
2 minute read
Tumpeng dan Cerita Di Baliknya
Tumpeng umumnya dikaitkan dengan makanan acara tasyakuran di Indonesia. Oleh sebab itu makanan ini selalu menjadi ikon pembuka yang tersaji baik dalam acara pembukaan, slametan, ulang tahun, maupun acara besar lainnya.
Tumpeng atau nasi tumpeng adalah makanan upacara adat masyarakat
Advertisement

Jawa, Bali, Madura dan Sunda yang penyajian nasinya dibentuk kerucut dan ditata bersama dengan lauk-pauknya. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, nasi putih biasa, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas
Jawa atau masyarakat
Betawi keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah mengenal kegiatan ini secara umum.
Nasi tumpeng biasanya terdiri dari komposisi lauk seperti urap (sayuran yang direbus dan dicampur dengan kelapa parut yang dibumbui), serundeng, ayam bakar, ayam goreng, tempe kering, telur pindang, telur dadar yang diiris, dan teri kacang. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah berbentuk bundar tradisional yang terbuat dari anyaman bambu) yang telah dialasi daun pisang.
Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun serta berbagai acara syukuran lainnya. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Hal tersebut sebagai tanda penghormatan bahwa ada leluhur yang mendiami gunung-gunung tersebut. Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.
Kemudian setelah agama Islam masuk ke Indonesia, sajian tumpeng menjadi sajian yang kita kenal saat ini. Tumpeng disajikan untuk perayaan istimewa dan ritual. Tumpeng identik dengan nasi kuning, juga memiliki simbol tertentu. Dalam kepercayaan masyarakat di Indonesia, nasi tumpeng merupakan lambang dari perayaan atau selebrasi. Warna nasi tumpeng yang kuning melambangkan keagungan dan simbol sesaji atau penghormatan kepada Yang Mahakuasa. Kemudian bentuk kerucut pada nasi tumpeng memiliki makna yang berhubungan dengan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Rasa syukur tersebut diungkapkan atas berkah yang melimpah dalam kehidupan sehari-hari.

Nasi tumpeng juga memiliki makna pengharapan untuk diberikan umur yang panjang. Oleh karena itu hidangan ini sering disajikan saat perayaan ulang tahun, hajatan, hari kemerdekaan, dan lain sebagainya. Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa.

Tumpeng
merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Kenduri merupakan bentuk upacara adat dengan cara berkumpul bersama untuk mengutarakan doa pada sang pencipta. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang
Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.
Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.