Tabloid Institut Edisi 47

Page 1

Edisi XLVII / MAret 2017

Terbit 16 Halaman

LAPORAN UTAMA

Pengelolaan Limbah UIN Tak Maksimal

LAPORAN KHUSUS

Fasilitas Gedung Baru Tak Lengkap

Jannah Arijah

LPM INSTITUT - UIN JAKARTA

WAWANCARA

Salah Pengelolaan Limbah Rusak Lingkungan

@lpminstitut

Hal. 11

@lpminstitut

Ada Limbah di Situ

Hampir setiap hari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menghasilkan limbah MCK dan B3. Transparansi pembuangannya dipertanyakan. Jumat sore, sekitar pukul 17.00 WIB, Rashumi mengajak Institut untuk menyusuri Situ Kuru. Sembari berjalan, pria yang juga tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Situ Kuru ini bercerita, tempat ini menjadi objek pembuangan limbah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sesaat kemudian, langkahnya terhenti. Tangannya menunjuk dua gorong-gorong yang berisi aliran air di sudut Situ Kuru. Gorong-gorong itu merupakan tempat pembuangan limbah dari UIN Jakarta. Babeh—sapaan akrabnya— kemudian mengajak Institut menuju lokasi di samping Wisma Kohati, Semanggi. Lagi-lagi, telunjuknya tertuju pada gorong-gorong yang ada di sekitar tempat tersebut. “Itu juga pembuangan UIN Jakarta. Dengan demikian, totalnya ada tiga titik pembuangan,” jelasnya, Jumat (17/3). Selain UIN Jakarta, Situ Kuru memang menjadi tempat pembuangan akhir Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK) warga sekitar. Babeh sendiri tak heran

Telepon Redaksi: 0858 9116 2072

Hal. 4

Hal. 2

www.lpminstitut.com

Email: redaksi.institut@gmail.com

jika permukaan air di sana berwarna hitam pekat akibat menampung aliran limbah. Karenanya, semua pihak seharusnya bertanggung jawab atas kebersihan Situ Kuru. Sehari berselang, Sabtu (18/03) Institut mendatangi ketua Rukun Tetangga (RT) 03 Daryadi. Ia membenarkan pernyataan Babeh terkait saluran air yang berasal dari UIN Jakarta. Bahkan, ia mengklarifikasi bahwa jumlah saluran pengaliran limbah UIN Jakarta tak hanya tiga, tetapi lima titik. “Salah satu dari dua titik lainnya berasal dari Kelurahan Pisangan,” jelasnya, Sabtu (18/3). Terkait pembuangan limbah, hal ini dibenarkan oleh salah satu anggota Kelompok Mahasiswa P e c i n t a Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu B a t u t t a

(KMPLHK Ranita) Solehuddin. Nabe— panggilan akrabnya— menganggap bahwa limbah UIN Jakarta tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, limbah UIN tak hanya berasal dari MCK. “Masih ada limbah yang berasal dari praktikum laboratorium. Limbah ini kan termasuk Bahan Berbahaya Beracun (B3),” ujarnya, Kamis (16/03). Namun, hal ini dibantah oleh Kepala Sub Bagian Rumah Tangga UIN Jakarta Abdul Halim. Menurutnya, UIN Jakarta tak

membuang limbah ke Situ Kuru. Lebih lanjut Halim menjelaskan, pihak UIN Jakarta telah menyediakan tempat khusus untuk mengolah sisa hasil praktikum. “Sama sekali tidak ada, kami punya dua tempat. Satu ada di

Bersambung ke hal 15 kolom dua...

@Xbr4277p


Laporan Utama Salam Hangat Mahasiswa! Pembaca budiman, hampir dua bulan berlalu kami tak terbit menyapa anda pecinta Tabloid Institut. Libur panjang perkuliahan menjadi jurang pemisah kita. Kini di bulan awal perkuliahan setelah melewati pelbagai macam onak dan duri sekretariat kami di lantai tiga Student Center Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta kembali normal. Di sela-sela perjuangan kami mempersiapkan pembukaan pendaftaran anggota baru 2017, kembali kami menyuguhkan Tabloid Institut edisi ke-47. Persiapan untuk terbit telah kami mulai dengan rapat redaksi pada Jumat (10/3) silam. Pembaca tercinta, Tabloid edisi Maret ini menghadirkan berita tentang pencemaran lingkungan. Pemilihan tema lingkungan terjadi lewat perdebatan alot di dapur redaksi Institut. Pro dan kontra dalam berdebat kami lalui dengan kepala dingin. Kami merasa belakangan ini, isu lingkungan menjadi topik hangat untuk dibicarakan. Pencemaran lingkungan oleh tangan manusia dilalui seolah tanpa dosa. Haedline kami menyodorkan berita tentang pembuangan limbah UIN Jakarta yang diduga ke Situ Kuru. Permen No 14 Tahun 2013 setiap lembaga atau pun usaha masyarakat yang menghasilkan limbah, wajib memiliki instalansi pembuangan limbah. Tak ketinggalan di rubrik Laporan utama kami juga membahas tentang pengelolaan limbah di UIN Jakarta. Undang-undang dan pendapat para pakar lingkungan hidup menjadi acuan kami. Tak hanya itu, kami juga menghadirkan imformasi tentang anggaran dana Student Acivment Award yang kian hari semakin menyusut. Bolak-balik ke gedung Rektorat, dilempar bak bola salju kami lalui demi data tertulis dari pemangku kebijakan lengkap. Padahal peminat SAA setiap tahun justru terus bertambah. Di Laporan khusus kami mengupas berita tentang gedung baru Fakultas Adab dan Humaniora yang terkesan buru-buru untuk ditempati. Fasilitas berupa proyektor, parkir sembrawut, kemananan belum memadai. Imbasnya, proses belajar dan mengajar terganggu. Guru besar yang kian menyusut pun kami bahas di rubrik ini. Faktor usia dan sulitnya menjadi profesor kendala utama proses regenerasi. Di rubrik Kampusiana kami membahas tentang mahasiswa pemburu lomba, mencari perlombaan untuk mengisi waktu luang. Keselurahan berita kami ini sebagai fungsi kami sebagai kontrol sosial para petinggi kampus. Selain itu, kami juga mengajak para pembaca tercinta untuk ikut andil. Salam Mahasiswa. Baca, tulis, dan lawan!

|2

Pengelolaan Limbah UIN Tak Maksimal

Sumber Foto: Gaosatul Hasanah

Salam Redaksi

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Yayang Zulkarnaen Setiap yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) wajib memiliki pengelolaan limbah. Namun, tak semua Laboratorium Kimia di UIN Jakarta memiliki pengelolaan yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai lembaga pendidikan yang saat ini tidak hanya berfokus pada pengkajian agama, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki tiga laboratorium kimia. Tempat itu digunakan sebagai sarana mahasiswa belajar dan meneliti kajian alam. Namun, dari laboratorium kimia yang ada, tak semua memiliki pengelolaan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah, khususnya bahan berbahaya dan beracun atau sering disingkat B3. Bahan berbahaya dan beracun adalah zat, energi, atau komponen lain yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lain. Salah satu bahan kimia yang berbahaya yaitu, benzena, kloroform, asam sulfat dan bahan lain yang beracun. Bahaya yang timbul pun bisa dari sifat, konsentrasi, maupun jumlahnya yang berlebihan. Tak adanya pengelolaan limbah B3, secara tidak langsung melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 yang mengatur tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam peraturan tersebut dinyatakan, setiap orang atau lembaga yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah. Tiga laboratorium yang ada di UIN Jakarta berada di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Pusat Lab Terpadu (PLT), dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Namun, laboratoium yang terletak di FITK lantai

Mahasiswa Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sedang melakukan praktikum di laboratorium yang berada di lantai 1 fakultasnya. Praktikum tersebut menggunakan bahan berbahaya dan beracun.

1 belum memiliki pengelolaan limbah B3. Limbah sisa praktikum yang dihasilkan langsung mengalir ke saluran pembuangan umum. Keharusan adanya pengelolaan limbah B3 diungkapkan Kepala PLT, Nur Aini Hidayah. Ia menjelaskan, limbah sisa praktikum yang tergolong dalam B3 harus diolah dulu dalam Instalasi Pengelolaan Limbah (IPAL) sebelum akhirnya dibuang ke saluran pembuangan. “Biar cairan kimia yang dibuang ke selokan sudah tidak berbahaya lagi,” ucapnya, Rabu (22/3). Sementara itu, laboratorium yang ada di FKIK dan PLT telah memiliki tempat pengelolaan limbah. Akan tetapi, pengelolaan ini ternyata belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas. Ini terlihat dari tidak adanya pemeriksaan rutin terhadap kelayakan pengelolaan limbah tersebut. Belum adanya SOP di laboratorium ini dibenarkan oleh Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat, Dewi Utami Iriani saat ditemui di ruangannya lantai 2 FKIK. Menurutnya, belum ada prosedur tetap membuat tidak ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah B3 ini. “Kalau belum ada SOP-nya kan enggak jelas siapa yang harus mengerjakan apa,” ucapnya, Kamis (23/3). Dewi yang fokus di bidang kesehatan lingkungan menambahkan, seharusnya di laboratorium itu ada saluran khusus membuang limbah. Dengan saluran khusus ini limbah cair sisa praktikum akan mudah terkumpul di tempat pengelolaan. “Di FKIK sudah ada saluran khusus, tapi pratiknya kadang tercampur dengan mencuci alat-alat laboratorium,” jelasnya. Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan dua cara. Dewi menjelaskan dengan cara fisika dan kimia. Melakukan penyaringan kemudian

diendapkan merupakan cara fisika. Sedangkan menambahkan cairan khusus untuk menguragi kadar keasaman adalah cara kimiawi. Limbah B3 tanpa melewati pengelolaan terlebih dahulu dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Membunuh biota yang hidup di lingkungan adalah contohnya. “Bahkan, jika limbah mengandung kapur dapat menyumbat saluran karena plak yang dihasilkan,” ujar Dewi yang juga Dosen FKIK. Lebih lanjut, adanya pemeriksaan rutin terhadap pengelolaan limbah perlu dilakukan. Pemeriksaan rutin guna mengukur kadar zat kimia yang akan di buang ke saluran pembuangan masyarakat. Menurut Dewi, zat cair yang akan dibuang itu harus diukur kadar keasamannya atau pH dan Amonianya. “Pengukuran ini untuk melihat apakah pHnya telah sesuai dengan peraturan pemerintah tentang pembuangan air limbah,” jelasnya. Pengelola Laboratorium FITK Iwan Setiawan, mengaku telah mengajukan adanya pengelolaan limbah hasil praktikum kepada PLT, akan tetapi, belum mendapat tanggapan. Padahal menurut Iwan, pihaknya tidak mengajukan pembangunan instalasi baru, melainkan kerja sama dengan PLT dalam mengolah limbah. “Tapi PLT tidak pernah memfasilitasi sampai sekarang,” ucapnya ketika ditemui di ruangannya lantai 1 FITK, Kamis (23/3). Tidak adanya pemeriksaan secara rutin terhadap pengelolaan limbah ini pun diakui oleh Sub-Bagian Rumah Tangga Ahmad Halim. Menurutnya pemeriksaan terhadap limbah B3 saat ini belum tersedia di UIN Jakarta. “Saat ini sih belum ada pemeriksaan untuk sampah beracun ,” pungkasnya, Selasa (21/3).

Pemimpin Umum: Dicky Prastya | Sekretaris & Bendahara Umum: Aisyah Nursyamsi | Pemimpin Redaksi: Zainuddin Lubis | Redaktur Online & Web Master: Yayang Zulkarnaen | Pemimpin Litbang: Eli Murtiana | Pendidikan: Lia Esdwi Yani Syam Arief | Riset dan Dokumentasi: Jannah Arijah | Pemimpin Perusahaan: Eko Ramdani Koordinator Liputan: Zainuddin Lubis | Reporter: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis Editor: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Eko Ramdani, Dicky Prastya, Yayang Zulkarnaen | Ilustrator: Eko Ramdani | Karikaturis: Aisyah Nursyamsi | Editor Bahasa: Yayang Zulkarnaen Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 085891162072/089627411429 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~


Laporan Utama Dicky Prastya

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Mengulik Anggaran SAA

|3

Mei 2016 lalu, Nurul Ramadhan mengikuti perlombaan fotografi yang diselenggarakan di Kantor Berita Nasional Antara, Jakarta Pusat. Saat itu, ia mendaftarkan fotonya bertema Merdeka Indonesiaku. Selang beberapa pekan, ia menerima kabar dari panitia pelaksana bahwa fotonya lolos untuk dipamerkan sekaligus terpilih sebagai foto terbaik. “Bisa menyelenggarakan pameran foto di sana biayanya jutaan. Tapi karya saya lolos dan dipamerkan secara gratis,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Paul ini, Jumat (24/3). Rasa syukur Paul kian bertambah tatkala Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan ajang penghargaan bagi mahasiswa yang berprestasi atau SAA tahun 2016 dengan kategori satu yang fokus di bidang perlombaan. Terlebih, kabar yang ia peroleh dari peserta SAA 2015 silam terkait besaran dana SAA yang mencapai jutaan. Dana itu nantinya akan ia gunakan untuk membiayai pengobatan ibunya yang tengah sakit. Sayang, kekecewaan terlihat pada raut wajah Paul saat mengecek rekening pada akhir Desember 2016. Pasalnya dana SAA hanya sebesar Rp750 ribu. Tak sesuai rencana, dana SAA itu tak cukup membiayai pengobatan ibunya yang berkisar jutaan rupiah. “Mau diapakan lagi? Saya hanya bisa legowo,” tuturnya. Kecewa terhadap penyelengaraan SAA turut dirasakan Rahmat Hidayat. Ia menerima dana SAA sebesar Rp860 ribu dari pembuatan aplikasi dan perlombaan foto. Rahmat sendiri termasuk dalam kategori satu (perlombaan/kejuaraan) dan

Foto: Internet

Anggaran dana Student Archievement Award (SAA) mengalami naik-turun dalam empat tahun terakhir. Berbanding terbalik dengan jumlah penerima SAA yang selalu meningkat.

kategori dua (karya inovatif). Saat itu, ia menggagas sebuah aplikasi bernama Pameran Virtual Reality Kalacitra. Dijumpai di Student Center, Rahmat bercerita pada awalnya ia mengira peserta terpilih SAA akan mendapatkan uang penghargaan sekitar Rp2 jutaan. Uang itu akan ia gunakan untuk penelitian skripsi sebagai tugas akhir kuliah. Di samping itu, nantinya uang itu akan ia pakai membayar uang indekos yang tengah menunggak dua bulan sebanyak Rp630 ribu. Namun, uang ia terima ternyata sebesar Rp850 ribu. “Lumayan masih bisa bayar indekos,” katanya, Jumat (24/3). Terkait penyusutan dana SAA, Institut menghubungi Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta Subarja untuk meminta konfirmasi. Pesan WhatsApp pun dilayangkan pada Rabu (15/3), “Silahkan tanya Rektor, Wakil Rektor II Bidang Administrasi, Wakil Rektor Bidang III Kemahasiswaan, dan Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama (Kabiro AAKK).” begitu balasnya. Sesaat setelah pesan Subarja, Institut langsung menemui Kabiro AAKK Zaenal Arifin di ruang kerjanya untuk meminta keterangan tentang dana SAA. Namun, Zaenal berkilah

bahwa anggaran dana SAA bukan untuk konsumsi publik. Lebih lanjut, menyusutnya dana SAA 2016 yang menerima penghargaan merupakan kewenangan UIN Jakarta. “Dana SAA itu sifatnya naik-turun,” ungkapnya. Tak memperoleh hasil, Institut pun mencoba menemui Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada. Surat permohonan liputan pun dilayangkan untuk wawancara. Namun, Dede mengaku tak tahu soal besaran dana SAA. “Coba hubungi bagian Kemahasiswaan atau Kabiro AAKK,” ujarnya, Rabu (15/3). Kemudian, ia memberi memo yang akan tertuju kepada Bagian Kemahasiswaan dan Perencanaan UIN Jakarta. Enam hari kemudian, Rizki selaku staf Rektorat menghubungi Institut terkait isi dari memo Dede. Ia menganjurkan untuk mengklarifikasi data dana SAA dan menemui Zaenal. Berbekal pesan itu, Institut pun langsung mendatangi Zaenal untuk kedua kalinya di ruang kerjanya lantai dua gedung Rektorat. Dalam pertemuan kedua ini, Zaenal masih enggan memberikan anggaran dana SAA 2016. “Kemungkinan akan memunculkan polemik,” ungkapnya, Selasa (21/3). Tak juga menemui hasil, Institut mencoba menghubungi Kepala Bagian Perencanaan UIN Jakarta

Kemahasiswaan UIN Jakarta sedang foto bersama perwakilan mahasiswa dalam ajang penganugerahan SAA tahun 2015. Namun, selama empat tahun terakhir, dana SAA mengalami naik-turun.

Kuswara, Jumat (24/3). Pertemuan itu berlangsung di Gedung Akademik lantai tiga. Ia mengaku tak memegang data anggaran dana SAA. “Saya lagi istirahat rapat. Silahkan ke bagian kemahasiswaan,” begitu alasannya. Berbekal rekomendasi dari Kuswara, Institut pun menemui Khoirul Umam selaku Tim Pelaksana SAA. Pertemuan pun berlangsung sekitar 15 menit. Sayang, tak jua menuai hasil. Data yang diminta menurut Umam merupakan dokumen rahasia. ”Harus ada memo. Tak bisa telepon saja,” kilahnya, Jumat (24/3). Tak ada kejelasan, Institut pun kembali mendatangi Kuswara. Ia langsung menelepon Umam untuk kedua kalinya. Perdebatan terjadi antara Umam dan Kuswara. ”Ini harus dipublikasi. Sebab saat ini adalah era Keterbukaan Imformasi Publik,” tegas Kuswara via telepon. Tak berselang lama Umam akhirnya memberikan data SAA melalui surat elektronik miliknya. Berdasarkan data dari Bagian Perencanaan UIN Jakarta, jumlah anggaran dana SAA dalam kurun waktu empat tahun terakhir mengalami naik-turun. Tahun 2013, anggaran dana SAA berjumlah Rp217,5 juta. Tahun 2014, UIN Jakarta menaikkannya menjadi Rp375 juta.

Namun, terdapat dua versi anggaran dana pada tahun 2015. Dalan website resmi Kemahasiswaan UIN Jakarta, tercantum foto yang berisi dana SAA berjumlah Rp550 juta. Sedangkan data yang tercantum dalam surat elektronik Umam tertulis Rp334 juta. Kemudian, pada 2016, dana SAA turun drastis menjadi Rp150 juta. Berbanding terbalik dengan dana, jumlah prestasi mahasiswa UIN Jakarta terus mengalami peningkatan. Berdasarkan sumber dari Buku SAA 2016, pada 2013 lalu, tercatat ada 80 prestasi. Pada 2014, jumlahnya meningkat menjadi 110. Tahun 2015, jumlah prestasi mencapai 163. Terakhir 2016 silam, jumlahnya kembali naik menjadi 230 prestasi. Dengan demikian, presentase prestasi di UIN Jakarta meningkat sebanyak 45%. Untuk tahun 2017, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Yusran Razak masih merencanakan besaran dana SAA 2017. Ia beserta timnya masih menyusun besaran dana SAA. “Untuk sekarang, saya belum bisa bilang berapa besaran dana SAA,” katanya, Senin (13/3).

Infografis


Laporan Khusus

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

|4

Fasilitas Gedung Baru Tak Lengkap Eko Ramdani

Tahun 2017 UIN Jakarta meresmikan inventarisnya berupa gedung baru yang berada di Jalan Tarumanegara, Ciputat, Tangerang Selatan. Bangunan lima lantai itu diresmikan pada akhir bulan Februari, tepatnya tanggal 28. Peresmian yang dilakukan langsung oleh Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada juga disaksikan para jajarannya. Gedung baru dengan ornamen serba biru itu ditempati Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) sebagai pusat kegiatan belajar dan administrasinya. Maka dari itu, setelah diresmikan oleh Dede, seluruh kegiatan FAH tidak lagi berpusat di kampus satu yang masih satu gedung dengan Fakultas Syariah dan Hukum. Perpindahan gedung belajar ke tempat yang baru membuat beberapa mahasiswa masih belum terbiasa dengan jarak lokasinya. Memang, jarak antara gedung lama FAH yang ada di kampus I dengan yang baru tidak dekat. Sehingga bagi mahasiswa yang bertempat tinggal di sekitar gedung lama harus menempuh jarak lebih jauh dari biasanya. Salah satu mahasiswi yang keberatan dengan pindahnya FAH adalah Siti Nur Asiah. Mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab ini mengaku pindahnya lokasi belajar membuat dirinya harus menempuh jarak lebih

jauh. “Jadi harus berangkat lebih awal,” ungkapnya, Kamis (23/3). Namun, alasan utama dari keberatannya mahasiswi yang sering disapa Nur itu karena ada beberapa fasilitas pendukung belajar yang belum dipenuhi. Layanan wifi dan proyektor gantung di dalam kelas belum tersedia di area gedung yang dimulai awal pembangunannya pada 6 September 2016 ini. Lain hal dengan Nur, Abdillah senang dengan kepindahan belajarnya ke tempat yang baru. Mahasiswa semester dua ini mengaku tidak keberatan jika proses belajar dilakukan terpisah dari fakultas lain. “Kalau satu gedung-dua fakultas enggak enak juga, tapi semoga fasilitas secepatnya dipenuhi” ujarnya, Kamis (23/3). Menanggapi beberapa fasilitas gedung yang belum terpenuhi untuk mendukung kegiatan belajar, Dekan FAH Syukron Kamil menargetkan pada akhir tahun ini semua akan terpenuhi. Fasilitas-fasilitas yang belum terpenuhi karena tidak masuk dianggaran awal. Sehingga harus menggunakan anggaran revisi. Untuk saat ini, jumlah proyektor yang baik kondisinya hanya lima unit dan 15 unit dalam proses penambahan yang masih menunggu anggaran revisi. Sedangkan untuk wifi tidak terpenuhi saat ini karena

Regenerasi Guru Besar Mampat

jaringan dari kampus I belum sampai ke gedung FAH. “Sekarang kita pakai internet darurat yang kecepatannya lebih rendah,” ungkapnya. Syukron menambahkan ada beberapa hal yang mendesak untuk segera dipenuhi, yaitu satuan pengamanan (satpam) dan office boy (OB). Hingga saat ini baru dua orang satpam yang berjaga siang hari untuk gedung FAH. Namun, untuk malam hari belum ada satpam yang berjaga. “Saya sudah mengajukan tambahan untuk tenaga pengamanan,” katanya, Senin (20/3). Sedangkan untuk layanan OB, lanjut Syukron, masih sangat kurang. Tenaga OB yang bertugas di gedung FAH hingga saat ini berjumlah lima orang, itu pun merangkap untuk mengamankan parkir. Angka tersebut menurut Syukron tidak ideal. “Idealnya satu lantai dipegang dua orang,” tambahnya. Hingga saat ini, Syukron menganggap, gedung yang dipimpinnya sudah baik fasilitasnya secara umum. Sehingga kesempatan FAH untuk membuka program studi (prodi) baru lebih terbuka. Akan tetapi, pembukaan prodi tersebut tidak untuk waktu dekat ini. Mengingat pembukaan itu akan memengaruhi akreditasi universitas hingga fakultas. Gedung seharga tidak kurang

Foto:www.journoliberta.com

Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta kini memiliki gedung baru untuk belajar mahasiswa. Namun, fasilitas pendukung kegiatan belajar belum semuanya terpenuhi.

Gedung baru FAH yang baru diresmikan pada akhir Februari 2017. Tempat baru mahasiswa ini berada di jalan Tarumanegara, Ciputata, Tangerang Selatan.

dari 40 miliyar tersebut pada saat pembangunannya sempat mengalami kerusakan. Salah satu sisi yang ada di lantai 4 roboh dan dikabarkan menimpa empat orang pekerja. Setelah dilakukan peresmian pun, listrik digedung tersebut mengalami korsleting listrik. Namun beruntung tidak sampai menimbulkan kebakaran. Kendati di dalam proses pembangunannya gedung mengalami masalah, Pimpinan Proyek sekaligus Kepala Sub-bagian Rumah Tangga UIN Jakarta, Abdul Halim mengatakan tidak akan ada pengaruh terhadap gedung yang sudah jadi sekarang. Pemeliharaan dan percobaan masih dilakukan selama enam bulan. “Terhitung dari Januari 2017,” katanya, (21/3). Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada membenarkan bahwa ada beberapa fasilitas FAH yang belum terpenuhi. Kendala pemenuhan tersebut karena jaraknya yang terpisah dari kampus utama. “Wifi sedang dalam proses karena butuh dana cukup besar,”

katanya, Rabu (15/3). Bangunan yang bersebelahan dengan kantor Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) wilayah I ini awalnya akan diperuntukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Namun, pada saat pembahasan penggunaan gedung, FEB lama untuk meresponsnya. Hingga pada akhirnya FAH yang menempati gedung tersebut dan memulai perkuliahan semester genap pada 6 Maret 2017. Tahun ini, Dede menambahkan, UIN Jakarta akan membangun gedung baru lagi yang akan digunakan untuk kegiatan belajar mahasiswa. Rencananya pembangunan akan dilakukan di sekitaran kompleks UIN Jakarta, tetapi belum ditentukan fakultas apa yang hendak menempati gedung yang akan dimulai pembangunannya April mendatang. Kemungkinan pada bulan September 2017 sudah bisa digunakan untuk kegiatan belajar mahasiswa. “Biaya gedung baru ini 47 miliyar,” pungkasnya.

Zainuddin Lubis

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Agus Salim dengan mengenakan stelan jas hitam dan dasi bermaksud duduk untuk istirahat di kursi dalam ruangan kerjanya. Ia baru saja selesai rapat dengan Senat FST. Tak lama berselang, Agus pun mengambil kertas HVS putih sembari mengeluarkan pulpen dari kantong kemejanya yang berbalut jas. “Angka kredit dosen untuk jadi guru besar itu sebanyak 850 kum. Tak mudah untuk jadi guru besar” begitu tulisnya, pada Rabu (15/3). Menurut Agus, FST mengalami kekurangan guru besar. Dari delapan program studi FST hanya memiliki satu profesor tetap. Padahal FST tengah menjalin program internasional colabroration dengan pelbagai universitas di Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Jerman dan Australia di bidang riset. Peran guru besar ini sangat penting. Selain sebagai muruah FST, mereka juga diharapkan punya laboratorium khusus riset untuk meningkatkan mutu riset UIN Jakarta. Sayang, saat ini disebabkan kurang guru besar, profesor di FST hanya sebatas mengajar dan mengirim profesor—vissiting pfofessor—ke pelbagai universitas di dalam maupun luar negeri. Untuk menambah jumlah guru besar di FST, Agus Salim pada 2017 mencetuskan 28 Indikator Kerja Utama FST. Salah satunya poinnya menargetkan kenaikan pangkat para

lektor kepala menuju guru besar. Tak hanya itu, ia juga mengirim empat lektor kepala mengikuti program akselerasi guru besar yang diadakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M). Nantinya di 2017 ini mereka diharapkan mampu menjadi guru besar. Imbas tak adanya guru besar juga dialami oleh Akutansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Dekan FEB, Arief Mufraini menuturkan seharusnya Akutansi meraih akreditasi A. Sayang, disebabkan tak adanya guru besar di Akuntasi membuat Assesor Akreditas Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi menyematkan akreditasi B pada jurusan Akutansi.”Sudah 15 tahun berdiri. Tak ada guru besar,” cetusnya, Rabu (15/4). Tak hanya itu, menurut Arief kurangnya jumlah profesor berimbas terhadap sulitnya membuka program pasca sarjana FEB untuk magister dan doktoral. Berdasarkan Permen Ristek Dikti No. 50 Tahun 2015 tentang Pendirian dan Pembubaran Perguruan Tinggi dan Permen Ristek Dikti No 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi bahwa untuk gelar magister minimal ada doktor. Sedangkan program doktoral harus ada profesor. ”Fakultas FEB akan garing bila tak ada program pasca sarjana untuk gelar magister dan doktoral,” ujarnya. Saat ditemui diruang kerjanya, Ketua

Senat UIN Jakarta yang juga merupakan guru besar mengadakan rapat pleno, Senin (06/02) di ruang Diorama Auditorium Harun Nasution. Kian hari guru besar UIN Jakarta semakin berkurang.

LP2M Arskal Salim khawatir pada 2018 mendatang Universitas Islam Negeri Jakarta akan darurat guru besar. Pasalnya, berdasarkan data dari bagian Organisasi dan Kepegawaian dari 65 guru besar di UIN Jakarta, sekitar 70 persen berusia 60 tahun lebih. “Bisa sampai 20 orang yang pensiun,pada 2018,” ungkapnya, Rabu (15/3). Selain itu, Arskal juga menyayangkan sikap para guru besar yang terkesan enggan mempublikasikan ilmiah di jurnal internasional terindeks scopus. Dikutip dari www.scopus.com terhitung sampai Desember 2016 silam hanya tiga orang guru besar yang jurnalnya terindeks scopus yaitu Arskal Salim, Azyumardi Azra, dan Oman Fathurrahman. Padahal penelitian internasional merupakan kewajiban para guru besar. “Para guru besar dituntut mempublikasi penelitian internasional,” katanya. Lebih lanjut Arskal menjelaskan kesulitan para lektor kepala menuju guru besar adalah publikasi karya ilmiah di jurnal internasional

terindeks Scopus dan jurnal yang memiliki ranking Scimoga minimal Q3. Rendahnya kemampuan bahasa Inggris yang sesuai gramatika pun menjadi kendala untuk menulis di jurnal internasional. Untuk itu, pada 2017 ini LP2M melakukan akselerasi guru besar. Sebanyak 10 orang lektor kepala terpilih dibimbing oleh profesor dari Australia dan Amerika Serikat.”Terkendala dipublikasi jurnal internasional,” ungkapnya. Lain halnya dengan Arskal, Ketua Senat UIN Jakarta Atho Mudzhar berpendapat kampus yang berada di Tangerang Selatan ini tak akan sampai mengalami darurat guru besar. Menurut profesor berusia 68 tahun ini, pengadaan kebijakan baru dengan mengadakan akselerasi menjadi salah satu cara efektif untuk menghindari kekurangan guru besar. “Lagi pula sudah ada peraturan perpanjangan batas usia pensiun yang tadi hanya sampai usia 70 tahun, sekarang bisa sampai 79 tahun. Jadi tak sampai darurat,”ungkapnya ketika ditemui di

Foto: Berita UIN

Jumlah guru besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengalami penyusutan. Usia dan sulitnya persyaratan profesor jadi kendala .

ruang Senat UIN Jakarta, Kamis (23/3) Menanggapi hal ini Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada mengakui adanya kekurangan guru besar di UIN Jakarta, terlebih di program studi umum. Terdapat beberapa jurusan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, FEB, FST, yang belum memilki guru besar. Menurut Dede peran guru besar bisa meningkatkan akreditasi program studi tersebut. Selain itu, dengan adanya guru besar diharapkan mimpi UIN untuk menjadi universitas riset bisa terwujud. Lebih lanjut sebanyak delapan orang guru besar ia perpanjang batas usia pensiunnya menjadi 70 tahun. Ia beralasan kebijakan itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang guru dan dosen, pasal 72 terkait batas usia pensiun guru besar. Langkah itu untuk mengantisipasi semakin berkurangnya guru besar.”Saya hanya akan perpanjang, kalau dekannya meminta,” katanya, Rabu (15/3).


Foto: Teater Syahid

Kampusiana

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Iseng -Iseng Berhadiah, Asah Kreatifitas

Penampilan Teater Syahid di Dramakala Fest 2017. Ajang tersebut merupakan salah satu lomba yang diikuti perwakilan mahasiswa UIN Jakarta.

Aisyah Nursyamsi Ragam cara mengisi waktu luang bagi mahasiswa. Menjadi pemburu lomba salah satu pilihan mengasyikkan untuk mengisi waktu senggang. Banyak cara yang dilakukan mahasiswa dalam mengisi kekosongan selepas perkuliahan. Tak hanya ingin menjadi mahasiswa sekadar kuliah lalu pulang tanpa kegiatan, banyak mahasiswa yang menyiasati mengisi waktu senggang. Biasanya mahasiswa mengisi waktu mereka dengan berdiskusi, mengikuti kegiatan organisasi hingga ada yang sampai bekerja sampingan dengan mengajar privat. Mahasiswa pun memamfaatkan perkembangan teknologi yang

memunculkan aplikasi-aplikasi canggih bak jamur di musim hujan yang menyediakan jasa antar jemput transportasi seperti Uber, Gojek, dan Go-Car. Tanpa menyianyiakan kesempatan sebagian besar dari mereka memutuskan untuk bergabung menjadi ojek online. Waktu tak terbuang sia-sia, di akhir bulan kantong pun terisi kembali. Begitulah cerita Nurul Rhamadan, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) Konsentrasi Jurnalistik di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berbeda halnya dengan Caesar Nova Arasyid. Mahasiswa Fidikom Semester Enam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini memutuskan untuk menjadi pemburu lomba yang kerap kali diselenggarakan di jejaring sosial. Tak hanya sekali dua dia mencoba-coba mengacak mesin pencarian demi mencari lomba-lomba yang diadakan. Bermodal dari rasa ingin tahu dan iseng-iseng berhadiah, siapa sangka salah satu lomba cobacoba akan mengantar Arasyid menuju

kota London, Inggris 30 April nanti. Bukan kali pertama Arasy memenangkan lomba hadiah perjalanan. Sebelumnya ia pernah menyecap Pulau Seribu setelah memenangkan lomba yang diadakan oleh salah satu lembaga asuransi. Arasy cukup memposting satu foto dengan tema yang dibawakan oleh penyelenggara lomba dan like terbanyak yang nantinya akan menjadi pemenang. Arasy seakan tak puas untuk kembali mencoba peruntungannya dengan mengikuti lomba dengan hadiah serupa. Kali ini lomba yang diadakan oleh rokok bermerek Camel menawarkan hadiah menarik bagi Arasy. Tur ke London selama tiga hari langsung membuat Arasy mengambil langkah maju bersama ketiga temannya untuk mengumpulkan 200 patung yang masing-masing bernilai satu poin dan disebar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi (Jabodetabek). “Selama pencarian kita harus adu cepat dengan orang lain,” tutur laki-laki itu ketika ditanyai bagaimana prosedur lomba tersebut, di Fidikom, Rabu (22/03). Serupa halnya dengan Arasy, Ramdhani mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan ia pun mengaku kerap kali mengikuti berbagai perlombaan. Tak hanya di bidang kepenulisan laki-laki jurusan Pendidikan Kimia di UIN Jakarta ini juga pernah menjuarai perlombaan Master Ceremonial (MC), News Anchor, hingga Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional. “Awalnya iseng-iseng nyari lomba. Pertama dapat lombanya berjenjang, akhirnya daftar dan menang sampai nasional, Allhamdulillah. Info-info itu datang

|5

sendiri, bahkan lewat media sosial,” tuturnya dalam surat elektronik, Kamis (23/03). Tak sepenuhnya perlombaan yang dihadapi Dani berjalan mulus tanpa kendala. Pernah suatu lakilaki berkacamata itu mengikuti lomba menulis. Uniknya selama perlombaan berlangsung, peserta hanya diperbolehkan menggunakan mesin tik. Bahkan Dani mengaku tak ada persiapan apa pun karena memang tidak diberitahu oleh juri. Meski demikian ia akhirnya berhasil menjuarai perlombaan tersebut. Tak ketinggalan Rahmat Hidayat, mahasiswa Fidikom. Bermodal kemampuan memotret dan jaringan internet gratis di kampus, laki-laki jurusan Konsentrasi Jurnalistik ini pun gencar-gencarnya mencari perlombaan fotografer di websitewebsite yang menginformasikan perlombaan. Tak sia-sia usaha yang dilakukannya, beberapa foto bahkan masuk nominasi Internasional. “Allhamdulillah kemarin di tingkat internasional masuk voting pertama dari 35 foto award. Terakhir pernah sekali menang hari memperingati Pancasila Its Me kategori mahasiswa tingkat nasional,” katanya ketika ditemui di Student Center (SC) UIN Jakarta, Jumat (24/3). Selaku Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada menanggapi positif kegiatan mahasiswa yang mengisi waktu kosong seusai kuliah dengan mengikuti perlombaan. “Selagi kegiatan itu membawa dampak baik dan bermamfaat, bagus. Secara tidak langsung mahasiswa telah mengembangkan kreatifitas mereka dengan memamfaatkan waktu kosong,” katanya, Rabu (15/3).

SEGENAP KELUARGA BESAR LEMBAGA PERS MAHASISWA INSTITUT MENGUCAPKAN SELAMAT WISUDA SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU

Hilman Fauzi (Artistik 2012) & Meita

Nur Hamidah, S.P.d

(Sekretaris dan Bendahara LPM Institut 2015)

Tia Agnes Astuti & Dede Supriyatna (Pemimpin Redaksi & Pemimpin Umum 2010)


Survei

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

|6

Menilik Limbah B3 di UIN Jakarta Unive r si t a s I sl a m Negeri (UIN ) Sya r i f Hid aya t u l l a h Ja ka rt a di da l a m ke g ia t a n a ka d emi k nya m e n gh a s il ka n berbagai limbah. Limbah Mandi, cuci, ka kus, sa m p a h p l a s t ik hin g ga b a ha n b e rb a h aya s is a praktik di l a b o ra to riu m kim ia . Kes e m ua li m b a h te r s e b u t d ibuan g di be rb a ga i te m p a t d i s ekita r U I N Ja ka r t a . Kh usus unt uk li m b a h s is a praktikum k i m i a , U I N J a ka r t a men g g una ka n b a ha n b e rb a h aya bagi l i ngkunga n. S e p e rt i Be zen a , L ko ro fo r m , a s a m s u l fa t d an b e rba ga i ba ha n b e ra c u n

l a in nya . S is a bahan prakt ik it u , m e m e rl u kan pen gelolaan kh u s u s a ga r t idak berdampak b e s a r b a g i l ingkun gan tempat z a t - za t it u d ibuan g. N a m u n d i dalam prakt iknya, p e n e t ra l a n at au pen urun an ko n s e n t ra s i zat berbahaya t id a k s e m p u rn a dilakukan . B a nya k m ahasiswa yan g te rl ib a t l an gsun g t idak m e m b u a n g s i sa laboratorium ke te m p a t yan g seharusnya. A ka n te t a p i, meman g ada at uran kh u s u s ya n g men gharuskan p e m b u a n ga n limbah pada te m p a t nya .

M aka dari it u, Lembaga Pers M ahasiswa In st it ut U IN J akart a melakukan survei un t uk men get ahui pen gelolaan yan g ada di dalam laboratorium kimia di U IN J akart a. Kami men gambil sample ac ak, den gan jumlah respon den 1 0 0 oran g. Respon den yan g men jawab survey kami berasal dari jurusan Kimia ( FST ) , Biologi ( FST ) , Pen didikan Biologi ( FIT K) , Pen didikan Kimia ( FIT K) , dan Farmasi ( FKIK) . Pelaksan aan survey dimulai pada 1 7 -2 4 M aret 2017.

“Ilmu itu bagaikan hasil panen/buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya� -Imam Syafi’i-

berbagi opini, cerpen, puisi, atau hasil liputan kalian dengan yang lain. kirim ke email: redaksi.institut@gmail.com minimal 2000 karakter. cantumkan juga identitas kalian, seperti nama, jurusan, dan fakultas atau organisasi kalian. kirim juga keluhan kalian tentang kampus ke 0896 2741 4129 /0858 9116 2072


Perjalanan

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

|

Berkeliling Pulau Nikmati Peninggalan Sejarah

7

Yayang Zulkarnaen

Foto: Internet

membentuk lingkaran 360 derajat. Seorang pemandu wisata, Danang Firmansyah menjelaskan bahwa sebelum terjadi letusan Gunung Krakatau pada 1883 bangunan di sini masih berdiri kokoh. Namun tsunami yang disebabkan letusan Krakatau menyebabkan sebagian besar bangunan hancur. “Hanya Benteng Martelo itu yang masih utuh,” ucap Danang, Minggu (5/03). Selain itu, Pulau Kelor juga dikenal sebagai kuburan kapal tujuh karena dulu banyak tahanan politik yang meninggal di pulau ini. Karena memiliki peninggalan sejarah, lanjut Danang, pemerintah mulai memperhatikan keberadaan pulau ini dengan memasang pilar pemecah ombak di sekeliling pulau. “Pilar dipasang untuk mengurangi terjangan ombak yang akan mengikis pulau,” tuturnya. Setelah matahari di atas ubunubun, perjalanan pun dilanjutkan ke Pulau Onrust yang lebih terkenal sebagai pulau kapal karena sering dikunjungi kapal-kapal Belanda sebelum menuju Batavia. Di Pulau ini pun banyak bangunan peninggalan Belanda, namun sebaian besar bangunan telah hancur dan hampir rata dengan tanah. Di sana juga terdapat sebuah bangunan yang tidak hancur dan sekarang dijadikan sebagai Museum Pulau Onrust. Kita juga bisa melihat meriam yang cukup besar yang ada di pulau ini, meriam itu diperkirakan berumur 1700 tahun. Selain itu, Danang menjelaskan bahwa pulau ini merupakan tempat persinggahan bagi jemaah haji yang akan berangkat

ke tanah suci.”Sebelum ke tanah suci, jemaah haji dikarantina dulu di sini,” jelasnya. Perjalanan selanjutnya perjalanan berlanut ke pulau pulau Cipir yang merupakan lahan bekas rumah sakit untuk perawatan dan karantina

penyakit menular bagi para jemaah haji pada tahun 1911-1933. Jemaah haji Indonesia sebelum memulai keberangkatannya dikumpulkan di Pulau Onrust dan Cipir untuk menjalani pemeriksaan kesehatan dan jika ada yang sakit akan dirawat terlebih dahulu. Tiga pulau yang merupakan kekayaan alam Indonesia ini sekaligus sebagai kekayaan sejarah yang ada di negeri ini. Selain bisa menikmati keindahan laut dengan pantai putih

yang terhampar mengelilingi pulau, pengunjung pun bisa mendapatkan perjalanan sejarah dengan melihat secara langsung peninggalan sejarah yang tersisa. Sebagaimana yang dikemukakan seorang pengunjung, Siti Sarah mengungkapkan perjalanannya kali ini tidak hanya untuk melepaskan rasa penasarannya. “Selain pantainya yang indah, di sini banyak bangunan yang punya nilai sejarah juga,” tukasnya, Minggu (5/03).

Foto: Internet

Foto: Internet

Untuk menghilangkan penat, melakukan perjalanan ke pulau adalah salah satu solusi yang bisa Anda lakukan. Pulau Kelor, Onrust, dan Cipir yang berada di kepulauan seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dapat menjadi pilihan destinasi wisata karena selain menawarkan keindahan alam juga menyimpan peninggalan sejarah Belanda. Selain masyarakat lokal, banyak juga wisatawan asing yang mengunjungi tiga pulau tersebut karena aksesnya yang tergolong murah. Untuk mencapai pulau ini wisatawan cukup merogoh kocek Rp85 ribu per orang sudah sampai ke tujuan. Sampai saat ini sudah banyak komunitas yang memfasilitasi keberangkatan ke tiga pulau hingga lebih mudah mengakses pulau tersebut. Awal perjalanan bisa dimulai dari Pelabuhan Muara Kamal jarak tempuh cukup dekat hanya dengan waktu 30 menit para pengunjung sudah sampai ke Pulau Kelor. Ketika kapal mulai berlayar para wisatawan akan melihat keramba ikan yang mengapung di permukaan laut. Di sana nampak hamparan pasir putih dengan air yang jernih hingga terumbu karang terlihat jelas. Saat mulai berjalan ke dalam pulau maka pengunjung akan menemukan saung yang bisa digunakan untuk berteduh . Untuk yang punya hobi memancing, pulau ini bisa jadi solusi karena di sana banyak tempat yang nyaman untuk memancing ditambah lagi dengan keadaan laut yang bersih dari sampah. Tak perlu khawatir yang tak memiliki hobi memancing bisa langsung berjalan ke seberang pulau, di sana pengunjung akan menemukan Benteng Martelo yang dulunya digunakan sebagai pertahanan belanda dari serangan Portugis. Benteng ini dibangun Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada abad ke-17 lalu dengan menggunakan batu bata merah berukuran besar dan

Foto: Internet

Menjelajahi kekayaan alam selalu menjadi pilihan hilangkan kepenatan. Bagi yang bosan menelusuri kekayaan sejarah di pulau jadi alternatif.


Opini

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

|8

Menangkis Konten Hoax Penetrasi teknologi smartphone dan media sosial sekarang ini tak kurang membuat kita gembira dan tak jarang pula membuat kita prihatin. Gembira karena kita dapat saling berbagi kesenangan dan suka cita sedangkan prihatin karena mulai bertebaran informasi palsu atau biasa kita sebut hoax (dibaca: hoks). Informasi palsu itu mampu mengecoh dengan seolaholah kita menganggapnya sebagai kebenaran. Sudah pun terkecoh, masih tetap saja membagikan konten hoax itu ke orang lain. Perilaku membagikan konten hoax tidak bisa terhindarkan, karena bagi beberapa orang itu merepresentasikan sikap dan ide mereka. Jika sikap dan ide mereka memiliki kesamaan dengan konten tersebut, peduli amat itu hoax atau bukan. Mereka

berupaya mengajak orang lain untuk memiliki sikap dan ide mereka dengan menggunakan konten yang belum tentu benar. Mirisnya, bagi beberapa orang percaya karena yang membagikan konten itu merupakan teman yang dikenalnya jujur. Lalu bagaimana kita mengatasi itu? Konten hoax yang telanjur masuk ke beranda media sosial kita memang sedikit menganggu. Apalagi jika isinya menyebar kebencian seolah hidup hanya soal baik dan buruk atau hitamputih antara kamu dan dia. Maka, rasa-rasanya kita perlu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi konten informasi yang kita terima. Kita harus bisa membedakan mana informasi benar dan mana informasi palsu. Kebenaran di sini untungnya tidak

Oleh M. Fanshoby*

serumit dalam perdebatan kebenaran pada kajian filsafat. Epistemologi, sebagai cabang filsafat, mengawalinya dengan mengajukan pertanyaan mendasar: bagaimana kita dapat memastikan bahwa yang kita ketahui adalah benar? Terlepas dari itu, setidaknya bermula dari pertanyaan seperti itu, kegundahan kita selama ini tentang kebenaran informasi akan dapat segera terjawab. Untuk itu, kita cukupkan saja dengan mencoba memastikan kebenaran itu melalui verifikasi fakta. Asas verifikasi sebenarnya bukan hal yang baru dan hal yang rumit. Ini hanya sedikit membutuhkan tenaga ekstra untuk memeriksa ulang informasi yang kita dapat. Jika kita memiliki akses ke narasumber, tidak ada salahnya kita tanyakan langsung ke narasumber itu mengenai informasi yang kita terima. Karena usaha ekstra itu tidak sebanding dengan efek negatif konten hoax yang kita sebarkan. Di samping dapat merugikan orang lain, itu juga menurunkan kepercayaan orang lain terhadap diri kita sendiri. Verifikasi fakta itu sebenarnya hal yang lumrah bagi seorang wartawan di perusahaan media. Namun dalam menangkis konten hoax, kita seolah-olah menjadi wartawan untuk diri sendiri. Dalam praktiknya, seorang wartawan harus berpegang teguh pada kebenaran. Urgensitas membicarakan

kebenaran dituangkan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme. Mereka menempatkan kebenaran sebagai prinsip pertama dalam jurnalisme dan sekaligus dianggap sebagai prinsip yang paling membingungkan. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel membahas secara detail persoalan ini dengan sangat menarik. Mereka menemukan dan merumuskan “kebenaran fungsional” sebagai pilihan. Kebenaran fungsional di sini merupakan kebenaran berdasarkan fakta sesungguhnya. Bagi kita, melakukan verifikasi informasi itu bagian dari upaya pencarian kebenaran fungsional. Sehingga kita pun tidak perlu ikut-ikutan menyebarkan informasi yang tidak sesuai fakta karena kita sudah memverifikasinya langsung. Lalu bagaimana jika kita tidak memiliki akses ke narasumber untuk memverifikasi informasi yang kita terima? Kita bisa memulainya dengan melihat judul. Apakah ada unsur provokasi dalam judul itu untuk menyudutkan pihak tertentu? Karena pada dasarnya informasi itu hanyalah sebuah fakta yang bebas prasangka. Prinsip dalam memberikan informasi tidak jauh berbeda dengan prinsip praduga tak bersalah. Informasi hanya membeberkan fakta. Tidak perlu menyudutkan. Jika menyudutkan, itu sudah bercampur dengan opini dan pendapat orang lain yang memungkinkan berisi informasi palsu. Tidak lupa juga kita memeriksa kanal atau alamat situs penyebar informasi

itu. Beberapa kanal merepsentasikan kelompok tertentu yang biasanya menyerang kelompok lain. Sikap menyerang itu kerap mengaburkan fakta untuk mengajak orang lain memercayainya. Jelas kanal itu tidak bisa langsung kita percaya. Karena informasi yang dibagikan sudah tidak proporsional dan bercampur dengan pendapat orang lain. Tidak hanya itu, kita perlu perhatikan juga apakah kanal tersebut merupakan kanal yang sudah terverifikasi sebagai kanal berita resmi. Kredibilitas kanal berita resmi bisa memandu kita untuk mengetahui informasi yang sebenarnya. Barangkali masih banyak cara mengidentifikasi konten hoax. Namun, poin penting dari menangkis konten hoax adalah senantiasa skeptis terhadap informasi yang kita terima. Bersikap skeptis atau ragu-ragu itu membimbing kita kepada fakta yang sebenarnya. Jika Descartes meragukan tentang ke-ada-an dirinya sehingga menuntunya kepada pernyataan, aku berpikir maka aku ada. Jadi, tidak ada salahnya kita ragu-ragu terhadap informasi yang kita dapat dengan harapan dapat menuntun kepada kebenaran. * Mahasiswa Magister Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengelola Kanal islamilenia.com

Negara dan Kekerasan Anti-China di Indonesia Masih ingatkah kita dengan “kerusuhan” di Tanjung Balai yang melibatkan warga keturunan China dan masayarakat lokal beberapa bulan silam? Atau masih ingatkah kita dengan penghinaan berbau rasis yang dilakukan oleh Rizieq Syihab terhadap Basuki Tjahaya Purnama beberapa waktu lalu? Ya, peristiwa itu mengingatkan kita bahwa kekerasan anti-China masih ada dan terus dilanggengkan oleh sebagian pihak. Sederet peristiwa di atas sebenarnya hanyalah “puncak gunung es”. Jika kita sudi menengok sejarah kekerasan anti-China di Indonesia sejatinya amatlah banyak dan lebih parahnya seringkali justru melibatkan negara, bukan agama. Bagan Siapiapi, Tanggerang, Jawa Barat dan Tengah, bahkan kejadian di awal kemerdekaan Indonesia adalah sebagian rentetan peristiwa besar kekerasan antiChina yang mengikutsertakan negara sebagai aktor utama seperti yang ditulis oleh Remco Raben di dalam artikel Anti-China Violence in The Indonesian Revolution. Seradikal apapun, sedikit sekali agama dijadikan landasan kekerasan anti-China di Indonesia kecuali oleh aktor agama yang memiliki kepentingan tertentu, baik kepentingan politik atau ekonomi. Dengan kata lain, tanpa kepentingan tertentu agama luput dijadikan faktor kekerasan anti-China di Indonesia seperti dijelaskan oleh Ariel Haryanto

(2014). Rentetan Kekerasan Anti-China Mungkin kita juga tidak mengira bahwa kemerdekaan Indonesia juga diwarnai dengan kekerasan terhadap penduduk Indonesia keturunan China, walaupun peristiwa ini tidak terjadi di bulan tepat diumumkannya kemerdekaan republik Indonesia, yakni kekerasan itu dimulai setelah beberapa bulan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, AgustusNovember 1945, setelah beberapa bulan proklamasi kemerdekaan, di hari ketika Hatta dan Sukarno “diculik” oleh Sukarni dan Wikana dibawa ke Rengasdenklok, Hatta mengingat dia melihat rumah-rumah warga keturunan China terbakar. Sukarni dan Wikana mengaku kepada Hatta telah membunuh warga Ambon dan membakar banyak properti warga keturunan China dengan alasan kurang bisa dipahami. Sementara pihak militer atau aparat keamanan yang lain pada saat itu tampak tidak mempedulikan. Kejadian lain yang tak kalah masuk

Oleh Emha S. Asror*

akalnya hanya gara-gara merayakan hari kematian Sun Yat Sen, ALRI (sekarang TNI-AL) dan TRI (sekarang TNI-AD) pada Maret-Oktober 1946, kira-kira berjumlah 1000 personil, melancarkan serangan ke Bagan Siapi-api dengan memakan korban

sekitar 200 warga keturunan China tewas. Selain itu, serangan juga disertai dengan perampasan berbagai barang milik warga, bahkan menurut saksi mata “selimut anak saya” pun diambil oleh ALRI dan TRI (Remco Raben, Anti-China Violence in The Indonesian Revolution). Sebenarnya banyak sekali rentetan peristiwa kekerasan anti-China ini yang lebih memilukan, namun karena keterbatasan tempat saya hanya menuliskan beberapa seperti di atas.

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah kenapa warga keturunan China ini menjadi target kekerasan? Jika alasannya, pada saat itu, karena sebagian dari mereka tidak tidak memihak pada republik Indonesia, bukankah banyak juga dari mereka yang mendukung bahkan ikut bertempur demi kemerdekaan Indonesia? Bahkan kekerasan terhadap warga keurunan China terus berlanjut hingga setelah reformasi tidak memperlihatkan penurunan berarti. Faktor-faktor Umum N a m u n d e m i k i a n , beberapa pengamat kekerasan etnik membedakan faktor umum kekerasan di tahun-tahun awal abad 20 dan akhir abad itu hingga menjelang dan sesudah Era Reformasi. Semisal kekerasan anti-China yang terjadi di awal abad 20an, menurut beberapa pengamat seperti Mary Somers, disebabkan oleh para pembuat onar (troublemakers) yang kebanyakan dari kelompok Islam radikal atau disebabkan perbedaan ekonomi antara warga lokal dan keturunan

China. Akan tetapi, menurut Remco Raben, penjelasan itu tidak cukup karena jika disebabkan oleh kelompok Islam radikal kenapa teror Juli 1947 mereka tidak terlibat kekerasan, dan jika disebabkan kecemburuan ekonomi mengapa di Pekanbaru 1946 justru banyak korban dari kuli keturunan China? Masih menurut Remco Raben, ada banyak faktor pada saat itu. Selain karena stigma negatif terhadap warga China seperti mendapatkan akses ekonomi yang lebih mudah dibanding dengan pribumi, faktor-faktor yang bersifat temporal juga menentukan pada saat itu semisal semangat kebangsaan yang membutakan para pejuang, termasuk tentara Indonesia, sehingga melihat siapapun selain yang dianggap mereka pribumi pantas untuk “dilenyapkan” (ibid). Sedangkan faktor umum yang bisa menjelaskan kekerasan anti-China menjelang dan sesudah Era Reformasi lebih disebabkan oleh pengalihan isu yang selalu mengarah pada etnis China yang sering digunakan oleh pihak pemerintah ketika mereka diprotes oleh banyak pihak untuk “turun-lengser” karena gagal terhadap beberapa kebijakannya, dan juga karena lemahnya hukum (Yuhki Tajima, 2008). *Imam Besar Forum Mahasiswa Ciputat

“Menghormati orang lain adalah bagian dari menghormati diri sendiri.” (Achmad Mustafa Bisri)


Kolom Editorial

Mencari Kejelasan Pengelolaan Limbah Sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2013 perlu bagi setiap lembaga atau usaha masyarakat mampu melakukan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan. Limbah pun terbagi menjadi dua, yaitu limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan non B3 dengan sistem pengelolaan yang berbedabeda. Limbah B3 mengandung zatzat kimia berbahaya dan beracun yang harus diolah terlebih dulu di Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sedangkan untuk limbah non B3 mengandung bahan yang tidak berbahaya, kadang pengelolaannya bisa secara alami. Pengelolaan limbah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri menjadi sorotan karena ketidakjelasan pengelolaannya. Melirik di UIN Jakarta sendiri memiliki tiga laboratorium yang bersinggungan langsung dengan limbah B3. Seperti Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), dan Laboratorium Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Menurut Satuan Tugas (Satgas) Situ Kuru, Rashumi diketahui bahwa pembuangan limbah UIN Jakarta bermuara di Situ Kuru yang letaknya tak jauh dari kawasan UIN Jakarta. Keadaan Situ Kuru yang tidak sehat cenderung tidak ramah lingkungan menimbulkan pertanyaan tentang pengelolaan limbah di UIN Jakarta. Memang tidak bisa dipungkiri, kebersihan Situ Kuru bukan sepenuhnya tanggung jawab kampus Islam di daerah Ciputat ini. Pernyataan tersebut pun diiyakan oleh Kepala Sub Bagian Rumah Tangga UIN Jakarta Ahmad Halim bahwa UIN Jakarta tak membuang limbah ke Situ Kuru. Terkait pengelolaan limbah yang dihasilkan praktikum terkadang mengandung zat kimia berbahaya yang perlu diolah terlebih dahulu. Limbah yang dihasilkan PLT misalnya telah diolah terlebih dulu di IPAL. Lain halnya dengan laboratorium FITK yang belum memiliki tempat khusus pengelolaan limbah. Akan tetapi, akhir dari pengelolaan limbah tersebut masih tidak diketahui kejelasannya. Entah berakhir di IPAL atau saluran air yang berada di sekitaran UIN Jakarta. Padahal UIN Jakarta setiap harinya menghasilkan limbah non B3 dan B3. Padahal, limbah hasil praktikum sendiri sangat berbahaya apabila tak diolah. Lihat saja contoh di Situ Kuru, warna air di sana saja bisa berubah keruh karena limbah MCK dari warga sekitar. Bagaimana dengan limbah praktikum? Alangkah bijaknya jika UIN Jakarta sendiri memiliki pengelolaan limbah yang baik. Dengan demikian, UIN Jakarta akan lebih memerhatikan kondisi lingkungan. Sebab, lokasi UIN Jakarta sendiri berdampingan dengan rumah warga sekitar. Semoga birokrat kampus bisa mendengar keluhan yang antah berantah tersebut.

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

|9

Ironi Lingkungan Hidup Indonesia Puluhan perempuan bertopi caping tampak letih di tengah siang Jakarta yang panas. Kebaya-kebaya dan kain yang mereka kenakan pun sudah penuh peluh. Namun, mereka tetap di situ, duduk dengan kaki dipasung semen. Semangat mempertahakan kelestarian alam pun dituliskan pada kotak kayu pasung semen mereka, “Kendeng Lestari”. Media massa menjuluki mereka ‘Kartini Kendeng’ karena rela menyemen kaki demi melawan hadirnya bermacam pabrik semen. Konflik agraria berkepanjangan masih terjadi di Pegunungan Kendeng. Setelah satu tahun lalu, aksi yang sama digelar dan membuahkan keputusan ditutupnya sementara aktivitas PT. Semen Indonesia, hingga kini perubahan belum terjadi. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo nyatanya malah memberikan izin baru untuk aktivitas penambangan di Pegunungan Kendeng. Pabrik semen pun terus beroperasi mengancam kelestarian alam. Kini, di depan Istana Negara 50 Kartini Kendeng kembali memasung kakinya. Namun sayangnya, harapan mereka untuk mendapatkan solusi dari presiden belum juga terlihat. Presiden tampak belum tegas mengatasi masalah ini dan mengembalikannya pada gubernur. Pegunungan Kendeng memiliki ratusan mata air yang menghidupi ribuan warga. Mayoritas warga di sana adalah petani yang menggantungkan hidupnya pada alam. Wilayah subur itu bahkan bisa terus hidup mandiri sampai ratusan tahun lagi bahkan ribuan jika tak ada campur tangan manusia yang merusaknya. Dikutip dari Mongabay.com perusakan ekosistem di Kendeng memicu risiko bencana ekologis banjir dan kekeringan bagi kawasan tersebut. Terdapat 33 mata air di wilayah Grobogan, 79 mata air di wilayah Sukolilo Pati dengan debit relatif konstan. Dan menjadi sumber air bagi 8000 kepala keluarga dan lebih dari 4000 hektar sawah di Sukolilo. Itu baru sebagian saja, bagaimana jadinya jika seluruh pegunungan karst

Oleh Erika Hidayati*

itu dieksploitasi? Selain itu penelitian ASC Yoyakarta menyebutkan, kawasan karst juga berfungsi terhadap penyerapan karbon di udara sebagai penyebab pemanasan global. Berdasarkan penelitian dari Yuan Duaxian (2006) kawasan karst di dunia mampu menyerap karbon 6,08×108 ton/annual. Sehingga penambangan batu gamping di kawasan karst beresiko meningkatkan emisi karbon di kawasan itu dan sekitarnya. Incaran tambang-tambang raksasa di kawasan karst Pegunungan Kendeng sangat masif. JMMPK mencatat, di Pati seluas 2025 hektar akan di tambang PT Sahabat Mulia Sakti (SMS, di Blora 2150 hektar PT Blora Alam Raya, di Grobogan 2507 hektar ditambang lempung 743 hektar oleh PT Vanda Virma Lestri dan PT Semen Grobogan 200 hektar di daerah Tanggungharjo. Selain itu seluas 900 hektar di Kabupaten Rembang oleh PT Semen Indonesia. Tak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi beberapa tahun setelahnya. Usaha tambang mungkin secara singkat bisa memperkaya beberapa pihak. Tapi kekayaan harta mereka tak akan pernah sebanding dengan kerusakan alam dan kerugian beribu-ribu warga lainnya. Darurat Lingkungan Kendeng, hanya segelintir cerita miris serakahnya manusia atas alam ini. Di luar itu, kejahatan korporasi terus menerus terjadi. Beragam macam perusahaan besar melakukan ekspansi untuk menyedot kekayaan alam secara membabi buta.

Biadabnya lagi, sebagian dari mereka hanya akan meninggalkan jejak kerusakan setelah mengeruk habis sumber daya alam yang ada. Pertambangan mulai dari batu bara, minyak, pasir, hingga semen terus menggerogoti berbagai pegunungan di Indonesia. Tak heran, setap tahunnya kita akan terus mendegar berita seputar longsor, banjir, hingga kebakaran hutan besar-besaran. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai dengan November 2016 terdapat 2.171 jumlah kejadian bencana. Sebanyak 69% nya merupakan bencana ekologis seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, serta longsor. Belum lagi konflik dan kriminalisasi warga yang harus terusir dari tempat tinggalnya demi berjalannya kegiatan beragam korporasi. Ombudsman Republik Indonesia (RI) mencatat ada 450 konflik terkait lahan seluas 1.265.027 hektar pada 2016. Perkebunan menduduki peringkat tertinggi, dengan 163 konflik atau 601.680 hektar, terbanyak di perkebunan sawit. Urutan kedua sektor kehutanan seluas 450.215 hektar, properti 104.379 hektar, migas 43.882 hektar, dan infrastruktur 35.824 hektar. Lalu pertambangan 27.393 hektar, pesisir 1.706 hektar, terakhir pertanian lima hektar. Saya rasa, jika hal ini terus berjalan sampai bertahun-tahun ke depan tentunya negara yang terkenal kaya akan sumber daya alam ini akan kolaps. Alam tak akan lagi mau menaungi mereka yang telah dengan keji merusak dan merampas kehidupannya. Ancaman ini nyata dan harus segera dihentikan. Beragam aksi cinta lingkungan telah disuarakan oleh berbagai pihak. Tapi itu semua hanya akan sia-sia jika pemangku kebijakan sendiri belum sadar tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Mulailah mencintai lingkungan dari hal-hal kecil dan diri sendiri, Berdoa dan bantulah masyarakat yang sedang menyuarakan kebenaran melestarikan alam. Karena sesungguhnya bumi ini hanya dititipkan bukan diwariskan. *Mahasiswi Kesehatan Masyarakat, FKIK, UIN Jakarta dan pecinta lingkungan

Bang Peka


Tustel

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Wajah Pendidikan yang Tertinggal

|

10

Foto dan Teks: Rheza Khabil Farozi (Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Fidikom, UIN Jakarta

SD Negeri 03 Desa Dano, Garut, merupakan sekolah yang jauh dari perkotaan. Letaknya kurang lebih berjarak 10 KM dari jalan raya. Sekolah ini hampir seluruh muridnya terlahir dari orang tua yang memiliki status ekonomi rendah. Seperti pada umumnya, sekolah yang berada di Kecamatan Leles itu memiliki kelas dari tingkat satu hingga enam. Anak-anak pada tingat satu memiliki antusias tinggi untuk belajar, terlihat dari jumlah mereka yang banyak. Namun semakin tinggi tingkatan antusias mereka semakin berkurang, terlihat dari jumlah murid pada tingkat dua hingga enam yang semakin sedikit. Hal itu karena kebanyakan dari mereka lebih memilih berkebun membantu orang tua dibanding belajar. Berbagai kekurangan begitu tergambar dari sekolah yang dikelilingi bukit tersebut. Selain minimnya fasilitas, kurangnya tenaga pendidik pun jadi kendala. Hal itu yang menyebabkan banyak anak murid yang belum pandai membaca meski sudah berada di tingkat dua dan tiga. SD Negeri 03 Desa Dano merupakan salah satu potret minimnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap pendidikan di pelosok Indonesia. Pemerintah harus melakukan pembenahan infrastruktur dan tenaga pendidik pada sekolah yang serupa dengan SD Negeri di kota dodol tersebut. Karena fasilitas menentukan fasilitas sumber daya manusia untuk masa depan. Doa Bersama

Belajar

Pulang Sekolah

Menulis

Mengintip

Bermain


Wawancara

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

| 11

Salah Pengelolaan Limbah Rusak Lingkungan

Sumber foto: netralnews.com

Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk tetap menjaga keamanan lingkungan yang seringkali tercemar oleh limbah-limbah berbahaya. Seperti limbah yang mengandung zatzat berbahaya dan beracun (B3) serta limbah non B3. Salah satunya dengan membangun lembaga Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan membuat aturan khusus terkait pencemaran lingkungan. Aturan tersebut ialah Peraturan Menteri (Permen) Nomor 14 Tahun 2013 tentang pengelolaan limbah B3. Namun pada kenyataanya penerapan peraturan tersebut masih dirasa lemah, karena didapati pelanggaran dari pencemaran lingkungan. Sebagai badan usaha yang bersentuhan dengan zat-zat B3, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta wajib mempunyai prosedur pengelolaan limbah. Disebabkan kampus ini memiliki fakultas dan jurusan yang bersentuhan langsung dengan limbah B3. Namun nyatanya, UIN Jakarta masih belum mempunyai kejelasan terkait prosedur pengelolaan dan penempatan limbah. Berikut hasil wawancara reporter Institut Aisyah Nursyamsi dengan Pemerhati lingkungan Sapariah S. Harsono saat ditemui di kediamannya kawasan Palmerah, Sabtu (18/3). Bagaimana limbah semestinya diproses? Sesuai dengan aturan yang terdapat di Permen No 14 Tahun 2013 setiap lembaga atau pun usaha masyarakat yang menghasilkan

KILAS

limbah, wajib memiliki instalansi pembuangan limbah. Termasuk dalam tingkatan universitas yang bergerak di bidang akademik untuk memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terutama bagi jurusan yang menghasilkan limbah B3 seperti Kedokteran, Kimia, Biologi dan Farmasi. Tanpa adanya IPAL dan teknologi yang mengelola limbah, sebuah lembaga bahkan universitas dinilai melanggar aturan pemerintah dan dapat ditindaklanjuti BLH. Apakah fungsi dari BLH? Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007, BLH mempunyai tugas utama membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan dan melakukan koordinasi di bidang lingkungan hidup. Sekaligus lembaga yang melakukan pengawasan dan pengendalian pencemaran serta kerusakan lingkungan hidup. Untuk UIN Jakarta yang mendapat pengawasan dari BLH Tanggerang Selatan. Rutinkah Pengawasan yang dilakukan oleh BLH ini? Secara teori memang harus dilakukan secara rutin. Apa lagi untuk lembaga seperti rumah sakit, perusahaan dan universitas. Hanya saja walau ada pengawasan tapi masih saja terdapat keluhan dari masyarakat. Itu terbukti jika pengawasan yang dilakukan masih sangat lemah. Terutama dalam penanganan antara B3 dengan non B3. Apa bedanya antara limbah B3

KILAS

dengan non B3? Perbedaannya terletak pada apa yang terkandung dalam limbah tersebut. Jika limbah non B3 mengandung bakteri seperti escherichia coli (E.coli) yang terdapat dalam Urine, feses dan lainnya. Berbeda dengan limbah B3 yang sifatnya dapat meledak, mudah terbakar, mengandung racun yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selanjutnya limbah non B3 sebagian besar dapat diurai, berbeda dengan zat B3 yang terkadang bersifat abadi atau sulit terurai.

Apakah setiap lembaga/ universitas diharuskan memiliki aturan terkait pengelolaan limbah? Memang tidak ada keharusan bagi setiap lembaga untuk memiliki aturan khusus tentang pengelolaan limbah. Namun semua kegiatan lembaga yang menghasilkan limbah B3, wajib untuk memiliki IPAL. Tak berhenti sampai di situ, limbah yang telah diolah pun harus dipastikan tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan.

Bagaimana proses pembuangan limbah B3 dan non B3? Penampungan limbah B3 perlu melewati beberapa proses khusus agar aman dilepas setelahnya. Terutama yang masih mengandung racun, diperlukan pengelolaan intensif agar tidak tercampur dengan zat-zat yang diperlukan manusia. Setelahnya bisa saja di bawa ke penampungan limbah atau dijual kepada perusahaan yang menangani limbah B3. Lain halnya dengan penampungan limbah non B3 yaitu berbentuk septic tank. Nantinya limbah tersebut akan di bawa ke tempat pembuangan akhir.

KILAS

Tagline Proker Rektor 2017 Tahun 2017, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada mencanangkan program kerja (Proker) dengan slogan Globality, Otonomy, dan Humanity. Dede mengungkapkan, adanya slogan Otonomy bertujuan untuk menaikkan status UIN Jakarta dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menuju Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). “Target itu tercantum dalam poin Otonomy,” kata Dede, Rabu (15/3). Selain PTN-BH, Dede juga berencana mengenalkan UIN Jakarta kepada dunia internasional. Dalam poin Globality, ia menggagas program kerjasama dengan beberapa universitas di luar negeri terkait pertukaran pelajar dan dosen UIN Jakarta. Tak hanya itu, ia juga sedang gencar dalam mempublikasikan jurnal ilmiah terindeks Scopus. Sedangkan poin Humanity, Dede ingin menciptakan lingkungan nyaman untuk sivitas akademika UIN Jakarta. Ia beralasan keadaan lingkungan kampus padat akibat jumlah motor masuk setiap hari. Untuk itu Dede berencana membangun beberapa gedung baru di UIN Jakarta. “Ke depan saya akan membangun lagi gedung untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis atau Fakultas Sains dan Teknologi,” ujarnya. (Dicky Prastya)

Foto: Aisyah/Ins

Pengelolaan limbah yang baik penting untuk menjaga lingkungan. Ada undang-undang yang mengatur namun realitasnya belum maksimal.

Apa yang terjadi jika limbah B3 tersebar ke lingkungan masyarakat? Dampak yang ditimbulkan ketika limbah berbahaya masuk ke lingkungan masyarakat tidak langsung terasa. Bahkan membutuhkan waktu hingga puluhan tahun seperti yang terjadi di Jakarta. Yaitu polusi yang dikeluarkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Muara Karang, Jakarta. Hasil riset dari Harvard University bahwa limbah yang dihasilkan oleh PLTU tersebut mengandung racun yang berpotensi membunuh 100.000 orang. Di mana udara di kawasan tersebut sudah mencapai 2,5

KILAS

KILAS

derajat keasaman (pH), normalnya udara yang baik untuk dihirup manusia adalah 10 pH. Hal ini pun tidak diketahui oleh warga kawasan PLTU, otomatis setiap harinya banyak yang menghirup udara tidak sehat. Belum lagi beberapa lembaga kesehatan seperti rumah sakit dan klinik yang terkadang lalai terhadap prosedur pembuangan limbah. Tak hanya berupa cairan tapi juga bentuk padat seperti alat suntik dan jarum infus. Bendabenda ini dibuang sembarang tempat dan pada akhirnya disalahgunakan oleh pihak yang tidak berkepentingan seperti mengonsumsi narkoba.

KILAS

UIN Bangun Gedung Baru Lagi Setelah membangun gedung baru Fakultas Adab dan Humaniora 28 Februari, Tahun 2017 ini Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada berencana kembali membangun gedung baru di sekitar wilayah Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) wilayah I. Menurut Dede pembangunan baru nanti akan bersumber dari dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) 2017 sebanyak Rp 47 miliar. Dede berencana pembangunan itu akan dimulai pada April 2017 mendatang. Kemudian ia pun menargetkan bisa digunakan pada September 2017. Terkait kegunaan, Dede belum menentukan bangunan gedung itu diperuntukkan untuk siapa. ”Belum tahu gedung untuk apa,” ungkapnya, Rabu (15/3). (Zainuddin Lubis)

follow official instagram lpm institut di @lpminstitut

WWW.LPMINSTITUT.COM UPDATE TERUS BERITA KAMPUS


Resensi

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Isu Keberagaman Ciptakan Perdamaian

| 12

Eli Murtiana Saking beragamnya Indonesia, justru mampu menuai konflik. Jurnalisme keberagaman hadir untuk menghadapi tantangan tersebut. Suku, agama, ras, maupun gender menjadi isu yang paling sensitif di Indonesia. Terkadang isu ini bisa menuai konflik akibat pemberitaan di media yang menyulut emosi pembaca. Saat ini, masyarakat modern begitu mudah mengakses informasi tanpa verifikasi terlebih dulu. Terlebih, media sekarang mulai lupa tentang etika jurnalisme. Oleh karenanya, jurnalisme keberagaman hadir demi memelihara keberagaman di Indonesia. Saat ini, Indonesia adalah sebuah negara transisi demokrasi yang membutuhkan pilar demokrasi yang mumpuni, salah satunya Jurnalisme. Ketika pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalami masa otoritarianisme yang dinilai anti kebebasan. Bahkan, pers yang kontra pemerintah harus siap dibredel oleh penguasa. Pascareformasi, Indonesia bertransisi menuju negara demokrasi yang identik dengan kebebasan, salah satunya kebebasan pers. Tak hanya itu, Indonesia juga mulai mengakui keberadaan etnis Tionghoa yang beragama Konghucu. Masa transisi demokrasi justru meningkatkan konflik berkepanjangan. Banyak serangan berbau agama, terutama kepada

kelompok macam Syiah dan Ahmadiyah. Selain itu, kebijakan desentralisasi justru meningkatkan konflik di daerah, terutama untuk mereka yang bertujuan untuk memenangkan kekuasaan tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota. Beberapa Presiden Indonesia memiliki perbedaan terkait keberagaman. Era Abdurrahman Wahid, Konghucu mulai diakui sebagai agama resmi. Saat Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan sebagai Hari Besar Keagamaan. Lain halnya dengan SBY, ia justru kontra terhadap keberagaman melaui UU No. 44 Tahun 2008 tentang Anti Pornografi yang kemudian dinilai mendiskriminasi gender. Sedangkan di era Joko Widodo, pemerintah masih belum menentukan kebijakan terkait keberagaman. Ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus yang belum tuntas, seperti kasus pengungsi Ahmadiyah di Transito, Mataram. Saat negara tak berdaya untuk mengelola keberagaman, jurnalisme hadir untuk mengambil perannya. Pers mengambil fungsi kontrolnya demi menciptakan negara yang bijak dan tegas dalam mengelola

keberagaman. Sedangkan jurnalis berperan dalam menyampaikan ide keberagaman demi kepentingan pluralisme pada masyarakat.

Saat ini, kemunculan pers berbasis agama terkesan radikal. Terlebih, berita sekarang pun lebih provokatif. Dalam hal ini, pers mulai acuh terhadap etika jurnalistik. Alhasil, pemberitaan pun bercampur aduk antara opini dan fakta. Selain itu, pers arus utama terkesan tak berimbang dalam pemberitaan keberagaman. Pembingkaian berita seakan merubah kondisi sebenarnya, terutama pada kalangan minoritas. Seolah-olah, kalangan minoritas berperan sebagai pelaku kekacauan, padahal justru sebaliknya. Sayang, jarang sekali isu keberagaman dimunculkan dalam berita utama. Justru berita ini malah dimunculkan dalam halaman tengah. Oleh karenanya, jurnalisme keberagaman hadir dalam kondisi masyarakat yang plural. Merekalah yang bertugas untuk mengedukasi, mengadvokasi, dan memunculkan empati pada masyarakat. Dengan demikian, muncullah sikap yang harmonis terhadap perbedaan. Buku Jurnalisme Keberagaman

untuk Konsolidasi Demokrasi berisi semangat dan cara jurnalis dalam memberitakan isu keberagaman. Kebanyakan berita saat ini cenderung provokatif, menindas golongan minoritas sehingga para pembaca pun mudah tersulut emosi. Sehingga menimbulkan persepsi jurnalis anti keberagaman yang hanya peduli akan rating pembaca, bukan mendidik pembaca. Selain itu buku karangan Usman Kansong ini juga memberikan argumen dari segi filosofis, sosiologis, dan agama dalam berbicara keberagaman. Realitas berbicara bahwa kebebasan kaum minoritas sudah terenggut. Padahal, Indonesia adalah negara demokrasi yang bebas dan merdeka serta melindungi hak-hak minoritas. Peran negara seakan pasif dalam menindak kasus-kasus yang menodai keberagaman. Jika hal itu terjadi, jurnalisme masuk sebagai kontrol dan menyadarkan para kaum petinggi negara untuk memihak pada keberagaman.

Ia pun berusaha meyakinkan Black bahwa ia bukanlah Chiron yang dulu. Chiron yang tadinya lugu, pendiam, menjadi seorang yang menakutkan dan melakukan pekerjaan yang menyimpang. Walaupun kehidupan Kevin tidak sebanding dengan Black saat ini, tetapi ia hidup dengan tenang tanpa ada masalah yang membayanginya. Sebagai pengedar narkoba pastilah lebih berisiko ketimbang pelayan restoran seperti pekerjaan Kevin. Mendengar hal ini, Black pun mulai sadar dan mengingat dirinya yang dulu yaitu kebencian akan dunia hitam narkoba. Film yang disutradai oleh Barry Jenkins memberikan gambaran realita kehidupan di lingkungan kumuh pinggiran Amerika Serikat, Miami. Mulai dari aktivitas jual beli narkoba, masalah gender hingga kemiskinan. Kemudian kepiawaian sinematografer, James Laxton mampu memgambarkan kepada penonton tentang situasi dan perasaan Chiron dari kecil hingga dewasa. Walaupun sosok Chiron dibawakan dengan tiga tokoh berbeda, penonton masih bisa memahami keadaan atau emosi yang terjadi pada diri Chiron.

Kehidupan Chiron yang miskin harta dan kasih sayang dari orangtua ia jalani sepanjang hidupnya. Kasih sayang itu malah ia dapat dari orang lain, seperti Juan, Teresa, ataupun Kevin. Setelah dewasa, ia pun kembali masuk ke dalam dunia narkoba sebagai pengedar yang merupakan pekerjaan haram dan penuh risiko. Moonlight berhasil menggambarkan sisi humanis dan artistik dari sulitnya kehidupan seorang anak kecil kulit hitam hingga dewasa. Tak heran film ini pun berhasil mendapatkan tiga penghargaan sekaligus dalam ajang Academy Awards atau Oscar sebagai film terbaik, skenario adaptasi terbaik. Sekaligus mengantarkan Mahershala Ali (Juan) sebagai aktor pendukung terbaik.

Judul: Jurnalisme Keberagaman untuk Konsolidasi Demokrasi Penulis: Usman Kansong Tebal Halaman: 152 halaman Terbit: Desember 2016

Ironi Kelam Hidup Chiron Eli Murtiana Sejak kecil, Chiron sudah tak asing dengan dunia narkoba. Hingga dewasa, dunia itu ikut tumbuh bersama dirinya. Anak adalah cerminan diri saat dewasa nanti. Setiap anak di dunia ini tak punya pilihan siapa dan di mana ia dilahirkan. Lingkungan kumuh, transaksi narkoba, kebiasaan bullying, hingga ibu pecandu narkoba menjadi jalan hidup hingga ia dewasa. Di sebuah kota bernama Liberty City, tinggal seorang anak kulit hitam yang bernama Chiron. Ia memiliki sifat sedikit bicara kepada orangorang yang ditemuinya. Semasa kecilnya, ia akrab disapa Little. Dalam keseharian, ia juga sering dianiaya oleh anak seumurannya. Tempat tinggalnya sendiri merupakan daerah yang kumuh dan identik dengan transaksi narkoba. Keluarganya, terutama sang ibu, adalah seorang pecandu narkoba sekaligus berprofesi sebagai pekerja seks komersial. Sikap Little mulai berubah ketika ia bertemu dengan Juan (Mahershala Ali), salah satu penjual narkoba di kota tersebut. Juan menemukan Little yang saat itu tengah bersembunyi dari kejaran teman-temannya. Melihat kondisinya yang terancam, Juan mengajak Little untuk pergi ke rumahnya. Pasangan Juan, Teresa (Janella Monae) turut menyambut kedatangan Little. Awalnya, Little masih enggan untuk bicara. Namun pada akhirnya ia mulai membuka diri dan membalas sapaan pasangan

tersebut. Lama kelamaan, Little melihat figur orangtua yang sesungguhnya dari sosok Juan dan Teresa. Sebab selama ini, ia tak merasakan peran ayah dan ibu yang merawatnya. Kedekatan Little dengan Juan pun bertambah saat ia mengajari Little berenang di pantai. Sama halnya dengan Teresa yang kian hari akrab dengan Little lewat candaan dan makan bersama. Dalam dunia pertemanan pun Little dikucilkan oleh teman sebayanya. Hanya Kevin, satu satunya anak yang mau berteman dengannya. Melihat keakraban Kevin dengan Little, teman-teman yang lain menyangka bahwa mereka homoseksual dan menyebutnya gay. Kemudian, Little pun menanyakan hal tersebut kepada Juan tentang kemungkinan akan dirinya seorang homoseksual. Mendengar hal ini, Juan memberikan pengertian bahwa homoseksual adalah salah satu orientasi seks yang berbeda dari orang kebanyakan dan tak perlu malu untuk disembunyikan. Lain halnya gay adalah sebutan untuk menghina orang-orang homoseksual. Ia pun menambahkan jika ada yang menyebut dirinya itu homoseksual, untuk tidak marah. Berbeda halnya jika dipanggil gay wajar untuk dirinya mengambil sikap marah misalnya.

Menjelang remaja, Chiron (Ashton Sanders) panggilan remajanya, masih menjadi korban aniaya dari temannya. Ia masih sering mengunjungi Teresa, walaupun Juan sudah lama meninggal. Di fase inilah ia mulai mengetahui jati dirinya, terutama orientasi seksualnya yang seorang homoseksual. Chiron pun mulai melakukan perlawanan kepada teman sekolah yang terus menganiaya dirinya. Hingga akhirnya ia masuk penjara karena melakukan tindakan kekerasan tersebut. Fase terakhir ketika dewasa, Chiron pun dikenal dengan nama panggilan Black (Trevante Rhodes). Di masa ini, ia mengalami perubahan drastis seperti badannya yang mulai berotot, maskulin, dan beberapa perhiasan yang ia kenakan saat ini. Kehidupan Black yang dulu miskin berubah menjadi kaya raya. Pekerjaannya sebagai pengedar narkoba yang menjadi faktor utama kesuksesannya sekarang. Seringkali ia mengendarai mobil mewah untuk berkeliling kota. Tak hanya itu, ia juga mulai banyak bergaul dengan orang baru. Sosoknya yang sekarang pun justru ditakuti banyak orang. Kisah pun berlanjut ketika Kevin menghubungi Black untuk bertemu. Saat itu, Kevin adalah seorang pelayan restoran. Ia pun tak menyangka dengan perubahan drastis pada diri Black.

Judul: Moonlight Durasi: 111 menit Tahun: 2016 Sutradara: Barry Jenkins


Sosok

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Wadud: Jelajahi Dunia lewat Bahasa

| 13

Lia Esdwi Yani Syam Arif Euforia kedatangan Raja Salman dari Saudi Arabia masih terasa. Begitu pula yang dirasakan Wadud sebagai salah satu penerjemah kepresidenan. Keseriusan menekuni bidang penerjemahan telah dilakukan Abdul Wadud Kasyful Anwar semenjak ia menjadi mahasiswa Jurusan Tarjamah Arab-Inggris di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Awal karirnya di dunia terjamah dimulai dengan menjadi penerjemah dan penyiar radio di salah satu radio Mesir yang disiarkan di Indonesia. Laki–laki yang kerap disapa Wadud ini mulai menerapkan ilmu penerjemahan yang ia dapat di kelas. Tak puas hanya belajar di kelas dan menjadi

penerjemah di radio, pria kelahiran 1 Juni 1957 ini menceritakan bahwa dirinya banyak menghabiskan waktu luang dengan belajar dari halhal yang kecil. Baginya belajar tak harus melulu dari buku, semisalnya ia dapat belajar menerjemahkan bungkus makanan, komposisi obat ataupun koran yang menggunakan Bahasa Arab. Hal tersebut dilakukan Wadud karena menurutnya menjadi seorang penerjemah harus banyak paham istilah ekonomi, diplomatik, hukum, ataupun kedokteran. Usaha pria kelahiran Jakarta ini mendalami penerjemahan berbuah manis. Berbekal ilmu yang ia dapatkan di bangku kuliah dan pengalaman penerjemah di stasuin radio, Wadud diterima menjadi salah satu staf penerjemah di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Mesir pada 1990 sampai 1994. ”Saya pernah menjadi penerjemah beberapa pimpinan negara seperti Afrika Selatan, Mesir, Aljazair, Arab Saudi, dan Qatar,” papar Wadud, Kamis(16/3). Seusai menyelesaikan studi di Mesir, Wadud kembali ke tanah air dan bekerja

di salah satu media massa di Indonesia. Berkat kemampuan yang tak diragukan lagi, pada 1995 Dosen Jurusan Tarjamah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayattulah Jakarta ini diminta menjadi penerjemah kepresidenan pertama kali untuk acara penyambutan Putra Mahkota Kuwait. Setelah sukses sebagai penerjemah tamu kehormatan negara, Wadud diangkat menjadi staf kepresidenan. Namun, hal tersebut membuat suami dari Ummu Hanah ini resah. Pasalnya, ia harus rela meninggalkan profesinya di media massa yang sudah ia geluti sejak lulus kuliah. Ayah empat orang anak ini menceritakan masih jarang tamu negara yang menggunakan bahasa arab. Hal tersebut membuat dirinya mendapat tugas tambahan di UIN Jakarta sebagai dosen. Selain menjadi penerjemah dan dosen, Wadud juga memiliki kesempatan sebagai sekertaris pribadi KBRI di Saudi Arabia. Pria yang memiliki motto: “apa yang dilihat, didengar dan dirasakan adalah pendidikan” berpendapat, mahasiswa di UIN Jakarta memiliki potensi besar menjadi seorang penerjemah. Paling tidak setiap mahasiswa sudah dibekali Bahasa Arab dan Inggris, tinggal bagaimana

mahasiswa mengembangkan dan menerapkannya di kehidupan sehari-hari. “Apa lagi di UIN Jakarta ada jurusan Tarjamah, Bahasa dan Sastra Arab dan Bahasa dan Sastra Inggris,” tuturnya. Lulusan Strata 2 Tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berbagi tips untuk mahasiswa yang ingin menggeluti bidang penerjemahan. Wadud menjelaskan dalam menerjemahkan yang perlu diperhatikan adalah terjemahan angka, karena apabila salah penyebutan maka salah juga artinya. Seorang penerjemah, lanjut Wadud, harus memiliki banyak wawasan dan referensi. “Setidaknya baca-baca buku mengenai topik yang akan diterjemahkan biar bisa

Nama: Abdul Wadud Kasyful Anwar TTL: Jakarta, 01 Juni 1957 Pekerjaan: Dosen Pendidikan: - Sekolah Persiapan Fak. Terjemah, Al Azhar University Cairo. 1980 - S1 Fak. Bahasa & Terjemah, Simultaneous Interpretation Dept. Al Azhar University Cairo;1987 (ArabicEnglish) - S2 Tafsir Hadist, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1999.

Ubah Sampah Jadi Berkah

Foto: Dokumen Pribadi

Pada tahun ko m u n i t a s mengalami S a l a h

Komunitas Sampahkoe saat menjalankan program pengelolaan sampah dan daur ulang limbah. Program ini disponsori oleh pertamina.

Jannah Arijah Menurut sebagian masyarakat, sampah dianggap kotor dan tak bernilai. Komunitas sampahkoe jadikan sampah sebagai sumber rezeki

Komunitas Sampahkoe dibangun karena tekad Khilda Baiti Rohmah untuk menaikkan taraf kehidupan para pemulung di daerahnya. Wanita asal Cimahi, Bogor, ini membentuk Komunitas Sampahkoe bersama teman-teman kuliahnya. Khilda menuturkan, salah satu cara untuk

Komunitas Sampahkoe saat menjalankan program pengelolaan sampah dan daur ulang limbah. Program ini disponsori oleh pertamina.

menaikkan pendapatan para pemulung adalah dengan mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai di masyarakat. Awalnya, Khilda dan kawan-kawan mendapat tugas menjadi pendamping masyarakat untuk tempat pengelolaan sampah di Cimahi. Mereka yang merupakan mahasiswa Teknik Lingkungan, Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat, memberikan pelatihan pengelolaan sampah kepada masyarakat. Pelatihan itu berupa

pembuatan pupuk kompos dan aneka barang kerajinan yang layak jual dari sampah. Kegiatan mereka disambut antusias oleh warga sekitar. Terlebih ketika mereka ingin mengadakan pasar rakyat untuk memasarkan produk hasil pengelolaan sampahnya. Dari situlah, pada tahun 2009, Komunitas Sampahkoe resmi didirikan. Sehinggga program pendamping masyarakat dalam mengelola sampah terus berlanjut sampai sekarang .

pertama didirikan ini banyak rintangan. satunya dari segi pendanaan. Hingga, sebagai ketua Khilda harus rela menyisihkan 30% d a r i gajinya untuk k e g i a t a n Komunitas Sampahkoe. Begitu pun dengan anggota lainnya yang secara konsisten memberikan pelatihan kepada masyarakat. Usaha dari anggota komunitas sampahkoe pun membuahkan hasil. Komunitas Sampahkoe s e m a k i n mendapatkan sambutan baik dari masyarakat luas. Bahkan yang awalnya wilayah binaan Sampahkoe hanya di Cimahi, bertambah luas ke daerah Sukabumi, Bandung, dan Jambi. Hingga kini, total masyarakat yang dibina mencapai 5000 orang. Komunitas Sampahkoe menjalankan beberapa program, salah satunya membina ibu-ibu rumah tangga untuk lebih produktif mengelola sampah. Ibu-ibu rumah tangga diajarkan untuk membuat berbagai kerajinan tangan dari sampah yang kemudian dijual di pasar sehingga menjadi tambahan pendapatan mereka.

nyambung,” paparnya. Bukan hanya wawasan dan kehati-hatian dalam menerjemah, kefokusan juga harus dijaga karena penerjemah tidak boleh melewati satu kata pun. Selain itu, ketenangan diri saat menerjemahkan juga tidak boleh ditinggalkan. “Istirahat yang cukup akan membantu proses menerjemahkan secara baik,” tutupnya.

“Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan adalah pendidikan,” (Abdul Wadud Kasyful Anwar)

Komunitas Tak hanya itu, Komunitas Sampahkoe membuka program tabungan bersalin (berlin). Seperti yang dilakukan ibu-ibu Desa Palasari, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Para ibu yang bergabung dengan komunitas Sampahkoe menyisihkan uang hasil kerja produktifnya dari untuk kegiatan bersalin mereka. Mulai dari pemeriksaan ketika hamil hingga melahirkan. Selain kerajinan dari sampah, Komunitas Sampahkoe membuat produk suka saku enzim dari sampah organik. Enzim ini mengandung probiotik untuk penanganan pertanian, peternakan, pengelolaan limbah industri, pengelolaan energi alternatif dan lain-lain. Hingga akhirnya, Komunitas Sampahkoe membuat pertanian hidroponik yang lahanya berada di Kota Baru Parahyangan. Selain suka saku enzim, Komunitas Sampahkoe juga membuat bioetanol dari bahan dasar sampah sayur, buah, dan kertas. Bioetanol merupakan bahan bakar untuk kendaraankendaran bermotor. Sehingga bioethanol dapat digunakan sebagai pengganti solar dan bensin. Bagi Khilda dan kawan-kawan komunitasnya, sampah merupakan berkah dalam hidup. Menurutnya, sampah pun mampu memdorong perekonomian dan kemandirian masyarakat jika mau dan mampu mengolahnya. ”Allah mencintai kebersihan, karenanya kita semua mendapat berkahnya dari sampah,” ujar wanita yang mendapat berbagai penghargaan di tingkat daerah hingga internasional ini.


Sastra Cerpen

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Puisi

Hujan Turun Deras

Sebilangan Mata Sunyi Oleh Imam Budiman*

Oleh Ayu Alfiah Jonas* Apabila Setya menyebutnya sebagai wanita tak berperasaan maka iya-kan lah. Sebab Anggia memang terlahir sebagai wanita tangguh nan perkasa. Dan ia sama sekali tak bisa memilih Setya, lelaki yang selalu bersedia menolongnya. Bukan apa-apa. Hanya saja, Setya memang terlalu baik untuknya. Tidak baik memanfaatkan lelaki yang rela melakukan apa saja demi cinta; begitu kata ibunya. Dan sungguh, betapa Anggia memang sangat mengagumi Setya. Bertahun-tahun lamanya Setya berusaha membuktikan cinta. Tetapi tetap saja Anggia tak bisa menerima. Terlalu indah baginya untuk menjalin hubungan dengan Setya. “Anggia, bagaimana hubunganmu dengan Setya?” Ibunya bertanya suatu ketika, saat Anggia baru pulang kerja. “Tidak ada apa-apa antara saya dan Setya, Bu.” Anggia duduk di sebelah ibunya. Anggia mencium tangan ibunya dengan lembut. Ia amat menyayangi ibunya sebab selalu mendukung apapun keinginannya. Segala hal yang berasal dari hati dan jiwanya selalu didukung dengan sempurna. “Mungkin Setya memang diciptakan untukmu, Anggia.” Sang ibu mengelus rambut Anggia. “Tidak, Bu. Anggia belum siap. Ibu pasti tahu alasannya.” Anggia pergi meninggalkan ibunya yang masih menghela napas. Begitulah Anggia. Tiap kali ditanya perihal Setya, ia akan pergi dengan tergesa. Anggia merasa bahwa Setya terlalu baik sehingga, tak pantas mendampinginya. Tetapi Setya— dengan kesetiaannya yang luar biasa—tetap bertahan mengejar Anggia. Meski ia dibohongi berkali-kali, dikecewakan setiap hari. Setya tetaplah Setya, lelaki dengan sejuta maafnya. Perasaan Setya yang tetap kokoh meski ditumbangkan berkali-kali pernah membuat Anggia terdiam seribu bahasa. Suatu ketika, saat Anggia baru saja berangkat kerja, Setya sudah menunggu tepat di depan kantornya. Dengan senyum paling manis, Setya menyambut Anggia. Sarapan telah siap beserta pencuci mulutnya. Setya tahu betul Anggia tidak pernah sempat sarapan di rumah. Sebenarnya Anggia amat bahagia. Tetapi, sekali lagi, ia tak bisa menerimanya. Ditinggalkannya Setya dengan langkah tergesa, tanpa mengucapkan sepatah kata. Setya ternganga. Usahanya tak diberi harga. Padahal ia telah mengorbankan seluruh waktunya untuk ini semua. Sungguh apabila Setya tiba-tiba membenci Anggia, seharusnya itu menjadi hal yang wajar dan biasa. Manusia mana yang tetap bertahan jika cintanya terus diinjak-injak setiap saat? Meski sering meminta maaf, Anggia tetap melakukan kesalahan. Ia telah melecehkan perjuangan Setya. Bertahun-tahun lamanya memperjuangkan cinta, Setya tak jua mendapatkan perhatian Anggia. Apalagi yang kurang dari seorang Setya sehingga Anggia

| 14

begitu amat membencinya? O, tunggu. Anggia tidak membenci Setya. Ia hanya tidak menyukai cara Setya mencintainya. Mungkin begitulah isi hatinya. Tak ada yang tahu, tak seorang pun tahu isi hati Anggia. Bukan Anggia tak percaya pada Setya. Anggia tahu Setya pintar dan bertanggung jawab. Ia juga tahu betapa Setya amat menginginkannya sebagai isteri yang baik dan penurut, bekal nanti ke syurga. Dengan pengetahuan agama yang luar biasa, Setya mampu membuat Anggia terkesima. Namun, o betapa kasarnya perilaku Anggia. Ia pantas disebut bukan manusia jika masih menyakiti Setya. Menyerahkah Setya dengan semua hal y a n g

dihadapinya? Sementara Anggia terus memanahnya dengan segenap luka. Setya kembali menemui Anggia di kantornya, kali ini dengan setangkai bunga mawar merah, Anggia dibuat terkesima olehnya. Anggia terlihat begitu bahagia. Tetapi, detik berikutnya, Anggia berlalu dan membiarkan Setya tetap terpaku dengan setangkai mawar merah di tangannya. Harum bunga mawar yang merekah, sungguh tak sama dengan suasana hati Setya. Ia remuk. Tetapi Setya tetaplah Setya, ia masih bisa tersenyum di tengah duka. Dan Anggia, dengan berlinang air mata, perlahan masuk ke dalam kantornya. Seharian itu Anggia merasa benar-benar hampa. Sekali lagi ia menggores luka di hati Setya. Sekali lagi ia menelan perasaannya. “Berhentilah mengejar-ngejar wanita itu. Banyak wanita cantik di luar sana yang bisa kaupilih untuk dijadikan isteri. Kenapa harus dia?” Seorang rekan kerja Anggia berusaha menasehati Setya. “Apa kamu tidak pernah merasakan jatuh cinta?” Setya bertanya dengan nada tinggi. Ia merasa terhina. “Pernah. Tapi tak pernah sampai gila sepertimu.” Rekan kerja Anggia menggelengkan kepalanya dan membalikkan badan, meninggalkan Setya sendirian di depan pintu masuk kantornya. Setya diam lama sekali. Sebenarnya ia memikirkan nasehat rekan kerja Anggia. Tetapi Setya seperti dibius pesona Anggia. Ia tetap tak bisa mundur, meski luka menghantamnya berkali-kali. Setya tetap terdiam di tempat semula, ia tak juga pergi

sampai seseorang menyentuh bahunya. “Sudah jam dua belas malam, Mas. Kantor sudah tutup dan Anggia sudah pulang sedari tadi. Mas mau menginap di sini?” Setya ternganga. Sungguh ia tak bisa menerka apa yang membuatnya seperti orang gila, mengemis cinta Anggia sampai sedemikian parahnya. Di rumahnya, Anggia bercerita apada ibunya perihal Setya. Ibunya tersenyum dan memberikan solusi. Bahwa ia harus segera bicara pada Setya. Sebab tak ada waktu untuk menimbang-nimbang lagi. Usia Anggia mulai memasuki seperempat abad, sudah sangat pantas u n t u k menikah den g a n Set ya.

Apalagi S e t y a memang sudah mapan sehingga Anggia tak perlu lagi berpikir tentang kondisi finansial untuk berumah tangga. Anggia masuk ke dalam kamar untuk berpikir lebih keras dari biasanya. Betapa Anggia ingin memutuskan suatu perkara tanpa tergesa. Bertahun lamanya ia menimbang-nimbang, saat ini ia harus mengambil tindakan. *** “Apa kabarmu, Setya?” Anggia tersenyum manis dengan meja di depannya, memisahkan dirinya dengan Setya. “Kabar baik, Anggia.” Setya menjabat tangan Anggia dengan berbunga-bunga. Sore itu mereka berdua terlibat dalam sebuah pertemuan yang tak pernah terpikirkan Setya bahkan Anggia pun tak pernah menyangka akan terjadi pertemuan berharga. Awalnya, basa-basi cukup lama dan pembahasan tentang kehidupan, layaknya sepasang teman yang baru bertemu setelah dipisahkan selama bertahun-tahun. Jam berikutnya, perbincangan itu menjorok ke dalam hal yang lebih sensitif. Tentang cinta milik Setya dan penolakan Anggia. Bagi Anggia, inilah saat yang sempurna untuk menuntaskan segala pelik dalam dadanya. Hatinya getir menyaksikan pertahanan yang masih dibangun Setya. “Kau mau menerimaku?” Setya menatap wajah Anggia sepenuh hatinya. Anggia menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kenapa tidak?” Setya memutarmutar cangkir kopinya. “Saya belum siap, Setya.” Dengan tertunduk, Anggia gemetaran menjawab pertanyaan Setya.

“Usiamu sudah matang, saya sendiri sudah cukup mapan. Mau mempertimbangkan apa lagi?” Setya memandangi wajah Anggia dengan penuh keheranan. Ia tak bisa menebak apa yang ada di pikiran wanita di depannya. “Perasaan saya, Setya.” Anggia semakin tertunduk. Ia takut Setya akan marah lantas kecewa. “Ada apa dengan perasaan kamu? Bukankah kamu merasa nyaman dekat dengan saya?” Setya menopang dagunya, seolah menopang beban berat dalam otaknya. “Iya. Tapi hati saya menolak kamu.” Anggia semakin ragu dibuatnya. “Bagaimana bisa?” Setya berusaha mengontrol dirinya. “Entahlah. Saya tak bisa menemukan jawabannya.” Anggia membuang wajahnya ke bawah. Setya melihatnya dengan jantung yang berdegup kencang. Ia terbiasa menerima penolakan-penolakan tetapi tidak dengan Anggia. Ia sangat menginginkan wanita di hadapannya. “Yasudah, pikirkan lagi. Saya akan datang lagi. Kalau perlu langsung mengobrol dengan ibumu.” Akhirnya Setya bangkit dari kursi dan memutuskan untuk mengantar Anggia pulang. “Tidak. Kamu tidak akan pernah bisa memiliki saya, Setya.” Anggia pergi meninggalkan Setya dengan luka dalam hati yang masih menganga. *** Hujan turun deras sekali. Anggia terdiam di rumahnya. Ia tak bisa kemana-mana. Begitu juga dengan Setya. Masingmasing dari mereka terhanyut dalam perasaan yang saling menerka. Matahari tenggelam, suara jangkrik bersahutan. Setya dan Anggia masih memikirkan pembicaraan tadi sore. Anggia berharap dalam hatinya, kehidupannya akan lebih bermakna tanpa Setya. Apabila ada hal yang lebih indah selain cinta maka tunjukkanlah pada Setya. Ia lelaki tak bersalah. Cinta membuatnya kehilangan segalanya. O, apakah benar manusia tak bisa menentukan jodohnya? Setya masih sibuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan cinta Anggia seutuhnya. Anggia berbisik lirih pada boneka kura-kuranya. Matanya berkaca-kaca. “Sungguh saya amat mencintai Setya. Tapi, ia tak mungkin menerima semuanya. Ia tak mungkin bisa menerima bahwa dahulu saya adalah seorang pria.” *Mahasiswi Aqidah Filsafat Islam, FU, UIN Jakarta

Sebadik mata cuka berkata pada remah petala, “aku yang datang mengusir naskahnaskahmu [pemiliknya]” Namun tempias hujan selalu saja lebih dulu menggelar caping Dalam setiap halu karang bunga serta satu-dua pementasan Sebadik mata cuka pulang ke dalam sumur yang dangkal Bahwa sunyi bertengkuk redam ialah keselisihan suara Ia ingin menjadi pertapa, di kejauhan hutan mata cuaca Pertapa yang tak lagi mengenal jarak beda ‘alif’ semesta

Maka isak si mata cuka adalah matamu sebentuk mata Matamu dicipta segaris arah bagian dari mata-nya Hingga kerontang dadamu coba menolak, “mataku ialah mata-nya. Penutur mata pusaka. Tidak sahih kausebut-sebut mata cuka!”

*Pegiat Komunitas Sastra Rusabesi

Terlantar

Oleh Moh. Alim*

Langit menangis Di bawah pohon rindang ia berteduh Jari-jarinnya lusu dengan warna kulitnya Orok kaki mencakar jiwanya Ia terlantar di jalan ? Mulut bersorak dengan wajah murung Tubuh terbaring menghasut ketidakadilan Kata-kata terbungkam oleh kolotnya seorang, Kata pusaka tak mampu menjadi lawan Tolong jangan penjarakan kami

*Mahasiswa UIN Jakarta

Menemukan Minggu Oleh Alif Waisal*

Sebentar lagi hari gelap di ujung rencana senja Sudah waktunya toko-toko tutup

membenamkan dirinya ke dalam malam

Jalan raya merayakan kemenangannya dengan macet berjam-jam Membuat banyak orang lebih suka duduk bertahun-tahun di rumah

Kepalaku never slept city ia dihuni banyak kenangan dan harapan di hari depan

Sebelum kota ini senasib Pompeii, Petra, dan Troy Aku ingin menemukan Mingguku yang hilang


Seni Budaya

Tabloid INSTITUT Edisi XLVII / MARET 2017

Foto: Eko/Ins

Kawung: Berbagi Rasa Lewat Seni Batik

Lia Esdwi Yani Syam Arif

Empat orang penari tengah mempertunjukan gerakan yang terinspirasi proses pembuatan batik. Pertunjukan Pat(h)ren adalah karya seni yag diselengarakan di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Sabtu(18/03).

Penuh makna dan cerita, membatik perlu dilestarikan di kalangan muda Indonesia. Tak hanya menyimpan estetika bentuk dan warna, batik juga memiliki filosofis mengenai sejarah Indonesia Lampu audit Galeri Indonesia Kaya (GIK) perlahan meredup sesaat sebelum pertunjukan dimulai. Masuknya empat penari dengan kostum serba putih beriringan ke atas panggung menjadi pembukaan pementasan. Musik khas suara Gamelan langsung menyambut penari yang langsung membentuk formasi awal. Berbaris tanpa alas kaki, keempat penari bersiap memulai penampilan. Perpaduan antara tata cahaya, suara dan video mapping membuat pengunjung bertepuk tangan riuh rendah. Tata panggung yang begitu sederhana, menyuruk ke bawah dengan posisi lebih rendah dari Sambungan dari halaman 1...

tempat duduk penonton. Tak banyak peralatan dekorasi yang dipakai selama pementasan, hanya satu dua lembar kain putih sebagai latar penayangan video mapping. Kain putih berukuran 5x2 meter tersebut digantung sebagai latar panggung yang menjulur hingga ke lantai. Berbagai gerakan tarian dimainkan. Berdiri, berbaring, sembari saling mengitari sesama penari secara beraturan. Gerak tangan, tubuh, kepala hingga kaki pun secara bersamaan dilakukan untuk menciptakan tarian yang seketika disambut antusias penonton dengan tepuk tangan. Dalam pementasan, tak hanya gerak tubuh dan formasi penari,

gerak mata turutjuga dimainkan demi menciptakan karya pementasan yang maksimal. Musik mengiringi penari selama pementasan. Kombinasi musik modern dengan gamelan Jawa menghasilkan suara yang merdu. Penonton dibawa untuk menikmati perpaduan musik tersebut. Tiba-tiba terdengar suara dua benda yang saling beradu. Sebelum wajah keheranan penonton bermunculan demi mendengar suara tersebut, seketika penampilan tarian terhenti sesaat dengan kemunculan Muhammad Fabian Arrizqi sebagai penata musik. Laki-laki yang mengenakan pakaian casual ini menjelaskan jika suara benda yang beradu tersebut berasal dari guratan canting pada kain. Tak lama setelah penyampaian dari

belakang Fakultas Sains dan Teknologi (FST), sedangkan satunya lagi berada di Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK),” jelasnya. Terkait limbah hasil praktikum, Ketua Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) FST Aini Hidayah turut angkat bicara. Ia mengaku, hampir setiap harinya PLT menghasilkan limbah sisa praktikum. Biasanya limbah yang dihasilkan berbentuk cair. Namun ia menegaskan, sebelum dibuang, limbah yang dihasilkan PLT diolah terlebih dulu di Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang ada di belakang PLT. Aini sendiri mengaku, pengolahan limbah sendiri dibagi ke tiga tahap.

Awalnya, limbah harus melalui proses pemurnian. Kemudian, limbah harus dinetralkan. Selanjutnya, limbah harus dipisahkan dari zat-zat berbahaya. Setelah melewati tiga tahap, limbah baru boleh dialirkan ke saluran pembuangan. “Tetapi, saya sendiri tak tahu menahu ke mana saluran itu mengalir,” ungkapnya, Rabu (22/3). Selain PLT, UIN Jakarta juga memiliki laboratorium Pendidikan Kimia di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Iwan Setiawan selaku pengelola laboratorium menjelaskan, hampir setiap hari laboratorium ini menghasilkan limbah cair. Bersama asistennya, ia selalu menekankan kepada mahasiswa

untuk melakukan pengenceran pada zat kimia berbahaya sebelum dibuang. Ini bertujuan agar kandungan zat berbahaya dalam limbah bisa berkurang. Namun sama halnya dengan Aini, Iwan tak mengetahui ke mana saluran bekas sisa praktikum mengalir. Untuk saat ini, Iwan mengaku Laboratorium Pendidikan Kimia belum memiliki tempat khusus pengelolaan limbah. Namun, pihaknya tak menampik, Laboratorium Pendidikan Kimia membutuhkan tempat untuk pengelolaan limbah. Sebab, ini bertujuan agar segala aktivitas di laboratorium bersifat ramah lingkungan. “Setidaknya

SELAMAT ATAS DILANTIKNYA PENGURUS DAN ANGGOTA LEMBAGA PERS MAHASISWA INSTITUT 2017

Muhammad Fabian Arrizqi, cahaya panggung pun kembali meredup. Cahaya kembali menerangi di tengah pementasan ketika ketiga penari muncul ke tengah panggung. Masing-masing penari menaiki tangga yang ada di pinggir di sisi kiri, kanan dan tengah dari kursi penonton. Sembari menyusuri tangga, kedua penari menghilang di sisi kiri dan kanan tangga. Satu penari yang berada di tengah tetap tinggal dan terus melakukan tarian dengan mengangkat tangan, duduk melipat kaki di tengah panggung pementasan. Begitu pun dengan tiga penari yang meninggalkan panggung dengan sigap langsung menuju bagian tiap tangga untuk mengambil kain batik putih yang telah disediakan drum khusus penampung limbah agar bisa menampung zat kimia berbahaya, yang kemudian diolah di IPAL dalam UIN atau luar UIN” ujarnya Kamis, (23/3).

Tak Ada Kontribusi Meski warganya ikut terlibat dalam pencemaran Situ Kuru, Daryadi mengaku masyarakat sekitar masih peduli dengan kebersihan lingkungan Situ Kuru. Hampir tiap bulan, mereka mengumpulkan uang demi membayar petugas kebersihan. “Jika dikumpulkan, besaran biayanya mencapai Rp1,5 juta per bulan,” katanya. Namun, Daryadi kecewa karena

| 15

disediakan. Tidak membutuhkan waktu lama ketiga penari tersebut berhasil melilitkan kain di pinggang, dengan iringan musik modren dan alunan gamelan ketiga penari tersebut kembali keatas panggung dengan formasi bersila menghadap kepenonton yang ada. Kisah pertunjukan pat(h)tern ini terinspirasi dari sebuah dongeng permaisuri yang hidup di suatu kerajaan di Yogyakarta. Permaisuri tersebut teramat sabar meski seringkali disakiti terus menerus oleh suaminya. Demi mencurahkan kesedihannya sang permasuri melampiaskannya dengan menggambar dan membatik di kain Pementasan seni yang diadakan Sabtu, (18/03) tak kurang diisi lima puluh orang di dalam Auditorium GIK. Begitupun dengan isi acara tersebut adalah cerita mengenai proses yang dilakukan selama melakukan batik tulis. Tak mudah menjaga dan melestarikan warisan budaya Indonesia ini. Berbagai tahapan membatik seperti mencairkan malam (lilin batik), menggunakan canting, menjemur kait batik, hingga pencelupan warna harus dilakukan secara rapih agar menghasilkan guratan indah. Sekar Sari, salah seorang sosok tokoh tari batik tersebut mengaku turut senang karena dapat mengekspresikan semua kegiatan yang berhubungan batik dengan tarian unik. Menurut perempuan berdarah Jawa, membatik merupakan warisan leluhur yang perlu dijaga. Bukan hanya secara fisik yang memang secara estetika begitu sedap dipandang, namun juga batik memiliki makna terdalam di awal kehadirannya. “Membatik adalah cara untuk meluapkan emosi dari dalam diri,” ungkapnya setelah acara, Sabtu (18/3). Sekar menambahkan jika dalam menciptakan pertunjukan tari dengan ide dari batik ini memerlukan penelitian. Tidak mudah memadukan tari, suara dan video mapping hingga menjadi sebuah penampilan yang menginspirasi untuk lebih memerhatikan kain batik tulis khas Indonesia. “Penelitian yang tidak sebentar,” ungkapnya diiringi riuh tepuk tangan penonton saat menyampaikan sambutan sehabis pementasan. UIN Jakarta kurang berkontribusi terhadap kebersihan Situ Kuru. Daryadi mengungkapkan, ia dan ketua satgas sempat mengirimkan proposal pengajuan dana untuk kegiatan kebersihan. Namun mereka tak mendapat respons dari UIN Jakarta. “Padahal UIN Jakarta juga menyumbang limbah ke sana,” terangnya. Senada dengan Daryadi, Nabe juga mengaku bahwa UIN Jakarta masih belum peduli dengan kebersihan Situ Kuru. Seharusnya, pihak kampus harus lebih memperhatikan pengelolaan dan pembuangan limbahnya. “Jangan asal buang,” cetusnya.

Surat Pembaca

Saya dosen FAH. Kondisi lingkungan di sekitar gedung FAH yang baru selalu tergenang banjir. Saya khawatir ada yang tidak beres dengan kualitas kontrol bangunan ini. Tahun lalu tiangnya ambruk, sehari setelah peresmian mengalami kebakaran kecil. 08387347XXXX Saya mahasiswa FST, mengeluhkan atas pembangunan jembatan penyebrangan orang yang tak sesuai dengan lokasinya. Semoga bisa diperbaiki. 08958256XXXX Saya mahasiswa Jurnalistik, Fidikom, memohon untuk meningkatkan keamanan di kampus, terutama di Masjid Student Center. Sebab, beberapa teman saya sering mengalami kehilangan barang di sana. 08968981XXXX



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.