
13 minute read
Dua burung Nuri ara dada jingga
Polres Pelabuhan Tanjung Perak Unjuk Gigi Gulung 22 Tersangka Perjudian
Surabaya, Memorandum
Advertisement
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta jajarannya untuk tegas menindak segala bentuk kejahatan pelanggaran tindak pidana yang meresahkan masyarakat, mulai dari peredaran gelap narkotika hingga perjudian.
Dalam hal ini Polres Pelabuhan Tanjung Perak juga fokus memberantas perjudian baik judi darat (konvensional) maupun judi online di wilayahnya. Setidaknya polisi mengungkap 12 kasus dan menangkap 22 terduga pelaku judi dalam kurun waktu sebulan (Agustus), mulai dari judi togel hingga balap merpati. Polisi menyita uang tunai Rp 7,8 juta dalam pengungkapan kasus ini.
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Arief Ryzki Wicaksana menuturkan, dari 22 kasus, paling banyak adalah judi online jenis togel. Untuk judi konvensional ada judi balap merpati dan juga judi domino.
“Kami tangkap judi karena merupakan penyakit masyarakat. Mereka kami amankan dari berbagai wilayah.” kata Arief.
Dari 12 kasus ini, petugas juga mengungkap dua judi balap merpati di dua lokasi berbeda. Di antaranya penggerebekan di lapangan Makam Wonokusumo, polisi menangkap lima orang yang ikut dalam judi tersebut.
“Mereka tidak saling kenal, praktiknya ada yang woro-woro dua merpati yang akan diadu dan mereka taruhan di sana,” katanya.
Polisi menyita uang taruhan Rp 1 juta, tiga keranjang, empat kurungan, dan dua burung dara di lokasi kejadian. “Untuk di lokasi ini, tidak diketahui pemilik burung merpati tersebut,” katanya.
Polisi juga menggerebek, judi balap merpati di rel kereta api (KA) Jalan Kalimas Baru, dalam penggerebekan tersebut empat orang diamankan. Empat terduga pelaku yaitu JM (48), SM (33), MH (51), dan MS (52).
Mereka ditangkap dengan peran berbeda. MH menjadi penyedia tempat dan mencari orang untuk taruhan. SM dan JM, pemilik merpati yang hendak dibuat taruhan. Taruhan disaksikan oleh MH.
“Sementara MS ini sebagai penombok. Pengakuannya baru beberapa kali. Untuk kebutuhan sehari-hari,” jelasnya. (alf/fer)
Melanggar Berat, PTDH Sambungan dari halaman 1
Namun, jika permasalahan itu cukup berat maka langsung di PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) tanpa harus menunggu sampai tiga kali sidang kode etik kepolisian.
“Kalau pelanggarannya berat anggota langsung di PTDH,” tegas Kasi Propram Polrestabes Surabaya Kompol Mardjoko, Jumat (26/8).
Sepanjang 2018 hingga 2022, Polrestabes Surabaya telah mem -PTDH sebanyak 12 anggota, tiga anggota di antaranya terjerat kasus narkotika.
“Namun baru dilaksanakan tahun 2022,” kata Mardjoko.
Anggota yang di-PTDH, berarti sudah melakukan pelanggaran yang sangat berat dan sudah tiga kali melanggar kode etik.
“PTDH tergantung beratnya kode etik yang dilanggar dan lebih dari tiga kali. Yang keempat ada pelanggaran lagi meski bukan narkotika bisa dipecat,” tambah Mardjoko.
Disinggung terkait lebih didahulukan mana antara sidang kode etik kepolisian atau pidana? mantan Kanitreskrim Polsek Dukuh Pakis, ini menjelaskan, kode etik dan kasus pidana semuanya berjalan asalkan tidak menghapus pidananya.
“Semua boleh dilakukan kode etik asalkan tidak menghapus pidananya. Intinya itu. Disiplin maupun sidang kode etik tidak ada pengaruhnya di kasus pidana,” jelas Mardjoko.
Kode etik maupun sidang kedisiplinan itu, jelas Mardjoko tujuannya ke dalam (intern).
“Tapi polisi tunduk pada pidana umum dan berdiri sendiri-sendiri sesuai perkap,” imbuhnya.
Selama ini polisi lebih mengedepankan oknum yang terlibat narkotika untuk dimutasi sementara di Yanma (pelayanan markas), Mardjoko mengambil contoh kasus anggota Polsek Sukomanunggal, kasusnya akan dilakukan kode etik lebih dulu. Melihat berat dan tidaknya pelanggaran yang dilakukannya. Jika berat maka Kapolrestabes Surabaya yang akan merekomendasikan ke Polda Jatim untuk di PTDH.
“Dalam hal ini, Kapolrestabes Surabaya yang menjadi atasan terhukum (ankum) kemudian rekomendasi akan diberikan ke Polda Jatim untuk PTDH. Semua kapolres merupakan ankum di sidang kode etik,” pungkas Mardjoko.
Sementara itu, mantan Kanit III Opsnal Subbid Paminal Bidang Propam Polda Jatim Kompol Hari Kurniawan mengatakan, oknum polisi yang menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik. Karena setiap anggota Polri wajib menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat kepolisian.
Pelanggaran terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan. Oleh karena itu, oknum polisi yang menggunakan narkotika tetap akan diproses hukum acara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi pelanggaran kode etik.
Sementara terkait anggota yang tertangkap dalam operasi narkotika tidak ditemukan barang secara fisik, namun ketika dites urine positif mengadung zat narkotika. Maka rehabilitasi itu dilakukan terhadap pecandu narkotika dan penyalahguna narkotika.
“Bila pemakai bisa direhabilitasi,” ujar Hari yang juga Kapolsek Asemrowo ini.
Selain itu beberapa hukuman lain juga terancam diberikan kepada onkum tersebut karena sudah mencoreng instisusi kepolisian.
“Hukuman disipilin seperti kurungan, mutasi demusi, penundaan kenaikan pangkat,” kata Hari.
Sedangkan jika onkum polisi tersebut mengedarkan sabu dan sebagainya dengan sanksi berat berupa status PTDH bisa dilakukan.
“Pengedar pasti di PTDH,” ujarnya.
Sementara secara tahapan bagi onkum yang terlibat narkoba biasanya menjalani pidana dulu, selanjutnya baru sidang kode etik.
“Biasanya pidana dulu,” jelasnya.
Sedangkan, menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Narotama Yusron Marzuki, polisi yang terlibat dalam tindak pidana narkotika bukan hanya tentang pelanggaran kode etik melainkan juga pidana.
“Itu masih ada asas praduga tak bersalah. Itu terkait kewenangan. Nah, kalau sudah nyabu itu sudah pidana. Untuk PTDH nanti bisa dari putusan hakim berupa pidana tambahannya. Tetapi tidak menutup kemungkinan dari internal provost sidang kode etik,” tutur Yusron kepada Memorandum, Jumat (26/8).
Terkait PTDH, Yusron menjelaskan bahwa perbedaannya pada murni melanggar kode etik atau dipecat karena adanya perbuatan pidana.
“Dalam pasal 10 KUHP, ada dua pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu berupa hak seorang polisi yang ada dalam putusannya,” jelasnya.
Lebih lanjut Yusron mengatakan tidak semua bisa digenerlisir atau disamaratakan pelanggaran kode etik berarti ada pelanggaran pidana.
“Belum tentu. Tetapi kalau ada pelanggaran pidana berati juga ada pelanggaran kode etiknya,” ucapnya. (rio/alf/jak/fer)
Siap Gugat Cerai Sambungan dari halaman 1
masuk penjara lagi.
“Nora ini yang termasuk yang sangat galak dengan hal ini, ‘Jangan sampai lu masuk lagi, ya,” tanya Gofar seperti yuang dikutip dari channel YouTube Prost Club TV, beberapa waktu lalu. “Iya karena akan ada layangan gugatan (cerai) kalau sampai tiga kali,” jawab Nora Alexandra. “Oh jadi ada ancaman di sini?” tanya Gofar.
“Bukan mengancam karena kan untuk kebaikan dia. Karena kan kita nggak mau dia masuk lagi,” sahut Nora seperti dikutip fi mela.com.
Selain itu, Jerinx SID menceritakan jika dirinya mendapatkan pengalaman unik selama jadi tahanan di Rutan Polda Metro Jaya. Jerinx sempat berpikir untuk menuangkan pengalamannya dalam sebuah karya.
“Kalau selama empat bulan di Jakarta ini agak lucu sih, empat bulan pertama jalani masa tahanan ditahan di Rutan bukan LP yaa, Rutan Polda Metro Jaya bagian narkotika. Aku denger cerita mereka tuh (dalam hati) ini jadi bahan lirik lagu banyak banget ya, sebagai musisi,” ujar Jerinx.
Seperti diketahui, Jerinx dibebaskan dari Lapas Krobokan setelah permohonan cuti bersyaratnya dikabulkan. Akan tetapi, Jerinx SID tetap harus menjalani wajib lapor setiap satu bulan sekali.
Jerinx masuk penjara karena kasus UU ITE setelah ia melakukan pengancaman melalui media elektronik kepada Adam Deni. (*/fer)
Ketidakadilan yang Ditampakkan Adil Sambungan dari halaman 1
Tak cukup di situ, penuntasan kasus yang menyeret hampir 91 anggota kepolisian ini berlangsung transparan dan tersampaikan ke publik dengan opini membaik. Satu per satu anggota kepolisian yang “membantu” Sambo dibersihkan dengan bungkus sidang kode etik.
Mulai yang jenderal sampai bintara bahkan tamtama, semua terbidik dengan baik dan tak tanggung-tanggung diputus bersalah. Contoh Sambo, di depan pengadil sidang kode etik pimpinan Komjenpol Ahmad Dofi ri, Sambo diputus dengan putusan dipecat dari kepolisian. Meski dirinya banding.
Begitu banyak kasus kriminalitas atau kejahatan di negeri ini yang layak dicontohkan. Tapi kasus pembunuhan berencana Sambo suka gak suka dapat dikategorikan istimewa. Karena Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam Mahfud MD dengan seksama mengawal kasus ini dalam upaya penuntasan.
Bandingkan dengan kasus percobaan pembunuhan istri anggota tentara di Semarang yang waktu kejadiannya tidak jauh dari terjadinya kasus Sambo, kasus ini berakhir dengan kematian bunuh diri suami korban yang diduga otak rencana pembunuhannya. Pada kasus ini tak cukup kuat melibatkan pemerintah. Sama halnya kasus terbunuhnya 5 laskar FPI di KM 50 pemerintah terkesan tak seserius mengawal kasus seperti kasus Sambo.
Gak kebayang jikalau dua petinggi negeri ini menggubris kasus ini (baca: KM 50), tentu akhir cerita tak seindah seperti yang terjadi. Alhasil, “menggugat” keadilan di kasus KM 50 untuk diselesaikan seperti kasus Sambo seperti disuarakan beberapa kelompok masyarakat, pasti tidak cukup kuat dibandingkan perlakuannya dengan kasus Sambo yang dikawal penuh yang terlihat sangat berkeadilan penanganannya. (*)
Lama Menduda, Kakek Kenjeran Cabuli Bocah Minta Korban Bersihkan Kamar
Surabaya, Memorandum
Kelakuan bejat kakek 80 tahun akhirnya terbongkar. Pria berinisial S, warga Kecamatan Kenjeran itu diamankan Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak setelah mencabuli anak di bawah umur yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD)
Perbuatan bejat ini dilakukan lantaran sang kakek tak kuat menahan hawa nafsu setelah lama menduda.
“Terduga pelaku merupakan tetangga korban. S kami amankan setelah mendapat laporan dari orang tua korban,” kata Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Arief Rizky Wicaksana, Jumat (26/8).
Pencabulan ini terjadi pada 30 Juli lalu di kamar terduga pelaku. Dalam menjalankan aksi bejatnya, awalnya sang kakek itu memanggil korban yang bermain di depan rumah.
Setelah dihampiri korban, lantas diajak masuk ke kamar terduga pelaku untuk membantu membersihkan kamar. Dari situlah, kamar langsung dikunci. Hasrat libido kakek yang semakin menuncak, hingga akhirnya gelap mata melakukan perbuatan tak senonoh kepada bocah polos tersebut.
“Jadi modusnya, terduga pelaku menyuruh korban untuk membersihkan kamarnya. Setelah itu kamarnya dikunci dan korban langsung dicabuli,” jelasnya mantan Kanitresmob Polrestabes Surabaya itu.
Kemudian besoknya, korban yang terus menangis ditanyai orang tuanya. Lantas bocah ini mengaku dicabuli terduga pelaku. Dari sinilah, aksi bejat tersebut dilaporkan ke Unit PPA Satreskeim Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
“Pengakuannya baru sekali ini melakukan perbuatan itu. Katanya khilaf dan tidak kuat menahan nafsunya,” tandasnya.
Sementara itu, di hadapan penyidik, terduga pelaku inisial S mengaku perbuatannya dilakukan karena sudah lama menduda. Semenjak bercerai dengan istri beberapa tahun silam, ia akhirnya hidup sendiri. Atas dasar itulah, ketika kerap bertemu dengan korban, S akhirnya tak kuasa menahan nafsunya hingga terjadilah pencabulan.
“Saya nggak ngapa-ngapain, cuma peluk-peluk aja sama cium pipinya,” dalihnya.
Terduga pelaku juga mengaku menganggap korban sebagai anaknya sendiri.
“Saya anggap dia (korban) seperti anak saya sendiri. Saya sering belikan dia mainan, sepeda, sama jajan,” akunya. (alf/fer)
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Arief Rizky Wicaksana menunjukkan barang bukti dari kasus pencabulan terduga pelaku inisial S.
Tidak Semua Bisa RJ Sambungan dari halaman 1
“Harus melihat berkasnya dulu. Perlu diingat, RJ memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi. Jadi tidak semua bisa di RJ. Kalau penanganan perkaranya tetap sama dengan warga sipil,” ucapnya.
Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi di antaranya tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika. Selain itu, juga bukan residivis kasus narkotika dan tidak pernah terdaftar dalam status daftar pencarian orang (DPO).
Sedangkan, Humas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya AA Gede Agung Parnata menegaskan, bahwa penerapan hukum terhadap polisi dan masyarakat yang terjerat narkotika adalah sama.
“Penerapan hukumnya sama, nanti dipertimbangkan majelis keadaan yang menyertai,” tandasnya. (jak/fer)
Dijual kepada Komunitas Sambungan dari halaman 1
Kelima terduga pelaku itu diamankan setelah terbukti memiliki, memelihara menyimpan dan memperniagakan atau menjualbelikan satwa dilindungi. Tak tanggung-tanggung, dari pengungkapan kasus ini, polisi menyita barang bukti ratusan satwa dilindungi dengan berbagai jenis.
“Terkait BAP yang kita terima, sementara ini jumlah satwa yang kami amankan 304 ekor satwa. Itu masih diperdagangkan di dalam negeri dan belum terbukti ada yang diperdagangkan di luar Indonesia,” kata Wadirreskrimsus Polda Jatim AKBP Zulham Eff endy, Jumat (26/8).
Zulham membeberkan, untuk melancarkan bisnis jual beli satwa ini, para terduga pelaku ini telah mempersiapkan tempat khusus dan tersembunyi.
“Jadi mereka punya tempat khusus. Kalau kita lihat satwa yang ada di depan kita ini adalah satwa yang langka dan butuh perlakuan khusus,” imbuh dia.
19. Dua ekor burung Perkici iris 20. 11 ekor burung Namdur Coklat 21. Lima ekor burung Takur Api 22. Tiga ekor burungTangkar Cetrong 23. Delapan ekor burung Alap-alap capung 24. Satu ekor burung Cica daun sayap biru
Kalimantan 25. Dua ekor burung Cica daun besar 26. Tiga ekor burung Cica matahari 27. Tiga burung Tangkar uli kalimantan 28. Tiga ekor burung Nuri ara besar 29. Lima ekor burung Serindit
Sulawesi 30. Tiga ekor burung Takur blutok 31. Empat ekor burung Junai emas 32. 21 burung Gelatik Jawa 33. Dua ekor poksai Sumatra 34. Satu Walabi 35. Empat Monyet Yaki 36. Dua ekor Kuskus 37. Lima ekor Junai Emas 38. Satu ekor Lutung Budeng 39. Satu ekor Lutung Surili 40. Satu ekor Owa Jawa 41. Satu ekor Elang 42. 29 ekor Cica Daun Kecil 43. 65 ekor Cica Daun Besa 44. 27 ekor Cica Daun Sumatera 45. Empat ekor Ekek Geling 46. 16 ekor Jalak Putih Punggung Abu 47. Dua ekor Poksai Jambul 48. Satu ekor Tangkar Ongklet.
SATWA YANG DIAMANKAN:
Alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 2000 itu menyebutkan, para terduga pelaku menjual berbagai jenis satwa itu dengan harga bervariatif. Mulai Rp 500 ribu hingga yang termahal bisa mencapai Rp 20 Juta.
“Kalau kita lihat burung cenderawasih bisa dihargai sampai Rp 20 juta. Karena burung itu langka tidak banyak jumlahnya,” tegas dia.
Dijelaskan Zulham, kedua terduga pelaku yang diamankan itu menjual satwa-satwa liar melalui media sosial (medsos). Selain itu, mereka juga tak jarang menjual ke anggota komunitas pencinta satwa-satwa dilindungi.
“Mereka menjual secara online dan ada juga menjual secara komunitas. Memang banyak masyarakat yang memiliki hobi memelihara hewan di depan kita ini. Jadi mereka satu komunitas dan menjual secara online,” pungkas Zulham.
Atas kasus yang menjerat, para terduga pelaku ini akan dikenai pasal 21 ayat 2 contoh pasal 1 ayat 2 itu setiap orang dilarang untuk menangkap, menjual, memiliki, menyimpan dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
“Ancaman pidananya 5 tahun. Denda paling banyak Rp 100 juta. Saat ini proses yang akan kami lakukan, dan kami akan lakukan pemberkasan, dan segera kami kirim ke kejaksaan,” tutup mantan Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sulteng itu. (fdn/fer)
Hilang Kendali, BMW Tabrak Pohon Sambungan dari halaman 1
pohon,” kata anggota Satpol PP Surabaya Minardi.
Informasi yang dihimpun, kejadian bermula mobil melaju dari utara hendak belok kanan ke Jalan Pemuda. Sampai di depan monkasel mendadak hilang kendali dan malah lurus ke arah gang Pattaya. Akibatnya naik ke pedestrian lalu menabrak pohon.
Pengguna jalan yang mengetahui adanya kecelakaan itu segera menghubungi command center 112. Setelah petugas datang ke TKP dan mengamankan pengemudi ke mobil petugas.
Terpisah, Kanitlaka Satlantas Polrestabes Surabaya Iptu Suryadi mengatakan, masih mengecek apakah ada laporan kecelakaan tunggal tersebut.
“Sebentar saya cek dulu apakah ada laporan kecelakaan tersebut,” kata Suryadi. (rio/fer)
Tunggu Pelanggan Sambungan dari halaman 1
sabu tersebut hendak diberikan ke pemesan. Pelanggan sabu tersebut diminta untuk melakukan transaksi di pinggir jalan.
Terduga pelaku sudah menunggu saat itu, namun polisi sudah keburu datang. “Kami sempat menunggu pelanggannya, namun ternyata tidak ditemukan,” ujar Sutrisno.
Pengakuan AS, ia disuruh eseorang berinisial RSN (DPO). Ia diminta untuk meranjau sabu di sekitar Jalan Raden Wijaya. Saat itu, ia sedang menunggu pembelinya. Setelah bertemu baru sabu ia ranjau di suatu tempat di jalan tersebut.
“Namun, karena pelanggan tak kunjung datang ia kebingungan dan kami tangkap. Pengakuannya sudah tiga bulan melakukan aksinya ini. Ia mendapat upah dari RSN,” terang AS. (rio/fer)
Suami Justru Tampak Gembira setelah Tahu Kehamilan Itu Sambungan dari halaman 1
Lama kelamaan hal itu menjadi terbiasa, sampai saatnya Kokom melahirkan. Dan surprise… Kokom melahirkan anak kembar. Cowok. Cakep-cakep. Sehat-sehat.
Dan tak diduga Kokom sebelumnya, Ilham sangat kentara sekali berusaha terlihat senang menyambut kehadiran anak-anak itu. Dia menampakkan senyum, tapi sangat terasa senyum tersebut hambar. Dia menampakkan wajah ceria, tapi amat terasa keceriaan tersebut hanya dibuat-buat. Ada apa ini?
Kokom bertanya dalam hati: apakah Ilham sudah tahu bahwa anak-anak tersebut bukan darah dagingnya? Apakah Ilham tahu tentang perselingkuhannya vs sang mantan? Tapi kenapa Ilham cenderung mendiamkan dan bersikap seperti itu?
Melihat Ilham yang tidak pernah menyakitinya walau mungkin tahu apa yang dia perbuat, Kokom merasa dirinya sangat bersalah. Karena itu, dia bertekad bakal membuat pengakuan dosa di hadapan suaminya.
Apa pu tanggapan Ilham akan Kokom terima. Risiko sejelek apa pun. Dicueki, dimarahi, dihajar secara fi sik, semua akan dia terima. Termasuk bila Ilham akan menceraikannya.
Karena itu, pada malam yang sudah dipersiapkan, ketika mereka sedang berada di peraduan dan siap tidur, Kokom mencoba mengambil hati suaminya dengan memberi sentuhan-sentuhan hangat. Sentuhan sayang.
Kokom menyandarkan kepala di dada Ilham. Dan perlahan namun pasti, Kokom membuka percakapan yang sudah dipersiapkan dengan matang, “Malam ini aku ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting.”
Ilham merespons kemanjaan istrinya dengan mengelus punggung Kokom. Juga rambutnya. “Aku…” imbuhnya. Namun, perkataan itu dipotong Ilham dengan menempelkan jari telunjuk ke bibir Kokom.
“Ayang (panggilan Ilham kepada Kokom, demikian pula sebaliknya, red) tidak usah menceritakannya. Aku sudah paham apa yang akan Ayang ceritakan. Aku sudah lama berusaha bisa menerimanya, dan sekarang ini sudah bisa benar-benar menerimanya.”
Kokom tersentak kaget. Ilham melanjutkan ceritanya bahwa sebelum menikah, diam-diam dia memeriksakan diri ke dokter. Dia ingin mengetahui dirinya subur atau ada gangguan dalam kesehatan reproduksinya.
Ternyata dokter menjelaskan bahwa Ilham menderita kelainan hormonal dalam reproduksi. Dan itu amat sulit disembuhkan. Dia divonis mandul! Ilham bagai tersambar petir di musim durian. (jos,