Nuansa 126

Page 1

N ua n s A 126 TH XXI/2010


2

Salam Redaksi

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Semangat baru “Entah benar entah tidak, tanyakan pada ahli bahasa. Kalaupun tak benar, tak apa juga karena yang penting substansi yang dikandungnya.” (Emha Ainun Nadjib)

S

elalu, merupakan suatu kelegaan bagi kami setiap kali menyelesaikan sebuah proses keredaksian yang telah menjadi tanggung jawab kami sebagai awak media pers. Tentu, rasa syukur yang mendalam kami haturkan kepada Tuhan yang jiwa kami berada dalam genggam-Nya, pada akhirnya kami dapat memenuhi tanggung jawab menerbitkan tabloid Nuansa tiga kali dalam satu masa kepengurusan. Meski kami menyadari hadirnya Nuansa 126 ini boleh dikatakan memang agak terlambat, disebabkan kekurangsigapan pada awal kepengurusan kami dahulu dalam menyikapi sistem pencairan dana yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bukanlah maksud kami menyampaikan semacam pleidoi saat mengemukakan alasan keterlambatan tersebut. Namun, pada kenyataannya, memang begitu adanya. Kemudian, kami sengaja menunda proses distribusi tabloid yang sebenarnya telah siap pada akhir Januari lalu menjadi pada Maret ini semata-mata karena kami terhambat waktu liburan semester. Kenyataan yang kita hadapi, sebagian besar rekan mahasiswa meng-habiskan masa liburan semester di kampung halaman masing-masing. Sedikit sekali mahasiswa yang masih bertahan di kampus untuk mengurusi keperluan masing-masing. Padahal

S L E N T I N G A N

sasaran utama pendistribusian tabloid ini adalah mahasiswa. Oleh sebab itu, kami memutuskan untuk membagikannya serentak dalam satu waktu, tidak dengan bertahap-tahap dalam rentang waktu yang cukup lama untuk menghindari kesan tabloid Nuansa yang “sudah tidak baru lagi”. Nuansa kali ini mengangkat dinamika olahraga di kampus Unnes khususnya di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Sebagai satu-satunya fakultas olahraga di Jawa Tengah, FIK Unnes telah menjadi “ujung tombak” olahraga Jateng. Fakultas ini telah menjadi kawah candradimuka tempat menggodog bibit-bibit atlet berprestasi yang datang dari berbagai daerah. Benar saja, dari sini kemudian lahir tak sedikit atlet-atlet yang mampu berprestasi di tingkat nasional, bahkan internasional. Satu contoh paling populer adalah Suryo Agung yang berhasil menyabet dua medali emas pada SEA Games Laos kemarin. Data yang ada, 23 dari 35 prestasi yang diraih mahasiswa Unnes di bidang keilmuan, seni dan olahraga periode 2008-2009, ternyata berasal dari cabang olahraga. Sebagian besar peraih prestasi tersebut merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Hal ini tentu sangat menggembirakan. Oleh sebab itu, pembinaan dan pelatihan bagi para atlet haruslah

terus diupayakan semakin meningkat mutu. Tentu saja dibarengi juga dengan penambahan dan perbaikan fasilitas-fasilitas olahraga, dan pemberian penghargaan kepada para atlet berprestasi. *** Seiring dengan semakin bertambahnya usia tabloid Nuansa yang kini telah lebih dari dua dasawarsa, kami senantiasa berikhtiar untuk lebih meningkatkan mutu dan kinerja keredaksian. Salah satu wujud kesungguhan ikhtiar itu adalah dengan menepati

deadline, menjaga intensitas terbitan, dan tentu mengupayakan sistem pendistribusian yang lebih baik dan tepat sasaran. Semoga pada masa kepengurusan BP2M/Nuansa yang baru, pada waktu mendatang hal itu dapat tercapai dengan baik. Akhirnya, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tak langsung dalam proses penerbitan tabloid Nuansa edisi 126 ini. Salam. (Redaksi)

N A N S T R I P

Banyak mahasiswa yang belum memiliki SKTS. Bertahun-tahun ga’ punya, ga’ da masalah ntuh!!! ______________ Olahraga semakin digemari. Banyak mahasiswa dan warga sekitar memanfaatkan lahan kosong sekitar rektorat untuk berolahraga. Seperti zaman Orba dulu, memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. _______________

s

an Cakn

NuansA Tabloid Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Tabloid Mahasiswa NuansA diterbitkan oleh Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M) Universitas Negeri Semarang merupakan media komunikasi, informasi, dan rekreasi sivitas akademika yang memadukan idealisme, objektivitas, dan kreativitas mahasiswa. Terbit berdasarkan SK Rektor IKIP Semarang nomor 53/1983. Alamat Redaksi Gedung UKM Universitas Negeri Semarang Jl Raya Sekaran Gunungpati Semarang 50229 Telp. (024) 70789389 Web Site: www.bp2mgroup.com E-mail: tabloidmahasiswanuansa@gmail.com

Pembina: Rektor Universitas Negeri Semarang; Penasihat: Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan; Penanggung Jawab: Dra Martitah, M.Hum; Pendamping: Drs Eko Handoyo, MSi; Pemimpin Umum: Muqsith Ary Wibowo; Sekretaris Umum: M. Rifai Fajrin; Pemimpin Perusahaan: M. Noor Ahsin; Bendahara Umum: Yuli Resista; Litbang: M. Ulil Amri; Pemimpin Redaksi: M. Rifan Fajrin; Sekretaris Redaksi: Siti Zumrokhatun; Bendahara Redaksi: Ayu Purwaningrum; Redaktur Pelaksana: Surahmat, Yuli Resista; Editor: Siti Zumrokhatun, Rizki Amalia Ulfa; Redaktur Artistik: Zakki Reporter: Amri, Surahmat, Yuli, Zumrokhatun, Ayu, Rizki, Zakki, Yudi, Lina, Taufik, Estik, Taufan, Wita, Astrid, Fajri, Endah, Luciana, Fina, Rifa (Nonaktif), Sheila (Nonaktif) Fotografer: Arif Z. Nurfauzan; Ilustrator: Taufan Aliyudin, Lay-out: Zakki, Cover: Yudi Ristu ~ Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, cerita pendek, puisi, dan naskah lain yang sesuai dengan visi dan misi NuansA. Redaksi berhak mengubah naskah sepanjang tidak menyalahi isi. Semua naskah yang masuk menjadi hak redaksi. Penulis naskah yang dimuat akan mendapat imbalan sepantasnya.~


N ua n s A 126 TH XXI/2010

Tesa

Mahasiswa

Seharusnya

Seniman

Seni....

S

(art) sebenarnya merupakan suatu bentuk ekspresi dari kreativitas manusia. Kerap kali orang mengatakan bahwa seseorang yang tidak kreatif adalah orang-orang yang tidak mempunyai nilai seni. Namun sebenarnya nilai dari seni itu sendiri sulit dijelaskan dan juga sulit dinilai, karena masing masing jiwa perorang memiliki parameter yang menuntunnya untuk menciptakan suatu kreasi dari dalam dirinya ke suatu bentuk seni yang menurutnya indah. Seni dianggap sebagai suatu penyempurna dari segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Coba bayangkan bagaimana jika dunia ini hanya monoton terhadap satu hal saja dan tidak mempunyai seni. Semua membutuhkan seni, bahkan dalam beribadah pun juga menggunakan seni beribadah. Dalam menjalankan kepemimpinan juga perlu seni. Berbicara, berdiskusi juga perlu seni. Jika tidak, pembicaraan akan terasa datar dan maksud tidak akan tersampaikan. Dengan seni hidup akan lebih terasa berwarna dan ceria. Unnes dalam mewujudkan green kampus juga memerlukan seni, pembuatan tiga embung yang sedang dalam tahap pembuatan dan penyelesaian juga memerlukan seni, jika tidak ingin dipandang sebagai ‘kolam penghias’ yang seru untuk dijadikan tempat tongkrongan mahasiswa di setiap sore. Seni dalam dunia perkampusan juga perlu diterapkan. Sebagai seorang mahasiswa Unnes tentunya haruslah memiliki jiwa yang dipenuhi oleh seni walau dalam wujud apa pun dan bagaimana pun. Yakinlah seni juga diperlukan oleh kita sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa ‘seniman’ , dalam artian bukan dalam makna arti sebenarnya, tetapi lebih dipandang sebagai seorang mahasiswa yang dapat mengapresiasikan keterbukaan dan keluasan cara berpikir yang didaulati oleh suatu seni menjadi suatu pemikiran-pemikiran yang akan berguna bagi kita sebagai penerus bangsa. Mahasiswa ‘seniman’ tidak haruslah selalu berasal dari mahasiswa fakultas bahasa dan sastra , tetapi semua jurueni

san yang ada di unnes pun mampu menjadi mahasiswa ‘seniman’.

Menuntut mahasiswa menjadi mahasiswa seniman bukan berarti menjadikan mahasiswa menjadi seorang artist (pelaku seni) tetapi lebih kepada memiliki jiwa-jiwa seni dalam berfikir dan mengembangkan ilmu. Di lingkungan Unnes, mahasiswa agaknya sudah mampu mewujudkan seni dalam bentuk apresiasi musik, seperti konser konser musik yang sering diadakan sebagai wujud dari penyampaian bentuk seni musik. Bahkan Pemilihan ketua BEM KM dan Fakultas baru – baru ini pun juga merupakan salah satu bentuk apresiasi seni. Bayangkan seperti apa kampanye dan pamphletpamflet promosi itu jika dibuat tanpa seni, bagai sayur tanpa garam, tidak ‘berasa’ sama sekali. Namun sebagai mahasiwa haruslah berpikiran terbuka dan luas, bahwa seni bukanlah semata-mata hanya bentuk apresiasi yang menghasilkan sesuatu yang dapat dikatakan indah, namun juga menjadi sesuatu yang berarti dan bermakna. Pembuatan tugas, makalah, proposal, bahkan penyusunan skripsi sekalipun juga menggunakan seni agar terlihat tidak berantakan, indah dan mempunyai makna. Mahasiswa yang dapat dikategorikan ‘bandel’ juga mempunyai seni dalam mencontek, jika tidak, tamatlah riwayat mereka mempertaruhkan nyawa-nyawa mereka terhadap nilai didepan dosen, tapi tentu saja seni seperti itu bukanlah sesuatu yang patut untuk dijalankan bagi kita sebagai mahasiswa calon–calon pemimpin bangsa masa depan dan sebagai mahasiswa Unnes tentunya. Dewi Muhardiah Manajemen S1 Fakultas Ekonomi 2007

Seni adalah Estetika Hidup

D

seni dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Seni dipandang hanya sebagai pemuas jiwa dan tidak menghasilkan sesuatu yang lebih kecuali pengakuan bahwa karya itu bagus dan apresiatif. Namun zaman berubah. Seni telah menduduki tempat yang layak di mata para penikmatnya bahkan masyarakat umum kerap ikut mengapresiasinya. Lewat seni, melalui mural atau lukisan di dinding misalnya kritik sosial dan aspirasi masyarakat dapat dikemukakan. Perseteruan antara Polisi dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dianalogikan seperti Cicak versus Buaya juga dapat divisualisasikan lewat mural. Seni dapat menyampaikan sesuatu pesan yang berat dengan cara dan bahasa yang santai tanpa meninggalkan esensi yang ada di dalamnya. Banyak orang menyebut kota seperti Bali, Bandung, atau Yogyakarta sebagai gudangnya seni dan berkumpulnya seniman. Siapa ulu

yang tak tahu kalau kota yang terkenal dengan sebutan Paris Van Java (sebutan lain Kota Bandung) ini banyak menghasilkan grup band nasional. Di sana seni tumbuh menjadi industri kreatif yang dapat menghasilkan uang (meski tetap menyuarakan idealisme). Saya teringat satu talk show yang yang ditampilkan salah satu stasiun televisi swasta, seorang pembicaranya mengatakan bahwa di Kota Bandung masyarakat yang berumur di bawah 40 tahun ada sekitar 60 persen. Belum lagi ditambah banyaknya sekolah dan kampus di Kota Kembang ini. Anak muda yang energik dan cerdas tentunya sebuah kekuatan yang sangat dahsyat. Maka tidak salah kalau ada yang menyebut

S

eni tidak mempunyai batas. Itulah salah satu ungkapan tentang seni. Lalu, dengan ungkapan tersebut banyak orang-orang melakukan hal –hal aneh dengan mengatasnamakan seni. Sering tidak mau disalahkan karena melakukannya atas dasar jiwa seni. Seni memiliki banyak cakupan bidang. Ada seni tari, musik, rupa dan lainnya. Selain itu juga ada seni dalam berpakaian, berbicara, berjalan dan masih banyak lagi penerapannya dalam kehidupan. Dari tiap cakupan bidang tersebut, ada cara tersendiri untuk mengungkapkan seni dan menampilkan arti seni itu sendiri. Begitu pula pada masing-masing mahasiswa yang pastinya memiliki jiwa seni. Di masing-masing otak mereka terdapat jaringan kata yang membentuk pola seni yang mereka anut dan yakini. Karena itu pulalah banyak mahasiswa yang mengaku seni, memiliki banyak variasi dalam menunjukkan apa yang sering mereka katakan sebagai seni. Sekarang lihat saja pada model rambut dan cara berpakaian artis-artis yang nota bene sebagai pelaku kegiatan yang berbau seni. Rambut kribo, gimbal, atau bahkan botak beralur dengan pakaian mulai dari lengan panjang, pendek sampai tak berlengan pun ter-

3

lihat apik dan sah mereka pakai di mana pun dan kapan pun. Lalu dengan atas nama seni yang diagungkan dan sering dijadikan kiblat, mahasiswa meniru, mencampur, dan memodifikasi gaya artis-artis pujaan mereka. Tak segan hasil dari kreativitas seni mereka tunjukkan di kampus, saat di mall, warung, kos bahkan saat kuliah. “Seni adalah hal yang mengandung nilai estetika. Namun sayangnya, tidak semua orang dapat menanggap hal tersebut sebagai seni,” kata teman saya. Berdasar apa yang diungkapkannya, maka seharusnya seni yang tidak punya batas itu harus sedikit lebih tepat penempatannya. Apalagi untuk seorang mahasiswa yang niat utama kuliah adalah menuntut ilmu. Tidak jarang, mahasiswa menggunakan kaoskaos oblong tak berkerah nan pendek, celana ketat, rambut acak-acakan dan sebagainya. Maka tak heran pula jika dosen agak ogah-ogahan mentransfer ilmunya. Agaknya dirasa tidak sopan oleh sebagian orang jika mahasiswa berkaos oblong, sedangkan dosennnya berpakaian rapi. Oleh karena itu, hendaknya mahasiswa sebagai kaum yang mengaku mengerti seni agar mengetahui pula seni yang bagaimanakah yang cocok dan tepat sesuai tempat dan waktu. Seni memang tanpa batas, dan orang sah-sah saja melampiaskan kreativitas mereka untuk berseni. Namun, alangkah lebih bijak jika seni yang dipandang sebagai seni oleh seseorang, akan dipandang seni pula oleh orang lain. Dan seni tersebut tidak menimbulkan ketidakteraturan dalam realisasinya. Emy Dyah Nur Fitriyana Pendidikan Biologi Biologi , FMIPA

Tesa Mendatang: Korupsi di Indonesia semakin meruyak. mulai dari jalanan hingga gedung Senayan, tak terkecuali di lingkungan organisasi mahasiswa. Bagaimana memberantas korupsi, khususnya di lingkungan mahasiswa? Tulis opini Anda sepanjang 2500 3500 karakter, dilampiri foto dan identitas diri secara lengkap, lalu kirim ke redaksi Nuansa atau bisa lewat e-mail di tabloidmahasiswanuansa@gmail.com. Tesa diterima redaksi paling lambat sebulan setelah NuansA edisi ini terbit. Bagi yang Tesa-nya dimuat akan mendapat imbalan sepantasnya. gairah sebuah kota bisa dirasakan dari seberapa besar gerakan anak muda dalam menciptakan proses kreativitasnya. Sementara di Yogyakarta mural telah menjadi media komunikasi (visual) bagi masyarakatnya. Mural mampu menampilkan komunikasi visual antarwarga yang melihatnya. Seni telah mendapat pengakuan dari masyarakat luas karena selain berada di tempat umum seperti di bawah jalan layang, tembok-tembok gang, mural mampu menjadi salah satu control sosial seperti menyuarakan anti korupsi, rasa keadilan, pencegahan pemanasan global warming dan sebagainya. Hebatnya di Yogyakarta, mural telah mendapat persetujuan walikotanya alias legal. Sementara seni bagi arsitektur atau bangunan berfungsi sebagai penambah rasa keindahan bangunan. Seni dapat berperan dalam desain interiornya, konsep bangunan atau bahan-bahan pendukung bangunan. Sebuah rumah yang megah tidak ada “roh”-nya sama sekali bila dibangun tanpa nilai-nilai seni di dalamnya. Seni dapat berperan sebagai pembeda sekaligus identitas. Artinya segala sesuatu tidak harus mahal yang pen-

ting unik, karena di situlah nilai seni sesungguhnya. Seni layaknya seperti budaya dipandang sebagai ekspresi kehidupan yang coba dipraktikan terusmenerus oleh manusia. Seni juga sebagai indikasi bagi segala sesuatu yang hidup dan berkembang pada masyarakat. Ekspresi seni bisa melalui arsitektural, tari, gambar, sastra, filsafat dan lainnya. Lewat seni suatu bangsa dapat memperkuat karakter dan jati dirinya. Dalam mengembangkan seni budaya lokal dibutuhkan cara pandang baru dalam mengapresiasi seni-budaya tradisi agar sesuai harapan masyarakat modern. Tanpa menghilangkan nilai lokalitasnya, sudah seharusnya seniman lebih cermat membaca selera masyarakat sekarang, seperti kesenian mural di Yogyakarta atau distribusi outlet di Bandung yang telah banyak berevolusi. Seni sebagai sesuatu yang bermanfaat dan menghibur serta sebagai estetika hidup, selayaknya tidak ditelan mentah-mentah sebagai kebebasan yang tak berbatas.harus juga kita perhatikan nilai-nilai moral dan etika ketimuran dalam sebuah karya seni. Sehingga seni tetap berada pada posisi yang “sakral”. Ainur Rizal Pend. Sejarah 2007


4

Surat Pembaca

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Kantong Plastik Hitam

Selektiflah…

asih ingat pelajaran SD/SMP/SMA baheula kala tentang sampah organik dan anorganik? Sadar atau tidak, sebenarnya selama ini kita sudah menyumbang banyak polusi darat alias sampah di bumi kita tercinta. Masih mending kalau sampah itu jenisnya sampah organik, sampah yang bisa membusuk back to nature. Nah, kalau jenis sampahnya anorganik yang tidak bisa terurai dan diurai, mau bagaimana coba?? Padahal sampah yang dihasilkan manusia, seperti kita-kita ini, kebanyakan adalah sampah anorganik seperti plastik dan kawan-kawannya. Mari kita tengok kasus “kantong plastik hitam” di lingkungan kos mahasiswa. Tiap hari anak-anak kos yang tidak masak sendiri alias beli makan di warung selalu mendapat bonus plastik hitam untuk membungkus barang atau makanan yang dibeli. Nah, plastik itu kan tidak ikut dimakan dalam artian dibuang begitu saja. Sekarang mari berhitung berapa banyak kantong plastik hitam yang dibuang oleh anak-anak kosan. Biasanya anak kos makan 2 kali sehari,banyak juga yang makan 3 kali sehari. Nah dalam sehari, 1 anak ‘ngasih’ sampah ke bumi kita 2 atau 3 plastik. Dikali jumlah penghuni kos. Dikali jumlah kos-kosan yang ada di area itu. sepertinya banyak sekali kan? Itu masih dalam hitungan sehari, lalu bagaimana kalau berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun? Gunungpati bisa kaya

araknya tayangan infotainment di media elektronik membawa dampak positif dan negatif bagi kita. Beragam berita selebritis atau yang akrab kita dengar dengan infotainment menghiasi layar kaca dari pagi hingga malam. Seakan para pemburu berita tidak pernah kehabisan berita selebriti. Bahkan tak jarang berita yang tidak ada, diada-adakan guna manarik perhatian publik. Apalagi infotainment saat ini lebih banyak mengulas kejelekan (aib) narasumbernya daripada yang baikbaik serta lebih banyak gosipnya (berita miring yang belum tentu benar) yang merupakan pembunuhan karakter orang yang diberitakan. Mengapa seakan-akan selebriti lebih berjasa daripada para atlet atau orangorang yang mengharumkan bangsa lewat prestasinya? Mereka lebih sering diulas dan tampil di media daripada pahlawan bangsa. Bahkan masyarakat lebih hafal konflik selebritis daripada konflik yang sedang melanda negeri ini. Masyarakan dimanjakan berita infotainment sehingga mereka lebih tertarik menonton gosip daripada berita.

M

kan? Kaya akan sampah plastik! Itu juga masih pada kisaran “kantong plastik hitam”, belum merambah pada kantongkantong plastik yang lain. Lalu kemana larinya sampah-sampah tak terurai itu? Di bakar? Membakar sampah yang mengandung bahanbahan kimia tak ramah lingkungan itu tentu saja malah menambah polusi, yaitu polusi udara. Di daur ulang? Apa iya? Sepertinya jarang sekali pemulung yang mau mengambil plastik-plastik hitam itu. Sebenarnya bisa saja kita meminimalisir kesia-siaan kantong plastik tadi. Dengan mengusahakan plastik tidak terkena minyak/tumpahan makanan, maka kantong plastik yang masih bersih itu biasa kita simpan untuk digunakan kembali kalau kita butuh. Atau bisa saja plastic-paltik yang kita dapatkan itu dikumpulkan dan disimpan secara rapi. Setelah terkumpul banyak, kita bisa memberikannya lagi pada penjualpenjual makanan. Jika hal ini bisa dilakukan secara merata oleh mahasiswa, khususnya anak-anak kos, insyaallah limbah plastik yang mengotori dan merusak bumi dapat dikurangi. Secara langsung, kita telah berpatisipasi menyelamatkan bumi dan didi kita sendiri dari dampak global warming.

M

Jarang ada tayangan infotainment yang mengulas prestasi selebriti yang dapat dicontoh masyarakat. Artis juga pasti mempunyai segudang prestasi yang akan membangun para pemujanya untuk dapat menggapai sukses seperti dirinya. Infotainment juga harus memberikan sebuah makna di balik sebuah berita, sehingga berita tidak menjadi dangkal dan murahan belaka. Beberapa pihak yang cukup berpengaruh mengharamkan tayangan tersebut dan sontak menuai reaksi beragam dari masyarakat. Selektiflah memilih infotainment. Ada yang dapat mendidik namun ada juga yang hanya sebatas kotoran semata. Di luar sana, masih banyak program televisi lain yang dapat membuka mata kita untuk melihat betapa seksi alam dan budaya Indonesia, atau hal-hal lainnya yang menambah wawasan dan pengetahuan kita dibanding menonton program TV yang tidak ada manfaatnya. Kita sendirilah yang menentukan sikap mana yang terbaik untuk kita. Fajri Esti Nur Amalia Mahs. Pend. Seni Rupa

Izzati Khoirina Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FBS

Kecelakaan Pada Remaja

K

ecelakaan lalu lintas darat merupakan persoalan yang sampai sekarang masih sering kita jumpai. Penyebabnya antara lain arus lalu lintas yang terlalu padat, kondisi jalan yang di bawah standar keselamatan seperti jalan rusak dan berlubang, kurangnya tanda-tanda lalu lintas di titiktitik rawan kecelakaan, dan kesalahan para pengendara itu sendiri. Dalam beberapa kasus kecelakaan lalu lintas itu, seringkali kita jumpai kecelakaan menimpa para remaja yang sedang mengemudi. Mereka masih duduk di bangku SMP, bahkan SD, yang notebene masih berumur di bawah 16 tahun. Dalam hal ini patut disayangkan sikap permisif orang tua terhadap putra-putrinya yang masih remaja untuk mengemudikan sepeda motor di jalan raya. Hanya karena mereka telah bisa mengemudi sepeda motor, lalu diizinkanlah mereka menyusuri jalan raya dengan cukup berpesan, “Ya, asal hatihati”. Persoalan mengemudi sepeda motor di jalan raya bukan hanya soal bisa atau tidak, tetapi perlu pula diperhatikan tingkat kestabilan emosi para remaja, dan pemahaman pada tanda-tanda lalu lintas. Pada usia-usia yang belum matang, tidak jarang remaja kurang begitu memperhatikan keselamatan. Terkadang mereka masih suka melakukan kebut-kebutan. Selain itu, sikap dewasa yang diimplementasikan melalui ketaatan pada peraturan lalu lintas misalnya untuk menyalakan lampu meski pada siang hari, belumlah terwujud. Kemudian, menjadi lebih ironis ketika mereka belum memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Berdasar hukum UU No. 2 Tahun 2002, Pasal 14 ayat (1) b, dan pasal 15 ayat (2) c, serta Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1993 pasal 216, SIM adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami pera-

turan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Padahal setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM. Peraturan ini tercantum pada Pasal 18 (1) UU No. 14 Tahun 1992 tentang “Setiap pengemudi kendaraan bermotor diwilayah wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM)”. Salah satu butir persyaratan bagi pemohon SIM, berdasarkan pasal 217 (1) PP 44/93 pun mensyaratkan batas usia 16 tahun untuk SIM Golongan C, yakni untuk kendaraan bermotor roda dua yang dirancang dengan kecepatan lebih dari 40 km/jam. Syarat ini jelas tidak dapat dipenuhi oleh siswa SMP. Selain itu, persyaratan pemohon SIM juga harus memiliki pengetahuan peraturan lalu lintas jalan dan teknik dasar kendaraan bermotor, terampil mengemudikan kendaraan bermotor, sehat jasmani dan rohani, serta lulus ujian teori dan praktek. Maka untuk menghindari semakin banyaknya korban kecelakaan lalu lintas pada remaja, khususnya, kiranya diperlukan kedisiplinan dari berbagai pihak. Pertama orang tua anak harus mampu memberikan pengertian/pemahaman dasar mengenai aturan di jalan raya berikut seluk-beluknya, sekaligus melarang anak-anaknya yang masih remaja untuk mengemudi sepeda motor di jalan raya. Pemerintah daerah setempat juga diharapkan terus memantau dan memperhatikan kondisi jalan raya agar dapat secara cepat memberikan penanganan yang tepat memperbaiki jalan beserta fasilitas-fasilitas jalan dan ramburambu lalu lintas. Selain itu, bagi para pengemudi yang masih di bawah umur selayaknya menahan diri berdisiplin untuk tidak mengemudi di jalan raya terlebih dahulu. Sementara mereka hanya boleh “belajar” mengemudi di jalan –jalan desa yang memang kondusif untuk mengasah keterampilan bermotor. Irvan M. Mahasiswa Fakultas Teknik

(NuansA/ Zakki)

Setiap hari Beragam acara tayang di TV. Dari mulai tayangan bersifat mendidik hingga yang berdampak negatif. Di penghujung tahun 2009 MUI mengeluarkan fatwa haram terkait tayangan berita infotaiment yang dinilai hanya gosip belaka.

Kok iso?

P

ada suatu malam di awal bulan Januari, ketika saya berkunjung ke rumah kos teman saya. Iseng saya melihat buku wisudanya. Halaman demi halaman saya lihat sekadarnya. Saat melihat sebuah halaman pada buku tersebut saya kaget. Kekagetan ini disebabkan karena adanya judul skripsi yang dapat saya katakan serupa hanya berbeda diksi. Saya pikir ada yang salah dengan penglihatan saya. Ternyata setelah saya cek ulang berkali-kali, memang benar adanya. Terlepas dari isi skripsi tersebut, apakah sama atau tidak. Tetapi bagaimana mungkin terjadi ada karya ilmiah mahasiswa serupa judulnya. Menjadi pertanyaan saya selanjutnya, apakah tidak ada pengecekan terhadap judul skripsi yang dibuat mahasiswa? Terlebih judul tersebut dibuat oleh dua orang mahasiswa yang berasal dari program studi yang sama dan kebetulan berasal dari daerah yang sama. Mungkin ada anggapan dalam pemikiran orang tersebut bahwa skripsi sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana hanya for-

malitas tidak pernah ada pengecekan. Lebih lanjut, yang sudah diketahui banyak orang. Bahwa berbagai penelitian maupun karya ilmiah yang dihasilkan kalangan pendidikan sudah tak terhitung banyaknya. Namun, semuanya kebanyakan berakhir di perpustakaan. Kalau tidak sebagai rujukan pembuatan skripsi lain, paling berakhir sebagai pelengkap hiasan perpustakaan. Sudah saatnya perubahan paradigma. Adalah sebuah hal yang aneh manakala kalangan pendidikan menganggap bahwa karya ilmiah sebagai formalitas. Karya ilmiah merupakan pencapaian seseorang dalam tingkat intelektual tertentu. Lebih jauh lagi, jika karya ilmiah hanya formalitas. Lantas apakah Anda akan menyerahkan anak-anak Anda untuk diajar oleh orang-orang yang notabene tidak berkompeten dalam bidang tersebut. Mau jadi apa nanti nasib anak cucu Anda kelak? W. Makutarama Mahasiswa Fakultas Ilmu S0osial

SURAT PEMBACA Diketik 1,5 spasi maksimal satu folio, ditandatangani dan dilengkapi identitas diri. Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Redaksi tidak melayani permintaan identitas yang dirahasiakan. Redaksi berhak melakukan editing.


N ua n s A 126 TH XXI/2010

5

Nuansa Utama

(NuansA/ Zakki)

Mahasiswa melakukan jogging di lintasan atletik sintetis lapangan FIK Unnes di samping Indoor Tennis accourt yang sedang dalam proses pembangunan.

Sport Business untuk Unnes BHP

Fasilitas gedung olahraga di FIK menjadi aset universitas untuk menuju BHP.

P

embangunan fisik di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) tampaknya berkembang dengan sangat pesat. Berbagai gedung besar telah berdiri, seperti laboratorium olahraga, lapangan tennis, lapangan sepak bola, dan yang tahun ini mulai digarap yakni lapangan futsal, voli, basket, dan indoor tennis court. Sejauh ini pembangunan gedung untuk futsal pembangunannya masih dalam tahap 1 dan telah sampai pada tahap 2 untuk pembangunan lapangan tenis. Tri Nur Harsono, Pembantu Dekan II FIK mengungkapkan, pembangunan berbagai gedung dan fasilitas keolahragaan di FIK tersebut tidak hanya untuk proses kepentingan belajar mahasiswa FIK saja, tetapi juga untuk mendukung langkah Unnes menuju Badan Hukum Pendidikan (BHP). Usaha tersebut tertuang dalam rencana FIK untuk menjalankan Sport Business. Dalam Sport Business ini, fasilitas-fasilitas yang ada di fakultas tidak hanya dipakai oleh pihak fakultas, maupun univeritas saja, tetapi juga digunakan oleh pihak luar. Tentu saja, penggunaan gedung dan fasilitas dari pihak luar akan dipungut sejumlah biaya. “Biaya yang didapat ini nantinya akan dikelola dan dapat digunakan untuk biaya perawatan gedung dan fasilitas, serta uang lelah untuk petugas kebersihan.” ungkap dosen sekaligus penemu permainan tonnis itu, Selasa (22/12). Menurutnya, sport business ini akan memberikan buah manis tidak hanya bagi universitas dan fakultas saja, tetapi juga untuk penduduk di sekitar kampus karena ekonomi kerakyatan juga termasuk di dalamnya. “Tiap kali ada

event yang lumayan besar ‘kan penduduk bisa ikut meramaikan dengan berjualanan di sekitar lokasi, jadi itu juga bisa mendukung ekonomi kerakyatan masyarakat setempat.” Tak segan ia menjelaskan, selama ini dana yang didapat dari pemakaian fasilitas masih dikelola oleh pihak fakultas, yaitu sebagai dana in out yakni dana yang masuk segera digunakan untuk perawatan gedung dan fasilitas. Seperti ketika diadakan kegiatan oleh Kimia Farma dan PORPERBANAS beberapa waktu lalu, pihak fakultas menerima sejumlah uang yang segera digunakan untuk pemeliharaan fasilitas. Ia juga menyebutkan, tahun 2011 nanti rencananya Unnes terutama fasilitas gedung keolahragaan di FIK akan digunakan untuk Sea Games tahun 2011 untuk cabang KONI Pusat. Tentu saja, penggunaan fasilitas di FIK sebagai Sport Business tidak terwujud dengan mudah. Fasilitas-fasilitas yang telah ada terlebih dahulu harus memenuhi standar Badan Layanan Umum (BLU). Jika memang dinyatakan layak untuk digunakan sebagai fasilitas umum, maka terciptalah fasilitas gedung dan alat olahraga sebagai aset universitas menuju BHP. Tahun 2010 nanti, tambahnya, permasalahan Sport Business termasuk fasilitas yang ada di dalamnya tidak akan dikelola oleh pihak fakultas, namun akan ditangani oleh Pengelola Aset Unnes (PAU). Saat ditemui di Unit Layanan Pengadaan (UPL), Heri Suroso selaku pihak yang ikut menangani pembangunan di FIK mengungkapkan “Pembangunan di FIK ini tentu saja merupakan Masterplan.” Ia mengatakan bahwa semua pembangunan ini adalah atas permin-

taan dari pihak FIK. Yang kemudian setelah melalui banyak prosedur, sampailah pada UPL yang menangani teknis pembangunannya. Pembangunan yang masih berjalan di tahun 2009 ini proposalnya sudah diajukan sejak tahun 2007. Dari pihak UPL sendiri mengungkapkan bahwa untuk rencana ke depan di FIK ini, tentu saja adalah menyelesaikan pembangunan yang belum selesai. Dari dua proyek pembangunan ini, sekitar Rp 990 juta dialokasikan untuk pembangunan lapangan futsal dan Rp 1,4 milyar untuk tenis indoor. Mengenai dana pembangunan sejumlah fasilitas di FIK sendiri, PD II FIK mengaku pihak fakultas menerima dana tersebut dari bantuan Dana Sarana dan Prasarana (Sarpras) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta APBN murni, sedangkan khusus untuk track atletik syntetis yang telah selesai, universitas juga mendapat bantuan dari Departemen Pemuda dan Keolahragaan sebanyak 6 milyar. Menurut keterangannya, pembangunan fasilitas tersebut membutuhkan rupiah yang tak sedikit. Misalnya untuk pembangunan lapangan futsal, voli, dan basket sendiri membutuhkan dana sekitar 5 milyar, dan untuk indoor tennis court serta lapangan golf mini masing-masing membutuhkan 2 milyar. Ia pun menyebutkan, dahulu universitas menerima dana dari Bank Dunia untuk pembangunan kolam renang, namun dikarenakan banyak kendala yang muncul, pembangunan kolam renang tersebut dihentikan. “Pembangunannya saja masih satu atau dua termin,” tuturnya. Tambahnya, saat ini universitas sedang berusaha membangun kerjasama dengan pihak luar untuk bantuan dana. Sudijono Sastroatmojo, Rektor Un-

nes mengungkapkan, pembangunan berbagai fasilitas di FIK bukan pilih kasih namun menurutnya, pihak universitas melihat kebutuhan masing-masing fakultas, sehingga hal yang wajar jika di FIK pembangunan gedung dan fasilitas dilaksanakan. “Tiap fakultas ‘kan ada prioritasnya, mana yang harus dibangun terlebih dulu..” ungkapnya, Selasa, (15/12).

Unnes Konservasi dan Fasilitas Keolahragaan saling mendukung Selain itu, ia juga menuturkan, fasilitas yang ada di FIK juga mendukung program Unnes menuju universitas konservasi. Ia melihat bahwa ketersediaan fasilitas yang ada harus benar-benar terpelihara, sehingga muncul kesadaran dari pemakai untuk menjaga dan memelihara alat yang baru mereka gunakan. Menurutnya, di sinilah keterkaitannya dengan universitas konservasi yakni budaya memelihara dan peduli yang timbul. “Unnes konservasi dan fasilitas keolahragaan saling mendukung, tapi tanpa kepedulian semua tidak bisa berjalan dengan seimbang,” tuturnya kembali mengangkat soal universitas konservasi. Senada dengan Sudijono, Tri juga berpendapat bahwa terpenuhinya fasilitas keolahragaan termasuk gedunggedung yang memadai juga mendukung Unnes untuk menuju universitas konservasi. “Dalam universitas konservasi ‘kan tidak hanya penghijauan saja, namun juga ketersediaan fasilitas di masing-masig fakultas, FIK ini salah satunnya,” ungkapnya, Selasa (22/12). Wita, Estik


6

Nuansa Utama

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Segudang Medali di Kampus Putih

Di Fakultas Ilmu Keolahragaan para atlet mengukir prestasi dan cita-cita.

D

ua puluh tiga dari 35 prestasi yang diraih mahasiswa Unnes di bidang keilmuan, seni dan olahraga periode 2008-2009 berasal dari cabang olahraga. Sebagian besar peraih prestasi tersebut merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Bagi civitas akademika Unnes, begitu mendengar kata “FIK” yang terlintas di benak pastilah olahraga. Di fakultas inilah sebagian besar calon duta olahraga bangsa menimba ilmu. Siang itu, Rabu (23/12) mess atlet FIK terlihat lengang. Hanya ada satu dua orang berlalu lalang di pelataran mess. Salah satunya Ervana, mahasiswa Pendidikan IKOR 2006 ini adalah peraih medali emas lari gawang putri dalam Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas) XI bulan Oktober 2009 di Palembang. Dalam event tersebut, ia mewakili Jawa Tengah. Gadis jangkung ini telah sering mengikuti kejuaraan olahraga khususnya cabang atletik sejak SMP. “Paling sering lomba lari 100–200 m,” ujarnya ringan. Saat masih duduk di kelas dua salah satu SMA di Pati, ia terpilih untuk berlatih atletik secara intensif di Pusat Pendidikan Latihan Pelajar (PPLP) Salatiga. Lulus dari PPLP, Ervana berkesempatan melanjutkan pelatihan atlet di Pusat Pendidikan Latihan Mahasiswa (PPLM) serta mendapatkan beasiswa belajar di

(Grafis: Nuansa/Zakki)

Unnes dari lembaga tersebut. Sebelum berlaga di POMNAS, Ervana mengikuti PON XVII Kaltim pada Juli 2008 untuk cabang Sapta Lomba dan menyabet juara III. “Sapta lomba sendiri merupakan suatu cabang lomba yang terdiri dari lari gawang 100 m, lari 200 m, lari 800 m, lompat jauh, lompat tinggi, tolak peluru dan lempar lembing,” jelasnya. Kemudian, pada Oktober 2008 ia turut menyumbang medali perak untuk cabang lompat tinggi dalam Kejuaraan Nasional Atletik antar PPLM. Selain Ervana, Sunarso, mahasiswa PJKR 2008 juga turut menyumbang deretan prestasi olahraga Unnes melalui sepak takraw. Ia mengaku memilih menekuni sepak takraw karena menurutnya olahraga tersebut menyenangkan. “Gerakannya bervariasi dan bisa salto,” tuturnya lalu tertawa. Narso, begitu sapaan akrabnya, menggeluti dunia sepak takraw semenjak duduk di bangku kelas dua SMP. Ia pernah berlaga di kejuaraan takraw pelajar di Malaysia saat SMP. Menurutnya, itu adalah prestasi terbesar yang pernah ia raih. “Perkembangan sepak takraw di Indonesia masih kalah jauh dengan Malaysia. Di Malaysia sudah ada liga khusus sepak takraw,” nilainya. Dalam Pomnas XI bulan Oktober 2009, tim takraw Jateng yang beranggotakan dirinya, Abdul Kohar, Dani Slamet, serta dua mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) — Sena

Aji dan M. Zainy H berhasil menyabet medali perak. Tim Jawa Tengah juga meraih emas dalam kategori double event serta perak kategori beregu pada Kejuaraan Nasional (Kejurnas). Saat Kejurnas semua wakil Jateng dalam tim takraw adalah mahasiswa Unnes. Selain tiga orang yang telah disebutkan tadi, juga ada Rahmat Hidayat. Selain itu, dalam kompetisi Binora Cup yang diselenggarakan Pemprov Jawa Timur, tim takraw Jateng berhasil menggondol medali perak. Narso mengaku, ia belum mendapatkan beasiswa khusus dari Unnes untuk para atlet. Untuk penghargaan berupa uang didapatnya dari Pemprov. Namun, menurutnya fasilitas dari universitas berupa asrama dan dana UKM sudah cukup menunjang kebutuhannya sebagai mahasiswa dan atlet. Banyaknya prestasi mahasiswa Unnes di bidang olahraga diakui Pembantu Rektor III Masrukhi sangat membanggakan. “Kita (Unnes-red) tidak hanya berkiprah di lingkup nasional, tetapi juga di lingkup internasional,” tuturnya, Senin (11/1). Ia mencontohkan, tim woodball Unnes berhasil memenangi kejuaraan woodball tingkat Asia. Salah satu bentuk apresiasi yang dilakukan pihak universitas yaitu dengan menyediakan beberapa fasiltas olahraga sebagai sarana penunjang. Antara lain, pembangunan lapangan sintetis dan gedung tennis indoor. Selain itu, ada juga beasiswa. “Unnes memi-

liki 13 macam beasiswa. Kita prioritaskan sebagai penghargaan bagi mereka yang berprestasi. Memang pada umunya yang prestasi-prestasi olahraga itu beasiswa PPE. Tapi karena keterbatasan alokasi PPE akhirnya mereka banyak juga yang di PPA, BBM, dan seterusnya,” terang Masrukhi.

Dosen Perlu Toleran Prestasi yang diraih Ervana dan Sunarso tidak lantas menjamin mereka mendapat nilai mata kuliah yang tinggi dengan mudah. Masih ada beberapa dosen tidak memberikan toleransi kepada para atlet untuk absen demi mengikuti kejuaraan. “Kadang ada dosen yang nggak mau tahu. Pokoknya harus memenuhi syarat 75 persen kehadiran, terutama dosen MKU,” terang Narso. Menanggapi hal tersebut, PR III Masrukhi turut prihatin. “Dari kami selalu ada surat ijin bagi siapa yang turut berlaga. Saya harap ada dukungan juga dari dosen sepanjang itu memang ada surat resmi dari pimpinan universitas. Kalau sudah ada surat ijin dari universitas kan maknanya sudah ada pertimbangan kalau itu tidak akan mengganggu studi mereka di kampus,” imbuhnya. Ia mengimbau dosen agar memberikan toleransi kepada mahasiswa – sepanjang ada surat ijin resmi dari universitas – untuk mengikuti perlombaan baik di tingkat regional maupun internasional karena itu merupakan kebanggaan. Rizky, Ayu


N ua n s A 126 TH XXI/2010

Nuansa Utama

7

UKM Cabang Olahraga

Kurang Fasilitas

(NuansA/ Zakki)

Tidak semua UKM olahraga aktif. Kurangnya fasilitas dan tidak adanya pengurus, membuat nasib UKM tidak jelas.

S

enin malam, (14/12) Fakultas Ilmu Keolahragaan terlihat lengang dan gelap. Hanya cahaya lampu di beberapa sudut tempat sedikit menerangi malam itu. Rintik hujan dan mendung yang menggantung di kegelapan malam membuat udara menjadi sangat dingin. Namun, keadaan di dalam lab FIK menyuguhkan dunia yang berbeda. Di sana puluhan mahasiswa tengah sibuk berlatih olahraga. Terlihat beberapa orang mondar-mandir sibuk dalam kegiatannya. Puluhan motor berjajar di depan lab dengan beberapa mahasiswa yang sedang asik ngobrol. Seperti biasanya, malam itu UKM Volley melakukan latihan. Sekitar 12 orang berkumpul di samping net di atas sebuah matras besar. Mereka berkumpul dan bersiap bermain volley. Tampak beberapa orang mengencangkan net dan sebagian lain melakukan pemanasan dengan menghentakkan bola ke lantai hingga melambung tinggi. Sebagian melakukan pemanasan kecil dengan melempar bola ke pasangan mainnya. Setelah semua siap, mulailah mereka bermain volley. UKM Volley mengadakan latihan dua kali dalam seminggu. Malam ini adalah jadwal latihan untuk volley putra. Sedangkan volley putri berlatih di hari yang lain. Lab FIK malam itu memang ramai dipenuhi mahasiswa yang hendak berolahraga. Di samping UKM Volley, juga ada UKM Karate dan beberapa kegiatan olahraga non UKM yang sedang berlatih. UKM cabor (cabang olah raga) menggunakan waktu di sore dan malam hari untuk berlatih dengan memanfaatkan lapangan maupun lab FIK. Unnes memiliki 23 UKM Cabor seperti senam, atletik, takraw, bulu tangkis, sepak bola, futsal, karate, kempo, taekwondo, volley, anggar, renang, basket, hockey, dayung, pencak silat, gulat, tenis meja, softball, tennis lapangan, dan catur. Muhibbi,

ketua forum UKM Unnes mengungkapkan dari 23 UKM cabor tersebut ada beberapa yang tidak eksis. Hal ini dikarenakan kurangnya perlengkapan dan kepengurusan yang kurang jelas. Ada beberapa UKM yang pengurusnya merupakan alumni, sehingga kegiatan UKM tidak bisa maksimal. Ia juga berpendapat bahwa ada beberapa kendala yang dialami UKM Cabor seperti pendamping UKM yang kurang aktif. Selain itu, pendanaan dirasa masih kurang. “Untuk operasional masih cukup, namun dana untuk pendelegasian dirasa masih minim,” ungkapnya. Semua UKM ini sudah memiliki tempat tersendiri di gedung UKM di samping gedung PKMU. Namun, gedung tersebut masih belum juga dimanfaatkan dengan maksimal. M. Nur Arbain Ketua UKM Sepak Bola mengeluhkan jauhnya gedung UKM dari tempat latihan mereka. “Kalau misalnya barang-barang dipindah ke gedung UKM kendalanya jika latihan mendadak harus ke gedung UKM yang letaknya cukup jauh. Sedangkan di gedung UKM sendiri tempatnya kurang mendukung untuk latihan. Saat ini sedang dicari pemecahannya. Tapi kemungkinan bisa pindah meskipun tidak semua peralatan dibawa kesana. Untuk sementara ini semua peralatan masih dibawa mahasiswa yang kost-nya dekat dengan fakultas untuk memudahkan latihan,” ungkap Arbain. Ia mengatakan akan segera pindah jika semua kendala bisa diatasi karena gedung UKM di FIK saat ini sudah dibongkar dan dijadikan gudang khusus. Muhibbi menuturkan bahwa sebenarnya kepindahan mereka sudah disosialisasikan ke masing-masing UKM. Namun, hal ini kembali ke pengurus UKM masing-masing. Muhibbi menyayangkan karena di gedung UKM, satu ruang dipakai untuk 3-4 UKM. Karena terlalu sempit jika dipakai untuk 3-4 UKM, maka gedung UKM hanya digunakan untuk

ruang secretariat saja. Menanggapi hal tersebut, Selasa, (15/12) Tri Nur Harsono, PD II FIK menjelaskan bahwa gedung UKM yang digabung 4 cabor, memang difasilitasi untuk sekretariat dan tidak untuk ditiduri. Karena hanya untuk tempat kantor maka ia yakin cukup untuk 4 cabor. Kendala lain yang dihadapi seperti kurangnya pelatih dan tempat untuk latihan karena seringkali harus berebut tempat. Widi, anggota UKM Volley ketika ditemui di sela-sela latihannya bersama UKM Volley menuturkan bahwa ia juga menginginkan adanya pelatih. Dengan adanya pelatih, permainan volley mereka semakin baik, tidak asal main saja. Berkaitan dengan penyediaan tempat latihan dan pelatihnya tersebut, Tri Nur Harsono, PD II FIK menuturkan tentang adanya pembinaan bagi pelatih olahraga di Jateng yang diselenggarakan BAKOM (Badan Pembina Olahraga Mahasiswa Indonesia) dengan UKM Bidang Olahraga. Pelatihan bagi pelatih UKM bidang olahraga PTN (Perguruan Tinggi Negeri) PTS (Perguruan Tinggi Swasta) se-Jateng diselenggarakan (12-13/12) di FIK Unnes. Pada pelatihan ini, peserta pembina atau pelatih mahasiswa yang diberi trans-

feran ilmu berupa kepelatihan dasar, pembuatan program latiahan, tes dan pengukuran olahraga, visiologi dan sosiologi olahraga, biomekanik, dan materipembinaan fisik bagi atlet. Tujuannya untuk memberikan pengetahuan kepelatihan bagi pembina atau pelatih mahasiswa UKM di seluruh Jateng. Mengingat Unnes telah mampu meraih penghargaan berupa medali emas dan perunggu dalam PON (Pekan Olah Raga) di Palembang, arah pembinaan UKM harus jelas unrtuk menyongsong PO mahasiswa daerah dan POMNAS di kepulauan Riau, Batang 2011. Pelatihan ini diharapkan mampu untuk mempertahankan prestasi bahkan diharapkan dapat menjadi yang lebih baik. Untuk penyediaan tempat latihan yang masih terbatas, mereka melakukan pembagian jadwal yang berbeda bagi masing-masing UKM. Namun demikian, Lab FIK di malam hari tidak hanya digunakan untuk kegiatan UKM, tetapi terkadang untuk kegiatan kuliah. “Kadang ada kuliah yang tiba-tiba di pindah tidak pada jadwalnya, sehingga anggota UKM harus mengalah,” tutur Widi, anggota UKM Volley. Yuli, Fajri

(NuansA/Yuli)


8

Nuansa Utama

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Olahraga Jalanan:

Manfaatkan lokasi kosong Tak selamanya kegiatan olahraga harus dilakukan di arena olahraga. Area kampus dan sekitar Rektorat pun bisa dijadikan lokasi untuk berolahraga.

J

umat sore, (11/12) keadaan di area sekitar Rektorat terlihat sepi, tidak seperti sore biasanya yang hampir selalu penuh oleh orangorang yang berolahraga. Bahkan di lapangan dekat Rektorat yang biasanya penuh kini hanya ada sekitar 10 orang saja yang sedang berolahraga. Diperkirakan karena besok hari sabtu yang adalah libur kuliah, para mahasiswa lebih memilih untuk pulang kampung. Saat itu ada yang sedang berolahraga voli, badminton, jogging dan sepak bola. Rata-rata kegiatan olahraga dilakukan di satu area yakni di lapangan dekat Rektorat dan sekitarnya. Khusus untuk jogging biasanya dilakukan dengan mengelilingi area sekitar Rektorat, Auditorium dan Perpustakaan. Sedangkan sepak bola dilakukan di area sekitar Auditorium yang mempunyai tempat yang agak luas. Area-area yang stategis dan nyaman untuk berolahraga menjadi incaran para pecinta olahraga. Mereka yang berolahraga di sana bukan hanya dari kalangan mahasiswa saja, tapi juga dari kalangan penduduk yang bertempat tinggal di sekitar Unnes turut pula ambil bagian. Mereka sengaja datang beramai-ramai ke sana untuk berolahraga bersama. Seperti, Likenia Azka Lestari siswi kelas 1 SMK Farmasi yang sore itu datang bersama seorang temannya mengaku sering berolahraga di sana. “Saya sering berolahraga di sini dari kecil malah, soalnya waktu SD saya juga suka olahraga ke sini,” tuturnya, Jumat (11/12) yang saya temui saat se-

Mahasiswa bermain skateboard di jalan dekat pintu gerbang masuk kampus Unnes. Setiap sore, kawasan di sekitar rektorat ini dimanfaatkan untuk berolahraga atau sekadar cuci mata . (NuansA/ Zakki)

dang beristirahat. Hampir setiap sore dia selalu datang untuk berolahraga voli bersama temantemannya. “Biasanya sih bertiga bersama kakak dan sukanya main voli, tapi karena kakak sedang ada urusan dan kebetulan bolanya dibawa, jadi tadi hanya jogging aja sama teman.” Olahraga biasanya dilakukan dari pukul 16.00-18.00. Orang-orang dari berbagai kalangan tumpah ruah jadi satu. Bahkan yang tidak saling kenal

pun dapat berdampingan memainkan olahraga yang mereka senangi. Suasana yang enak dan nyaman menjadi alasan mereka memilih untuk berolahraga di sana. Selain di area sekitar Rektorat, di area-area kampus pun banyak yang berolahraga. Rata-rata dari kalangan mahasiswa. Contohnya di area kampus FMIPA. Mereka bermain basket dan sepak bola di daerah parkiran MIPA. Sepertinya hobi mereka mendapat

angin segar dari Rektor. Ditemui di kantornya, Selasa, (15/12), Rektor menyatakan lingkungan sekitar Rektorat memang tidak didesain untuk olahraga, namun tidak masalah jika dipergunakan untuk berolahraga. “Ya, saya senang melihat mahasiswa berolahraga. Kampus memang harus hidup sepanjang hari, tidak hanya waktu jam kerja saja. Tidak masalah.” Luciana

Menyediakan Alat Tulis Kantor

Harga Bersaing, Terjangkau

4 Alasan Mengapa beriklan di Tabloid Nuansa 1. Proses cetak dengan kualitas terjamin 2. Target pembaca yang jelas menjadikan Nuansa sebagai media strategis memperkenalkan produk anda 3. Biaya iklan relatif murah

kl

ik

..!

www.bp2munnes.com

Lebih Cepat, Tetap Akurat

4. Distribusi ekstra kepada: a. Seluruh pejabat, staf, dosen dan karyawan Unnes b. Unit Mahasiswa Unnes c. Sentra sentra perekonomian di Unnes dan penduduk sekitar kampus d. Lembaga Pers mahasiswa seIndonesia


N ua n s A 126 TH XXI/2010

9

Nuansa Utama

Liliek Hadi Purwanto

SSB Unnes, Hidup dan Mati Sendiri

K

einginan untuk memberikan kesempatan pada anak-anak untuk menyalurkan bakat dan minat terhadap sepak bola mendasari berdirinya Sekolah Sepak Bola (SSB) Universitas Negeri Semarang (Unnes) tahun 1996. Di bawah naungan Unnes yang saat itu masih bernama IKIP, SSB Unnes merupakan wujud implementasi Tri dharma Perguruan Tinngi di bidang pengabdian masyarakat.

Kemana pun SSB ini bertanding, nama Unnes selalu ada di belakangnya. Belakangan, setelah masa kepemimpinan Rasdi Eko Siswoyo sebagai Rektor - penggagas SSB Unnes ini-, SSB ini kurang mendapat perhatian dari Unnes. SSB ini berjuang sendiri agar dapat tetap bisa menelurkan bibit-bibit pesepak bola muda yang handal agar dapat mengharumkan nama Unnes khususnya. Reporter NuansA, Afina Lukita dan Muhammad Taufan Aliyudin mewawancarai pelatih SSB Unnes yang sudah 15 tahun melatih SSB Unnes, Rabu (13/1). Ia adalah Liliek Hadi Purwanto yang juga menjadi Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Unnes. Pria kelahiran Malang, 24 Maret 1959 ini merupakan jebolan pemain era Galatama. Selain masih melatih SSB Unnes, ia pernah melatih PS Unnes tahun 1995 sampai 2005. Berikut petikan wawancara kami.

(NuansA/ Lukita)

Sejak kapan SBB Unnes didirikan? SSB Unnes didirikan oleh Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Unnes yang saat itu masih bernama Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kepelatihan (FPOK) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) pada bulan Mei 1996, diprakarsai oleh pak Rasdi Eko Siswoyo sewaktu menjadi rektor. SSB Unnes didirikan untuk memberi kesempatan pada anak-anak di sekitar kampus di Pegandan saat itu yang punya minat pada sepak bola sekaligus untuk memperkenalkan IKIP pada masyarakat. Untuk apa SSB Unnes didirikan, apa tujuannya? SSB Unnes didirikan untuk memberi kesempatan pada anak-anak di sekitar kampus di Pegandan saat itu yang punya minat pada sepak bola untuk mengasah bakat sepak bola yang mereka miliki. Selain itu, memasyarakatkan olahraga dengan menampung bakat anak-anak yang ingin belajar sepak bola, menyiapkan pemain-pemain sepak bola muda agar melahirkan pemain-pemain yang handal dan berprestasi di bidang sepak bola sehingga nantinya diharapkan SSB Unnes mampu menjadi penyuplai pemain muda berbakat ke tim-tim seperti PSIS yunior. Selain itu juga untuk memperkenalkan Unnes lebih luas lagi di mata masyarakat. Diharapkan nantinya kalau mereka kuliah, mereka akan tertarik untuk melanjutkan studinya di Unnes karena pada dasarnya banyak anak-anak yang tertarik pada olahraga ini. Di mana tempat SSB Unnes berlatih, setiap hari apa? Dari dulu sampai sekarang tempat latihan SSB Unnes di lapangan Pegandan, eks kampus FPOK IKIP, karena memang pesertanya banyak dari masyarakat sekitar. Saat ini kita biasa berlatih setiap hari Selasa dan Kamis pukul setengah lima sampai setengah enam sore dan hari Minggu dari pukul setengah tujuh sampai setengah sepuluh pagi.

Sebulan sekali SSB Unnes mengadakan try out keluar kota di Jawa Tengah seperti Kendal dan Pekalongan. Siapa saja yang dididik atau bisa ikut berlatih di SSB Unnes ini? Di SSB Unnes ada klasifikasi kelompok usia yang bisa diikuti. Kelompok usia 10 tahun untuk anak Sekolah Dasar, kelompok usia 12 tahun untuk anak-anak SMP, dan kelompok usia 15 tahun untuk anak-anak SMA. Siapa saja boleh mendaftar di SSB Unnes, hanya dengan membayar biaya pendaftaran sebesar 20 ribu rupiah. Untuk SPP nya sendiri cuma 5 ribu rupiah tiap bulan, hanya untuk biaya perawatan lapangan saja. Pendaftarannya sendiri dibuka setiap saat dengan hanya menyertakan akta kelahiran sebagai bukti umur untuk menghindari kecurangan dalam penentuan umur peserta didik. Setiap peserta didik hanya diwajibkan membeli kostum, kostum SD seharga 35 ribu SMP-SMA 40 ribu.

mau latih tanding keluar kota kami harus rembug dulu dengan orang tua anak-anak karena mereka yang akan membiayai secara swadaya. Ya hidup mati sendiri lah. Apa saja kompetisi yang diikuti SSB Unnes dan prestasi apa yang pernah diraih? Banyak ajang kompetisi yang di ikuti SSB Unnes, untuk kelompok usia 10 tahun ada 2 even setiap tahunnya yang bisa di ikuti, Piala Lifebuoy dan Liga Campina. Untuk kelompok usia 12-13 tahun ada Danone Cup dan Piala Extra Joss. Sementara kelompok usia 15-16 ada Liga Bogasari, Piala Suratin dan Yunior. Untuk prestasi sendiri kita pernah juara 1 Liga Campina untuk kelompok usia 12-13 tahun pada tahun 2003 dan juara 3 Piala Ekstra Joss. Namun, yang lebih membanggakan tentunya bisa mengirimkan pemain yang berbakat untuk bergabung dengan PSIS Yunior.

Bagaimana perhatian dari pihak Unnes? Unnes mendukung sepenuhnya SSB ini. Kalau dulu, pak Rektor menjanjikan memberi honorarium untuk manajemen dan pelatih yang mengurusi SSB Unnes ini. Saat itu kami mendapat honor lima puluh ribu tiap bulan untuk ongkos transporasi, waktu naik angkot masih lima puluh perak. Selain itu kalau ada uji coba latih tanding keluar kota kami dipinjami bus Unnes, ya walaupun untuk bensin dan sopir kita bayar sendiri. Sekarang setelah rektornya ganti kami sudah tidak dapat honor lagi,

Sekarang berapa peserta didik yang masih aktif berlatih di SSB Unnes? Sampai saat ini total jumlah peserta didik ada 95 anak. Untuk kelompok usia 12 tahun ada 40 anak, kelas SMP (kelompok usia 15 tahun-Red) 30 anak dan kelas SMA (kelompok usia 17 tahun-Red) ada satu tim, 25 anak. Namun, jumlah peserta didik ini selalu mengalami pasang surut, namanya saja anak-anak, kalau musim layangan, banyak yang nggak masuk. Tapi pernah pas setelah lebaran yang datang latihan bisa sampai 120 anak, sampai kami kewalahan.

Apa hanya dengan mengandalkan uang pendaftaran dan SPP dari peserta didik saja cukup untuk membiayai kegiatan SSB Unnes? Sebetulnya semua itu tak cukup. Uang SPP yang hanya lima ribu rupiah hanya cukup digunakan untuk perawatan lapangan. Itu pun pembayarannya tidak selancar air, banyak peserta didik yang menunggak atau terlambat, karena memang rata-rata mereka berasal dari ekonomi rakyat menengah. Kalau

Apa harapan SSB Unnes terhadap Universitas? SSB Unnes memiliki tujuan yang mulia, yaitu untuk menyalurkan bakat dan minat anak-anak terhadap sepak bola. Terutama bagi mereka yang berasal dari kalangan masyarakat tak mampu. Namun, keadaan keuangan kita kembang kempis karena hanya mengandalkan iuran tiap bulan sebesar 5 ribu rupiah, ini membuat SSB Unnes sulit berkembang dan terting-

gal bila dibandingkan dengan SSB lain seperti SSB Tugu Muda, SSB SSS atau SSB H.W. Nama Unnes selalu ada di pundak kami kemana pun kami bertanding, dan kami selalu berusaha menjaga nama baik Unnes. Alangkah baiknya jika universitas mau memperhatikan SSB ini. Namun, ketidakterwujudan hal itu dapat dimaklumi karena lingkup imbas dari SSB ini tidak terlalu besar. Saya sudah menjadi pelatih SSB Unnes selama 15 tahun, ini merupakan hal yang luar biasa. Hanya berbekal kesenangan dan keinginannya saya menumbuh kembangkan bakat anak-anak agar tersampaikan saja sudah cukup, walaupun tanpa bayaran. Bapak sudah melatih SSB Unnes selama 15 tahun, Siapa saja yang membantu mengurus SSB ini? Saya sudah menjadi melatih di SSB Unnes sejak pertama SSB ini didirikan tahun 1995, dulu banyak ikut membantu mengembangkan SSB Unnes. Kita pernah punya pelatih sampai enam orang, tapi perlahan-lahan pergi karena kesibukan masing masing. Sekarang tinggal saya sendiri yang masih tetap melatih SSB Unnes, kadang-kadang dibantu oleh anak –anak yang pernah saya latih. Saya berharap nantinya ada dosen atau anak didik saya yang mau melanjutkan saya untuk mengembangkan SSB ini. Bagaimana pendapat Bapak melihat perkembangan persepakbolaan kita sekarang ini? Kalau melihat hasil pertandingan Tim Nasional kita kemarin, persepak bolaan nasional kita sekarang ini tidak ada regenerasi, yang dipanggil timnas itu-itu saja. Beni Dollo seperti tidak bisa memilih pemain. Padalah banyak pemain-pemain lain yang lebih bagus. Kalau melihat di daerah-daerah banyak juga pemain yang tak kalah bagus. Kita kan juga punya pemain-pemain usia di bawah sembilan belas tahun yang sedang menjalani pemusatan latihan di Uruguay, mereka juga punya skill yang bagus.


10

Nuansa Utama

Unnes Peroleh

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Hak Paten Tonnis Agar tak diklaim pihak lain, universitas segera mematenkan permainan tonnis.

S

ekitar tahun 2005, ketika sedang mengajar mata kuliah tenis, Tri Nur Harsono, dosen FIK, memperoleh ide untuk memadukan antara permainan tenis dengan lapangan badminton. Latar belakangnya adalah kurangnya keberhasilan keterampilan terhadap permainan tenis yang hanya mencapai 60 persen mahasiswa. Hal ini dikarenakan perlengkapan permainan tenis yang masih terbatas, misalnya raket, bola tenis, dan lapangan tenis yang hanya bisa digunakan pada frekuensi waktu tertentu. Permainan tenis pada mata kuliah tersebut mengalami kendala karena tiap mahasiswa harus menyediakan raket secara individual. Mengingat mahalnya harga satuan raket di pasaran, maka ide untuk menciptakan permainan yang murah dan dapat dimainkan sebagai dasar untuk permainan tenis pun semakin menguat. Bukan karena itu saja, Tri Nur Harsono berpendapat bahwa saat ini perkembangan teknologi dan informatika sangat pesat. Contoh dari perkembangan tersebut adalah televisi. Kini mulai dari daerah perkotaan sampai dengan pelosok-pelosok desa sudah lazim ditemukan televisi. Dari televisi itulah dapat dilihat permainan tenis yang bagi orang-orang tertentu masih sulit memainkannya. Kesulitannya adalah karena kurangnya sarana permainan tenis tersebut, misalnya ra-

ket, bola tenis, dan lapangan yang memenuhi standar. Padahal permainan ini sangat diminati karena menyehatkan dan bisa menjadi sarana refreshing. Berangkat dari pemikiran itulah, Tri Nur Harsono kemudian mencari cara yang tepat untuk meningkatkan keterampilan bermain tenis mahasiswa. Hal yang tidak kalah penting adalah permaianan yang dapat dimainkakan siapa saja. Akhirnya ia membaca ensiklopedi internasional dan menemukan sebuah istilah paddle yaitu pemukul bola tenis dari kayu bagi pemain tenis pemula. Ia lalu mencoba memadukan permainan tenis dengan menggunakan lapangan badminton. Kemudian Tri Nur Harsono mendiskusikan ide tersebut dengan Sri Haryono, yang juga dosen FIK. Dengan antusias, mereka lalu memulai sosialisasi permainan tonnis kepada mahasiswa yang diampunya. Pada 16-17 Desember 2005, permainan tonnis dipamerkan di hadapan Menegpora bertempat di lapangan badminton Fakultas Ilmu Keolahragaan. Ternyata Menegpora tertarik pada permainan tersebut karena filosofinya yang mudah, murah, dan meriah. Mudah karena dapat dimainkan oleh semua umur, murah karena dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta meriah karena dapat dijadikan sarana refreshing dan dapat dipertandingkan. Selain Menegpora dan Rektor Un-

nes, ternyata Yacinta Kus Kurniasih, dosen pengajar Monash University Australia, pun tertarik dengan permainan tonnis dan berencana untuk menuliskannya di jurnal universitas tersebut. Sebagai kenang-kenangan, Tri Nur Harsono memberikan buku panduan dan CD tentang permainan tonnis kepada Yacinta. Saat Piala Gubernur I diadakan, sosialisasi permainan tonnis tetap dilakukan dan Rektor Unnes yang kala itu menyarankan agar permainan tonnis segera dipatenkan. Hal itu bertujuan agar permainan yang masih orisinal tersebut tidak diakui oleh pihak lain. “Rektor juga menginginkan permainan tonnis sebagai ikon Unnes. Selain itu permainan ini juga bersifat ‘bali deso, bangun deso’ seperti jargon Gubernur saat ini,” ungkap Tri Nur Harsono. Setelah mendapatkan saran tersebut, Tri Nur Harsono bersama Sri Haryono membuat proposal pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) “permainan tonnis” selama kurang lebih enam bulan. Pendaftaran tersebut dilakukan di Direktorat Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Ham Republik Indonesia. Tepat pada tanggal 20 November 2009, permainan tonnis mendapatkan hak paten yang berselang 1 tahun dari tanggal pendaftarannya yaitu 4 november 2008. Cara bermain yang tidak sulit menambah nilai plus permainan tonnis.

Permainan tonnis ini merupakan jenis permainan yang menggunakan paddle (pemukul dari kayu-red) dan bola kecil. Permainan ini dapat dimainkan oleh satu atau dua orang pemain yang saling berhadapan dalam lapangan berbentuk segiempat yang dibatasi net pada bagian tengahnya. Cara bermainnya dengan memukul bola untuk mengembalikan bola yang dipukul lawannya sampai salah satu pemain memenangkan game dengan memperoleh skor sesuai peraturan yang berlaku. Sosialisasi permainan tonnis ini sudah dilakukan oleh pihak Unnes dengan beberapa provinsi, antara lain provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Pada 16 Oktober 2009 lalu, sosialisasi permainan tonnis ini sempat dilakukan pada saat PORAT. Diperkirakan pada tahun 2010 nanti PR IV akan bekerjasama dengan Dinpora Jateng dan Diknas Jateng untuk mengembangkan dan menyosialisasikan permainan ini ke seluruh lapisan masyarakat. Tri Nur Harsono, mengungkapkan dirinya berharap permainan tonnis ini dapat bermanfaaat bagi masyarakat Unnes. “Mudah-mudahan dengan tonnis bangsa Indonesia lebih sehat karena unsur kemudahannya.” Sosialisasi antar fakultas sudah dilakukan melalui PR III pungkasnya. Endah

Relationship Kenalkan Unnes ke Luar Perubahan IKIP Semarang menjadi Unnes semenjak 7 Oktober 1999 menjadi dasar diperlukannya pengenalan dengan pihak luar.

S

alah satu upaya yang dilakukan ialah dengan menjalin hubungan baik dengan pihak luar. Universitas yang terdiri dari 8 fakultas dan program pasca sarjana ini masing-masing memiliki keunggulan yang dapat dipamerkan sekaligus dikompetisikan dengan pihak luar. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama yang saling menguntungkan, ungkap Pembantu Rektor IV, Kamis (14/1). Asas dari kerjasama ini yaitu bekerja secara bersama, keterbukaan (transparansi), dan saling menguntungkan. Unnes merupakan satu-satunya universitas di Jawa Tengah yang memiliki Fakultas Ilmu Keolahragaan. “Sebagai satu-satunya fakultas ilmu keolahragaan, maka kita harus menjadi ujung tombak pembinaan olahraga di Jawa Tengah,” ungkap PD III FIK Uen Hartiwan, Jumat (18/12). Bertambahnya pembangunan fisik yang semakin gencar, seperti perbaikan lapangan, wallclimbing, dan lapangan golf yang masih dalam proses adalah modal awal bagi pengembangan Unnes. Peralatan seperti alat pengukuran kelincahan, pengukuran power dan daya tahan kekuatan juga sudah tersedia di laboratorium tes pengukuran kebugaran jasmani. Dengan penyediaan berbagai peralatan itu diharapkan mahasiswa dapat meningkat

Uen Hartiwan (NuansA/ Lukita)

prestasinya jika sudah demikian, mahasiswa yang berprestasi di bidangnya dapat menjadi aset berharga Unnes. Nantinya, aset-aset ini dapat “dijual”. “Fasilitas ini ditawarkan melalui instansi sehingga even-even kejuaraan pun nantinya dapat ditarik untuk dilaksanakan di FIK,” ungkap Pembantu Dekan II FIK, Tri Nurharsono, Rabu (13/1). Salah satu bentuk kerjasama dalam bidang olahraga dengan pihak luar di antaranya dengan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Awal mula kerjasama secara audiensi pada saat Sudijono Sastroatmodjo (sekarang rektor Unnes) menjabat sebagai PR III. Unnes mendapatkan wewenang untuk

Fathur Rokhman (NuansA/ Lukita)

mengetes atlet KONI Jawa Tengah dan KONI Pusat untuk mengisi seminar olahraga. Dengan adanya kerjasama ini memberi manfaat dalam penguatan SDM (Sumber Daya Manusia) mahasiswa, membantu kemajuan olahraga di Jawa Tengah sekaligus sebagai wadah promosi Unnes ke dunia luar. Namun sayangnya, kerjasama ini hanya bersifat insidental, hanya pada saat ada even. Terlebih lagi tidak ada kesepakatan hitam di atas putih. Mengacu perihal kerjasama pada peraturan rektor, terdapat dua jenis kesepakatan kerjasama yaitu MOU (Master of Understanding) dan MOA (Master of Agreement). Untuk MOU setiap bentuk

kerjasama memiliki bukti surat kesepakatan (hitam diatas putih), sehingga dalam pelaksanaannya memiliki ikatan hukum. Sedangkan untuk MOA setiap bentuk kerjasamanya berdasarkan persetujuan saja, melalui pengajuan proposal atau surat permohonan untuk melakukan kerjasama. Apabila disetujui oleh pihak universitas maka kerjasama dapat dilakukan. Mengenai kerjasama antara FIK dengan KONI sendiri sampai saat ini belum memilki MOU, hanya berdasarkan MOA saja. Pengiriman permohonan dari pihak Unnes untuk membuat MOU dalam kerjasama ini sudah dilakukan. Tetapi, belum mendapat tanggapan dari pihak KONI. MOU dalam kerjasama ini memiliki peran penting tetapi tidak menghambat, penting sebagai payung hukum terutama terkait dalam hal pendanaan, ungkap PR IV, Jumat (14/2). Namun, hal ini jangan dijadikan penghambat, karena bagaimanapun kerjasama ini memiliki manfaat positif. Di akhir wawancara ia berharap agar setiap fakultas hendaknya memajukan keunggulan dalam bidangnya, terutama untuk FIK yang sudah memiliki banyak fasilitas olahraga. Staf unit dari pihak fakultas menjadi inisiator untuk menjalin kerjasama dengan pihak luar. Afina Lukita


N ua n s A 126 TH XXI/2010

Nuansa Khusus

11

Surat Penting yang Dianggap Tak Penting

Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) bagi warga pendatang di suatu daerah seringkali diabaikan. Sanksi bagi para pendatang yang tak dapat menunjukkan surat keterangan itu selama ini pun seolah hanya “gertak sambal” saja. Kekurangsadaran akan pentingnya surat itulah yang menjadi sebab.

S

Operasi Yustisi dalam rangka penegakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2008, tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan digelar Satpol PP kota Semarang di wilayah kelurahan Sekaran, (2/12/09), kelurahan Sekaran menggencarkan kembali imbauan kepada warga pendatang untuk memiliki Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS). Dari operasi Yustisi akhir tahun lalu, diketahui bahwa banyak warga pendatang yang belum memiliki SKTS, baik pendatang yang bertujuan untuk mencari pekerjaan, bekerja, berdagang, menjalankan usaha, maupun mahasiswa yang sedang menempuh proses pendidikan. Dalam Pasal 24 ayat (2), yang dimaksud dengan “Surat Keterangan Tinggal Sementara” adalah Surat Keterangan Kependudukan yang diberikan kepada WNI Tinggal Sementara sebagai bukti diri bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di daerah sebagai penduduk tinggal sementara. Banyaknya pendatang yang belum memiliki SKTS tak lepas dari belum maksimalnya sosialisasi mengenai Peraturan Daerah itu. Ditemui di Kantor Kelurahan Sekaran, Kamis, (14/1), Ganefo Sodri Anwar, Lurah Sekaran, mengemukakan, “Sejauh ini Kelurahan Sekaran baru menggandeng sampai ke tingkat RT dan RW untuk menyosialisasikan itu (peraturan daerah-red). Sosialisasi seperti itu memang menemui kendala, yakni banyak pemilik kos yang bukan warga Sekaran dan tinggalnya pun tidak di sini. Jadi sosialisasi itu belum tersampaikan.” Kondisi sosial wilayah Sekaran yang mayoritas warga pendatangnya adalah mahasiswa, menginisiatif Kelurahan Sekaran untuk bekerja sama dengan pihak Unnes menyosialisasikan Peraturan Daerah itu kepada mahasiswa secara umum dan khususnya kepada para mahasiswa baru. “Kami telah mengirimkan surat kepada pihak rektorat,” ungkap Ganefo Sodri. Ia berharap, pada momentum penerimaan mahasiswa baru Unnes seperti PPA (Program Pengenalan Akademik) dapat dimaksimalkan dalam upaya sosialisasi pentingnya SKTS bagi para pendatang ejak

khususnya para mahasiswa. Pentingnya SKTS SKTS pada dasarnya bertujuan untuk menertibkan administrasi kependudukan dan menjaga stabilitas sosial di tiap-tiap daerah, terutama di kawasan-kawasan dengan tingkat kerawanan sosial dan kriminalitas tinggi. Sejak kampus Unnes berdiri di Sekaran, dan kini semakin besar dan maju, lambat laun Sekaran telah menjelma menjadi kawasan rawan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah pendatang di Sekaran, lahan pekerjaan semakin banyak terbuka, dan menjamurnya bangunan-bangunan usaha. Dalam kondisi sosial demikian, ketertiban administrasi menjadi sesuatu yang penting. Ganefo mengungkapkan, sebenarnya dengan tertib administrasi pemilikan SKTS bagi mahasiswa setidaknya akan memberikan dua keuntungan bagi mahasiswa itu sendiri. Keuntungan pertama, masyarakat setempat tak akan dengan serta merta “nggebyah uyah” para mahasiswa dalam setiap peristiwa negatif di wilayah Sekaran. Artinya, peristiwa-peristiwa seperti pencurian, perkelahian, kebut-kebutan, dsb, pelakunya tidak akan langsung dicap bahwa dia adalah mahasiswa. “Karena kebanyakan mahasiswa Unnes, bisa jadi masyarakat mengira bahwa pelakunya adalah mahasiswa Unnes. Padahal tidak demikian, bisa jadi ada orang luar,” ungkapnya. Kedua, secara umum bagi pendatang yang memiliki SKTS akan akan mendapat bantuan pelayanan administratif di Kelurahan Sekaran pada saat yang mendesak tidak dapat mengurusnya di tempat asal. “Misalnya, saat membutuhkan surat-surat untuk melengkapi syarat kelengkapan izin mendirikan usaha, pembuatan rekening, SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian), CPNS, dsb, bisa dilayani di sini,” terangnya. Di wilayah Sekaran alur pengajuan permohonan SKTS cukup mudah. Pemohon tak perlu datang sendiri ke Pemerintah Kota untuk pengajuan itu karena telah dikoordinasikan hingga ke masing-masing RW dan selanjutnya ke RT. “Nanti ada pengurus dari masing-

(NuansA/ Zakki)

Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) - Banyak pendatang di Sekaran belum memiliki SKTS.

masing RT yang datang ke kos-kos dan kontrakan mahasiswa dan pendatang.” Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi, pemohon pun cukup dengan menyertakan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) daerah asal, fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa, dan foto diri berwarna masing-masing 2 lembar. Selain itu, tiap-tiap pemohon dikenai biaya administrasi Rp. 10.000,00. Meski demikian, terdapat di beberapa RT/RW pemohon dikenai biaya administrasi Rp. 15.000,00 sampai Rp. 20.000,00 tergantung pada kebijakan atau kesepakatan masing-masing RT/RW. “Secara resmi, aturannya memang Rp. 10,000,00. Tetapi oleh masyarakat setempat terkadang ada kesepakatan untuk menambah kas RT, misalnya, dan lain-lain. Bergantung kesepakatan,” jelas Ganefo Sodri. Sanksi Selain karena sosialisasi yang belum maksimal dan kurangnya kesadaran masing-masing individu pendatang akan pentingnya SKTS, masih tingginya prosentase pendatang yang tidak memiliki SKTS juga disebabkan sanksi yang terasa belum tegas bagi pelanggar. Dalam Operasi Yustisi kemarin saja, para pendatang yang tidak dapat menunjukkan SKTS “hanya” diimbau agar segera memiliki. Padahal apabila penduduk tinggal sementara bepergian tidak membawa SKTS bisa dikenakan denda administratif paling banyak Rp. 50.000,00. Sedangkan setiap penduduk yang melampaui batas waktu pelaporan peristiwa kependudukan akan dikenai sanksi administrative berupa denda paling sedikit Rp. 50.000,00 dan paling banyak

Rp. 1.000.000,00. Hal itu diatur dalam Perda pada bab XI mengenai sanksi administratif. Kurang intens-nya razia yang dilakukan Pemerintah Kota, juga berpengaruh pada sikap penduduk tinggal sementara yang tidak segera mengajukan permohonan SKTS. Namun, menanggapi hal itu, Ganefo Sodri Anwar berencana akan mengarahkan razia ke daerah-daerah yang “bandel” saat Pemerintah Kota kembali menggelar operasi. “Dari berkas-berkas permohonan yang masuk hingga saat ini, kan terlihat mana-mana saja yang bandel? Tinggal dibandingkan saja rata-rata jumlah kos yang ada dengan berapa yang masuk,” katanya. (M. Rifan Fajrin)

(NuansA/ Yudi)

Jangan takut Ketinggalan Berita.

Foto: Arif Z. Nurfauzan

Menyajikan Berita Lebih Cepat


12

R a g am

Olahraga Baru, Seru Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Ada banyak kebutuhan hidup manusia, mulai dari kebutuhan primer, sekunder sampai dengan tersier. Bermain, merupakan hal sepele namun ternyata dapat dikatakan sebagai kebutuhan hidup.

M

anusia akan merasa mendapatkan ketenangan atau kepuasan setelah melakukan kegiatan bermain, karena bermain dapat menghilangkan kepenatan karena tugas-tugas dan pekerjaanan Jenis permainan yang dapat dilakukan dan mengandung unsur olahraga ada banyak sekali. Misalnya saja bulu tangkis, sepak bola, tennis dan lain sebagainya. Permainan tersebut dapat dilakukan siapa saja dan dimana saja. Baru-baru ini, Tri Nur Harsono dan Sri Haryono, telah berhasil memantenkan hasil ciptaan mereka (2005) berupa permainan Tonnis. Permainan Tonnis merupakan modifikasi perpaduan dari olahraga bulu tangkis dan tenis. Pada tanggal 4 November 2009 lalu telah dilakukan Permohonan Pendaftaran Ciptaan di

Perlengkapan Permainan Tonnis Permainan ini menggunakan paddle (pemukul dari kayu-red) dan bola kecil yang dilakukan oleh satu atau dua pemain yang saling berhadapan dalam lapangan berbentuk persegi panjang. Lapangan tersebut adalah modifikasi dari lapangan badminton, ukuran yang dipakai sama dengan lapangan ganda bulu tangkis. Panjang lapangan 13.40 meter dan lebar lapangan 6.10 meter. Pada bagian tengah lapangan dibatasi dengan net yang tinggi bagian tengahnya 80 cm, sedangkan tiang net tingginya 85 cm. Batas lapangan ditandai dengan garis selebar 5 cm. Untuk permukaan lapangan dapat berupa tanah liat, rumput atau lapangan keras yang terbuat dari semen atau paving block. Luas lapangan yang tidak membutuhkan lahan yang cukup luas itu cocok untuk lingkungan masyarakat yang terbatas. Nilai ekonomi yang bisa diambil adalah dari pembuatan peralatan Tonnis yaitu paddle dan bola tonnis. Saat ini pihak Unnes telah bekerjasama dengan home industry di daerah Purwosari, Rejosari Kendal. Bahan yang digunakan untuk membuat paddle adalah papan multiplex dengan ketebalan 6-10 mm. Papan multiplex digunakan karena ringan tetapi kuat atau tidak mudah patah. Model paddle ini bisa bermacam-macam dengan panjang keseluruhan 32 cm. Panjang pegangan 8 cm dan bagian atas 24 cm, sedangkan lebar 20 cm. Uniknya, pada paddle tersebut terdapat lubang-lubang kecil yang teratur. Hal ini bertujuan untuk mengurangi berat pemukul dan hambatan angin saat memukul bola. Tentunya lubang-lubang kecil tersebut dibuat tanpa mengganggu permukaan pada saat mengenai bola. Untuk bola tonnis dibuat berukuran seperti bola tenis biasa, hanya saja beratnya lebih ringan dan lebih gem-

N ua n s A 126 TH XXI/2010

bos. Tujuannya agar pantulan tidak keras dan laju bola tidak cepat. Namun ternyata permainan tonnis ini dapat , menggunakan bola tenis bekas yang sudah digembosi.

Cara dan peraturan Bermain Tonnis Tonnis dimainkan dengan cara yang hampir sama dengan tenis, yaitu permainan dimulai dengan melakukan servis dari bagian kanan lapangan di belakang baseline dengan arah pukulan menyilang ke bagian seberang lapangan lawan dengan melewati atas net. Servis sah apabila saat memukul kaki tidak menginjak baseline dan bola melewati atas net sebelum jatuh dari garis atau daerah lapangan secara menyilang. Jika servis gagal dilakukan servis kedua, dan jika servis kedua gagal, angka diperoleh lawan. Servis berikutnya dilakukan dari sebelah kiri dan perpindahan saat deuce pindah servis setiap dicapai dua angka, kecuali pada saat deuce pindah servis setiap dicapai angka 1 angka. Perhitungan angka dengan sistim rally point. Selanjutnya penerima harus memukul bola yang di servis setelah mementul sekali di lapangan, kecuali setelah terjadi reli sampai bola mati sehingga diperoleh angka oleh salah satu pemain. Untuk penskoran bisa beragam tergantug usis pemain Tonnis. Satu set permainan selesai atau game untuk usia dibawah 12 tahun apabila salah satu pemain sudah mencapai angka 15, dan apabila terjadi angka 14 sama dilanjutkan samapi selisih 2 angka dengan batas maksimal 17. Sedangkan untuk usia di atas 12 tahun angka game 21 dan apabila angka 20 sama maka deuce sampai selisih 2 dengan batas maksimal 25. Sistem kemenangan menggunakan two winning sets atau pemain yang memenangkan 2 set adalah pemenangnya. Apabila terjadi kemenangan set 1-1 dilakukan pertandingan set ketiga (rubber set) dengan perpindahan tempat setelah satu pemain mencapai angka 8 untuk game 15 dan 11 untuk game 21.

Kegiatan Sosialisasi dan Kejuaraan Sebelum permainan Tonnis ini dipatenkan sudah pernah diadakan sosialisasi di beberapa tempat dimulai dari tahun 2006 lalu. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan permainan Tonnis yang telah dilakukan daerah Jawa Tengah dengan peserta dari Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes) dan umum meliputi tiga kota yaitu Semarang (2006), Tegal (2006), dan Magelang (2006) serta enam kabupaten yaitu Pati (2006), Kudus (2006), Demak (2007), Kendal (2007), Purworejo (2008), dan Magelang (PORAD, 2009) Tidak tanggung-tanggung, sosialisasi sudah dilakukan di wilayah luar Jawa Tengah, yaitu di Kota Banjarmasin (POMNAS, 2007), Kota Pontianak (2007), dan Pangkal Pinang Povinsi Bangka Belitung (2008).

Manfaat permainan Tonnis Permaian ini bukan hanya sebagai sarana refreshing saja, tetapi masih ada manfaat lain yang beragam. Manfaat tersebut adalah membantu permasalahan dan pengembangan olahraga Tenis di daerah-daerah yang belum tersedia fasilitas lapangan tenis. Selain itu, permainan ini dapat memberikan solusi untuk model pembelajaran permainan atau olahraga permainan dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di sekolah-sekolah yang belum ada fasilitas lapangan tenis. Untuk masyarakat umum, permainan ini dapat mengembangkan satu bentuk cabang olahraga masyarakat yang mudah atau praktis, murah atau ekonomis, menyehatkan dan menyenangkan. Dalam kaitannya dengan kewirausahaan, dapat bermanfaat sebagai lahan bisnis baru yang potensial karena bahan baku yang mudah didapatkan dan cara pembuatannya pun tak terlalu rumit. Endah Assalma

Ukuran Lapangan Permainan Tonnis Lapangan untuk Usia diatas 12 tahun

(NuansA/ Zakki)

Mahasiswa Bermain Tonnis di depan GOR FIK Unnes saat Dies natalis ke- 45.

Panjang: 13.40 M

3.4 M

1.7 M

Lapangan untuk Usia dibawah 12 tahun

(Grafis: Nuansa/Zakki)

Lebar: 6.10 M

Model alat pemukul (Paddle) Permainan Tonnis.


Jepret

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Angkat Barbel

Idealnya Sehat M

emiliki tubuh sehat berbentuk ideal merupakan dambaan setiap orang. Ia dapat menambah kepercayaan diri seseorang. Bagi sebagian pria, bentuk badan ideal adalah perut six pack berotot. Sedangkan wanita memiliki tubuh padat berkulit kencang. Jika tak bisa memilikinya tak harus dipaksakan, ngotot untuk berotot. Terkadang, tak sedikit wanita menerapkan diet berlebih demi mendapatkan badan sentosa. Tak sebanding Jika harus mengabaikan kesehatan. Badan ideal adalah pilihan. Bisa jadi, tubuh ideal menjadi bonus saat kita menerapkan pola hidup sehat. Itu saja...

Hufh.. (Foto dan teks: Arif Z. Nurfauzan)

Poster Idola

Ughhhhh..h!!!


14

Perjalanan

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Kudus,

Rokok, dan Buka Luwur

(NuansA/ Yuli)

Kudus memang kota istimewa. Eksotismenya membuat kota ini tak pernah mati. Oleh Siti Zumrokhatun dan Yuli Resista

M

endung menggelayut di awang-awang ketika kami sampai di kota ini. Semilir angin sepoi serasa menyambut. Hiruk pikuk kota kretek membuyarkan lamunan setelah menempuh tiga jam perjalanan dari Semarang, Ibu Kota Jawa Tengah. Agenda kami cukup padat. Kami berencana mengunjungi beberapa tempat sebelum kembali ke Semarang. Janggal rasanya jika kami melewatkan Masjid Menara Kudus yang menjadi ikon kota Kudus, Gunung Muria, Museum Kretek, dan tentunya icipicip jajanan khas Kudus. Kota Kudus pada zaman dahulu hanyalah sebuah desa kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kota ini hanya sebagai tempat persinggahan dari pelabuhan Jepara menuju Majapahit. Sebagaimana kita tahu, di kota ini tumbuh subur ratusan industri rokok. Namun, Kudus ternyata menyimpan sejarah panjang yang menjadi goresan tinta sejarah peradaban. Nama Kudus sendiri berasal dari bahasa Arab al-Quds yang berarti suci, konon Kudus satu-satunya kota di Jawa yang mengadopsi namanya dari bahasa Arab. Walaupun Islam sangat kuat di Kudus, pengaruh agama Hindu masih tetap berlaku. Hingga kini sebagian besar desa-desa di Kudus terutama daerah di sekitar Me-

adalah Gunung Muria. Dengan ketinggian kurang lebih 1700 m di atas permukaan laut, Gunung Muria terlihat begitu agung. Pemandangan yang asri dan udara yang sejuk membuat rileks pikiran setelah berbulan-bulan disibukkan dengan berbagai aktivitas. Beberapa tempat yang dapat Anda kunjungi antara lain: Air Terjun Monthel, Makam Sunan Muria, dan puncak sangalikur (29) yang terletak di atas Air Terjun Monthel. Di bawah makam Sunan Muria, ada tiga sumber mata air yang di sebut dengan air tiga rasa. Meski letaknya berdekata, namun ketiganya memiliki rasa yang berbeda. Mata air ini juga tak pernah kering. Pengunjung diperbolehkan mencicipi atau bahkan membawa pulang air untuk oleh-oleh. Anda juga

dapat mencicipi satu kuliner unik yang mungkin tidak Anda temukan di tempat lain. Di sekitar Gunung Muria banyak pedagang yang menjajakan pecel pakis dengan harga yang relatif terjangkau. Ada juga parijoto yaitu sejenis buah yang menyerupai anggur tetapi lebih kecil bentuknya. Buah ini banyak dicari oleh ibu-ibu hamil karena dipercaya jika mereka memakannya, bayi mereka akan berwajah cantik atau tampan. Setelah puas menikmati pecel pakis, air tiga rasa, dan pemandangan Gunung Muria, kami pun memburu jajanan lainnya. Oleh seorang teman, kami diajak mengunjungi sebuah warung yang menjual lentog tanjung. Lontong yang diguyur kuah tahu pedas. Sekilas tak ada yang berbeda dengan

nara Kudus, tidak menyembelih sapi. Penyebar Islam pertama di Kudus yang bernama Ja’far Shadiq (Sunan Kudus) menyadari bahwa sapi adalah binatang suci Umat Hindu. Kota ini dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kudus Kulon (Barat) dan Kudus Wetan (Timur). Dahulu, wilayah Kudus Kulon dipadati oleh para pengusaha, pedagang, petani dan ulama, sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendikiawan, guru-guru, bangsawan dan kerabatnya. Namun, dalam perkembangannya ternyata Kudus Kulon lebih maju. Di kota ini pertama kali jenis rokok kretek ditemukan Nitisemito, seorang penduduk Kudus. Ia menyatakan, rokok kretek temuannya dapat menyembuhkan asma. Ia mencampur daun tembakau dengan bunga cengkeh yang dihaluskan dan membungkusnya dengan klobot jagung. Masyarakat mengenal dengan nama rokok klobot. Awalnya, rokok produksinya berhasil menguasai pasar. Namun, lambat laun semakin banyak perusahaan rokok yang bermunculan. Ia kalah bersaing dan bangkrut pada tahun 1953. Semua sejarah mengenai industri rokok dapat Anda temukan di Museum Kretek yang terletak di Desa Getas Pejaten Kudus. Museum ini didirikan pada tahun 1996 (NuansA/ Yuli) dan buka dari pukul 09.00 hingga 16.00 kecuali Jumat. Anak-anak duduk di pagar turut menunggu pembagian nasi buka luwur. Tempat kedua yang kami kunjungi


N ua n s A 126 TH XXI/2010

lontong sayur pada umumnya. Namun, pada penyajiannya ditambahkan cabai utuh.

Nasi Berkah Kanjeng Sunan Masyarakat Kudus mempunyai satu ritual tahunan keagamaan yang masih dijalani hingga kini setiap tanggal 10 Muharram (Asyuro) di kompleks pemakaman Sunan Kudus. Masyarakat menyebutnya buka Luwur atau Suronan. Agaknya tanggal ini memang istimewa. Bagaimana tidak? Pada tanggal tersebut, Allah meniupkan ruh kepada Nabi Muhammad, menyelamatkan Nabi Nuh dari musibah banjir, Nabi Musa dapat selamat dari kejaran Firaun, dan banyak lagi. Ritual ini dimulai dari tanggal 1 hingga 10 Muharram. Luwur berarti kain kelambu. Buka Luwur adalah upacara tradisional penggantian tirai yang dijadikan penutup makam Sunan Kudus. Upacara ini diadakan untuk menghormati Sunan Kudus. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain: mengganti kain penutup makam dan membagi-bagikan nasi jangkrik dan nasi uyah asem. Ritual di kompleks makam Sunan Kudus ini telah berusia 600 tahun tersebut. Tahun ini bertepatan dengan tanggal 27 Desember atau 10 Muharram upacara Suronan digelar. Ribuan orang memadati kompleks makam Syeh Ja’far Shodiq. Mereka tengah antre untuk mendapatkan

Perjalanan

Agaknya tanggal ini memang istimewa. Bagaimana tidak? Pada tanggal tersebut, Allah meniupkan ruh kepada Nabi Muhammad, menyelamatkan Nabi Nuh dari musibah banjir, Nabi Musa dapat selamat dari kejaran Firaun, dan banyak lagi. nasi tersebut. Guna menjaga keamanan, panitia membagi antrean menjadi dua bagian. Satu antrean untuk lakilaki dan satu antrean untuk perempuan. Kedua antrean itu tampak sama sesaknya. Tua dan muda rela berdiri berjam-jam hanya untuk memperoleh satu bungkus nasi itu. Mereka percaya bahwa nasi tersebut mempunyai khasiat. Sebagian mengatakan, jika nasi tersebut dikeringkan dan disebarkan ke area persawahan, maka sawah akan terhindar dari hama. Ada lagi yang mengatakan jika nasi tersebut dikeringkan dan dicampurkan ke dalam beras saat menanak, maka seluruh orang yang memakannya akan terjaga kesehatannya. Ternyata tidak hanya masyarakat sekitar saja yang percaya, tetapi juga masyarakat luar Kudus. Bahkan, ada yang berasal dari luar Jawa. Sementara itu, panitia buka luwur tengah sibuk mempersiapkan acara. Mereka mulai mengatur pengamanan dan pertolongan (PPPK) untuk esok

pagi. Di gedung YM3SK Jl Sunan Kudus, mereka mulai memasak nasi yang akan dibagikan kepada warga. Hanya orang-orang tertentu yang diizinkan memasuki area tersebut. Dua meja besar terbujur dari utara ke selatan. Di atasnya nasi tertata di bagian kanan dan kiri meja. Sementara di bagian tengah meja ditata lauk pauk berupa daging kerbau dan kambing. Terlihat tali rafia tergantung di atas meja untuk mengikat nasi. Nantinya nasi itu dibungkus dengan daun jati. Pada buka Luwur kali ini, panitia memasak 9 ton nasi, menyembelih 10 ekor kerbau dan 62 ekor kambing. Semua itu diperoleh dari sumbangan warga. Itulah sebabanya nasi peralatan yang dipakai ekstra besar. Untuk membungkus nasi itu saja panitia membutuhkan 20 orang. Nasi tersebut akan dibagikan keesokan harinya. Malam semakin larut, namun pengunjung bukan menyurut. Pengunjung yang datang semakin banyak. Bahkan warga sudah mengantri untuk menda-

15

patkan nasi itu sejak pukul 2 dini hari. Padahal pembagian baru akan dilakukan pukul 6 pagi. Selama acara Buka Luwur, tirai yang terdapat di makam ini diganti dan pada saat seperti ini ribuan peziarah akan memadati kawasan makam. Dari tahun ke tahun jumlah pengunjung kian meningkat. Ada sekitar 15.000 pengunjung tahun ini. Mereka berasal dari Kudus dan sekitarnya.Bahkan ada pula pengunjung dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Oleh karena itu, panitia menyediakan 5000 bungkus nasi. Namun, jumlah nasi tidak sepadan dengan jumlah pengunjung. Belum lagi jika ada pengunjung yang mengantre lebih dari sekali. Apalagi lokasinya yang terletak di pusat Kota Kudus menjadikan tempat ini sangat mudah diakses, baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Tak ayal, beberapa harus pulang dengan tangan hampa. Tetapi, jangan khawatir. Pengunjung yang tidak kebagian nasi dapat membelinya dari orang yang menjualnya di lingkungan masjid. Mereka adalah para pemintaminta yang pada hari itu ikut mengantre. Jadi jangan heran jika Anda jarang menjumpai mereka pada hari itu.[]

(Gambar dari kiri) Seorang anak mendapat nasi buka luwur setelah berdesak-desakan. Peziarah tengah khusuk memanjatkan doa seusai upacara buka luwur.


16

Artikel

Susahnya Jadi Dewasa

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Oleh Ria Lidiawati

S

eorang mahasiswa semester II ditemukan tewas. Diduga mahasiswa yang telah beristri dan memiliki satu orang anak itu bunuh diri dengan cara terjun dari jembatan Sungai Lusi di Desa Putat, Kecamatan Purwodadi 7 Desember 2009 lalu. Hal ini dapat diketahui dari isi kotak keluar ponsel korban yang menyatakan bahwa dia siap mati dan berpesan pada keluarganya. Selain itu, di balik kartu ujian korban tertulis “cuman telat membayar SPP beberapa hari saja malah diwajibkan cuti �(Suara Merdeka 9/12/09). Kemungkinan berbagai masalah yang dialami mahasiswa yang sekaligus berperan sebagai suami dan ayah itu terlalu kompleks dan tak sanggup ia atasi. Padahal, seharusnya dia sudah cukup pantas dikatakan sudah memasuki fase dewasa dini jika dilihat dari usianya yang sudah mencapai angka 19 tahun. Namun, terkadang usia seseorang tidak menjamin orang tersebut dikatakan dewasa. Pada masa dewasa dini salah satu ciri yang menonjol adalah masa bermasalah. Masalah-masalah dewasa dini misalnya yang berhubungan dengan penyesuaian diri dalam kehidupan pernikahan, peran sebagai orang tua, dan pekerjaan. Penyesuaian terhadap masalah-masalah tersebutlah yang sering memicu timbulnya suatu kesulitan. Yang jika dibiarkan akan menimbulkan kondisi yang biasa disebut dengan stres. Stres ini dapat memicu seseorang tidak berpikir secara rasional. Jadi tak jarang penderitanya sering melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri. Pada dasarnya masa dewasa menjadi susah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, kurangnya per-

siapan. Pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi hanya membekali peserta didiknya dengan materi pelajaran dan kurang diimbangi dengan bimbingan mengenai masalah-masalah yang akan muncul dalam fase dewasa yang akan mereka jalani. Layanan bimbingan konseling yang disediakan oleh sekolah masih belum membantu siswa untuk mengarungi lautan masalah di masa dewasa. Kedua, mencoba dua peran sekaligus biasanya tidak memberikan hasil yang baik, misalnya menikah kemudian mempunyai anak akan mempersulit penyesuaian diri terhadap pekerjaan terutama menikah pada saat masih kuliah. Meskipun tidak ada larangan bahwa mahasiswa yang telah berkeluarga tidak boleh kuliah namun tetap saja akan ada saatnya terjadi benturan antara berbagai kepentingan yang mengharuskannya untuk bertindak bijak tanpa harus mengorbankan atau mengabaikan salah satu. Faktanya, ada juga sebagian orang yang menjalankan peran ganda saat masih kuliah namun bisa mengatur waktu antara diri, sekolah, dan keluarganya. Ketiga, yang paling berat adalah kurang adanya bantuan dalam menghadapi masalah-masalah mereka. Jika sudah memasuki masa dewasa, mereka dianggap sudah mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah mereka. Padahal pada masa dewasa justru membutuhkan bimbing-

an yang intensif dalam menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi agar tidak terjerumus ke dalam hal yang negatif sebagai wujud ketidaksanggupan mereka dalam menyelesaikan masalah tersebut. Sebenarnya masalah penyesuaian diri atau adaptasi terhadap fase-fase perkembangan manusia termasuk masa atau fase dewasa sudah diantisipasi oleh pihak sekolah dan perguruan tinggi, hanya saja dalam pelaksanaanya belum sesuai harapan. Hal ini bisa dilihat dari pemberian materi bimbingan konseling sebagai salah satu mata kuliah umum yang diajarkan di awalawal semester. Selain itu ada juga mata kuliah tentang psikologi perkembangan yang di dalamnya mempelajari tentang perkembangan kejiwaan seseorang dari bayi sampai usia lanjut, sehingga seharusnya para mahasiswa sudah cukup mendapat bekal dari kuliah mereka. Namun rupanya hal tersebut belum membantu mahasiswa untuk melalui masa ini. Semakin dewasa seseorang semakin kompleks masalah yang dihadapi dan semakin sempit dan mengerucut orang-orang di sekitarnya yang dapat membantu. Orang-orang di sekitarnya sibuk bergelut dengan urusan masing-masing. Ada sebuah istilah yang mengatakan bahwa rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Artinya, seseorang sering

berpikiran bahwa kehidupan orang lain jauh lebih enak dan lebih baik dari pada kehidupanya, sehingga tak jarang muncul dibenak mereka untuk menjadi orang lain yang menurut mereka lebih bahagia dalam menjalani hidup. Pandangan seperti itu kurang tepat karena sebenarnya setiap orang diberi cobaan dalam artian diberi masalah oleh Tuhan sesuai dengan batas kemampuanya. Jadi, jika Tuhan memberikan masalah pada hamba-Nya, misalkan saja masalah A diberikan kepada si X karena Tuhan sudah tahu bahwa hanya si X yang mampu menghadapi masalah tersebut. Jadi, pikiran untuk menjadi orang lain dirasa kurang tepat karena sebenarnya orangorang yang ada di sekeliling kita sama-sama menghadapi masalah yang menurut mereka sulit. Kalau sudah mencapai batas maksimum kesanggupan seseorang maka salah satu jalan keluar yang cukup efektif adalah meminta bantuan pada seseorang yang dapat dipercaya, baik dipercaya dalam merahasiakan masalah juga dipercaya karena seseorang itu lebih dewasa dari kita dan pastinya orang itu sudah melewati masa-masa yang sedang kita hadapi ini. Apa pun yang terjadi harus selalu be your self, menjadi diri kita sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Berpusatlah pada kelebihan diri untuk melejitkan kebermanfaatan kita untuk orang lain dan jadikanlah kekurangan sebagai obat anti sombong karena dengan kekurangan tersebutlah seseorang menjadi sadar bahwa dia adalah manusia biasa yang tak sempurna. Mahasiswa Jurusan Biologi 2007

Mendidik dengan Hati Oleh M. Rifan Fajrin*

R

ibuan calon intelektual muda bersaing masuk ke jenjang pendidikan tinggi lewat jalur-jalur penerimaan mahasiswa baru yang telah dirancang sedemikian rupa, setiap tahun, sehingga setiap kali selalu diperlukan proses seleksi dari masingmasing universitas/institusi pendidikan tinggi yang dituju dengan ketat untuk menjamin mutu. Begitu pun, pada setiap tahunnya, ribuan intelektual diwisuda dan telah siap pakai dalam berbagai ranah pekerjaan atau disiplin ilmu. Pertanyaan yang sama selalu berulang: dari kenyataan tentang banyaknya orang-orang pandai itu, mengapa hingga kini Indonesia masih saja belum mampu bangkit dari keterpurukan? Meski disadari, amat susah mengindikasi penyakit apa yang tengah diderita bangsa ini, dan bagaimana cara penyembuhannya. Sebab, setiap sektor: politik, ekonomi, sosial, hankam, dlsb, rupanya mengalami luka yang sungguh-sungguh parah dan tentu perlu dilakukan perbaikan dengan segera. Masing-masing dengan karakteristiknya, latar belakang, dan pokok persoalan yang berbeda-beda pula, bahkan masalah di satu bidang kadang merembet ke bidang yang lainnya, memerlukan penanganan yang berbeda-beda pula. Rumit jadinya. Persoalan-persoalan itu sebenarnya telah didiskusikan, dianalisis, dan dicari penyelesaiannya, dalam proses perkuliahan, seminar-seminar, oleh para cerdik cendekia itu sendiri dan tak jarang akan secara langsung

mendatangkan pakar-pakar di bidangnya masing-masing. Dengan idealisme, moralitas sekaligus rasionalitas yang telah mapan, kemudian muncullah teoriteori aplikatif. Sekali lagi, rasa-rasanya, terbukalah masalah-masalah yang kompleks itu. Namun, konon, disebabkan oleh sistem – yang memang terlanjur rusak dan susah diperbaiki – teori-teori yang sungguh aplikatif itu nyatanya tak selalu pas dengan realitas objektif di lapangan, sehingga tak bisa diterapkan oleh para cendekia itu. Idealisme yang terjaga dan terawat, pada akhirnya harus mengalah pada sistem (yang telah rusak itu!). Maka kiranya tak berlebihan jika kemudian muncul kembali gagasan penerapan corak pemikiran pendidikan yang mengarah pada “kesalehan� setiap individu pelaku pendidikan itu sendiri. Satu pemikiran pendidikan yang mampu menanamkan idealisme yang kuat, menjaga moralitas, namun tak pula mengabaikan sisi intelektualitas. Corak pemikiran pendidikan yang berkembang dan banyak dianut, progresivisme dan esensialisme, tidak menyinggung tentang itu. Aliran Progresivisme – yang dipelopori oleh John Dewey – menyatakan bahwa sentral pendidikan adalah pikiran dan kecerdasan. Pikiran dan kecerdasan inilah yang merupakan motor penggerak dan penentu ke arah kemajuan sekaligus penuntun bagi subyek untuk mampu menghayati dan menjalankan suatu program. Dengan demikian, aliran progresivisme menitikberatkan pada aspek kecerdasan.

Sedangkan aliran esensialisme menyatakan bahwa materi (bahan pengajaran) itulah yang menentukan dan memantapkan pikiran serta kecerdasan manusia. Materi adalah sesuatu yang menjadi unsur-unsur yang hakiki dalam sebuah perkembangan peradaban dan kebudayaan. Adapun corak pemikiran pendidikan yang dimaksud adalah corak pendidikan (ala) pesantren yang digagas dan diterapkan oleh KH. M. Hasyim Asy’ari, peletak kerangka dasar pendirian Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia saat ini. KH. M. Hasyim Asy’ari dalam memberi perlakuan pada peserta didik berusaha mengedepankan pemikiran bahwa dalam menghadapi segala persoalan hendaknya dimulai dari paradigma normatif yang bersumbu pada pada titik sentral ketuhanan. Paradigma ini diasumsikan akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan secara tuntas dan tidak menimbulkan spekulasi yang berkepanjangan. Dimensi ketuhanan hendaknya mampu menjelma pada partikulasi-partikulasi, terutama, perilaku sosial, sehingga secara keseluruhan menunjukkan satu bingkaian yang utuh. Tampaknya KH. Hasyim Asy’ari berkeyakinan bahwa orang yang mampu menunjukkan integritas ketuhanan dalam berperilaku sosial adalah makhluk Tuhan yang terbaik. Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari menyiratkan sebuah pengertian bahwa yang menjadi sentral pendidikan adalah hati. Penekanan pada hati inilah yang dengan sendirinya membedakan

diri dari corak progresivisme dan esensialisme. Perbedaan ini dimungkinkan karena ketidaksamaan titik pandang dalam memahami manusia. Baik aliran progresivisme maupun esensialisme, sama-sama mendasarkan pandangannya pada penelitian-penelitian yang bersifat fisik empiris. Sedangkan KH. M. Hasyim Asy’ari menyimpulkan bahwa substansi manusia bukan terletak pada unsur fisiknya, tetapi pada hatinya. Dengan demikian, tugas pendidik tidak hanya mencerdaskan pikiran – sebagaimana aliran progresivisme – atau menyiapkan bahan pengajaran yang baik – sebagaimana aliran esensialisme – melainkan juga pada bagaimana membimbing, mengarahkan, dan menuntun hati agar dekat dengan Tuhannya. Jadi bagaimana membentuk orang-orang yang shaleh dalam perspektif Tuhan, Tuhan dalam sesuatu yang dipahaminya. Dewasa ini, isu yang sangat menggelisahkan yang melanda para guru di sekolah-sekolah dan di universitas, tentang degradasi moral para peserta didik dan bahkan para pendidik itu sendiri. Kemudian hal itu memunculkan visi dari institusi pendidikan itu untuk tangguh dalam imtaq (iman dan taqwa) apa pun agama yang dianut pelaku pendidikan, sekaligus unggul dalam iptek dan prestasi. [] *) M. Rifan Fajrin, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2005, FBS, Unnes


N ua n s A 126 TH XXI/2010

17

Artikel

Seharusnya Mahasiswa Tidak Melupakan Sejarah Oleh Yuniar Kustanto*

B

erbicara tentang mahasiswa dan idealisme sepertinya sudah menjadi hal yang biasa. Namun perlu kita sadari bersama pengingatan dan penyadaran terhadap kondisi idealisme mahasiswa dengan realita yang ada saat ini perlu mendapat perhatian yang serius. Maka dari itu penulis mengambil topik diatas sebagai tema wacana kali ini. Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai akses lebih terhadap pendidikan dan menjadi kelompok elit dari suatu masyarakat. Dengan elitisme dan pendidikan mahasiswa menjadi harapan bagi masyarakat untuk dapat mengadvokasi dan memberi perubahan terhadap kehidupan. Dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia 0,2 persennya adalah mahasiswa. Mahasiswa adalah pemuda yang dapat merubah dunia dengan segala semangat dan tekadnya begitulah kiranya Ir. Soekarno berkata. Maha berarti tinggi dan siswa berarti orang terpelajar, sehingga tidak salah kalau masyarakat berharap banyak akan kontribusinya kepada negara dan warganya. Kenyataannya, idealitas yang mencakup seluruh makna mahasiswa tak sepadan dengan realitas yang ada. Seiring arus globalisasi yang menjelajah tanpa batas sebagian besar mahasiswa saat ini seakan kehilangan perannya sebagai kaum intelektual yang peka terhadap kondisi zamannya. Bisa dikatakan sebagian besar mahasiswa masih tertidur atau bahkan kehilangan ruh dalam bergerak. Dalam suatu perkuliahan salah satu dosen pernah mengungkapkan kegalauannya bahwa mahasiswa saat ini sudah kehilangan kepekaan terhadap kondisi

sekitarnya, lebih bersifat individual dan egois. Perkataan salah satu dosen tersebut bisa dikatakan ada benarnya. Hal ini disebabkan kondisi– kondisi seperti ini memang sedang kita alami. Realitanya kita dapat mengukur Berapa banyakkah mahasiswa yang peduli atau gandrung terhadap kondisi permasalahan bangsa sehingga hari– harinya di luar kuliah diisi dengan diskusi–diskusi atau bahkan riset penelitian yang bertema solutif terhadap perbaikan bangsa. Di Unnes sekalipun kita dapat mengukur perbandingan jumlah mahasiswa Unnes dengan mahasiswa yang aktif di organisasi kampus dengan mahasiswa yang hanya menjadikan kos, kampus, kantin sebagai ritual keseharianya. Kepedulian mereka terhadap kasus korupsi birokrasi semacam kasus Bank Century, kemiskinan, pengangguran, bahkan kepedulian terhadap ancaman liberalisisasi pendidikan yang dibingkai dalam UU BHP pun tetap acuh tak acuh. Tidak salah memang karena itu menjadi hak tiap–tiap mahasiswa. Namun, akan menjadi masalah besar apabila hal tersebut menjadi buaian dan makanan sehari–hari mahasiswa sehingga mahasiswa lupa akan peran sesungguhnya sebagai

kaum intelektual. Penyadaran untuk menilik kembali sejarah bagi mahasiswa selayaknya perlu dilakukan. Mahasiswa adalah bahan bakar untuk masa depan dan sejarah adalah In- dustri masa depan. Dengan melihat sejarah kita tidak takut merugi atau bangkrut dalam melangkah ke depan. Dengan melihat sejarah kita dapat mengambil banyak pelajaran baik dan buruk untuk menyongsong masa depan. Sejarah adalah catatan statistik tentang denyut hati, gerak tangan, langkah kaki, dan ketajaman akal, begitulah kiranya seorang bijak berkata. Torehan sejarah mahasiswa adalah torehan sejarah para pemuda yang identik dengan perlawanan dan pembelaan. Torehan itu berasal dari tekanan penguasa terhadap idealisme kaum muda yang kemudian melahirkan kegelisahan- kegelisahan sehingga mampu memunculkan energi peradaban. Begitu kita menyusuri sejarah bangsa ini lebih jauh, kita akan bertemu dengan generasi 1945 yang mempelopori perjuangan kemerdekaan. Tanpa adanya rekayasa kaum muda untuk menculik Bung Karno dan Muh. Hatta ke Rengasdengklok maka

Lidah Sehat, Ludah Sehat

A

pabila ninik-mamak pada masa silam di tanah air dalam kehidupan seharihari seolah tak bosan-bosan mengingatkan, kunyahlah makanan sebisa mungkin hingga minimal 33 kali agar pencernaan tubuh menjadi sehat. Petunjuk yang umumnya diabaikan setiap orang apalagi mengingat betapa anjuran demikian diberikan tanpa penjelasan apapun selain manfaat bahwa makanan yang

dikunyah dalam mulut demikian lembut akan memudahkan serapan sarisari makanan pada proses pencernaan dalam perut. Niscaya pula sebagian dari khalayak di tanah air yang sempat mengalami hidup dalam zaman ninikmamak di atas pun ada yang mungkin menyaksikan sendiri bagaimana petunjuk bagi ibu rumah tangga untuk mengusapkan jilatan ludah dengan jari tangan apabila anak mengalami cedera memar atau luka tergores. Kajian ilmiah masa kinilah yang ternyata mengungkapkan bahwa dalam cairan ludah: saliva ketika muncul terangsang saat mengunyah makanan terdapat enzim yang amat diperlukan guna melumuri makanan dan membantu proses penguraian zat esensial pokok (karbohidrat, protein, serta lemak) ketika dicernakan dalam lambung manusia. Ada keuntungan lain yang didapat dengan mengunyah dengan jumlah kunyahan yang cukup yakni makanan dalam mulut agak terasa manis. Penelitian ilmuwan Jepang termasuk yang pertama menyimpulkan betapa pentingnya mengutamakan perilaku mengunyah makanan yang sebaik-baiknya minimal 28 kunyahan guna merangsang kelenjar ludah yang mengandung enzim yang berfungsi

proklamasi kemerdekaan Indonesia akan tertunda. Lebih jauh ke belakang ada generasi 1928 yang mempelopori persatuan nasional dalam simbol tanah air, kebangsaan, dan bahasa persatuan melalui deklarasi Sumpah Pemuda. Lebih jauh lagi kita akan bertemu dengan generasi 1900-an yang mempelopori kebangkitan nasional dengan melakukan gerakan melalui organisasi–organisasi politik ataupun sosial. Semua angkatan itu datang silih berganti sehingga lahir gerakan mahasiswa 1966 yang identik dengan Trituranya dan gerakan mahasiswa 1998 yang identik semangat Reformasinya. Sikap kepeloporan kaum muda ini seyogyanya tidak ditinggalkan sampai di sini. Paling tidak kita dapat mengambil ruh gerakannya. Mahasiswa selamanya adalah energi peradaban yang mengalirkan sungai sejarah. Setiap kali energi itu meledak, sejarah akan mencatat dan langit bahkan menjadi saksi bahwa sebuah torehan sejarah baru telah dibuka dengan corak dan warna khas ruh gerakan mahasiswa di tiap zamannya. Di zaman ini, mahasiswa tidak harus bergerak frontal dan reaksioner dalam menanggapi setiap permasalahan. mahasiswa adalah kaum intelektual, maka selesaikan masalah dengan gaya intelektual mahasiswa. Maka sadarlah wahai mahasiswa, kita telah tertinggal jauh dengan sejarah kita sendiri. Maka bangkitlah dan jadilah sang pelopor untuk bangsa ini! *Mahasiswa Jurusan HKN FIS Unnes ‘06

Pengetahuan Umum

memperlancar jalannya rangkaian proses pencernaan makanan dalam perut. Diyakini apabila hidup sehari-hari terbiasa dengan selalu melakukan mengunyah makan yang seksama akan berarti memperoleh proses pencernaan yang sempurna yang menjadi salah satu kunci terpenting hidup agar sehat terhindar dari ancaman beragam penyakit. Adapun perihal keampuhan ludah sebagai penyembuh cedera memar atau goresan luka ditelaah dalam riset terkini ilmuwan Menno Oudhoff dkk. dari institusi riset di Belanda seperti yang dipublikasikan dalam jurnal on-line Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB). Suatu zat rantai protein yang dinamakan histatin berhasil diisolasikan dan teruji berdayaguna anti-bakterial yang berjalan aktif sebagai penyembuh cedera/luka. Penelitian tahap lanjut bahkan tengah dirancang untuk upaya memperbanyak histatin dalam proses rekayasa (manmade) untuk selanjutnya diproduksi berupa salep atau krim obat gosok. Daya guna ludah dalam riset enzymeology human saliva lebih lanjut lagi oleh kalangan ilmuwan di AS yakni menjadikan cairan ludah sebagai sampel uji klinis untuk mendeteksi sejumlah penyakit kanker; kanker mulut (oral cancer), kanker perut, kanker payudara, dll. Terdapat pula riset yang menerap-

kan pemeriksaan uji klinis dengan cairan ludah untuk analisa petunjuk awal sejumlah penyakit semisal HIV-AIDS, seperti riset terkini yang dilaksanakan CTN : Canadian HIV Trials Network - Kanada atau pun School of Medicine and Cancer Institute Universitas Pittsburgh - Amerika Serikat. Dibanding dengan pemeriksaan lab kesehatan dengan sampel darah dengan perangkat jarum suntikan ataupun mencuplik sel (biopsi) untuk deteksi kanker ; maka penggunaan cairan ludah dipandang lebih menyenangkan dan tidak menyakitkan bagi pasien berhubung sifatnya yang (minimal invasive). Keuntungan lain proses sampel analisis lab di masa depan dengan sampel ludah metode saliva-based tests adalah proses yang dapat dirancang lebih sederhana ---cukup dengan cara jilatan pada secarik test kit--- dengan seperangkat peralatan lab yang akan dapat dibuat dengan biaya relatif lebih murah pula. Walhasil ludah adalah cairan bukan sembarangan yang pada masa depan oleh kalangan ilmuwan diuraikan berperan penting sebagai cirian beragam petunjuk kesehatan manusia (biomarker) guna mendapatkan kehidupan yang sehat. Zum

Sumber: Ragam info situs web.


18

Artikel

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Peran Penting DAS Kaligarang Oleh Mujiana A Kadir )*

D

ebit air sungai Kaligarang yang berhulu di daerah Ungaran Kabupaten Semarang semakin mengalami penurunan. Penyebabnya diduga pengalihan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kaligarang. Lahan-lahan yang pada tahun 1990-an masih berupa ladang, sawah, dan hutan sekarang telah berubah menjadi perumahan, lapangan golf, dan gedung-gedung pabrik atapun perkantoran. DAS Kaligarang terletak di wilayah Ungaran, Kabupaten Semarang dan Kota Semarang yang meliputi, Kecamatan Bayumanik, Gunungpati, Gajahmungkur, dan Semarang Barat. Permasalahan kebutuhan air bersih untuk air minum semakin langka. Hal ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta agar masyarakat menghemat penggunan air bersih karena air kini semakin menjadi barang langka. Sementara itu, air yang tersedia tidak bisa dikonsumsi karena telah menjadi kotor. “Karena itu, hemat penggunaan air, jangan buang air dengan percuma dan jangan menggunakan air secara mubazir,” kata Yudhoyono saat meresmikan penggunaan sarana air bersih di Indonesia di alun-alun Kabupaten Wonogiri, (Tempo Interaktif, 17/6/05). Penyebab menurunnya kuantitas dan kualitas air tersebut adalah kerusakan lingkungan yang parah, terutama di DAS yang berfungsi sebagai area tangkapan air hujan yang berpengaruh terhadap debit air sungai. Air sungai yang merupakan air permukaan di banyak daerah di Indonesia dikelola oleh PDAM dan ma-

syarakat untuk keperluan mencukupi kebutuhan air bersih dan air minum. Yang terjadi di DAS Kaligarang, sejak sepeuluh tahun terakhir mengalami kerusakan akibat pengalihan fungsi lahan. Akibatnya sungai itu mengalami penurunan debit aliran air permukaan. Hal ini dinyatakan oleh Khaeroni (40) warga Kretek, Bandarharjo, Ungaran, “Kira-kira 10 tahun lalu aliran air sungai Kaligarang masih besar, tidak seperti sekarang, kecil. Hal itu disebabkan lahan di daerah hulu sekarang banyak untuk pembangunan rumah. Kondisi lahan DAS Kaligarang yang berubah, semula ladang pertanian, sawah, dan hutan, kini menjadi perumahan, perkantoran, pabrik, dan lapangan golf. Perubahan peruntukan lahan secara alamiah tidak dapat dihindarkan karena kebutuhan lahan untuk permukiman akan selalu meningkat seiring dengan kebutuhan perumahan masyarakat yang terus meningkat. Akan tetapi, pertimbangan peruntukan lahan pertanian dan konservasi pelestarian lingkungan yang memiliki daya dukung terhadap kualitas hidup harus diutamakan. Sebab, pemenuhan salah satu kebutuhan hidup, papan misalnya, tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan, seperti tersedianya air bersih justru akan menyebabkan permasalahan baru yang sangat rumit. Berdasarkan pernyataan Presiden Yudhoyono (Tempo Interaktif, 7/6/05), tidak semua daerah memiliki sumber air tanah, akan mendorong pengembang untuk membangun perumahan di DAS agar sumber daya air sebagai daya dukung kehidupan di area permukiman terpenuhi. Hal ini hampir dapat dipastikan karena permintaan konsumen perumahan juga menghendaki tempat

tinggal yang memiliki sarana pendukung, seperti air bersih dapat dipenuhi secara mudah. Mengingat fungsi Kaligarang yang sangat strategis perlu adanya upaya pelestarian konservasi DAS Kaligarang yang meliputi, penataan alih fungsi lahan secara proporsional, reboisasi, dan penyadaran masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayang yang dilewati aliran sungai Kaligarang yang didukung oleh masyarakat secara luas serta pemerintah.

Penataan Alih Fungsi Lahan Proporsional Melihat DAS Kaligarang pada wilayah administrasi Kabupaten Semarang dan Kota Semarang perlu adanya kerja sama antara kedua pemerintah daerah tersebut dalam merencanakan tata fungsi lahan di DAS Kaligarang. Bentuk kerja sama bisa meliputi kesepakatan pengendalian alih fungsi lahan dengan menyusun blueprint pengembangan wilayah dan tata kota yang menyangkut DAS Kaligarang. Kemudian mensosialisasikannya kepada masyarakat luas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan informasi dan membangun kesadaran pada masyarakat tentang arti penting pelestarian DAS Kaligarang. Langkah berikutnya, perlu adanya Reboisasi Berdasar Nilai Ekonomi. Sebab, faktor utama yang mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas air Kaligarang adalah penebangan pohon di ladang pertanian dan hutan di DAS Kaligarang. Penebangan yang dilakukan karena lahan dimanfaatkan untuk perumahan. Hal ini sangat terkait dengan kondisi ekonomi masyarakat yang menjual tanahnya kepada pe-

ngembang. Karena banyaknya pohon yang ditebang dan permukaan tanah yang terbuka, curah hujan yang turun di daerah DAS Kaligarang langsung masuk ke sungai dan mengalir ke laut Jawa. Oleh karena itu, perlu upaya rebiosasi di DAS Kaligarang. Upaya yang dapat ditempuh dapat meliputi langkah-langkah bertahap, terencana dan berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang dan komprehensif. Pertama, pelaksanaan reboisasasi secara nyata dengan memobilisasi masyarakat untuk menaman pohon. Gerakan ini dapat dipicu dengan pemberian bibit tanaman buah-buahan gratis kepada masyarakat yang dianggarkan oleh pemerintah. Dengan membagikan bibit tanaman buah-buahan gratis, masyarakat diharapkan akan memperoleh hasil secara ekonomis pada saat tanaman nya berbuah. Selain itu bibit tanaman industri, seperti sengon, jabon, atau jati emas yang pertumbuhannya relatif cepat juga dapat dimasyarakatkan pembudidayaannya. Kedua, mengadakan desain gerakan sosial untuk memotivasi masyarakat melakukan penanaman pohon. Desain gerakan sosial ini dapat dilakukan dengan mengaktifkan unsur-unsur masyarakat untuk menjadi inisiator dan motivator gerakan reboisasi melalui kursus agrobisnis tanaman hortikultur dan tanaman industri. Dengan demikian, mereka akan menjadi panutan bagi masyarakat yang lebih luas untuk mengelola lahan dengan tanaman produksi. *)Mujiana A Kadir, Direktur Tinta Instite, Alumni Unnes .

Problematika Pendidikan di Indonesia Oleh Ato Sugianto*

P

endidikan di Indonesia memang cukup menyedihkan. Sulitnya mengikuti pendidikan di Indonesia di banding dengan kemudahan pendidikan di luar negeri, dengan alasan banyaknya mata pelajaran yang dibebankan tetapi tidak relevan dengan spesifikasi keilmuan yang dituntut. Karena tidak dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Kalau sekarang banyak orang terutama anak muda berlomba-lomba melanjutkan pendidikannya ke jurusan, karena iming-iming dan mengimpikan gaji guru yang lebih besar kelak bila dibandingkan dengan PNS lain. Sementara banyak alumni pendidikan guru yang tidak mengajar karena sangat menyadari hal tersebut dan memilih menjadi pegawai administrasi, juga disebabkan guru tak lebih mengajar kebohongan kepada muridnya karena banyaknya muatan mata pelajaran yang tidak dapat dipakai tersebut. Begitu banyaknya mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, sehingga sangat membuat hati miris melihat anak-anak bangsa yang dipaksa untuk lebih giat belajar. Kesalahan terbesar kita adalah menganggap bahwa lembaga pendidikan formal adalah satu-satunya lembaga yang wajib atau ada yang mengatakan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain menyerahkan anak mereka kepada lembaga yang satu ini. Padahal jika kita melihat instrumen pendidikan secara lebih luas, kita akan menemukan bahwa lembaga pendidikan formal hanya salah satu bagian dari instrumen pendidikan yang dapat diterima oleh anak sejak usia dini. Selebihnya ada banyak lembaga non formal yang justru atau memegang peranan penting seperti keluarga, institusi agama, dunia bisnis, lingkar pergaulan anak (club), “Internet”, dan sebagai-

nya yang justru ada di dalam lingkungan pergaulan anak-anak yang tidak dikembangkan secara maksimal dalam membentuk SDM anak-anak kita sejak usia dini agar saat tumbuh secara kontekstual seiring dengan tuntutan zaman. Apalagi memang kita banyak memiliki budaya yang kontraproduktif terhadap usaha pengembangan anak-anak kita agar tumbuh secara maksimal. Signalling yang ingin disampaikan oleh sektor industri di Indonesia adalah betapa pentingnya karakter personal dan interpersonal lulusan perguruan tinggi dalam proses rekruitmen. Benang merah yang bisa ditarik dari tulisan di atas adalah pentingnya kerjasama antara perusahaan dan lembaga pendidikan, sebagai penyedia input sumber daya manusia. Marsel Ruben Payong (Kompas, 19 April 2004) menggarisbawahi hubungan signalling perguruan tinggi (PT) dengan dunia industri, terutama dari kesiapan dan relevansi kerikulum perguruan tinggi. Dalam ilmu ekonomi, kita dengan mudah menemukan apa yang ingin disampaikan Payong dalam literatur information economics (ekonomi informasi) dan proses signalling. Sementara itu, persoalan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sebenarnya jauh lebih kompleks daripada sekedar interaksi pasar antara PT dan industri. Dengan kata lain, Payong telah mereduksi permasalahan menjadi sebuah kepingan puzzle, tanpa memberikan pemahaman keselurahan alias the big picture akan persoalan pendidikan Indonesia. Tulisan ini mengajak pembaca untuk melihat problematika penyelenggaraan pendidikan Indonesia dalam perspektif yang lebih jernih dan menyeluruh.

Pendidikan dasar Proses pembentukan SDM-sebagian kalangan me-

nyebutnya human capital- adalah meliputi seluruh kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pribadi individu, ditinjau dari banyak segi, dari sejak usia dini hingga terjun dalam dunia profesional. Jadi, ini mencakup sekolah, baik formal maupun informal, on-the-job training, pelatihan dan semua kegiatan lain yang bertujuan meningkatkan pengetahuan. Akan kaitannya dengan pemberdayaan SDM tersebut, penekanan signifikasi penilaian kemampuan dan kreativitas individu sebelum memasuki dunia profesional, dan Payong berargumen bahwa PT seyogianya lebih berani membuat terobosan mata kuliah baru yang lebih relevan bagi dunia kerja. Ada lelucon yang mengatakan bahwa kuliah di PT luar negeri lebih “mudah” dan setelah lulus juga lebih cepat untuk mendapatkan pekerjaan. Adapun kuliah di PT dalam negeri jauh lebih “sulit” karena terlalu banyak mata kuliah yang tidak jelas relevansinya. Celakanya, setelah lulus pun akhirnya jadi pengangguran. Mendengar seloroh semacam itu, saya teringat kejadian beberapa tahun yang lalu sewaktu tanpa sengaja mengamati materi ujian keponakan yang masih duduk di sekolah dasar (SD). Saya terkejut pertanyaan yang diajukan benar-benar sulit. Dari kedua “kasus” pendidikan PT dan SD tadi dapat kita ambil kesimpulannya adalah pola pendidikan tinggi di Indonesia meneruskan “tradisi” pendidikan SD yang sarat dengan muatan, namun sedikit relevansi. Mengapa ini semua bisa terjadi? Jawabannya terletak pada kesalahpahaman pengelola pendidikan formal yang semata menekankan pentingnya kelulusan dan muatan pengajaran. Tidak jarang akhirnya siswa terpaksa mengikuti pelajaran tambahan, baik yang diselenggarakan oleh sekolah yang bersangkutan maupun lembaga lain, semata-mata untuk mengejar


N ua n s A 126 TH XXI/2010

19

Budaya

Prosesi Spiritual yang Berubah Banal Oleh Surahmat

S

eorang teman saya yang bekerja pada sebuah percetakan, dengan sedikit malu-malu bermaksud meminjam uang beberapa hari lalu. Ia mengaku terkena sindrom lebaran, kebiasaan berbelanja berlebih saat lebaran hingga tabungannya nyaris habis. Kejadian ini bisa menggambarkan perilaku konsumtif selama Ramadhan dan lebaran pada masyarakat kita. Entitas Muslim di Jawa, bahkan Indonesia, tampaknya tidak mampu menahan godaan untuk merayakan Idul Fitri secara mewah. Kebiasaan berbelanja berlebih memang bagian dari perayaan Idul Fitri yang telah lama terjadi pada masyarakat Indonesia. Berbelanja, memperindah rumah, bahkan menyuguhkan beragam makanan menjadi bagian tak terpisahkan selama lebaran. Karena itulah pengeluaran seseorang atau sebuah keluarga naik drastis. Lebaran galibnya dipahami sebagai ekspresi suka cita setelah selesai melaksanakan puasa Ramadhan. Padahal jika dicermati, kebiasaan berbelanja berlebih hanyalah euforia yang lebih dekat dengan kemubadziran. Banyak barang yang sebenarnya tidak perlu namun terpaksa dibeli karena dorongan untuk merayakan lebaran secara besar-besaran. Fenomena ini menarik karena juga dipengaruhi pemahaman konsep yang keliru antara Lebaran dan Idul Fitri. Meski kerap disamakan sebenarnya ada rentang yang amat jauh antara keduanya. Idul Fitri, sebagai momentum spiritual entitas Muslim, dirayakan oleh seluruh umat Muslim di dunia. Sedangkan lebaran, yang dalam praktiknya lebih menyerupai prosesi budaya, hanya ditemukan di Indonesia.

Empat ‘L’ Perilaku konsumtif yang menyertai lebaran setidaknya dapat diamati dalam laku empat L, yakni lebaran, laburan, liburan, dan leburan. Keempatnya melebur dalam sebuah perhelatan yang jamak disebut masyarakat sebagai Idul Fitri. Lebaran di Jawa identik dengan berbagai tradisi, baik yang digelar secara individu maupun komunal. Selain tradisi membeli baju baru, pada hari-hari Ramadhan masyarakat banyak melakukan ziarah massal. Pada hari itu pula masyarakat seperti di Banyumas biasanya melakukan lunas atau membersihkan kuburan bersama-sama.

Jelang Idul Fitri masyarakat juga terbiasa mempersiapkan berbagai hidangan dan aneka ragam jajanan. Bahkan untuk memeriahkan lebaran beberapa kelompk masyarakat biasa mengadakan arisan lebaran jauh hari sebelum puasa dimulai. Dengan maksud menyemerakan Idul Fitri beberapa kelompok masyarakat di pedesaan Banjarnegara misalnya, berinisiatif arisan kambing, sapi, atau kerbau sebagai persiapan lebaran. Selain lebaran, laku laburan atau menghias rumah juga masih langgeng dilakukan masyarakat di Jawa Tengah. Labur adalah batu gamping yang dulu digunakan masyarakat untuk mengecat dinding gedheg atau kayu. Konotasi laburan pelan-pelan bergeser merujuk pada kegiatan menghias rumah, baik dengan cat maupun dengan memasang ornamen, karena labur sendiri mulai jarang digunakan. Dulu laburan dirasa perlu untuk menyambut sanak saudara jauh yang akan berkunjung. Selain sebagai bentuk penghormatan, laburan juga dimaksudkan untuk meningkatkan pamor diri dan keluarga. Sebab, beberapa kelompok masyarakat masih percaya, rumah yang indah menggambarkan kemapanan ekonomi pemiliknya. Laburan sangat dekat perilaku konsumtif sebab memerlukan biaya besar. Apalagi belakangan ini latah-latahan laburan tidak hanya terwujud dalam kegiatan mempercantik rumah, tetapi juga membeli perabot rumah tangga baru. Karena itulah biaya yang diperlukan menjadi besar. Sebagai kegiatan yang belakangan identik dengan Idul Fitri, liburan juga menggambarkan perilaku konsumtif masyarakat. Karena banyak orang menganggap liburan harus dilakukan dengan melakukan kunjungan ke objek wisata, liburan memerlukan biaya lebih. Ini berbeda dengan konsep liburan lama yang hanya berarti cuti atau break bekerja. Liburan dalam arti berwisata saat ini bukan lagi monopoli masyarakat kelas menengah ke atas. Pasca-Idul Fitri kita bisa mengamati masyarakat kelas menengah ke bawah juga terlihat antusias berwisata meski dengan cara berbeda. Mereka mengunjungi berbagai objek wisata lokal, seperti pantai, kebun binatang, atau pentas dangdut sekalipun harus berdesak-desakan naik kendaraan bak terbuka. Di antara empat L di atas, barangkali hanya leburan yang esensinya lebih dekat dengan aspek spiritual. Leburan

target beban dan kelulusan. Sedemikian parahnya “beban” yang ditanggung peserta didik sehingga sebuah sekolah taman kanak-kanak di Jakarta menjalankan prosedur tes psikologi bagi calon siswa. Pendidikan dan politik Banyak kekeliruan yang seharusnya dapat dielakkan dalam pengelolaan pendidikan. Kontrol sosial terhadap pendidikan formal adalah hal mutlak dan harus selalu diutamakan. Pendidikan di Indonesia terlalu berharga untuk semata diserahkan mentahmentah kepada para ‘pendidik’ dan birokrat, apalagi para politisi pembuat undang-undang (kata Slank ujung-ujungnya duit) pendidikan. Di saat hirukpikuk kampanye pemilu, siapa yang peduli dengan pengembangan pendidikan? Partai mana yang berani “menjual” platform pendidikan? Berapa anggaran pendidikan partai politik apabila mereka menang pemilu? Pendidikan selalu merupakan hal yang terabaikan dalam politik sehingga akhirnya tak heran apabila tak ada satu partai pun yang peduli bahwa kegiatan be-

adalah kebiasaan berkunjung ke rumah tetangga untuk sungkeman, meminta maaf atau melebur dosa. Dengan melakukan leburan masyarakat percaya dosa antara sesama manusia dapat dimpuni asal keduanya ikhlas. Namun demikin, tradisi leburan juga patut kita kritisi karena belakangan telah berubah menjadi peristiwa budaya semata. Sungkeman yang mestinya menggambarkan bakti seseorang yang lebih muda terhadap orang yang lebih tua telah menjadi kebiasaan yang dangkal. Sedangkan bermaafmaafan yang mestinya menjadi tolak balik perubahan sikap dari kurang baik menjadi lebih baik juga menjadi sekadar kebiasaan. Mulai terbalik Dari tradisi sungkem dan bermaamaafan itulah kita bisa melihat masyarakat mulai terbalik menempatkan prioritas. Idul Fitri yang mestinya menjadi peristiwa sakral justru tergeser oleh keinginan merayakan lebaran secara besar-besaran. Keduanya seolah-olah terhubung secara resiprokal meski lebaran

lajar mengajar sebuah sekolah yang digusur dilakukan di luar ruangan. Seberapa parahnya persoalan pendidikan Indonesia terungkap jelas dalam artikel, UAN Apa yang Kau Cari? (Kompas, 17 April 2004). Dalam artikel ini jelas menyatakan bahwa kurikulum dan sasaran pendidikan Indonesia tidak mengalami perubahan berarti sejak lebih dari setengah abad yang lalu. Pada saat kurikulum Indonesia didesain seperti pendidikan negeri kincir angin, Belanda yang tujuannya tidak lain adalah mempersiapkan lulusan untuk bekrja di kantor-kantor VOC, menjadi pegawai kompeni yang dianggap berstatus nomor wahid. Kebanyakan akhirnya beralih menjadi pegawai negeri setelah Indonesia merdeka. Pertanyaannya sekarang adalah apakah ini masih relevan? Karakter sebagai fitrah Penyelenggara pendidikan di negara maju memahami persis bahwa fitrah manusia memang berbedabeda, sebagaimana halnya sifat alam. Penghargaan akan talenta dan keunikan SDM diharagai sedemikian tinggi sehingga tidak heran apabila atlet atau penya-

sebenarnya hanyalah ekspresi kesukacitaan merayakan Idul Fitri. Kekeliruan menempatkan prioritas semakin kentara karena momentum Idul Fitri sengaja dimanfaatkan pemilik modal (kapitalis) untuk kepentingan bisnisnya. Melalui berbagai iklan dan promosi kaum kapitalis terus menerus mendorong masyarakat merayakan Idul Fitri dengan berbelanja. Maka tidak heran jika jelang Idul Fitri lalu hampir semua pusat perbelanjaan menawarkan great sale. Prioritas yang terbalik juga dapat diamati pada fenomena mudik yang langgeng hingga kini. Saat melakukan perjalanan mudik banyak orang memilih tidak berpuasa meski keutamaan puasa Ramadhan lebih ditekankan agama daripada mudik (silaturahmi). Perlahan tapi pasti, Idul Fitri bergeser dari perayaan spiritual menjadi prosesi budaya yang konsumtif dan banal. Surahmat Pegiat Komunitas Nawaksara Banjarnegara.

nyi memiliki penghasilan berkali lipat lebih besar daripada bankir, birokrat, apalagi politisi. Ibarat tanaman tropis tidak dapat tumbuh baik di iklim dengan empat musim, manusia juga memiliki berbagai karakter sehingga tidak dapat disamaratakan. Tujuan pendidikan bukanlah menyeragamkan kemampuan murid hingga memahami seluruh muatan pendidikan dan lulus ujian, melainkan mengidentifikasi dan mengembangkan karakter-karakter unggul yang dimiliki peserta didik. Sudah saatnya kita memperbaiki kurikulum pendidikan Indonesia untuk lebih menghargai fitrah manusia. Tidak semua orang ingin menjadi pegawai negeri, bukan? Bisa dibayangkan betapa besarnya potensi yang dimiliki Indonesia apabila human capital-nya diolah dengan benar, karena seorang tamatan SMA bahkan SD saja banyak yang jadi pengusaha sukses. *Mahasiswa Sastra Indonesia, alumni tabloid Nuansa


20

Budaya

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Menunggu Kematian Parsun Cerpen Surahmat

G

ila, dia memintaku mencari Tuhan meski kupikir sebelumnya mencari Tuhan adalah pekerjaan yang melelahkan. Mereka yang melakukannya, belum tentu berhasil menjadi nabi atau rasul. Orangorang yang tersesat malah jadi kafir. Ii dipenjara atas tuduhan penistaan agama, atau dipergunjingkan karena murtad. Mana mungkin aku menjadi nabi kalau Muhammad adalah yang terakhir? Lebih gila lagi ia menyuruhku mencari Tuhan dalam kuku jempol kakiku. Hanya bagian tubuh seukuran dua centimeter tempat ia memintaku mencari Tuhan, Dzat Maha Besar yang mengatur jagat. Suatu sore di atas jembatan dekat pertigaan. Jalan desa tampak lengang. Aku duduk di atas leneng jembatan bersama Parsun. Jalan di sekitaranya masih berantakn, hanya susunan batu yang belum sempat dislender. Dia terkekeh melihatku kesakitan. Dua jam lalu kakiku kesandung di salah satu bongkah batu. Kuku jempolku patah, nyaris lepas, merembaskan darah dalam butiran-butiran kecil. “Nah, sudah kau rasakan ada Tuhan dalam kuku kecilmu,” ucap Parsun dalam bahasa sinis. Senyumnya sinis, menarik kedua sudut mulutnya kedua arah yang tak sama. Aku selalu berpikir Parsun orang paling tidak bisa aku percaya. Ia hanya pembual yang mengemis dipercaya. Apalagi saat dia bilang, “Tuhan ada dimana-mana.” Ia mengatakan kalimat itu beberapa kali saat kami bertemu. Ia berdiri sambil mengangkat tangannya dalam posisi 120 derajat dari ketiak. Pandangannya mendungak. Parsun hanya lelaki biasa di kampung Rajasona. Yang membuatnya istimewa, sekaligus menakutkan hingga anak-anak selalu dilarang orang tua mereka menemuinya, adalah luka bakar di sebagian besar tubuhnya. Ia penderita sawan celeng, sejenis epilepsi akut. Beberapa kali ia terjungkal dalam bara api di tungku rumahnya karena tiba-tiba penyakitnya kumat. Ia terkapar di atas bara, terpejam seperti bayi berumur tiga tahun tidur dalam dekapan ibu. Jika kesadarannya pulih, eramannya terdengar. Dari mulutnya keluar busa. Ia mengaduh dalam bahasa yang sulit dimengerti, seperti celeng kesakitan. Tak ada seorangpun yang dapat mengerti eramannya. Kulit tubuhnya mengelupas, memperlihatkan otot dan daging punggungnya yang merah gosong. Di sudut desa, hanya 20 meter dari rumahku, Parsun tinggal. Ia memiliki sebuah rumah beratap ijuk joglo warisan orang tuanya. Meski sudah empat puluh tahun usianya, ia tak pernah menikah. Tak ada wanita di desa yang mau Parsun dekati. Semua wanita, dari gadis berusia belasan tahun hingga janda mati yang setengah abad usinya, selalu memalingkan muka saat bertemu dengannya. Kulit tubuhnya yang melepuh membuat siapa pun merinding, membuat siapa pun hilang nafsu makan jika mengingatnya. Ada jendela kaca di rumahku yang berhadapan dengan rumah Parsun. Dari jendela itulah beberapa menit dalam sehari aku mengamati rumahnya. Ia tak pernah sekali pun membersihkan rumah dan halaman, kotoran berserakan di lantai tanahnya.

Aku menyeruput kopi yang kuseduh setengah hangat. Dari balik jendela aku awas menatap rumah Parsun, juga melebarkan daun telinga. Masih tak ada suara. Setengah jam, kopi di cangkirku tersisa setengahnya. Dugaanku tak meleset. Parsun terdengar mengeram sejadi-jadinya. Seperti celeng alas yang ditembak pemburu. Kian keras ia meracau, tak pernah bisa aku pahami. Bergegas aku mengampirinya. Untuk ke sekian kali Parsun terpanggang di atas bara api tungkunya. Celana dan kaos oblongnya masih menyala. Darah mengucur deras; dari kaki, wajah, juga luka lama yang belum kering sepenuhnya. Melihat Parsun membuatku ingin membunuhnya. Dengan cara apaun aku ingin membunuhnya. Sudah lama aku berniat melakukan itu, hingga hari ini. Kalau sampai hari ini niat itu belum terlaksana bukan karena niatku surut. Justru belakangan kian menggebu. Tapi aku bingung bagaimana aku melakukannya. Yang jelas aku tak akan tega jika harus menghujamkan golok di atas ubun-ubunnya, meski ia tak akan merasakan sakit, kecuali dalam sekaratul mautnya, cara itu terlalu mengerikan. Untuk kesekian kali. Matahari baru beranjak sebagian. Aku melihat tubuh lelaki itu di atas bara api. Ia terbakar hidup-hidup. Untuk kesekian kalinya aku hanya bisa manrik tubuhnya, menyingkirkannya dari tungku, dan membiarkannya berebahan di atas tikar pandan. Racauan Parsun terdengar lebih keras, dalam bahasa yang aneh, seperti celeng alas terkena jebakan. Dan saat itulah tetagga-tetangga lain berdatangan. “Angot lagi?” Tanya mereka, lantas meludah setelahnya. *** Di atas tikar pandan, malam harinya, aku duduk menemani Parsun. Ia tersenyum-senyum, menyandarkan punggungnya di pojok ruangan. Aku menyeduhkan secangkir kopi tanpa gula. Ia tak pernah menikmati gula. Di ambang tengah malam angin semakin dingin. Ia tetap telanjang dada karena luka-lukanya tak mungkin dipakaikan baju. Darahnya masih sesekali keluar, menciptakan lukisan alam paling buruk. “Kamu sudah pengin mati Sun?” tanyaku. “Belum. Kenapa?” “Cuma pengin tahu, barangkali pengin bunuh diri.” “Saya tunggu nasib saja, Kang.” “Atau kita percepat saja nasib itu?” “Maksumu kang?” “Aku pengin bunuh kamu.” “Jangan Kang. Nanti malah sampeyan yang repot.” “Atau kamu saja yang bunuh diri?”

Udara malam makin dingin. Aku dan Parsun tetap terjaga. Beberapa jam masih ia sandarkan punggungnya yang penuh luka pada dinding kayu. Darah masih keluar.

Giliran dia tanya, aku kelimpungan. “Sampeyan sendiri kenapa tidak sholat?” Aku tertunduk menghindari tatapannya. Tak tahu harus menjawab apa. Seingatku, sepanjang umurku, sholat terakhir aku kerjakan saat masih kanak-kanak, tiga puluh tahun silam. Saat itu aku sangat gemar ke langgar mengikuti jemaah Maghrib. Selepasnya, setelah aku dewasa, tak sekalipun aku sholat. Kedua orang tuaku bosan mengingatkan. Sedang Sarkiem, istriku, rupanya tak berani mengingatkanku. Sholat adalah kewajiban. Aku tahu itu. Tapi kenapa diwajibkan, jawabnnya belum aku temukan. Agaknya Tuhan terlalu pelit memberiku hidayah untuk jawaban itu. *** “Sama. Nanti sampeyan juga yang repot.” “Terus kapan?” “Nunggu nasib saja.” Udara malam makin dingin. Aku dan Parsun tetap terjaga. Beberapa jam masih ia sandarkan punggungnya yang penuh luka pada dinding kayu. Darah masih keluar. Kematian Parsun sudah lama aku dambakan. Dalam tiap doa, kalau sesekali sholat, aku selalu mendoakannya. “Ya Tuhan cepatkanlah ajalnya.” Aku benar-benar tidak tega menghadapi Parsun. Bahkan aku bingung harus berbuat apa. Pertama, aku tak mungkin menyembuhkannya. Tidak mungkin aku membiayai pengobatan di rumah sakit. Sedangkan puluhan dukun yang aku undang tak pernah menjelaskan apapun. Kedua, rencana untuk membunuhnya selalu urung karena sampai sekarang aku tak menemukan cara yang tapat. Ia akan menjawab, tiap kali aku menggagas kematianya, “nunggu nasib Kang.” Saat masih muda Parsun seorang muadzin yang handal. Banyak orang suka caranya melantunkan adzan, nyaman didengarkan. Tiga kali sehari ia datang ke Masjid, menyalakan amplifier dan melantangkan suaranya. Sebelumnya ia juga seorang penjaga gawang yang hebat di kesebalasan sepak bola kampung kami. Meski kerap emosi dan membuat kerusuhan, Parsun selalu dipercaya menjaga gawang. Tubuhnya terlihat enteng, melayang kesana kemari menangkap bola yang hendak disarangkan lawan. Ia berhenti adzan saat sawan celengnya kumat pertama kali waktu itu. Ia berdiri di shaf terdepan, persis di belakang imam. Di rakaat awal, beberapa saat sebelum imam selesai membaca Al-Fatihah, Parsun roboh tiba-tiba. Tubuhnya terjatuh di atas lantai plester mushala kami. Mulutnya mengeluarkan busa, mengerang seperti celeng yang kesakitan. Dua puluh tiga tahun silam. Sejak saat itu aku tak pernah melihatnya ke mushala lagi. Ia juga tak mengerjakan sholat di rumahnya. Dalam sebuah perbincangan ia mengatakan telah mendapat dispensasi dari Tuhan untuk meninggalkannya. Aku sependapat; orang sepertinya memang tak perlu mendapat kewajiban sholat. ”Mestinya.”

Di leneng jembatan dekat pertigaan jalan aku masih memegangi kuku jempolku. Parsun berkali-kali menertawakanku. Senyumnya sinis, seraya mengejek. Tampak seram karena salah satu pipinya terdapat luka bakar. “Sampeyan pasti bilang itu kebetulan,“ ucapnya. Aku mengangguk. Bagiku tentu saja begitu. Aku hanya kebetulan tidak hatihati waktu jalan. Karena kurang konsentrasi kakiku menabrak batu. Pikirku begitu. “Sampeyan keliru,” sanggah Parsun, seperti tahu jalan pikiranku. “masih belum percaya nasib?” Aku mulai marah. Ia terus menerus terkekeh-kekeh saat aku menahan sakit. Ia mendekatiku. Menarik kukuku cepat-cepat. Aku menejerit, meronta, sambil mengumpatnya. “Asu!“ Darah keluar dari akar kukuku begitu cepat. Aku menangis, meronta, kembali mengumpatnya. “Wong edan kowe.“ “Ini hanya kebetuan, tidak ada yang mengaturnya. Setahun lagi kukumu pasti tumbuh lagi.“ Aku menangis, meronta, juga terus mengumpatnya. “Asu!“ Semarang, 17 Oktober 2009. Surahmat adalah penulis kelahiran Banjarnegara 6 April 1988. Saat ini aktif di KomunitasNawaksara yang dikoordinatorinya. Selain menulis cerpen ia juga menulis essai dan novel. Novelnya berjudul BONANG telah terbit Februari lalu.

Redaksi menerima Cerita Pendek dari pembaca. Tulis Cerita pendek Anda sepanjang 7000 - 9000 karakter, dilampiri foto dan identitas diri secara lengkap, lalu kirim ke redaksi Nuansa atau bisa lewat e-mail di tabloidmahasiswanuansa@ gmail.com. Cerita pendek diterima redaksi paling lambat sebulan setelah NuansA edisi ini terbit. Bagi yang Cerpen-nya dimuat akan mendapat imbalan sepantasnya.


N ua n s A 126 TH XXI/2010

21

Budaya

Tradisi Mripun terbingkai Modernitas

S

alah satu pesan yang ditekankan masyarakat Jawa, yang dikenal menyukai kehidupan komunal, adalah mripun kepada orang yang lebih tua. Cara ini, selain diyakini mampu menjaga hubungan baik, juga menjadikan seseorang lebih bijak bersikap. Sebab, orang yang lebih tua tentu lebih berpengalaman sehingga memiliki banyak perspektif. Secara etimologis, mripun berasal dari kata pripun yang berarti ‘bagaimana’. Namun konotasi mripun perlahan bergeser menjauhi arti harfiahnya. Tidak hanya bertanya ‘bagaimana’, mripun juga berarti mohon doa restu, pertimbangan, atau bahkan saran. Sebagai aktifitas komunikasi, dulu mripun dilakukan masyarakat di pedesaan Jawa melalui sebuah kunjungan. Pihak yang lebih muda, dengan unggah-ungguh, mengunjungi orang yang dituakan untuk berbagi cerita, pandangan, atau pendapat. Tidak hanya berbasa-basi bertanya kabar, dalam mripun biasanya terbangun komunikasi dua arah yang hangat. Orang yang lebih muda meminta pertimbangan orang yang lebih tua mengenai berbagai urusan. Dalam tradisi masyarakat Jawa, hal yang wajib dikonsultasikan kepada orang tua biasanya berkaitan dengan rencana (gawe) besar, seperti membangun rumah, mengkhitankan atau menikahkan anak, atau membeli tanah. Perkara-perkara tersebut dianggap penting karena berkaitan dengan kelangsungan hidup seseorang.

Membangun rumah misalnya, perlu dikonsultasikan kepada orang tua karena perlu mempertimbangkan hari baik. Kepercayaan lama yang hidup di tengah masyarakat Jawa, bahkan hingga kini masih lestari di beberapa daerah, menganggap pemilihan hari baik akan mempengaruhi kehidupan keluarga yang akan menghuninya. Tidak sekadar menentukan keharmonisan rumah tangga tetapi juga keamanan harta benda dan keselamatan penghuninya. Hitung-hitungan Jawa, yang menghubungkan hari membangun rumah dengan tanggal lahir calon penghuninya, menghasilkan empat jenis hari (dina), yakni bumi, candi, rogoh, dan sempoyong. Dari keempatnya hanya bumi dan candi saja yang bisa digunakan untuk membangun rumah. Hari rogoh harus dihindari karena akan membuat rumah yang dibangun rawan dirogoh orang (kemalingan), sedangkan hari sempoyong tidak diijinkan karena rumah yang akan dibangun mudah rusak atau sempoyongan. Selain membangun rumah, hajatan yang penting dikonsultasikan kepada orang tua adalah mengkhitankan atau menikahkan anak. Sebab ada kepercayaan yang menganggap pilihan hari akan mempengaruhi masa depan anak. Jika hari yang dipilih tepat anak akan menemui masa depan yang bahagia, demikian sebaliknya. Sayangnya, karena dianggap kolot dan berpotensi syirik, kebiasaan thuk gathuk mathuk hari ini mulai ditinggalkan. Masyarakat yang kontra menganggap hal itu tidak selaras dengan seman-

gat kemajuan. Sedangkan kalangan lain menyebut kebiasan ini tidak bisa diterima akal sehat sebab pada dasarnya semua hari baik.

Melawan Modernitas Mripun sering disamakan dengan konsultasi meski konsep keduanya memiliki rentang yang cukup jauh. Mripun adalah tindakan yang bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat supaya seseorang yang lebih muda tidak melangkahi orang yang lebih tua. Sedangkan konsultasi, sebagaimana diungkapkan Poerwadarminto, berarti bertukar pikiran untuk mencari kesamaan kesimpulan atau solusi. Sebagai bukti bakti seseorang terhadap orang yang lebih tua mripun sama sekali tidak memiliki cela, tidak terkesan kolot apalagi syirik. Sebab, orang tua yang eksistensi (termasuk eksistensi keilmuannya) tidak diakui akan merasa tersinggung bahkan sakit hati. Sebaliknya, seseorang yang dimintai pendapat tentang suatu hal akan merasa terhormat karena diakui keberadaannya. Dengan begitu akan terjalin komunikasi yang baik antara seseorang dengan generasi sebelumnya. Meski mripun mampu merekatkan silaturahmi, saat ini tidak banyak orang yang merasa perlu mempraktikannya. Generasi moderat yang pro teknologi seperti merasa tidak perlu bertatap muka dengan keluarga atau saudara yang dituakan karena telah diwakili teknologi. Akibatnya, mripun hanya dilakukan melalui pesan singkat (SMS), telepon, atau video call.

Memanfaatkan teknologi dalam komunikasi memang lebih efektif, namun terasa rumpang. Sebab, komunikasi yang baik bukan sekadar urusan menyampaikan pesan, tetapi harus dilengkapi dengan perasaan. Selain pesan, komunikasi dibangun oleh pilar sosial dan psikologis yang unik dan sulit disegmentasikan. Karena itulah aktivitas berkomunikasi akan terasa rumpang jika dilakukan oleh teknologi. Telepon seluler yang dalam satu dasawarsa terakhir sangat populer digunakan masyarakat seringkali membuat penggunanya menafikan pentingnya tatap muka. Akibatnya, tradisi mripun mulai ditinggalkan secara perlahan. Tatap muka dianggap tidak penting karena bisa diwakili oleh SMS atau telepon. Padahal jika kita cermati, komunikasi melalui teknologi sangatlah kering. Ponsel secanggih apapun tidak memiliki napas, suara sengau khas penderita influeza, bersin, atau bau keringat. Ponsel juga tidak bisa mengernyitkan kulit kening, menaik-turunkan jakun, atau mengatur tekanan napas sebagaimana manusia. Dan, yang lebih penting, ponsel atau produk teknlogi komunikasi lain tidak mampu menunjukkan rasa hormat seseorang kepada orang yang lebih tua sebagaimana mripun. R. Petuguran Mahasiswa FBS Unnes

Otak Atik Otak Kirim Jawaban Otak Atik Otak Anda pada selembar kartu pos ke kantor BP2M Unnes, Gedung UKM Universitas Negeri Semarang, paling lambat 21 Maret 2010. Redaksi hanya akan mengundi jawaban yang disertai Kupon Otak Atik Otak Nuansa 126. Pemenang akan diumumkan melalui Buletin Mingguan mahasiswa Express. Pemenang akan mendapatkan souvenir menarik. Otak Atik Otak tidak berlaku bagi anggota BP2M Unnes.

Mendatar:

Menurun:

1. Gemuk atau padat berisi 3. Sebutan putri bangsawan Deli 5. Tesaurus 7. Gerakan 9. Jenis Kapal 11. Bongkahan 12. Gambar, Ukiran 13. Penutup kerangka mobil 14. Sajak/ lirik untuk memuji seseorang 15. Jagat 17. Tempat lahir sastrawan Pramoedya Ananta Toer 18. Istirahat 19. Penggabungan 20. Kemasan rokok

1. Kafi 2. Nama buah 4. Jusuf Kalla 5. Orang yang mencipta/ mengubah gerak tari 6. Beranda di rusuk rumah 8. Menurut 10. Mengenai keindahan 14. Sebuah merek mobil, dibuang huruf depannya 16. Kata tunjuk

Kupon Otak Atik Otak NuansA

126


22 GENGGAM

Puisi

ENTAH…???

Berjuta mimpi ku ukir dalam benakku Terpatri dalam hatiku Kokoh melebihi besi berani di ujung seberang Satu per satu ku wujudkan Meski tertatih, Namun tak urungkan niat ini Hingga kudapat genggam semua itu

N ua n s A 126 TH XXI/2010

Entah… Ingin rasanya aku menangis, aku yang kesepian di tengah gelak tawa, aku yang merana meratapi kebahagiaan yang tak bisa kurasa, aku yang ingin seperti mereka… Entah… Ingin rasanya aku teriak meneriaki kebahagiaan yang tak kunjung nyata lalu melepas kata-kata dari mulutku, mengejar semua yang meninggalkanku mengumbar emosi biar mengendalikan tubuh dan otakku

Bukan untukmu.. Untuknya, dia atau mereka, Namun untukku.. tuk buktikan pada diri ini “aku mampu!” Tak hanya berangan Tak sekedar berorasi Dan tak cuma modal nyali Karenanya ku yakin, Aku mampu gapai mimpi-mimpi Walau beribu kerikil dan batu tak jarang ku jumpai Tapi aku percaya Aku punya sejuta cara Tak sekedar tuk lewatinya Namun tuk atasinya..

Entah… Oh Tuhanku, semua makhlukMu telah Engkau cipatakan, lengkap dengan nasib dan keberuntungan, Lalu, apakah aku makhluk yang terlewatkan???? Akukah??? Entah…

Fajri

Emy Dyah Nur Fitriyana

Ada Tiada Tuesday, November 10, 2009 Tak ada yg mampu mengubah ketiadaan yg telah ada menjadi ada.. Karena ketiadaan itu telah pergi dan berbekas kenangan digantikan yg ada.. Ketiadaan akan hal akan selalu ada.. Sebab tiap yg tiada berasal dari yg ada,. Dan yg ada itu datang bersama ketiadaan.. Waktu.. Setelah ketiadaan.. Aku temukan ke- ada -an.. Meskipun sepertinya yg ada kelak akan ber-tiada lagi.. Entah besok atau lusa.. Tapi aku senang aku telah ada, dan ketiadaan menjadikan ku, menjadikanmu menjadi ada.. Indah Puspita Sari

Anekdot

Cerita Seorang Sufi

Wasiat kakek

Alkisah ada seseorang yang dianggap sudah mati diusung oleh teman-temannya ke kuburan. Ketika peti sudah hampir dimasukkan dalam liang lahat, orang itu tiba-tiba hidup kembali dan mulai memukul-mukul tutup peti.

Satu ketika saat menjelang ajal, seorang kakek berpesan kepada cucu kesayangannya. Kakek : “Cu, tolong pegang teguh amanat Kakek.” Dengan nafas tersengal, dan tatapan mata bertanya-tanya, si cucu berkata Cucu : “Iya, Kek. Memang amanat apa? Cucu berjanji akan memegang amanat yang Kakek berikan.” Kakek : “Benar lho, Cu. Kamu lakukan apa yang Kakek amanatkan. Setelah Kakek meninggal nanti, jangan pernah kamu menjual tanah di belakang rumah.” Cucu bertanya. Cucu : “Kenapa? Bukankah Kakek sudah tidak butuh tanah lagi setelah meninggal nanti?” Kakek : “laksanakan saja, Cu. kalau kau ingin selamat.” Cucu : “Lantas kenapa?” nada cucu mamaksa. Lima detik sebelum degub jantung Kakek terhenti, Kakek sempat menjawab keheranan cucu. Kakek : “Tanah itu milik tetangga sebelah!” Cucu : “2(a)”n98%4?n?1113#nC0%$12i@,d**4??”

Peti dibuka. Orang itu bangkit. “Apa yang kalian lakukan?” katanya kepada orang banyak yang berkumpul di sekelilingnya. “Aku ini hidup. Aku tidak mati.” Kata-katanya ditanggapi dengan suasana diam penuh keheranan. Akhirnya salah seorang pelayat berkata, “Saudara, para dokter bersama dengan para imam menyatakan bahwa engkau sudah mati. Orang-orang sepandai itu tidak mungkin salah.” Maka tutup peti disekrup lagi dan ia dimakamkan sebagaimana mestinya.


N ua n s A 126 TH XXI/2010

23

resensi

Korupsi Musuh Kita Bersama Judul Buku : Pengarang : Penerbit : Tahun : Kota : Tebal :

Masalah korupsi menjadi masalah yang serius di tubuh pemerintahan. Tidak hanya masalah lokal, tetapi sudah menjadi fenomena internasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan merusak seluruh sendi kehidupan. Sehingga perhatian masyarakat sangat tinggi terhadap fenomena korupsi ini. Lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, bahkan KPK dan sanksi yang sudah lama ada di Indonesia belum mampu mengatasi korupsi hingga ke akarnya. Pertanyaan yang muncul adalah “Masih perlukah tindakan pencegahan berupa pendidikan anti korupsi?” Demokrasi menjadi tidak semanis kembang gula. Ketika tatanan hukum dan sistem pendidikan terpisah dari rangkaiannya. Pendidikan anti korupsi diperlukan sebagai bagian integral untuk meluruskan demokrasi yang mengalami disfungsi. Dalam kamus

Pendidikan Anti Korupsi Eko Handoyo Widya Karya 2009 Semarang 146 Halaman

Korupsi saat ini tidak hanya melanda dunia politik, tetapi juga ekonomi dan sosial. Pelakunya mulai dari rakyat kecil sampai kalangan birokrasi dan pemerintahan. Korupsi tampaknya sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia yang merupakan penyakit di luar diri bangsa. Korupsi merupakan penyakit bawaan, sebab benih-benih korupsi sudah ada dalam tubuh bangsa, tidak hanya pada masa ketika Indonesia dijajah kolonial, tetapi sudah belangsung pada masa kerajaan-kerajaan nusantara. Kultur korupsi telah sampai pada level yang membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Bahkan secara universal boleh dikata korupsi sama tuanya dengan umur manusia atau paling tidak sejak adanya organisasi negara, korupsi muncul mengiringinya. Korupsi muncul menyertai kelahiran negara, sebab negara memiliki kekuasaan (power) yang jika tidak dijalankan secara tertib atau amanah akan dengan mudah diselewengkan ; pandangan Azra (2006 : viii).

Menjadi Muslimah Seutuhnya Judul Buku Ukuran Tebal Harga Penerbit

B

: : : : :

How to be a True Moslem Girl 14,5 x 20,5 144 halaman Rp 21.000,00 Indiva Media Kreasi

yang ditulis oleh Deasylawati P. ini mengupas tuntas bagaimana seorang wanita muslim dapat menjadi muslimah sejati. Yakni muslimah yang tidak hanya pengakuan beragama Islam saja, tetapi juga muslimah yang mengerti dan dapat memahami Islam dan hukum-hukumnya. Di dalamnya terdapat berbagai hadist dan petikan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan wanita. Selain seputar masalah Islam, buku yang dicetak untuk kedua kalinya pada bulan April 2009 ini juga menyajikan berbagai pengetahuan mengenai wanita, seperti masalah mengenai alat reproduksi wanita, make up, dan tubuh. Selain itu, buku ini juga membubuhkan tips untuk merawat diri agar wa- n i t a muslimah dapat menjaga kebersihan rohani dan jasmani. Seperti tentang bagaimana cara ‘mengakali’ make up agar make up yang tidak perlu justru dapat berguna untuk para wanita dan tidak mubadzir. Tidak hanya itu, buku ini juga mengupas fenomena jilbab yang berubah menjadi trend dan mode sehingga kadang mengubah nilai syar’i yang ada didalamnya. Keistimewaan buku ini terletak pada gaya bahasa penulis, yakni menggunauku

kan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, terutama oleh para remaja. Meski tidak baku dan terkesan ‘gaul’, bahasa yang dipakai justru menimbulkan kesan yang menyenangkan dan tidak membosankan bagi para pembaca. Penulis juga beranggapan, sebenarnya Islam itu mudah untuk dipelajari. Keistimewaan lain, penulis selalu membubuhkan hadist dan petikan ayat-ayat Al-Qur’an dalam buku ini, sehingga pembaca akan lebih yakin dengan isi buku ini. Sayangnya, buku ini masih memiliki kesalahan dalam penulisan ejaan, terutama ejaan bahasa asing yang digunakan oleh penulis. Seperti kata ‘of f course’, ejaan yang tepat adalah ‘of course’ (tentu saja) dengan ‘f ’ tunggal. Secara keseluruhan, buku ini mampu menyampaikan pesannya dan dapat mempengaruhi pembaca dengan isi yang disampaikan. Buku ini merupakan salah satu best seller atau buku terlaris diantara buku-buku yang diteritkan Indiva Media Kreasi. Buku ini sangat cocok untuk para perempuan yang ingin mempelajari Islam secara ringan dan mudah dimengerti. Wita

lengkap Bahasa Indonesia terbitan Media Center diartikan sebagai hal atau keadaan tidak berfungsinya sesuatu secara wajar. Cita-cita luhur universal demokrasi adalah memberikan ruang kebebasan bagi setiap manusia untuk mendapatkan hak-hak kemanusiaannya itu sendiri. Salah satu kegiatan dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi adalah melalui pendidikan anti korupsi kepada pelajar. Mereka yang dalam waktu relatif singkat akan segera bersentuhan dengan beberapa aspek pelayanan publik. Sehingga apabila mereka dapat memahami lingkup, modus, dampak dari korupsi baik dalam lingkup yang paling dekat dan dalam skala yang paling kecil hingga lingkup makro dan mencakup skala yang besar, minimal mereka mulai berani berkata ‘TIDAK’ untuk korupsi. Itulah sekelumit gambaran isi buku karya Eko Handoyo. Lahir di Pati, 8 Juni 1964. Lulusan terbaik 1987 IKIP Semarang ini kini menjadi salah satu

dosen di jurusan PMP/KN (kini menjadi PPKn). Buku ini merupakan buku keempat yang ia tulis. Hampir seluruh karyanya tidak pernah jauh dengan tidak jauh dari tema politik, hukum, dan sosial terutama yang bergayutan dengan persoalan pembangunan. Buku Pendidikan Anti Korupsi banyak memberikan pengetahuan konsep dan bentuk-bentuk korupsi, faktorfaktor penyebabnya, lembaga-lembaga anti korupsi, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan korupsi yang belum kita ketahui termasuk partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Dengan bahasa yang mudah dipahami semua kalangan, penulis mengajak pembaca untuk memahami seluk beluk korupsi yang terjadi di Indonesia. Keistimewaan lainnya adalah, penulis menyajikan data-data tentang korupsi, baik dari nilai rupiahnya maupun pelakunya, juga uraian analisis fenomena korupsi di Indonesia. Penggunaan perspektif hukum membuat buku ini banyak menyajikan undang-undang, peraturan, pasal maupun ayat-ayat sehingga hendaknya meyakinkan pembaca bahwa perbuatan korupsi bertentangan dengan hukum dan tentu saja ada misi suci yaitu mengajak semua orang berkata “TIDAK” pada korupsi dan melawannya. Fajri

Berpetualang Dalam Tubuh Baru Judul film Jenis film Pemain Sutradara Penulis Produser Produksi Durasi

: Avatar : animasi-laga : Sam Worthington, Zoe Saldana, Sigourney Weaver, Michelle Rodriguez, Stephen Lang, Joel David Moore : James Cameron : James Cameron : James Cameron, Jon Landau : 20th Century Fox : 160 menit

Jake Sully (Sam Worthington) berharap dapat berjalan kembali dengan mengikuti program avatar. Ia adalah mantan Angkatan Laut AS yang cacat akibat sebuah pertempuran. Dengan harapan itulah, ia bersedia dikirim ke Pandora untuk mencari sumber mineral baru untuk bumi. Agar ia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan Pandora, ia dibuatkan tubuh khusus. Tubuh ini sengaja dibuat menyerupai bangsa Na’vi agar dapat membaur dengan mudah. Bangsa Na’vi memang bangsa yang anti pada manusia. Dengan tubuh baru ia dapat berjalan kembali. Dengan susah payah ia masuk dalam komunitas bangsa Na’vi, penghuni Pandora. Pandora sendiri terbagi menjadi dua bagian. Satu bagian yang tampak mengerikan dan satu bagian yang tampak indah. Di sanalah ia bertemu dengan Neytiri (Zoe Saldana), putri dari raja klan Omaticaya. Neytiri mengajarkan semua hal kepada jake hingga membuat jalinan ini menjadi cinta. Ia bingung apakah harus melanjutkan misinya untuk mengeksploitasi Pandora atau melindungi kekayaannya. Keindahan itulah yang membuat Jake sadar untuk tidak merusaknya. Keadaan semakin memburuk ketika militer memporakporandakan Pandora. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Jake akhirnya memilih untuk membela bangsa Na’vi. Dengan segenap kekuatan yang ia punya, ia melindungi Pandora dari serangan musuh. Di akhir cerita, semua prajurit militer yang masih hidup diusir dari Pandora. Film berdurasi 160 menit ini hasil garapan sutradara James Cameron. Se-

telah sukses menggarap Titanic, ia berhasil menyabet perhatian penikmat film melalui karya terbarunya ini. Sang sutradara berhasil memadu padankan adegan laga dan drama dengan baik sehingga penonton takkan merasa jemu selama menyaksikannya. Biaya besar yang dihabiskan kini terbayar lunas dengan skenario, efek suara, dan grafis yang fantastis. Hadir dengan teknologi IMAX 3D, Avatar dapat membuat penontonnya takjub dengan keindahan film ini. Teknologi animasi yang digunakan juga canggih. Dalam menampilkan ekspresi-ekspresi wajah bangsa Na’vi, sungguh tampak nyata. Tak salah jika film ini behasil mengantongi penghargaan Best Picture dari New York Film Critics Online. Selain itu, film ini masuk dalam sembilan nominasi di Broadcast Film Critics Association. Bahkan, film ini masuk dalam nominasi 67th Golden Globe Awards pada kategori Best Motion Picture - Drama, Best Director, Best Film Score dan Best Film Song bersaing dengan ‘Inglourious Basterds’. Film ini juga mendapat sambutan hangat dari para kritikus film dan menduduki rating yang sangat baik. Selamat menyaksikan. Zum


24

Profil

Sugeng Purwanto

Muhammad Nur Arbain

Patuh Menjadi Kunci Sukses

B

erbagai prestasi di bidang olahraga sepak bola maupun futsal dari tingkat universitas sampai nasional telah diraihnya, menjadi bagian dari kontingen Jawa Tengah dalam Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) juga sudah menjadi catatan tersendiri dalam perjalanan hidupnya. Di balik semua prestasi yang telah diraihnya, ia tetap sosok yang ramah dan rendah hati. Kecintaan ketua UKM Sepak bola ini pada olahraga memang sudah dimulai sejak kecil. Sebelum berkonsentrasi pada sepak bola dan futsal, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ia sudah mengikuti berbagai perlombaan atletik. Setelah menginjak kelas 4 SD, ia mulai tertarik untuk menekuni sepak bola. “Saya saat itu mulai sering diajak saudara nonton pertandingan sepak bola di stadion untuk melihat saudara saya main, dari situ saya mulai tertarik untuk menekuni sepak bola ,” ujar pria kelahiran Purworejo, 12 Desember 1987 ini. Karirnya dimulai ketika SD. Kakaknya membelikan sepatu sepak bola saat tahu bahwa ia benar-benar suka dengan sepak bola. Saat kelas 6 SD ia masuk Sekolah Sepak Bola (SSB). Ketika SMP dan SMA ia berhasil membawa mengharumkan nama sekolahnya dengan menyabet juara di kompetisi antarsekolah di kotanya. Menginjak bangku kuliah ia memberanikan diri masuk PS (Persatuan Sepak bola) Unnes, “Pada awalnya saya minder gak berani latihan, tapi melihat teman kos saya ikut, saya jadi termotivasi untuk ikut seleksi,” terang pria yang berposisi sebagai striker ini. Sejak tahun 2006 sampai sekarang ia konsisten membawa PS Unnes berada di posisi 4 besar kompetisi internal PSIS Semarang. Tak berhenti sampai di PS Unnes, Arbain juga masuk dalam tim sepak

N ua n s A 126 TH XXI/2010

J

Motor Besar dan Konservasi

ika ada dosen Unnes yang menunggangi motor besar bersosok Harley Davidson, berkacamata hitam, dan bersepatu cowboy, ia adalah Sugeng Purwanto, dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Kecintaannya pada motor besar dimulai sejak tahun 70-puluhan ketika ayahnya mendapatkan motor hasil pemberian Bupati Blora saat itu. Motor besar bagi dirinya bukan sekadar mesin atau kendaraan tetapi sebuah karya seni yang dapat menentramkan hati penikmatnya. “Jika sudah melihat motor besar, saya bisa betah menikmati sosoknya seharian penuh, suaranya dapat menggetarkan jiwa saya,”jelasnya. (NuansA/ Doc. Pribadi) Sebelum mengoleksi motor besar dan dan 2009. Di Pomnas 2009 ia dan ka- motor antik, ia pernah membeli mobil wan-kawannya berhasil menyumbang- antik, tetapi kini hanya satu yang makan medali perak bagi Jawa Tengah sih berada di rumahnya yang penuh setelah di final kalah dari kontingen dengan barang-barang unik dari berbaJawa timur, hal ini mengulang prestasi gai daerah dan karya seni berupa lukidi POMNAS sebelumnya ketika me- san hasil karyanya sendiri. Kepada mahasiswa yang diajarnya, reka juga kalah oleh Jawa Timur di final. ”POMNAS tahun ini pengalaman ia selalu memberi contoh kesederhayang luar biasa karena kami bermain di naan. “Jika ingin membuat sesuatu Stadion Jakabaring Palembang dan di- atau melakukan sesuatu kita cukup memanfaatkan barang-barang yang ada saksikan PR III,” kenangnya. Untuk mencapai prestasi seperti di sekitar kita,” pesan pria yang gemar yang telah diraihnya, seseorang harus menyanyi dan membudayakan berbamenyeimbangkan usaha dan doa, te- gai macam jenis binatang ini. Ia ingin kun, dan yang terpenting adalah patuh menularkan pengalaman-pengalamankepada pelatih. “Kita tidak ada apa-apa- nya kepada generasi muda terutama nya jika tidak ada pelatih,”ungkapnya. mahasiswa agar suatu saat mereka lebih Di ujung karirnya bersama PS Un- baik dari dirinya. Dosen kelahiran Blora, 26 Oktober nes ia ingin membawa harum nama Unnes dengan merebut gelar juara di 1956 ini berpendapat bahwa dengan kompetisi yang akan diikuti tahun de- kemajuan Unnes sekarang pan. ”Tahun depan mungkin terakhir ini khususnya di bidang siswaan kali saya bermain untuk PS Unnes ka- tem informasi kemahasisrena saya harus berkonsentrasi pada yang berbasis internet dan serba otomaskripsi, tapi sebelum itu saya ingin tis menjadikan mahasiswa mengabaimembawa juara Unnes,” pungkas pria kan interaksi sosial dengan sesama mayang setelah lulus ingin menjadi pendi- hasiswa ataupun dosen, sehingga pada akhirnya terjadi dehumanisasi. dik ini. Yudi R. Prihawan Ayah tiga anak ini juga menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan,

bola Pomnas mewakili Jawa dalam pesta olahmahasiswa se-Indonesia itu tahun 2007

yang Te n g a h raga

sulitnya mendapatkan air bersih di daerah Unnes ia atasi dengan mengalirkan air hujan yang jatuh di lingkungan rumahnya ke satu tempat resapan air di rumahnya. Ia juga mendukung kebijakan Unnes dalam menerapkan paperless akhirakhir ini, ia menganggap dengan penggunaan kertas yang berlebihan maka pohon di hutan akan berkurang sehingga pemanasan global akan semakin sulit ditanggulangi. Ia berharap Unnes menjadi kampus konservasi yang hanya fokus pada pelestarian flora dan fauna. Ia mencontohkan saat ini ia menangkarkan ayam bekisar yang merupakan hasil persilangan ayam hutan dengan ayam kampung di rumahnya. “Mungkin suatu saat Unnes bisa menangkarkan fauna seperti merak, tetapi untuk melaksanakan hal ini harus dilakukan persiapan matang dulu.” Ia menambahkan, jika idenya ini disetujui, ia bersedia merawat merakmerak tersebut. Minatnya yang besar terhadap berbagai hal dari motor, seni, fauna, sampai olahraga membuat hidupnya lebih berwarna. ”Hobi yang banyak membuat saya awet muda, selalu saja ada yang saya kerjakan tiap hari, lihat saja rambut saya ini masih tebal,” pungkasnya. Yudi R. Prihawan

(NuansA/ Yudi)

Manusia Pemakan Bangkai Ini kisah nyata. Eits! Tunggu dulu! Saya tidak sedang sedang menggunjing Sumanto – sang kanibal dari Purbalingga – yang barangkali ia memang telah bertobat dan (kembali) menjadi manusia normal sekarang, namun ini adalah satu kisah dari India. Singkat cerita, di suatu daerah di India ada seorang wanita miskin. Rumahnya sangat biasa. Soal pekerjaan, dia pun tak jelas apa kerjanya. Namun ada satu hal yang membuatnya sangat istimewa, yakni ia memiliki kerisauan yang luar biasa pada satu kehidupan yang tak sesuai dengan nuraninya. Kerisauan yang kerap melanda jiwanya adalah disebabkan ia tak sanggup melihat kehidupan tetangga dekatnya yang kaya raya, berpredikat konglomerat. Bukan karena kedengkian! Melainkan wanita itu memiliki syafaqat, semacam pemikiran yang jauh menembus masa depan, kerisauan tentang hakikat ke manakah manusia kembali (menghadap Tuhannya). Suatu hari, wanita itu mendapati seekor ayamnya mati tanpa sebab. Dia jelas kecewa, sebab ayam itu menjadi mubazir. Dalam ajaran agama yang diyakininya, adalah haram untuk memakan ayam yang telah menjadi bangkai. Namun, entah, barangkali

karena kerisauan dalam dadanya telah lama menggumpal dan tak tertahankan, sebuah ide “gila” melintas di benaknya. Selanjutnya, ia pun memotong dan memasak ayam bangkai itu. Asap mengepul dan menerbitkankan aroma masakan yang sedap. Opor ayam telah siap dihidangkan dan disantap dengan lahap. Wanita itu hendak memakannya? Tidak. Ia mengirimkannya untuk tetangga sebelahnya yang kaya raya itu. Tentu saja, sore hari saat sang konglomerat tiba di rumah, ia heran mendapati opor ayam yang “sederhana – tak biasanya” itu. Ia pun bertanya kepada istrinya, darimana makanan itu berasal? Istrinya yang menerima langsung dari wanita itu, menjelaskan bahwa masakan tersebut berasal dari tetangga sebelah, wanita yang miskin itu! Keheranan sang konglomerat pun semakin menebal mendengar penjelasan istrinya. “Tumben wanita itu bertandang ke rumah kita. Tak biasanya, mengherankan. Aku menduga, pasti ada sesuatu yang ia mau dari kita,” katanya pada istrinya. “Cobalah kau temui dia, tanyakan, ada apa sebenarnya!” Akhirnya, istri sang konglomerat mendatangi wanita miskin itu. Setelah sejenak berbasa-basi, sampailah saatnya

mereka berbincang ke pokok persoalan. Wanita miskin itu kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai ihwal opor ayam itu, beserta alasan mengapa ia “tega” menyuguhkannya untuk keluarga sang konglomerat. Mendengar penjelasan wanita miskin, istri sang konglomerat lalu pulang ke rumahnya sambil menangis, dan berceritalah ia kepada suaminya. “Ayam yang kita makan tersebut ternyata adalah bangkai! Dan tahukah kau, suamiku, mengapa si miskin itu menghadiahkannya kepada kita? Sebab, ia sangat-sangat tahu kesukaan kita. Makanan seperti itulah yang memang kita sukai. Selama ini kita memang gemar memakan makanan-makanan busuk dari hasil korupsi! Ya, memang demikianlah keadaan kita….” *** Begitulah. Setiap Desember telah diperingati Hari Antikorupsi sedunia, pun di Indonesia. Namun, dasar! Apakah kegemaran yang dilakukan berulang-ulang itu memang mendatangkan kenikmatan meskipun itu buruk?! Ya, korupsi dan memakan bangkai itu buruk. Namun, bagi para koruptor dan pemakan bangkai, bisa jadi hal itu akan terasa sangat nikmat bila memang telah terbiasa mereka lakukan dan (ke-

Rileks betulan pula) efek buruknya itu sama sekali tak terasa! Lebih jelas, sekadar rujukan mengenai perkara menemukan kenikmatan pada satu keburukan, sesekali cobalah Anda bertanya pada para penghisap candu/rokok dan penenggak minuman keras, misalnya. Perhatikanlah dengan seksama apa jawab mereka. Persoalannya sekarang, apakah memang seperti itulah yang terjadi di Indonesia kini? Banyak koruptor diadili tetapi tepat di saat yang sama diamdiam ternyata banyak orang berhasrat melakukan hal yang sama? Sadarkah mereka, para koruptor itu, bahwa mereka telah memakan “bangkai-bangkai” ribuan rakyat yang mati sebab didera kelaparan yang sangat? Barangkali salah satu cara untuk menyadarkan para koruptor adalah dengan mengurung dan memberi mereka makanan-makanan busuk. Syukur bila kemudian mereka menjadi sadar telah melakukan satu kesalahan mahadahsyat. Namun, jika ternyata mereka justru nagih, dan berkata, “This food is very very delicious, I like it!” karena memang seperti itulah makanan asli mereka, maka sesungguhnya saat itulah saatnya kita berputus asa dan maklum! [] M. Rifan Fajrin


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.