalau semisal ada yang laku, sebagian uangnya bisa untuk beli gorengan atau permen untuk teman-teman di komunitas,” imbuhnya sembari tersenyum. Menurut Galih UREA memiliki program internal yaitu menyosialisaasikan reptil kepada siswa PAUD-SD. “Sebelumnya kami pernah sosialisasi di PAUD Ganesa, Jatingaleh. Rencananya mulai bulan April ini akan keliling ke PAUD-SD di sekitar Unnes,” terangnya mengakhiri perbincangan. Ambar Kurniawati

23

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Resensi

Filem

PRESPEKTIF BARU TERORISME DENGAN VISUAL APIK

S

ILUET candi, orang-orang yang berteriak, bule yang ditahan, anak panah yang menunjuk ke kiblat dan flashback pengeboman memberi gambaran singkat tentang film ini. Scene padat dan informatif. Secara garis besar film ini berkisah tentang teroris, dan mengandung unsur agama. Seting diperlihatkan dengan siluet candi dan semakin jelas ketika Letnan Hasyim (Ario bayu) turun dari Mobil Jendral (Frans Tumbuan) di dekat Tugu Jogja. Jake (Kellan Lutz), seorang bule yang mengaku sebagai asisten dosen selamat dari aksi pengeboman dan kini menjadi saksi kunci atas tindakan terorisme. Akan tetapi kejanggalan-kejanggalan dirasakan oleh Letnan Hasyim, detektif densus 88. Hasyim ragu atas kesaksian yang diberikan Jake, utamanya tentang identitas asli Jake. Hasyim semakin menaruh kecurigaan ketika mereka diserang, Jake lah yang menyelamatkannya dan menunjukkan kepiawaiannya menggunakan senjata api. Meskipun Hasyim masih ragu, pada akhirnya mereka bekerja sama untuk menyelesaikan kasus Sultana (Atiqoh Hasiholan). Musuh mereka adalah Malik (Mickey Rourke), penyandang dana tindak terorisme yang mengincar barang-barang berharga. Malik bekerja sama dengan Wazir (Tio pakusadewo), paman Sultana untuk mengkudeta Sultan Jogja (Rudy Wowor) yang sah. Sebagai imbalannya Wazir memberikan perhiasan kesultanan un-

Judul Sutradara Penulis Naskah Rumah Produksi Pemain Rourke,

Rilis

: : : : :

Java Heat Connor Allyn Connor Allyn, Rob Allyn Margaret House Kellan Lutz, Ario Bayu, Mickey

Atiqoh Hasiholan, Frans Tumbuan, Tio Pakusadewo, Mike Muliardo, Rio Dewanto. : April 2013

tuk Malik. Brondongan peluru dan ledakan mewarnai setengah jam pertama film ini. dilanjutkan kejadian-kejadian penuh aksi lainnya yang tidak kalah menarik. Pertarungan semakin sengit dan sampai puncaknya ketika perayaan Waisak di Borobudur. Ide tentang terorisme yang membungkus perampokan dan penculikan memang bagus, masih segar. Apalagi dikaitkan dengan budaya, kudeta, agama, dan gangster, yang cukup rumit. Pada kenyataannya unsur-unsur ini gagal diramu dengan apik oleh Rob Allyn (sutradara). Allyn memberikan sisi lain mengenai terorisme yang tidak selalu tentang agama, tetapi yang muncul adalah teroris bergaya muslim yang selalu menenteng senjata kemana-mana. Java Heat menghabiskan dana mencapai 15 juta dollar, dibintangi artis-artis ternama Indonesia dan Hollywood. Akan tetapi itu saja ternyata tidak cukup membuat film ini bagus

secara keseluruhan. Beberapa hal yang terkesan kurang dan disayangkan dalam film ini yaitu, Jake, marinir AS yang hanya mengandalkan otot tanpa otak. Hasyim, detektif sok pintar dan seenaknya sendiri dalam mengendarai mobil. Sultan Jogja berwajah bule (mungkin salah casting) dan Atiqoh Hasiholan yang hanya diseret-seret kesana kemari. Sayang sumber daya pemain-pemain papan atas ini seolah tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Seperti The Expendables yang banyak pemain bintang tetapi filmnya tidak cukup bagus. Pada bagian awal sudah terasa alur film agak lambat untuk ukuran film aksi, tetapi ini terobati dengan tabrakan yang disusul baku tembak dan penyergapan teroris. Setelah itu, terlalu banyak berkutat pada latar belakang pemain dan percakapan. Film ini memang untuk pasar internasional, tetapi penggunaan bahasa Inggris dalam film kurang tepat. Dapat dimaklumi ketika

bahasa Inggris dipakai ketika adegan bersama Jake dan Malik yang notabene pemain asing, tetapi ketika berbicara dengan sesama orang Indonesia, film ini menunjukkan ketidakkonsistenan dalam penggunaan bahasa. Terkadang memakai bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan sesama orang Indonesia. Yang lebih mengherankan adalah Jendral yang dikatakan sangat nasionalis tetapi menggunakan bahasa Inggris kepada anak buahnya. Ketidaktepatan juga terjadi ketika Hasyim memandikan rekan kerjanya yang Kristen seorang diri di masjid. Untuk kualitas musik dan gambar, film ini tergolong bagus. Musik mengiringi latar dan suasana film dengan tepat, volumenya pun pas. Apalagi ketika “Kopi Dangdut” dijadikan backsound pada malam hari. Jogja banget. Lalu untuk masalah gambar, keren. Efek yang tidak over, angel-angel unik, dan detail siap memanjakan mata. Jogja benar-benar dieksploitasi setiap sudutnya, pedesaan, perkotaan, tugu, terowongan bawah tanah hingga kawasan “esek-esek” tidak luput dari bidikan kamera Shane Dalley, director of photography. Bahkan uap air dari ketel yang dibuka pun menjadi gambar yang menarik. Bagaimana dengan Borobudur? Tentunya lebih eksotis dan siap memanjakan mata Anda. Mahda Haidar Mahasiswa Pend. Bhs dan Sastra 2010 Fakultas Bahasa dan Seni

Buku

Kawruh Jiwa sebagai Psikologi Jawa

S

aya mengenal pertama kali nama Ki Ageng Soerjomentaram dari Ki Said, ketua Taman Siswa Jakarta, sekitar tahun 1970-an. Ketika itu beliau menceritakan “local genius” Jawa sudah menyusun strategi kultural minimalis untuk mengatasi Zaman Malaise yang terjadi di masa ontran-ontran penjajahan Jepang dengan “6 Sa”-nya, yakni: “Sabutuhe, Saperlune, Sacukupe, Sapenake, Samesthine, dan Sabenere”. Begitulah, tulis Darmanto Jatman dalam pidato Pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Psikologi di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang pada awal tahun 2008 . Menjelang akhir tahun 2012 wacana mengenai Psikologi Jawa yang tentunya berkenaan dengan kebudayaan Jawa kembali digulirkan Afthonul Afif melalui bukunya ‘Ilmu Bahagia Menurut Ki Ageng Suryomentaram’. Judul itu, bagi kebanyakan pengkaji Psikologi Jawa tentu luar biasa; mengingatkan kembali peristiwa 50 tahun lalu. Ketika itu, seorang tokoh bernama Soemantri Hardjoprakoso di Rijk Universiteit Leiden menuliskan disertasi dan berusaha mengeksplisitasi “Candra Jiwa Sunarto” dari Kitab Sasongko Jati Pangestu menjadi psikologi yang sejajar dengan ilmu jiwa Barat yang modern dan positivistik. Tidak cukup berhenti pada tataran itu, kampanye dan upaya eksternalisasi dari keyakinan ilmiahnya terus dilakukan dengan harapan ilmu jiwa Jawa segera dapat mendarah daging menjadi teori atau bahkan genre dan alat terapi kejiwaan yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Umumnya kaum akademisi menyebut pendekatan yang dipakainya itu Post-collonial. Diakuinya, kajian tentang kejawaan tidak pernah membosankan, karena terdapat segisegi yang terus memikat. Tercatat ada Dr. Simuh yang mengenalkan Sufisme Jawa,

Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal Harga ISBN

: Ilmu Bahagia Menurut Ki Ageng Suryamentaram : Afthonul Afif : Kepik, Jakarta : I, Oktober 2012 : x + 158 Halaman : Rp. 45.000 : 978-602-99608-8-4

Frans Magnis Soeseno dengan Filsafat dan Etika Jawa, Koentjaraningrat dengan Kebudayaan Jawa, dan ada juga Kawruh Jiwa Jawa yang dibesut Darmanto menjadi Psikologi Jawa. “Aku” Kramadangsa Ilmu Jiwa Gambar Kramadangsa adalah salah satu bahan yang menjadi kajian Afthonul Afif dalam buku ini. Ilmu itu mengenai jiwa orang; dan jiwa adalah rasa. Rasa itu yang membuat orang berbuat apa saja (hlm; 25). Orang bertindak mencari air minum karena terdorong rasa haus, bertindak mencari bantal untuk tidur karena terdo-rong rasa kantuk; demikian seterusnya. Maka, dengan demikian, rasa itu menandai hidup seseorang. Kalau hanya ada badan tanpa rasa, itu disebut bangkai atau maneki. Mempelajari tentang rasa adalah mempelajari tentang orang, begitulah kurang lebihnya. Sementara itu, kita sendiri adalah orang. Jadi, mempelajari tentang orang, dapat dikatakan mempelajari diri sendiri atau mengetahui diri sendiri (pangawikan pribadi). Diri sendiri manakah yang dipelajari? Ialah diri sendiri yang diberi dan memiliki nama khusus. Kalau namanya Mudjahirin, merasa aku si Mudjahirin; kalau namanya Krama, merasa aku si Krama. Rasa yang

bergandengan dengan namanya itu disebut Kramadangsa. Kramadangsa itu yang menyahut bila nama kita dipanggil orang, yang menjawab kalau kita ditanya orang. Kramadangsa menyatukan diri dengan segala rasa yang timbul dalam dirinya. Secara panjang lebar struktur jiwa kramadangsa yang berisi tentang “rasa”, “aku” (kramadangsa), dan “mawas diri” serta bagaimana keterkaitannya, itulah yang menjadi inti kajian psikologi Jawa. Biar tidak selalu dianggap ngelmu atau kawruh, ilmu udik yang tanpa pernah naik kelas menjadi ilmu jiwa yang sejajar dengan psikologi barat (hlm; 45). Pada akhirnya, kajian tentang Psikologi Jawa--yang juga bermacam ragam (baca: mazhab) nya--memang banyak, utamanya dalam Psikologi Umum, termasuk landasan falsafahnya. Namun, pengetahuan tentang jiwa itu sebagian hanya berhenti pada ta-taran gagasan, konsep yang spekulatif atau ideologis. Karenanya, diperlukan usaha untuk mengeksplisitkan dan mensistematikan masing-masing wejangan itu untuk kemudian dibangunkan suatu ilmu pengetahuan yang padu, integral meliputi segenap elemen, proses dan struktur kejiwaan manusia untuk menjadi Psikologi Jawa umum.

Tentu, mewujudkan hal itu tidak mudah, karena kawruh-kawruh jiwa itu berasal dari berbagai babon yang sudah terlebih dahulu didirikan sebagai gagasan ideologi keyakinan. Kita ambil saja misalnya “Candra Jiwa Soenarto” atau “Candra Jiwa Indonesia” yang telah “diakui” ilmiah yang sampai hari ini tidak banyak (kalau tidak boleh dibilang tak ada) yang mencangkoknya. Justru sebaliknya, dibalik Candra Jiwa yang ilmiah itu berdiri basis aliran kepercayaan Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal) yang sampai hari ini masih dimasukan dalam kategori “Kebatinan Jawa” atau “Aliran Kepercayaan” yang sedikit banyak telah mengalami “stigma” sebagai komunitas eksklusif. Apabila buku Afthonul Afif kali ini diak-hiri dengan wacana “Psikologi Jawa” tidaklah berarti bahwa Psikologi Jawa itu yang paling unggul di antara berbagai indigenous psychology atau etnopsikologi di Indonesia, hanya karena sejak asal mula telah ditumbuhkembangkan dalam budaya Jawa. Sehingga, perlu mengenal budaya Jawa ini dengan jalan menghayatinya, merasakannya, sekaligus mengundang yang lain agar ikut mewacanakan psikologi etniknya (etnopsikologinya) serta menerapkanya dalam “sharing” kawruh yang lebih terbuka, saling beri-dapat. Sehingga, diharapkan lahir satu wacana Psikologi Indonesia yang lebih fungsional menuju kehidupan cultural-spiritual humanistic. Satu proses penyempurnaan ilmu pengetahuan seperti yang pernah diutarakan oleh Peter Berger dalam “The Sociology of Knowledge”nya. M. Nafiul Haris Mahasiswa Fisip Hubungan Internasional / 2010 Universitas Wahid Hasyim, Semarang


24

NuansA Edisi 132 TH XXV/ 2013

Profil

Tekuni Kesenian Jawa Sejak Kecil

S

NuansA/Vio

ejak dulu tradisi Jawa lekat dengan kehidupan penduduk di kota Sragen. Hampir di setiap kesempatan, wayang dan gamelan digunakan sebagai hiburan dalam berbagai acara. Hal ini yang menyebabkan Widodo Sarudiningrat menjadi terbiasa dan semakin terpikat oleh keindahan seni Jawa tersebut. Pria yang akrab dipanggil Widodo ini, sejak kecil memiliki cita–cita sebagai seorang dosen dan dalang. Tidak disangka–sangka ternyata semuanya kesampaian juga. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), dia melanjutkan studi di Universitas Negeri Surakarta (UNS). Setelah menyelesaikan studi S1-nya dengan menyabet gelar lulusan terbaik tingkat jurusan Sastra Daerah, Dia melanjutkan studi S2-nya di Semarang. Pilihannya jatuh pada program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Semarang (Unnes). Perjalanan studi yang panjang mengantarkan Widodo meraih salah satu citacitanya. Dia dipercaya untuk menjadi salah satu Dosen Sastra Jawa di Fakultas Bahasa

dan Seni, Unnes. Selain menjadi dosen, pria kelahiran Sragen, 09 November 1964 ini, juga mendalang di berbagai daerah, bahkan sampai ke Kulonprogo dan Banjarnegara. Di rumah tepatnya di daerah Ungaran, Widodo mempunyai gamelan lengkap dengan wayangnya. Bahkan setiap malam Rabu dan Minggu rumahnya digunakan sebagai tempat berkumpul dan berlatih karawitan, tari, dan pedalangan para seniman Gunungpati. Banyak pula seniman dari luar Semarang yang datang untuk ikut berlatih bersama. Selain itu, Dia juga mulai mengajarkan kesenian Jawa kepada ketiga anaknya. Kedua putrinya asyik menekuni dunia tari, sementara putranya menekuni dunia pendalangan. Bahkan putranya yang sekarang duduk di bangku SMP itu, kini telah menjadi dalang cilik. Widodo dan putranya menekuni dunia pedalangan bukan sekadar untuk menyalurkan hobi. Dia memiliki tujuan yang jauh lebih besar, yaitu untuk melestarikan kesenian Jawa yang semakin lama semakin tergerus oleh tren barat. Widodo mengaku prihatin dengan banyaknya orang yang lebih suka nanggap orkes daripada wayang atau kesenian Jawa yang lain. “Ini bisa dibilang keprihatinan seni. Karena kesenian Jawa mulai kurang diminati. Sebenarnya para seniman Jawa butuh banyak dermawan yang mau merangkul mereka, agar kesenian Jawa tetap ditekuni oleh mereka,” ungkapnya sambil menggelengkan kepala. Frian Violita

Lillah, Maka Tak Kan Lelah

P

utra Putri Kampus (Papika) sudah menjadi hal yang tak asing lagi didengar. Ajang pemilihan Papika yang digelar setiap dua tahun sekali ini, mampu mengahrumkan nama baik Universitas Negeri Semarang baik di tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Betapa tidak, berangkat dari ajang ini, tak sedikit mahasiswa Unnes yang sukses meraih impiannya. Salah satunya Mochamad Risqi Adhi Pratama. Mahasiswa semester 6 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini berhasil meraih Juara I pada acara Pemilihan Denok Kenang Semarang yang digelar di Krakatau Room, Hotel Horison, Jumat (19/4). “Saya tidak menyangka bisa meraih Juara I. Padahal menurut Saya, peserta yang lain juga bagus,” ungkap Risqi dengan senyum mengembang. Mahasiswa kelahiran 30 November 1991 ini awalnya tidak menyukai dunia modeling. Namun, setelah dia berhasil menyabet Juara I di acara pemilihan Kartini dan Kartono Fakultas Bahasa dan Seni, dia menjadi tertarik untuk mengikuti kompetisi di dunia ini. Atas motivasi teman-teman dan keluarganya, mahasiswa yang akrab disapa Risqi ini mengikuti ajang pemilihan Papika Unnes. Dia pun berhasil meraih Juara

II di ajang bergengsi ini dan akhirnya mengikuti ajang pemilihan Denok Kenang Semarang. Kini mahasiswa yang memiliki hobi membaca dan menyanyi ini sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ajang pemilihan Mas dan Mbak Jawa Tengah. Sukses meraih prestasi di berbagai ajang bergengsi tersebut, Risqi mengaku tidak bercita-cita menjadi model, presenter, atau profesi lain yang berhubungan dengan itu. Mahasiswa asal Kebumen ini tetap teguh pada citacita yang diimpikannya sejak duduk di bangku SMA, yaitu menjadi dosen. Baginya dosen merupakan profesi yang sangat mulia. Selain menyalurkan ilmu yang bermanfaat kepada mahasiswa, menjadi dosen juga akan terus mempelajari ilmu yang berkembang di masyarakat sehingga pengetahuannya tak kan pernah usang. Bagi Risqi, setelah meraih prestasi tersebut, banyak kegiatan dan pengalaman yang tak pernah terpikir olehnya. Seperti bertemu dengan ba-nyak pejabat, mengharumkan nama kampus di berbagai kegiatan, dan sebagainya. Berbagai kegiatan itu membuat Risqi harus pandai me-ngatur waktu sehingga tidak mengganggu aktivitas kuliahnya. “Semuanya saya jalani dengan ikhlas. Insya Allah, lillah tak kan lelah,” ungkapnya mengakhiri pembicaraaan, Jum’at (16/5). Septi Indrawati.

Doc.

Rileks “Sesekali kutafsir arti ini sepi dan itu sepi berdenting memagar waktu dan ruang” (Bandung 1979) Kurang lebih seperti itu bunyinya. Sebuah sajak pendek yang ditulis Sutan Iwan Soekri Munaf tahun 1979. Jangan tanyakan, saya sudah lahir atau belum di tahun tersebut. Kare-na jawabannya tentu belum. Jangankan saya, kedua orang tua saya pun kemungkinan besar belum dipertemukan oleh Dewa Amoer. Dewa yang mengurusi masalah perjodohan bagi masyarakat Yunani, katanya. Pembahasan kali ini bukan mengenai sajak di atas atau pun Dewa Amoer, karena saya sendiri kurang paham mengenai kedua hal tersebut. Kita bahas yang kita pahami saja, karena kalau tidak paham, nekat membahas bisa jadi hal-hal yang diutarakan sesat. Kita bahas yang ringan-ringan saja. Sambil makan biskuit dan minum kopi. Aduh, nikmatnya. Kembali ke permasalahan awal, dalam rubrik ini kita akan membicarakan segala sesuatu yang ringan. Mulai dari Sutan Iwan Soekri Munaf, siapakah dia? Sastrawan jelas. Tapi apa saja karya-karyanya? Masuk dalam angkatan berapakah dia? Wah, belum tahu. Cari buku, buka daftar

Berat = Ringan ? isi, tidak ada, pindah ke buku lain cari lagi tetap tidak ada, aduh pusing jadinya. Tiba-tiba ada yang protes. Katanya mau membahas yang ringan-ringan saja, buktinya? Baru mulai langsung smack down ini kepala. Ayolah yang ringan, renyah, dan mudah dikunyah saja, jangan yang berat, ketat, dan bikin penat. Baik-baiklah, maaf sudah melanggar kesepakatan awal. Mulai dari paragraf ini sampai akhir nanti kita akan membahas yang ringan-ringan saja. Soalnya yang berat-berat bikin cepat tua. Eh, apa iya? Memikirkan yang berat-berat mempercepat penuaan? Wah, belum tahu. Cari buku, buka daftar isi, tidak ada, pindah ke buku lain cari lagi tetap tidak ada, aduh pusing jadinya. Sebentar-sebentar sepertinya kita pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Kata orang jika kita seperti pernah merasakan kejadian atau peristiwa yang sedang kita alami, itu namanya de javu. Konon de javu terjadi karena pikiran kita terlalu lelah. De javu cukup familiar di telinga, tapi apa sih maksudnya? Mungkin secara ilmiah atau psikologi bisa diuraikan maksud dari kata tersebut. Hal yang harus kita lakukan adalah cari buku, buka daftar isi, tidak ada, pindah ke buku lain cari lagi tetap tidak ada, aduh pusing jadinya.

Setop-setop, mengapa sejak tadi membahas mengenai cari buku, buka daftar isi, tidak ada, pindah buku lain dan bla bla bla. Ibarat berjalan, kita sudah jalan dua langkah mundur lagi, berjalan lagi mundur lagi, kapan sampainya? Katanya mau membahas yang ringan-ringan? Sudah tidak sabar nih. Aduh kena protes lagi, maaf sepertinya sejak tadi kita salah membahas topik. Niatnya mau membahas yang ringan-ringan, tapi yang muncul justru sebaliknya. Baiklah kita akhiri yang berat, kali ini kita akan membahas topik yang seharusnya. Topik yang ringan bukan? Tapi sebentar, topik yang ringan itu yang seperti apa? Ringan itu yang bagaimana? Lhadalah. Tenang, jangan terburu-buru mencari buku. Kita renungkan terlebih dahulu, Semenit, dua menit, sejam, sehari, seminggu. Aduh, merenung terlalu lama ternyata berat juga. Padahal kita merenungkan sesuatu yang disebut ringan. Wah, bagaimana ini. Tulisan saya sudah mulai tidak konsisten. Saya mulai bingung membedakan yang ringan dan berat. Atau jangan-jangan ringan sama dengan berat? Atau justru sebaliknya berat sama dengan ringan? Semakin berat juga. Sekarang yang saya pusingkan bukan hanya mengenai ringan dan berat me-

lainkan juga bagaimana cara menyudahi tulisan yang semakin liar ini. Saya sendiri pusing, bagaimana dengan Anda? Tapi tenang, saya tidak akan membiarkan Anda pusing terlalu lama karena membaca tulisan ini. Saya sedang berusaha mencari titik akhirnya. Kembali ke laptop, saya mulai panik karena belum menemukan juga akhir yang tepat untuk tulisan ini. Anda, mungkin tak sepanik saya. Tapi bisa dibayangkan, mungkin sudah mulai memaki dalam hati. Mengapa terus membaca tulisan ini. Tenang, Anda melakukan hal yang tepat karena saya sedang mencoba mengumpulkan energi saya untuk menyudahi tulisan ini. Oh, ya saya ingat satu hal, senior saya pernah berkata kepada saya ‘jangan pernah menulis jika apa yang Kau tulis tidak untuk Kau perlihatkan kepada orang lain’. Sekilas deretan kata-kata tersebut terasa biasa saja. Namun, sejatinya tidak demikian bagi saya. Mungkin lantaran itu juga saya berani memperlihatkan tulisan ini kepada Anda. Tulisan ringan yang berat atau tulisan berat yang ringan Anda yang memutuskan. Semoga apa yang tersirat dalam tulisan di atas sampai kepada pembaca. Jika pun belum, baca sekali lagi. Semoga Anda beruntung. Salam.[] Ambar Kurniawati


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.