TABLOID INSTITUT EDISI 35

Page 1

Edisi

XXXV / Maret 2015

Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com

LAPORAN UTAMA

LAPORAN KHUSUS

Simalakama Statuta Baru

Terbit 16 Halaman

WAWANCARA

Terjegal Tim Konsinyering

Hal.

Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311

Dongkrak Mutu Layanan Mahasiswa

Hal.

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

Hal.

@lpminstitut

www.lpminstitut.com

Drama Derma Mahasiswa

Dana Bidikmisi Ditahan Erika Hidayanti Bantuan yang seharusnya meringankan malah menjadi simalakama. Dana yang ditunggu pun antara ada dan tiada. Sudah hampir delapan bulan Agung Hidayat tak lagi menerima beasiswa yang menjadi haknya. Ia pun harus mencari uang tambahan dengan bekerja di sela-sela waktu kuliah. Bahkan, sempat beberapa kali ia terpaksa meminjam uang kepada temannya. Gali lubang tutup lubang, kira-kira itu gambaran kehidupannya saat ini. Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Aqidah Filsafat ini merupakan salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdaftar sebagai penerima Bidikmisi. Selama pembinaan di asrama bulan Maret dan

April 2014 kehadiran Agung kurang dari 70%. Hal ini menyebabkannya tak menerima uang saku pada dua bulan itu. “Bulan berikutnya, saya sudah memperbaiki kehadiran tetapi tetap tidak mendapatkan uang saku sampai saat ini,” paparnya, Jumat (20/3). Sama halnya Agung, uang saku Bidikmisi Bunga (bukan nama sebenarnya) pun pernah mengalami penahanan dan pemotongan. Ia mengaku, uang sakuya sempat dua kali dipotong dan satu kali ditahan. “Waktu itu pernah dua kali dipotong Rp300 ribu dan satu kali lagi tidak turun sama sekali,” katan-

ya, Senin (16/3). Tidak terpenuhinya beban kehadiran saat pembinaan juga menjadi alasan dipotongnya uang saku Bunga. Namun, Bunga tak tahu kenapa jumlah pemotongan uang sakunya berbeda. “Saya gak ingat berapa kali gak hadir pembinaan, tapi paling sehari atau dua hari, gak pernah sampai full satu bulan,” jelas nya. Lain lagi dengan Wildian Fajrin Nur Rahman. Selama semester ganjil kemarin Wildian mendapat uang saku untuk empat bulan saja. Padahal, pada semester genap ia mendapatkan uang

saku untuk enam bulan. “Menurut pihak kemahasiswaan, perbedaan jumlah ini karena selama bulan Juli dan Agustus kami tidak tinggal di asrama jadi tidak dihitung,” ungkapnya, Rabu (18/3). Padahal, menurut Petunjuk Teknis (Juknis) Penyelenggaraan Program Biaya Pendidikan Bidikmisi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Tahun 2014, mahasiswa penerima Bidikmisi berhak mendapatkan uang saku sebesar Rp3,6 juta per semester atau Rp600 ribu per bulan. Terkait peraturan pembinaan, sejak

awal UIN Jakarta sebagai Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) membuat syarat bagi mahasiswa penerima Bidikmisi untuk tinggal di asrama dan mengikuti pembinaan. Tata tertib asrama UIN Jakarta pun menyebutkan, penerima Bidikmisi yang tidak hadir dalam pembinaan minimal 70% dari keseluruhan pertemuan, tidak akan mendapat uang saku. Saat ini, sedang ada perumusan peraturan baru terkait sanksi bagi mahasiswa yang tak memenuhi syarat 70% Bersambung ke hal. 15 kol. 2


Laporan Utama

2

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Menyoal Pengelolaan Bidikmisi Nur Hamidah

Dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Penyelenggaraan Program Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun 2014, PTAIN mengajukan permohonan pencairan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) per bulan atau maksimal enam bulan. Sedangkan, aturan Kemenristekdikti menyatakan bahwa dana beasiswa disalurkan per semester. “Setiap Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) berhak mencairkan dana beasiswa untuk satu hingga maksimal 6 bulan. Jadi, bukannya ditahan oleh pengelola, tapi pengelola mencegah adanya pengambilan uang beasiswa sejumlah Rp6 juta secara langsung,” kata Rahmawati, Kepala Seksi Kemahasiswaan, Sub Direktorat Jenderal Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan, Kemenag, Jumat (20/3). Rahmawati menambahkan, PTP mempunyai hak untuk membuat aturan-aturan di luar Juknis. Kebijakan ini yang membuat UIN Jakarta mencairkan dana per dua bulan. Staf Bidang Kemahasiswaan, Amellya Hidayat menuturkan, KPPN akan mencairkan uang Rp6 juta ke rekening mahasiswa yang dipegang oleh kemahasiswaan. Lalu, PTP memohon pencairan dana kepada bank penyalur dengan melampirkan Surat Keputusan (SK) rektor berisi nama-nama penerima bea-

siswa. Setelah itu, bank akan mentransfer ke rekening yang dipegang oleh penerima beasiswa. “Sebelumnya, harus mengisi slip penarikan tabungan,” ujar Amellya, Senin (23/3). Rupanya, aturan yang dianut oleh UIN Jakarta berbeda dengan aturan yang dijalankan oleh PTP di bawah naungan Kemenristekdikti. Menurut Amanda Delia, salah satu Anggota Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) Universitas Indonesia (UI), uang saku sebanyak Rp6 juta langsung dicairkan ke rekening mahasiswa di awal semester. “Mahasiswa dapat mengambil seluruh uangnya sekaligus tanpa ada pemotongan,” tuturnya, Jumat (20/3). Jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 81/PMK.05/2012 Bab 5 pasal 9 tentang pencairan dan penyaluran bantuan sosial, pencairan dana belanja bantuan sosial berasal dari rekening kas umum negara langsung ke rekening penerima beasiswa, atau ke rekening bank penyalur. Senada dengan Amanda, Sugondo, staf Bidang Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, mengatakan selama ini uang saku bagi penerima beasiswa turun di awal semester dengan jumlah Rp6 Juta tanpa adanya potongan apapun. Tak hanya itu, regulasi yang mengatur mekanisme pelaporan dana bea-

Sumber: Twitter

Sejak pengelolaan Bidikmisi berpindahtangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ke Kementerian Agama (Kemenag) pada 2012, berbagai aturan pengelolaan beasiswa di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dikelola oleh Kemenag. Sedangkan, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) umum kini dikelola oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Tasyakuran sehabis masa orientasi mahasiswa bidikmisi di Gedung Kemahasiswaan UIN Jakarta, Sabtu (5/10) 2013 lalu.

siswa juga berbeda. Berada di bawah pengawasan Kemenag, UIN Jakarta melakukan pelaporan sesuai petunjuk teknis tahun 2014; yaitu berupa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), jumlah penerima beasiswa, laporan penggantian nama, hasil monitoring kegiatan, dan lainnya. Nantinya, sesuai dengan Juknis Penyelenggaraan Program Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi PTAI Tahun 2014, slip-slip tersebut akan menjadi salah satu syarat yang harus dilaporkan ke Kementerian Agama (Kemenag). Lain hal dengan Kemenag, Sugondo menerangkan, PTP di bawah Kemenristekdikti hanya menyerahkan laporan berupa IPK. “Kami hanya membutuh-

kan salinan SK dan IPK untuk pencairan dana,” jelasnya, Kamis (19/3). Adapun dengan fotokopi slip pembayaran yang menjadi bukti pencairan, akan diurus oleh bank penyalur. Amanda menerangkan, setiap mahasiswa penerima beasiswa dapat mengakses informasi secara mudah lewat situs bernama sipbesar.dikti. go.id. Dalam situs tersebut, penerima Bidikmisi dapat log in sesuai dengan akun yang mereka miliki. Lalu, mereka bisa melihat sudah sampai mana tahap pencairan dana pada semester itu, berapa nominalnya, dan jika ada yang tidak jelas, bisa ditanyakan di situs tersebut. Situs yang melayani penerima

Bidikmisi di bawah naungan Kemenristekdikti, tutur Amanda, mempermudah layanan beasiswa dalam pengelolaan dan transparansi dana. Ketika ditanya ke Kemenag, mereka belum mempunyai laman sejenis itu untuk transparansi proses pencairan dana. UIN Jakarta pun belum memiliki layanan digital seperti itu, sehingga mahasiswa penerima beasiswa harus mendatangi gedung kemahasiswaan untuk meminta informasi. “Kami belum memiliki situs semacam itu. Untuk ke depannya, program tersebut kami sambut dengan positif,” tutur Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak, Senin (23/3).

INFO GRAFIS

Infografis: Rizal/INS


Laporan Utama

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Simalakama Statuta Baru

3

Salam Redaksi

Sumber: Internet

Salam sejahtera, salam perjuangan!

Thohirin Pemberhentian sejumlah dekan oleh Rektor sesuai Statuta baru Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menuai pro kontra. Beberapa butir pasal tentang pengangkatan dekan dalam Statuta baru itu dinilai ambigu. Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Oman Fathurrahman, Minggu malam 8 Maret lalu. Pesan itu dari Kepala Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian (AUK), Reti Indrasih selaku Sekretaris Panitia Seleksi (Pansel) Dekan yang memberitahukan acara Serah Terima Jabatan (STJ) Senin pukul 9.00 pagi (9/3) itu ditiadakan. “Ini maksudnya saya diganti atau apa?” Tulis Oman membalas pesan singkat itu. “Iya Prof,” tak lama pesan itu masuk menjawab pertanyaan Oman. Pesan singkat itu telah menjawab dugaan Oman jauh hari sebelumnya, bahwa ia bakal diberhentikan sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Karenanya, tiga hari sebelum mendapat kepastian pemberhentian dirinya sebagai dekan, Oman sudah lebih dulu berbenah di ruangannya, dekanat lantai 4 gedung FAH. “Kunci mobil dinas juga saya serahkan hari Sabtunya,” ujarnya kepada INSTITUT, Senin (16/3). Oman tidak sendiri. Ada tujuh dekan yang mengalami nasib serupa dengannya. Nurlena Rifa’i salah satunya. Peraih gelar doktor di Mc Gill University, Amerika Serikat itu terpaksa melepas statusnya sebagai Dekan FITK sebelum habis masa jabatan pada Juni 2017 mendatang. “Sebagai manusia, saya sedih dong. Kalo enggak sedih, namanya malaikat,” tuturnya, Selasa (17/3). Berbeda dengan Masri Mansoer. Nasib Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) ini rupannya tak semalang Oman dan Nurlena. Mulai tahun ini, ia bakal memperpanjang masa jabatannya sebagai Dekan FUF hingga masa jabatan rektor habis pada 2019 mendatang. Masri sendiri mulai menjabat Dekan bersamaan dengan Oman sejak April 2014 lalu. Menurut Ketua Tim Panitia Seleksi (Tim Pansel) Dekan UIN Jakarta, Abdul Hamid, pergantian sejumlah dekan fakultas telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 17 tahun 2014 tentang Statuta UIN Jakarta. Dalam Pasal 46 statuta itu mengatur, rektor memiliki hak prerogatif dalam memilih perang-

kat kerjanya seperti wakil rektor, dekan, termasuk wakil dekan dan direktur Sekolah Pascasarjana (SPs). “Dekan itu kan perangkatnya rektor. Maka harus ada penyegaran. Gitu aja,” kata Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum itu, Kamis (19/3). Namun seperti diketahui, belakangan Oman melayangkan surat terbuka untuk Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada karena menilai mekanisme seleksi dekan oleh Tim Pansel Fakultas telah mengabaikan salah satu poin dalam statuta. Dalam surat yang dimuat di blog pribadinya, encepkuningan.blogspoot.com, Guru Besar Filologi UIN Jakarta itu salah satunya menilai Tim Pansel Fakultas telah mengabaikan Ayat kedua Pasal 46 dalam statuta. Pernyataan Oman dalam surat terbukanya itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, selama dua minggu proses penjaringan calon dekan oleh Tim Pansel, ia mengaku tidak pernah diuji publik maupun kompetensi perihal dirinya layak atau tidak melanjutkan tugasnya sebagai dekan. Atas dasar itu, ia pun merasa janggal terhadap putusan rektor yang memberhentikannya sebagai Dekan FAH. “Entah, atas dasar apa,” tulis Oman dalam surat terbukanya. Begitu pula dengan Dekan FUF, Masri Mansoer. Ia mengaku, tak ada uji kompetensi yang dilakukan oleh Tim Pansel Fakultas Ushuluddin terhadapnya. Dalam berkas yang diserahkan kepada Tim Pansel FUF, ia hanya menyerahkan berkas berupa surat pernyataan kesediaan menjadi dekan dan visi misinya empat tahun ke depan. Salah satu anggota Tim Pansel Fakultas yang enggan disebutkan namanya, membenarkan tidak adanya pengkajian lebih jauh tentang Ayat kedua Pasal 46 itu. Bahkan, ia sendiri tidak tahu bagaimana penjelasannya. “Nah, itu yang jadi masalah,” kata sumber kepada INSTITUT, Jumat (20/3). Dalam rapat Tim Pansel yang dipimpin Senat Fakultas, Sumber mengaku, tidak ada pembahasan lebih jauh tentang kejelasan Ayat kedua pada Pasal 46 tersebut. Padahal, sumber mengaku, mulanya ia telah merumuskan be-

berapa poin sebagai petimbangan calon dekan yang nantinya bakal diserah ke rektor. Misalnya, kata Sumber, tahun lulus S3, jumlah penelitian, penghargaan, dan lain-lain. Namun, pertimbangan kompetensi itu ditiadakan lantaran rapat yang terlalu singkat: kurang lebih satu setengah jam. “Jadi, kita tidak melakukan uji kompetensi itu,” katanya. Walhasil, ia pun tidak memberi pertimbangan para calon dekan selain syarat administrasi formal dan visi misi. Dalam Pasal 49 Statuta UIN Jakarta yang mengatur mekanisme pemillihan dekan menyebutkan, seleksi calon dekan dilakukan oleh tim pemilihan yang dibentuk oleh rektor. Kemudian, Tim memberikan pertimbangan kepada rektor untuk dipilih. Menurut Abdul Hamid, uji kompetensi dalam seleksi calon dekan memang sengaja tidak dilakukan. Karena sesuai Pasal 48 dalam statuta, pertimbangan yang diajukan Tim Fakultas ke Rektor hanya berupa syarat administrasi dan visi misi para calon dekan. “Enggak boleh itu Tim Pansel memberikan syarat tambahan,” tegasnya. Selama dua minggu proses penjaringan calon dekan, Abdul Hamid telah menerima semua nama calon dekan yang direkomendasikan Tim Pansel Fakultas untuk diserahkan ke rektor. Berdasarkan data itu, tercatat, total 42 nama calon dekan dari semua fakultas yang direkomendasikan ke rektor untuk dipilih. Ditemui di ruangannya, Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada mengatakan, meski memiliki hak prerogatif, sejauh ini pillihannya mengganti tujuh dekan sepenuhnya berdasar rekomendasi Tim Pansel dari setiap fakultas. “Oleh senat itu, ada pemeringkatan (calon dekan). Ya, saya ikut mereka,” ujarnya. Dede juga menampik kabar mengenai beberapa dekan yang diangkat atau yang tidak diganti karena memiliki hubungan pribadi dengannya. “Oh, tidak bisa. Tidak bisa begitu. Kan ada juga yang saya angkat sebagai dekan bukan pemilih saya. Jadi, tidak semua. Tapi ada sebagian,” katanya.

Setelah tiga bulan tak terbit, kami hadirkan kembali tabloid ini ke hadapan pembaca sekalian. Tabloid INSTITUT edisi ke-35 merupakan terbitan pertama di kepengurusan baru. Liburan semester ganjil, menjadi momen bermakna bagi kami yang resmi dilantik menjadi pengurus dan anggota untuk tahun kepengurusan 2015. Struktur kepengurusan yang baru ini diharapkan bisa meneruskan kiprah LPM INSTITUT dalam berkarya. Meski tiga bulan tak terbit dalam bentuk cetak, kami masih menghadirkan karya di portal www.lpminstitut. com. Tampilan portal berita kami pun sudah sedikit berbeda dengan adanya beberapa kanal baru. Kami berharap dengan adanya portal berita yang bisa diakses di mana dan kapan saja bisa mendekatkan LPM INSTITUT kepada pembaca sekalian. Akhirnya, masa liburan usai dan kami harus kembali menyapa dalam terbitan cetak. Pada edisi ini, kami membahas persoalan Beasiswa Bidikmisi yang belum usai. Sebelumnya, sudah ada beberapa berita kami terkait beasiswa terbesar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. Namun, masih ada persoalan yang belum terungkap. Kali ini, headline kami fokus membahas penahanan uang Bidikmisi mahasiswa yang melanggar syarat dari kampus pengelola. Selanjutnya, muncul pertanyaan untuk apa uang yang telah ditahan tersebut. Tak hanya itu, kami juga menghadirkan perbedaan pengelolaan beasiswa Bidikmisi antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam rubrik laporan utama. Selain beasiswa Bidikmisi, rubrik laporan utama kami juga menyajikan berita terkait pergantian dekan yang menjadi isu pro kontra akhir-akhir ini. Pergantian dekan yang dilakukan oleh rektor memicu banyak reaksi baik dari mahasiswa maupun dosen. Edisi ke-35 ini juga membahas sertifikasi profesi yang dibutuhkan oleh mahasiswa ketika lulus nanti karena akan adanya pasar bebas di akhir 2015. Berita itu kami hadirkan dalam rubrik laporan khusus. Selain itu, kami pun menghadirkan warna-warni pembangunan karakter mahasiswa di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dalam rubrik kampusiana. Dalam proses pembuatan Tabloid ini kami menemukan banyak kesulitan mulai dari mendapatkan data-data keuangan hingga narasumber yang sulit ditemui. Namun, kami berusaha semaksimal mungkin untuk tetap hadir dan menyajikan yang terbaik kepada pembaca. Sebagai sebuah lembaga pers kami memiliki tanggung jawab untuk menyajikan fakta dan kebenaran. Semoga pembaca puas dengan apa yang kami sajikan dan bisa menjadi inspirasi di kemudian hari. Selamat membaca dan ayo bangkit melawan!

Pemimpin Umum: Adi Nugroho | Sekretaris & Bendahara Umum: Nur Hamidah | Pemimpin Redaksi: Thohirin | Redaktur Online & Web Master: Syah Rizal | Pemimpin Litbang: Erika Hidayanti | Pemimpin Perusahaan: Maulia Nurul Hakim Anggota: Aci Sutanti, Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat Koordinator Liputan: Thohirin | Reporter: Erika Hidayanti, Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Syah Rizal, Thohirin | Fotografer & Editor: INSTITUTERS | Desain Visual & Tata Letak: Syah Rizal, Erika Hidayanti | Karikaturis & Ilustrator: Nur Hamidah, Syah Rizal | Editor Bahasa: Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Thohirin Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 08978325188 | Email: lpm.institut@yahoo.com / redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


Laporan KHUSUS

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

4

Terjegal Tim Konsinyering

Struktur organisasi organisasi saat ini.

Struktur organisasi organisasi saat SG.

Syah Rizal Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) rencananya bakal digelar bulan depan. Namun, keputusan musyawarah berada di tangan tim konsinyering yang disiapkan rektorat. MPMU yang dihadiri seluruh perwakilan pengurus organisasi kemahasiswaan kecuali Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), akan membahas Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) Organisasi Kemahasiswaan. Dalam MPMU nanti, setiap pengambilan keputusan harus melalui persidangan dan tidak ada stratifikasi di antara anggota sidang.

Ketua Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U), Eko Siswandanu, berharap AD/ ART hasil sidang MPMU nanti bisa langsung disahkan oleh Rektor. Eko keberatan jika tim konsinyering sampai mengubah isi AD/ ART seperti terjadi pada MPMU sebelumnya. “Jadi, AD/ ART yang disahkan benar-benar hasil kesepakatan forum,” kata Eko. “Saya belum tahu siapa saja tim

konsinyering. Rencananya, kami akan sounding ke rektorat sebelum mengadakan MPMU,” jelas Eko, Jumat (20/3). Sounding yang akan dilakukan Eko mengantisipasi agar pihak rektorat tak ikut campur dengan mengubah substansi hasil sidang MPMU. Saat dihubungi INSTITUT, Senin (23/3) malam, Ketua SEMA-U periode 2012-2014, Akhmad Yusuf mem-

benarkan adanya tim konsinyering pascasidang MPMU tahun lalu. Pihak rektorat kala itu lewat tim konsinyering memantau AD/ ART Organisasi Kemahasiswaan yang baru kembali aktif setelah Student Government (SG) dibekukan 2011 silam. Sedangkan, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan SEMA-U, Alan Novandi berharap jika benar hasil MPMU nanti diubah tim konsinyering, harus sepengetahuan SEMA-U. Semisal ada redaksi atau substansi yang diedit, ia ingin, tim konsinyering juga mendiskusikannya sebelum disahkan. “Kalau langsung disahkan, kita hanya menyerahkan rancangan, bukan hasil keputusan sidang. Bahkan kita (SEMA-U) ingin tidak ada tim konsinyering yang mengedit atau mengotak-atik hasil MPMU nanti,” ujar Alan, Senin (23/3). Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Kesehatan Masyarakat, Ayu Sajida Da’ad Arini juga tak setuju dengan keterlibatan tim konsinyering dalam pengambilan keputusan. Jika tim konsinyering tetap terlibat dan mengganti atau mengubah kesepakatan MPMU, ia menginginkan adanya keterbukaan. “Jadi pengubahan nanti bukanlah hak prerogatif tim konsinyering,” harap Ayu, Senin (23/3) malam. Senada dengan Ayu, Ketua Dewan Eksekutif (DEMA) Fakultas Ushuluddin, Tanwirun Nadzir juga keberatan dengan adanya tim konsinyering. Menurutnya, itu akan membatasi kedaulatan mahasiswa. Baginya, keterbukaan dari tim konsyenering dan

SEMA-U ketika ada perubahan dari hasil sidang harus ada. “Walau hasil keputusan akhirnya tetap ada di tangan mereka (pihak rektorat),” tegas Tanwir, Senin (23/3). Menanggapi perihal tersebut, Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak belum membicarakan lebih lanjut perihal adanya tim konsinyering dengan SEMA-U. “Saya pernah dapet omongan dari Ketua SEMA-U, tapi saya belum secara serius menanggapinya,” terang Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini, Senin (23/3). Keinginan SEMA-U untuk melewati tim konsinyering dalam proses pengesahan hasil sidang nanti pun semakin sulit. Sejak pihak rektorat memberlakukan sistem senat, Rektor atau Warek III memiliki hak untuk melegitimasi hasil keputusan MPMU. Sementara itu, mantan Ketua Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) UIN Jakarta periode 2008-2009, Ayip Tayana menjelaskan, Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK) UIN Jakarta saat ini memang memungkinkan keterlibatan rektorat sebagai terhadap hasil MPMU. “Tapi yang paling penting adalah bagaimana mahasiswa bisa meyakinkan rektorat agar tak mengubah hasil MPMU,” tegas Ayip, Selasa (23/3). Berbeda saat masa SG, katanya, pihak rektorat saat itu tak bisa mengubah hasil KMU karena merupakan lembaga tertinggi organisasi kemahasiswaan saat itu. “Jadi, hasil sidang atau kongres mahasiswa langsung disetujui rektorat,” tutupnya.

Sertifikasi Kompetensi Belum Diperhatikan Maulia Nurul

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 61 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan, sertifikat yang diberikan lembaga pendidikan berupa ijazah dan sertifikat kompetensi. Sertikat kompetensi tersebut berguna sebagai pengakuan kompetensi tenaga kerja dalam profesi tertentu. Hal tersebut dirasa perlu oleh Chairul Annas, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Menurutnya, tak adanya sertifikasi kompetensi membuat mahasiswa yang baru lulus sulit mencari pekerjaan. “Apalagi akhir tahun ini Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai,“ kata ketua Lingkar Studi Ekonomi Syariah itu. Nantinya, Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia akan bersaing dengan SDM dari luar negeri karena arus perdagangan barang dan jasa menjadi bebas. Lain Annas, lain Fakhri Muhammad Kartanegara. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) itu mengatakan, PSPD UIN Jakarta saat ini telah memfasilitasi sertifikasi kompetensi usai mahasiswa melaksanakan Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) yang diadakan bersama Ikatan Dokter Indonesia dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia. UKDI dilaksanakan setelah pendidikan praklinik dan klinik. Ujian UKDI berupa tes tulis dan Objective Structure Clinical Examination (OSCE). “Serti-

fikat kompetensi profesi diberikan saat wisuda. Meski sudah ada sertifikat itu, lulusan kedokteran masih belum bisa praktik karena membutuhkan surat izin praktik lagi,” katanya, Jumat (20/3). Kondisi tersebut diakui oleh Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Lily Suaraya. Ia mengatakan, UIN Jakarta baru menerbitkan sertifikat kompetensi untuk beberapa jurusan saja. “Saya melihat mahasiswa memiliki kemampuan yang baik, tetapi kampus belum melek untuk sertifikasi kompetensi,” jelas Lily saat ditemui di ruangannya, Rabu (18/3). Dari empat jurusan FST, dua di antaranya yaitu Teknik Informatika (TI) dan Sistem Informasi (SI) sudah bekerja sama dengan salah satu Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk mengadakan sertifikasi kompetensi. Sedangkan, dua jurusan lainnya, Agribisnis dan MIPA, belum disertifikasi kompetensi karena dinilai belum siap. Dana yang dibutuhkan, katanya, juga akan dibebankan pada biaya semester mahasiswa. Namun, jika universitas memfasilitasi sertifikasi kompetensi, biaya yang dikeluarkan mahasiswa akan lebih sedikit ketika dibandingkan dengan sertifikasi kompetensi di LSP luar kampus. Ia melanjutkan, selain kendala biaya, dukungan dan keseriusan rektorat pun dibutuhkan demi memenuhi syarat, seperti sarana dan perangkat kerja dengan standar yang ditentukan.

Menanggapi hal itu, Wakil Rektor I Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fadhilah Suralaga mengatakan, pengembangan sertifikasi kompetensi masih dalam tahap perencanaan. Kini, UIN Jakarta hanya memiliki sertifikasi kompetensi di Jurusan TI, SI, PSPD, dan semua jurusan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Pengembangan sertifikasi kompetensi, kata Fadhilah, akan diadakan di Jurusan Farmasi, Psikologi, Perbankan Syariah, dan Asuransi Syariah. “Kendalanya adalah masalah perizinan yang juga terkait dengan kesiapan fasilitas dan SDM,” kata Fadhilah, Senin (23/3). Perangkat kerja yang diatur dalam prosedur pembentukan LSP mencakup standar kompetensi kerja, skema sertifikasi, tempat uji kompetensi, personil yang kompeten dan sistem pengendalian pelaksanaan sertifikasi. Sementara itu, Ketua Lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Sanromo, menjelaskan, dunia kerja menuntut adanya sertifikat kompetensi, bukan hanya ijazah. “Tenaga kerja diakui dengan sertifikat supaya diakui dunia,” katanya, Senin (23/3). Hal itu, tambahnya, tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 61 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan. Dalam pasal tersebut, sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga

Sumber: Internet

Dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, mahasiswa mestinya dibekali sertifikat kompetensi. Namun, penyediaan sertifikat kompetensi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta belum menyeluruh.

Ujian sertikasi kompetensi.

pelatihan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu. Namun, lanjut Sanromo, keluaran SDM lembaga pendidikan seringkali tidak sesuai dengan permintaan dunia kerja. Pasalnya, kurikulum di lembaga pendidikan tidak menyesuaikan standar kompetensi. Ia mengatakan, jika lembaga pendidikan tidak sesuai, lulusan lembaga pendidikan harus dilatih kembali oleh lembaga sertifikasi demi mendapat sertifikat kompetensi. “Ukuran keberhasilan kampus dilihat dari kompetensi lulusannya,” jelasnya. Pentingnya Berbahasa Asing Meski PSPD sudah memfasilitasi sertifikasi kompetensi, dalam praktiknya, kemampuan berbahasa asing mahasiswa masih jauh dari harapan untuk menyongsong MEA akhir tahun 2015. “Bahasa internasional sangat diperlukan untuk berkomunikasi dengan dokter-dokter luar negeri,” kata Fakhri. Walaupun dalam mengerjakan tu-

gas kuliah dosen sering menganjurkan referensi jurnal dan buku bahasa Inggris, Fakhri menilai mutu kualitas, baik mutu tenaga pengajarnya, atau fasilitas pengajaran di PSPD juga harus ditingkatkan. Sementara itu, Lily Suraya mengatakan, agar tidak kalah bersaing dengan orang asing, mahasiswa mesti mempersiapkan diri. “Saya melihat keahlian dan keilmuan mahasiswa tidak kalah, namun sering kali kita kalah dalam berbahasa,” katanya. Tidak hanya mahasiswa, kemampuan dosen dalam berbahasa asing pun masih terbatas. Menanggapi hal itu, Fadhilah Suralaga mengatakan, kemampuan berbahasa asing mahasiswa dapat diukur dengan standar kelulusan TOEFL dan TOAFL. Saat ini, Pusat Pengembangan Bahasa UIN mengadakan kegiatan belajar untuk remedial bagi mahasiswa yang belum lulus. “Nantinya, kami akan mengembangkan pula penguasaan bahasa asing sebagai pembahasan materi kuliah,” jelasnya.


KAMPUSIANA

5

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Foto: Rizal/INS

Membangun Karakter di UKM

Calon anggota KMM RIAK sedang bernyanyi di sela-sela waktu istirahat Progeni di gedung SC tantai 3, Jumat (13/3) sore.

Syah Rizal “Kuterima suratmu, t’lah kubaca dan aku mengerti. Betapa merindunya, dirimu akan hadirnya diriku di dalam hari-harimu, bersama lagi.” Pada sore menuju senja, sekelompok mahasiswa yang tengah mengikuti pendidikan di Unit Kegitan Mahasiswa (UKM) Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan (RIAK) mengisi waktu istirahatnya dengan bernyanyi.

Di saat yang bersamaan, seorang memukul drum pad dengan stik drum dan seorang lainnya memainkan jarinya di atas keyboard sembari membaca pertitur. Sesekali mereka tertawa. Kegiatan yang mereka lakukan jadi pemandangan yang tak asing bagi

warga UKM lainnya. Pasalnya, hampir setiap hari mereka mengisi sudut lantai tiga Gedung Student Center (SC), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Nanda Khairunnisa Jusuf, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasi-

onal semester 2 yang mengikuti Proses Genetika (Progeni) UKM KMM RIAK mengaku ada banyak hal ia dapat dari UKM. “Kalo buat Nanda, di RIAK enggak cuma belajar musik, tapi juga belajar organisasi, mempererat tali persaudaraan dengan calon anggota lain,” ujarnya seusai latihan, Jumat (13/3) malam. Tak hanya itu, Nanda juga merasa rasa egoisnya mulai terkikis seiring setengah tahun lebih di UKM. Bersama 15 temannya, Nanda diajarkan untuk tidak egois. Intensitas pertemuan yang hampir setiap hari, timbul pula keserasian dengan temannya yang berasal dari fakultas yang berbeda. Hal yang sama juga dirasakan Moh. Ibnu Abbas, anggota Kelompok Pecinta Alam (KPA) Arkadia. Laki-laki yang memiliki panggilan ‘Samuk’ di Arkadia ini diajarkan abang-abangannya untuk menjaga kesolidan dengan anggota lainnya. “Kekeluargaanya benar-benar dijaga, pernah waktu itu ada angkatan gue yang mau keluar dari Arkadia. Dia orang Sukabumi, gue sama anggota lain nyamperin ke rumahnya, bilang sama orang tuanya supaya dia bisa tetap di Arkadia. Dan akhirnya dia tetap lanjut (di Arkadia),” terang Samuk, Jumat (13/3). Samuk juga pernah merasakan perhatian lebih yang diberikan teman sampai abang-abangannya. Selesai ikut pelantikan di Gunung Salak, kaki Samuk lecet dan bengkak, hingga ia menderita tipes. Kala itu, Samuk juga tak memegang uang sepeser pun, tapi ia disarankan untuk menjalani

perawatan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah. “Waktu itu gue dijenguk, dibeliin obat, disuapin. Gue bilang mau gantiin uangnya, mereka bilang enggak usah. Mereka ngertiin,” katanya. Sementara itu, Ardiansyah Pratama, anggota futsal di UKM Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) UIN Jakarta ini menjelasakan, di kelas tidak ada pelajaran yang membentuk sikap dan karakter mahasiswa. Di kelas, kata Ardi, mahasiswa hanya mendapatkan hal yang bermanfaat bagi individu itu sendiri, tapi kalau di UKM bisa mengejar karya dan prestasi yang mengharumkan nama UIN Jakarta. Belajar dari Nol Setiap mahasiswa yang tergabung dalam UKM juga belajar dari nol, dari yang tak bisa apa-apa jadi bisa. Nanda merasakan hal itu, ketika ia baru masuk KMM RIAK, ia mau mencari ilmu baru dan belajar dari nol. “Awalnya belum bisa menguasai alat musik apapun. Tapi dengan latihan yang sering dan abang-abangan melatih dengan sabar, akhirnya sekarang Nanda bisa main keyboard, baca partitur dan sekarang lagi menggarap musik klasik,” ujar Nanda. Senada dengan Nanda, Ardi merasa di UKM semuanya belajar dari awal. Ardi menambahkan, di UKM, mahasiswa belajar berdasarkan pengalaman. “Karena orang yang berpengalaman lebih diterima omongannya,” tutup mahasiswa yang telah empat tahun di Forsa ini, Sabtu (14/3).

Produktif Lewat Menulis Thohirin

Di pengujung April nanti, komunitas diskusi Saung bakal menerbitkan edisi ke-10 buletin mereka: Buletin Saung. Bentuknya lebih mirip jurnal ketimbang buletin. Dicetak 100 eksemplar dengan jumlah 30 halaman. Buletin Saung disebar ke tiap fakultas, dosen, dan komunitas-komunitas diskusi lain, baik di dalam dan di luar kampus. “Sekarang masih proses,” kata Pemimpin Redaksi Buletin Saung, Lili Siwidyaningsih kepada INSTITUT, Jumat (20/3). Buletin Saung terbit sekali dalam satu semester. Biasanya, launching dua bulan setelah masuk perkuliahan. Semester ini, tim redaksi sudah menyiapkannya sejak Februari lalu dan rencananya bakal launching April mendatang. Selain diskusi, menerbitkan buletin memang menjadi kesibukan Saung sejak dua tahun terakhir. Majelis Kantiniyah (MK), komunitas diskusi lain di UIN Jakarta juga menerbitkan Buletin Lakonik sebagai media berbagi pengetahuan sekaligus wadah menulis bagi anggotanya. Lakonik terbit setiap satu bulan sebanyak 250 sampai 500 eksemplar. Kadang dicetak, kadang juga difotokopi. “Untuk mewadahi produksi kreatifitas temen-temen aja sih,” ujar M. Irfan Nawawi, salah satu penggagas Lakonik, Kamis (19/3). Lain lagi dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Journo Liberta (JL). Komunitas jurnalistik ini memilih web sebagai wadah menulis sekaligus

praktik bagi sebagian besar mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikas (FIDIKOM). “Kalo cuma belajar di kelas kurang. Makanya kita bikin suatu lembaga pers,” tutur Khoirur Rozi, Pemimpin Redaksi JL. Buletin Saung, Lakonik, maupun JL adalah sedikit dari komunitas di UIN Jakarta yang terus berupaya berbagi informasi maupun pengetahun lewat terbitan-terbitan mereka. Kata Lili, menerbitkan buletin dan semacamnya bukan hanya menjadi media berbagi informasi dan gagasan, namun menjadi sebuah tolak ukur keberadaan sebuah komunitas. Karenanya, sejak awal 2013 silam, Lili bersama sekitar 14 rekannya di komunitas diskusi Saung berusaha rutin menerbitkan Buletin Saung tiap memasuki masa perkuliahan. “Kalau bukan kita siapa lagi,” katanya. Mulanya, Lili merasa prihatin dengan menurunnya wacana-wacana kritis di kalangan mahasiswa. Meski banyak komunitas-komunitas diskusi di UIN Jakarta, namun, Lili merasa tak banyak di antara mereka yang memiliki produk terbitan agar bisa dibaca mahasiswa lain. Hal itu juga disadari betul oleh salah satu editor Buletin Lakonik, M. Irfan Nawawi. Menurutnya, antusiasme menulis mahasiswa masih minim. Irfan misalnya, mencontohkan dengan kebiasaan mahasiswa copy paste dalam mengerjakan tugas harian seperti pem-

Dok. Pribadi

Menulis adalah kegiatan merekam, menyampaikan, dan berbagi pengetahuan, gagasan, maupun informasi kepada khalayak luas. Masih sedikit komunitas-komunitas di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang melakukan aktivitas ini.

Komunitas diskusi Saung saat launching edisi ke-7 Buletin Saung November 2013 silam.

buatan makalah. “Seharusnya kan bisa mengembangkan kemampuan menulisnya dari tugas harian kampus itu,” ujarnya. Menurut Irfan, menulis itu tidak bisa dipisahkan dari aktifitas mahasiswa. Bagi masyarakat umum, katanya, menulis mungkin tidak begitu penting. Namun, bagi mahasiswa menulis bukan hanya penting, melainkan jadi sebuah kebutuhan. “Kalau boleh ada hukumnya (menulis), ya, wajib,” jelas Irfan. Berbeda dengan Irfan, Ibrahim Aris

Sumantri, mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FITK) menilai animo mahasiswa dalam menulis saat ini cukup tinggi. Sayangnya, kata Aris, tidak banyak di antara mereka bisa konsisten menulis dan memublikasikannya. Persoalan dana salah satunya. Karenanya, untuk mengatasi masalah itu, Saung mewajibkan anggotanya untuk iuran Rp20 ribu dalam tiap kali terbitan. Sisanya, diperoleh dari uang kas,

proposal, sumbangan beberapa dosen dan senior. Dalam sekali terbit, Saung bisa menghabiskan sekitar Rp1 juta. Sedangkan MK, memutuskan memfotokopi Buletin Lakonik agar pengeluaran dana tidak terlalu besar. “Lumayan buat nyiasatin dana biar enggak terlalu gede,” tutur Irfan. Sementara ini, Lakonik tidak mendapat sumber pemasukan lain untuk menerbitkan Buletin Lakonik selain dari uang kas yang terkumpul tiap minggunya.


SURVEI

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

6

Bidikmisi merupakan salah satu beasiswa terbesar yang ada di UIN Jakarta. Saat ini, ada 770 mahasiswa yang aktif terdaftar sebagai penerima Bidikmisi terhitung dari tahun 2011 hingga 2014. Namun, ternyata masih banyak kekurangan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap beasiswa tersebut. Divisi Litbang INSTITUT melakukan survei kepada 95 orang penerima Bidikmisi tahun 2013 dan 2014. Berdasarkan hasil survei, 54% responden merasa uang Bidikmisi masih kurang untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan 46% lainnya menyatakan cukup. Survei ini juga menunjukkan, 92% responden menyatakan uang Bidikmisi tidak pernah turun tepat waktu, hanya 8% yang menjawab turun tepat waktu. Tak hanya itu, 30% responden juga menyatakan uang Bidikmisi yang ia terima pernah mengalami pemotongan. Sedangkan 70% lainnya mengaku tidak pernah mengalami pemotongan uang Bidikmisi. Dalam hal ini, responden menyatakan jumlah pemotongan uang Bidikmisi beragam mulai dari Rp150 ribu hingga Rp1,5 juta. Hasil survei pula menunjukan, 72% responden merasa pihak kampus belum transparan terkait informasi Bidikmisi. Hanya 28% yang menyatakan pihak kampus sudah transparan. Sementara itu, 70% responden belum puas dengan pelayanan kampus terkait Bidikmisi, sedangkan 30% lainnya mengaku sudah puas.

Visit www.lpminstitut.com UPDATE TERUS BERITA KAMPUS

Desain Visual: Erika/INS

Mahasiswa Tak Puas dengan Bidikmisi


berita foto

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

7

Foto: Bangke/KALACITRA

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan audiensi dengan pihak Rektorat UIN Jakarta, Selasa (17/3). Dalam audiensi tersebut, mereka menolak Dekan FKIK, Arif Sumantri yang baru diangkat.

Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggara (Fitra), Yeni Sucipto tengah memaparkan materinya dalam diskusi publik “Where Does Our Money Go?� di Aula Student Center Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (5/3).

Foto: Rizky/INS

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan aksi di depan Gedung Rektorat UIN Jakarta, Selasa (17/3). Mereka menolak Dekan FKIK, Arif Sumantri yang baru diangkat.

Foto: Berpa/RANITA

Foto: Adi/INS

Foto: Ika/INS

Penampilan tari saman dari SMA 90 Jakarta dalam lomba tari saman yang digelar di Lapangan Parkir Student Center, UIN. Lomba ini diadakan HMJ Agribisnis, Sabtu (14/3).

Penampilan Teater Syahid Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangkaian acara ulang tahun Komunitas Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) Kembara Insani Ibnu Batutta di taman samping Auditorium Harun Nasution, Sabtu (20/3) malam.


opini

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Editorial Butuh Sinergi Tak ada yang salah dengan sistem. Karena pada dasarnya, sistem dibuat untuk mengatur bagaimana idealnya manusia hidup bersosial. Kecacatan sebuah sistem dinilai bukan atas dasar sistem itu dibuat, melainkan siapa yang mencederai sistem itu sendiri. Pengangkatan dekan baru di sejumlah fakultas tentu telah mengejutkan sivitas akademika UIN Jakarta. Kebijakan itu pun lantas menuai pro kontra. Sebagian menilai rektor telah bertindak semena-mena lewat statuta baru itu. Sebagian lagi menilai, hak prerogatif memang sudah sewajarnya didapat oleh seorang pemenang. Apapun respons publik tentu sah-sah saja. Karena itu adalah ejawantah dalam hidup berdemokrasi. Toh, pada akhirnya respons itu menjadi evaluasi publik sendiri bagaimana mestinya mengambil sikap dalam kegamangan seperti ini. Di balik itu semua, sikap skeptis seyogyanya perlu untuk terus dipelihara. Alasannya, setiap keputusan maupun kebijakan pasti akan bermuara pada dua orientasi: negatif dan positif. Satu di antaranya adalah hak prerogatif rektor Dede dalam mengangkat dekan ini bakal berorientasi politis. Jika benar begitu, institusi pendidikan boleh jadi tak ada bedanya dengan institusi pemerintahan lain yang dikenal lazim dengan ‘kongkalikong’ dan kemitraan. Lebih lagi, kita baru kali pertama menerapkan statuta yang baru. Bukan tidak mungkin ini menjadi preseden buruk yang terus berkelindan dan jadi sesuatu yang mafhum. Apalagi, UIN Jakarta kerap ditendensikan dengan nuansa ‘Islam’. Sudah jatuh ketiban tangga. Begitu kira-kira perumpamaan yang pas jika institusi yang menggondol kata ‘Islam’ model UIN Jakarta ini terjerat persoalan yang banyak menyita perhatian publik. Namun di sisi lain, sinergi juga tetap harus dijalin oleh seluruh sivitas akademika UIN Jakarta. Barisan sakit juga tak seyogyanya terus larut dalam kekecewaan atas putusan rektor. Terlebih, UIN Jakarta kini tengah sibuk berbenah menuju World Class University (WCU). Sudah barang tentu, kampus ini membutuhkan seluruh elemen agar turut bekerjasama merealisasikan itu semua. Penulis sendiri ingat betul, apa yang dikatakan mantan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Oman Fathurrahman dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu. Katanya, “UIN Jakarta ini dibangun atas dasar kekeluargaan. Bukan atas kepentingan sebagian golongan”. Mudah-mudahan pernyataan Rektor UIN Jakarta, dalam sebuah wawancara dengan INSTITUT, juga menjadi sebuah jawaban atas kisruh yang terjadi belakangan. Katanya, “ini semua untuk kebaikan institusi kita. Sekolah kita. Universitas kita, kebanggan Bangsa Indonesia,” memang benar adanya.

Quote of The Month Redaksi LPM Institut Menerima: Tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Opini dan cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email: redaksi.institut@gmail.com Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085694801232. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.

8

Untuk Pak Oman dan Pak Rektor Oleh: Rizqi Jong*

Minggu lalu, tiba-tiba dapat broadcast BBM yang isinya link Surat Terbuka untuk Rektor UIN Jakarta dari Pak Oman-Mantan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Jujur, saat pertama kali membaca, saya mengapresiasi keberanian Pak Oman untuk membuat surat secara terbuka. Bahasanya renyah, ringan, dan sangat mudah dimengerti. Tak ada satu kalimat pun yang sukar dipahami. Bukan Pak Oman namanya jika tulisanya tidak enak dibaca, wajar jika banyak orang menobatkan dia sebagai pakar filologi alias orang yang paham soal ilmu bahasa dalam sumber-sumber sejarah yang ditulis, atau orang yang paham terkait kritik sastra, sejarah, dan lingu istik. Setelah membaca surat terbuka dengan saksama dan tanpa melewati satu kata pun dari apa yang Pak Oman tulis (kalau dijumlah ada 2111 kata), saya penasaran. Hingga akhirnya berangkat dari pertanyaan kenapa Pak Oman dengan beraninya membuat surat terbuka, bahkan sempat muncul isu di permukaan akan adanya aksi protes seluruh jajaran dekanat dan mahasiswa FAH kepada rektor. Dalam surat itu ada kesan bahwa Pak Oman merasa tidak terima dengan pemberhentian jabatan sebagai Dekan FAH. “Jujur saya sedih! Bukan karena saya kehilangan jabatan dekan itu, tapi karena Bapak tidak menyapa saya satu huruf, pun terkait pemberhentian itu, baik melaui SMS, email, telpon, apalagi sapaan langsung saat saya beberapa kali menemui dan menghadap Bapak, padahal saya mendapatkan amanah jabatan ini melalui cara terhormat,” tulis Pak Oman. Di sini saya menilai Pak Oman ingin sekali disapa oleh rektor. Meski ia sendiri paham bahwa jika mengacu pada statuta UIN, rektor punya hak

Bang Peka

Sumbe

r: Intern

et

prerogatif dalam memilih dekan. Ini perkara komuniksi saja Pak, bukankah ini bisa diselesaikan lewat duduk bareng, saya yakin kok Pak rektor bakal menerima Bapak. Apalagi Bapak sebelumnya menjabat sebagai dekan. Kurang etis rasanya jika persoalan miskomunikasi Bapak dengan rektor diungkap secara terbuka. Kesannya Bapak ingin semua sivitas akademik UIN tahu bahwa rektor tak menyapa Bapak. Kemudian dalam surat yang Bapak tulis, Bapak meragukan kapabilitas dekan yang saat ini terpilih menggantikan Bapak. Sempat dalam benak saya muncul pertanyaan ‘emangnya Bapak doang yang punya kapabilitas?’. Tak baik Pak meragukan kemampuan sese orang apalagi Dekan FAH saat ini merupakan sahabat Bapak. Kita semua tidak tahu, bisa saja orang yang Bapak ragukan itu ternyata berhasil dalam membangun FAH. Toh, hastag #TerimakasiPakOman, menurut saya bukan sebagai tolok ukur keberhasilan Bapak. Jika saya boleh berpesan kepada Bapak, alangkah baiknya jika Bapak berdoa dan gotong-royong bersama jika bapak masih punya niatan baik ingin

memajukan FAH. Saya yakin kok Pak, jika Bapak ikhlas menerima keputusan ini dan masih punya niatan baik, segala usulan dan masukan dari Bapak pasti diterima oleh dekan FAH saat ini. Buat Pak Rektor, Bapak sebagai pimpinan universitas seharusnya paham bagaimana berkomikasi dengan baik. Apalagi Bapak sebagai profesor, menyapa bawahan (dekan) tidak akan menjatuhkan kewibawaan Bapak kok. Justru semakin sering Bapak menyapa bawahan nama baik Bapak justru terangkat dan bapak semakin disegani. Tak perlulah Bapak belajar komunikasi lagi dengan Pak Gun Gun Heryanto soal komunikasi yang baik. Pak Rektor di sini adalah panutan buat sivitas akademika UIN Jakarta. Bijaklah dalam mengambil keputusan. Bukankah Bapak sendiri sudah menulis buku ‘paradigma pendidikan demokratis’ yang mengkaji soal kontribusi pemikiran konsepsional akademis, teoritis, dan bahkan menyentuh dimensi praktiknya dengan harapan dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan lembaga pendidikan secara demokratis. Buku itu bagus loh Pak, tapi akan lebih bagus jika hasil kajian Bapak benar-benar diterapkan di kampus tercinta ini. Sekali lagi saya menekankan, bijaklah dalam mengambil keputusan Pak. Terus terang, surat terbuka dari Pak Oman telah membuka lembar keraguan saya atau mungkin kami sebagai mahasiswa terhadap Pak Rektor. Jangan sampai kebijakan-kebijakan Bapak ke depan hanya untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok tertentu saja. Bapak harus ingat bahwa UIN Jakarta berdiri di atas semua golongan. Terakhir, demi kebaikan bersama saya ingin menyarankan buat Pak Rektor agar Statuta UIN yang baru dikaji ulang supaya tidak terjadi salah penafsiran.

*Penulis adalah mahasiswa UIN Jakarta


opini

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

9

ISIS, Islam, dan Khilafah Oleh: Izzuddin Abdul Hakim*

Pemberitaan tentang Islamic State of Iraq and Levant (ISIL) atau beberapa media juga menyebut Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) kembali menyeruak ke telinga publik tanah air. Faktornya adalah berita hilangnya 16 orang WNI di Turki yang diduga kuat bergabung dengan ISIS. Sampai saat ini pula, pemerintah Turki masih menahan 16 orang WNI sejak bulan Januari lalu yang diduga hendak menyeberang ke Suriah melalui perbatasan negara bekas Ibukota Khilafah Ottoman tersebut. Pemberitaan tentang ISIS ini sebenarnya bukanlah kali pertama. Isu serupa sempat ramai pada bulan Juni-Juli tahun 2014 lalu saat ISIS mendeklarasikan apa yang mereka klaim Islamic State atau khilafah dengan Abdurrahman Al-Baghdadi sebagai khalifahnya. Lebih mengejutkan lagi, bai’at dari simpatisannya di Indonesia kepada Al Baghdadi dilakukan di Aula Syahida Inn, Kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Masyarakat muslim pada umumnya terbelah menyikapi deklarasi Islamic State oleh ISIS ini, sebagian mendukung namun mayoritas menolak. Lantas, bagaimana sikap kita terhadap deklarasi ISIS ini? ISIS vs Khilafah Umat Islam pasti paham bahwa Islam bukan sekedar agama spiritual, namun juga konsepsi politik (Abdurrahman, 2007). Artinya bahwa Islam memiliki seperangkat aturan (syariat) yang komprehensif mengenai segala aspek kehidupan, baik agama maupun politik (siyasah). Banyak sarjana barat juga maklum

akan hal ini. Kita bisa baca ide-ide para orientalis seperti: V. Fitzgerald, C. A. Nallino, Schacht, R. Strothmann, D.B Macdonald, Sir. T. Arnold, HALA.R. Gibb, yang semua senada mengatakan bahwa Islam bukanlah sekedar kepercayaan agama individual, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangunan masyarakat yang independen. Islam mempunyai metode tersendiri dalam sistem pemerintahan, perundang-undangan, dan institusi (Rais, 2001). Konsepsi pemerintahan dalam Islam ini dikenal dengan istilah khilafah, atau barat menyebutnya caliphate. Para ulama generasi awal telah banyak menulis tentang wajibnya mengangkat seorang khalifah/imam/amir—tiga istilah ini adalah mutaradif (sinonim), lihat Raudhah Ath-Thalibin wa Umdah Al-Muftin, hal 49; Mughnil Muhtaj, hal 132; Al-Muqaddimah, hal 190; Lisanul Arab, hal 83; Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, juz 1, hal 21—yang merupakan kepala negara dari Negara Khilafah. Rujukan tentang kewajiban mengangkat seorang khalifah di antaranya dapat kita baca dalam beberapa karya berikut: Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III, hal 433; Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2, hal 268; Mafatihul Ghaib fii At-Tafsir, juz 6, hal 57 dan 233; Tafsir An-Naisaburi, juz 5 hal 465; Hasyiyah Al-Bajairimi ala Al-Khatib, juz 12, hal 393; Tafsirul Qur’anil Adzim, juz I, hal 221; Al-Jami’ li Ahkamil Quran, juz I, hal 264-265; Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz V, hal 128; dan lain-lain. Singkat kata, konsep khilafah memang memiliki rujukan kuat dalam pemikiran Islam. Atas alasan inilah

migrasi beberapa WNI ke Suriah dapat kita baca, meskipun pasti masih terdapat beberapa variabel lain yang dapat menjelaskan. Hanya saja, apakah ISIS betul telah mendeklarasikan khilafah atau sekedar klaim sepihak? Di sinilah kita perlu cermat melihat fakta deklarasi khilafah ala ISIS itu. Paling tidak ada dua hal di mana kita bisa “menghakimi” deklarasi khilafah ala ISIS adalah tidak sah. Pertama, soal istilah khilafah. Khilafah—sebagaimana terminologi salat,

puasa, zakat, haji, dan sebagainya —merupakan istilah syar’i (al-haqiqah asy-syariyah) yang pengertiannya diambil hanya dari dalil syara’. Ulama telah banyak mendefinisikan terminologi khilafah/imamah/imarah, di antaranya: Al-Ahkam As-Sultaniyah, hal 5; Ghiyatsul Umam fil Tiyatsi Adz-Dzulam, hal 15; Al-Mawaqif, juz III hal 574 dan 578; Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj fil Fiqhi ‘ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i, juz 7 hal 289; Mauqiful Aqli wal Ilmi wal ‘Alam, juz IV hal 262; Qawaid Nidzam Al-Hukm fii Al-Islam, hal. 225-230, yang pada kesimpulannya kh-

ilafah adalah “kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia” (Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah, juz II hal. 13). Hal ini berbeda dengan ISIS/ISIL yang masih menggunakan ‘embel-embel’ Iraq and Syam atau Iraq and Levant. Tampak ketidaksinkronan antara khilafah yang mereka deklarasikan dengan penamaan ISIS/ISIL yang mereka gunakan. Kedua, dari sisi bentuk. Khilafah merupakan institusi negara yang menerapkan seluruh hukum-hukum Islam terkait politik dalam negeri (as-siyasah ad-dakhiliya), politik luar negeri (as-siyasah al-kharijiyah), sistem ekonomi (an-nidzam al-iqtishadi), sistem sanksi (nidzamul uqubat), urusan pendidikan (siyasah at-ta’lim), UUD dan UU (ad-dustur wa al-qanun) yang hanya digali (istinbath) dari dalil syara’. Hal ini sangat diametral dengan ISIS yang hanya merupakan kelompok atau jamaah. ISIS bukanlah sebuah negara yang memiliki otoritas melaksanakan semua hukum-hukum tadi. Bahkan ISIS juga tak memiliki draft UUD/UU yang jelas terkait pengelolaan dan pengaturan negara khilafah yang mereka klaim itu. Oleh karena itu, ISIS bukan negara khilafah itu sendiri, melainkan hanya sebuah kelompok yang mengklaim diri sebagai khilafah. Sikap Defensif Apologetik Dari fakta bahwa ISIS bukanlah khilafah, maka kita harus tepat dalam mengambil sikap. Hal ini penting karena umumnya berkaitan dengan isu-isu sensitif semacam ini kita khususnya, dan umat Islam pada umumnya cen-

derung bersikap defensif apologetik. Defensif apologetik adalah sikap membela diri secara spontan dan tidak cermat demi menolak suatu tuduhan tertentu. Sebagai contoh, jika ada yang menuduh “Islam adalah agama dengan model pemerintahan yang barbar”, maka demi menolak tuduhan keliru tersebut akan dijawab: “Tidak. Islam tidak mengajarkan konsep pemerintahan”, pernyataan semacam ini, merupakan contoh tindakan defensif apologetik. Berusaha menolak tuduhan yang jelas keliru meskipun harus mendistorsi ajaran Islam itu sendiri. Tentu ini adalah sikap yang kontra produktif dan justru menjauhkan kita dari Islam. Sikap yang harus kita ambil adalah menjelaskan konsep pemerintahan Islam (khilafah) yang sesungguhnya tanpa merasa apologi dengan berbagai macam tuduhan yang sebenarnya hanya berdasarkan klaim semata. Dengan begitu, ada dua keuntungan yang bisa kita dapat sekaligus. Di samping kita bisa menjelaskan ajaran Islam yang lurus dan tanpa mendistorsinya sedikit pun, sekaligus membetulkan kekeliruan yang bisa menyeret lebih banyak warga negara Indonesia bergabung dengan ISIS atas dasar kesalahpahaman. Peran kaum intelektual, ulama, kyai, dan semua elemen masyarakat diharapkan dapat bersinergi. Tolak ISIS, bukan tolak ajaran Islam, bukan pula tolak khilafah!

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Jakarta

Revolusi Struktural Kampus Oleh: Ahmad Hifni*

Beberapa hari lalu (Senin, 9 Maret 2015) rektor terpilih UIN Jakarta periode (2014-2019) Prof. Dr. Dede Rosyada melantik hampir seluruh dekan fakultas serta direktur Sekolah Pascasarjana baru. Tercatat dekan baru itu meliputi Fakultas Tarbiyah, Adab, Syariah, Dirasat Islamiyah, Ekonomi, Kedokteran dan direktur Sekolah Pasca Sarjana serta dekan baru wajah lama meliputi fakultas Ushuluddin, Dakwah, Psikologi, Sains dan Teknologi. Lalu menjadi pertanyaan, mengapa revolusi besar-besaran struktural jabatan kampus dilakukan? Fenomena baru ini membuat tanda tanya semua pihak sivitas akademika UIN Jakarta, khususnya mahasiswa. Betapa tidak, setelah rektor baru terpilih, tidak ada yang meduga akan ada perombakan jabatan struktural kampus secara besar-besaran. Faktanya, pada periode-periode sebelumnya tidak pernah rektor baru merombak dan melantik para dekan secara serentak. Maka perlu pemahaman secara luas tentang kebijakan-kebijakan rektor, agar seluruh sivitas akademika UIN Jakarta mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Prerogatif Rektor Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 17 tahun 2014 tentang statuta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa rektor mempunyai hak penuh dalam mengangkat dan memberhentikan perangkat pembantu rektor (warek, dekan, dan wadek).

Peraturan baru itu juga yang mengubah kewenangan para Senat Universitas yang sebelumnya mempunyai hak untuk mengangkat wakil rektor, dekan dan wakil dekan. Maka, dampak kebijakan ini rektor bukan sekadar organ yang menjalankan fungsi pengelolaan kampus, tapi juga mempunyai hak prerogatif penuh dalam mengintervensi dan mengatur jabatan struktural kampus. Tentu kebijakan ini bisa kita asumsikan pada dua pendapat, positif dan negatif. Dampak positifnya adalah pertama, kebijakan antara dekan dan rektor sejalan, sehingga hambatan-hambatan dalam pandangan maupun kebijakan kampus tidak akan terganjal oleh kebijakan para perangkat pimpinan kampus di bawah rektor. Keselarasan dalam pandangan ini bisa saja karena faktor kedekatan dan keselarasan rektor dengan pimpinan pembantu rektor menjadi tombak sinergisitas menuju visi besar UIN Jakarta. Kedua, Peraturan tentang statuta UIN Jakarta telah mengubah kewenangan senat dalam memilih rektor, dekan, warek, dan wadek. Fungsi senat telah kembali, yakni pada penetapan dan pertimbangan pelaksanaan kebijakan akademik. Tugas dan fungsi senat yang selama ini hanya sibuk mengurusi jabatan struktural kampus dan hanya cenderung politis akan kembali pada kebijakan-kebijakan maupun pertimbangan terhadap rektor dan para pejabat kampus dalam bidang kebijakan akademik. Adapun dampak negatif peraturan

baru ini adalah pertama, fakultas tidak mandiri karena proses desentralisasi diubah menjadi sentral kekuasaan rektor. Kemandirian fakultas akan terganjal oleh intervensi rektor. Apabila kebijakan dekanat tidak selaras dengan rektorat, besar kemungkinan kebijakan itu akan terganjal. Proses kemandirian itu akan lebih didikte oleh sentral rektorat. Kedua, rektor picu tindakan otoriter. Sistem pemilihan langsung oleh rektor akan memicu tindakan semena-mena rektor. Pemilihan akan bersifat subjektif karena rektor hanya akan memilih orang-orang terdekatnya atau para pendukungnya. Sehingga kualitas intelektualitas, pengalaman dan track record calon pejabat kampus tidak lagi men-

jadi pertimbangan, melainkan hanya karna faktor balas budi atas terpilihnya rektor baru. Kebijakan ini merupakan indikasi nyata kemunduran demokrasi di kampus.

protes demonstrasi anarkisme. Meskipun dalam perspektif psikologis penulis sangat yakin ada keinginan memberontak yang besar dari para dosen, mahasiswa, dan seluruh perangkat kelembagaan kampus. Tak perlu orasi berkoar-koar dengan microphone atau teriakan yang akan mewarnai suara-suara gema kampus. Jauh dari itu semua, kita hanya bisa berharap dengan adanya kebijakan baru ini dapat meningkatkan kualitas UIN Jakarta, sebagaimana visi kampus menuju World Class University. Bukan malah membawa kampus UIN Jakarta menurun dengan kualitas menjadi buruk, terbelakang, dan mengalami kemunduran. Karna kita tahu, di era kepemimpinan sebelumnya kita telah memegang amanah sebagai kampus Islam terbaik di Indonesia. Pengangkatan para pejabat kampus yang baru tentu bukan hanya sebuah revolusi struktural saja, tapi harus menjadi sebuah revolusi multi-kebijakan. Revolusi harus dilaksanakan dalam bidang akademik, anggaran, dan kebijakan-kebijakan yang dapat membawa UIN Jakarta menjadi muara perguruan tinggi Islam Indonesia, bahkan dunia. Sebagai pemegang amanah tridarma perguruan tinggi, kita harus tetap mengelola pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan lebih baik. Jangan sampai sivitas akademika bertransformasi menjadi sivitas politika.

Politik Chemistry Sudah menjadi persepsi umum, bahwa dampak kebijakan ini adalah para pejabat yang akan diangkat menjadi dekan ialah orang yang dekat, selaras, sejalan, searah, baik dalam pemikiran maupun idealisme intelektual dengan rektor. Inilah “politik chemistry” jabatan. Akan menjadi baik jika dapat memperlancar visi dan misi yang diusung rektor terpilih menuju UIN Jakarta yang lebih baik di masa depan. Tapi akan menjadi ancaman jika yang dipilih justru hanya karena faktor kedekatan. Apalagi jika pengangkatan pejabat kampus yang baru dapat menurunkan kualitas kampus. Inilah dinamika perjalanan suatu kebijakan kampus. Dalam kebijakan baru ini ada pihak yang pro dan kontra. Bagi yang pro, ini merupakan awal kemajuan revolusi struktural jabatan yang selama ini hanya sibuk dengan politisasi jabatan kampus. Bagi yang kontra, kebijakan ini merupakan kemunduran. Mereka yang kontra bukan tidak ingin menyuarakan aspirasi kekecewaannya dan memprotes kebijakan ini. Namun dengan etika sopan selayaknya kita sebagai sivitas akademika harus menjaga legitimasi sebagai seorang intelektual dan akademisi. Karena *Penulis adalah mahasiswa Bahasa dan tanggung jawab itu harus mengedepan- Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta kan etika yang ramah, bukan dengan


TUSTEL

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Melihat Suasana Khidmat Imlek di Vihara Amurva Bhumi Foto dan Teks: Syah Rizal dan Mario Caisar* *Mahasiswa Jurnalistik, UIN Jakarta

Bakar 19 Februari lalu, warga Tionghoa merayakan tahun baru. Perayaan tahun baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama pada penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas atau bertepatan dengan bulan purnama. Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai ChĂşx yang berarti “malam pergantian tahunâ€?. Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin) juga tak mau melewatkan momen tahun baru Imlek. Vihara yang berlokasi di Jalan Prof. Dr. Satrio Nomor 2, Kuningan, Jakarta Selatan merias diri dengan lilin-lilin besar, kelap-kelip lampion, dan aksesoris beraksen merah lainnya. Namun, ada yang berbeda dari perayaan Imlek tahun ini dengan tahun sebelumnya. Tahun ini, warga yang beribadah lebih tenang lantaran vihara yang berdiri sejak 1930 lalu ini tak digenangi banjir. Pasalnya, tempat ibadah yang telah turun-temurun digunakan umat Buddha ini tak jarang terkena banjir saat Imlek.

Menyembah

Belajar

Berdoa

Tusuk Dupa

Menyalakan Lilin

10


WAWANCARA

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

11

Dongkrak Mutu Layanan Mahasiswa Masa kepemimpinan Dede Rosyada sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baru dimulai. Di bawah garis koordinasinya, para wakil rektor juga ikut mengusung visi dan misi demi tercapainya UIN menjadi lebih baik. Tak terkecuali dengan Yusron Razak. Setelah dilantik Januari lalu sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Yusron mengusung peningkatan pelayanan dan pembinaan bagi mahasiswa. Guru besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta tersebut mengusung visi layanan mahasiswa yang prima dan memiliki standar terukur, serta mengutamakan kepuasan mahasiswa. Lalu, apa saja program kerja lainnya yang ia usung? Berikut hasil wawancara reporter LPM INSTITUT, Nur Hamidah, Selasa, (17/3). Terpilih sebagai wakil rektor bidang kemahasiswaan, program apa yang akan Anda jalankan? Saya menekankan pada dua poin utama, yaitu peningkatan pelayanan dan pembinaan pada mahasiswa. Keduanya merupakan hal utama yang saya lanjutkan dari kepemimpinan sebelumnya. Misi layanan kami ialah mengutamakan layanan mahasiswa yang cepat, tepat, dan nyaman. Salah satunya mempercepat proses administrasi bagi mahasiswa. Dalam pencairan dana khususnya. Selama ini birokrasi pelayanan mahasiswa itu sulit. Oleh karena itu, kita utamakan pada kepuasan mahasiswa. Kalau perlu, kita akan adakan desk masing-masing agar lebih mudah. Termasuk juga dalam proses pelaporan. Jadi, kita

juga mengupayakan bagaimana agar proses pencairan dana itu cepat.

aspek ini berhubungan dengan kegiatan mahasiswa.

kebutuhan pembelajaran mahasiswa.

Adakah inovasi yang akan Anda lakukan? Melihat program kerja dari periode sebelumnya, saya rasa itu sudah bagus. Tinggal bagaimana kita meningkatkan layanan dan mutunya. Persoalannya ialah apa yang ditingkatkan. Kita berusaha meningkatkan mutu pada aspek kualitas dan kuantitasnya. Misalnya, kalau selama ini mahasiswa yang mengikuti suatu lomba berjumlah 15, tahun ini kita tingkatkan menjadi 20. Nah, bagaimana untuk meningkatkannya? Kita melanjutkan apa yang sudah ada dengan catatan meningkatkan agar lebih baik lagi.

Bagaimana realisasinya? Student Need berkaitan dengan kebutuhan mahasiswa berupa pelatihan riset, lokakarya, penerbitan jurnal, buletin, dan majalah. Saya kira, mahasiswa butuh pada pengembangan intelektualnya. Mahasiswa juga dapat mengembangkan minat dan bakat yang nantinya termasuk dalam Student Interest. Selain itu, mahasiswa juga harus meningkatkan prestasi dalam bidang non akademik, sehingga nantinya tidak menutup kemungkinan ranahnya sampai ke luar negeri. Saya kira, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dapat menjadi salah satu wadah mahasiswa untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Sedangkan, Student Welfare melingkupi pengelolaan beasiswa, transparasi dana, dan tata cara pendaftarannya. Saat ini, kami berusaha meningkatkan jumlah penerima beasiswa dan nominalnya. Ketika sasarannya sudah meningkat, kita akan usahakan agar nominal beasiswa juga meningkat, sehingga dapat menutupi

Dengan adanya tiga program tersebut, langkah apa yang Anda lakukan selanjutnya? Sebenar nya, perlu ada rangsangan agar mahasiswa terpacu dalam meraih prestasi, baik bidang akademik maupun non akademik. Salah satunya dengan memberi penghargaan pada mereka yang berprestasi. Selain itu, kami juga mempersiapkan mahasiswa agar dapat berprestasi, dengan adanya program pelatihan bahasa Inggris bagi mahasiswa tingkat akhir yang dikelola oleh pusat bahasa.

Lalu, apa saja program Anda terkait peningkatan mutu pembinaan mahasiswa? Ada tiga aspek yang saya tekankan dalam meningkatkan mutu pembinaan. Pertama, Student Need (peningkatan akademik dan intelektual), Student Interest (peningkatan minat dan bakat), dan Student Welfare (peningkatan kesejahteraan). Semua

Saya akan teruskan ide tersebut dengan mengembangkan kemampuan riset mahasiswa dan kemampuan bahasa agar dapat diterima oleh perguruan tinggi luar negeri. Saat ini, lembaga penelitian dan pusat bahasa tengah mengadakan pelatihan bagi 20 mahasiswa tingkat akhir dalam bidang bahasa Inggris. Pelatihan ini merupakan salah satu upaya kami dalam memaksimalkan pendayagunaan sumber daya alumni.

Salah satu kebijakan lembaga kemahasiswaan pada periode sebelumnya adalah international networks. Apakah program itu masih akan Anda terapkan? Terkait international networks, saya kira itu sangat perlu diperhatikan.

REKOMENDASI

Excellent Comp: Harga Murah, Kualitas Tak Kalah Laptop atau komputer Anda bermasalah? Atau Anda sedang mencari laptop dengan berbagai spesifikasi, PC rakitan, dan build up? Tak perlu bingung, permasalahan Anda akan segera terjawab jika Anda berkunjung ke Excellent Comp. Terletak di Jl. Legoso Raya no. 06 (seberang Mahad Ali dan belakang Polsek Ciputat), Excellent Comp hadir untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dan umum di bidang komputerisasi. Excellent Comp juga hadir dengan berbagai keunggulan. Selain berlokasi strategis yang memudahkan konsumen, Exellent Comp pun menawarkan barang dengan harga murah berkualitas tinggi dan tentunya bergaransi resmi. Di samping itu, pelayanan servis yang cepat, murah dan bergaransi menjadi kelebihan Excellent Comp dari yang lain. Selain itu, Excellent Comp juga memberikan harga dan kualitas terbaik untuk PC, laptop dan aksesori, serta pelayanan servis yang beraneka ragam. Mulai dari Recovery Operating System Windows XP, Windows 7 dan Windows 8, atau penghapusan virus dan instalasi program lengkap. Lalu, Excellent Comp juga melayani servis PC dan laptop yang mati total, seperti terkena air. Pula melayani penggantian komponen seperti ganti LCD, keyboard, charger, keyboard, charger, battery dengan harga ekonomis. Excellent Comp juga melayani servis lainnya, seperti cleaning fan prosessor dan pembersihan komponen internal bagi laptop yang sering overheat. Bagi Anda yang yang membeli flashdisk, modem, dan aksesori lainnya, Excellent Comp pun menerima komplain, dengan ketentuan memenuhi persyaratan garansi. Hanya sekitar 2-3 hari barang yang dikomplain sudah dapat dikembalikan atau diganti baru. Pelayanan servis PC dan laptop yang mati total maupun bermasalah pada hardware, Excellent Comp cukup memerlukan waktu 1-3 hari, barang Anda bisa berfungsi normal kembali dan sudah dapat diambil. Jadi, mulai sekarang Anda tak perlu bingung mencari tempat untuk membeli ataupun memperbaiki gadget Anda. Kebutuhan Anda akan komputerisasi kini telah dibantu Excellent Comp yang letaknya tak jauh dengan kampus. Pertanyaan dan pemesanan pun bisa langsung menghubungi Wahyu (085697509054).

Foto: Rizal/INS

Pasang Iklan Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM INSTITUT selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid INSTITUT, Majalah INSTITUT, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM INSTITUT. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya: Tabloid INSTITUT Terbit 4000 eksemplar setiap bulan Pendistribusian Tabloid INSTITUT ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud) INSTITUT Online Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 8001000 per hari

Dok. Pribadi

Majalah INSTITUT Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.

Hub: Maulia Nurul Telp: 08567231682


RESENSI

Thohirin

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

12

Merangkai Kembali Narasi Pasca ‘65

Peristiwa malam 30 September 1965 (G30S) telah membekas bagi rakyat Indonesia hingga kini. Lewat produk-produk kebudayaan, selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru (1966-1998) sukses memelintir fakta lain di balik peristiwa berdarah itu. anti-komunis seperti Mochtar Lubis, Sutan Takdir Alisjahbana (STA), dan Sumitro Djojohadikusumo. Terbukti, saat CCF menyelenggarakan konferensi di Asia untuk pertama kali, Mochtar Lubis dan STA hadir sebagai undangan. Sedangkan Sumitro Djojohadikusumo ditunjuk sebagai Ketua Kehormatan konferensi. Pada 1951, berkat kerjasama di bidang pendidikan yang dijalin Sumitro dengan didukung lembaga donor seperti Rockfeller dan Ford Foundation, Indonesia mengirim 900 mahasiswa untuk belajar doktrin ekonomi lliberal AS. Mereka tersebar di beberapa universitas terbaik AS macam MIT, Cornell, Barkeley, dan Harvard. Mereka yang dikirim antara lain, Subroto, Muhammad Sadli, Ali Wardana, Ali Budiarjo, dan istrinya Miriam Budiarjo, Widjojo Nitisastro, dan Emil Salim. Kelak, para sarjana yang disponsori Ford ini menjadi punggawa ekonomi Orba atau biasa disebut “mafia Barkeley.” CCF juga menjalin kontak baik dengan Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) di UI. Jaringan bawah tanah yang dibangun Sumitro pada 1961 ini merupakan jaringan pemuda resmi milik PSI di mana intelektual muda anti-Soekarno berinteraksi. Di antara intelektual yang aktif dalam organisasi ini adalah, Soe Hok Gie, Zainal Zakse, dan Maruli Situnga. Pada saat yang sama, para penulis dan seniman anti-komunis seperti H. B Jassin, Arief Budiman, Goenawan Muhammad, dan Taufiq Ismail juga

melakukan eksplorasi terhadap ideide kebudayaan liberal mereka. Majalah kebudayaan sastra adalah media yang digunakan kelompok ini. Dalam periode ini pula, seniman kiri, yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) memperkuat komitmen mereka tentang seni dan sastra yang harus sejalan dengan ide revolusioner Soekarno. Akibatnya, kelompok penulis dan seniman anti-komunis pada 17 Agustus 1963 mendeklarasikan ‘Manifes Kebudayaan’ sebagai sikap anti-komunis mereka. Keterlibatan AS melawan Komunis di Indonesia setidaknya dipicu atas dua faktor. Pertama, kesadaran AS atas kekayaan alam Indonesia. Misalnya, Indonesia saat itu menghasilkan 20 milliar barel minyak dalam sehari. Kedua, kewaspadaan AS terhadap PKI karena pada 1950-an menjadi partai komunis terbesar se-Asia di bawah Cina. Kedua faktor itu melatarbelakangi AS terlibat jauh melawan komunis di Indonesia. Menurut Wijaya Herlambang, jatuhnya Orba pada 1998 tidak serta merta meruntuhkan ideologi anti-komunis yang sudah lama ditanamkan rezim Soeharto di kepala rakyat Indonesia. Sebaliknya, banyak masyarakat yang masih meyakini komunis sebagai pelaku utama seperti yang dituduhkan rezim Orba. Lewat buku ini, Wijaya Herlambang menjelajahi kembali faktor-faktor yang menentukan dalam proses pembentukan dan bertahannya ideologi anti-komunis di Indonesia.

Mengungkap Konspirasi Kokain

Sumber: Internet

Perdebatan wacana anti-komunis menjadi wacana paling dominan sepanjang 32 tahun pemerintahan Orba. Terlebih pasca tragedi G30S pecah. Ketika itu, PKI bukan hanya dituduh sebagai otak utama atas tewasnya tujuh jendral AD, namun, pemerintahan Orba juga melegitimasi pembantaian yang terjadi setelahnya sebagai tindakan yang dibenarkan. Melalui beberapa produk budaya seperti film dan cerita-cerita pendek yang dimuat di beberapa media massa seperti Horrison, rakyat terus disuguhi cerita seputar pembantaian massal itu. Tentu dengan sudut pandang yang berbeda. Dalam cerita itu, PKI dan simpatisannya adalah kelompok yang bersalah karena melawan pemerintahan resmi. Dalam film G30S/PKI misalnya, PKI dituduh sebagai otak di balik tewasnya tujuh jendral AD. Film garapan Arifin C. Nur itulah yang Kemudian menjadi narasi resmi peristiwa G30S. Sementara itu, beberapa ide kebudayaan AS, khususnya mengenai ‘kebebasan berepkspresi’, atau dikenal dengan ‘humanisme universal’ juga terus digencarkan AS di kalangan intelektual Indonesia. Ide-ide mengenai liberalisme itu ditransformasikan lewat beberapa institusi bentukan AS seperti Congress for Cultural Freedom (CCF) yang digerakkan oleh salah satu agen CIA, Micahel Josselson. Di bawah komando Josselson, CCF menjalin hubungan baik dengan beberapa intelektual Indonesia yang

Sumber: Internet

mendapat perhatian dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas Afrika-Amerika di di Los Angles yang merasa menjadi korban pengedaran kokain. Tak hanya itu, beberapa surat kabar Amerika yang lebih besar seperti Los Angeles Times, New York Times, dan Washington Post pun ikut menyelidiki kasus ini. Mereka seakan ingin membuktikan bahwa apa yang ditulis Garry tersebut tidak akurat. Media-media itu menelaah kasus ini dengan langsung mengkonfirmasi pada CIA sehingga mendapat berita yang berbeda. Hal itu menyudutkan Garry dan muncul dugaan bahwa ia hanya mengarang cerita. Dugaan tersebut diperkuat dengan tak adanya bukti mengenai perjalanan investigasinya, sehingga editor dan redaktur San Jose

Mercury News pun ikut meragukan Garry. Namun, Garry tetap melanjutkan investigasi hingga pada satu malam agen CIA menyelinap masuk ke kamar hotelnya dan bercerita tentang kasus itu. Garry kembali menulis tetapi tak satu pun percaya ceritanya. Garry tertekan hingga memustuskan untuk mengundurkan diri dari San Jose Mercury News dan meneruskan investigasinya sendiri. Film Kill the Messenger didasarkan pada kisah nyata yang ditulis dalam sebuah buku dengan judul yang sama karangan Nick Shou. Pada akhir film yang dirilis tahun 2014 ini, Garry mengatakan apapun yang ia lakukan adalan tugas jurnalis dan seorang jurnalis harus mengungkapkan kebenaran yang baik atau pun buruk.

Erika Hidayanti Kokain adalah salah satu jenis narkoba yang dianggap paling berbahaya di Amerika pada tahun 1980 sampai 1990-an. Saat itu, kokain dijual hanya dengan 5 dollar sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Garry Webb, seorang jurnalis dari San Jose Mercury News melakukan investigasi terkait dugaan keterlibatan Central Intelligence Agency (CIA) dalam peredaran barang ilegal tersebut. Berawal dari adanya laporan tentang keterlibatan pemerintah Amerika Serikat dalam pengedaran kokain, Garry menelusuri kebenarannya. Petunjuk pertama yang ia dapatkan adalah dokumen rahasia hasil penyelidikan kejaksaan mengenai pengedaran kokain. Garry kemudian menelusuri jejak Danilo Blandon, salah satu terduga bandar kokain yang bekerja sama dengan pemerintah. Garry dibantu oleh Alan Fenster, seorang pengacara dari salah satu tersangka pengedar kokain. Bersama Fenster, ia mengorek informasi dari Blandon.

Blandon mengaku bekerja sama dengan CIA untuk menyelundupkan dan menjual kokain di Los Angeles. Hasil penjualan berton-ton kokain tersebut digunakan CIA untuk membantu Contras, pemberontak anti komunis di Nikaragua, Amerika Tengah. Garry mencari jejak kasus yang melibatkan CIA itu sampai ke Nikaragua dan menemui Norwin Meneses, rekan kerja Blandon. Dalam pertemuannya dengan Meneses, ia mendapat informasi bahwa kokain, senjata, dan uang yang dihasilkan dikirim melalui pesawat dari Amerika Tengah ke Amerika Serikat setiap

hari. Dalam perjalanan investigasinya, Garry mendapat berbagai ancaman. Fred Weil, salah satu anggota Dewan Keamanan Nasional yang juga terlibat dalam kasus ini memperingatkan Garry untuk menghentikan investigasinya. Secara gamblang, Fred menyatakan reporter yang mencoba menguak kasus tersebut akan terancam. Meski begitu, Garry tetap menulis artikel mengenai konspirasi CIA dalam penyelundupan dan pengedaran kokain. Akhirnya, artikelnya yang berjudul Dark Aliance: The Story Behind The Crack Explotion dirilis dan

ger sen s e e M esta l Th : Kil hael Cu ic ul Jud dara : M 14 a : 20 menit Sutr n 12 u Tah si : 1 ggris n a I r Du sa : riller a h : Th Ba e r Gen Sumber: Internet


SOSOK

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

13

Inspirasi Fashion Thata Maulia Nurul Rupanya, kemahiran fashion muslim blogger, Qonitah Al Jundiah dalam merias dan berbusana sudah timbul sejak masa kanak-kanak. Gadis berdarah Sunda yang akrab dipanggil Thata ini, saat ini tengah berada di jajaran fashion stylist hijab di dalam maupun di luar negeri. Kemampuan Thata awalnya hanya sebatas merias diri dan teman-temannya untuk keperluan pentas paduan suara. Memang, sejak 2009, ia aktif berorganisasi di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Mahasiswa (PSM) dan Foreign Language Association (FLAT) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia mengaku, keahliannya dalam make up berasal dari learning by doing dan observasi melalui media sosial di internet. Meski ia tak pernah mengikuti kelas kecantikan, Thata telah berhasil merias hingga merancang style busana minimal untuk dirinya sendiri. Pengalaman pertama Thata di dunia fashion terekam dalam acara UIN Fashion Fair (UFF) 2012 silam yang saat itu turut mengundang Dian Pelangi. Acara yang ia gagas bersama 30 mahasiswa UIN lainnya ini menjadi pengalaman berharga bagi Thata karena membuatnya belajar manajemen fashion. “Dari UFF ini, aku jadi kenal langsung dengan beberapa desainer dan model,” kenang gadis kelahiran 16 April 1992 ini. Ia mengatakan, acara tersebut mengundang perhatian dunia fashion

muslim. Akhirnya, Thata mendapat banyak kesempatan untuk mengenal banyak relasi dalam bidang fashion. Pula, berkat UFF mahasiswa Fakultas Psikologi ini, ia juga kemudian diajak bekerja bersama Dian Pelangi untuk berkontribusi di majalah Hijabella. Thata sempat menjadi fashion stylist dan kini menjadi fashion editor tetap di majalah yang telah terbit 18 edisi ini. Selain di majalah, Thata juga eksis di dunia televisi menjadi pengisi acara Travelezza di ANTV dan pembawa acara paruh waktu di televisi kabel. Meski sudah sering tampil, ia tetap aktif ngeblog karena blog menjadi media yang mendeskripsikan kesehariannya. Saat ini, laman pribadinya tersebut sudah menembus 100.000 pengunjung dari dalam dan luar negeri. Pemilik akun Instagram @thataljundiah ini pun aktif meng-endorse kosmetik dan pakaian yang tak terhitung jumlah brand-nya. Akun yang ia buat sejak 2012 itu sudah diikuti oleh 90 ribu pengikut. Tidak hanya di dunia entertainment, gadis asli Tangerang ini juga terus memperkaya wawasannya. Ia mengaku, saat ini tengah mengambil sekolah bahasa demi mengasah kemampuan berbahasa asing, khusus-

nya bahasa Perancis. Ia mengatakan, untuk menjadi orang yang bermanfaat dan menginspirasi, dirinya terus belajar. Ilmu yang bermanfaat, lanjut Thata, bukan hanya di bangku pendidikan, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, bergaul dengan orang banyak dan kemampuan memecahkan masalah. “Jika kita memiliki ilmu yang mumpuni dalam hal apapun, itulah yang membuat kita percaya diri,” ucap Thata saat ditemui INSTITUT di halaman Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution. Selain itu, tambahnya, tingkah laku yang baik juga menjadi fokus dirinya untuk menjadi seseorang yang berguna bagi semua orang. “Kalau Habibie punya Habibie Center, aku mau bikin Thata Center yang nanti isinya ada masjid, sekolah, butik, dan sport center,” ujarnya sambil tertawa. Untuk mencapai target jangka panjangnya, ia berupaya untuk terus aktif di kegiatan sosial. Seperti saat ini, Thata telah aktif terlibat dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Cinta Indonesia bersama kawan alumni pertukaran pelajar Amerika Serikat. Cinta Indonesia bertujuan untuk menyebarkan semangat perdamaian dan toleransi antar umat beragama. Thata bersama temannya ingin menjadikan Indonesia lebih baik lantaran LSM ini melibatkan anak muda sebagai agent of change.

Foto: Maulia/INS

Dok. Pribadi

1001 Buku: Gapai Kesetaraan Bacaan Anak

Kegiatan 1001 Buku.

Nur Hamidah Khairu Jaliisin fi Zamani Kitabun. Sebaik-baiknya teman sepanjang masa adalah buku. Pepatah Arab itulah yang mungkin menggambarkan semangat sekelompok orang dengan visi dan misi yang sama ini: Komunitas 1001 Buku. Semangat kerelawanan yang kuat selalu membuat komunitas yang telah berdiri sejak tahun 2002 ini masih tetap eksis hingga menginjak usia ke-13. Komunitas yang digagas oleh Ida Sitompul, Santi Soekanto, dan Upik Djalins bermula saat mereka merasa khawatir dengan tingkat membaca anak yang rendah di wilayah ibu kota dan sedikitnya jumlah taman baca kala itu. Mereka kemudian membuat milis

dan mengundang teman-temannya agar menyumbang buku bacaan untuk anak-anak. Tak berapa lama, undangan menyumbang buku direspons positif. Dwi Andayani, ketua Komunitas 1001 Buku berujar, selang enam bu-

lan menyebarkan informasi mengenai buku yang akan disumbang, mereka telah mampu mendistribusikan buku ke 30 taman baca di Jabodetabek, dengan jumlah 8000 buku per taman bacanya. “Saat komunitas ini muncul di tahun

2002-an, anak-anak lebih suka menyisihkan uang jajannya untuk bayar play station di tempat penyewaan daripada membeli buku,” kenang wanita yang biasa disapa Dwi, Minggu (15/3). Mulai saat itu, wanita kelahiran Jakarta ini bertekad, bagaimana caranya agar anak anak mengantre ke tempat buku, bukan ke tempat play station. “Saya tidak menghindari kemajuan teknologi, hanya berusaha menyeimbangkan antara kemajuan teknologi dan budaya baca anak,” tegasnya. Wanita lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menambahkan, ia tidak setuju dengan adanya stigma bahwa anak-anak Indonesia malas membaca. Namun, yang terjadi sebenarnya adalah sulitnya akses bahan bacaan. Selain itu, Dwi merasa kualitas buku bahasa Indonesia kurang baik. Sehingga buku-buku terjemahanlah yang lebih banyak dibeli. Kini, ujar Dwi, demi meningkatkan kesetaraan kualitas bahan bacaan anak, Komunitas 1001 Buku sendiri menyortir buku sumbangan dari donatur untuk kemudian didistribusikan ke setiap taman baca. Proses Sorting, Packaging, dan Distributing yang disebut SPD itu dilakukan oleh pihak pengelola. Dwi menambahkan, proses sorting menentukan buku apa saja yang dapat didistribusikan. “Tidak semua buku yang kita terima dari donatur dapat didistribusikan. Kita hanya mendistribusikan buku layak baca anak,” ujarnya. Tahun ini, tercatat sudah 70 taman bacaan di seluruh Indonesia yang menjadi titik distribusi buku. Dengan kemajuan yang cepat itu, mereka seolah mendapat angin segar. Apalagi, beberapa relawan mulai berdatangan dan menyumbang.

KOMUNITAS Namun, layaknya roda yang terus berputar, keadaan komunitas tidak selamanya berjalan mulus. Semenjak berdiri, kendala yang seringkali dihadapi ialah komitmen relawan. Status komunitas yang tidak mengikat, membuat banyak semangat relawan dan anggota naik turun. “Tidak ada yang digaji dan menggaji. Oleh karena itu, tinggal bagaimana kita menjaga hubungan pada sesama anggota komunitas agar tetap konsisten,” terangnya. Biaya distribusi yang tidak sedikit, menjadi kendala selanjutnya yang sering kali terjadi. Dwi menegaskan, kualitas bahan bacaan anak harus merata. Selama ini, anak-anak yang tinggal di daerah pesisir memiliki akses yang sulit dalam mendapatkan buku. Kesempatan untuk mendapatkan buku bacaan yang baik menjadi terhambat. “Saya melihat anak-anak Indonesia masih memiliki masalah yang sama dari dulu, yaitu kesetaraan bahan bacaan yang berkualitas. Dengan membaca buku, anak seorang nelayan dapat memiliki cita-cita menjadi dokter, pergi ke London, dan ke manapun,” jelasnya. Di tengah pendistribusian buku, komunitas ini tengah mempersiapkan Olimpiade Taman Baca Anak (OTBA) tahun 2015. Di mana setiap tahunnya digelar berbagai perlombaan seperti mengambar, peragaan busana dari barang bekas, dan lainnya. Ketua panitia acara OTBA 2015, Luci Priandarini menyatakan, acara ini menjadi ajang kopi darat antara relawan dan pengelola, serta anak-anak taman baca. Bertemakan 1001 Warna Anak Nusantara, panitia mengajarkan toleransi dan keragaman pada anak anak dalam menghargai perbedaan.


SASTRA

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Gazal

14

Cerpen

Oleh: Tri Wibowo*

Hari masih terlalu pagi tanpa rapal–rapal pengharapan. Pagi masih terlalu berkabut bagi bising mesin-mesin berdoa. Pukul lima kurang lima, sisir usai menjamah kepala berselaput Pomade, kancing-kancing kebosanan usai pula menyisakan satu kegelisahan, bosan di antara kerah yang sengaja tak dikaitkan. Setelan kaki cengcorang berbalut kaus kaki. Pula bersenada dengan rapat berpeluk celana bahan. Hindari tiap lekuk kerut dari kekenyalan. Kepada cermin, sebaris gigi menyeringai merdu, “... calon guru.” Hari masih terlalu pagi tanpa desau-desau perisau. Pagi masih terlalu berkabut bagi denting cucian piring-piring. Selembar roti tanpa remah coklat, siap saji sedari semalam. Menjadi teman paling setia, bagi bulan-bulan menjelang penghabisan. Seraya mengunyah; sekutu buku-buku masuk ke dalam barak bernama Goodiebag setinggi siku; mencocok kedua kaki pada masing-masing sepatu. Di muka beranda, mantap hati berjanji, “...berangkat.” Bug! Bunyi pintu kamar buyarkan segala. Semesta angan. Seisi kepala. Menyudahi lamunan. Kaswary, lelaki paruh bingung. Mahasiswa semester pertengahan fakultas keguruan. Di salah satu universitas kenamaan di kota Siuman. Sedari bangun tidur, ia masih saja berdiri di depan cermin kerelaan.

“Masih terlalu pagi tanpa secangkir lamunan. Pagi masih terlalu berkabut bagi mata. Menyaksi muluknya keinginan. Cita-cita. Penderitaan.” Kaswary menggamit handuk. Masuk kamar mandi. Kaswary menggamit handuk. Keluar kamar mandi. Pundi pakaian kotor kian bertumpuk. Melambai pisah. Cukup ditinggalkan. Kasihan. *** Sambil tersenyum dan tanpa beban. Sepanjang jalan tarik perhatian. Mata kuliah metode pendidikan, pelajaran

pokok yang tak masuk hitungan. Membeban dalam pikiran. Rambutnya panjang. Dibiarkan tergerai. Wajahnya berewokan. Rapi tak bengkalai. Celana blue jeans bolong dengkulnya. Mengukir sempurna. Tak mengecewakan. Matahari kikuk. Setengah frustasi. Menembus hela ubun kepala. Menguapi rambut Kaswary hingga ranggas. Tentulah tak bisa. Seperti nyala petromak, tiap langkah tak luput mengawal. Seperti selebriti di panggung spekta, langkah Kaswary terawasi gemas. Di muka jalan, langkah terhenti. Di

Di muka kubus menahan siklus, sayup–sayup spiritus mulai terendus. Dari aroma ilmu dalam sarkofagus. Kaswary tenang, rupanya Ayahanda sudah berbaring lebih awal di dalam. Memereteli satu persatu ilmu, dari kerangka fosil-fosil bernama silabus serupa papirus. Ketuk pintu, gerendel setengah merukuk. Seraya mengucap salam seadanya, masuklah jua Kaswary menghampiri pembaringan Ayahanda. Meminta salim. Sayang bayang teramat kepayang, telapak ramah Kaswary dibiarkan saja. Begitu, dan selalu saja. Laksana cinta para kawula, rapat telapak seakan terbiasa bertepuk sebelah. Tanpa dasar falsafah, tata atur peraturan diatur terlampau mengatur. Atasnamakan norma yang luhur, dalam Sumber: Internet pertimangan yang mabrur. belang zebra, menuju seberang. Jela- Sementara keluhuran, makna yang ga akademika sudah di muka, tiba di mana dari salam-salim tak bersilang. depan muka. Dari muka yang zebra Ayahanda, yang terberkati kilau di hingga belang–belang, adalah pula di kepalanya. Nasihatmu begitu sibuk sana sebagai penghuninya. Kaswary mengurus rambut gondrong, kerah enggan, setengah berpaling dari niat baju, dan sepatu. seperginya. Menimbang bimbang da“...ah engkau, Kaswary. Silakan lam gamang, “...masuk kelas tidak, masuk kelasku di lain waktu,” katamu ya?” dari dulu, dari semasa mudamu yang Rupa–rupa resah, tak kalah sergah. sudah botak begitu. Kaswary kalah. Rupa–rupa resah, tak kalah sergah. Kaswary menang. Tak jadi mengalah. *Penulis adalah mahasiswa semester 4 ***

Jurusan Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia

Puisi

Honorarium Patung Yesus

Ibuku Pahlawan

Cermin

Oleh: Imam Budiman*

Oleh: Ahmad Khoeri dan Awan Al-Ibrohimi *

Oleh: Rizki Ahmad Zainuri*

baru kemarin, honorarium menulis masuk ke rekening sudah sejak lama aku ingin, jika hari ini aku berniat berpoya dengan uang yang tak seberapa itu; beli buku kuselusuri setumpuk loak di toko jalan Tarumanegara menelaah usang sekian nama dan judul yang kian purba seperti mengingat masa muda penyair yang telah mati yang berserak kini tertinggal lamunan buku-buku tua kubaca di tempat, akan tetapi si bapak penjaga itu sudah terlanjur seringkali memarahi; mengutuki dengan sindiran sebab aku beku berlama-lama di pojok, tatapku terhenti pada suatu yang kukenali aku tertarik pada patung yesus kecil melebar tangan ingin kumasukan pula keranjang, tapi aku khawatir pulang ke rumah, oleh bapak, aku dituding kafir

Ibu, kau lentera jasadku. Kau pusara dindonesiaku. Kau surya perisai bagiku Kau simbol kemerdekaan negaraku

Senapan besar tak membuatmu gentar. Timah panas tak meredam semangatmu. Hanya tangis, hanya tangis bocah yang meredupkan keperkasaanmu.

Keringat, darah, airmata. Semua kau tumpahkan untukku, dan negeriku wahai ibu. Runcing bambu adalah tombakmu,

Bangsat, bangsat kau penjajah. Kau renggut ruh ibuku. Kau pahat luka dibatinku. Akan kubalas, akan kubalas, akan kubalas!

Kasih sayang adalah senjata utamamu. Siang hari kau layangkan tombak, Malam hari kau suguhkan kasih sayang. Itu semua demi negaramu, dan darah dagingmu kan ibu.

Ibu selamat tinggal. Cintamu, pelukanmu, belaianmu. Tersimpan Selalu disanubariku.

Bukan Tuhan yang patut di salahkan Bukan sang pencipta yang meniadakan Bukan pula alam yang berubah Bukan juga dunia sumber derita.. Tapi kita.. Kita yang serakah Yang tamak Yang selalu merasa berkuasa Padahal tak punya daya dan upaya Kita lah yang selalu merusak Yang selalu merasa berhak

Jakarta , 31 Juni 2011

Januari, 2015 *Penulis adalah mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

LIKE

*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FITK, UIN Jakarta

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Jakarta

@lpminstitut


SENI BUDAYA

Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

15

Riwayat Sunda dalam Lagu

Penampilan Mario Ginanjar dalam acara Fun Sunda di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (14/3). Acara ini diselenggarakan dalam rangka mengingatkan kembali generasi muda kepada musik daerah.

Foto: Erika/INS

Erika Hidayanti Ruangan yang terang oleh lampu-lampu kekuningan perlahan mulai redup. Satu per satu lampu dimatikan hingga hanya tersisa beberapa lampu menyala menyoroti panggung. Tak lama muncul seorang pria dengan kaos oblong putih, kemeja, dan celana hitam khas Suku Sunda. “Tanah air kutidak kulupakan ... Kan terkenang selama hidupku ...” Pria yang juga memakai totopong, ikat kepala khas Sunda dan sandal kulit hitam itu kemudian menyanyi di atas panggung. Satu demi satu lampu kembali dinyalakan hingga terlihat empat pemain musik mengiringi. Dua pria di sisi kiri memegang bass dan gitar, serta dua lainnya bermain drum dan keyboard di kanan panggung. Tepuk tangan penonton menggema di setiap sudut ruangan setelah alunan lagu nasional karya Ibu Soed itu pun selesai dinyanyikan. Cahaya lampu yang menyoroti panggung kali ini berubah menjadi kemerahan. Sembari menyatukan kedua tangannya di depan dada, pria dengan riasan kumis

di wajahnya itu kemudian turun dari panggung. Tak lama, dua penyanyi muncul. Wanita dengan kebaya kuning beriringan dengan pria berpeci hitam dan sarung menggantung di bahu. Mereka bertiga kemudian mulai menyanyikan lagu dalam bahasa sunda berjudul Hariring. Ketiganya lalu duduk bersimpuh. Cahaya lampu kemerahan yang menyoroti panggung berganti menjadi ungu. Pertunjukan dilanjutkan dengan lagu berjudul Bulan. Penonton dikejutkan dengan munculnya penari bergaun hitam dengan motif batik di bagian bawahnya datang dari belakang kursi penonton. Penari yang juga mengenakan kar-

digan ungu itu kemudian bergabung bersama tiga orang penyanyi tadi sambil terus melenggokan tubuhnya ke kanan dan kiri mengikuti irama musik. Tak lama, tempo musik berubah cepat dan para penyanyi langsung menyanyikan lagu Cing Cangkeling. Kini, mereka menari bersama dengan tempo dan gerakan yang lebih cepat. Cahaya lampu seketika menyala dan menerangi seisi ruangan. Gerakan tari gadis berkebaya hitam ungu tetap menjadi pusat perhatian. Ia menari dengan cepat sambil mengelilingi para penyayi satu per satu. Setelah lagu Cing Cangkeling selesai, kemudian diteruskan dengan lagu Tokecang. Tempo musik masih cepat. Kali ini, lagu yang dibawakan adalah Manuk Dadali. Gadis penari tadi pun menari menirukan gerakan-gerakan burung. Kemudian, gerakan tarinya berubah

lambat mengikuti iringan musik dari lagu Bubuy Bulan. Gadis penari berpindah dari satu sudut ruangan ke sudut lain. Seiring dengan musik yang melambat, tariannya pun ikut melambat sampai akhirnya lagu berhenti dan semuanya mematung. Penonton kembali bertepuk tangan. Konser musik bertajuk Fun Sunda ini dipentaskan dengan penyanyi utama, Mario Ginanjar. Vokalis Kahitna asal Bandung tersebut menggaet adik perempuannya, Marisya yang menjadi penari utama dalam pertunjukkan di Galeri Indonesia Kaya ini. Acara yang digelar pada Sabtu, (14/3) ini sengaja mengusung tema budaya Sunda sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap musik daerah. “Maraknya budaya asing yang masuk ke dalam negeri mempengaruhi anak muda saat ini untuk mendengarkan

lagu-lagu asing, sehingga lupa lagu daerahnya sendiri,” tutur Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation. Dalam acara ini, Mario Ginanjar juga berduet dengan ibunya dalam menyanyikan lagu Euis dan beberapa lagu pop Indonesia di era 1990-an. Tak hanya itu, lagu dari daerah Jawa Tengah seperti Bengawan Solo, juga ia nyanyikan bersama Nikki Thierry, penyanyi yang baru berusia 13 tahun. Sebagai seorang penyanyi yang lahir di Bumi Parahyangan, Mario mengaku sangat senang bisa melakukan pertunjukan ini. “Banyak dari generasi muda saat ini tahu lagu Sunda namun tak tahu asal daerahnya, bahkan menganggap Suku Sunda bukan salah satu bagian dari Pulau Jawa,” tutup pria yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-33 ini.

ada dana yang digunakan untuk pembayaran pembinaan atau pengembangan karakter itu diperbolehkan dan ada di Juknis,” katanya, Jumat (20/3). Terkait hal itu, Amel menjelaskan, dana mahasiswa yang melanggar selama ini masih ada di rekening mahasiswa yang dipegang bagian kemahasiswaan. Semua dana tersebut tidak dipakai untuk kegiatan apa pun. “Semua uangnya masih ada, tidak ada sedikit pun yang terpakai,” ucapnya. Saat ini, terdapat 50 dari 150 mahasiswa penerima Bidikmisi angkatan 2012 yang uang sakunya ditahan. Kepada INSTITUT, Amel menjelaskan, belum ada kejelasan akan dikemanakan

nantinya dana yang ditahan itu karena peraturan baru yang belum disahkan. “Kami usahakan peraturan ini segera disahkan, agar masalahnya cepat selesai,” ungkapnya. Rekening ganda Penerima Bidikmisi angkatan 2012 dan 2013 UIN Jakarta memiliki dua rekening tabungan. Satu rekening dipegang oleh Bagian Kemahasiswaan UIN Jakarta, dan satu lainnya oleh penerima beasiswa. Padahal, berdasarkan Juknis Bidikmisi 2014, setiap perguruan tinggi melalui pengajuan ke KPPN, dapat menyalurkan dana Bidikmisi kepada mahasiswa per bulan atau maksimal

enam bulan yang diberikan melalui rekening bank by name by address. Menurut Amel, pembuatan rekening ganda dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan dana oleh mahasiswa. Awalnya, di tahun 2012 hanya ada satu rekening. Namun, ada mahasiswa yang mengambil seluruh uangnya selama satu semester dari rekening. “Atas dasar kejadian pengambilan uang tersebut maka dibuat kebijakan untuk adanya rekening ganda,” tutur Amel. Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, UIN Jakarta, Subarja tak tahu apa-apa terkait adanya dua rekening mahasiswa itu. Setiap semester pengajuan pencairan dana Bi-

dikmisi dilakukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk setiap mahasiswa berdasarkan nama dan nomor rekeningnya. “Setahu saya, semua uang itu (Rp6 juta) langsung masuk ke rekening mahasiswa,” ujarnya, Kamis (19/3). Sama halnya Subarja, Rahmawati pun tidak tahu terkait adanya rekening ganda tersebut. Ia mengatakan semua uang beasiswa biasanya langsung masuk ke rekening mahasiswa atau ke rekening bendahara kampus yang nantinya akan disetor langsung ke rekening mahasiswa. “Saya tidak ingin berkomentar banyak terkait hal itu, karena saya pun tidak tahu,” tutupnya.

Sambungan Dana Bidikmisi Ditahan

kehadiran di pembinaan. Peraturan tersebut belum disahkan sehingga tak bisa dipublikasikan. “Bisa jadi yang selama ini pembinaannya kurang akan mendapatkan pembinaan ulang, tetapi itu belum disahkan,” papar Staf Bagian Kemahasiswaan, UIN Jakarta, Amellya Hidayat, Senin (24/3). Kepala Seksi Kemahasiswaan, Sub Direktorat Jenderal Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan, Kementerian Agama (Kemenag), Rahmawati menampik adanya pemotongan atau penahanan uang Bidikmisi mahasiswa. Semua uang beasiswa, katanya, langsung diberikan kepada mahasiswa dan kampus hanya menjadi pengelola. “Kalau pun

Tetap Semangat untuk Bacang Institut!



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.