BULETIN EDISI NOVEMBER 2021: MERDEKA BELAJAR EPS-14 "KAMPUS MERDEKA DARI KEKERASAN SEKSUAL"

Page 1


ECorner Ini Dia Awal Mula Permen PPKS beserta Isinya (2) Kekerasan Seksual yang dimaksud pada ayat (1) antara lain:

Mendikbudristek

Nadiem Anwar Makarim telah resmi membuat Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 perihal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus untuk memberikan rasa aman kepada civitas akademik kampus terhadap kekerasan seksual. Permendikbudristek PPKS ini disosialisasikan melalui merdeka belajar episode 14, tepat pada hari Jumat (12/11) Nadiem menegaskan Permen PPKS dapat digunakan oleh instansi pemerintah universitas sebagai tameng hukum untuk mengambil tindakan tegas terhadap insiden kekerasan seksual di sekitar kampus. “Permen PPKS mengidentifikasi bentuk-bentuk perilaku akibat sanksi administratif, mengenali potensi bentuk kekerasan seksual, dan mengatur langkahlangkah pencegahan untuk mengurangi kerugian dari kasus kekerasan seksual,” jelasnya. Sebagai contoh pada Pasal 5 PPKS mengatur jenis-jenis kekerasan yang dilakukan secara fisik, non fisik, verbal maupun melalui media digital. Terdapat sekitar 20 tindakan yang merupakan bagian dari kekerasan seksual dan dapat dikenakan sanksi, dari yang paling ringan hingga terberat. Isi Pasal 5 Ayat 1 dan 2 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 adalah sebagai berikut : (1) Kekerasan Seksual baik dilakukan secara fisik, non fisik ataupun verbal bahkan berbasis media digital;

a. Melontarkan ujaran negatif yang bersifat diskriminatif atau pelecehan terhadap fisik, identitas gender atau kondisi tubut; b. Menunjukkan alat vital secara sengaja; c. Melontarkan ucapan yang berkaitan dengan seksual baik itu berupa lelucon, rayuan atau siulan; d. Membuat korban merasa khawatir terhadap tatapan pelaku yang mengarah pada seksualitas; e. Memberikan korban berupa pesan, gambar/foto, audio, lelucon, ataupun vidio yang mengandung seksualitas; f. Menyebarkan atau mengambil rekaman baik itu audio atau foto/ visual yang bernuansa seksual milik korban tanpa mendapatkan izin dari korban; g. Mempublikasikan informasi atau foto tubuh korban yang mencerminkan seksual tanpa seizin korban; h. Menyebarkan informasi terkait tubuh atau pribadi Korban yang mencerminkan seksual kepada khalayak umum; i. Melihat secara sengaja ruangan privasi yang terdapat korban sedang melakukan kegiatan pribadi; j. Melakukan pembujukan, penawaran, pengancaman atau memberi janji

k. l.

m. n. o.

p.

q. r. s. t.

terkait membeli tubuh korban untuk melakukan seksual; Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; Melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti menyentuh,mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban; Memaksa korban untuk membuka pakaiannya; Pemaksaan terhadap korban agar mau bertransaksi untuk melakukan kegiatan seksual dengan pelaku; Memberikan praktik budaya terhadap komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bersifat Kekerasan Seksual; Pelaku mencoba memaksa korban untuk melakukan tindakan pemerkosaan, namun penetrasi tidak terjadi; Pelaku melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin; Pelaku memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi; Pelaku memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil; Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja atau melakukan perbuatan tindak kekerasan seksual lainnya.

Menurut kesaksian 100 korban kekerasan, 90% perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Berkaca pada pasal 10 - 19, Nadiem mengajak akademisi untuk berperan aktif dalam melindungi korban. Sejauh menyangkut pembelaan, ini termasuk memastikan kelangsungan pendidikan atau pekerjaan, pemberian suaka, dan membebaskan korban atau saksi dari ancaman yang ditimbulkan oleh kesaksian. Sedangkan upaya rehabilitasi korban dilakukan secara bersama-sama dengan pihak terkait dengan persetujuan korban atau saksi, dan tidak dibatasi hak pendidikan dan/atau pekerjaan. Dalam hal keputusan Direktur Pendidikan Tinggi yang dirasa tidak adil, maka korban dan/atau pihak penggugat dapat meminta peninjauan kembali kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi dan/atau Pendidikan Kejuruan. (TAN/NAD/RS)


ECorner Permen PPKS Membuat Kampus Terbebas dari Pelecehan Seksual Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek),

Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek No 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS). Tujuan Nadiem menerbitkan aturan tersebut, yaitu untuk melindungi civitas akademika dari tindakan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Selain itu, Nadiem juga menjelaskan empat tujuan utama dari kebijakan tersebut, yaitu:

1 Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Setiap WNI Salah satu upaya dalam memenuhi hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan tinggi yang aman. Sesuai dengan ucapannya di dalam YouTube Kemendikbud RI. 2 Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dengan Pendekatan Institusional dan Berkelanjutan Menurut Nadiem, belum ada kerangka hukum yang jelas dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sehingga Kemendikbud Ristek ingin memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi dalam mengambil langkah tegas atas kasus kekerasan seksual. 3 Peningkatan Pengetahuan Mengenai Kekeras Seksual Seluruh kampus di Indonesia serta masyarakat semakin teredukasi dan peka mengenai kekerasan seksual, khususnya terkait definisi, hak korban, hingga victim blaming. 4 Kolaborasi Antara Kemendikbud-Ristek dan Kampus Nadiem berharap kementerian dan kampus dapat berkolaborasi menciptakan budaya akademik yang sehat dan berakhlak mulia.

Selain itu, Permen PPKS menegaskan tindakan yang mencakup kekerasan seksual sesuai pasal 5 ayat 1, yaitu verbal, nonfisik, fisik, dan melalui online (daring). Kemudian, terdapat tingkatan sanksi untuk pelaku sebagai berikut: •

Sanksi Ringan Sesuai Pasal 14 ayat 2: Teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.

Sanksi Sedang Sesuai Pasal 14 ayat 3: Pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan atau pengurangan hak lain dan skors dalam perkuliahan.

Sanksi Berat Sesuai Pasal 14 ayat 4: Pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, jabatan sebagai pendidik, tenaga kependidikan atau warga kampus.

Dengan adanya Permendikbud Ristek 30/2021, Nadiem berharap dapat memberikan bantuan regulasi bagi para rektor, dekan, hingga petinggi di kampus dalam mengambil tindakan yang nyata untuk pelecehan seksual. (FKH/UKH/RS)


ECorner Terbitnya Permendikbud PPKS, Nadiem Ungkap Perbedaan Pra dan Pasca.

Kasus

pelecehan seksual diibaratkan sebagai fenomena gunung es, karena yang muncul di permukaan sangat sedikit. Berdasarkan survei yang telah dilakukan terhadap dosen di kampus, menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud), Nadiem Makarim, terdapat sebanyak 77 persen kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Dari banyaknya kasus, 67 persen yang tidak dilaporkan dan membuat kekhawatiran, karena lebih dari setengah persen kasus tidak ditindaklanjuti. Hal ini karena para korban pelecehan mengalami ketakutan dan malu untuk melaporkan kejadian serupa. Terdapat perbedaan yang terjadi antara pra dan pasca terbitnya Permendikmud PPKS. Jika dalam situasi dosen dalam kampus sendiri lah yang melakukan pelecehan seksual, lalu korban secara berani melapor maka kemungkinan besar kasus akan terus diabaikan sehingga tidak ada tindak lanjut dalam kasus pelecehan tersebut. Akibat tidak adanya tanggapan, akhirnya korban hanya dapat bercerita

kepada temannya. Kemudian, pada kemungkinannya teman korban hanya dapat memberi saran yang dapat memengaruhi pemikiran korban tersebut dengan berspekulasi mencari keuntungan terbesar sehingga korban dapat memaafkan oknum yang sudah melakukan pelecehan. Sungguh ironis bukan? Bahkan jika korban pelecehan yang sudah melapor ke pihak institusi hanya akan mendapatkan kata “damai secara kekeluargaan”. Pada akhirnya, kata tersebut menjadi acuan dan dasar untuk menoleransi kasus pelecahan seksual yang terjadi. Dengan terbitnya Permendikbud PPKS 30, para korban dapat melihat, memahami, serta mempertimbangkan apakah kasus yang mereka alami termasuk ke dalam pelecahan seksual atau tidak. Dengan begitu, korban tahu akan melaporkan kasus pelecahan yang terjadi sesuai dengan tempatnya, yaitu satgas yang terdapat dalam perguruan tinggi yang dimiliki kampus dan tidak lagi menoleransi kasus pelecehan seksual secara mudah. (RMO/RAH/RS)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.