4 minute read

Pada Malam yang Panjang

Karya: Happy Annisa Nurhapsari

Pada malam yang panjang aku terbangun dari tidur yang singkat

Advertisement

Dentuman melodi masih terdengar kuat di ujung telinga

Tapi tak ada yang tak terlelap, kecuali aku

Udara sejuk tapi kain katun melindungiku dari teriakan angin

Sekumpulan orang seperti sedang bergosip tanpa humor

Hatiku was-was pada ketidakpastian yang melekat di dasar sendi

Isi kepalaku terbentur pada kenangan yang tak ingin kuingat lama

Pada malam yang panjang jemariku tidak bisa berhenti menulis kata

Mataku perlahan mulai mencintai lumut di dinding bata

Awan bersembunyi di balik punggung purnama yang pucat

Dan ragaku menangisi hal yang tidak berguna

Pada malam yang panjang jiwaku sedingin air sungai

Tanganku berusaha meraih gugusan bintang

Rusukku merasakan kesendirian, kepedihan

Dan aku tak tahu harus bagaimana

Foto: Pixabay

Tempat Pulang

Oleh: Hesti Prihartini kedua orang dewasa itu

“Hah, lihat! Bahkan ketika kamu hamil dengan orang lain pun, aku rela membantu membesarkan anakmu itu!” Ucap seorang pria paruh baya sambil tersenyum miring kepada wanita di depannya

“Mas, stop! Tega kamu! Di depan Cia mengatakan hal itu” Wanita paruh baya yang ada di depan Cia mulai menitikkan air matanya “Terserah, sekarang aku mau kita CERAI!”

Angin kencang berembus dari arah berlawanan, rincikan hujan yang diberikan semesta kali ini mewakili suatu rasa. Seorang gadis berjalan pelan dipinggir jalan sambil menundukkan pandangan

“AKU GAKUAT TUHAN!!”

“KENAPA HIDUPKU KAYAK GINI? APA SALAHKU? SEBENARNYA DOSA APA YANG

AKU LAKUKAN DI MASALALU?” Teriak gadis itu, yang tak lain bernama Cia.

‘tinnn tinnn’

Cia menengok ke depan, hampir saja dia tertabrak sebuah mobil yang melaju kencang. Namun, kali ini Tuhan menyelamatkannya

“Woi, kalau jalan hati-hati!” Ujar seorang laki-laki yang ada di dalam mobil kepada Cia. Cia tak menggubris sama sekali, dia kembali melanjutkan perjalanannya sambil menundukkan pandangan. Kehadiran mobil yang hampir menabraknya tadi membuat Cia teringat dengan kejadian beberapa jam lalu. ***

Flashback

Cia membuka pintu selebar mungkin dengan senyum mungil di pipinya, berharap hari ini menjadi hari paling membahagiakannya.

Tetapi, kenyataan sangat berbeda dengan yang diharapkkan

‘Plak’

“TAMPAR MAS, TAMPAR AKU LAGI!” Teriak seorang wanita paruh baya yang menatap tajam ke arah suaminya

“Papa..mama..” Lirih Cia yang menyadarkan

‘Deg’ hati Cia begitu nyeri melihat pertengkaran kedua orang tuanya, ditambah lagi dia mengetahui bahwa dia adalah anak yang tidak pernah diharapkan oleh orang tuanya. Cia langsung berlari meninggalkan halaman rumahnya yang megah. Dia bingung harus melarikan diri kemana. Hanya satu yang diingatnya, yaitu rumah kekasihnya. Cia berdiri menatap rumah megah milik Rio sekarang, namun pandangannya beralih ke sebuah mobil warna merah yang sangat ia kenal. Cia berjalan mendekat ke arah mobil itu

“Ri..Rio Ber.. Berlin” Ucap Cia terbatabata. Tubuh Cia menengang menyaksikan pemandangan di depannya.

Dua orang yang saling berciuman tadi langsung menghentikan aksinya karena mendengar suara Cia

“Cia, Cia kamu ngapain di sini?” Rio kaget melihat kehadiran Cia

Hati Cia begitu rapuh, baru saja dia menyaksikan kisah percintaan kedua orang tuanya yang hampir selesai, dan sekarang dia melihat sahabat dan kekasihnya berciuman. “Brengsek! Seharusnya aku yang tanya sama kamu. Apa yang kalian berdua lakukan?” Cia menatap tak percaya kepada kedua sejoli itu

Berlin dan Rio segera keluar dari mobil

“Cia, ini ngga seperti yang kamu lihat! Kita ngga ngapa-ngapain” Rio memegang lengan Cia dan berusaha menjelaskan kepada Cia bahwa tidak ada yang terjadi di antara Berlin dan Rio

“Berlin, kenapa kamu tega sama aku? Kamu sahabat yang aku percaya selama ini” Cia menepis kasar tangan Rio, menahan tangis.

“Kenapa, kamu kaget?” Berlin mulai mendekat ke arah Cia

“Kamu sendiri yang sudah menghancurkan semuanya Cia. Kamu harusnya sadar, Akuu yang dari dulu suka sama Rio tapi justru kamu yang jadian sama dia. Dan aku harus pura-pura baik-baik aja gitu?” Berlin berkacak pinggang menatap sinis kepada Cia.

“Dan kamu seharusnya juga sadar! Kalau kamu itu ngga pantas bersanding sama Rio.” Lanjut

Hujan semakin deras dan suasana sore ini begitu sepi. Hati Cia benar-benar rapuh. Dunia begitu kejam, banyak sekali pertanyaan di dalam benaknya. Kenapa Tuhan begitu mempercayakan pundak Cia untuk menampung semuanya sendirian. Hampa, sunyi, dan senyap. Hidup yang selalu dikelilingi ketakutan menghadapi esok hari. Bagaimana nasib Cia selanjutnya? Rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang, ternyata tidak lagi ramah. Sahabat yang menjadi tempat keluh kesah, ternyata menusuk di belakang. Kekasih yang dipercaya, ternyata mengkhianatinya. Cia menangis sejadijadinya, hampir menyerah dan putus asa. ‘Dimana tempat pulang, hiks lucu ya. Cia benarbenar menjadi cialan jika dipelesetkan. Tuhan, aku capek, aku manusia dan aku juga ingin merasakan cinta yang tulus dari makhluk-Mu’ batin Cia, lalu dia mendudukkan diri dipinggir jalan sambil menekuk lutut

‘hiks hiks’

Setelah beberapa saat, Cia merasakan hujan berhenti mengguyurnya. Dia perlahan membuka matanya, di depannya terdapat seseorang pria yang sangat tampan dengan kemeja setengah lengannya. Cia mendongak, menatap siapakah pria itu

“Cia..” Ujar lelaki itu

‘Deg’ hati Cia bergemuruh mendengar suara pria itu. Sosok yang selama ini dia rindukan, bertahun-tahun penantian.

“Ken..” Cia bangkit dari duduknya dan langsung memeluk Kenzi yang sontak membuat payung yang dibawa Ken terjatuh

Kenzi, sahabat kecil Cia yang menghilang selama 5 tahun terakhir kini berada di depannya

“Ken, bawa aku pergi dari sini, aku gamau di sini lagi, rasanya sakit Ken... aku...aku mau nyerah aja!” Lirih Cia dipelukan Ken

Sejenak, Kenzi melepaskan pelukan Cia dan beralih menggenggam tangan CIA.

“Cia... seberat apa pun masalah yang kamu alami. Ingat, kamu harus bertahan. Tidak ada yang benar-benar nyata Ci, semua ini fana. Semua bisa meninggalkan kita kapan saja, bahkan sesuka hati mereka. Biarkan takdir menjalankan tugasnya, kalau kamu ikhlas. Semesta akan memberikan yang terbaik untukmu.”

“Cia... banyak hal di dunia ini yang berada di luar kendalimu termasuk cinta, harta, takhta, keluarga dan itu bukan berada di kendalimu. Tapi kamu mempunyai kendali atas dirimu sendiri dan pikiranmu. Kita gabisa memaksa sesuatu untuk selalu bersama kita. Dan aku harap kamu bisa berdamai dengan kenyataan itu.” Lanjut Kenzi. Setelah mendengar kalimat yang diucapkan Kenzi, Cia langsung memeluknya erat kembali

“Ken, bahkan setelah aku mengabaikanmu berulang kali. Kamu masih tetap sama. Semua orang boleh pergi, asal kamu jangan hiks”

‘Aku mencintaimu seluas langit, aku mencintaimu sedalam samudera, aku mencintai seluruh duniamu. Menghilang selama 5 tahun terakhir untuk melupakanmu, semuanya berakhir sia-sia Cia. Karena nyatanya, ada banyak hal yang ingin aku lalui bersamamu.‘ batin Kenzi lalu dia kembali membalas pelukan Cia dengan penuh kasih sayang.

‘aku ga butuh banyak orang. Aku cuma butuh satu, satu tempat pulang yang selalu menemaniku, menyayangiku, dan memperlakukan aku dengan baik. Tapi, kamu juga manusia. Dan ga sepantasnya aku berharap itu semua ke kamu’ Batin Cia meringis mengingat bahwa Kenzi juga bisa meninggalkan nya kapan saja. Kenyataan bahwa setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya harus diterima damai oleh Cia. Sejenak, ia melupakan kenyataan itu dan mulai menikmati kisahnya kembali bersama Kenzi. Kali ini Cia menyadari bahwa sesuatu yang hilang akan tergantikan dengan yang baik. Semesta seakan mendukung kisah dramatis mereka, hujan yang sebelumnya terlihat seperti badai kini mulai reda dan menenangkan.

This article is from: