Nuansa Kabar Edisi: Digitalisasi Issue No. 02 Agustus 2024

Page 1


LAPORAN UTAMA: LAPORAN UTAMA: Aktivisme Digital Aktivisme Digital sebagai sebagai

Penggerak Perubahan

Penggerak Perubahan

LAPORAN KHUSUS: LAPORAN KHUSUS:

OpiniPublik: OpiniPublik:

PengaruhNetizendalam PengaruhNetizendalam MenghadapiIsuSosial MenghadapiIsuSosial tterkaitAktivismeDigital erkaitAktivismeDigital

OPINI: OPINI:

Fenomena Fenomena FoMO FoMO Menyebabkan Menyebabkan

Krisis Identitas pada Krisis Identitas pada Generasi Muda Generasi Muda

Aktivisme

Aktivisme

Menggerakkan Perubahan Menggerakkan Perubahan di Era

di Era

LPPM Nuansa

Penasihat

Dr. Fajar Junaedi, S.Ssos, M.Si

Penanggung Jawab/ Pemimpin Redaksi Nuansa Kabar

Adinda Salsa Pramudita

Reporter

Endah Sayekti

Jihan Nabila

Ira Listy

Syafa Arshinta

Aqila Qur’ani

Bimo Putra

Alifia Rahma

Destiana Latifa

Selqly Ruwana

Nur Inayah

Windya Nurmaretha

Aisha Inggardini

Daru Puspitaningtyas

Ilustrator

Ira Listy, Alifia Rahma,

Adinda Salsa Pramudita

Layouter

Ira Listy, Adinda Salsa

Pramudita

Instagram: lppmnuansa

Youtube: Nuansa UMY

X: lppmnuansa

Tiktok: lppm.nuansa

Issuu: lppmnuansa.umy

Email: mailnuansa@gmail.com

Web: lppmnuansa.umy.ac.id

Alamat Redaksi: Gedung Student Center UMY Lantai 1, Ruang 19

Edisi:Digitalisasi Edisi:Digitalisasi

SalamRedaksi SalamRedaksi

Pemimpin Redaksi

Adinda Salsa Pramudita

Assalamu'alaikum

Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah

SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga

kami dapat menyapa pembaca melalui edisi terbaru Majalah LPPM Nuansa UMY 2024

Pada edisi kali ini, kami mengangkat tema

yang sangat relevan dengan perkembangan zaman, yaitu "Aktivisme Digital: Menggerakkan Perubahan di Era Teknologi".

Di era yang serba digital ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Penggunaan media sosial dan platform digital lainnya telah membuka ruang baru bagi para aktivis untuk menyuarakan pendapat, menggerakkan massa, dan melakukan perubahan sosial. Namun, dibalik semua peluang yang ada, terdapat tantangan besar yang harus dihadapi, seperti hoax, disinformasi, dan etika dalam beraktivisme di dunia maya.

Melalui tema ini, kami mengajak para pembaca untuk mengeksplorasi berbagai perspektif tentang bagaimana teknologi digital dapat dimanfaatkan secara positif untuk mendorong perubahan sosial yang lebih baik, serta bagaimana kita dapat tetap kritis dan bijak dalam memanfaatkan teknologi ini.

Kami berharap, edisi ini tidak hanya menjadi bacaan yang menginspirasi, tetapi juga menjadi pemantik diskusi yang konstruktif di kalangan akademisi, praktisi, dan masyarakat luas. Semoga majalah ini dapat memberikan wawasan baru dan memperkaya pemahaman kita tentang peran penting aktivisme digital dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan. Selamat membaca!

AssalamualaikumWarrahmatullahiWabarakatuh!

Salam sejahtera untuk seluruh pembaca!

Dengan penuh kebanggaan dan semangat, kami mempersembahkan edisi spesial dari Nuansa Kabar. Majalah ini lahir dari dedikasi dan kerja keras para mahasiswa yang berkomitmen untuk menghadirkan berita, opini, dan cerita-cerita inspiratif yang relevan dengan kehidupan kampus dan dunia mahasiswa pada umumnya.

Dalam edisi ini, kami menyajikan berbagai artikel yang diharapkan dapat membuka wawasan, memicu diskusi, dan memberi inspirasi bagi setiap pembaca.

Mulai dari isu-isu terkini di kampus, karya tulis kreatif, hingga laporan mendalam tentang berbagai topik penting, kami berharap setiap halaman majalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan intelektual dan sosial kita bersama.

Kami mengundang Anda untuk terlibat aktif dalam komunitas ini. Kirimkan ide, kritik, atau saran Anda, karena setiap masukan berharga bagi kami untuk terus berkembang dan memperbaiki kualitas penyajian kami di masa mendatang. Mari bersama-sama menjadikan majalah ini sebagai wadah kreativitas dan diskusi yang bermanfaat.

Terima kasih atas dukungan dan antusiasme Anda Selamat membaca, dan semoga edisi ini dapat memberikan nilai lebih dalam perjalanan akademis dan pribadi Anda

Salam hormat, Daru Puspitaningtyas

Daru Puspitaningtyas Pemimpin Umum LPPM Nuansa 2023/2024

AssalamualaikumWarrahmatullahiWabarakatuh!

Menggenggam Keberagaman, Menjalankan Aksi Kolaborasi!!!

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. atas limpahan berkah dan kasih sayangnya hingga saat ini kita masih diberikan nikmat kesehatan dan keilmuan, dan tidak lupa juga kita haturkan junjungan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW., Nabi akhir zaman yang membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang penuh gemerlapan seperti saat ini.

Datang, bergabung, belajar, berkolaborasi, dan bertukar pikiran dari berbagai daerah, suku, budaya, provinsi, menjalankan tujuan yang sama dengan visi misi yang dibawa oleh pribadi masing-masing dan menjadi satu di kampus tercinta UMY ini.

Selamat datang, selamat bergabung dan selamat berpetualang di dunia keilmuan bagi seluruh mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Yogyakarta T.A 2024. Semoga kita semua sekarang dalam keadaan sehat dan bahagia.

Menjadi mahasiswa adalah sebuah privilege yang berharga, yang tidak semua orang bisa rasakan, oleh karena itu kita sekarang yang sedang merasakannya adalah orang-orang beruntung yang mendapatkan privilege itu. Perlu diketahui bahwasannya kuliah bukanlah tentang kesempurnaan; bukanlah tentang mencapai titik akhir yang sempurna Kuliah adalah tentang perjalanan, tentang belajar dari kesalahan, tentang tumbuh dan juga berkembang Sebagai mahasiswa yang juga merupakan agent of change yang membawa perubahan, kita dianggap mampu memiliki peran penting dalam menghadapi dan mengubah perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan, baik dalam kehidupan perkuliahan, organisasi dan juga dalam bermasyarakat

Oleh karena itu, saya mengajak seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan mahasiswa baru UMY 2024 untuk mampu menjalankan misi “Agent Of Change” tersebut, dengan memulainya pada hal-hal kecil, mulailah

Siti Mauliani

Presiden Mahasiswa UMY 2023/2024

membangun kesadaran jiwa, kepekaan, saling merangkul satu sama lain disaat yang lain membutuhkan bantuan, kepedulian terhadap sesama, terhadap isu lingkungan, isu sosial masyarakat, isu HAM, dan lain sebagainya, dan mulailah mengambil peran aktif dalam masyarakat, keluarlah dari zona nyaman kita, karena jika kita tidak berani mengambil suatu risiko dan mencoba untuk memecahkan masalahnya, bagaimana kita bisa membawa perubahan dan katalisator sosial.

Dan terakhir, saya percaya bahwa setiap kalian memiliki kemampuan yang dapat membantu kalian untuk bisa mencapai tujuan yang kalian inginkan. Ingatlah, jangan pernah menyerah atas impianmu, jika tidak tahu, maka jangan malu untuk bertanya. Sesungguhnya, kita semua yang ada disini sama-sama mencari ilmu.

DARI MAHASISWALAH KITA BISA MENGEKSPLOR BANYAK HAL, DARI MAHASISWALAH KITA MENGETAHUI BANYAK HAL, DAN DARI MAHASISWALAH ADALAH JALAN PERTAMA BAGI KITA BISA

MERAMBAH KE RANAH-RANAH LAIN!!!

“KITA MAHASISWA ADALAH PEMBAWA PERUBAHAN”

AktivismeDigitalsebagaiAksiKonektif

Fajar Junaedi

(Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Twitter @fajarjun)

September 2019, gerakan mahasiswa yang lama tidak bergerak tiba-tiba bergeliat dengan cepat. Pemicunya adalah revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digulirkan oleh pemerintah. Perubahan terhadap peraturan ini akan menyebabkan komisi antirasuah ini semakin melemah. Korupsi telah menjadi keprihatinan publik di Indonesia selama bertahun-tahun.

Di Yogyakarta, penyatuan isu dalam gerakan ini mengambil tagar #GejayanMemanggil. Media sosial, terutama Twitter (X), menjadi platform utama dalam penyebaran gagasan untuk menolak pelemahan KPK, serempak menjadi media yang mengakumulasi kekesalan publik atas praktek korupsi yang terus terjadi

Di media sosial Twitter, saya menulis demikian “Kalau ada mahasiswa yang ikut kelas saya, izin tdk bisa masuk kuliah karena ikut unjuk rasa menolak revisi UU KPK - menolak pelemahan KPK, dengan senang hati pasti saya izinkan.” Cuitan yang saya unggah di tanggal 19 September 2019 ini di luar dugaan saya menjadi viral. Beberapa jurnalis dari media massa yang cukup terkemuka menghubungi saya untuk minta izin mengutip cuitan di atas, dan juga elakukan wawancara. Tentu dengan senang hati saya melayaninya. Jadilah kemudian

cuitan di atas menjadi berita di beberapa media massa.

Menyuarakan gagasan di media digital telah menjadi bagian dari perubahan partisipasi dalam wacana publik yang berkembang. Sebelum adanya media digital, sulit bagi individu yang tidak memiliki akses kepada media massa untuk menyuarakan gagasannya kepada publik. Demikian juga jika tidak memiliki partisipasi pada organisasi publik, individu akan mengalami kesulitan untuk bersuara lantang. Aktivisme, di masa pra era digital, terbatasi oleh ruang. Ruang yang dimaksud di sini adalah ruang relasi ke media massa dan organisasi publik Ruang digital, mendobrak batasan ruang yang sebelumnya ada.

Media digital, terutama setelah adanya media sosial, mengubah politik ruang dalam aktivisme. Melalui media sosial, partisipasi publik dalam menyuarakan berbagai isu sosial bisa dilakukan. Istilah aktivisme digital mengemuka. Alexandra Segerberg dan Lance Bennet dalam bukunya yang berjudul The Logic of Connective Action (2013) menawarkan kerangka pemikiran konsep baru untuk memahami dinamika yang terjadi dalam aktivisme di ruang digital.

Konsep baru dalam ruang digital ini di-

namakan sebagai aksi konektif (connective action). Aksi konektif ini adalah pola partisipasi individual yang didasarkan pada konektivitas media digital. Connective action merupakan konsep yang memberikan pemahaman bahwa gerakan sosial di era sekarang bisa jadi tidak memiliki pemimpin, tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas, dan seorang anggota dapat dengan mudah bergabung atau meninggalkan sebuah aksi.

Pandawara, sebuah kelompok yang terdiri dari lima orang pemuda, adalah fenomena dari aksi konektif ini. Menyadari persoalan sampah di Indonesia yang pelik dan tidak teratasi oleh pemerintah, lima orang pemuda melakukan gerakan pembersihan sampah. Mereka merekam aksi bersih sampah, dan mengunggahnya di media sosial TikTok. Dari TikTok, konten yang mereka buat tereplikasi ke berbagai platform media sosial yang lain, mulai dari Twitter, Instagram, dan Facebook Media massa melirik konten viral dari aktivisme digital Pandawara. Setelah viral di media sosial, aktivisme digital Pandawara tersebar meluas melalui berbagai pemberitaan media.

Alexandra Segerberg dan Lance Bennet (2013) memetakan aktivisme digital ke dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah crowd-enabled action. Kategori ini dihasilkan murni dari ekspresi personal individu yang saling menarik berbagai aksi personal lainnya. Dalam kategorisasi ini, media digital menjadi struktur sekaligus agen organisasi. Gencarnya suporter

sepakbola di Indonesia menyuarakan usut tuntas tragedi Kanjuruhan bisa dimasukan dalam kategorisasi ini. Tragedi Kanjuruhan merupakan tragedi paling kelam dalam sepakbola Indonesia. 135 jiwa menjadi korban, pasca pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam Liga Indonesia pada 1 Oktober 2022 Tuntutan keadilan bagi korban dan keluarga korban terus disuarakan sampai kini berbagai individu yang terus peduli dengan tragedi ini.

Kedua adalah organizationally-enabled action, yang merupakan perpaduan antara logika hybrid collective dan connective action. Artinya tetap ada struktur formal yang dikoordinasi oleh suatu badan organisasi yang disuarakan ke publik melalui media digital. Selanjutnya organisasi membuka partisipasi individu lewat berbagai kampanye sosial. Munculnya gerakan pengumpulan dana crowd funding melalui platform KitaBisa bisa dimasukan dalam kategorisasi ini. Lembaga amil zakat, termasuk LazisMu, yang menggalang dukungan publik melalui media digital juga bisa dimasukan ke kategori ini.

Ketiga, organizationally-brokered action dimana aksi digital yang terpusat oleh kuasa organisasi tertentu, Ini artinya media digital hanya dimanfaatkan sebagai perangkat atau corong untuk menyebarkan gagasan Munculnya fenomena pendengung (buzzer) dalam berbagai isu, terutama yang nampak paling vulgar adalah isu politik menjelang Pemilu, bisa dilihat dalam kerangka kategori ketiga ini.

Digitalisasi

Ketiga kategorisasi ini saling tumpang tindih antara crowd-enabled networks dengan organizationally-enabled dan organizationally-brokered networks. Struktur jaringan yang terbentuk lewat algoritma di dunia maya diperkuat dengan identitas kolektif dari individu, komunitas, dan organisasi politik. Algoritma di dunia digital menggeser hirarki kepemimpinan, namun mobilitas oleh elit politik untuk menggerakan publik ternyata masih terjadi.

Welcome to

Nuansa Kabar Nuansa Kabar

LPPM Nuansa adalah Lembaga Penerbitan dan Pers Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Kami sudah berkecimpung di dunia jurnalistik untuk menyuarakan kebenaran, berintegritas, memiliki wawasan yang luas, memiliki kepekaan sosial, dan pastinya mengembangkan kreativitas dan keahlian kami di bidang jurnalistik. LPPM Nuansa UMY menjunjung tinggi demokrasi, kode etik jurnalistik, dan kemanusiaan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist.

Unit Kegiatan Mahasiswa ini menerbitkan beberapa jenis media yang diharapkan dapat menyalurkan minat dan bakat mahasiswa khususnya di bidang jurnalistik, mulai dari Buletin Rutin yang digarap setiap bulannya, Nuansa Kabar dalam bentuk majalah, juga Nuansa Online yang menyampaikan berita terkini seputar aktivitas baik di kampus, luar kampus, nasional, maupun internasional.

AktivismeDigitalsebagaiPenggerakPerubahan

Penulis: Endah Sayekti

Aktivisme merupakan kegiatan dari para aktivis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia aktivis adalah orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, dan wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat masif di era digital pada saat ini tidak dimungkiri telah membawa perubahan signifikan dalam kehidupan sehari-hari

Bentuk aktivisme atau gerakan sosial yang umum dikenal merupakan aksi langsung,

seperti kampanye, protes, demonstrasi, boikot, ataupun membentuk komunitas, mempromosikan gagasan, menulis surat dan petisi. Gerakan sosial marak terjadi di Indonesia, terlebih sejak meluasnya penggunaan internet serta munculnya berbagai platform di media sosial. Hingga terjadinya pergeseran aktivisme, dimana gerakan sosial semula dilakukan dalam bentuk kegiatan fisik atau secara langsung, perlahan-lahan membentuk gerakan yang dilakukan tanpa kegiatan fisik sebab adanya peran media baru sebagai penggerak aktivisme tersebut.

Ilustrasi pengumuman untuk menyuarakan pendapat melalui aktivisme digital

Berkat adanya internet, banyak organisasi sosial menjadi penggerak sosial transnasional hingga muncul aktivisme baru yang disebut dengan aktivisme digital. Tren aktivisme digital menghangat seiring munculnya berbagai gerakan politik di berbagai belahan negara dunia.

Namun, aktivisme digital berkembang dan meluas, tidak hanya melingkup pada gerakan politik, tetapi juga pada isu-isu sosial. Dari sinilah aktivisme digital ingin melakukan gerakan yang lebih luas untuk perubahan dari isu-isu sosial yang tidak semestinya.

Saat ini banyak gerakan sosial yang menggunakan media sosial dan media baru untuk mengembangkan jaringannya, yang sangat mudah dijangkau secara online. Aktivisme digital biasanya melakukan gerakan sosial melalui platform media sosial, kemudian membuat petisi secara online dan mengadakan acara virtual Internet yang melebar luas di seluruh wilayah sangat memungkinkan informasi akan tersebar dengan sempurna dan aktivis dapat dengan cepat mengumpulkan dukungan untuk menjalankan gerakan untuk suatu isu.

Aktivis dapat mengungkap keadilan, mengedukasi publik, dan melawan

disinformasi. Beberapa kasus aktivisme yang berpengaruh dan memberikan perubahan pandangan negara dunia, yaitu Black Lives Matter, gerakan ini memanfaatkan media sosial untuk menyoroti permasalahan rasisme dan sebagai unjuk protes di seluruh dunia.

Kemudian Gerakan #MeToo, sebuah kampanye yang berhasil memicu perhatian global tentang pelecehan seksual dan mendorong perubahan pada cara pandang masyarakat terhadap kekerasan seksual.

Aktivisme digital telah merevolusi cara masyarakat berpartisipasi dalam isu-isu sosial dan politik. Dengan memanfaatkan teknologi digital, individu dan kelompok dapat menyuarakan pendapat, mengorganisir massa, dan menciptakan perubahan yang signifikan dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya Aktivisme digital akan terus berkembang dengan munculnya teknologi baru, contohnya seperti kecerdasan buatan dan blockchain. Sebagai masyarakat sipil tentu akan terus mengharapkan aktivisme digital menjadi semakin canggih dan efektif dalam mendorong perubahan sosial. Namun, penting untuk tetap memastikan bahwa teknologi digunakan secara bertanggung jawab dan etis untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan inklusif.

HukumdanRegulasiTerkinitentangAktivismeDigital

Penulis: Jihan Nabila

Perkembangan teknologi informasi yang berjalan dengan pesat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan pelbagai aktivitas di ruang digital. Ruang digital menjadi ruang yang tepat untuk konstruksi, promosi, dan penyebaran wacana dalam konteks sosial dan politik dengan gaya komunikasi populisme. Penggunaan media sosial sebagai salah satu pilihan medium di ruang digital mampu untuk menjadi tempat pertemuan pelbagai individu untuk melakukan konsolidasi dan mobilisasi untuk melakukan sebuah gerakan sosial.

Namun, dalam laju perkembangan teknologi tidak mampu diiringi regulasi dan penegakan hukum terkait dengan perlindungan terhadap aktivisme digital tersebut. Seperti terjadi serangan siber yang sering kali menjadi persoalan aktivisme digital yaitu, hacking, penyadapan, pencurian data pribadi, doxing, dan lainnya. Serta terdapat kekosongan hukum (rechtvacuum) terhadap beberapa aspek seperti perlindungan data pribadi masyarakat, dan pengaturan hukum digital lainnya juga tersebar di pelbagai peraturan undang-undang yang berbeda.

Ilustrasi keseimbangan antara perkembangan teknologi dengan isu sosial.
Laporan

Produk hukum seperti Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebenarnya telah memberikan larangan dalam melakukan serangan siber, walaupun hanya terbatas pada beberapa tindak pidana tertentu. Salah satunya adalah ketentuan dalam Pasal 30 undang-undang a quo yang melarang setiap orang untuk mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain. UU ITE juga mengatur beberapa larangan lain seperti melakukan penyadapan, merusak informasi elektronik, hingga secara paksa mengambil data digital milik orang lain.

Namun, kasus serangan siber yang menimpa pelbagai kelompok masyarakat sipil selalu menemui jalan buntu dalam proses penegakan hukum UU ITE sebagai regulasi hukum khusus (lex specialist) yang mengatur tentang aktivitas lalu lintas informasi dan transaksi elektronik belum mampu untuk memberikan perlindungan atas kritik masyarakat kepada pemerintah yang dilakukan di ruang digital.

Sebaliknya, undang-undang a quo dinilai malah dijadikan sebagai alat untuk meredam dengan cara upaya pemenjaraan atas individu atau kelompok yang mengkritik pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya angka kasus terkait dengan UU ITE.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) sebenarnya telah memberikan perlindungan bagi warga negara untuk mengutarakan pikirannya yang telah dijamin oleh Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

UU ITE yang mengalami perubahan

menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Revisi terhadap UU ITE tersebut merupakan salah satu bentuk evaluasi dan kesadaran dari pembentuk undang-undang bahwa terdapat muatan isi bermasalah dalam regulasi hukum tersebut. Namun, perubahan terhadap beberapa pasal dan tambahan penjelasan dalam revisi UU ITE tidak mampu menghentikan karakteristik pemidanaan yang menjadi persoalan undang-undang tersebut.

Maka dari itu, harus dilakukan perubahan mendasar agar mampu untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang lebih baik bagi setiap orang. Perkembangan teknologi informasi yang memunculkan bentuk-bentuk baru dalam aktivisme harus mampu diwadahi oleh regulasi hukum yang berpihak pada kepentingan publik. Pemenjaraan harus dijadikan sebagai

Laporan Utama

pilihan terakhir dalam upaya penegakan hukum pidana di Indonesia. Pembentuk undang-undang harus memberikan prioritas lebih pada aktivitas baru masyarakat di ruang digital yang dapat menjadi sebuah gerakan politik sebagai bentuk kontrol sosial masyarakat terhadap tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Perkembangan teknologi informasi menghadirkan varian baru dalam aktivisme di ruang digital, di antaranya adalah petisi online, ruang diskusi virtual yang dapat menjadi pernyataan sikap hingga memberikan tuntutan kepada pemerintah, serta gerakan bersama dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat melalui medium media sosial. Sayangnya, masih terdapat bentuk aktivisme di ruang digital yang belum diatur dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.

Ilustrasi word cloud aktivisme digital.

Digitalisasi

Nuansa Achievements

Jadilah Kontributor!!!

Nuansa menyediakan tempat bagi teman-teman yang ingin menyalurkan isu terkini. isu yang terpilih akan

dipublikasi oleh LPPM Nuansa. Informasi pribadi akan

dijamin kerahasiannya dan isu akan ditindaklanjuti secara profesional untuk keperluan berita. Selain itu, LPPM Nuansa juga menerima berbagai macam sumbang karya berupa cerpen, puisi, opini, maupun komik.

Segera kirimkan karyamu ke mailnuansa@gmail.com!

PemanfaatanPetisiOnline sebagaiBentukProtesTanpaKekerasan

Penulis: Ira Listy Febriyanti

Petisi online merupakan surat elektronik yang saat ini populer di kalangan masyarakat yang mengkritik serta memberi saran kepada suatu instansi terhadap suatu isu. Petisi online menawarkan cara yang mudah dan efektif untuk mengumpulkan dukungan dan menekan pihak berwenang atau instansi terkait untuk mengambil tindakan. Salah satu aspek menarik dari penggunaan petisi online adalah kemampuannya untuk menjadi sarana protes tanpa kekerasan. Pastinya petisi online ini memungkinkan individu dan

kelompok untuk mengungkapkan

ketidakpuasan mereka tanpa harus terlibat dalam aksi fisik atau kekerasan. Meningkatnya kekerasan dalam berbagai bentuk, baik dalam konteks sosial, politik, maupun lingkungan, telah menjadi pendorong utama munculnya petisi online sebagai alat protes tanpa kekerasan. Fenomena ini mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk menemukan cara yang aman dan damai untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka, tanpa harus terlibat dalam aksi fisik yang berpotensi berbahaya.

Ilustrasi penandatanganan petisi online, sebagai bentuk aktivisme digital.

Banyak orang merasa eng dalam aksi fisik karena risiko dengan pihak berwenang ata lain yang berseberangan. P menawarkan cara yang aman partisipasi dalam protes t menghadapi risiko fisik Dala mana kekerasan menjadi pen penyampaian aspirasi, petisi dan dapat menjadi alat yang e menyuarakan pendapat. B tanda tangan, masyarak menunjukkan dukungan me kolektif tanpa harus hadir tertentu dan pastinya terhinda terkena kekerasan saat mel demonstrasi.

Dalam era digital yang semakin berkembang, petisi online telah menjadi alat penting bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat dan aspirasi masyarakat. Seiring dengan meningkatnya akses internet, platform petisi online seperti Change.org, Avaaz, dan lainnya menjadi sangat populer. Platform-platform ini menyediakan wadah bagi siapa saja untuk membuat dan menandatangani petisi mengenai berbagai isu, mulai dari hak asasi manusia, lingkungan, hingga kebijakan publik Penggunaan petisi online tidak hanya terbatas pada skala lokal tetapi juga dapat menjangkau audiens global.

Namun, efektivitas petisi online ini masih dipertanyakan. “Efeknya masih kecil, masih marjinal dan di isu-isu tertentu saja. Atensi terhadap gerakan aktivisme digital ini dari otoritas juga masih kecil,” ungkap Prof Masduki, seorang profesor bidang Ilmu Media dan Jurnalisme. Menurutnya, untuk menghasilkan perubahan kebijakan yang signifikan, petisi online perlu dilengkapi dengan gerakan offline, seperti lobi-lobi atau demonstrasi ke kantor pemerintah “Masih dibutuhkan movement offline untuk melengkapi gerakan di-online, ” tambahnya.

Digitalisasi

Ilustrasi bentuk aktivisme digital disertai aksi demonstrasi

Hal ini dikarenakan otoritas masih cenderung lebih memperhatikan gerakan yang berbasis offline. “Sebetulnya karena masih masa transisi, teknologi itu bisa menjadi ruang untuk gerakan sosial, tapi pemegang otoritas juga masih melihat gerakan yang berbasis offline misal demonstrasi, membuat opini di media, itu juga masih di-notice sebagai pesan yang mereka tangkap,” jelas Prof. Masduki. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa masih harus ada kombinasi antara gerakan online dan offline. “Tidak bisa hanya offline, tidak bisa hanya online, meskipun mungkin semakin kesini yang digital akan semakin kuat,” lanjutnya

Maraknya kekerasan dalam berbagai bentuk, petisi online telah menjadi solusi yang populer dan efektif untuk mengajukan protes tanpa harus terlibat dalam aksi fisik. Hal ini tidak hanya memungkinkan partisipasi yang lebih luas, tetapi juga menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat. Oleh karena itu, petisi online dapat dijadikan salah satu alat penting dalam demokrasi modern, yang memungkinkan masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka dengan cara yang damai dan konstruktif.

Ilustrasi pengumuman untuk mengisi petisi online

OpiniPublik:PengaruhNetizendalam MenghadapiIsuSosialterkaitAktivismeDigital

Penulis: Syafa Arshinta Nabila

nyinyiran netizen terkait isu sosial

Dewasa ini, ketergantungan manusia akan internet dan teknologi informasi semakin besar, terlebih didukung pula dengan pesatnya perkembangan dunia digital.

Tercatat pada Februari 2024 bahwa lebih dari 221 juta individu pengguna internet di Indonesia, sehingga tingkat penetrasi Indonesia menyentuh angka 79,5% dari populasi nasional. Dengan besarnya persentase pengguna internet itu, dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk aktivisme digital Maka setiap pendapat atau tanggapan yang diketikkan oleh warganet atau netizen, akan besar dampaknya terhadap suatu isu yang sedang dibicarakan.

Seorang pengamat remaja yang juga pernah bekerja sebagai konselor LPKA UMY, Nuha Nudiya, beranggapan bahwa ketergantungan manusia pada internet adalah salah satu dampak dari masa pandemi, yang mendorong Indonesia bagaimanapun juga perlu lebih banyak menggunakan fitur-fitur dari internet, tidak terkecuali pada anak kecil dan remaja. Bahkan sekarang pun tak jarang para siswa diharuskan untuk menyertakan akun dan mengunggah tugas ke media sosial Ia juga menanggapi besarnya kebutuhan penggunaan media sosial ini pasti berpengaruh besar dalam membentuk opini publik.

Ilustrasi

Dalam sebuah kesempatan wawancara bersama seorang profesor bidang Ilmu Media dan Jurnalisme, Prof. Masduki, yang menjelaskan bagaimana netizen dapat memengaruhi pembentukan sebuah opini publik di media sosial. Ia menyebutkan istilah “ no viral no justice” yang berarti bahwa keadilan seringkali hanya dapat dicapai jika isu tersebut menjadi viral di media sosial, yang sangat relevan dengan realita saat ini. Istilah tersebut secara tidak langsung menginterpretasikan bahwa ada upaya-upaya penggiringan opini oleh suatu kekuatan besar yang mengorkestrasi netizen secara organik Upaya tersebut oleh mereka yang disebut influencer, buzzer, dan sebagainya. Namun pada saat yang sama, ada juga komunitas-komunitas independen yang juga bekerja di dunia digital. Prof. Masduki juga menambahkan, “nah itu mereka saling berebut pengaruh. Dan pihak ketiganya adalah kita, para pengguna media sosial”.

Ada sebuah isu yang sedang ramai akhirakhir ini, yaitu tentang rombongan artis dan influencer yang diajak ke IKN untuk meninjau pembangunan jalan tol dan infrastruktur lainnya. Profesor yang juga merupakan guru besar di UII itu menyebutkan bahwa influencer banyak digunakan untuk menunjang impact dari suatu isu, dimana influencer dapat memengaruhi perilaku dari para pengikutnya.

Hal tersebut adalah contoh bagaimana netizen menjadi aspek yang sangat diperhatikan juga dipertimbangkan sekaligus menjadi pilar penting bagi demokrasi digital sekarang.

Faza Fauziah Adhima, sebagai analis kebijakan publik internasional menyebutkan gerakan “Black Lives Matter” (BLM) adalah contoh bahwa netizen berpengaruh besar terhadap sebuah isu sosial. BLM yang awalnya hanya sebuah frasa, berubah menjadi gerakan internasional dengan dukungan yang semakin bertambah Diketahui protes perlawanan terhadap rasisme dengan slogan #BLM ini terjadi di seluruh dunia dan tagar #BlackLivesMatter digunakan puluhan juta kali di media sosial. Hal ini dapat menunjukan seberapa besar pengaruh netizen terhadap suatu isu sosial.

Kemudian alumni program studi Hubungan Internasional UMY tersebut kemudian melanjutkan bahwa menurutnya walaupun netizen melakukan aktivisme digital dengan kesadaran penuh, tidak sedikit yang masih tidak menyadari apa dampak yang akan dihasilkan dari aktivisme digital yang ia lakukan, “ apa yg mereka dapatkan, cuitkan lalu posting itu sebenarnya berdampak besar untuk membentuk opini publik. Maka yang harus lebih diperhatikan lagi itu benar

atau salahnya (opini yang dilihat netizen di media sosial). Jangan sampai kita hanya tenggelam dalam opini-opini orang lain saja”.

Hal itu juga segaris dengan apa yang disampaikan oleh Nuha. Ia menuturkan betapa luasnya dunia digital, tetapi netizen sering kali sangat mudah mengutip atau men-share tanpa mencari tahu kembali fakta apa yang sebenarnya terjadi. Ia juga menambahkan, “itu kan sangat berbahaya. Apalagi pengaruh netizen ini bisa dilihat dari dua sisi yaitu positif dan negatif”. Dimana maksud pengaruh negatif disini adalah ketika isu yang diangkat itu belum valid, atau isu tersebut hanya berupa opini pribadi tanpa berdasarkan fakta

Namun Prof Masduki beranggapan bahwa peran netizen dalam aktivisme digital masihlah sangat minim dan cenderung bersifat sporadis (tidak tentu, tidak berkelanjutan). Ia juga menuturkan bahwa persoalan ini juga berkaitan dengan pemahaman yang dimiliki netizen terkait aktivisme digital yang masih sangat minim. Padahal terdapat ekspektasi besar terhadap netizen bahwa mereka akan menjadi aktoraktor demokrasi melalui forum percakapan dan diskusi kritis yang sarat akan narasi nilai-nilai. “Tapi yang terjadi sebaliknya, dunia digital sekarang justru penuh dengan

kaum hedonisme, rebahan, juga yang hanya menyukai konten entertainment. Gerakan aktivisme seperti petisi-petisi online atau gerakan complain movement masih sangat marjinal dan pada isu sporadis saja. Maka yang kita butuhkan adalah (suatu sistem digital) yang organize, bahkan yang dapat menjadi people power digital, ” akhirnya.

Ilustrasi masyarakat yang cenderung hedonisme dan hanya menyukai konten entertainment

Digitalisasi

FenomenaFoMOMenyebabkanKrisisIdentitas padaGenerasiMuda

Penulis: Aqila Qur’ani

Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah Fear of Missing Out (FoMO). Istilah FoMO pertama kali muncul dalam artikel yang berjudul “Social Theory at HBS: McGinnis’ Two FOs” oleh Patrick McGinnis. Fenomena FoMO menjadikan seseorang terkhusus generasi muda menganggap kehidupan orang lain lebih menyenangkan sehingga apapun yang dilakukan harus sesuai dengan standar penilaian orang pada umumnya. Banyaknya informasi yang dikonsumsi dengan mudah menjadi salah satu pemicu terjadinya fenomena ini

Keinginan untuk terus meng-update informasi di dunia maya menjerumuskan generasi muda pada kondisi nyaman untuk mengikuti semua informasi terkini. Mulai dari mengikuti tren berpakaian masa kini, mengakses gossip, atau sekedar meng-update keadaan yang sedang ramai dibicarakan Tanpa disadari mengikuti semua update tren yang terjadi tanpa adanya penyaringan informasi lama-kelamaan menjadikan seseorang tidak ingin tertinggal dan selalu ingin meng-upgrade diri menjadi yang paling baik agar mendapat validasi bahwa dia merupakan orang yang selalu update terhadap tren terkini. Munculnya sindrom FoMO akhirnya mendorong seseorang untuk menciptakan suasana menarik di kehidupan virtualnya. Sebab tidak ingin merasa dikucilkan, seseorang terpaksa mengunggah seluruh kehidupannya di media sosial berupa kegiatan liburan, konser, kuliner, bahkan kondisi kehidupan yang bersifat privasi juga dieksploitasi demi menjaga eksistensi di kehidupan media sosial.

Keadaan yang saat ini seakan tak bisa terlepas dari bayang-bayang media sosial, dapat menjadi bencana atau akhir dunia

Ilustrasi pemuda FoMO, terlihat bingung ingin mengikuti tren mana

bagi kaum muda jika mereka tidak mengikuti aktivitas, tren, atau gaya hidup yang sama seperti teman sebayanya.

Mereka menganggap tidak mengikuti tren akan mendorong mereka menjadi orang yang “kudet” (kurang update) sehingga dapat menjadi bahan olok-olokan oleh teman-temannya. Selain itu, ketika seseorang tidak memiliki sesuatu yang menarik untuk diunggah, mereka otomatis merasa ada yang salah dalam hidup mereka. Kondisi seperti ini dapat memengaruhi psikis seseorang karena menyebabkan terjadinya perubahan perilaku akibat kecemasan dan kekhawatiran ketika tidak dapat mengikuti dan memenuhi ekspektasi orang lain.

Puncak masalah terjadi ketika perilaku FoMO menyebabkan kaum muda menjadi krisis identitas. Krisis identitas adalah kondisi saat seseorang kerap mempertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan identitas dirinya seperti kepercayaan, nilai hidup, perasaan, dan pengalaman. Kehidupan yang terus menerus bergantung pada tren di media sosial secara perlahan mengakibatkan timbulnya perasaan ragu atas kemampuan diri sendiri. Menurut Volkan Dogan dari University of Missouri, secara mental FoMO dapat memicu krisis identitas dan menurunkan self-esteem seseorang. Secara

fisik, kalau FoMO sudah berada pada tingkatan parah dan menyebabkan mood menjadi hancur beberapa orang bisa mengalami mual, sakit kepala, tidak nafsu makan, serta sesak napas.

Maka dari itu, untuk mengatasi sindrom FoMO dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti, fokus pada kelebihan diri sendiri. Sebagai manusia biasa kita tidak bisa memaksa diri untuk selalu bisa mengikuti semua yang terjadi di media sosial, untuk itu perlunya kesadaran yang kuat akan kemampuan diri sendiri agar bisa lebih fokus meningkatkan kualitas diri tanpa harus bergantung pada kehidupan di media sosial. Selain itu, kita perlu membatasi penggunaan media sosial karena mengaksesnya secara berlebihan dapat memengaruhi pikiran dan perasaan kita terhadap orang lain juga membuat timbulnya perasaan tidak pernah puas dengan apa yang kita miliki Terakhir, bisa dilakukan dengan cara membangun koneksi dengan orang-orang yang membawa dampak positif. Sebagai makhluk sosial penting untuk menjaga silaturahmi agar hubungan sosial dengan orang lain dapat berjalan dengan baik. Perasaan FoMO akan hilang secara perlahan jika kita mulai merasa nyaman untuk bergaul dengan orang lain di dunia nyata.

Digitalisasi

ThePowerofNetizen+62

Penulis: Bimo Putra Pangestu

Aktivisme digital di Indonesia semakin berkembang pesat, terutama dengan semakin meluasnya penggunaan internet dan media sosial di masyarakat. Aktivisme digital merupakan perubahan pola perilaku yang dilakukan oleh masyarakat yang disebabkan oleh perkembangan teknologi. Masyarakat yang mulanya menyuarakan suatu pesan atau aksi dengan cara turun ke jalan, berubah menjadi aksi melalui platform media sosial Gerakan aktivisme digital ini dimulai pada tahun 1994 dan terus mengalami perkembangan sampai saat ini. Di Indonesia sendiri, aktivisme digital menjadi hal yang mulai ramai digunakan sampai-sampai sering mendapat julukan "The Power of Netizen +62". Julukan tersebut bukan tanpa alasan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.47. Dengan jumlah netizen yang sangat banyak tersebut, masyarakat menggunakan platform media sosial sebagai wadah untuk menyuarakan aksi.

Ilustrasi netizen nyinyir di media sosial, yang apa-apa harus viral.

terhadap berbagai platform media sosial dan internet, sehingga pesan atau informasi yang mereka sebarkan dapat dengan cepat menyebar dan menjadi viral

Kekuatan netizen +62 dalam memviralkan kasus di Indonesia sangatlah besar dan berpotensi untuk membentuk opini publik serta memengaruhi kebijakan pemerintah. Netizen +62 memiliki akses yang luas

Dalam konteks aktivisme digital di Indonesia, netizen +62 memiliki peran yang penting dalam memperjuangkan isuisu sosial dan politik yang dianggap penting oleh masyarakat. Mereka seringkali menjadi penjaga kebenaran dan pembela hak asasi manusia melalui kampanyekampanye online dan petisi yang mereka buat. Namun, kita juga harus berhati-hati dalam menggunakan kekuatan netizen +62 ini. Sebagian besar informasi yang viral di

media sosial seringkali tidak dicerna dengan baik, sehingga bisa menimbulkan hoaks atau misinformation yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, penting bagi netizen +62 untuk selalu memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya ke publik.

Secara keseluruhan, kekuatan netizen +62 dalam memviralkan kasus di Indonesia dan aktivisme digitalnya merupakan sebuah kemajuan yang bisa dimanfaatkan dengan baik untuk memperjuangkan keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Akan tetapi, kekuatan ini juga harus diimbangi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak benar.

Namun, aktivisme digital juga memiliki potensi yang besar dalam mengambil peran sebagai agen perubahan sosial dan politik. Dengan menggunakan media sosial dan teknologi digital, aktivis dapat dengan mudah menjangkau khalayak yang lebih luas dan menggalang dukungan untuk isuisu penting seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan keadilan sosial. Aktivisme digital juga dapat memberikan ruang bagi suara-suara minoritas untuk didengar dan diakui, serta memberikan platform bagi

partisipasi politik yang lebih inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat

Dalam konteks Indonesia yang pluralis dan beragam, aktivisme digital dapat menjadi sarana untuk memperkuat demokrasi dan menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial. Dengan pemanfaatan yang bijaksana, aktivisme digital dapat menjadi kekuatan yang positif dalam memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menyadari peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga integritas dan kredibilitas aktivisme digital di Indonesia.

Kasus yang sedang viral saat ini yaitu Vina Cirebon. Kasus ini merupakan satu dari banyaknya kasus yang menjadi contoh aktivisme digital di Indonesia. Bagaimana tidak, kasus yang terjadi pada tahun 2016 ini mendadak viral karena terjadi banyak kejanggalan Media sosial dijadikan sebagai wadah untuk bersuara oleh para aktivis untuk terhubung kepada individu yang berpikiran sama, mobilisasi massa, membentuk opini publik dan mampu memantikkan semangat yang sama.

Digitalisasi

DariTikTokkeParlemen:BagaimanaAlgoritma

MembentukMasaDepanPolitik

Penulis: Alifia Rahma

Era digital telah membawa perubahan drastis dalam lanskap politik. Media sosial terutama platform TikTok, telah menjadi medan perang baru bagi para politisi. Algoritma yang menjadi jantung dari platform-platform ini memiliki peran yang semakin signifikan dalam membentuk opini publik, membentuk narasi politik, dan bahkan mempengaruhi hasil pemilihan.

Algoritma TikTok dirancang untuk menyajikan konten yang paling menarik bagi pengguna. Konten politik yang memicu emosi kuat, seperti kemarahan atau kegembiraan, memiliki peluang lebih besar untuk viral dan memungkinkan politisi menjangkau jutaan orang dalam waktu singkat. Selain itu, algoritma juga secara aktif membentuk perilaku pengguna dengan menyajikan konten yang sesuai dengan minat mereka, sehingga memperkuat pengaruh pesan politik tertentu dan membentuk opini publik.

Dampak yang Lebih Luas

Fenomena tersebut memiliki sejumlah implikasi yang lebih luas bagi dunia politik: Polarisasi Politik: Algoritma yang mempersonalisasi konten cenderung

Ilustrasi dari layar ponsel ke gedung parlemen

menciptakan filter bubble, di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang sejalan dengan pandangan mereka. Hal ini dapat memperkuat polarisasi politik dan menghambat dialog lintas ideologi

Disinformasi dan Misinformasi: Algoritma yang memprioritaskan konten yang viral dapat mempercepat penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan. Politisi dan kelompok kepentingan dapat memanfaatkan hal ini untuk menyebarkan propaganda atau menyerang lawan politik

Digitalisasi

Manipulasi Pemilu: Algoritma dapat dimanfaatkan untuk menargetkan kelompok pemilih tertentu dengan pesan-pesan yang dirancang untuk mempengaruhi pilihan mereka. Hal ini dapat memanipulasi hasil pemilu dan merusak integritas proses demokrasi.

Dalam era digital yang semakin kompleks ini, algoritma telah menjadi kekuatan yang tak terbantahkan dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi hasil pemilihan. Dengan memahami bagaimana algoritma bekerja dan bagaimana informasi disebarluaskan di media sosial, kita dapat menjadi konsumen informasi yang lebih cerdas dan kritis. Dengan begitu, kita dapat melindungi diri dari manipulasi informasi dan ikut serta dalam membangun ruang publik yang sehat dan demokratis.

PeranTeknologidalamMendukungAktivismeDigital

Ilustrasi teknologi dalam mendukung aktivisme digital.

Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara interaksi sosial dan memunculkan aktivisme digital sebagai bentuk baru dari gerakan sosial. Teknologi ini memfasilitasi interaksi dan komunikasi dalam komunitas virtual, memungkinkan individu untuk membangun relasi dan berpartisipasi dalam gerakan sosial dengan lebih mudah. Selain itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membuka peluang baru bagi para aktivis untuk menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan berbagai isu sosial, politik, dan lingkungan secara lebih efektif dan luas.

Salah satu bukti nyata dari peran teknologi dalam aktivisme adalah pemanfaatan media sosial. Platform seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan TikTok memberikan kesempatan bagi para aktivis untuk menyampaikan pesan mereka dengan cepat dan menjangkau audiens di seluruh dunia. Sebagai contoh, kampanye hashtag telah menjadi alat yang efektif untuk menggalang dukungan dan memobilisasi aksi massa.

Selain media sosial, teknologi juga memfasilitasi kolaborasi dan koordinasi antaraktivis melalui aplikasi pesan instan

Digitalisasi

seperti WhatsApp dan Telegram, yang memungkinkan komunikasi cepat dan aman, serta penyelenggaraan rapat dan diskusi virtual melalui aplikasi seperti Zoom, sehingga memudahkan para aktivis dari berbagai belahan dunia untuk berkolaborasi tanpa harus bertemu secara fisik Platform-platform ini memfasilitasi pertukaran ide, perencanaan strategi, dan pelaksanaan kampanye dengan lebih efisien, memungkinkan para aktivis untuk merespons isu-isu mendesak secara lebih cepat dan terorganisir. Tak hanya itu, Tak hanya itu, teknologi juga memainkan peran penting dalam pengumpulan dan analisis data. Alat-alat analitik dan big data memungkinkan para aktivis untuk mengumpulkan informasi secara lebih sistematis dan menyusun strategi yang lebih efektif berdasarkan data yang ada.

Namun, penggunaan teknologi dalam aktivisme juga menghadapi tantangan signifikan. Keamanan dan privasi menjadi isu krusial, mengingat banyaknya data sensitif yang beredar. Para aktivis harus berhati-hati dalam menggunakan teknologi dan memastikan bahwa mereka memilih alat yang aman untuk melindungi informasi mereka dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, mereka perlu waspada terhadap potensi serangan

siber, seperti peretasan yang dapat membahayakan gerakan mereka. Untuk mengatasi tantangan ini, aktivis perlu mengadopsi praktik keamanan siber yang baik, seperti menggunakan kata sandi yang kuat

Secara umum, teknologi telah menciptakan peluang baru bagi para aktivis untuk menyampaikan dan memperjuangkan berbagai isu dengan cara yang lebih efektif. Namun, penting bagi mereka untuk tetap waspada terhadap risiko yang ada dan terus memperbarui pengetahuan serta menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang. Dengan begitu, teknologi dapat terus berfungsi sebagai pendorong utama yang mendukung aktivisme digital di masa depan.

TransformasiGerakanAktivismemelalui

PemanfaatanMediaDigital

Penulis: Selqly Ruwana Aisya

Era digital ditandai dengan kemudahan akses terhadap berbagai kebutuhan dan informasi secara cepat dan mudah. Perkembangan teknologi digital dari masa transisi media lama ke media baru seperti saat ini memberikan ruang interaksi digital yang memungkinkan individu untuk membangun relasi dan partisipasi ke dalam sebuah komunitas atas dasar kesamaan minat, ketertarikan, maupun tujuan yang ingin dicapai termasuk gerakan sosial. Gerakan sosial merupakan bentuk aksi bersama yang bertujuan untuk melakukan reorganisasi sosial baik secara formal maupun informal. Sydney Tarrow berpendapat bahwa gerakan sosial merupakan sebuah tantangan kolektif yang dilandasi oleh tujuan bersama, rasa solidaritas, dan interaksi sosial yang berkelanjutan antara kelompok penentang dan dan pemegang wewenang dalam pembahasan tentang gerakan sosial banyak sekali para pakar teoritis sosial memberikan definisi mengenai gerakan sosial (social movement).

Gerakan sosial semakin marak di Indonesia, terutama sejak meningkatnya penggunaan internet serta munculnya berbagai platform media baru Menurut poran We Are Social, jumlah pengguna

Ilustrasi pemanfaatan media digital untuk gerakan aktivisme.

internet di Indonesia terus meningkat dalam sedekade terakhir. Pada Januari 2024 ada 185 juta individu pengguna internet di Indonesia, setara 66,5% dari total populasi nasional yang berjumlah 278,7 juta orang. Kenaikan jumlah pengguna internet menunjukkan, bahwa pengguna media sosial di indonesia sangat besar.

Internet telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk bersuara dan terlibat dalam isu-isu sosial. Melalui platform digital seperti laptop atau smartphone yang terhubung dengan internet,

individu dapat dengan mudah mengakses informasi, berkolaborasi dengan orang lain, dan ikut serta dalam berbagai gerakan sosial. Berbeda dengan dahulu yang di mana isu-isu terkait aksi sosial harus dibahas melalui pertemuan langsung dan diskusi tatap muka, kini teknologi memungkinkan isu-isu tersebut untuk muncul dan berkembang melalui media sosial. Bahkan, menarik dukungan massa yang luas dapat dilakukan melalui forum diskusi publik online. Bentuk aktivisme atau gerakan sosial yang umum mencakup aksi langsung seperti kampanye, protes, boikot, demonstrasi, pembentukan komunitas, promosi gagasan, penulisan surat, dan petisi. Hal ini yang kemudian menarik minat untuk menggunakan ruang digital dalam membangun opini publik dan mendorong terjadinya transformasi gerakan sosial di dunia maya.

Menurut Habermas, ruang publik adalah tempat untuk mengekspresikan aspirasi atau mengadakan diskusi Gerakan sosial adalah aksi di mana individu atau kelompok menyampaikan pendapat mereka mengenai suatu opini. Teori Habermas sangat relevan dalam konteks ini karena gerakan sosial seringkali melibatkan diskusi untuk menentang perubahan atau kebijakan yang tidak sesuai dengan pandangan mereka.

Konsep aktivisme digital kemudian muncul ketika teknologi mulai dimanfaatkan untuk mendukung berbagai aktivitas masyarakat sipil, terutama dalam negara demokrasi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pihak di seluruh dunia semakin menyadari dan tertarik pada potensi teknologi digital, baik perangkat keras seperti ponsel maupun perangkat lunak seperti internet

dan media sosial, khususnya dalam kampanye untuk perubahan sosial dan politik. Aktivitas ini dikenal sebagai "aktivisme digital." Fenomena ini telah berkembang di berbagai negara, menarik perhatian jurnalis, pengamat politik, serta peneliti dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu. Para juru kampanye profesional yang tertarik dengan dunia digital juga mempelajari fenomena ini, bukan hanya untuk memahami aktivisme, tetapi juga untuk mengeksplorasi strategi

dan taktik yang dapat secara efektif mencapai tujuan dari praktik aktivisme tersebut

Digitalisasi

Dia

Dia

Oleh: Daru Puspitaningtyas

Di bawah langit biru yang cerah, dia.

Seorang anak kecil melukis impian, Dengan pensil harapan dan krayon cita-cita,

Ia menggambar dunia yang indah dan penuh warna

Di matanya terpantul sinar bintang, Berpijar terang menyinari jalan,

Dalam langkah kecilnya tersimpan keberanian, Menuju puncak harapan, ia terus, melangkah pelan.

Kelak, dewasa tiba, ia takkan menyerah, Menggapai mimpi, memeluk cita-cita,

Dengan tekad yang kuat dan hati yang tabah, Ia akan mewujudkan semua asa dalam nyata.

Coba dulu

Oleh: Daru Puspitaningtyas

Lewat malam-malam penuh derita,

Kudapati sinar di balik kelam,

Bersyukur, kuhadapi semua dengan tabah,

Kini rasa syukur mengisi setiap pagi dan malam.

Setengah langkah menuju bahagia,

Telah kureguk manisnya dalam dada,

Cobaan yang dulu menyesakkan dada,

Kini mengajari arti sejati dari rasa lega.

Di sini, di tengah perjalanan hidup,

Kutemukan senyum dan ketenangan,

Bersyukur atas semua yang kujalani,

Sekarang kebahagiaan setengah penuh kurengkuh dengan riang.

I'llseeyouontheother17th

Penulis: Aisha Inggardini

Entah mengapa, tanggal 17 selalu menjadi hari yang tak ingin dilalui setelah sebuah ‘hal’ terjadi

Menjadi hari yang diharapkan tak akan pernah hadir karena tinggalkan kenangan terlalu pahit dan bahkan masih membekas hingga hari ini.

Hari demi hari berlalu begitu saja seperti biasanya. Jarum jam terasa berputar lebih cepat untuk akhir-akhir ini. Rasanya seperti baru saja meninggalkan rumah untuk mulai bekerja dan beraktivitas, namun tanpa dirasa ternyata matahari telah bersiap untuk kembali beristirahat. Semburat senja mulai terlihat menghiasi langit yang juga mulai berubah warna.

Semua orang tengah bergegas untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Melepas penat dengan berbaring sejenak sembari menikmati secangkir teh hangat dan beberapa camilan favorit Setidaknya tubuh yang telah bekerja satu hari ini bisa mengistirahatkan diri.

Membayangkan bisa bergelung di balik selimut teddy bear hangatnya dan memeluk boneka beruang besar miliknya sambil menonton film yang sedang dinantikan membuat salah seorang gadis di ujung ruangan salah satu gedung bertingkat itu seketika menjatuhkan kepalanya di atas meja. Layar komputer yang menampilkan deretan angka di hadapannya menjadi jawaban mengapa dirinya masih terduduk di sana kala semua orang berlomba untuk segera tiba di rumah

Tambahan pekerjaan yang diberikan padanya setelah jam makan siang tadi berhasil menahannya di ruangan ini bersama beberapa orang yang juga bernasib sama sepertinya.

“Ah elah, nambah lagi lo?”

Sebuah suara membuatnya mendongakkan kepalanya. Netranya berpendar ke sekitar mencari sumber suara. Ia dapati kawan karibnya tengah menggigit sepotong roti dari bilik kerjanya.

“Ya, mau gimana lagi, ya. ”

“Masih berapa lagi emang?”

“Lima juga ada kali ini kayaknya.”

“Buset, kata gue lo minta buat udahan lembur dulu. Udah berapa kali coba lo begini padahal masa kerja lo juga bisa diitung masih baru.”

“Selama gue masih sanggup juga nggak apa-apa, Mel Kalau emang kewajibannya gitu juga ya tinggal dikerjain aja.”

“Ah, lo kenapa jadi orang hobi pasrah banget kenapa, dah? Sekali-kali protes gitu, loh, Ar. Lo punya hak buat nolak.”

“Tapi gue juga punya hak buat nerima aja, kan?”

“Bodo, lah. Heran gue sama lo, tuh.”

Arshilla, gadis yang hanya tertawa pelan sebagai jawaban dari perkataan temannya barusan kemudian berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri Melani, gadis satunya lagi yang memasang air muka kusut karena masih tak habis pikir dengannya.

“Marah-marah mulu. By the way, roti masih ada nggak?”

“Masih. Lo mau? Gue ambilin aja.”

“Et, biar gue aja. Sekalian mau ambil minum ”

“Beneran? Nggak lemes, kan?”

“Hah? Kenapa lemes?”

“Tadi gue liat lo tiduran di meja. Kirain gue tadi lo sakit.”

“Oh, ngantuk dikit doang tadi. Makanya ini sekalian mau ambil kopi.”

“Ya udah Buruan sana ambil Keburu lo lemes beneran ”

“Yeu, ngedoain kah?”

“Antisipasi. Eh, gue nitip satu kopinya, hehe.”

“Iye” jawabnya sambil melenggang meninggalkan Melani yang terlihat mulai kembali fokus dengan layar di hadapannya.

Arshilla mengambil dua potong roti yang masih tersedia. Lalu beralih pada mesin kopi yang terletak tidak jauh dari rak tempat roti sebelumnya. Pandangannya teralihkan sesaat ke arah kalender yang terpasang tepat di belakang mesin kopi. Sebuah angka berhasil mengunci tatapannya. Senyumnya perlahan menghilang digantikan dengan gurat kebencian yang tersirat.

Bersambung

Edisi: Digitalisasi

Katanya,KitaSudah ‘Merdeka’

Penulis: Aisha Inggar Dini

Mahendra mengubah posisi duduknya, menyilangkan kaki di atas sofa sambil menggenggam remote televisi. Suara pembawa acara yang energik memenuhi ruangan, memperkenalkan para peserta Clash of Champions, sebuah variety show yang menampilkan mahasiswa-mahasiswa luar biasa dari seluruh Indonesia. Mereka adalah anak-anak bangsa yang bukan hanya pintar, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpikir cepat, memecahkan masalah, dan menunjukkan keunggulan dalam berbagai tantangan akademik

Mahendra selalu menantikan program ini.

Baginya, acara ini adalah bukti bahwa Indonesia memiliki generasi muda yang cerdas dan siap bersaing di tingkat global. Setiap kali dia menonton, dia merasa ada harapan baru untuk masa depan negara ini. Para peserta, atau yang disebut sebagai Champions, bukan hanya berjuang untuk menang, tetapi juga menginspirasi jutaan penonton. Namun, malam ini ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sejak beberapa episode terakhir, dia mulai memperhatikan sesuatu yang aneh di media sosial yang menyaksikan mereka.

Ketika dia membuka Twitter atau Instagram untuk melihat reaksi orangorang terhadap acara tersebut, yang dia temukan justru kebencian. Komentarkomentar negatif membanjiri setiap postingan tentang Clash of Champions. Orang-orang mengkritik para peserta, menyebut mereka sombong, pamer, atau bahkan menghina penampilan fisik dan kehidupan pribadi mereka.

"Apa gunanya acara ini? Cuma ajang pamer buat anak-anak kaya yang kuliah di luar negeri!"

"Drama nggak jelas, mau pinter atau nggak, tetep aja susah dapet kerjaan!"

Mahendra membaca komentar-komentar itu dengan hati yang semakin berat. Bukannya mendukung atau memberikan apresiasi, banyak orang justru menyerang para Champions dengan ujaran kebencian Dia tidak bisa memahami kenapa orangorang bisa begitu kejam pada mereka yang seharusnya menjadi inspirasi bagi generasi muda.

Mahendra ingat ketika pertama kali menonton acara ini, bagaimana dia terinspirasi oleh kegigihan dan semangat para Champions. Ada Kevin, seorang mahasiswa teknik yang tiga kali berhasil meraih medali di International Chemistry Olympiad selama tiga tahun berturut-turut. Ada juga Xaviera, seorang mahasiswi yang berhasil meraih beasiswa penuh di Korea Selatan untuk menempuh pendidikan SMA hingga kuliah. Mereka adalah bukti bahwa dengan kerja keras dan ketekunan, siapa pun bisa mencapai impian mereka.

Namun, sekarang Mahendra merasa kecewa Bukan pada acara atau para pesertanya, tetapi pada sikap orang-orang yang menonton Bukankah seharusnya mereka mendukung dan menghargai usaha para mahasiswa ini? Bukankah seharusnya mereka merasa bangga bahwa Indonesia memiliki generasi muda yang luar biasa?

Mahendra meletakkan ponselnya di meja, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh komentar negatif yang dia baca. Tapi pikiran itu terus mengganggu. Apakah ini yang disebut merdeka? Jika kita tidak bisa menghargai sesama anak bangsa yang berprestasi, lalu apa arti dari kemerdekaan yang selama ini digaungkan?

Dia teringat pelajaran sejarah di sekolah. Guru sejarahnya selalu berkata bahwa kemerdekaan bukan hanya soal lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga soal kebebasan berpikir dan bertindak. Merdeka berarti kita memiliki kebebasan untuk mengejar mimpi dan menjadi apa pun yang kita inginkan. Namun, jika kebebasan itu disertai dengan kebencian dan iri hati, apakah kita benar-benar merdeka?

"Katanya kita sudah merdeka," gumam Mahendra pelan, matanya masih terpaku pada layar televisi. Tapi di mana kemerdekaan itu ketika anak-anak bangsa yang berprestasi justru diperlakukan seperti ini?

Acara di televisi berlanjut, menampilkan tantangan berikutnya yang harus dihadapi para Champions. Mereka diminta untuk menyelesaikan serangkaian soal matematika dalam waktu yang singkat. Mahendra bisa melihat ketegangan di wajah mereka, tetapi juga semangat untuk menang. Mereka adalah anak-anak muda yang telah bekerja keras untuk mencapai titik ini, dan Mahendra tidak bisa mengabaikan rasa kagumnya.

Tetapi rasa kagum itu kini bercampur dengan kebingungan dan kekecewaan Bagaimana mungkin orang-orang tidak bisa melihat apa yang dia lihat? Bagaimana mungkin mereka memilih untuk fokus pada hal-hal negatif daripada menghargai usaha dan dedikasi para Champions?

Setelah acara selesai, Mahendra mematikan televisi dan merenung. Dia tahu bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan semua orang, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa diam. Mahendra memutuskan untuk menulis sesuatu di media sosial, sesuatu yang bisa menjadi suara bagi mereka yang percaya bahwa kita perlu lebih menghargai satu sama lain.

Dengan hati-hati, Mahendra mengetik di ponselnya:

"Kemerdekaan bukan hanya tentang bebas dari penjajahan. Kemerdekaan juga tentang menghargai satu sama lain, mendukung mereka yang berusaha dan berprestasi Para Champions di Clash of Champions adalah bukti bahwa Indonesia punya masa depan yang cerah Mari kita dukung mereka, bukan dengan kebencian, tetapi dengan semangat dan apresiasi. Karena katanya, kita sudah merdeka, kan?"

Mahendra menekan tombol "kirim" dan berharap bahwa suaranya akan didengar oleh banyak orang Dia tidak tahu apakah tulisannya akan berdampak besar, tetapi dia tahu bahwa dia harus mencoba. Karena bagi Mahendra, kemerdekaan sejati adalah ketika kita bisa saling mendukung dan menghargai satu sama lain, tanpa iri hati dan kebencian.

Dan di situlah, mungkin, arti kemerdekaan yang sebenarnya.

“maaf aku nggak bisa nemuin kamu sore ini”

Notifikasi di hp-ku menyalakan sebuah pesan darimu. Entah kenapa aku bisa merasakan hilangnya binar di mataku.

Lagi?

Ku hembuskan nafasku kasar, perlahan ku ambil kapas dan micellar water ku.

Wajah ayu yang tampak bersinar dengan make up di kaca itu. Perlahan menghilang digantikan dengan raut kekecewaan yang mulai tegas.

Pesanmu hanya kubaca, tak ada niat untuk membalasnya Hanya rasa kecewa sudah cukup membuatku berantakan saat ini

“maaf banget ya, cewekku minta ditemenin beli seblak soalnya”

“kamu bisa handle proker kali ini dulu nggak ya?”

“besok aku beliin lolipop deh yang gede”

“Oke -” balasku.

Ah iya, aku lupa dia punya pacar. Rumit ya menjalani cinta yang hanya satu arah. Cerita ini hanya tentang seorang aku, yang memujanya, yang memuja pacarnya.

Rumit memang. Tapi tetap saja dalam setiap hariku masih memikirkan kesempatan. Bahwa kelak. Aku bisa sampai pada titik, di mana aku Dan Dia bisa tertawa lepas dan bercanda dengan girang. Tanpa adanya background proker organisasi .

Ya lagi-lagi aku jatuh cinta pada partner organisasiku. Yap! Jatuh cinta. Cinta yang benar-benar jatuh. TAMAT!

NUANSA M NUANSA M

Aksi Penegakan HAM Mahasiswa Baru FH UMY Rabu, 13 September 2023

Tuntutan Kesejahteraan Relokasi PKL Malioboro Sabtu, 28 Oktober 2023 Di Depan Teras Malioboro

Suara Solidaritas Bantu Palestina Jum’at, 13 Oktober 2023 Di 0 km

Pembagian 5000 Takjil UMY Senin, 25 Maret 2024

Kamera merekam, pena menulis, inilah karya jurnalis muda LPPM Nuansa #LiputanNuansa

Edisi: Digitalisasi

KesanPesanBerorganisasi KesanPesanBerorganisasi

Kesan saya mengikuti UKM KPM UMY tentunya sangat berkenang banget

Selama di KPM kurang lebih 2 periode, saya merasakan proses bertumbuh yang awalnya hanya mahasiswa kupu-kupu menjadi mahasiswa kura-kura KPM selain memiliki atmosfer organisasi yang positif, disini saya menemukan berbagai perspektif baru dari teman-teman dengan jurusan yang berbeda Selain itu, menjadi anggota aktif di KPM juga memberikan saya kesempatan untuk merasakan berbagai kompetisi dan program peningkatan kapasitas seperti program pemberdayaan desa, bisnis competition, dan program kreativitas mahasiswa Terima kasih banyak untuk UKM KPM UMY yang telah menjadi wadah untuk bertumbuh, selalu jaya untuk kedepannya

Selama berada di LPPM Nuansa, saya belajar banyak hal mengenai manajemen waktu, problem solving, maupun softskill lainnya melalui kegiatan yang ada di Nuansa Selain itu, Nuansa juga meningkatkan kemampuan saya dalam bidang jurnalistik dan kepenulisan Melalui Nuansa saya mendapatkan relasi dari berbagai fakultas dan jurusan yang berbeda Saya harap Nuansa kedepannya semakin sukses dan jaya selalu Nuansa, Arsitek Kata!

ALIFIA RAHMA, LPPM NUANSA

Kesan pesan mengikuti UKM HW tentu sgt berkesan... Bertemu dengan keluarga baru dari berbagai fakultas bahkan dari berbagai kafilah HW di kampus kampus lain Menjadi bagian dari keluarga besar HW UMY merupakan salah satu pengalaman berharga di kampus, banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat atas keberlanjutan nya HW UMY, kepada LPKA, Pembina, Pelatih, dan seluruh keluarga besar HW UMY Semoga kedepannya kita tetap terpancar menjadi salah satu UKM di kampus Muda Mendunia ini Terima kasih banyak, semangat untuk adik-adik penerus!!!

AMANDA LISA UTAMI, UKM HW

ALIA RICA KHASANAH, UKM KPM

KesanPesanBerorganisasi KesanPesanBerorganisasi

Disaat kesibukan kuliah bikin kepala pecah, tugas-tugas organisasi lain bikin pusing, bergabung bersama Jamaah AL-anhar itu menjadi self healing tersendiri. Orangorang didalamnya berbeda dari orang orang diluar sana, barat lagi lari siang-siang kehausan terus nemu kulkas isinya es dan UKI JAA itu adalah kulkasnya. Ditengah dunia kuliah yang penuh dengan kesibukan, JAA selalu menjadi penyemangat saya untuk turut serta dalam peran kebaikan. Jamaah Al anhar bagi saya menjadi wadah pengorganisasian diri melalui pembinaan iman dan ketakwaan. Banyak organisasi yang menawarkan upgrading softskill untuk mahasiswa, tapi tak banyak yang fokus pada upaya upgrading diri dalam hal ketakwaan seperti Jamaah Al-Anhar. Suatu kehormatan, kebanggan & rasa syukur bisa bergabung dalam komunitas yang insyaAllah akan menjadi aset untuk menuju surga nya Allah S.W.T.

RAZAQ AZZAKI, UKM JAA

Kesan saya semenjak ikut andil dalam kepengurusan ukm tapak suci ini menjadikan saya lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang datang dari internal maupun eksternal

UKM itu sendiri. Dan lebih mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan tampa mementingkan ego seseorang maupun individu.

MUHAJIR ANSHAARULLAH, UKM TAPAK SUCI

Nuansa Nuansa Bloopers Bloopers

NuansaMuda NuansaMuda d

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Nuansa Kabar Edisi: Digitalisasi Issue No. 02 Agustus 2024 by LPPM Nuansa UMY - Issuu