Majalah aL-millah edisi 33 "Jerat Setan bagi Buruh Migran"

Page 1

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 1


MAJALAH S A J I A N

LPM aL-Millah

Kertas Dluwang, Jejak Sejarah Tradisi Literasi Tegalsari

Baca halaman 66...

Buruh Migran Terjerat

Overcharging Baca halaman 22... Praktiknya, kerapkali biaya penempatan yang ditanggung oleh TKI melebihi yang semestinya, atau dikenal dengan istilah overcharging. Sebagaimana yang dialami Erwiana—mantan TKI Hong Kong—awalnya dia menganggap potong gaji yang ditetapkan merupakan hal wajar, namun setelah bergabung dengan orgnanisasi buruh migran, ia sadar bahwa potong gaji yang diterapkan sangat berlebihan.

Selain masjid dan komplek pemakaman, Tegalsari masih menyimpan sejarah unik yang pantas untuk digali, yaitu kertas dluwang. Dluwang adalah kata yang biasa digunakan orang “tempo doeloe” untuk menyeDilema Cerai TKI but kertas. “Sejahtera (Tak Lagi) Soal Uang” Sebagian besar masyarakat berasumsi jika menjadi TKI merupakan solusi atas persolan ekonomi yang tengah dihadapi. Bagaimana tidak, menjadi TKI memang dijanjikan dengan gaji yang cukup besar.

Baca halaman 6...

Buruh Migran “Sandang Gelar Pahlawan” Negara Indonesia membanggakan mereka dengan sebutan pahlawan devisa. Akan tetapi, gelar pahlawan tersebut bukan berarti menjauhkan mereka dari berbagai persoalan. Pada kenyataannya masih banyak kasus yang terjadi pada buruh migran.

Baca halaman 10...

2 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI Sajian

6

Isu

10

Bahasan Utama

16

Laporan Utama

22

Laporan Khusus

30 Khazanah 61 Sosok 66 Budaya

2

Salam Redaksi

4

Aspirasi

5

Alamku

35

Kolom 1

39

Suara Mahasiswa

43

SKSD

47

Kolom 2

51

Kampusiana

55

Resensi

77

Bilik Kampus

82

p 71 Cerpen

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Susunan Redaksi Majalah Mahasiswa STAIN Ponorogo Edisi 33 Diterbitkan Oleh: LPM aL-Millah STAIN Ponorogo Pelindung: Ketua STAIN Ponorogo Penanggungjawab: LPM aL-Millah STAIN Ponorogo Pemimpin Umum: Moh. Ihsan Fauzi Pemimpin Redaksi: Mohammad Zaenal Abidin Sekretaris Redaksi: Iin Nur Indah Fitriani Editor: Tim Editor Layouter: Achmad Syamsul Ngarifin Desain Grafis: Diah Permatakrisna Karikatur: AdheƟka, Fandi Shalihin Fotografer: Ulfi Neni Staf Redaksi: Ilyas Nur Kholis, Anisa RahmawaƟ, Vivi Kusuma Wardani, Widya Annisa Ulfina, Nur HayaƟ, Nurul Khusna, Ulfa Nadiyah Mahmudah, Lohanna Wibbi Assiddi, Mandela Novita Asy’ari, Eko Prastyo, Nuril Anwar, M. Rohim, Nurul FaƟmah, Nining Khoiru Nisa, Choirun HaƟka, Rina Puji Rahayu, Rully ArdiyanƟ, Erma Erdiana, Amila Fitri Fauziah, Salsabila. Alamat Redaksi: Jl. Pramuka No. 156 Ronowijayan, Siman, Ponorogo. Email: lpmalmillah@gmail.com Contact Person: (Abidin) 0857 3589 5570

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 3


Salam Redaksi

Salam Persma…!! Seiring dengan perjalanan dalam memperjuangkan budaya literasi, segala puji senantiasa kami sampaikan kepada Allah Swt., atas limpahan karunia dan ridha-Nya proses penerbitan Majalah aL-Millah edisi 33 ini dapat terselesaikan. Semoga rahmat dan keselamatan tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh staf redaksi atas segala kontribusi, pengorbanan dan bantuan berupa pikiran, waktu dan tenaga yang diberikan dalam mengemban amanah sebagai “pejuang tinta” yang tertuang dalam setiap lembar mahakarya ini. Fenomena TKI (Tenaga Kerja Indonesia) adalah problematika negeri ini yang seakan tak pernah lekang oleh waktu. Secara garis besar permasalahan itu terbagi dalam tiga tahap. Pertama, kondisi pra-TKI yaitu latar belakang 4 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

atau penyebab TKI berangkat ke luar negeri, kemiskinan, lapangan pekerjaan yang sempit dan rendahnya tingkat upah. Kedua, kondisi ketika menjadi TKI yaitu terjadinya penipuan, penganiayaan, pemerasan dan eksploitasi yang secara umum posisi TKI di sisni adalah sebagai korban. Ketiga, kondisi purna-TKI yaitu kasus perceraian, konflik keluarga (broken home) dan kenakalan remaja. Kondisi tak jauh beda juga terjadi pada buruh migran asal Ponorogo yang bisa dikatakan sebagai “lumbung TKI”. Untuk wilayah provinsi Jawa Timur, kota Reog hampir selalu menjadi langganan tiga besar peringkat teratas dalam urusan ekspor buruh ke luar negeri. Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan upaya optimal dari pemerintah untuk melindungi hak-hak mereka. Masih terdapat banyak permasalahan mulai dari

banyaknya TKI ilegal hingga pemerasan yang dilakukan pihak calo atau PJTKI akibat ketidakjelasan kontrak dengan para TKI. Hal ini membuat kami tertarik untuk mengangkat tema seputar “Permasalahan Buruh Migran” dalam majalah edisi kali ini. Di samping itu, juga sebagai wujud eksistensi Persma sebagai media alternatif dengan mengangkat isuisu lokal yang tidak tersentuh media mainstream, di samping fungsi kontrol sosial tentunya. Sebagai makhluk yang sarat akan kekurangan, kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca sangat kami harapkan. Kami berharap majalah ini dapat membuka wawasan dan perhatian semua pihak atas permasalahan yang dihadapi TKI, sekaligus menjadi pemantik atau bahan diskusi pembahasan lebih lanjut. Selamat membaca.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


ASPIRASI MAHASISWA Mengapa sekarang tidak ada penghargaan skripsi terbaik itu salah satunya karena memang dari sisi penganggaran tidak ada untuk itu. Termasuk bersamaan dengan itu dulunya ada beasiswa S2 bagi lulusan terbaik dari S1. Namun ribetnya baik penganggaran untuk skripsi terbaik dan beasiswa S2 tidak bisa dilakukan sebab dari sisi perencanaan memang tidak bisa dilakukan. Sebenarnya dulu itu bukan skripsi terbaik tetapi bantuan penelitian bagi mahasiswa kemudian bantuan ini diarahkan kepada mahasiswa yang skripsinya sudah jadi berupa skripsi, selanjutnya dibiayai biaya penelitiannya melalui biaya pendidikan bagi mahasiswa. Bantuan itu merupakan bagian dari beasiswa mahasiswa. Sebab beasiswa ada yang

berupa SPP dan ada pula beasiswa penelitian. Salah satu yang kemudian menjadi bahan evaluasi mengapa beasiswa penelitian itu tidak ada disamping penganggaran sulit ialah pelaporannya juga sulit. Sebab pencairan dana yang sudah berwujud skripsi tidak bisa. Anggaran itu berbasis kegiatan dan bukan berbasis output yang sama halnya dengan penelitian dosen. Outputnya sudah jelas yakni skripsi terbaik. Dalam menghasilkan skripsi terbaik ini, yang didanai sekian kemudian kegiatannya meliputi umpamanya seperti membeli referensi, biaya penelitian, biaya pengetikan, biaya penyuntingan b bahasa, dsb. Pelaporannya sulit sebab ketika mahasiswa men menghasilkan skripsi tersebut wakt waktunya sudah lama sehingga haru harus mencari kwitansi ini itu dan d memakan waktu yang lama lama. Disatu sisi penganggarann rannya semakin sulit dan disisi lain penganggarannya berbasis kegi kegiatan sehingga dari kajiankajia kajian itu, untuk apresiasi skripsi p terbaik menjadi tidak ada. Sama dengan beasiswa S2 atau dahulunya dikenal dengan istila istilah beasiswa studi lanjut di pascasarjana pa milik STAIN send sendiri juga seperti itu. Artinya beas beasiswa yang hanya dijatah satu tahun itu menjadikan mah mahasiswanya hanya kuliah di ta tahun pertama. Sementara di ta tahun-tahun selanjutnya nyantol atau tidak dilanjutnyan kan. Jarang sekali mahasiswa yang menyelesaikan studinya hing akhir. Istilahnya hanya hingga mem memanfaatkan beasiswanya,

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah l fb: lpm al-millah

hanya saja beasiswanya tidak dapat penuh. Oleh karena itu, dihentikan. Untuk sekarang ini akan ada peraturan menteri mengenai biaya penelitian yang berbasis output. Jika peraturan itu nanti sudah keluar dan prosedurnya bisa dipenuhi saya kira apresiasi terhadap skripsi itu bisa dilakukan. Sekarang ini penelitian tidak dibiayai kegiatannya tetapi output dari penelitian, kemudian diuji oleh profesor dan dinyatakan layak untuk didanai. Saya rasa jika hal semacam ini mampu diterapkan kepada mahasiswa akan mudah untuk mengapresiasi skripsi dengan kategori terbaik. Untuk kriteria skripsi terbaik diantaranya adalah metodologi, latar belakang, rumusan masalah, langkahlangkah penelitian, sampai kepada analisis serta kesimpulannya yang bisa dinilai. Sebab skripsi yang berbentuk output ini sifatnya kualitatif dan tidak relatif. Pembuktiannya berupa hasil ujian yang dinilai oleh penguji yakni : isi, metodologi, bahasa dan tata tulis. Nanti bisa diusulkan untuk apresiasi skripsi terbaik bukan berupa uang tetapi berupa piagam atau sertifikat yang saya rasa lebih baik. Atau jika memungkinkan skripsi terbaik itu diambil oleh P3M untuk diterbitkan sebagai hasil penelitian. Adapun wacana tentang sistem penganggaran penelitian sekarang ini sudah digodok di pusat yang berbasis pada hasil bukan kegiatan. (Kasubag Akademik)*** Vivi Kusuma Wardani_ Crew/22.13.126 LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 5


Dilema Cerai TKI

“Sejahtera (Tak Lagi) Soal Uang�

ISU Arus globalisasi telah memberi dampak yang cukup besar bagi perekonomian masyarakat. Ribuan jiwa berlomba-lomba mencari lapangan pekerjaan yang tersedia, baik di kota maupun di desa. Akan tetapi, jumlah sumber daya manusia tidak seimbang dengan peluang kerja yang tersedia. Banyak orang yang harus memutar otak untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, salah satunya dengan memilih pergi ke luar negeri menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Sebagian besar masyarakat berasumsi jika menjadi TKI merupakan solusi atas persolan ekonomi yang tengah dihadapi. Bagaimana tidak, menjadi TKI memang dijanjikan dengan gaji yang cukup besar. Sebagaimana yang ditawarkan oleh PT Eka Management, TKI yang ditempatkan di Taiwan setidaknya akan mendapat gaji 17.000 NT atau setara dengan 7.310.000 rupiah per bulan. Sedangkan untuk tempat kerja Hong Kong, gaji yang ditawarkan sebesar 4310 6 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Sebagian besar masyarakat berasumsi jika menjadi TKI merupakan solusi atas persolan ekonomi yang tengah dihadapi. Bagaimana tidak, menjadi TKI memang dijanjikan dengan gaji yang cukup besar. Hong Kong Dollar atau setara dengan 7.327.000 rupiah per bulan. Tawaran gaji yang menggiurkan, dinilai mampu menopang perekonomian sebagian besar keluarga TKI. Hal tersebut bisa dilihat dari rumah warga yang bekerja sebagai TKI, dan aset lain seperti sawah ataupun kendaraan bermotor. Tentu hal tersebut menyebabkan jumlah TKI semakin meningkat setiap tahunnya. Seperti pada tahun 2015 di wilayah Ponorogo terdapat 4.723 TKI dan meningkat pada tahun 2016 sejumlah 4.902 TKI. Di satu sisi pemberangkatan TKI dianggap sebagai solusi, akan tetapi di sisi lain juga menimbulkan problem baru. Salah satunya adalah masalah rumah tangga (perceraian) yang kini tengah menjadi sorotan publik.

Angka Cerai TKI Meningkat, Bukan Sekedar Grafik Meningkatnya jumlah TKI, juga berpengaruh terhadap angka perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama

Meningkatnya jumlah TKI, juga berpengaruh terhadap angka perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo. Ponorogo yang notabene penyalur TKI tertinggi di Jawa Timur, memiliki angka perceraian TKI yang cukup tinggi di tahun 2015 sampai 2016

(PA) Ponorogo. Ponorogo yang notabene penyalur TKI tertinggi di Jawa Timur, memiliki angka perceraian TKI yang cukup tinggi di tahun 2015 sampai 2016. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah TKI asal Ponorogo tahun 2016 adalah 4902 jiwa. Sedangkan jumlah TKI yang mengalami

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


kasus perceraian berjumlah 30,083% atau 651 dari 2164 kasus perceraian yang tercatat di PA Ponorogo. Jumlah itu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2015. Pada tahun 2015 jumlah TKI asal Ponorogo adalah 4732 jiwa. Sedangkan kasus perceraian yang terjadi pada TKI berjumlah 597 atau 29,62% dari 2015 kasus perceraian yang tercatat di PA Ponorogo. Adapun faktor-faktor umum penyebab perceraian, di antaranya adalah perselingkuhan, ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ketidakcocokan antara dua belah pihak, dan beberapa faktor lainnya. Perihal faktor-faktor penyebab TKI bercerai, Shofwandi selaku Humas PA Ponorogo mengungkapkan bahwa ada dua poin besar yang perlu digaris bawahi terkait sebab peceraian TKI asal Ponorogo, yakni kasus perselingkuhan dan faktor ekonomi. “Kalau kebanyakan itu yang pertama adalah perselingkuhan, akan tetapi selingkuh di sini tidak mesti suami maupun istri. Ada yang dari TKI-nya sendiri ketika masih aktif di luar negeri mereka kan jarang ketemu sama suami maupun istrinya, kadang di sana mereka bertemu dengan orang lain kemudian menyeleweng. Ada juga mereka yang baik-baik di

luar negeri malah yang di rumah itu bersama orang lain. Ini kan sama-sama selingkuh namanya. Yang kedua faktor ekonomi, di mana TKI khususnya TKW yang sudah berpenghasilan tinggi ini merasa malu atau gengsi ketika mendapati suaminya di desa tidak berpenghasilan, mereka di sana sudah terpengaruh oleh kehidupan kota,” ujar Shofwandi. Terpisahnya jarak dan waktu yang begitu lama, tidak menutup kemungkinan seseorang gelap mata batinnya, baik TKI ataupun pasangannya di kampung halaman. Selain kapitalis, keberadaan TKI yang lama di luar negeri juga menjadikan dirinya sebagai makhluk hedonis, di mana ia hanya memikirkan kesenangan dan kemewahan. Pola hidup seperti ini mereka dapatkan dari perkotaan tempat ia bekerja. Secara tidak sadar akan terbiasa, lambat laun semakin menjadi-jadi. Hal tersebut dimulai dengan timbulnya rasa malu atau gengsi –TKW khususnya— ketika menyadari bahwa penghasilanya sudah tinggi sedangkan penghasilan suaminya di kampung halaman rendah atau justru tidak berpenghasilan. Posisinya sebagai tulang punggung keluarga terkadang tak segan mendorong mereka untuk menggugat cerai suaminya yang dipandang rendah. Uraian di atas serupa

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

dengan kasus perceraian yang dialami oleh keluarga Adi (nama samaran.red). Dia mengungkapkan bahwa perceraiannya disebabkan oleh sikap mantan istrinya yang dirasa telah merendahkannya setelah kurang lebih 7 tahun menjadi TKW di Taiwan dan Hong Kong dengan gaji besar. Sedangkan ketika mantan istrinya berangkat ke luar negeri ia hanya bekerja sebagai sales. “Intinya setelah dapat uang banyak terus melupakan anak dan suami. Pulang dari Taiwan mau ke Hong Kong itu nggak njenguk anak suami sama sekali. Anak ditinggal usia 1 tahun, dan sekarang sudah kelas 3 SD. Pada awal berangkatnya tahun 2009 itu aku masih jadi sales. Di kira kerjaanku masih sales mungkin, padahal sekarang aku jadi supervisor dealer motor, akhirnya dia tergoda sama kenalan di facebook. Ya pas di luar sana dia sudah mau mengirimkan surat gugatan cerai, tapi karena aku sebagai laki-laki tidak terima, wong laki-laki kok diinjak-injak. akhirnya aku sendiri yang menceraikan dia. Dia pulang Desember 2016 kemarin, dan denger-denger cowok kenalannya di facebook tadi adalah penipu. Karena kaget, dia sakit stroke sekarang,” jelas Adi. Berbeda dengan kasus keluarga Adi, Ida (nama samaran.red)—TKW asal kecamatan LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 7


antaranya tengah mengalami. Jika niat awal menjadi TKI adalah untuk mensejahterakan hidup dengan meningkatkan perekonomian, maka keluarga manakah yang disejahterakan bila ternyata harus bercerai?

Sampung— menceritakan bahwa sebelum dia menjadi TKW hubungan keluarganya masih baik. Sampai dia berangkat pada bulan Oktober 2010 ke Taiwan pun masih baik-baik saja. Akan tetapi, lambat laun muncul sikap-sikap yang mulai mencurigakan dari mantan suaminya. Setelah sekian lama akhirnya terbukti bahwa suaminya kala itu tengah berselingkuh dengan tetangganya sendiri. “Awalnya komunikasi kami baik kok, sebelum saya berangkat sampai saya di sana pun komunikasi kami masih baik-baik saja. Tapi lama-lama kayak ada yang aneh gitu dari suami saya. Tiba-tiba minta di transfer uang, minta dibelikan HP, dan itu maksa banget mintanya. Terus adeknya suami saya kan juga main facebook kayak saya, suatu saat saya diinbox disuruh pulang katanya anak saya nangis terus. Lha saya mikir emang suami saya ke8 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

mana. Nggak lama kemudian adek ipar saya itu bikin status (“dasar perempuan bodoh, suamimu sedang bersama perempuan lain kok nggak tau”). Nah dari situ saya kaget, saya coba cari tau tapi tidak dapat jawaban dari siapapun. Akhirnya saya pasrah pada Allah, terus suatu hari saya dapat jawabannya dari mimpi, saya coba tanyakan pada orang tua saya ternyata benar, bahkan orang tua saya sudah lama taunya. Perempuannya itu tetangga depan rumah yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri. Akhirnya saya gugat dia lewat pengacara di Taiwan tahun 2012, terus saya pulang bulan Oktober 2013 itu sudah dapat surat cerai,” ujar Ida. Dari kedua kasus di atas telah terbukti bahwa faktor ekonomi dan perselingkuhan menjadi salah satu sebab hancurnya keluarga TKI. Memang tidak semua TKI demikian, namun beberapa di

Upaya Pemerintah Belum Menuai Solusi Salah satu faktor meningkatnya angka perceraian di Ponorogo adalah keluarga yang bekerja sebagai TKI. Hal tersebut mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ponorogo akhirnya merumuskan aturan khusus bagi TKI yang sedang mengalami keretakan rumah tangga. Tentunya Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tersebut ditujukan untuk menekan angka perceraian TKI. “Ini dalam rangka mempersempit, menekan, dan meminimalisir perceraian yang semakin meningkat,” ujar Moh. Ubahil Islam selaku anggota DPRD wakil ketua komisi D dari Fraksi PKB. Dalam proses pencanangan Raperda tersebut dilakukan pertemuan dengan beberapa pihak. Adapun pihak yang dilibatkan adalah Pengadilan Agama, Disnakertrans, Kapolres, LSM, dan ahli hukum lainnya. Pertemuan tersebut dilakukan guna menguji kelayakan sebelum diluncurkan menjadi Perda (Peraturan Daerah). Akan

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


tetapi perumusan Raperda tersebut menuai kontroversi karena dianggap menentang peraturan di atasnya, yaitu UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Silang pendapatpun terjadi antara pihak DPRD, Pengadilan Agama, dan juga Disnakertrans selaku elemen yang terlibat dalam pembuatan Raperda. Menanggapi hal tersebut Ubahil kembali angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa Raperda tersebut bukanlah bentuk larangan, melainkan tata aturan yang berisi tentang keharusan TKI membuat surat pernyataan bahwa tidak akan melakukan perceraian selama masih aktif bekerja di luar negeri. “Perlu digaris bawahi di sini bahwasannya itu bukanlah larangan cerai, melainkan mengantisipasi tingginya angka perceraian melalui mekanisme proses perceraian TKI yang harus sesuai aturan yang berlaku. Yakni, suami istri sebelum berangkat ke luar negeri harus ada surat pernyataan tidak akan pernah cerai selama masih bekerja di luar negeri. Dan ini tidak melarang, karena sudah saya konsultasikan dengan pihak Gubernur,” tutur Ubahil. Shofwandi selaku pihak Pengadilan Agama pun turut menanggapi bahwa pihaknya tidak bisa menerapkan salah satu pasal dari Raperda tersebut yang berbunyi (TKI aktif tidak boleh mengajukan

perceraian), dengan dalih Hak Asasi Manusia. “Saya ingat betul ada pasal yang berbunyi (TKI aktif tidak boleh mengajukan perceraian), tapi pasal berapanya saya lupa itu. Lha kalau pengadilan ya sulit untuk diterapkan seperti itu. Karena pernikahan dan perceraian itu kan sudah diatur dalam UU. Kalo dalam urutan peraturan, Perda itu urutan terbawah, dan itu adalah Hak Asasi Manusia,” tukas

UU 45 itu gak boleh ada yang bertentangan antara satu dengan lainnya atau dengan UU di atasnya, nah sepertinya masalahnya di situ, sehingga nggak turun-turun,” ungkap Sumani. Ubahil juga menerangkan jika surat pernyataan yang dimaksudkan sifatnya adalah tidak akan pernah melakukan perceraian saat aktif bekerja di luar negeri. Tentu hal tersebut tidak berlaku jika sudah tidak

Akan tetapi perumusan Raperda tersebut menuai kontroversi karena dianggap menentang peraturan di atasnya, yaitu UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Silang pendapatpun terjadi antara pihak DPRD, Pengadilan Agama, dan juga Disnakertrans selaku elemen yang terlibat dalam pembuatan Raperda

Shofwandi. Sependapat dengan Shofwandi, Sumani selaku Kepala Dinsos (Dinas Sosial) juga menggapai. Mantan Kepala Disnakertrans tersebut mengungkapkan dengan tegas bahwa Raperda kemungkinan besar tidak akan disetujui oleh Pemerintah Pusat. “Sampai sekarang juga belum turun, kelihatannya masih dalam revisi dan kayaknya nggak bisa turun itu. Karena UU di atasnya gak ada yang mengatur itu. Wong namanya Perda itu kan harus mengacu pada UU di atasnya. Aturannya kan dari Perda sampai

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

aktif bekerja di luar negeri. Sampai saat ini Raperda tersebut masih dalam proses penggodokan di pemerintah pusat guna pengesahan sebagai Perda. “Jadi gini mbak, yang namanya Perda ini adalah apabila sudah masuk dalam lembar negara. Jadi kalo belum masuk pada lembar negara itu namanya masih Raperda. Sebenarnya kami mengupayakan bahwa Perda ini sudah sah, cuman lembar negara itu tugasnya siapa, kan pemerintah pusat,” tambahnya.*** Nurul Khusna_ Crew/23.14.138 LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 9


Buruh Migran “Sandang Gelar Pahlawan� Negara Indonesia membanggakan mereka dengan sebutan pahlawan devisa. Akan tetapi, gelar pahlawan tersebut bukan berarti menjauhkan mereka dari berbagai persoalan. Pada kenyataannya masih banyak kasus yang terjadi pada buruh migran.

Bahasan Utama 10 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

>>>

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


T

enaga Kerja Indonesia atau yang lebih akrab disebut TKI merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke luar negeri atas usaha sendiri atau yang diberangkatkan melewati jasa pihak lain dengan tujuan untuk bekerja. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan pengertian umum tenaga kerja yakni “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Sedangkan menurut UU No. 39 Tahun 2004 diberikan pengertian mengenai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di dalam ketentuan umumnya, yaitu dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.” Menilik pada sejarah, migrasi atau perpindahan penduduk antar negara di kawasan Asia—khususnya Asia Tenggara—telah berlangsung selama berabad-abad. Sedangkan di Indonesia telah berlangsung sejak zaman penjajahan. Berkaitan dengan migrasi penduduk dalam konteks kapitalisme atau pembagian kerja tata ekonomi Internasional, telah berlangsung sejak zaman kolonial akhir abad XIX M, bersamaan dengan politik etis yang diterapkan di Hindia

Belanda. Pada saat itu, buruh Indonesia bekerja di sektor perkebunan milik bangsa Eropa yang terletak di negara Vietnam, Suriname, dan beberapa negara lain. Pengerahan buruh migran Indonesia diawali dengan kebijakan industrialisasi, akan tetapi tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga rantai kemiskinan terus melilit rakyat terutama yang hidup di pedesaan. Salah satu faktor yang menyebabkan penduduk hidup di bawah garis kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil serta skill yang masih rendah. Berbeda halnya pada awal kemerdekaan. Permasalahan TKI tidak menjadi isu yang populer lantaran negaranegara tetangga tempat tujuan penempatan TKI, masih baru merdeka dan keadaannya pun tidak jauh berbeda dengan Indonesia (Fathor Rahman, 2011). Kesempatan dan lapangan kerja, sama-sama belum terbuka luas dikarenakan perkebunan dan industri belum berkembang pesat. Sekitar tahun 1970-an pun pengerahan buruh ke luar negeri masih belum menjadi program yang diandalkan. Baru pada awal dekade 1980-an pengerahan buruh ke luar negeri atau yang dikenal dengan Buruh Migran Indonesia (BMI) menjadi salah satu program utama pembangunan ketenagakerjaan nasional. Hal tersebut juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan jumlah TKI—selain faktor ekonomi. Pada tahun 1994 jumlah TKI mencapai 8.100 orang, khususnya pekerja di sektor rumah

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

tangga dan saat itu Indonesia merupakan pemasok TKI terbesar kedua setelah Filipina. Kemiskinan dan Akar TKI Indonesia, negara dengan ragam suku, ras, agama, sosial, ekonomi dan budaya memiliki penduduk yang banyak. Mengutip dari data sensus penduduk 2010 (bps. go.id), Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 237,6 juta jiwa dan merupakan negara yang mana perekonomiannya masih belum merata atau dalam istilah lain kesejahteraan warganya belum terjamin. Hal ini terbukti masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2010 dengan jumlah penduduk miskin sekitar 31,02 juta jiwa akibat tingginya jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun terlebih wilayah perkotaan, serta tidak diikuti dengan ketersediaan kesempatan dan lapangan kerja yang memadai. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 27 ayat 2 disebutkan “Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Artinya, secara tidak langsung pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin setiap warga negaranya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Namun, realitanya hingga kini kesulitan ekonomi masih menjadi permasalahan pelik masyarakat Indonesia. Dapat dikatakan bahwasanya hingga kini pemerintah belum mampu untuk mencari solusi atas problematika ini sesuai LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 11


menyebabkan rakyat Indonesia lebih memilih menjadi TKI ialah minimnya lapangan pekerjaan, sementara jumlah angkatan kerja tiap tahunnya selalu meningkat. Selain itu, faktor rendahnya pendidikan yang berdampak pada rendahnya kemampuan atau skill penduduk Indonesia juga menjadi sebab belum produktifnya penduduk Indonesia untuk mengolah sumber daya alam yang sebenarnya sangat melimpah dan cukup menjanjikan. Ditambah lagi untuk menjadi pekerja di sektor formal sangatlah sulit, terlebih dengan banyaknya persaingan kerja dari tahun ke tahun. dengan yang diamanatkan pasal 27 ayat 2 UUD 1995. Terkait hal tersebut, sebenarnya sudah ada beberapa kebijakan pemerintah dalam mengupayakan berkurangnya pengangguran seperti dengan pengiriman tenaga kerja (TKI) di luar negeri, menerapkan proyek padat karya, mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lain sebagainya (Liputan6.com, Agustus 2015). Jika dilihat dari kacamata perekonomian, Indonesia memang masih belum bisa memaksimalkan atau mengembangkan lapangan pekerjaan sendiri. Terbukti angka pengangguran tiap tahunnya semakin meningkat. Selain itu, hingga kini negara Indonesia juga masih mengandalkan investor atau penanam saham dari negara lain dalam ekonominya. Sementara kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan yang terus meningkat membuat masyarakat Indonesia juga harus lebih giat untuk bekerja dan mau tidak mau harus mengikuti arus perputaran perekonomian yang kian tidak stabil. Pada dasarnya bekerja memang merupakan hak setiap individu untuk meningkatkan kualitas dan taraf 12 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

hidupnya, sehingga pekerjaan memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan manusia yakni sebagai sarana utama untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup serta sebagai suatu bentuk penyelesaian problematika hidup. Oleh karena itu, tak heran jika setiap orang berlomba-lomba untuk mencari pekerjaan yang layak. Termasuk ketika masyarakat memilih menjadi TKI. Beberapa faktor lain adalah semakin mahalnya kebutuhan hidup yang tidak diimbangi dengan kemampuan beli masyarakat membuat kehidupan kian terjepit. Beberapa media juga terus menginformasikan mengenai meroketnya harga sembako dan kebutuhan lain, walaupun sebenarnya sudah dilakukan operasi pasar. Tak pelak masyarakatlah yang menerima dampak terbesar dari kejadian ini, dan pada akhirnya memutuskan untuk menjadi TKI dengan mimpimimpi indahnya Beberapa faktor lain yang menyebabkan rakyat Indonesia lebih memilih menjadi TKI ialah minimnya lapangan pekerjaan, sementara jumlah angkatan kerja tiap tahunnya selalu meningkat. Selain itu, faktor rendahnya pendidikan yang berdampak pada ren-

dahnya kemampuan atau skill penduduk Indonesia juga menjadi sebab belum produktifnya penduduk Indonesia untuk mengolah sumber daya alam yang sebenarnya sangat melimpah dan cukup menjanjikan. Ditambah lagi untuk menjadi pekerja di sektor formal sangatlah sulit, terlebih dengan banyaknya persaingan kerja dari tahun ke tahun. Dikutip dari www. bnp2tki.go.id, Direktur Promosi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Anjar Prihantono menegaskan, sebenarnya permintaan TKI profesional di sektor jasa semisal konstruksi makin besar dibandingkan dengan yang non-profesional seperti pekerja rumah tangga dan pekerja tanpa keahlian (unskilled). Lantaran skill yang dimiliki terbatas dan pengetahuan yang minim, akhirnya mereka tidak mempunyai pilihan lain sehingga memilih bekerja di sektor informal. Lagi-lagi keberangkatan TKI, dipengaruhi lemahnya sistem ekonomi daerah asal, telah menyebabkan banyak tenaga kerja berduyun-duyun mencari tempat kerja yang terjamin untuk mendapatkan penghasilan. Sementara itu,

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


kondisi geografis daerah asal juga sudah tidak lagi menjanjikan sebagai penopang kehidupan. Ladang pertanian yang dulunya mampu mencukupi kebutuhan masyarakat, kini tidak berfungsi maksimal lagi akibat berbagai faktor lantaran alih fungsi sebagai perumahan atau bangunan lain. Hal inilah yang menyebabkan harapan rakyat semakin menipis untuk mengandalkan potensi daerah asal. Supandi, bagian divisi penempatan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Ponorogo juga menyebutkan bahwa sebenarnya lapangan kerja masih ada, tetapi mereka (masyarakat. red) tetap memilih ke luar negeri untuk menjadi TKI. Meningkatnya jumlah TKI dari tahun ke tahun bukanlah hal yang baru. Berbagai faktor tersebut di atas, sampai sekarang masih menjadi perbincangan hangat. “Ratarata orang yang pergi ke luar negeri karena tergiur dengan gaji yang besar karena mayoritas orang Ponorogo mata pencahariannya mengandalkan dari sektor pertanian dan perdagangan. Dan itu dirasa kurang cukup dengan biaya yang dibutuhkan meningkat. Makanya mereka lebih banyak pergi menjadi TKI atau TKW,” ujar Didit Santosa selaku kepala bidang Ketenagakerjaan Ponorogo. Hal senada juga disampaikan Sri Wahyuni—calon TKW asal Ngrayun—bahwa sebab ia mau bekerja ke luar negeri karena gaji di Taiwan besar. Ia bekerja merawat lansia (lanjut usia) dengan gaji Rp. 4.000.000,00 perbulan.

Dengan begitu bisa menambah penghasilan keluarga. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan; tahun 2011 jumlah TKI yang ditempatkan sebanyak 586.802 jiwa, sekitar 494.609 jiwa di tahun 2012, dan sejumlah 512.168 jiwa pada tahun 2013. Sedangkan pada lingkup Ponorogo berdasarkan data Dinsosnakertrans (Dinas Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi) menyatakan bahwa Ponorogo berada di urutan pertama pada tahun 2015 dalam jumlah TKI/TKW terbesar se-Jawa Timur dengan jumlah 4.723 jiwa, serta diurutan kedua di susul oleh kota Banyuwangi. “Ponorogo

memang pernah berada di urutan pertama di tahun 2015. Hal ini dikarenakan faktor kondisi ekonomi keluarga yang sulit. Di tahun 2016 terakhir pada bulan oktober, Ponorogo sudah termasuk 3 besar yakni sebesar 4072 jiwa, laki-laki 1055 jiwa dan perempuan 3017 jiwa. Dari mulai tahun 2007 sampai 2016 kota Ponorogo mengalami peningkatan sedikit demi sedikit. Di tahun 2007 terdapat 1064 jiwa, dan data pada tahun 2016 (Januari sampai Oktober) terdapat 4072 jiwa yang pergi bekerja ke luar negeri,” kata

Heri Sudibyo selaku Kepala Badan Pusat Statistik (BPS). Pahlawan Devisa, Pujian atau Rayuan? “Demi satu tujuan pasti agar mendapatkan cukup banyak materi, karena tak merasa tak cukup lagi penghasilan di dalam negeri, meski

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

sudah berusaha bekerja dan dan terus mencari, engkaulah pahlawan devisa untuk Indonesia, menyumbang sangat banyak remitensi untuk Negara………….” Petikan puisi Dino Joy di atas cukup mewakili kondisi TKI saat ini. TKI baik individu ataupun sekelompok menjadi salah satu penyokong perekonomian Indonesia lewat sumbangan devisa tiap tahunnya, sehingga sudah selayaknya juga disebut sebagai pahlawan. Pahlawan. Sejatinya gelar tersebut merupakan gelar agung yang disandangkan untuk mereka yang berjasa bagi negara. Paradigma masyarakat, memandang bahwa yang disebut pahlawan ialah orang yang berjuang dalam perang untuk membela negara. Sebenarnya gelar padahal tidak harus orang berjuang dalam perang disebut sebagai pahlawan melainkan siapapun bisa disebut sebagai pahlawan apabila ia mampu memberikan kontribusi bagi negara. Membincang devisa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), devisa merupakan alat pembayaran luar negeri yang dapat ditukarkan dengan uang luar negeri. Devisa bisa berupa valuta asing—mata uang yang dapat diterima oleh hampir semua negara—emas, surat bergarha yang berlaku untuk pembayaran internasional dan lain sebagainya. Negara akan menerima devisa dari uang yang dikirim para TKI ke Indonesia melalui Bank Nasional (remitansi) dalam bentuk uang asing. Uang asing inilah yang LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 13


akan digunakan negara dalam transaksi Internasional. Meningkatnya jumlah TKI tentu mempengaruhi grafik pengiriman uang ke Indonesia. Semakin banyaknya mata uang asing yang ditukarkan dengan rupiah, maka bertambah pula mata uang asing di kas negara. Dengan banyaknya uang asing di kas negara tentu akan menambah devisa negara. Dikutip dari Okezone.com dituliskan bahwa pada tahun 2015 tidak kurang dari Rp 144, 95 triliun telah mereka (TKI.red) kirimkan ke tanah air. Dengan demikian, negara mendapat sumbangan pemasukan terbesar dari sektor non-migas. Layak jika mereka juga disebut sebagai penyangga negara selain penyangga ekonomi keluarga lantaran kebanyakan mereka menjadi penopang utama perekonomian keluarga. Negara Indonesia membanggakan mereka dengan sebutan pahlawan devisa. Akan tetapi, gelar pahlawan tersebut bukan berarti menjauhkan mereka dari berbagai persoalan. Pada kenyataannya masih banyak kasus yang terjadi pada buruh migran. Walaupun demikian, sebenarnya pemerintah sebagai pelindung rakyat tidak tinggal diam. Pemerintah ikut membantu TKI agar bisa lepas dari jerat hukum negara tempatnya bekerja. Serentetan kasus yang selama ini menimpa TKI seharusnya menjadi bahan evaluasi tersendiri bagi pemerintah akan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) serta minimnya pengetahuan 14 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

TKI akan kebudayaan negara tujuan penempatan. Mereka (Baca: Pahlawan devisa) sebenarnya tidak hanya berjuang untuk kesejahteraan hidupnya sendiri dan keluarga, melainkan juga turut membantu kesejahteraan perekonomian Indonesia dengan menyumbang devisa dalam jumlah besar tiap tahunnya. Akan tetapi, sudahkah hak-hak mereka yang disebut-sebut pahlawan devisa itu terpenuhi? Sekelompok kaum dipuji dan diagung-agungkan dengan gelarnya tersebut seharusnya tidak hanya sebatas pujian, melainkan didukung oleh terpenuhinya perlindungan dan hak-hak mereka sebagai TKI. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Fendi Sri Rahayu, ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) Ponorogo ketika kami temui di sekretariatnya. “Permasalahan yang menimpa TKI itu di antaranya jika dengan agen adalah penahanan dokumen, overcharging (potongan gaji yang berlebihan), lalu permasalahan

lainnya jika terkait dengan majikan adalah stay in (kewajiban tinggal serumah dengan majikan sehingga harus kerja over time), pelecehan seksual yang berujung depresi, pemutusan kontrak secara sepihak,� terang Fendi Sri Rahayu. Di sisi lain, menghadapi persoalan TKI tersiar kabar mengenai pemerintah yang saat ini mencanangkan ‘Road Map Zero PRT Migran 2017’. Road Map ini merupakan kelanjutan dari pemerintahan Presiden SBY kemudian dijalankan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satu isi Road Map ialah syarat menjadi TKI dibagi menjadi dua, untuk sektor PRT (Pembantu Rumah Tangga) yaitu minimum berpendidikan SMP, berusia 21 tahun dan memiliki sertifikasi keterampilan. Sedangkan sektor non-PRT, berusia minimum 18 tahun, berpendidikan minimum SMA dan memiliki sertifikasi keterampilan. Fendi sapaan akrab ketua Kabar Bumi juga menang-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


gapi terkait dicanangkannya Road Map tersebut. “Iya itu

hanya wacana saja, sebenarnya itu (Road Map.red) dibikin sejak rezimnya SBY, hanya saja temen-temen (TKI.red) tidak memahami, maksud road map itu adalah untuk sektor rumah tangga akan ditutup tapi akan diberangkatkan lagi, intinya dipermak lebih cantik di sektor formal bukan informal misalkan TKI dikirim ke Hong Kong khusus bekerja sebagai baby sitter, khusus rumah tangga, dan lain-lain,� tutur Fendi. Pro kontra pencanangan

Road Map tersebut hingga kini masih berlanjut. Alih-alih serius memperbaiki tata kelola dan sistem perlindungan di tengah dominannya motif bisnis penempatan PRT migran, rencana tersebut justru dinilai sebagai bentuk lain dari kebijakan sebelumnya yang sejenis dalam artian “dipercantik� fisiknya. Selain mencanangkan Road Map, pemerintah juga mengeluarkan Kepmenaker Nomor 221 Tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan tenaga kerja Indonesia pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah. Memang, selama ini permasalahan seperti kasus pelecehan seksual, hingga penganiayaan yang berujung pada kematian banyak menimpa TKI yang bekerja di Timur Tengah. Ironisnya lagi rata-rata mereka adalah kaum perempuan. Mimpi Indah yang Kabur Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, seseorang memutuskan menjadi TKI

dengan beberapa faktor lain. Seperti halnya alasan yang disampaikan Sri Wahyuni di atas cukup masuk akal, tentu hal itu sama dengan TKI lainnya. Siapa yang tidak tergiur dengan gaji Rp. 4.000.000,- per bulan? Gaji tersebut diharapkan bisa memperbaiki ekonomi keluarga, menyekolahkan

sebagaimana yang telah digambarkan, mereka menyandang gelar mulia sebagai pahlawan devisa. Akan tetapi, hingga kini perlindungan terhadap TKI masih sangat minim sehingga banyak dari mereka yang awalnya berniat mencari kerja dan berharap ekonomi keluarganya menjadi lebih baik justru mendapat perlakuan yang tidak baik dari majikannya

anak setinggi mungkin ataupun beberapa tujuan lain. Akan tetapi di balik mimpi-mimpi tersebut, banyak permasalahan yang terjadi. Dalam sebuah buku yang ditulis Fathor Rahman, disebutkan banyak kasus yang dialami TKI, mulai dari pemalsuan dokumen, trafficking, overcharghing dan kasus-kasus lainnya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan minat masyarakat untuk berangkat menjadi TKI, hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah TKI yang berangkat setiap tahunnya.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Di tengah potret buram buruh migran sebagaimana yang telah digambarkan di atas, mereka menyandang gelar mulia sebagai pahlawan devisa. Akan tetapi, hingga kini perlindungan terhadap TKI masih sangat minim sehingga banyak dari mereka yang awalnya berniat mencari kerja dan berharap ekonomi keluarganya menjadi lebih baik justru mendapat perlakuan yang tidak baik dari majikannya. Tak pelak keselamatan mereka harus rela dikesampingkan lantaran belum adanya perlindungan yang mampu menjamin keselamatan mereka selama bekerja di luar negeri. Di sisi lain, potensi membludaknya jumlah angkatan kerja yang dimiliki Indonesia akan berubah menjadi ancaman serius jika Indonesia tidak beranjak melakukan perbaikan kulaitas SDM. Alih-alih menjadi motor pembangunan perekonomian negara, dengan membludaknya angkatan kerja yang tidak disertai dengan peningkatan kualitas SDM justru akan menambah beban negara dengan kasus-kasus yang kerap menimpa TKI. Mimpimimpi manis yang menjadi angan-angan barisan pahlawan devisa akan menjadi sirna dan berubah menjadi momok menakutkan apabila perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka dikesampingkan. Jika hal ini berlarut-larut bukan tak mungkin yang dirugikan tidak hanya TKI dan keluarga saja, melainkan negara pun juga akan terkena dampaknya.*** Ulfa Nadiya_ Crew/23.14.141 LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 15


Buruh Migran Pikul Permasalahan Berdasarkan data BMI bermasalah yang masuk ke Kabar Bumi Ponorogo, pada tahun 2016 setidaknya terdapat 242 kasus. Setiap tahun angkatan kerja baru—usia 18 tahun—Indonesia bertambah 2,8-3 juta jiwa. Sedangkan penyerapan tenaga kerja baru dalam negeri berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi, setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya dapat menyerap 250.000 orang. Dengan demikian Indonesia hanya mampu menampung 1,3 juta angkatan kerja yang mana pertumbuhan ekonominya 5,2%. Hal tersebut mau tidak mau memicu arus migrasi ke negara yang sudah maju pere16 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

konomiannya. Migrasi terjadi hampir di seluruh daerah, termasuk Ponorogo. Migrasi yang banyak dilakukan adalah pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri. Selanjutnya mereka ada yang bekerja di sektor formal maupun informal. Tenaga yang diberangkatkan dikenal sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Berdasarkan data yang diperoleh, Ponorogo tercatat sebagai Kabupaten dengan angka pemberangkatan

BMI tertinggi se-Jawa Timur. Seperti pada tahun 2015 di wilayah Ponorogo terdapat 4.723 BMI dan meningkat pada tahun 2016 yakni sejumlah 4.902 BMI. Banyaknya BMI yang berangkat berbanding lurus dengan masalah yang mengikutinya. Hal tersebut tergambar dari rilis data kasus yang dialami oleh buruh migran. Berdasarkan data dari kementrian luar negeri kasus buruh migran terhitung 1 Januari s/d 30 September 2014 ter-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


catat sejumlah 12.450 kasus warga negara Indonesia ditangani Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri. Dari kasus tersebut terdapat sekitar 92,43% atau sejumlah 11.507 merupakan kasus yang dialami oleh buruh migran. Dalam sebuah berita yang dimuat oleh CNN Indonesia dijelaskan bahwa, Krishna Jaelani selaku Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kementrian Luar Negeri RI menjabarkan sebagian besar kasus WNI di luar negeri berkaitan dengan kasus ketenagakerjaan atau TKI. Pada 2011 misalnya, dari 38.880 kasus WNI di luar negeri, 20.921 kasus di anta-

ranya berkaitan dengan TKI. Pada 2012, terdapat ada 11.232 kasus TKI dari total 19.218 kasus WNI di luar negeri. Begitu juga pada 2013, terdapat 20.135 kasus TKI dari total 22.167 kasus yang dilaporkan WNI ke KBRI. Sementara, hingga akhir Oktober 2014, terdapat 12.730 kasus TKI dari 13.825 kasus WNI secara keseluruhan. Selain data tersebut, adapun laporan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dari kedatangan 260.093 BMI di seluruh Debarkasi tercatat 44.087 yang mengalami masalah. Di antara permasalahan yang tercatat adalah pemberhentian kerja

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

sepihak, majikan bermasalah, sakit akibat kerja, gaji tidak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, pekerjaan tidak sesuai, dokumen tidak lengkap, sakit bawaan, majikan meninggal, kecelakaan kerja, tidak mampu bekerja, komunikasi tidak lancar, dan lain-lain. Terkait kasus yang ada di Kabupaten Ponorogo, crew mencoba meminta data kepada pihak Disnakertrans Ponorogo, namun sementara waktu data tersebut belum bisa diberikan lantaran terkendala teknis. “Datanya itu ada di buku besar. Karena baru saja pindah ruangan dan pengurus juga baru, banyak data yang ketlisut(belum ditemukan. Red),� ungkap Lanjar,selaku Kepala Bagian Hubungan Industrial Disnakertrans Ponorogo. Beberapa waktu kemudian crew kembali menghubungi Lanjar untuk menanyakan data tersebut,tetapi pihaknya menyatakan bahwa data kasus BMI Ponorogo belum ditemukan. Pada akhirnya crew mengambil data dari salah satu organisasi BMI Ponorogo yakni Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi). Berdasarkan data BMI bermasalah yang masuk ke Kabar Bumi Ponorogo, pada tahun 2016 setidaknya terdapat 242 kasus. Kasus yang paling banyak terjadi adalah interminite/putus kontrak sepihak sebanyak 210 kasus. Terlebih kasus interminite/ putus kontrak sepihak, tidak diberi hak interminite sesuai kontrak, meliputi tiket, gaji, dan uang cuti. Adapun 9 kasus penganiyaan (ditampar, dicuLPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 17


bit, dan dijambak). Di samping itu terdapat 2 kasus depresi, 7 kasus hilang kontak, 10 kasus masih tinggal melebihi batas waktu izin kerja dan 4 kasus dipulangkan ketika sakit. “Data kami berasal dari laporan langsung para TKI Ponorogo, baik yang masih di luar negeri maupun yang sudah pulang,” ungkap Sriati Ketua Kabar Bumi Ponorogo. Menurut Erwiana selaku Pengurus Kabar Bumi Pusat, tidak semua BMI yang mengalami masalah melapor. Kebanyakan mereka tidak berani melapor karena tidak tahu harus melapor kepada siapa. Selain itu mereka juga takut karena posisinya yang lemah. Dengan demikian data yang masuk kepada pihak Kabar Bumi Ponorogo bukan merupakan keseluruhan data BMI Ponorogo yang mengalami masalah. Data tersebut tidak jauh berbeda dengan catatan migrant care, jenis pelanggaran tertinggi adalah pelanggaran kontrak kerja atau pelanggaran yang terjadi pada tahap masa kerja. Pelanggaran kontrak kerja tersebut seperti, gaji tidak sesuai standar, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja, dan jam kerja yang melebihi batas. Sebenarnya hal tersebut telah diatur dalam pasal 32 Kepmenakertrans No.104A/2002 yang mensyaratkan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) untuk menempatkan Buruh Migran Indonesia (BMI) pada pekerjaan sesuai dengan Perjanjian Kerja (PK). 18 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Selanjutnya, pasal tersebut juga menyatakan bahwa isi PK minimal harus memuat 1) Nama dan alamat pengguna; 2) Jenis dan uraian pekerjaan; 3) Kondisi dan syarat kerja, yang antara lain meliputi: jam kerja, upah dan cara pembayarannya, upah lembur, cuti dan waktu istirahat, serta jaminan sosial. Berdasarkan data yang diterima oleh solidaritas perempuan, pelanggaran yang menempati posisi tertinggi adalah pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja (PK). Banyak pelanggaran terjadi atas isi PK yang telah ditandatangani, seakan penandatanganan dokumen ini hanya sebuah formalitas belaka. Hal tersebut, senada dengan keterangan yang disampaikan oleh Tania BMI asal Ponorogo, yang juga koordinator wilayah Taichung Perkumpulan BMI di Taiwan. Menurutnya beberapa teman Tania mengalami pelanggaran PK. “Banyak mas, seperti di kontrak kerja merawat orang tua, tetapi kenyataannya juga menjaga toko, dan mengurusi rumah tangga,” terangnya. Tania melanjutkan, penyimpangan tersebut menyebabkan kesehatan buruh migran banyak yang terganggu. Terlebih seiring berjalannya waktu, jika tidak betah dengan keadaan, mereka memutuskan pergi secara diam-diam dari rumah majikan. Mereka berganti majikan tanpa melalui jalur resmi. Resiko terberat yang harus ditanggung adalah statusnya menjadi ilegal.

Permasalahan serupa juga dialami oleh Sundari. Menurut keterangan yang diperoleh, Sundari kerapkali bekerja melebihi jam kerja. Ironisnya dia diberi gaji di bawah standar atau dikenal dengan istilah under payment. “Itu permainan majikan dan agen. Di kontrak dan tanda penerimaan gaji, gaji penuh. Tapi yang saya terima di bawahnya. Kita oleh agen diperingatkan untuk tidak menceritakan masalah gaji, dan diancam dipulangkan ketika melakukannya. Kita iyakan, ya namanya masih lugu,” terang Sundari. Selain pelanggaran di atas, juga terdapat pelanggaran berat seperti kekerasan yang pernah dialami Aminah. Buruh migran asal Sragi, Ponorogo ini pernah mengalami kejadian pahit di Arab Saudi. “Dulu saya momong. Tapi ya itu, salah sedikit langsung kena pukul, tampar. Anak tidak mau makan saya ditampar,” tutur Aminah kepada crew aLMillah. Aminah juga menambahkan, dulu pernah punya majikan yang sering melakukan kekerasan fisik kepada Aminah, kemudian ia lari ke agen. Ketika berada di shelter agen Aminah diambil lagi oleh majikan dan diberitahu bahwa majikannya tidak akan lagi melakukan kekerasan kepadanya. Akan tetapi perkataan tinggallah perkataan, Aminah kembali mendapatkan kekerasan dari majikan. Kemudian dia lari lagi ke KBRI dan dicarikan majikan baru oleh KBRI.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Berangkat tanpa mendapatkan pembelajaran tentang hukum negara tujuan, menjadikan BMI sama sekali tidak paham akan hak yang ia terima sebagai pekerja. Bahkan BMI sering “didoktrin” oleh agen, ketika ada masalah disuruh melapor ke agen, tetapi agen lebih sering berpihak ke majikan. Sebagaimana masalah yang menimpa Aminah, BMI Arab Saudi asal Ponorogo. Pengalaman tidak mengenakkan juga dialami Anis, BMI Hongkong asal Ponorogo. Tanpa bekal pengetahuan hak dan hukum, Anis “didoktrin” untuk melapor agen ketika mendapatkan masalah. Anis menelepon agen ketika jarinya dipotong oleh majikan. Tapi Agen memberitahu Anis untuk tetap berada di rumah majikan. Ironisnya ketika di rumah sakit, Anis dilarang oleh agen berbicara dengan orang lain. Kejadian serupa juga dialami oleh Fadilla, buruh migran asal Sukorejo. Delapan bulan menjadi TKW di Singapura, dia mendapat perlakuan tidak manusiawi. Dia dipukul, disiram air panas, disetrika, tidur di kamar mandi, dan makan hanya satu kali sehari. Selama Fadilla bekerja di sana, dia baru bisa berkomunikasi dengan keluarga April 2016 waktu masih berada di rumah majikan yang pertama. Setelah mengabarkan pindah majikan dan tidak ada kabar lagi, dia pulang dengan keadaan cacat fisik dan mental. Menurut penjelasannya dia diantar seorang wanita yang

tidak dikenal ke pelabuhan dan diturunkan di Batam. Pada akhirnya ada oknum tentara yang bertugas di sana menolong Fadilla, karena melihat kejanggalan pada diri Fadilla, seperti wajah lebam, tangan dan kaki penuh luka dan diantarkan ke sebuah kampung di Batam. Menelisik Akar Permasalahan Beberapa kasus di atas—salah satunya adalah Fadilla—merupakan akibat dari minimnya informasi yang diterima BMI. Pada kasus yang dialami Fadilla misalnya, ia diberangkatkan dengan dokumen yang dipalsukan. Karena ketika berangkat Fadilla masih berumur 19 tahun, yang belum memenuhi usia minimal bekerja di Singapura. Selain itu dari awal, Fadilla tidak mendapatkan informasi yang terbuka dan benar dari perekrut. Fadilla yang awalnya mempunyai keinginan bekerja di Taiwan, tidak dituruti oleh Agen. Dia dibujuk untuk tidak bekerja di Taiwan dengan berbagai alasan. Akhirnya, dia menuruti Agen untuk bekerja di Singapura, yang ternyata PT yang memberangkatkanya tidak memiliki ijin memberangkatkan ke Singapura. Alhasil, dia diberangkatkan ke Singapura dengan visa turis, bukan visa kerja. Pada dasarnya, permasalahan bisa dialami oleh BMI manapun, termasuk BMI yang berangkat melalui PJTKI resmi. Salah satunya adalah permasalahan yang dialami

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Berdasarkan beberapa keterangan yang diperoleh, problem tersebut terjadi lantaran minimnya informasi yang diperoleh BMI. Adapun minimnya informasi kepada BMI terjadi lantaran mereka berangkat melalui calo. Fika, BMI Taiwan asal Ponorogo. “Semua dokumen saya diurus oleh petugas lapangan (PL.Red). Saat itu umur saya kurang, PL mengurusi semua bagaimna agar saya bisa masuk Taiwan. Umur saya dituakan. PL mencari desa yang mudah untuk mengubah umur saya, mulai dari akte, sampai KTP,” terang Fika. Di sisi lain ada beberapa pihak menyatakan BMI rawan dimanfaatkan oleh agen maupun majikan. Mereka beranggapan jika BMI sengaja “dibodohkan” lantaran tidak tahu jika tidak mendapatkan hak yang seharusnya didapatkan.“Kita dilarang pintar. Pembekalan di PJTKI hanya seputar pekerjaan rumah tangga,” terang Fendi, ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) cabang Ponorogo yang juga mantan BMI. Menanggapi pernyataan bahwa BMI sengaja dibodohi, LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 19


Sukirno, salah satu Kepala cabang PJTKI yang ada di Ponorogo membantah hal tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa PJTKI sendiri mengharapkan semua BMI berhasil. “Statemen yang salah. Kalaupun ada oknum PT melakukan itu, saya juga tidak berani mengatakannya. PT sendiri tidak mau rugi jika anak(BMI.Red) gagal. PT pengen anak(BMI.Red) sukses,” ujarnya. Berdasarkan beberapa keterangan yang diperoleh, problem tersebut terjadi lantaran minimnya informasi yang diperoleh BMI. Adapun minimnya informasi kepada BMI terjadi lantaran mereka berangkat melalui calo. Menurut keterangan tetangga Fadilla, di daerahnya memang terdapat calo yang memberangkatkan BMI. “Di sini semua lewat calo Mas,” ungkap tetangga Fadilla yang sempat menemani crew wawancara dengan Fadilla. Tidak hanya Fadilla, Sundari yang pernah bekerja 20 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

di Hong Kong juga mengalami kejadian yang sama. Ia berangkat menjadi BMI melalui calo. “Iya, saya dulu dari calo. Saya dibujuk, dan hanya diberi tahu yang manis-manis soal kerja di luar negeri,” cerita Sundari, mantan BMI yang bekerja di Hong Kong. Menanggapi permasalahan tersebut Danu yang merupakan Ketua Jaringan Kerja Perlindungan Sosial (JKPS) Cahaya Ponorogo turut angkat bicara. Menurutnya informasi mekanisme migrasi yang aman dan benar penting untuk disosialisasikan/disampaikan. Lebih dari itu, informasi tersebut seharusnya menjangkau calon BMI, keluarga BMI, sampai dengan perangkat desa. Dia menambahkan, hal ini bisa mengurangi resiko migrasi yang tidak benar dan masalah yang akan menimpa BMI dan terbangun sikap kritis BMI atas posisinya. Terlebih melihat fakta bahwa sebagian besar mendapatkan informasi dari calo.

Senada dengan Danu, Bedianto kepala Disnakertrans Ponorogo mengatakan dan menghimbau masyarakat jika ingin pergi ke luar negeri harus melewati jalur yang benar. Semua infomasi mengenai mekanisme migrasi yang benar dan aman ada di Disnakertrans. Menambahi hal itu, Supandi divisi Penempatan Disnakertrans Ponorogo menjelaskan, bahwa Disnakertrans Ponorogo setiap tahun melaksanakan sosialisasi di desa dan sekolahan mengenai mekanisme migrasi yang aman dan benar. Untuk PPTKIS yang memenuhi syarat sudah terdaftar di BNP2TKI. Hal tersebut dibenarkan oleh Sukirno.Menurutnya sesuai peraturan undangundang yang berlaku, proses rekrutmen didahului oleh sosialisasi oleh Disnasketrans Kabupaten, bekerja sama dengan PT yang mempunyai Surat Izin Perekrutan (SIP). “Idealnya proses rekrutmen, diawali sosialisasi dan yang bertanggungjawab pertama adalah pemerintah daerah dengan menggandeng PPTKIS, agar tugas dan kewajiban TKI itu paham. Disini banyak yg tidak paham tugas pokok mereka, “terang Sukirno. Terkait sosialisasi kepada masyarakat, desa sebagai intitusi pemeritah yang paling bawah juga dapat digunakan sebagai sumber informasi dan kontrol pertama, mengenai proses migrasi yang aman dan benar. Terlebih desa juga perlu menyediakan daftar agensi yang “baik”. Sehingga

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


masalah bisa dicegah sedini mungkin.“Desa idealnya menjadi filter pertama,” lanjut Danu. Selain desa, sebenarnya pemerintah bertemu dengan calon BMI saat sosialisasi dan rekrutmen bersama dengan PJTKI. Tetapi di lapangan calon BMI direkrut oleh petugas petugas lapangan PT/calo. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Danu ketika crew LPM aL-Millah menanyakan proses perekrutan BMI. “Kebanyakan dari calo, dan informasi juga didapat dari mereka,” terangnya. Menaggapi beberapa problem di atas, Bedianto menekankan pada pentingnya keberadaan PJTKI. Menurutnya tanpa adanya PJTKI, para calon BMI yang akan berangkat ke luar negeri akan menjadi ilegal. “Banyak PJTKI yang baik, kalau tidak ada PJTKI kan jadinya ilegal,” ujarnya. Supandi selaku pegawai divisi Penempatan Disnakertrans Ponorogo bagian Penempatan Kerja mengungkapkan bahwa ketika ada laporan dan memang PJTKI tidak melaksanakan proses penempatan sesuai aturan, Disnakertrans akan mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. “Ketika ada laporan, mereka tidak melaksanakan prosedur, atau melaksanakan prosedur yang tidak semestinya, ya kita tindak,” ujarnya. Supandi juga menekankan agar para BMI dapat lebih cermat membaca setiap perjanjian yang akan ditandatanganinya, serta mengikuti

proses dengan baik, seperti pelatihan di penampungan. “Kita selalu tekankan kepada calon TKI untuk membaca secara cermat setiap perjanjian, karena di dalamnya ada hak-hak mereka dan untuk menjaga hak mereka. Setiap perjanjian agar tidak ditanda tangani sebelum membacanya, langkah awal yang bisa dilakukan. Mereka (calon BMI) boleh tidak menandatanganinya kalau dirasa merugikan mereka. Ketika mereka dipenampungan kita tekankan mengikuti pelatihan secara tertib,” terangnya. Tidak hanya itu saja, jika BMI mengalami masalah, ia juga menghimbau BMI mengetahui nomor-nomor yang dapat dihubungi guna membantunya dan dapat menuntut haknya jika dilanggar. “Kita kasih dan meminta mereka untuk mencatat nomor telepon PT indonesia, agen luar negeri maupun kedutaan. Ketika terjadi permasalahan, umpanya gaji mereka kurang dari semestinya, mereka bisa menuntut PJTKI untuk membantu menyelesaikannya, karena itu tanggung jawab mereka. Atau ketika mereka benar-benar menghadapi masalah, kalaupun kabur, usahakan pergi ke KBRI. Jangan mencari/ pindah majikan tanpa melalui agen. Itu akan menambah masalah bagi mereka,” ujarnya. Sudah selayaknya pemerintah intens memberikan informasi kepada masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut dilaksanakan bukan tanpa alasan,

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

karena pada aturan yang lebih tinggi juga disebutkan bahwa pelaksana penempatan TKI di luar negeri adalah pemerintah dan swasta. Seperti yang tertulis pada Pasal 10 UU PPTKILN menyatakan, “Pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri terdiri dari: a. Pemerintah; b. Pelaksanaan penempatan TKI swasta.” Selain itu, aturan yang ada menyebabkan pemerintah bertemu dengan calon TKI hanya pada saat Pembekalan Akhir Penempatan (PAP). Seperti yang disebutkan pada Peraturan Kepala BNP2TKI No. 45 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) tahun 2007 bahwa penyelanggara PAP terdiri dari, 1) penyelenggara PAP ditingkat pusat dipimpin oleh kordinator penyelanggara dibantu oleh seoarang wakil kordinator dan tujuh orang anggota, 2) pelaksana di BNP2TKI/P4TKI dipimpin oleh para kepala BNP2TKI/P4TKI. Bedianto selaku kepala Disnakertrans Ponorogo, juga menambahkan sering menghimbau kepada masyarakat jika ingin pergi ke luar negeri harus melewati jalur yang benar. Semua infomasi mengenai mekanisme migrasi yang benar dan aman, ada di Disnakertrans. Supandi juga menjelaskan bahwa Disnakertrans Ponorogo setiap tahun melaksanakan sosialisasi di desa dan sekolahan, walaupun diakui belum maksimal karena masalah anggaran.*** Ilyas Mur Kholis_ Crew/2213122 LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 21


Liputan Khusus

Buruh Migran Terjerat Overcharging Praktiknya, kerapkali biaya penempatan yang ditanggung oleh TKI melebihi yang semestinya, atau dikenal dengan istilah overcharging.

22 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Sudah menjadi rahasia umum jika Indonesia merupakan negara pengirim TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dalam jumlah yang besar. Begitu juga halnya Ponorogo yang selama ini diketahui sebagai pengirim TKI terbesar se-Jawa Timur. Akan tetapi tidak banyak disadari jika di dalamnya terdapat masalah terkait pengiriman TKI. Sejak diberlakukannya UndangUndang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri, pengiriman TKI ke luar negeri harus melalui Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Hal ini bertujuan untuk terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Praktiknya, kerapkali biaya penempatan yang ditanggung oleh TKI melebihi yang semestinya, atau dikenal dengan istilah overcharging. Sebagaimana yang dialami Erwiana—mantan TKI Hong Kong—awalnya dia menganggap potong gaji yang ditetapkan merupakan hal wajar, namun setelah bergabung dengan orgnanisasi buruh migran, ia sadar bahwa potong gaji yang diterapkan sangat berlebihan. Tidak hanya Erwiana, Sundari yang pernah menjadi TKI di Hong Kong juga menyatakan hal serupa. “Masa

potong gaji itu masa yang sulit, tidak bisa mengirimkan uang untuk keluarga, hanya cukup untuk kebutuhan pribadi seperti beli sabun. Bisa dikatakan kita kerja tapi tidak menerima gaji sepenuhnya, terlebih TKI yang underpay (gaji dibawah standar) seperti saya ini,” ujar bekerja. Namun, pada praktiknya, TKI justru dibebani biayabiaya tertentu yang ditetapkan oleh PPTKIS. Pada dasarnya hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Akan tetapi UU tersebut tidak tegas menetapkan besaran biaya yang harus dibebankan oleh TKI. Disebutkan dalam pasal 76 ayat (1) PPTKIS hanya dapat membebankan biaya penempatan kepada calon TKI untuk komponen biaya; a. pengurusan dokumen jati diri, b. pemeriksaan kesehatan dan

psikologi, c. pelatihan kerja dan sertifikasi kerja. Terdapat komponen juga tambahan berupa asuransi, fee jasa PPTKIS, dan agensi. Permasalahan muncul ketika pada ayat selanjutnya membuka kesempatan untuk membebankan biaya lain, yaitu pada ayat (2) yang berbunyi; biaya selain biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.Terdapat tiga mekanisme pembebanan biaya penempatan, yaitu ditanggung oleh TKI sepenuhnya, ditanggung oleh majikan sepenuhnya, dan ditanggung oleh TKI dan majikan.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Sundari. Menanggapi permasalahan tersebut Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi), menjelaskan bahwa, proses pengiriman TKI yang dilimpahkan kepada swasta tersebut dianggap sebagai komersialisasi yang menjadikan TKI sebagai komoditi. “Yang diperjuang-

kan kawan-kawan Kabar Bumi serta seluruh JBMI (Jaringan Buruh Migran Indonesia) adalah masalah overcharging, di mana biaya penempatan yang dibebankan itu melebihi semestinya, misal normalnya 17 juta, tapi ternyata TKI dibebani sampai 26 juta,” ujar LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 23


Indah S., salah satu pengurus Kabar Bumi Ponorogo. Ironisnya Erwiana juga mengalami kejadian pahit ketika bekerja di Hongkong. Erwiana mengungkapkan jika pernah mengalami kasus penyiksaan oleh majikan dan tidak digaji pada tahun 2013 lalu. Dia menilai jika TKI dianggap sebagai mesin pencetak uang yang senantiasa memberikan uang bagi pihak yang memanfaatkannya. Kerja keras mereka tidak dapat dinikmati dengan maksimal lantaran harus menerima kenyataan bahwa gaji mereka dipotong selama 2-9 bulan dengan kisaran 30-75 persen dari gaji yang diterima. Menurutnya hal tersebut merupakan bentuk eksploitasi pada TKI. Di sisi lain, kasus tersebut dinilai belum sesuai dengan peraturan pengiriman dan penempatan TKI. Penempatan dan perlindungan TKI seperti yang disebutkan oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah untuk (i) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, (ii) menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di Negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia, (iii) meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 juga menyebutkan bahwa penempatan adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan ke24 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Regulasi Biaya Penempatan Beberapa aturan turunan yang kemudian mengatur komponen biaya penempatan, yaitu melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan sebagai berikut:

yang boleh dibebankan terhadap TKI sebagai berikut: a. Pengurusan dokumen jati diri, b. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi, c. pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja, d. visa kerja, e. Akomodasi dan konsumsi selama di penampungan, f. Tiket pemberangkatan dan retribusi jasa pelayanan bandara, g. Transportasi lokal sesuai jarak asal TKI ke tempat pelatihan/ penampungan, dan h. Premi asuransi TKI. Ditambah lagi pada ayat (2) yang menegaskan bahwa PPTKIS dilarang membebankan komponen biaya penem-

Selain itu pada pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menyebutkan komponen-komponen

patan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada calon TKI yang telah ditanggung calon pengguna. Jelas tidak ada fee jasa PPTKIS maupun agensi yang boleh dibebankan terhadap TKI. Adapun konsekuen-

mampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


sinya adalah mencabut atau merevisi keputusan menteri yang mengatur komponen biaya penempatan. Melihat pembebanan beberapa komponen biaya yang diserahkan kepada PPTKIS, undang-undang dan aturan yang dibuat dirasa tidak mencerminkan perlindungan terhadap TKI, melainkan menganggap TKI sebagai komoditi penghasil keuntungan. Martha Eri Safira—akademisi bidang hukum dan pernah meneliti kasus-kasus pada TKI—menganggap bahwa, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN (Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri) masih belum mencerminkan perlindungan terhadap TKI, melainkan lebih banyak mengatur penempatannya saja.“UU 39 tahun 2004 ini

Pelaksanaan biaya penempatan yang dibebankan terhadap TKI kenyataannya tidak sejalan dengan aturan pemerintah. Di lapangan dijumpai penarikan biaya penempatan mencapai dua sampai tiga kali lipat biaya normal No. 39 tahun 2004. “Tuntutan

kami justru mencabut UU No. 39 tahun 2004, dan kembalikan kepada aturan sebelumnya, tidak perlu harus lewat PJTKI. Karena di situ banyak sekali potongan-potongan. Dan jelas bahwa pelimpahan penempatan TKI ke luar negeri terhadap swasta bermuatan bisnis dan malah minim perlindungan,” tegasnya.

kan menganggap TKI sebagai obyek, jadi TKI menjadi komoditi untuk mencari keuntungan, tapi kurang dipedulikan aspek perlindungannya,”

Begitu juga Lukman— mantan TKI Taiwan—menyebutkan bahwa aturan yang ada di Taiwan sebenarnya lebih melindungi hak buruh migran. Aturan potong gaji otoritas setempat hanya membolehkan jumlah potong gaji tidak lebih dari gaji satu bulan. Akan tetapi pada praktiknya tidak demikian.

ujarnya. Berbeda halnya dengan regulasi pemerintah Hong Kong yang menyebutkan bahwa potong gaji terhadap tenaga kerja migran termasuk TKI maksimal 10% dari gaji satu bulan. Aturan tersebut sering diperjuangkan oleh TKI yang berada di Hong Kong. Seperti yang dijelaskan oleh Sriati— mantan TKI Hong Kong yang aktif dalam organisasi Kabar Bumi. Ia dan TKI yang tergabung pada Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) menuntut untuk mencabut UU

Kontraktual Belenggu Overcharging Pelaksanaan biaya penempatan yang dibebankan terhadap TKI kenyataannya tidak sejalan dengan aturan pemerintah. Di lapangan dijumpai penarikan biaya penempatan mencapai dua sampai tiga kali lipat biaya normal. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kabar Bumi, TKI PRT di Hong Kong dikenai potong gaji HKD 2.596 tiap bulan yang berlangsung selama enam bulan atau totalnya

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Rp 26.479.200,- dengan kurs Rp 1.700,-. Di Singapura, besaran potong gaji adalah SGD 380 tiap bulan selama tujuh bulan, yang berjumlah SGD 2.660 atau sekitar Rp 24.500.000,dengan kurs Rp 9.210,52632. Berbeda dengan Hong Kong dan Singapura, di Taiwan dikenakan biaya tunai dan potong gaji. Biaya penempatan keseluruhan yang dibebankan kepada TKI adalah Rp 54.400.000,- dibayarkan di Indonesia sebesar Rp 43.000.000,- dan kekurangan sebesar Rp 11.400.000,- diangsur dengan potong gaji selama enam bulan. Bisa sembilan atau sepuluh bulan untuk menggenapi kekurangan tersebut sesuai kebijakan perusahaan. Potong gaji yang dialami oleh TKI PRT ini terjadi lantaran keperluan TKI terkait pengurusan dokumen, pelatihan dan lainnya ditalangi terlebih dahulu oleh PJTKI. Akan tetapi, kurang adanya transparansi terkait rincian potong gaji menjadi persoalan yang belum terselesaikan.“Terkait

anggapan potong gaji merupakan pembayaran hutang. Iya, masalahnya ketika berangkat segala sesuatunya ditalangi oleh PJTKI. Hampir-hampir disebut juru selamat sebab LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 25


antara TKI dan Bank, jadi kita itu cuma mendaftarkan mereka ke bank, kalaupun TKI punya sangkutan (masalah) dengan bank lain, misal kredit motor gak dibayar, itu bank pun tidak akan acc, itu ada beberapalah dari sekian yang kita daftarkan mungkin ada empat atau lima yang tidak diacc pinjaman banknya, karena dia memiliki pinjaman diluar proses ini yang nunggak,”

kitanya tidak memiliki apapun. Namun ya karena saya berangkat istilahnya numpang proses ada beberapa hal yang menjadi masalah dan yang perlu dipertanyakan semisal saya sudah memiliki paspor yang tidak nembak tetapi masih dimintai pungutan ini itu seperti medical check up dan sebagainya,” ujar Ii Rinda, warga Ponorogo yang saat ini bekerja di Taiwan. Ii Rinda juga merasa potong gaji yang diterapkan melebihi ketetapan estimasi kebutuhan TKI. Selain itu, ia tidak dapat menegetahui dengan jelas estimasi potong gaji tersebut. Dia juga menuturkan bahwa, selama bekerja di Taiwan sebagai pembantu

rumah tangga dikenai beberapa potongan. Potongan wajib sebesar 6000 NT (Rp 2.580.000,-), asuransi kesehatan 290 NT (Rp 124.700,-), arc 1000 NT (Rp 430000,-), dan pajak pendapatan ketika mau pulang. Selain itu juga terdapat biaya agensi dengan perincian; tahun pertama 1800 NT (Rp 774.000,-), tahun kedua 1700 NT (Rp 731.000,-), tahun ketiga dan seterusnya 1500 NT (Rp 645.000,-) dengan kurs Rp 430,-. Menanggapi potong gaji, Lita—manager keuangan di salah satu PJTKI Ponorogo— meluruskan bahwa potong gaji bukanlah hutang ke PJTKI, melainkan hutang kepada bank. “Potong gaji itu hutang

ujarnya. Terkait potong gaji yang melebihi ketetapan pemerintah, Lita menambahkan bahwa tidak mengetahui hal tersebut, lantaran beda PT beda aturan.“Kita tidak tahu,

soalnya lain PT, lain aturan. Kalau di sini dan PT lain yang kita tahu harusnya ya sesuai dengan peraturan pemerintah itu,” tepisnya. Ketimpangan ini diperparah dengan kontraktual yang dinilai merugikan. TKI berada dalam posisi yang lemah, dan harus menerima semua klausul kontrak yang dibuat oleh PJTKI. Selain itu, TKI tidak mendapatkan waktu cukup untuk mempelajari dan menegosiasikan isi kontrak. Pilihannya hanya dua, menerima kontrak dengan isi yang memberatkan kemudian berangkat atau menolak dan tidak dapat berangkat kerja ke luar negeri.

Ketimpangan ini diperparah dengan kontraktual yang dinilai merugikan. TKI berada dalam posisi yang lemah, dan harus menerima semua klausul kontrak yang dibuat oleh PJTKI. Selain itu, TKI tidak mendapatkan waktu cukup untuk mempelajari dan menegosiasikan isi kontrak. Pilihannya hanya dua, menerima kontrak dengan isi yang memberatkan kemudian berangkat atau menolak dan tidak dapat berangkat kerja ke luar negeri. 26 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Fika, mantan TKI yang pernah bekerja di Taiwan menyebutkan bahwa ada dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian penempatan dan kontrak kerja yang semua klausulnya sudah ditentukan oleh pihak PJTKI. Calon TKI tinggal menandatangani perjanjian atau jika tidak setuju berarti meninggalkan perjanjian tersebut. Keadaan tersebut menjadikan TKI sebagai pihak yang membutuhkan pekerjaan dan akhirnya menerima perjanjian penempatan maupun kontrak kerja meskipun ia mengetahui hui bahwa terdapat klausul yang ng merugikannya. Menanggapi hal terseebut, Lita mengungkapkan bahwa di tempatnya semua telah dilaksanakan sesuai aturan, draft perjanjian penempatan juga sesuai dengan peraturan pemerintah, kemudian dimintakan legalisir ke Disnaker. Ia menambahkan n bahwa semua isi perjanjian n juga sudah dijelaskan kepada TKI, kalaupun TKI tidak dak membaca surat perjanjian, itu terserah pada TKI tersebut.

“Sekarang itu yang namanya TKI harus terdaftar di BNP2TKI, daftarnya kita membuatkan ID ke Depnaker. Kalau itu tidak sesuai dengan perjanjian itu, PT nya bisa ditutup atau kena skorsing. Jadi nggak bisa seperti itu, tidak bisa disamaratakan semua TKI itu punya perjanjian sama PT. Entah itu perjanjian apa tidak boleh dibaca, bukan. TKI itu harus tahu hak kewajiban-

nya masing-masing, berapa gajinya, berapa potongannya untuk biaya proses. Dan TKI berangkat, kalau tidak tahu berarti saking bodohnya TKI karena semua memang sudah dijelaskan,” tambahnya. Menurut Endrik Safudin, salah satu pengurus Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum (LKBH) IAIN Ponorogo menanggapi bahwa kontrak yang sudah ditandangani akan berlaku asas pacta sun servanda, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku seba-

gai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ia juga menegaskan bahwa, meskipun posisi TKI lemah dalam kontrak (klausula baku), hal tersebut bisa tetap dilakukan pembelaan jika ada penyimpangan.

“Bagaimana posisinya ketika TKI itu dirugikan, apakah TKI bisa menuntut? Bisa. Karena ketika ada klausula baku yang melanggar pasal 18 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Perlindungan Konsumen, hal ini sudah bisa (dituntut). Pelaku usaha yang melanggar terhadap ketentuan pasal 18 akan dikenakan sanksi pidana 5 (lima) tahun atau pidana denda 2 milyar. Perlu juga di ingat, pentingnya asas-asas dalam sebuah perjanjian seperti asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik dan asas kepribadian. Artinya dalam hal pemotongan, ketika pemotongan itu disepakati oleh TKI, ya tidak apa-apa, karena sudah tunduk. apaJadi, sebelum menandatangani kontrak harus membaca dulu. dul Apabila setuju dengan isi is perjanjian, ya silakan ditanda tangani. Sebaliknd ya, y apabila tidak setuju, ya jangan ditandatangani. Karena, kalau sudah menandatangani maka berlaku asas pacta sunt b servanda.” se terang Endrik. Endrik menambahkan pentingnya salinan perjanjian pent penempatan bagi TKI, lantapene ran b bisa digunakan sebagai bukti dan dasar ketika terjadi permasalahan di kemudian hari. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran PJTKI maupun TKI terkait pentingnya pengetahuan hukum.“Di sini harus

ada kesadaran TKI untuk mendapatkan salinan kontrak tersebut. Selain itu, adanya kesadaran para pelaku usaha PJTKI untuk bersifat transparan. Hal ini penting, apabila ada sebuah permasalahan yang muncul dikemudian hari. Apakah diselesaikan di pengadilan LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 27


atau diluar pengadilan. Maka di sini harus ada kesadaran di antara kedua belah pihak,”

didatangi PJTKI dan rumahnya akan disegel jika tidak mau membayar Rp 20.000.000,-,”

tambahnya. Selain itu, permasalahan yang juga dialami TKI adalah salinan surat perjanjian penempatan tidak diberikan. Menurut penuturan Sriati hal tersebut banyak dialami TKI. Menanggapi hal ini, Lita beralasan bahwa tidak diberikannya salinan surat perjanjian kepada TKI adalah untuk keperluan proses keberangkatan TKI ke luar negeri. Ironisnya lagi, bayangbayang interminate atau pemutusan kontrak sebelum selesai masa potong gaji juga menghantui TKI. Pasalnya mereka akan diganjar dengan denda. Seperti yang dialami TKI asal Sukerojo yang di-interminate sepihak oleh majikan setelah bekerja 2 bulan dan hak-haknya tidak diberikan.“Belum lama ini kita

tegas Sriati. Berkaitan dengan interminate, Lita mengungkapkan bahwa hal tersebut bukanlah denda, melainkan kewajiban TKI sendiri yang harus ia bayarkan. “Gini, didenda itu logi-

juga menangani (TKI) dari Sukorejo, dia Cuma 2 bulan kerja di sana terus diinterminate kemudian menuntut majikannya di sana karena diinterminate sepihak dan hak-haknya tidak dikasih, dan dibantu temanteman organisasi di sana. Dia juga meminta kita membantu mengambilkan dokumennya yang ada di PJTKI, ternyata sebelum itu keluarganya sudah

kanya gimana, yang namanya TKI proses ke luar negeri itu kan pakai pinjaman bank untuk baiaya prosesnya, yang njenengan utang bank di sini saja itu kan harus naruh BPKB lah, sertifikatlah, dan disurvey. Nah itu sama, kalau prosesnya lewat bank, otomatis kalau TKI itu pulang, harusnya mereka proses ulang, dengan syarat karena belum ada pengalaman kerja sebelumnya itu harus di BLK untuk belajar lagi, kalau TKI tidak mau proses, yang mengembalikan hutangnya ke bank siapa? Itu bukan denda, hutangnya dia sendiri untuk proses. TKI itu punya pinjaman ke bank bukan PJTKI, itu untuk biaya prosesnya mereka sendiri-sendiri,” imbuhnya. Menanggapi kasus interminate Sriati mengungkapkan, sebenarnya terdapat pilihan lain yang diterapkan PJTKI agar TKI tidak didenda, yaitu dengan cara pindah majikan baru. Namun, pilihan ini juga tidak mudah, lantaran dengan

bergantinya majikan baru, TKI juga harus memulai masa potong gaji dari awal. Selain itu, Martha Eri Safira juga mengungkapkan bahwa, meskipun pemerintah mengatur batasan biaya penempatan melalui Kepmen, jika hal tersebut tidak didukung oleh efektifitas hukum yang baik, maka hal tersebut akan sia-sia. “Pertama dari segi

hukumnya, subtansinya sudah sesuai atau tidak, melanggar aturan di atasnya atau tidak, dan dapat bekerja (diimplementasikan) di masyarakat atau tidak, kedua terkait faktor penegak hukumnya, ketiga terkait sarana dan fasilitas penegakan hukum yang mendukung aturan hukum, misalnya sarana perlindungan TKI, keempat, masyarakat yang menjalankan aturan hukum atau bagaimana hukum tersebut hidup di masyarakat, serta kelima budaya hukum, yakni kesadaran terhadap pengetahuan hukum untuk mengantisipasi permasalahan hukum, kelima hal tersebut harus saling mendukung untuk bisa maksimalnya undangundang,” terangnya.***

Moh.Ihsan Fauzi_ Crew/22.13.121

Ironisnya lagi, bayang-bayang interminate atau pemutusan kontrak sebelum selesai masa potong gaji juga menghantui TKI. Pasalnya mereka akan diganjar dengan denda. Seperti yang dialami TKI asal Sukorejo yang di-interminate sepihak oleh majikan setelah bekerja 2 bulan dan hak-haknya tidak diberikan. 28 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 29

Kita tidak bisa tutup mata terhadap buruh migran, karena mungkin ibu, bapak, kakak, saudara, dan tetangga kita adalah buruh migran.


Khazanah

Solidaritas Buruh Migran, Spirit Budaya Paguyuban di Tengah Arus Masyarakat Urban Ada dua kecenderungan yang dipunyai manusia sejak dirinya lahir yaitu hasrat untuk menjadi satu dengan manusia lain yakni menjadi bagian dari masyarakat dan keinginan untuk menjadi satu dengan alam.

TKI (Tenaga Kerja Indonesia) adalah fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari realitas masyarakat Indonesia saat ini, beberapa dekade ke belakang, hingga –mungkinpuluhan tahun ke depan. Keberadaan mereka di luar negeri bukanlah suatu hal yang begitu saja “ada”. Mereka tercip30 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

ta tentu dilatarbelakangi oleh berbagai sebab dan realita, baik di daerah asal maupun di negara tujuan. Setidaknya terdapat berbagai faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan. Keterbatasan lapangan pekerjaan dalam negeri yang tidak sebanding dengan jumlah an-

gkatan kerja, banyaknya pengangguran dan tingkat upah di negara tujuan yang lebih tinggi daripada di daerah asal adalah beberapa faktor itu. Di sisi lain, bermacammacam stigma disematkan oleh masyarakat kepada orangorang yang sering disebut sebagai “pahlawan devisa” ini.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Pertama, TKI identik dengan pembantu, pekerja kasar, pesuruh dan seterusnya. Kedua, TKI sering dikaitkan dengan perilaku kekerasan, penipuan, pelecehan seksual dan penganiayaan yang secara umum status mereka adalah sebagai korban. Ketiga, persepsi masyarakat kita bahwa menjadi TKI adalah “jalan tol” bagi orang Indonesia yang ingin segera beralih status dari masyarakat kelas bawah menjadi –setidaknyagolongan kelas menengah di sektor ekonomi, meskipun sekedar “cover”nya saja. Dengan berangkat ke luar negeri dan menjadi tenaga kerja di sana akan lebih mudah mencari pundi-pundi uang. Perlu diketahui juga bahwa di luar dari berbagai stigma yang disematkan masyarakat kepada kaum buruh migran itu, di antara mereka terdapat tendensi untuk menjalin hubungan, suatu ikatan jiwa yang menjadi pondasi atas bangunan solidaritas. Hal ini tak lepas dari kondisi mereka yang menemui begitu banyak problem serupa yang cukup sulit diselesaikan secara individu. “Berjalan Sendirian”, Faktor Utama Problematika Buruh Migran Salah satu fenomena yang biasa terjadi dan memang sebuah hal yang wajar adalah ketika baru tiba di negara tu-

manusia memiliki naluri untuk hidup bersama orang lain yang disebut Gregoriousness

juan sebagian besar migran (baca: TKI) otomatis berinteraksi dengan lingkungan sosial yang benar-benar baru. Mereka mengalami sebuah transisi kultural. Begitu banyak hal baru yang mau tidak mau harus dihadapi. Para migran harus berusaha untuk mempunyai jaringan sosial baru yang sama sekali berbeda dengan jaringan sosial sebelumnya saat masih berada di kampung halaman. Tak jarang juga, mereka terisolasi oleh keadaan di lingkungan mereka bekerja sehingga menambah kesulitan untuk berinteraksi dengan sesama teman seperjuangan dari negara asal, dengan pihak perwakilan pemerintah di negara itu maupun dengan keluarga di kampung halaman. Hal ini juga menjadi salah satu faktor

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

pemicu yang membuat mereka rentan terkena tekanan psikologis dan sosial. Sebagai makhluk sosial (social animal), manusia memiliki naluri untuk hidup bersama orang lain yang disebut gregoriousness. Ada dua kecenderungan yang dipunyai manusia sejak dirinya lahir yaitu hasrat untuk menjadi satu dengan manusia lain yakni menjadi bagian dari masyarakat dan keinginan untuk menjadi satu dengan alam. Kemudian naluri itu terejawantahkan dalam bentuk kelompok sosial, suatu himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama. Di dalamnya antara satu sama lain saling memberikan timbalbalik, saling mempengaruhi serta tumbuh kesadaran untuk saling tolong-menolong. Keadaan seperti di atas akan mendorong para migran untuk mengembangkan jaringan sosialnya di daerah itu, baik relasi dengan penduduk pribumi ataupun membentuk komunitas baru bersama migran lain. Membentuk jaringan seperti ini adalah salah satu usaha untuk bertahan hidup, juga dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Bila ditinjau lebih lanjut, permasalahanpermasalahan yang dialami para TKI memiliki muara yang sama yaitu tingkat pengetahuan yang rendah atas apa yang harus dilakukan ketika menemui masalah di luar negeri. Dengan membangun relasi LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 31


akan membuka pintu dialog, saling bertukar pikiran dengan pihak-pihak yang secara umum mengalami permasalahan yang serupa untuk mencari jalan keluar. Migran asal Indonesia lebih banyak berjuang sendiri menghadapi permasalah mereka sendiri, mulai dari keterbatasan skill yang dimiliki, permasalahan birokrasi di negeri sendiri hingga persoalan yang muncul ketika kembali ke daerah asal menyangkut kemungkinan terjadinya “pemerasan” oleh PJTKI nakal dan konflik dengan keluarga (perceraian, broken home) dan seterusnya. Dampak dari minimnya relasi, migran yang berasal dari Indonesia, boleh dikatakan kurang begitu paham dengan kondisi di tempat tujuan. Upah atau pendapatan yang lebih tinggi di luar negeri daripada di daerah asal pada dasarnya belum cukup menjadi faktor pendorong untuk berangkat. Menurut Lipton, faktor pendorong lah yang mempunyai pengaruh lebih krusial. Kesulitan ekonomi di daerah asal cukup sebagai alasan orang memutuskan meninggalkan daerahnya, meskipun dengan risiko bahwa belum tentu kondisi di daerah

tujuan benar-benar lebih baik, seperti yang mereka dengar dari cerita orang. Hal ini mengindikasikan kebutuhan berjejaring untuk mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya demi meminimalisir kemungkinan risiko di atas. Solidaritas Buruh Migran, Alternatif Solusi Fenomena yang cukup menarik perhatian adalah bisa kita temui di media-media massa yang menginformasikan adanya usaha-usaha pembelaan atas hak-hak TKI yang dicederai baik berupa advokasi atau unjuk rasa di dalam maupun luar negeri. Uniknya hal ini justru diusahakan oleh para TKI atau mantan TKI sendiri, bukan oleh pemerintah Indonesia. Di samping itu, banyak kita dapati juga berbagai kegiatan sosial, pelatihan, hingga pendirian yayasan atau sekolah yang diprakarsai para TKI atau mantan TKI. Biasanya hal-hal semacam ini diberi label “solidaritas TKI”. Dalam KBBI, kata “solidaritas” diartikan sebagai sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (senasib dan sebagainya);

perasaan setia kawan. Sedangkan sosial berarti berkenaan dengan masyarakat; perlu adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan; suka memperhatikan kepentingan umum. Buruh migran merupakan pekerjaan yang dipilih karena pertimbangan atas minimnya kesempatan kerja di dalam negeri atau daerah asal, sehingga para migran itu harus pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari pekerjaan di luar daerahnya. Salah seorang tokoh yang cukup akrab dengan istilah solidaritas adalah Emile Durkheim yang dituangkan dalam bukunya The Division of Labour in Society. Solidaritas merujuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Dia membagi solidaritas masyarakat ke dalam dua tipe, solidaritas mekanis dan organis. Solidaritas mekanis merujuk pada suatu keadan kolektif bersama yang berdasarkan pada perilaku total kepercayaan-kepercayaan

Mereka relatif memiliki latar belakang yang sama. Secara geografis para migran berasal dari Indonesia dengan corak lingkungan agraris atau maritim. Ini menjadi dasar terbentuknya persekutuan yang oleh Ferdinand Tonnies disebut gemeinschaft atau paguyuban 32 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


dan sentimen bersama yang secara umum terdapat pada masyarakat yang sama pula. Masyarakat menjadi satu karena adanya aktivitas, tipe pekerjaan, dan tanggungjawab yang sama. Keseragaman dalam pola perilaku, sifat-sifat individu, nilai dan norma menjadi tempat bergantung bagi solidaritas. Sedangkan solidaritas organis terbentuk atas keadaan keberagaman masyarakat, Perbedaan-perbedaan yang ada justru menjadi sebab adanya saling ketergantungan, saling membutuhkan. Perbedaan ini khususnya menyangkut pada aktivitas pembagian kerja. Kenyataan bahwa setiap manusia tidak mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri inilah yang menjadi dasar saling ketergantungan itu. Biasanya hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang kompleks, secara geografis terdapat di daerah perkotaan. Ketidakberesan yang terjadi pada salah satu bagian tertentu akan menyebabkan gangguan, ketidakseimbangan sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat.

Yang terjadi pada para TKI di luar negeri adalah mereka relatif memiliki latar belakang yang sama. Secara geografis para migran berasal dari Indonesia dengan corak lingkungan agraris atau maritim. Ini menjadi dasar terbentuknya persekutuan yang oleh Ferdinand Tonnies disebut gemeinschaft atau paguyuban. Tiga soko guru yang menyokong gemeinschaft adalah ikatan darah atau kekerabatan, tempat tinggal atau tanah air dan kesamaan jiwa atau ideologi. Maka konsep perkumpulan dalam bentuk paguyuban lebih identik terjadi pada masyarakat pedesaan dengan kecenderungan solidaritas mekanis. Sedangkan pada masyarakat perkotaan, menurut Tonnies lebih mendukung adanya persekutuan dalam bentuk gesselschaft atau patembayan. Patembayan atau gesellschaft adalah kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan bersifat lahir untuk jangka waktu yang pendek, bisa karena motif ekonomi. Bentuk ketergantungan antar anggota kelompok di sini

hampir bisa dianalogikan sebagai mesin. Pada masyarakat ini, adanya relasi kebersamaan atau kebersatuan dari masingmasing individu diikat oleh persetujuan atau peraturan. Maka pada masyarakat seperti ini lebih cenderung kepada solidaritas organis. Merujuk pada dua versi format perkumpulan di atas, realita para TKI yang berada di luar negeri sebagian besar berasal dari lingkungan pedesaan yang kental akan budaya paguyuban. Namun dalam konteks posisi geografis mereka bekerja di luar negeri saat ini adalah berada di lingkungan perkotaan yang notabene kental dengan budaya patembayan, padahal secara historis mereka membawa budaya paguyuban. Hal ini kemudian berpengaruh pada corak solidaritas mereka yang cenderung mekanis, meskipun keberadaan mereka di tengah-tengah lingkungan yang kental nilai solidaritas organis. Pada poin selanjutnya, mereka membutuhkan sebuah payung untuk menaungi solidaritas mekanis ini. Maka ter-

Ikatan yang tercipta bukanlah atas dasar rasa saling ketergantungan akibat pembagian kerja, melainkan kesamaan latar belakang, sosio-historis dan ideologi daerah mereka berasal. Ikatan emosional timbul akibat memiliki “nasib� yang relatif sama yaitu perantau yang mencari hidup di tanah asing, dengan hukum asing, pun bekerja juga pada tuan asing.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 33


bentuklah berbagai perkumpulan, organisasi, komunitas yang diprakarsai oleh para TKI. Rasa senasib sepenanggungan menjadi landasan ideologis dalam setiap kegiatan dan upaya-upaya untuk membantu menyelesaikan setiap permasalahan anggota kelompok. Ikatan yang tercipta bukanlah atas dasar rasa saling ketergantungan akibat pembagian kerja, melainkan kesamaan latar belakang, sosio-historis dan ideologi daerah mereka berasal. Ikatan emosional timbul akibat memiliki “nasib� yang relatif sama yaitu perantau yang mencari hidup di tanah asing, dengan hukum asing, pun bekerja juga pada tuan asing. Dari sinilah timbul kesadaran bahwa solidaritas bisa menjadi alternatif penyelesaian daripada berpangku tangan kepada pemerintah negeri sendiri yang kadang masih memandang sebelah mata nasib mereka di tanah rantau. Sebagaimana Soerjono Soekanto mengungkapkan syarat-syarat terbentuknya 34 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

kelompok sosial itu; pertama, adanya kesadaran setiap anggota kelompok bahwa dirinya merupakan anggota dari kelompok yang bersangkutan. Kedua, terdapat hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. Ketiga, adanya satu faktor yang dimiliki bersama sebagai pengikat hubungan antar anggota kelompok, bisa berupa nasib dan kepentingan yang sama, tujuan dan ideologi yang sama, bahkan keberadaan musuh yang sama pun sangat berpotensi menjadi penguat ikatan itu. Keempat, memiliki struktur, kaidah dan pola perilaku yang sama. Kelima, memiliki sistem dan proses. Memperhatikan prasyarat di atas, persekutuan yang dibentuk oleh para buruh migran di luar negeri secara garis besar telah pantas disebut sebagai kelompok sosial. Sebenarnya, dilihat dari sudut pandang yang berbeda, misal dari strategi bertahan hidup yang dilakukan para TKI, meskipun tanpa adanya naungan berupa persekutuan yang

berbentuk komunitas, asosiasi atau organisasi tertentu, mereka merupakan makhlukmakhluk yang luar biasa tangguh. Berbagai cerita tentang betapa sulitnya mereka hidup di negeri orang, tidak terlepas dari kondisi negara mereka yang terpuruk dalam mengurus kesejahteraan warganya. Bila diumpamakan, para migran yang berasal dari Hongkong, Taiwan, Amerika atau bahkan Eropa bila mereka berada di Indonesia dan harus bekerja sebagai pembantu, buruh atau pekerja kasar yang tidak sedikit kemungkinan mengalami berbagai tekanan dari majikan, belum tentu mereka dapat bertahan sebagaimana para TKI kita bertahan dalam kondisi yang serupa. Para migran Indonesia yang memutuskan untuk menjadi pembantu rumah tangga atau buruh di luar negeri ialah orang-orang yang sangat berani, atau boleh dikatakan nekat, dalam mengambil keputusan atas pilihan-pilihan hidup yang serba sulit, antara tinggal di tempat kelahiran dalam kondisi sengsara dan pergi merantau juga dengan risiko sengsara. Namun tetap, adanya ikatan atau solidaritas yang kuat di antara mereka adalah bukti bahwa kolektivitas menjadi alternatif untuk menemukan penyelesaian atas masalah yang dihadapi.*** Mohammad Zaenal Abidin_Crew/ 23.14.136

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Brown Canyon, Panorama Alam yang Tersembunyi ALAMKU Bertualang ke Grojogan/Air Terjun Kokok

Booming “Desa Wisata� di Ponorogo

Keistimewaan air terjun ini adalah ketinggiannya yang mencapai beberapa tingkat dan cukup lebar sehingga sering disebut Brown Canyon Ponorogo

yang mulai ramai sejak tahun 2016 membuat banyak destinasi wisata baru di Ponorogo bermunculan. Salah satu destinasi wisata yang banyak diunggah di jejaring media sosial adalah Air Terjun Kokok yang berada di Desa Temon Kecamatan Sawoo. Keistimewaan air terjun ini adalah ketinggiannya yang mencapai beberapa tingkat dan cukup lebar sehingga sering disebut Brown Canyon Ponorogo. Konon Grojogan Kokok telah lama menjadi sumber pengairan bagi warga kecamatan Sawoo. Bisa dikatakan pengairan mereka bersumber dari grojogan ini, sehingga ritual turun temurun rutin di adakan disini. Singkat cerita, warga Sawoo melakukan ritual dengan harapan agar pengairan lancar dan sebagai wujud kesyukuran mereka. Setiap tahunnya diadakan penyembelihan kambing, kemudian bagian kepala, kaki dan kulit kambing di tanam di areal sekitar air terjun. Meski banyak diunggah di media sosial, namun air terjun ini sebenarnya belum begitu banyak dikunjungi wisatawan. Medan menuju lokasi yang berada di dataran tinggi dan sebagian harus ditempuh dengan berjalan kaki, membuat para pengunjungnya rata-rata adalah mereka yang sudah mempunyai basic traveller

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 35


(petualang) dan bukan sekedar untuk piknik. Petualangan menuju Air Terjun Kokok dibuktikan sendiri oleh crew aL-Millah yang sempat tersesat dan salah jalur saat pertama kali berusaha mencapai Air Terjun Kokok. Perjalanan crew alMillah saat itu memang berangkat dengan persiapan ala kadarnya. Pukul 08.30 WIB kami telah siap melakukan perjalanan dari halaman parkir kampus STAIN Ponorogo. Berbekal handphone dan kamera, perjalanan kami mulai tanpa halangan. Meski kabut melanda karena hujan semalam, tak

36 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Menurut bapak-bapak penjaga parkir kami akan menghabiskan 30-45 mengikuti jalan setapak papan petunjuk di sepanjang jalan menuju air terjun menghalangi niat kami. Masuk desa Temon, perlahan-lahan jalanan berbatu mulai menanjak. Dengan usaha keras kami akhirnya tanjakan berbatu tersebut dapat kami lewati. Sedangkan pada jalanan menurun kami harus turun dari motor dan mendorongnya. Perjalanan yang kami lalui semakin berat. Seperti dugaan kami tanjakan tadi hanya sekedar perkenalan. Jalur berikutnya mengharuskan beberapa crew untuk kem-

bali turun dari sepeda motor dikarenakan jalanan yang licin. Tidak bisa dibayangkan betapa sulitnya masyarakat yang tinggal disini hidup dengan akses jalan seberat ini. Setelah melalui jalan terjal, berlumpur, menanjak, mendaki, dan berkelok , akhirnya kami melihat papan spanduk yang bertuliskan “WISATA ALAM GROJOGAN KOKOK Âą1KMâ€?, yang membuat kami merasa sedikit lega. Sampai di ujung jalan, dimana terlihat gambar panah menuju

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


tempat parkir, kondisi jalan memaksa kami untuk berhenti dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki ke tempat parkir. Di sana kami beristirahat sejenak sembari menunggu crew yang belum datang. Menurut penjaga parkir, kami akan menghabiskan 15-20 menit mengikuti papan petunjuk menuju air terjun. Jalur awal yang kami lalui kebanyakan berupa jalan yang dipenuhi pepohonan, setelah itu melalui kebun jagung milik penduduk. Grojogan Kokok, Penawar Kelelahan

Pukul 10.30 WIB, deru air terjun sudah mulai terdengar. Namun sebelum sampai di air terjun, kami terlebih dahulu melewati aliran sungai. Sungai ini tak begitu jernih, berwarna kecoklatan dan berpasir. Batu-batu sungai yang besar tepat di sekeliling kami. Batu-batu yang terhampar membantu kami untuk tidak terbawa oleh arus sungai. Namun bebatuan tersebut begitu licin hingga membuat salah satu crew kami terpeleset. Kehati-hatian diperlukan untuk menjaga diri agar tidak terjatuh. Air Terjun ini memiliki tinggi sekitar 25-30 meter. Ada juga yang menyebutkan kalau air terjun ini mencapai tinggi 35 meter. Memang ada beberapa versi, hal ini disebabkan karena belum adanya data akurat mengenai berapa persisnya tinggi Air Terjun Kokok. Yang lebih menakjubkan adalah air terjun ini berundak-undak dengan warna terbing yang indah. Dikarenakan saat ini adalah musim hujan, penjaga parkir berpesan kepada kami untuk berhati-hati dan bergegas pulang ketika sekiranya akan turun hujan. Lokasi air terjun bisa saja banjir, dan membuat kami kesulitan untuk pulang. Sayangnya belum ada fasilitas pendukung seperti penjual makanan dan minuman di area air terjun. Jadi

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Air Terjun ini memiliki tinggi sekitar 25-30 meter. Ada juga yang menyebutkan kalau air terjun ini mencapai tinggi 35 meter. Well, berbeda-beda memang versinya, karena mungkin belum ada pengukuran yang benar-benar terkonfirmasi. Yang lebih menakjubkan adalah air terjun ini berundak dengan warna tebing yang indah, memiliki dua puncak sumber air yang kemudian jatuh ke tebing yang berada di bawahnya lagi, seakan-akan air terjun ini memiliki empat pancuran air berundak

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 37


lebih baik untuk membawa bekal dari rumah. Maupun untuk akses jalan menuju grojogan ini yang masih serba sulit. Setelah melepas lelah dengan guyuran air kami pun bersiap untuk pulang. Di perjalanan pulang, kami bertemu pengunjung yang hendak menuju Grojogan Kokok. Memang baru-baru ini grojokan Kokok mulai banyak dikenal di Ponorogo dan sekitarnya, sehingga tak sedikit dari mereka yang ingin tahu lalu menyempatkan diri melakukan perjalanan ke sini. Air Terjun Kokok, Selayang Pandang Perjalanan pertama yang menguras tenaga dan pikiran membuat kami tak sempat melakukan reportase secara mendalam. Hal itu membuat kami memutuskan untuk kembali ke air terjun Kokok sebulan kemudian, tepatnya bulan November 2016. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang mengalami berbagai kendala, maka di perjalanan kedua ini kami melakukan persiapan dengan bertanya pada teman yang lebih berpengalaman untuk mengetahui jalur yang lebih mudah mencapai Grojogan Kokok. Benar saja, dengan banyak berkomunikasi dengan orang yang sudah pernah berkunjung ke Grojogan Kokok, ternyata sangat mem38 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

bantu dalam memudahkan kami mencapai lokasi. Melalui jalan yang cukup mudah diakses, kami tiba di Grojogan Kokok lebih cepat dari perjalanan yang pertama. Kesempatan kedua ini membuat kami lebih punya waktu untuk bercakap-cakap dengan penduduk sekitar. Kami beristirahat sebentar sembari berbincang dengan Bapak penjaga parkir. Namanya Pak Mardi. Kami hanya membayar uang parkir tiga ribu rupiah saja. Menurut Pak Mardi, wisata yang dikenal dengan nama Grojogan Kokok ini sebenarnya telah lama diketahui oleh warga sekitar tetapi baru ramai dan banyak dikunjungi sekitar pertengahan tahun 2016 setelah sebelumnya terdapat foto-foto grojogan yang tersebar di media sosial. Akhir-akhir ini sudah banyak media yang meliput Grojogan Kokok baik dari media cetak maupun televisi. Untuk pengelolaannya sendiri masih murni dari gotong royong pemuda dan masyarakat sekitar. Seperti jalan setapak yang dibuat warga untuk mempermudah akses pengunjung. Jika sedang musim kemarau, sepeda motor masih bisa melalui jalan setapak ini hingga tak begitu jauh harus berjalan kaki. Bantuan dari pemerintah kabupaten pernah terdengar, namun sampai saat ini belum ada kabar lagi. Rencananya,

jika kedepan wisata Grojogan Kokok sudah ramai mungkin akan diberlakukan tiket masuk untuk pengunjung seperti tempat wisata-wisata lainnya yang ada di Ponorogo. Dari situ pengembangan yang lebih baik nantinya bisa dilakukan terutama untuk akses jalan. Setelah cukup beristirahat dan berbincang dengan pak Mardi, kami melakukan perjalanan pulang. Melewati desa dimana aliran sungai masih terlihat jernih, persawahan dan kebun jagung terhampar hijau dan luas, masyarakat yang santun dan ramah membuat perjalanan kami tidak membosankan. Air terjun Kokok yang juga dinamai dengan Air Terjun Mlaten, menyuguhkan keindahan alam yang masih alami. Batu-batu besar yang bisa digunakan berbaring melepas kelelahan ataupun sekedar duduk menikmati irama pancuran air. Sepertinya perjalanan kami ini yang begitu mengesankan. Selamat berkujung, rasakan sensasi perjalanan yang melelahkan, namun tak mengecewakan. Sebab akan terbayarkan dengan keindahan Grojogan Kokok. Jangan lupa, bawa kembali apa yang anda bawa, jangan ditinggalkan dan memperburuk keindahan alam.***

Rina Puji Rahayu_Crew

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Menyoal Perlindungan Hukum BMI Oleh: Lukman Santoso Az

“...Engkau jalani hari-harimu bekerja di luar negeri Demi satu tujuan pasti, agar mendapatkan cukup banyak materi Karena merasa tak cukup lagi, penghasilan di dalam negeri Meski sudah berusaha, bekerja dan terus mencari...”

*Lukman Santoso Az, Pengajar Hukum pada IAIN Ponorogo; pegiat Klinik Literasi (KliSi).

Membincang Buruh Migran Indonesia (BMI/TKI) tentu lekat dengan istilah pahlawan devisa. Penyebutan ‘pahlawan devisa’ ini tidak lain karena buruh migran memiliki kontribusi besar dalam menambah devisa negara. Artinya, semakin banyak para BMI mengirimkan sebagian hasil kerja mereka ke tanah air, semakin besar pula kontribusi mereka kepada pertumbuhan devisa negara. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah nasib BMI di luar negeri seindah namanya sebagai pahlawan devisa? Namun faktanya, semakin

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 39


hari tren migrasi BMI ke luar negeri justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena banyak faktor, salah satunya tentu saja terkait motif ‘pundipundi dolar’ yang menjanjikan. Diperkirakan jumlah BMI yang berada di luar negeri hingga 2015 sebesar 4,5 juta orang. Sebagian besar di antara mereka adalah perempuan (sekitar 70 %) dan bekerja di sektor domestik (sebagai PRT) dan manufaktur. Selebihnya, sekitar 30 % adalah laki-laki, bekerja sebagai buruh perkebunan, konstruksi, transportasi dan jasa (Migran Care, 2015). Senada dengan itu, berdasarkan catatan BNP2TKI bahwa hingga 2015 ada sekitar empat juta penduduk Indonesia berada di 131 negara sebagai buruh migran, terdiri 60% wanita dan 40% pria. Mayoritas negara tujuan adalah Timur Tengah dan Asia, khususnya ke Malaysia, Taiwan dan Saudi Arabia (Depnakertrans, 2015). Bekerja di luar negeri memang menjanjikan gaji yang besar, namun resiko yang harus ditanggung juga sangat besar. Kerentanan BMI di luar negeri ini sudah menjadi rahasia umum. Persoalan mengintai sejak masa perekrutan di daerah asal. Proses ini merupakan awal dari mata rantai eksploitasi terhadap BMI. Pada masa bekerja sebagian besar BMI bekerja di sektor-sektor yang penuh resiko (3D: Dark, Dirty, Dangerous) namun minim proteksi. Data resmi 40 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

yang dikeluarkan pihak KBRI Arab Saudi, KBRI Kuwait dan Malaysia, jumlah buruh migran yang melarikan diri ke KBRI untuk mencari perlindungan dari tindak kekerasan dan perkosaan majikan mencapai sekitar 3.627 orang per tahun. Berangkat dari berbagai problematika di atas, sebenarnya pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi Internasional Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Keluarganya sejak 1993, tetapi baru meratifikasi untuk diadopsi dalam UndangUndang (UU) Perlindungan Pekerja Migran pada 2012. Indonesia sendiri juga telah memiliki dasar hukum terkait perlindungan terhadap BMI, yakni UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN). Namun, hadirnya UU ini tampaknya masih belum mampu mengatasi permasalahan secara baik terkait perlindungan BMI di luar negeri. Lemahnya UU No.39/2004 untuk melindungi para BMI di luar negeri mengakibatkan para BMI mengalami berbagai tekanan, tindakan kekerasan dan penipuan yang dilakukan majikan mereka. Bahkan, banyak juga BMI yang terancam hukuman mati dengan berbagai sebab. Lemahnya perlindungan BMI tidak lepas dari spirit penegakan hukum (law enforcement) pemerintah ter-

hadap regulasi yang ada. UU No.39/2004 sebagai dasar hukum justru lebih banyak mengatur mengenai penempatan BMI daripada perlindungannya. Jumlah pasal yang mengatur perlindungan hanya delapan pasal atau 7% dari 109 pasal, sedangkan pasal mengatur penempatan ada 66 pasal atau 38% dari 109 pasal, sehingga konsentrasi UU ini lebih dominan pada pengaturan penempatan, bukan perlindungan terhadap BMI. Subtansi pasal yang kurang dalam hal perlindungan dan berlebihan dalam hal mengatur masalah penempatan menyebabkan BMI menjadi komoditas yang diabaikan hak-hak dasarnya. Hal lainnya adalah inkonsistensi pasalpasal terutama yang berkaitan dengan kewajiban pemerintah menjamin terpenuhinya hakhak BMI yang berangkat resmi melalui lembaga pengiriman BMI (Ratih Probosiwi, 2015). Persoalan BMI pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari UU No.39/2004 yang mencoba diidealkan dengan dilahirkannya PP No.3/2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PTKILN) untuk dapat menyelesaikan masalah krusial ini. Melalui PP No.3/2013 ini, mengenai perlindungan dan penempatan BMI diatur secara lebih rinci. Namun, kenyataannya masih banyak celah yang menyebabkan BMI memperoleh perlakuan tidak

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Perlindungan pemerintah terhadap BMI pada kenyataannya tidak selaras dengan spirit revolusi mental penegakan hukum. Pemerintah dalam menjalankan regulasi sistem perlindungan masih sebatas pernyataan dan keputusan. Banyaknya kasus penyiksaan dan penganiayaan yang dialami oleh BMI termasuk juga BMI terpidana hukuman mati menjadi bukti nyata bahwa pemerintah belum maksimal dalam memberi perlindungan hukum para BMI dan terbebas dari hukuman mati.

adil dalam pemenuhan haknya. Ketergesa-gesaan dalam pengesahan UU PPTKILN maupun perumusan PP PTKILN yang sarat kepentingan merupakan salah satu akar persoalan. Perlindungan pemerintah terhadap BMI pada kenyataannya tidak selaras dengan spirit revolusi mental penegakan hukum. Pemerintah dalam menjalankan regulasi sistem perlindungan masih sebatas pernyataan dan keputusan. Banyaknya kasus penyiksaan dan penganiayaan yang dialami oleh BMI termasuk juga BMI terpidana hukuman mati menjadi bukti nyata bahwa pemerintah belum maksimal dalam memberi perlindungan hukum para BMI dan terbebas dari hukuman mati. Persoalan yang kompleks ini, tampaknya juga merupakan silang sengkarut yang bermula dari daerah asal hingga berlanjut ke negara tujuan bekerja, termasuk jaringan perdagangan manusia yang mengancam BMI. Sehingga, problem ini menjadikan BMI memiliki dimensi politik transnasional yang membutuhkan perhatian serius pemerintah dan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan jaminan dan perlindungan hukum. Selain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Pemda) pun menjadi pihak yang bertanggung jawab terkait problem perlindungan hukum BMI

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

ini. Karena Pemda merupakan pihak yang sejak di daerah asal, selama penempatan, dan bahkan sesudah purna kerja mengetahui profil BMI. Namun, realitanya perlindungan hukum Pemda masih belum memadai. Akibatnya, kerentanan dan resiko dalam setiap siklus migrasi semakin tinggi karena lemahnya peran Pemda tersebut. Di era otonomi daerah, idealnya perlindungan BMI harus dimulai dari hulu, yaitu desa. Desa merupakan ujung tombak Pemda dan merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan penempatan serta perlindungan BMI di luar negeri. Ironisnya, sebagian besar pemerintah desa tidak memiliki data warga yang tengah bekerja di luar negeri. Prosedur migrasi seringkali tidak melibatkan desa sebagai entitas penting. Pemerintah desa juga tidak memiliki sistem dan petunjuk teknis untuk memeriksa kesahihan dokumendokumen. Akibatnya, banyak tindak pemalsuan dokumen dalam pemberangkatan buruh migran ke luar negeri. Kondisi ini mencerminkan tata kelola Pemda dan pelayanan BMI yang perlu dibenahi. Hal itu diperparah oleh tumpang-tindih kebijakan dan kuatnya ego sektoral di setiap instansi. Sehingga, peran Pemda dalam hal peningkatan kompetensi para calon BMI sangat dibutuhkan, karena para calon pekerja semuanya berasal LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 41


dari daerah di Indonesia dan pemerintah daerah lah yang semestinya memberikan penilaian layak-tidaknya seseorang diberangkatkan sesuai keahlian dan keterampilannya. Selain itu, Dinas Ketenagakerjaan Kota dan Kabupaten serta dinas provinsi mempunyai peran dalam perlindungan BMI di luar negeri. Meneliti perjanjian penempatan antara BMI-PJKI misalnya, menjadi tanggung jawab Dinas Ketenagakerjaan Kota dan Kabupaten. Meneliti perjanjian kerja antara TKI-Pengguna adalah ranah kerja Dinas Ketenagakerjaan Provinsi. Dari berbagai persoalan di atas, terlihat kompleksitas masalah yang dialami BMI baik dalam hal jenis maupun lokus dan penyebabnya. Namun jika ditarik satu benang merah, akar persoalannya adalah minimya perlindungan yang diberikan oleh negara. Oleh karena itu memperkuat pemerintah baik pusat maupun daerah agar dapat memberikan perlindungan bagi BMI merupakan hal mendasar. Sudah saatnya pemerintah memperbaiki mental sistem perlindungan hukum ketenagakerjaan terkait penegakan hukum regulasi BMI dan banyak belajar dari kasus yang sudah terjadi. Karena itu, sudah saatnya semua pihak yang terkait dalam penanganan BMI, untuk komitmen dan serius dalam merumuskan 42 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

kebijakan perlindungan hukum BMI. Karena keseriusan pemerintah dalam menuntaskan persoalan ini sangat menentukan nasib jutaan BMI di berbagai belahan dunia yang sedang mencari penghidupan dan ekonomi untuk keberlangsungan generasi dan keluarganya, yang tentunya juga berimbas pada kelangsungan bangsa ini di masa depan. Lawrence M. Friedman (1984) mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (structure of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut bagaimana aparat penegak hukum memberikan perlindungan hukum bagi BMI, substansi hukum meliputi bagaimana perangkat perundang-undangan diproduksi untuk memberikan perlindungan hukum BMI secara integral dan budaya hukum merupakan bagaimana kesadaran hukum masyarakat (living law) dalam menjalankan penegakan hukum terkait hak-hak BMI di masyarakat. Artinya, tanggung jawab pemerintah untuk menyelesaikan problematika perlindungan hukum BMI harus mencakup tiga aspek tersebut untuk dikonstruksikan pada saat pra penempatan, pada saat bekerja di luar negeri sampai pada saat kepulangan

tenaga kerja di Indonesia. Dengan memberikan perlindungan hukum yang komprehensif dan integral, berbagai permasalahan BMI di luar negeri dapat diantisipasi dan terdeteksi. DPR selaku lembaga legislatif yang menjadi institusi lahirnya regulasi harus bertindak progresif. Terutama terkait pembaharuan regulasi dan kebijakan migrasi secara revolusioner. Karena dalam praktiknya, kebijakan BMI melalui UU No.39/2004 saat ini, justru telah menjadi penyebab runyamnya migrasi di Indonesia sehingga perlu segera direvisi. Adapun, motif yang justru tampak kemudian adalah, pada satu sisi, pemerintah hanya menjadikan UU ini sebagai legalisasi terhadap mobilisasi BMI yang menghasilkan devisa (remitansi). Sehingga diharapkan dengan upaya yang komprehensif peranan pemerintah semakin nyata dalam memberikan perlindungan hukum. Mempersiapkan BMI yang profesional dan berkualitas tidak hanya difokuskan kepada kesiapan para pekerja, tapi semua elemen yang terkait di dalamnya, termasuk perlindungan hukumnya, sehingga tercipta kekuatan siklus ekonomi paripurna. Terlebih era MEA saat ini sudah berjalan, sehingga kompetisi antar negara menjadi hal yang tidak terhindarkan. Namun, kompetisi tentu tidak perlu mengorbankan jutaan anak negeri. ***

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Wanita Karier dalam Suara Mahasiswa Islam

* Muh. Masrofiqi Maulana Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir

Praktek-praktek yang memperlakukan wanita sebagai subordinat bagi pria dalam perjalanan sejarah pada akhirnya menjadi sebuah budaya yang diyakini masyarakat. Opini tentang stigma negatif terhadap wanita dalam masyarakat sering dibangun oleh pihakpihak keagamaan yang tidak bertanggungjawab. Bahkan ajaran agama yang diselewengkan oleh beberapa pihak, dijadikan dasar justifikasi terhadap praktek-praktek yang sifatnya mensubordinasi dan memarjinalkan seorang wanita bahkan merendahkan martabat wanita itu sendiri. Dilihat dalam sejarahnya budaya yang berkembang pada pra-Islam sangatlah patrialistik, budaya yang menganggap anak wanita sebagai sebuah ‘kerugian’ bagi kabilah atau sukunya. Diakui atau tidak, dengan masih kuatnya pengaruh budaya-budaya patrialistik tersebut, berimplikasi terhadap proses penafsiran al-Qur’an dan Hadis yang bias gender yang berkonsekuensi atas kristalisasi ajaran keagamaan yang patrialistik yang sangat diskrimatif-intimidatif terhadap wanita dalam berbagai aspek kehidupan. Memang ada salah satu hadith Nabi dalam Jāmi’ al-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Tirmīdzī yang memang melarang keluarnya seorang wanita, dan hadith ini sering dipakai oleh pemuka ormas keagamman yang menjunjung negeri patrialistik: Dari Abdulloh bin Mas’ud ra. dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wanita itu aurot, apabila dia keluar maka akan dibanggakan oleh setan.” Namun pernyataan tentang keshahihan hadith tersebut masih menjadi polemik, menurut Naīruddīn al-Albānī jelas mensahihkan hadith ini, namun Imam Tirmīdhī hadith tersebut berstatus hasan gharīb. Hadith ini juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaima, Ibn Ibban, al-abrani, namun Ibn Khuzaima tidak bisa memastikan kesahihan hadith tersebut. Secara matan hadith ini juga bertentangan dengan kisah anak-anak perempuan Syu’aib yang bekerja sebagai penggembala domba (QS. 28:23-25). Bahkan menurut beberapa ulama’ hadith ini dinilai palsu. Toh jikalau memang wanita adalah aurat, kenapa Rasulullah tidak melarang Khadīja untuk berdagang, dan kenapa juga ‘Āisha bisa terjun sebagai politikus dan birokrat negara. Ketika sebuah hadith dibaca LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 43


dengan budaya yang patrialistik maka tentunya hadith akan dipahami berbeda dan jauh dari prinsip dasar ke-Islam-an tentang keadilan dan kesetaraan, sehingga cenderung subordinatif dan intimidatif. Hal yang menyebabkan subordinasi dan intimidasi serta marginalisasi terhadap wanita antara lain adalah, Pertama, masih banyak yang menggunakan studi Islam, khususnya fiqih yang cenderung patrialistik, sehingga melahirkan pemahaman yang menguntungkan salah satu pihak. Kedua, belum jelasnya perbedaan antara seks dan gender dalam mendefinisikan peran pria dan wanita. Ketiga, masih menggunakan sejumlah teks korpus agama yang cenderung misogonis, celakanya lagi,

44 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

teks tersebut ditelan mentahmentah tanpa dipahami secara kontekstual-progresif. Keempat, penetrasi budaya-budaya lokal yang cenderung bias gender ke dalam penafsiran atas al-Qur’an dan Hadith, sehingga mengkristal sebagai dogma agama yang picik, seperti “wanita diciptakan dari tulang rusuk pria�, telah menjadi dogma suci, sehingga pria selalu harus menang dan wanita setiap saat harus kalah dan mengalah. Asghar Ali Engineer dalam memaknai QS. 49:13, mengatakan bahwa semua orang harus mengetahui bahwa pria dan wanita memiliki hakhak yang setara dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Keduanya harus memiliki hak yang setara untuk mengadakan kontrak perkawinan atau me-

mutuskannya keduanya harus memiliki hak untuk memiliki atau mengatur harta miliknya atau campur tangan yang lain, keduanya harus bebas memiliki profesi atau cara hidup, keduanya harus setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan. Namun, di era modern seperti ini perjuangan emansipasi wanita telah menunjukkan hasil. Termasuk sudah banyaknya wanita yang berkarier dalam berbagai sektor kehidupan. Banyak hal yang melatarbelakangi wanita untuk berkarier, ada yang dikarenakan ia seorang single parent, ada yang dikarenakan gaji suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ada yang hanya sekedar ingin mengangkat status sosial mereka, ada yang

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


ingin mengisi waktu luang, ada yang ingin bergaul, dan banyak lagi alasan-alasan wanita meniti karier, baik itu yang bertujuan baik maupun yang bertujuan semata-mata mencari pengakuan status sosial dalam lingkungan mereka, tergantung pola perilaku personal masingmasing. Perkembangan peran dan kesempatan bagi wanita dalam berkarier disebabkan oleh peningkatan kemampuan serta latar belakang pendidikan kaum wanita itu sendiri yang semakin meningkat serta meningkatnya peluang dan kesempatan mereka meniti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Beberapa hal tersebutlah yang membuat pikiran mereka semakin terbuka untuk dapat mengaktualisasikan diri semaksimal mungkin tanpa harus terkungkung oleh “kekuasaan” kaum pria, bahkan al-Quran sendiri menegaskan kesetaraan pria dan wanita dalam surat Q.S. 16:97:

“Barangsiapa yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya , baik pria maupun wanita dan ia profesional dengan apa yang telah ia kerjakan, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan anugerah (kehidupan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi seorang wanita dalam berkarier, yaitu mendapat izin

dari keluarganya, ada jaminan keselamatan dan keamanan selama ia bekerja dari pihak agen penyalur atau perusahaan di mana ia bekerja, ada penanggung jawab untuk urusan rumah tangga, misalnya yang membimbing anaknya secara psikologis bisa tantenya bisa neneknya ataupun pengasuh. Profesinya pun harus sesuai dengan kondisi psikologis dari wanita tersebut dan tidak keluar dari konteks syariat, seperti bekerja sebagai bartender, DJ di club-club, dan pekerjaan yang bisa menyeret mereka kedalam dunia free-sex, karena bisa saja itu akan menimbulkan kekerasan seksual. Paling tidak jika mereka bekerja bertindak sewajarnya, tidak genit terhadap laki-laki, tidak memakai wardrobe, make up, dan parfum yang berlebihan sehingga menimbulkan keterangsangan seksual bagi lawan jenis. Perkembangan karier bagi wanita ini menunjukkan bahwa mereka tidak lagi dipengaruhi oleh ideologi bias gender yang menempatkan mereka pada posisi yang termarginalkan dan pasif. Mereka tampil sebagai partner kerja yang sejajar dengan pria, mereka berperan aktif secara mandiri dalam dunia profesi mereka dan secara intensif mengikuti arus zaman. Akan tetapi, identitas mereka sebagai ‘Kepala Rumah Tangga’ masih tetap menempel erat pada mereka dan selalu mengiringi mereka dalam perkembangannya. Paling tidak bagi seorang wanita karier harus memahami

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

bahwa mereka akan mengalami double burden (beban ganda), yaitu menjalankan kariernya serta menjalankan hak dan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan untuk menjalankan peranannya sebagai kepala rumah tangga bukanlah sesuatu yang semudah apa yang dibayangkan. Apapun alasan yang digunakan oleh kaum wanita meniti karier, tetap saja akan menimbulkan dampak bagi anak-anak, keluarga serta lingkungan sekitarnya, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Wanita karier ini merupakan sebuah dilema, jika mereka tidak mengorbankan dirinya berkarier, kebutuhan rumah tangga sulit untuk tercukupi toh peluang kerja di juga semakin sempit. Akan tetapi jika ia berkarier, tugas mereka untuk membimbing perkembangan emosional, mental, dan spiritual anak menjadi terbengkalai dan terkesampingkan. Padahal ibu merupakan sekolah pertama bagi anak dari segi emosional, mental, dan spiritual. Seperti pepatah Arab: “al-Umm Madrasa al-Ūlā idhā a’dadtahā a’dadta sha’ban ayyiba al-a’rāq”, (seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi anaknya, jika ia mempersiapkan sebaik mungkin maka ia akan mencetak generasi terbaik). Seharusnya kewajiban dalam urusan rumah tangga inilah yang harus didahulukan, terutama tugas membimbing anak-anaknya secara intensif dari segi emosional, mental maupun spiritual (QS. LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 45


31:12-19). Menjadi seorang wanita karier tentu akan memberikan dampak bagi kehudapan diri dan keluarganya, entah itu dampak positif maupun negatif. Dewasa ini wanita yang berkarier mendapat prestasi dan penghargaan yang tinggi di bidangnya masing-masing. Akan tetapi, mereka lupa terhadap kewajibannya sebagai pembimbing moral anak. Fenomena dewasa ini menampakkan sesuatu yang mengerikan yaitu dekadensi moral wanita karier, seperti kasus perselingkuhan, video porno, pelecehan seksual, dll. Bahkan dekadensi moral diantara anak dari wanita karier sering terjadi, mulai dari kasus kekerasan dan kebrutalan, freesex, narkotika, hal ini karena lemahnya pengawasan orang 46 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

tua khususnya ibu terhadap anak. Bahkan dalam beberapa kasus, kurangnya keintiman hubungan antara ibu dan anak perempuan bisa memunculkan perilaku lesbi terhadap anak karena mereka mendambakkan sosok ibu yang menyayangi mereka dalam kehidupannya. Hal ini terjadi karena si wanita tidak bisa menyeimbangkan antara tuntutan karier dengan tuntutan rumah tangga. Agar wanita karier dapat bekerja secara profesional dan tetap bisa bertanggung jawab dengan urusan rumah tangganya ada beberapa tips: a. Pilihlah karier yang tidak mendekati mudharat, sesuai dengan kepribadian dan psikologinya, berpakaian sopan

dan tertutup, tidak harus lembur pulang larut malam atau dini hari, serta tak sering berdomisili diluar kota, jauh dari suami dan anak-anaknya. b. Tentukan alokasi waktu untuk menjalin hubungan baik dengan suami- anak, serta punya jadwal family day untuk orang tua, mertua, dan kerabat serta tetangga. c. Selalu mendahulukan kepentingan keluarga daripada prioritas-prioritas lainnya. d. Tidak terlalu ambisius dalam mengejar karier sehingga keluarga terbengkalai, namun juga tidak mengabaikan potensi diri yang dimiliki. Jadi yang terpenting jadi wanita karier adalah bisa menyeimbangkan antara tuntutan kerja dan tuntutan rumah tangga.***

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 47


“Bukan r hati yang rumahny

umah tem penuh ka

pat berpu

a�

sih itulah

lang,

Sapa Kota Sapa Desa

48 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


sksd

“Berat di punggung tuk rupiah di genggaman�

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 49


50 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Buruh Migran, Sebuah Mimpi yang Rumpang

KOLOM

Oleh: Nur Cahyani Santoso, S.Pd.I

Catatan sejarah menunjukkan, di era 90’an Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal tersebut membuat lapangan kerja dan kesempatan kerja semakin sempit. Pada saat itu muncullah solusi nasional untuk mengurangi angka pengangguran, uran, dengan mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia nesia (TKI) sebagai buruh migran. Seiring berjalannya a annya waktu, saat ini menjadi buruh migran merupakan p pakan sebuah hal yang lazim. Buruh migran atau yang biasa disebut sebas gai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) memiliki sumbangsih yang cukup besar bagi negara. Salah h satu yang tampak nyata adalah mereka merupakan n penyumbang devisa untuk negara. Bahkan menjadi e enjadi penyumbang devisa terbesar, sehingga label pahlp awan devisa dilekatkan pada buruh migran. Lantas, bagaimana mereka bisa berbondong-bondong n ndong menjadi buruh migran di negara tetangga? Selain program nasional, pengiriman buruh b h migran juga dilatarbelakangi masalah ekonomi nom mi masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak k mememiliki pekerjaan yang menjanjikan, di sisi lain la ain akibat kasus agraria di mana buruh tani semakin akin ak termarjinalkan sehingga memilih untuk mencari ca ari pekerjaan lain. Menghadapi masalah tersebut, but, bu masyarakat berlomba-lomba untuk memperbaiki aiki perekonomian dengan cara memperoleh pengnghasilan yang banyak. Berusaha untuk mempereroleh pekerjaan yang mapan, bisa menghidupi upi keluarga, menyekolahkan anak setinggi mungn ngng kin, mampu memenuhi kebutuhan sekunder atau ata tau u bahkan tersiernya. Selain itu latar belakang pendidikan juga jug uga a berpengaruh. Di mana masyarakat memandang d ng dan website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 51


semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar juga peluangnya mendapat pekerjaan yang mapan dan berpenghasilan tinggi. Sedangkan di beberapa daerah —tertinggal khususnya— sebagian besar adalah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) bahkan Sekolah Dasar (SD), adapun masyarakat yang sudah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagian dari mereka memilih menjadi buruh migran karena latar pendidikan sekolah yang tidak cukup tinggi —hanya sampai SMP misalnya—tetapi bisa berpenghasilan tinggi. Iming-iming gaji tinggi, asumsi minim lapangan pekerjaan, latar belakang pendidikan dan sejumlah alasan lain, semakin memperkuat tekad masyarakat untuk menjadi buruh migran. Akan tetapi terkadang ada berbagai macam problem yang dihadapi. Sulitnya persyaratan keberangkatan, biaya berangkat yang semakin tinggi, bahkan ada yang terjebak menjadi buruh migran illegal, belum lagi masalah yang sangat mungkin timbul di

dalam rumah tangga. Termasuk di dalamnya, masalah pendidikan anak buruh migran. Potret Buram Pendidikan Anak Buruh Migran Rata-rata buruh migran berangkat pada usia produktif, setidaknya berusia 19 tahun. Bahkan ada beberapa lembaga pendidikan yang menyalurkan siswanya untuk menjadi buruh migran, sehingga ketika siswa tersebut lulus sekolah, dia bisa berangkat menjadi buruh migran. Akan tetapi di balik itu semua tentu ada yang dikorbankan, keluarga misalnya. Laki-laki sebagai kepala keluarga, seharusnya bekerja karena bertanggungjawab untuk menghidupi keluarga. Akan tetapi di saat ini, sepertinya asumsi tersebut terbalik. Tidak sedikit perempuan yang memilih bekerja di luar negeri. Dengan alasan apapun, entah ingin membantu perekonomian keluarga, merasa penghasilan suami kurang, dan ingin memiliki perekonomian yang lebih, atau berbagai latar belakang lainnya. Bisa jadi mereka be-

rangkat karena melihat orang sekitar yang dipandang sukses setelah menjadi buruh migran. Sebaliknya, sebagian besar suami berada di rumah, mengurus segala urusan rumah tangga, mengasuh anak dan bekerja di daerah asal. Tentu hal ini berbanding terbalik dengan kodrat masing-masing. Perempuan, dikodratkan sebagai ibu rumah tangga yang sudah seharusnya berkewajiban untuk mengurus segala pekerjaan rumah. Terutama mengasuh dan mendidik anakanaknya. Banyaknya perempuan yang berangkat menjadi buruh mingran, memaksa lakilaki —ayah¬— yang seharusnya sebagai kepala keluarga justru mengurus rumah tangga. Data keberangkatan buruh migran menunjukkan bahwa perempuan memang lebih mendominasi. Beberapa contohnya adalah jumlah tenaga kerja yang berangkat di bulan September 2016 laki-laki sebanyak 112 sedangkan perempuan sejumlah 278. Data bulan Oktober 2016 menujukkan, setidaknya terdapat 91 laki-laki dan 333 perempuan yang berangkat menjadi

pe pendidikan tidak hanya menyoal sekolah yang tinggi, lembaga pendidikan yang favorit, ataupun terpenuhinya segala fasilitas yang dibutuhkan anak. Melainkan, pendidikan harus mencakup sleuruh aspek, baik itu pendidikan formal anak, pendidikan dari da segi moral maupun psikologis anak 52 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Keluarga seharusnya memberikan pendidikan yang pas, agar anak mampu melakukan pembentukan fisik, sosial, kognnitif, moral, dan emosional secara baik buruh migran. Data tersebut menunjukkan bahwa buruh migran didominasi oleh perempuan. Perempuan sudah seharusnya berada di rumah, mengurus segala pekerjaan rumah, merawat dan mendidik anak. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman dan juga tuntutan ekonomi, asumsi tersebut perlahan bergeser. Bukan suatu masalah jika perempuan —ibu— bekerja di negara tetangga. Bahkan tidak jarang ibu dan juga ayah sama-sama bekerja di luar daerah bahkan luar negeri. Lantas bagaimana keadaan anak-anak mereka? Anak buruh migran, rata-rata diasuh oleh salah satu orangtuanya, bisa jadi ibu saja atau hanya ayahnya saja. Tidak jarang anak dititipkan ke neneknya ataupun keluarga lainnya, sedangkan neneknya sudah tua dan kurang mengetahui perkembangan yang dialami oleh anak. Tentu kondisi tersebut mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Bisa jadi anak menjadi lebih sensitif,

emosional, atau bahkan mudah terpengaruh oleh lingkungan temannya. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan perhatian dari orangtua untuk selalu mendampingi, mengawasi dan mensuport proses pembelajaran anak. Menginjak usia remaja anak mulai untuk mencari jati diri. Di lingkungan masyarakat dan sekolah anak berusaha untuk menunjukkan, “inilah aku.� Hal yang demikian itu akan menjadi tidak baik jika minim pengawasan dari orangtua. Di satu sisi memang orangtua bisa memenuhi segala kebutuhan anak, menyekolahkan anak setinggi mungkin, dan memberikan segala fasilitas yang memadai untuk anak. Akan tetapi, dalam proses perkembangannya, anak tentu membutuhkan pengawasan, kasih sayang dan asuhan dari orangtuanya. Anak yang tumbuh dan berkembang tanpa pengawasan orangtua bisa jadi akan terpengaruh pergaulan yang negatif. Tidak jarang, kita mendengar

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

kasus kenakalan remaja terjadi lantaran anak ditinggal orangtuanya bekerja. Berada jauh dari orangtua, membuat sebagian anak merasa bebas untuk bertindak. Tentu celahcelah tersebut menjadi lubang besar, sehingga tanpa disadari mereka telah terjerumus ke jalan yang salah. Orangtua mungkin saja mengantisipasi dengan menitipkannya kepada keluarga yang dipercaya. Tidak sedikit juga yang memasukkan anak ke pondok. Akan tetapi hal tersebut dirasa belum cukup mendukung perkembangan anak. Mereka juga membutuhkan sentuhan, dukungan, semangat dan perhatian yang langsung diberikan oleh kedua orangtuanya. Keluarga seharusnya memberikan pendidikan yang pas, agar anak mampu melakukan pembentukan fisik, sosial, kognitif, moral, dan emosional secara baik. Dukungan dan suasana yang hangat dari orangtua juga sangat mendukung perkembangan anak, terutama LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 53


perkembangan psikis anak. Pendidikan yang diberikan orangtua memang sangatlah penting, termasuk jika anak sudah masuk ke sekolah. Bukan berarti jika sekolah dan guru bertanggungjawab 100% terhadap pendidikan anak. Hal tersebut dikarenakan, proses belajar tidak berlangsung selama sehari penuh, tentu ada waktu di mana anak sudah seharusnya bersama dengan lingkungan keluarga dan masyarakat. Perlu digaris bawahi, pendidikan tidak hanya menyoal sekolah yang tinggi, lembaga pendidikan yang favorit, ataupun terpenuhinya segala fasilitas yang dibutuhkan anak. Melainkan, pendidikan harus mencakup seluruh aspek, baik itu pendidikan formal anak, pendidikan dari segi moral maupun psikologis anak. Bagaimanapun juga semuanya harus berjalan bersama. Jika orangtua bekerja hingga ke negera tetangga agar mampu menyekolahkan anaknya setinggi mungkin, coba kembali fikirkan bagaimana pendidikan moral anak dan perkembangan psikologisnya. Lagi-lagi anak tidak hanya membutuhkan uang, fasilitas mewah ataupun prestise karena penghasilan orangtuanya saja. Kurangnya perhatian ataupun dampingan dari orangtua tentu memberikan dampak buruk dalam jangka waktu yang panjang. Anak merasa 54 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

diabaikan dan tidak diperhatikan oleh orangtua atau keluarganya, maka secara tidak langsung anak akan berfikir bahwa mengabaikan oranglain bukanlah hal yang buruk. Termasuk ketika mengabaikan nasehat yang diberikan oleh orangtua yang mengasuhnya ataupun guru. Begitu juga halnya dengan semangat yang seharusnya selalu diberikan oleh orangtua. Minimnya semangat yang diperoleh anak, tentu juga mempengaruhi semangat belajar anak. Sering melamun di kelas misalnya, pada akhirnya prestasi anak akan semakin menurun. Terkadang mereka juga akan lebih memilih untuk menyendiri atau menghindari lingkungan sosialnya. Selain itu tidak jarang anak yang ditinggal orangtuanya menjadi buruh migran memiliki problem psikologis. Sebagian besar dari mereka cenderung sensitif dan tempramen. Usut punya usut, anak-anak tersebut tidak bisa meluapkan emosinya kepada keluarga. Segala kejadian yang dialami di sekolah, di rumah ataupun lingkungan bermain mereka pendam sendiri. Hal tersebutlah yang menjadikan mereka lebih sensitif dan tempramen dibandingkan dengan anak yang diasuh dan tinggal bersama dengan kedua orangtuanya. Minimnya perhatian dari orangtua juga memberi-

kan dampak yang paling buruk yaitu tejerumus ke dalam pergaulan bebas bahkan menikah di bawah umur. Sebagaimana data yang pernah dimuat di media kompas.com, di Ponorogo terdapat banyak pengajuan menikah di bawah umur dari orangtua lantaran anaknya telah hamil. Ironisnya, sebagian besar orangtua—khususnya ibu kandung— anak yang hamil di luar nikah tersebut bekerja sebagai TKW di luar negeri. Hal demikianlah yang seharusnya menjadi pelajaran dan perhatian. Pendidikan anak perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar, bahkan diprioritaskan. Bagaimanapun juga anak adalah penerus keluarga dan bangsanya, jangan sampai mereka memiliki catatan sejarah yang buruk. Pendidikan bukan hanya menyoal sekolah di lembaga yang wah dan mewah. Melainkan juga perhatian, kasih sayang, dan dukungan yang selalu diberikan oleh keluarga. Selain itu pendidikan yang pertama dan utama adalah dari keluarga, bukan dari lembaga pendidikan formal yang paling tekenal sekalipun.

Nur Cahyani Santoso, S.Pd.I Tenaga Pendidik Ds. Soco Rt.08/03 Bendo Magetan Email: cahyaningganung@gmail.com

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Prodi Baru, Status Baru

KAMPUSIANA

SSetidaknya selama tahun 2015/2016 telah dibukka 8 prodi baru yang kesemuanya adalah manddatory dari Kemenag Jakarta .

M

emasuki tahun akademik 2015/2016 wacana alih status STAIN

Ponorogo menjadi IAIN Ponorogo semakin santer terdengar. Wacana tersebut perlahan dibuktikan dengan pembukaan prodi baru pada tahun 2015,

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

yaitu S1 Manajemen Pendidikan Islam, S1 Pendidikan Guru RA, S1 Ekonomi Syariah dan S1 Perbankan Syariah. Keempat prodi tersebut merupakan LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 55


prodi given (pemberian dari pusat). Selain itu, STAIN juga membuka prodi baru di program magister (S2) Pascasarjana, yaitu Pendidikan Bahasa Arab dan Hukum Keluarga Ahwal Syakhsiyah. Akan tetapi kedua program magister tersebut merupakan prodi yang diajukan oleh STAIN. Pada tahun berikutnya—2016—STAIN kembali membuka prodi baru. Adapun prodi tersebut adalah S1 Tadris Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), S1 Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), S1 Zakat dan Wakaf (ZAWA) dan S1 Bimbingan dan Penyuluhan Islam 56 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

(BPI). Keempat prodi tersebut merupakan prodi pemberian dari pusat, sama halnya prodi S1 yang dibuka tahun 2015 lalu. Terkait asal-usul pembukaan prodi tersebut, Basuki, —Wakil Ketua 1 Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga—memberikan penjelasannya. “Itu prodi given

(pemberian.Red) dari Jakarta. Karena alih status itu kita diberi 10 prodi given dari Jakarta, lantas kita terima 8 prodi, yang tidak kita terima itu Prodi Manajemen dan Dakwah karena nanti akan bentrok dengan KPI,” jelasnya. Ia juga menam-

bahkan bahwa prodi given ini adalah hak prerogratif dari Kemenag yang diberikan kepada Perguruan Tinggi (PT) yang bersangkutan, agar PT yang di bawah naungan Kemenag tidak kehilangan ciri khasnya sebagai pusat studi ilmu keislaman. Selain hak prerogratif Kemenag, terdapat tujuan lain dari prodi given yakni sebagai cagar ilmu, sebagaimana yang disampaikan M. Miftahul Ulum selaku Kaprodi PAI.

“Prodi given diberikan Kemenag sebagai solusi prodi yang langka pemina, tagar prodi tersebut tetap berdiri dan keil-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Setidaknya selama tahun 2015/2016 telah dibuka 8 prodi baru yang kesemuanya adalah mandatory dari Kemenag Jakarta. Akan tetapi pembukaan prodi tersebut tidak terlepas dari permasalahan. Beberapa permasalahan muncul mengenai kelayakan sarana prasarana, kualifikasi dosen, kurikulum, dan beberapa masalah lainnya.

muannya tidak punah, seperti ZAWA dan IAT. Jadi kaitannya bukan semata-mata pasar, tetapi karena pengembangan keilmuan tadi, biar disiplin ilmu itu tidak punah makanya dibuat mata kuliah dan dilembagakan,” tutur Ulum. Basuki juga menambahkan adapun prodi given yang dimaksud adalah IPA, IPS, PGRA, PBI, Perbankan Syariah, Ekonomi Syariah, ZAWA, dan MPI. “Kita (STAIN.Red)

hanya mempunyai 12 prodi yang lewat jalur resmi, yang lainnya itu prodi given dan kita disuruh buat TOR (Term of Reference.Red) singkat. Saya

sudah kirim profilnya (prodi given.Red) ke pusat lantas alih status turun lalu dibukalah prodi-prodi itu. Maunya Kemenag ki lek iso sing hidup ki prodi-prodi agama, ojo kabeh umum. (Inginnya Kemenag itu kalau bisa yang dibuka itu prodi-prodi agama, jangan semuanya prodi umum.Red), nanti (status.Red) IAIN nya kemana? Apapun yang terjadi tetap di IAIN itu tidak boleh membunuh prodi agama, tetap prodinya harus banyak yang muttafaqih fid diin,” imbuh Basuki. Senada dengan Basuki, Siti Maryam Yusuf selaku

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

ketua STAIN Ponorogo mengemukakan bahwa prodiprodi tersebut adalah mandatory dari Kemenag akibat alih status STAIN menjadi IAIN Ponorogo. “Prodi baru itu

ada yang mandatory karena mau jadi IAIN. Mandatory itu diberi. Jadi semua yang jadi IAIN dikasih prodi Mandatory. Prodi-prodi yang baru itu mandatory, seperti IPS, IPA, ZAWA tanpa harus visitasi (prodi. Red) kesini. Jadi minimal ada 5 prodi baru, ya ditanya saya yang dikehendaki (prodi.Red) apa? Beda dengan pengajuan prodi yang regular itu,” terang Maryam. LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 57


Pro[di]blem Baru Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia nomor 387 tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam, pada pasal 3 disebutkan bahwa pengajuan izin penyelenggaraan program studi setidaknya mempertimbangkan 7 hal, meliputi: a. adanya kebutuhan di masyarakat akan lulusan program studi/ jurusan yang akan dibuka, b. kejelasan kompetensi lulusan program studi/jurusan yang akan dibuka, c. sumberdaya sendiri yang mencukupi dan sesuai dengan jenis program studi/jurusan yang akan dibuka, d. dana, sarana dan prasarana serta fasilitas utama pendidikan untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraan program studi/jurusan, e. calon mahasiswa (peminat) yang mencukupi terhadap program studi/jurusan untuk beberapa tahun kedepan, f. prospek pekerjaan, profesi dan/atau keahlian yang nyata bagi lulusan program studi sesuai tuntutan masyarakat atau bidang keilmuannya; g pembukaan program studi baru harus memperhatikan keadaan sekitarnya atau di wilayahnya sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat antar perguruan tinggi. Selain itu, adapun kebijakan Departemen Agama, dalam Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 212 tahun 2011 Tentang Per58 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

syaratan Dan Prosedur Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Agama Islam adalah sebelum membuka program studi baru, PTAI yang ada diharuskan melakukan beberapa langkah antara lain berikut ini. a. Melakukan evaluasi program studi (evaprodi) secara periodik sesuai ketentuan yang berlaku. b. Melakukan studi pelacakan (tracer study) untuk mengetahui secara pasti jejak rekam dan pekerjaan setiap lulusannya. c. Melakukan relokasi sumber daya manusia yang ada agar kinerja lembaga menjadi lebih efisien. Relokasi tersebut dapat dilakukan melalui penggabungan, perubahan, dan penutupan program studi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. d. Melakukan koordinasi internal maupun eksternal, khususnya antar perguruan tinggi agama Islam untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya dalam rangka menumbuhkan suatu sinergi yang baik dan sekaligus menghindari persaingan yang tidak sehat. e. Menghentikan pelaksanaan program kelas jauh untuk menghindari citra negatif dan penurunan mutu lulusan perguruan tinggi agama Islam. Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, setidaknya selama tahun 2015/2016 telah dibuka 8 prodi baru yang kesemuanya adalah mandatory dari Kemenag Jakarta. Akan tetapi pembukaan prodi tersebut tidak terlepas dari permasalahan. Beberapa permasalahan muncul mengenai

kelayakan sarana prasarana, kualifikasi dosen, kurikulum, dan beberapa masalah lainnya. Salah satunya adalah masalah yang dikeluhkan Nada—mahasiswi Prodi Tadris IPA semester 1 angkat bicara.

“Seenggaknya sebelum mendirikan jurusan IPA, ada labnya lah, masa nebeng dengan PGMI. Di jadwalnya, praktikum Fisika malah ditempatkan di MT (Mahad Timur.Red) 6, masa kita harus bawa alat- alat praktikum dari lab PGMI ke sana. Belum lagi, sekarang di lab harus gantian dengan PGMI.Sebelum praktikum, mau tidak mau kita harus menunggu dulu apakah PGMI menggunakan labnya atau tidak. Lalu, fasilitas labnya yang kurang memadai dan tempatnya kurang layak dan sempit,� keluhnya. Pernyataan di atas mendapat tanggapan dari M. Imaduddin, salah satu dosen Prodi Tadris IPA. “Sebenarnya

ini (pembukaan Prodi Tadris IPA.Red) arahnya ke alih status STAIN menjadi IAIN yang nanti kedepannya menjadi UIN. Ada prodi IPA, itu sebenarnya adalah dia sebagai embrio ketika nanti transformasi jadi UIN, UIN butuh fakultasfakultas yang berhubungan dengan bidang eksakta. Selain itu sebenarnya IPA itu hadir karena ada perubahan kurikulum di mana mengharuskan tingkat SMP itu mapel ke-IPAannya adalah terpadu, jadi mengkombinasikan antara Fisika, Kimia dan Biologi itu dalam satu kesatuan sehingga

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


muncul yang namanya Prodi pendidikan IPA. Dan mengapa (pembukaan prodi Tadris IPA. Red) itu penting, karena di area sekaresidenan Madiun yang ada (Prodi Tadris IPA. Red) hanya di sini,” jelas Immaduddin. Mengenai kelayakan Prodi Tadris IPA, dosen yang mengampu mata kuliah Kimia tersebut menuturkan, bahwa dari tenaga pengajar atau SDM nya sudah tercukupi. Akan tetapi memang fasilitas dan sarprasnya—seperti laboratorium dan alat-alat praktikum— kurang memadai. Beliau juga menambahkan, meskipun demikian kondisi tersebut sebisa mungkin harus dapat diatasi oleh dosen yang bersangkutan. Imaduddin juga tidak memungkiri bahwa laboratorium yang selama ini digunakan praktikum anak didiknya itu adalah laboratorium untuk PGMI, tetapi menurut beliau hal ini tidak menjadi masalah karena laboratorium tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai laboratorium IPA. “Pada

dasarnya, laboratorium itu jangan melihat hanya pada satu ruang kotak yang berisi alatalat canggih, jadi IPA itu adalah Ilmu Pengetahuan Alam yang harus dipahami bahwa alam pun adalah laboratorium. Nah, permasalahannya sekarang adalah bagaimana menyinkronkan antara desain pembelajaran itu dengan bahan-bahan yang bisa digunakan di laboratorium yang ada sekarang maupun menggunakan alam sekitar. Itu yang

sekarang masih kita godog dalam tim. Jadi sebenarnya fasilitas sekarang ini memadai atau tidak, bagi saya bisa iya bisa tidak,” tuturnya. Lebih lanjut, beliau juga menambahkan bahwa sekarang ini, kabarnya Prodi Tadris IPA sedang mengajukan alokasi dana untuk pengajuan lab khusus Fisika, Kimia dan Biologi. Akan tetapi, terkait terpenuhi atau tidak, hal itu tergantung pada kebijakan pimpinan. Permasalahan sarana prasarana prodi baru tidak hanya dirasakan oleh Prodi Tadris IPA saja, melainkan Prodi BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam). Prodi BPI tersandung masalah kekurangan referensi (buku). Keadaan tersebut dikeluhkan oleh Mamluk mahasiswi semester 1 Prodi BPI. “Di perpus stok

buku referensi matkul kurang banyak dan kurang lengkap mbak, makanya nyarinya susah kadang malah kehabisan,” ujarnya. Permasalahan serupa juga terjadi di Prodi Tadris IPS. Febrian—salah satu mahasiswi Prodi Tadris IPS—menuturkan jika buku-buku yang berbasis ilmu sosial murni banyak yang belum ada di perpustakaan terpadu. Selain itu, menurut Febrian gedung kuliah yang selama ini digunakannya, yakni MT (Mahad Timur) ada beberapa LCD yang tidak bisa dioperasikan dan ruang kuliah yang kurang nyaman karena kipas angin rusak.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Imaduddin: kabarnya Prodi sedang mengajukan alokasi dana untuk pengajuan lab khusus Fisika, Kimia dan Biologi. Akan tetapi, terkait terpenuhi atau tidak, hal itu tergantung pada kebijakan pimpinan. Terkait kelayakan dan sarpras Prodi Tadris IPS, Hendra Afiyanto selaku dosen Prodi Tadris IPS turut angkat bicara. “Menurut saya me-

mang layak, mengapa?Karena namanya ilmu sosial itu backgroundnya masyarakat. Yang namanya masyarakat itu tidak statis tapi fluktuatif dinamis. Masyarakat itu berkembang, begitupun dengan ilmunya yang harus ikut berkembang. Dan karena peminatnya pun juga banyak, maka sudah sepantasnya untuk segera dibuka prodi IPS. Tetapi, untuk kelayakan dalam hal fasiliLPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 59


tas, memang idealnya sebelum prodi IPS ada seharusnya sudah ada fasilitasnya dulu. Akan tetapi apabila kondisinya seperti ini adanya, maka harus berjalan beriringan. Jadi prodi IPS nya sudah ada kemudian baru fasilitasnya, saya kira tidak apa- apa,” paparnya. Membincang tatanan ideal sebuah prodi di Perguruan Tinggi, menurut dosen lulusan UGM ini memaparkan Prodi Tadris IPS bila dilihat dari segi kualitas dosen, jumlah dosen dan ruang kuliah dirasa sudah memenuhi standar. Akan tetapi, belum ideal dari segi kurikulum. “Kita lihat dari

terminologinya saja, yakni Ilmu Pengetahuan Sosial, hal ini tidak ada yang namanya background keislamannya atau apa. Tetapi saya kira di sini kalau kita lihat mata kuliah atau kurikulumnya itu lebih banyak yang mata kuliahnya keagamaan, kemudian mata kuliah pendidikan juga sangat banyak. Memang lulusannya nanti diarahkan untuk pendidikan tapi porsinya untuk mata kuliah ilmu sosialnya sangat sedikit. Kalau kita lihat rasio matkul sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, antropologi, ekonomi itu masing- masing matkul diberi jatah atau slot 5 matkul saja dan menurut saya ini kurang sekali,” ujarnya. Di sisi lain, pembukaan prodi baru tidak menetapkan ketentuan minimal atau kuota mahasiswa yang harus dipenuhi. Sebagaimana yang diutarakan oleh Muh.Tasrif—pihak yang juga mengawal akreditasi 60 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

prodi baru. “Setahu saya tidak ada kuota minimal jumlah mahasiswa untuk keberlangsungan suatu prodi. Yang ada malah ketentuan jumlah minimal dosen, yaitu 6 dosen tetap setiap prodi. Bila jumlah minimal dosen tetap tidak terpenuhi, prodi bisa ditutup oleh Dikti (Dinas Pendidikan Tinggi.Red),” terangnya. Akan tetapi terkait jumlah mahasiswa, Aji Damanhuri, Kaprodi Perbankan Syariah tahun 2016 memberikan sebuah wacana. “Dulu kita pernah

punya prodi D3 Perbankan Syariah angkatan pertama 14 anak dan yang kedua 7, lulus semua sampai akhir. Namun banyak yang lanjut ke muamalah S1. Jika terus mendapat mahasiswa sedikit tentu akreditasinya jelek, jika jelek terus ya pasti tutup kiosnya,” jawab Aji. Menurut Miftahul Ulum, standar ideal mahasiswa untuk menempati kelas suatu prodi di STAIN Ponorogo, sudah terpenuhi bahkan ada yang lebih.

“Alhamdulillahdi kita (STAIN. Red) itu kuotanya terpenuhi, standar minimalnya itu 1 kelas, idealnya ada 30-an mahasiswa, bahkan ada yang mencapai dua kelas,” terang Ulum. Ia juga menuturkan tentu ada upaya dari lembaga dalam menggiring mahasiswa untuk memenuhi standar ideal tersebut, salah satunya dengan iming-iming beasiswa terutama bagi prodi baru yang sepi peminat seperti ZAWA.

”Di promosi awal, kita arahkan untuk memilih yang ini (prodi

sepi peminat.Red) untuk pilihan pertama apabila kuota sudah terpenuhi maka dia dimasukkan di pilihan kedua. Yang lebih urgen itu ketika mereka mendaftar. Seperti di SNMPTKIN, ketika mereka daftar via online, mereka diarahkan caracaranya, prodi ini ada beasiswanya, nanti ke depan profil lulusannya seperti ini dan sebagainya. Jadi peran bagian pendaftaran itu besar dalam mengarahkan mahasiswa meskipun mahasiswa itu dari rumah sudah punya anganangan, saya masuknya ingin di sini. Tetapi ketika calon mahasiswa baru masuk di sini, nanti kita bisa menawari prodi-prodi baru. Memang tetap dia yang menentukan akan sesuai dengan angannya tadi atau memilih prodi baru yang ditawari ini-ini tadi seperti diimingi beasiswa atau yang lainnya, seperti itu,” tambahnya. Meskipun demikian semoga semua pihak tidak lupa. STAIN pernah “tersandung” dalam pembukaan Prodi D3 Perbankan Syariah pada tahun 2011. Mahasiswa baru yang hanya berjumlah 9 orang, membuat akademik memutuskan untuk me-merger prodi tersebut dengan prodi S1 Muamalah dengan alasan jumlah mahasiswa sedikit. Alhasil, kesembilan mahasiswa yang semula masuk Prodi D3 Perbankan Syariah menjadi mahasiswa prodi S1 Muamalah.*** Widya Annisa Ulfina_ Crew/22.13.130

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Fendi Sri Rahayu: Sang Kartini Buruh Migran SOSOK Faktor ekonomi merupakan alasan terbesar ketika seseorang memutuskan merantau ke negeri ket orang untuk menjadi BMI (Buruh Migran Indonesia) ora atau yang juga lazim disebut TKI/TKW(Tenaga Kerja ata Indonesia/Tenaga Kerja Wanita). Kurangnya keterInd sediaan lapangan kerja yang menjanjikan di negeri sed sendiri mendorong calon BMI memantapkan hati sen untuk merantau hingga ribuan kilometer jauhnya. un Imbas dari keputusan tersebut tentu saja para BMI Im harus rela untuk sementara tak bersua dengan keluhar arga hanya demi memeras keringat yang kemudian arg ditukardengan Dollar, Ringgit, Yen dan mata uang dit asing lainnya. Hal tersebut tentu saja bukan karena asi Rupiah telah kehilangan pesonanya, hanya saja kareRu na himpitan kebutuhan hidup yang terus menekan membuat BMI pindah ketertarikannya kepada selain Rupiah. Instan, menjanjikan ekonomi yang lebih baik, dan itung-itung sekalian Fendi Sri Rahayu, yang merupaplesir. kan koordinator Keluarga Besar Tentu saja menjadi Buruh Migran Buruh Migran Indonesia cabang tak selalu seindah ekspektasi atau harapan awal. Bayangan koceh duit di negeri sePonorogo. Wanita kelahiran Poberang tidak serta-merta dapat dirasakan norogo 11 April, 38 tahun silam ini oleh seluruh Buruh Migran. Saat berada dulunya juga merupakan seorang di negara tujuan beragam faktor harus dihadapi. Faktor pribadi seperti menata pahlawan devisa yang berjuang sehati saat jauh dari keluarga hingga terkait lama belasan tahun meraup pundifaktor pekerjaan seperti tertipu oleh perupundi dollar di negeri rantauan. sahaan penyalur tenaga kerja, hingga tak jarang yang terancam hukuman di negara asing tempat mereka bekerja. Saat mereka pulang website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 61


pun masih harus menyiapkan mental karena tidak semua buruh migran bakal bernasib baik dengan pulang membeli sawah berhektar-hektar dan membangun rumah baru seperti anggapan masyarakat pada umumnya. Hal semacam ini yang kadang luput dari pertimbangan calon Buruh Migran sebelum lepas landas, yang terpenting nawaitu cari uang, apapun rintangannya harus diterjang. Mereka menganggap yang demikian merupakan bagian dari rumus alam, sudah menjadi satu paket bahwa segala sesuatu pasti mengandung resiko. Dalam rubrik sosok kali ini, aL-Millah mengangkat kisah nyata Fendi Sri Rahayu, salah satu BMI asal Siman Ponorogo yang merasakan pahit getir di berbagai negara tempat ia bekerja hingga ia memutuskan untuk mengabdikan hidupnya sebagai aktifis buruh migran. “Tidak Ada Perjuangan Tanpa Pengorbanan� begitulah tag line yang tertulis pada kronologi akun Facebook milik Fendi Ponorogo alias Fendi Sri Rahayu, yang merupakan koor-

62 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

dinator Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia cabang Ponorogo. Wanita kelahiran Ponorogo 11 April, 38 tahun silam ini dulunya juga merupakan seorang pahlawan devisa yang berjuang selama belasan tahun meraup pundi-pundi dollar di negeri rantauan. Wanita yang sebenarnya bernama asli Sriati ini merupakan salah satu mantan buruh migran yang hingga kini masih mempedulikan nasib teman-temannya sesama buruh migran. Dinaungi organisasi yang dipimpinnya, Fendi, panggilan akrabnya sehari-hari, masih turut membantu memperjuangkan nasib para buruh migran yang tertimpa masalah entah di dalam negeri maupun setelah berada di negara penempatan. Motif kepeduliannya hanya satu, yaitu rasa simpati karena dulu merasa pernah senasib. Jalan Buruh Migran Tak Selalu Mulus Fendi muda, yang kala itu masih berusia sekitar 16an dan masih belum banyak pengalaman karena baru saja mentas dari Madrasah seting-

kat SMP, memutuskan untuk keluar rumah mencari nafkah. Tentunya hal ini bukanlah sebuah cita-cita yang diimpikannya, karena baginya melanjutkan pendidikan pada saat itu adalah sebuah hal yang tak mungkin karena terganjal masalah biaya. Akhirnya Fendi memutuskan untuk bekerja dulu baru kemudian melanjutkan ke jenjang SMA jika sudah memiliki cukup uang. Dengan modal tekad yang kuat, gadis di usia yang sebelia itu nekat berangkat ke luar kota untuk mencari pekerjaan. Karena termakan bujuk rayu soal imingiming bekerja di luar negeri lebih menjanjikan, akhirnya Fendi memutuskan mendaftarkan diri ke salah satu PJTKI di Surabaya. “Manusia itu kalau sudah dihadapkan dengan situasi kepepet ya apapun pasti akan dilakukan, kalau udah nekat meskipun masih umur segitu ya pokoknya budhal cari uang. Berani nggak berani harus dijalani.� Setelah melewati serangkaian proses yang terbilang rumit mengingat umurnya yang kala itu masih belia, akhirnya untuk pertama kalinya Fendi berhasiltake off ke Malaysia. Namun nasib baik kurang berpihak padanya. Bekerja di luar negeri tak semudah perkiraannya. Karena majikan mengancam akan memutus kontrak kerjanya serta situasi disana terasa sangat membebani, akhirnya Fendi nekat kabur dari rumah sang majikan. Setelah kabur, hidupnya di Malaysia terus dihantui rasa takut ka-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


renaharus terus berlari menghindari kejaran pihak yang berwenang. Selain itu Fendi juga harus memikirkan untuk mencari pekerjaan demi menyimpul tali hidupnya. “Untungnya di Malaysia banyak saudara, banyak teman, banyak kenalan, jadi ya mudah kalau butuh pekerjaan, tinggal menghubungi mereka supaya dicarikan pekerjaan walaupun dengan menggunakan KTP palsu yang pasti kalau sampai ketahuan pihak sana bisa dipenjara sampai lima tahun.” Sampai akhirnya Fendi lelah dan memutuskan untuk pulang ke Indonesia melalui jalur passport tendang. “Akhirnya pulang ke Indonesia lewat jalur Pass Tendang. Pass Tendang itu bayar di imigrasi terus dilewatkan dalam tapi paspor tetapnggak di cop, jadi di kantor imigrasi Batam kena masalah, mereka bilang: ‘kamu ini ilegal paspormu tidak ada cop-nya’ lalu saya dibawa ke ruangan khusus untuk diinterogasi dan ujung-ujungnya ya disuruh mbayar juga.” Terang Fendi. Fendi lega akhirnya bisa menginjak Bumi Reog dengan selamat. Akan tetapi Fendi memanglah bukan tipe orang yang bisa berdiam diri di rumah tanpa melakukan apapun, terlebih ada tetangganya yang berprofesi sebagai PL (Pekerja Lapangan yang akan membawa calon TKI ke sponsor hingga sampai ke PJTKI .Red) yang menawarinya untuk berangkat ke luar negeri lagi, oleh karenanya Fendi hanya berada di rumah sela-

ma 20 hari saja sebelum dirinya berangkat kembali ke PJTKI untuk menunggu mendapat majikan baru. Kali ini tujuannya bukan lagi Malaysia, mengingat pengalaman pertamanya menjadi buruh migran disana kurang menyenangkan. Setelah 3 bulan menunggu di PJTKI akhirnya Fendi terbang ke Hongkong dan bekerja disana selama kurang lebih 14 tahun dengan oper majikan sebanyak 4 kali. “Saya di Hongkong selama 14 tahun, tapi berkala, ya putus-putus gitu, ganti majikan sampai 4 kali. Majikan pertama di Hongkong membuat saya nggak betah karena saya terlalu dibatasi dalam bersosial dengan sesama orang Indonesia. Karena merasa tertekan secara psikologis, saya akhirnya memutuskan untuk pulang kembali ke Indonesia.” Sepertinya rencana Fendi untuk meneruskan sekolahnya memang tinggal sebuah rencana, hal tersebut dikarenakan banyaknya provokasi sana-sini, terlebih dari teman-temannya yang lebih dulu merasakan enaknya menjadi buruh migran. “Kenapa sekolah tinggitinggi kalau ujung-ujungnya golek duit juga?” Begitulah kelakar yang dilontarkan Fendi. Sampai akhirnya tidak ada 3 bulan di rumah Fendi kembali berangkat ke Hongkong lagi dengan identitas palsu.“Karena pertama kali di Hongkong dulu kena masalah, maka dari itu nama saya diganti dari yang semula Sriati menjadi Sri Rahayu dengan alasan kata pihakPJTKI nama Sriati disana (di Hong-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

kong .Red) sudah di blacklist.” Terang Fendi. Meskipun Fendi adalah seorang perempuan, tak lantas menjadi alasan bahwa dirinya lemah dan tidak bisa melalui sepak terjang dalam pertarungan ekonomi. Semangat juang Fendi dalam mencari rejeki memang patut diteladani meskipun tidak dipungkiri bahwa perjalanan yang harus dilaluinya cukup terjal dan berliku. Namun dia percaya bahwa setiap kesuksesan itu pasti jalannya tidak mudah. Peribahasa berakit-rakit ke hulu berenangrenang ke tepian nyatanya memanglah bukan isapan jempol belaka. Siapapun yang ‘bersakit-sakit dahulu’ dalam artian berjuang keras dalam memperjuangkan hidupnya, niscaya ‘bersenang-senang kemudian’ akan ia cecap nantinya. Totalitas di Kabar Bumi Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia atau yang biasa disingkat‘Kabar Bumi’ merupakan suatu organisasi bagi komunitas para buruh migran dan mantan buruh migran Indonesia. Cikal bakal organisasi ini berawal dari para buruh migran Hongkong yang berkumpul jadi satu dengan memanfaatkan waktu libur sampai akhirnya mereka mendirikan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Hongkong. Bagi para buruh migran, dengan mengikuti kegiatan keorganisasian semacam ini dengan teman sesama orang Indonesia merupakan hiburan tersendiri setelah merasakan penatnya LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 63


bekerja. Bisa berkumpul bersama, mengistirahatkan sejenak lidah yang terasa kaku setelah sekian lama tidak berbicara dengan bahasa sendiri, berbagi cerita suka-duka dan saling menguatkan satu sama lain, merupakan spirit tersendiri yang setidaknya dapat membuat mereka bertahan ditengah kerasnya hidup di negeri yang jauh dari rengkuhan sanak saudara. “Hiburan kami, para buruh migran adalah ketika kita sama-sama bisa berkumpul di hari minggu atau di hari libur lainnya, selain itu ikut organisasi semacam ini juga positif bagi kami (para buruh migran, Red.) selain untuk menjalin komunikasi dengan sesama buruh migran, juga untuk membantu mengadvokasi setiap permasalahan-permasalahan yang menimpa teman kami.” Ujar Fendi sembari mengenang kisahnya ketika masih menjadi buruh migran di Hongkong dulu. ATKI Hongkong juga turut menggawangi kasus yang menimpa buruh migran.Para buruh migran yang tergabung dalam organisasi tersebut melakukan aksi di depan kantor Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) ketika ada permasalahan yang perlu dirundingkan dengan Konjen. Tentu saja aksi yang dilakukan para buruh migran tak se-anarkis aksi-aksi yang biasanya muncul di TV. Aksi para buruh migran tergolong damai dan tertib. “Untuk masalah aksi atau demo, beda dengan di Indonesia, demo kita tertib tidak ada bakar ban dan dobrak pintu. 64 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Yang penting organisasi kami ada lisensi resminya, sebelumnya juga ijin dengan kepolisian setempat bahwa kita akan mengadakan aksi di depan kantor KJRI, jadi aksi kita bisa dibilang benar-benar damai. Dan masalah mengerahkan massa, kami biasanya menggunakan media sosial seperti Facebook untuk memobilisasi sekian orang (para buruh migran, Red.) untuk turut andil dalam melakukan aksi.” Tutur Fendi sembari menyeruput kopi yang merupakan minuman kesukaannya. Bagi Fendi, totalitasnya di dalam organisasi yang diikutinya tersebut murni karena panggilan hatinya untuk berjuang membela hak-hak buruh migran yang sering dirampas. “Tidak ada ruginya kita melakukan hal-hal untuk menolong teman kita yang kesusahan, toh suatu saat kita pasti membutuhkan mereka juga kalau misalnya ganti kita yang kesusahan.” Ujar wanita penyuka segala jenis bunga tersebut. Bahkan Fendi mengaku rela mencuri-curi waktu disela berbelanja untuk sekedar singgah ke kantor sekretariatan ATKI Hongkong untuk piket, tak jarang juga ijin ke majikan setengah hari jika aksi dilakukan tidak pada hari libur, meskipun dia paham betul bahwa resiko yang diterimanya adalah potong gaji.Baginya tak masalah asal organisasinya tersebut bisa berjalan, dan buruh migran yang tertimpa masalah bisa terselesaikan. Karena dedikasinya tersebut, Fendi beberapa kali mendapat-

kan piagam penghargaan dari berbagai pihak, serta belasan piala yang ditata rapi di lemari kaca ruang tamunya yang merupakan sebuah bentuk respect sekitarnya terhadap apa yang sudah dilakukannya. Baru pada tahun 2014, Fendi yang sudah menemukan titik jenuh menjadi buruh migran akhirnya memilih untuk berhenti bekerja di luar negeri dan memutuskan pulang ke Tanah Jawa untuk menjalankan perannya sebagai seorang Ibu Rumah Tangga biasa sembari menggarap sawah miliknya. Akan tetapi perjuangannya tak berhenti sampai disitu, meskipun statusnya kini sebagai mantan buruh migran, tak lantas membuatnya berhenti peduli dengan nasib perjuangan para buruh migran Indonesia. Karena itulah Fendi aktif menggerakkan ATKI di Indonesia cabang Ponorogo. Dalam perjalanananya karena nama organisasinya menggunakan nama TKI maka anggotanya pada tahap awal hanya segelintir orang yang memang

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


berprofesi sebagai buruh migran. Karena hal tersebut demi mengembangkan organisasi maka nama komunitasnya kemudian diubah menjadiKABAR BUMI (Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia) dan akhirnya anggotanya pun meluas ke seluruh masyarakat umum, mulai dari petani, guru, mahasiswa dan keluarga buruh migran tentunya. Kabar Bumi sendiri adalah sebuah organisasi berlisensi resmi yang mana telah disahkan menurut Akta Pendirian Nomor: 01 Tanggal 02 Mei 2016 sesuai SK MENKUMHAM RI Nomor AHU-0078842. AH.01.07 Tahun 2016. Kegiatan yang rutin dilakukan Kabar Bumi adalah arisan bulanan antar anggota guna mendekatkan jalinan silaturahmi, juga beberapa kali mengadakan Baksos dengan pemberian sembako kepada janda miskin, keluarga miskin, dan kepada yang berhak menerima lainnya. Dan tentu saja kegiatan vital Kabar Bumi adalah melakukan pengadvokasian terhadap per-

masalahan yang menimpa buruh migran. “Kabar Bumi mengupayakan mencarikan solusi bagi buruh migran yang tertimpa masalah, seperti contoh kasus yang sedang kami tangani sekarang yaitu seorang buruh migran yang berasal dari Maospati, dia terpaksa pulang ke Indonesia mengakhiri kontrak kerjanya karena sakit, tetapi pihak PJTKI meminta uang ganti rugi sebesar Rp. 26.000.000 yang mana tidak jelas tuntutannya menurut undang-undang. Biasanya kami akan melakukan mediasi secara kekeluargaan terlebih dahulu, istilahnya nempukne karep dari masing-masing pihak lalu dicari solusinya barengbareng sesuai hukum yang berlaku. Sekiranya mereka kok ngeyel baru kita adukan ke pusat (pihak berwenang, Red.).” Sriati, yang bernama pena Fendi Rahayu merupakan wanita sederhana dan apa adanya yang memiliki kebaikan hati dengan mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

untuk memperjuangkan nasib buruh migran tanpa mengharap apapun. Selain melalui Kabar Bumi, Fendi juga aktif di Sosial Media seperti Facebook dan Blogger untuk menuliskan informasi-informasi bermanfaat seputar dunia Buruh Migran. “Nggak ada alasan apapun bagi saya melakukan ini semua kecuali karena memang panggilan jiwa, saya juga pernah berada di posisi mereka, merasakan bagaimana beratnya perjuangan seorang buruh migran di negeri seberang, bagaimana pedihnya ketika hak-hak kita dirampas.” Kata beliau saat kami temui di rumahnya, di RT. 01 RW 01 No. 35 Pojok Dusun Krajan, Desa Ronosentanan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, yang mana juga menjadi kantor kesekretariatan Kabar Bumi Cabang Ponorogo. Dibalik wajahnya yang sangar karena penampilannya yang tomboy, tersimpan kebesaran jiwa yang tak mengharap pamrih atas apa yang dilakukannya. “Orang hidup itu harus bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bermanfaat untuk orang lain. Selagi kita bisa melakukan hal bermanfaat, seperti menolong orang lain yang bahkan itu saudara kita (sesama buruh migran, Red.) ya mengapa tidak? Kan begitu rumusnya hidup bahagia.” Pungkasnya di akhir percakapan panjang kami.***

Choirun Hatika_Crew LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 65


BUDAYA

Kertas Dluwang, Jejak Sejarah Tradisi Literasi Tegalsari Tegalsari, mendengar nama itu tentulah tak asing bagi telinga kita. Sebuah nama tempat yang berada sekitar 10 km ke selatan dari pusat kabupaten Ponorogo. Terkenal dengan salah satu lokasi destinasi wisata religius yakni masjid Tegalsari dan komplek pemakaman Kyai Ageng Kasan Besari salah satu tokoh yang membesarkan nama Tegalsari sehingga menjadi destinasi wisata religi hari ini. Selain masjid dan komplek pemakaman, Tegalsari masih menyimpan sejarah unik yang pantas untuk digali, yaitu kertas dluwang. Dluwang adalah kata yang biasa digunakan orang tempo dulu untuk menyebut kertas. Kertas saat ini mungkin bukanlah komoditas yang dianggap penting karena bisa didapatkan dengan mu66 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

dah. Ini berbeda dengan era ratusan tahun lalu dimana media untuk menulis masih sangat sulit didapatkan. Di era emas itulah, Tegalsari Ponorogo sudah menjadi pusat industri kertas. Sekitar 75 meter ke arah selatan dari masjid akan kita jumpai sebuah bangunan rumah model kuno. Disanalah lokasi perusahaan kertas Gedog atau kertas dluwang pernah mengalami masa jaya. Saat crew aL-Millah bertandang ke bangunan rumah model kuno yang dulunya adalah perusahaan kertas dluwang, crew disambut baik oleh Cipto Wiadi selaku tuan rumah penghuni bangunan rumah model kuno atau salah seorang keturunan ketiga dari keluarga perusahaan pembuat kertas Gedog yang terkemuka di Tegalsari. Kepada crew, ia

berusaha menceritakan tentang kejayaan perusahaan milik keluarganya yang ia peroleh dari orang tuanya. Mata Cipto Wiadi menerawang jauh dan berusaha lamat-lamat mengingat cerita tentang kejayaan perusahaan kertas Gedog atau yang lebih dikenal dengan kertas dluwang milik keluarganya di Tegalsari. Di sela upaya mengingat, ia tak lupa menunjukkan bukti berupa piagam yang menerangkan bahwa perusahaan kertas dluwang milik keluarganya mengalami kejayaan. Sebuah piagam penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Surabaya kepada perusahaan kertas Gedog Tegalsari tanggal 19-27 Mei 1962 di Taman Hiburan Rakyat dalam sebuah pameran. Dalam ceritanya juga, perusahaan milik keluarganya mam-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


pu mengekspor hasil produksi kertasnya ke Belanda yang digunakan untuk keperluan pembuatan uang, piagam,naskah dan kitab. Sebab menurutnya kertas dluwang merupakan kertas dengan kualitas bagus dibanding kertas yang ada saat ini. Kertas dluwang hari ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas di zaman sekarang, terutama masyarakat yang ada di Ponorogo sendiri. Kertas dluwang begitu asing di telinga dan menjadi ironi ketika kita dapati yang mengenal justru orang-orang luar. Padahal Ponorogo, khususnya Tegalsari disebut-sebut sebagai penghasil kertas dluwang terbesar yang pernah ada. Kertas yang dibuat dari epidermis atau kulit batang pohon dluwang terluar ini baru dikenal oleh beberapa kalangan setelah tim peneliti dari Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM) Surabaya melakukan penelitian terhadap Manuskrip Islam Pesantren (MIPES) yang objek penelitiannya adalah manuskrip yang ada di pesantren. Salah satunya yang ditemukan adalah penggunaan kertas dluwang ini. Begitu juga yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa praktikum dari salah satu universitas negeri di Surabaya yang melakukan praktik membuat kertas dluwang untuk kajian matakuliah Filologi Fakultas Sastra dengan menggunakan pohon dluwang untuk dijadikan kertas. Pohon Dluwang dan Cara Pembuatan Kertas

Dluwang Kertas dluwang atau dikenal dengan istilah kertas gedog adalah kertas yang dibuat dari epidermis atau kulit batang pohon dluwang yang terluar. Pohon dluwang ini tumbuh di Baemah (Sumatera), pedalaman Sulawesi hingga pulau Seram, Garut (Jawa Barat), Purwokerto (Jawa Tengah), Ponorogo (Jawa Timur), Pamekasan dan Sumenep (Pulau Madura). Pohon ini tidak memiliki bunga dan buah serta berkembang biak dengan akar rimpang atau geragih. Cipto Wiadi mengungkapkan bahwa tegalan miliknya masih ditanami pohon tersebut. Sementara peralatan yang digunakan untuk membuat kertas dluwang diantaranya adalah pisau, tembaga, papan yang keras, dan owok-owok atau kerang. Adapun untuk bahannya adalah pohon dluwang yang diambil epidermis atau kulit batang pohon dluwang terluar. Sedangkan ketentuan usia pohon yang digunakan untuk pembuatan kertas ini adalah sekitar 4-5 bulan, tetapi ada juga yang 3 bulan sudah siap untuk diolah menjadi kertas. Proses pembuatan kertas dluwang memerlukan waktu 1 hari jadi. “Pertama pohon

dluwang dipotong sekitar 15 cm dengan menggunakan pisau. Lalu dibelah lapisan kulitnya agar terlepas dari kambium. Kulit batang pohon ini sifatnya tidak lengket di kambium karena terdapat getah yang berfungsi untuk melepaskan kulit dengan kambium dengan mu-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

dah. Kemudian kulit yang sudah mengelupas masuk pada tahap perendaman yang memerlukan waktu semalam. Selanjutnya dimemarkan dengan alat tembaga dengan syarat papan yang digunakan untuk mememarkan adalah keras. Tujuan menggunakan papan keras adalah supaya saat kulit dimemarkan, papan tidak hancur. Proses pememaran ini dilakukan searah agar serat tidak jelek nantinya. Pada saat mememarkan, bunyi “dog-dogdog� tak dapat dihindari sebab bertemunya dua benda yang sama-sama keras, yaitu tembaga dan papan. Dari situlah asal nama Gedog diambil. Kemudian dihaluskan dengan owokowok atau kerang. Pada tahap selanjutnya ialah proses pengeringan yang berfungsi untuk melepaskan kadar air. Caranya bukan di jemur pada terik sinar matahari melainkan ditempel di pohon pisang. Alasan menggunakan pohon pisang ialah pohon pisang penyerap air yang paling baik. Oleh sebab itu selain pohon pisang tidak bisa digunakan. Semakin sedikit kadar air saat akan ditempel karena proses pememaran terlalu keras, maka menempelnya kertas di pohon pisang tidak begitu rekat menempel. Adapun jika kandungan air masih banyak maka kertas akan rekat menempel. Jika kadar air pada kertas sudah hilang, ia akan jatuh dengan sendirinya. Untuk proses terakhir adalah pemotongan kertas, dimana kertas dipotong sesuai kebutuhan yang diinginkan.�, tutur Cipto Wiadi dengan gamblang LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 67


kepada crew. Kertas dluwang ini memiliki kualitas yang bagus dibanding kertas yang diproduksi saat ini. Salah satunya adalah mampu bertahan lama meskipun terkena air. Adapun untuk cara perawatan kertas ini agar tidak cepat rusak dan mudah dimakan rayap menggunakan kapur barus dan merica bubuk. Namun, itu cerita lama. Kini, pembuatan kertas itu tinggal cerita yang tersisa. Pasalnya perusahaan kertas yang pernah jaya dan mampu memasok hasil produksinya ke Belanda itu berhenti karena sudah tidak 68 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

ada pemesanan lagi. Sejarah Pesantren Tegalsari, Tradisi Literasi, dan Kertas Dluwang Sebagai Pendukung Unsur Literasi Tegalsari adalah nama sebuah desa di Kecamatan Jetis, kabupaten Ponorogo. Letaknya 10 km ke selatan dari kabupaten Ponorogo dan hari ini terkenal dengan salah satu destinasi wisata religi. Keberadaan wisata religi ini tidak bisa dilepaskan dari sejarahnya di masa silam yang ada kaitan eratnya dengan Pesantren Tegalsari atau dikenal dengan

Gerbang Tinatar. Menurut cerita Kiai Syamsuddin yang menjadi Kiai Tegalsari saat ini mengungkapkan bahwa Pesantren Tegalsari dirintis oleh putra Anom Besari dari Caruban. Ialah Kiai Ageng Muhammad Besari. Anom Besari sendiri memiliki 3 putra yakni : Khatib Anom, Muhammad Besari, dan Nur Shodiq. Ketiganya pernah nyantri pada Kiai Donopuro di Setono. Selain itu menurut buku karangan Dawam Multazam yang berjudul Dinamika Tegalsari menyebutkan bahwa babatnya Tegalsari ini atas dasar perintah Kiai Donopuro dari Setono kepada santri kebanggaannya Muhammad Besari yang dirasa keilmuannya sudah mencukupi dan dipandang sudah siap untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Tegalsari. Selain itu juga Kiai Donopuro merestui bila Muhammad Besari mendirikan pesantren di Tegalsari itu. Seiring berjalannya waktu, Pesantren Setono mengalami surut dan Kiai Donopuro semakin tua dan akhirnya wafat, santri di Setono diperintahkan boyong ke Tegalsari. Tak hanya santri yang boyong, status perdikan yang dimiliki oleh Kiai Donopuro ini juga turun ke Muhammad Besari. Lambat laun pesantren Tegalsari ramai oleh para santri yang nyantri di pesantren tersebut. Selanjutnya puncak kejayaan pesantren Tegalsari ialah di masa Kiai Ageng Kasan Besari yang merupakan cucu dari Kiai Ageng Muhammad Besari yang merupakan perintis

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


pesantren. Di masa-masa inilah pesantren tumbuh pesat dengan jumlah santri sekitar 3000an yang tidak hanya tinggal di pesantren tetapi juga tinggal di rumah-rumah penduduk. Di masa Kiai Ageng Kasan Besari inilah pujangga besar terlahir yaitu Ronggowarsito. Tradisi literasi tumbuh pesat di pesantren ini dengan dibuktikan lahirnya pujangga Ronggowarsito yang banyak menelurkan karya setelah selesai menimba ilmu di pesantren tersebut. Meskipun disaat nyantri di Tegalsari Ronggowarsito tidak menghasilkan karya tulis ternama, karya-karyanya yang dihasilkan setelah nyantri kental sekali dengan nuansa religi. Menurut Murdiyanto seorang dosen kajian Metodologi Penelitian menuturkan bahwa bekal literasi yang dihasilkan oleh Ronggowarsito merupakan hasil pergulatan dan tirakat panjang atau dikenal dengan istilah ‘lelaku spiritual’ yang banyak dipengaruhi oleh pesantren Tegalsari. Disamping itu, tradisi literasi tumbuh di pesantren ini dengan dibuktikan oleh penelitian Amiq Ahyad dari Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM) Surabaya yang menginventarisasi manuskrip di pesantren menemukan kurang lebih 69 manuskrip kitab yang berbahan kertas dluwang, lokal, maupun Eropa. Dari manuskrip-manuskrip itu ditemukan keterangan bahwa kitab itu mayoritas ditulis oleh Kiai Jailani yang merupakan salah satu tokoh produktif di ling-

kungan pesantren yang menyalin kitab-kitab klasik dengan menggunakan kertas dluwang. Namun, sayangnya tokoh ini dimungkinkan menjadi tokoh yang terakhir yang produktif, karena setelahnya tidak ditemukan manuskrip dengan nama tokoh lain. Kitab yang dibuat dari kertas dluwang Selain tradisi literasi di pesantren Tegalsari sebagai ciri khas yang mewarnai masuk ke dalamnya tetapi tidak pesantren, kertas dluwang juga menggeser keberadaan kertas memiliki peran sebagai unsur dluwang yang ada. Kertas dlupendukung tradisi literasi di wang tetap dipakai untuk menpesantren Tegalsari zaman itu. yalin kitab karena kualitas kerBuktinya adalah kitab-kitab tas tersebut terbukti jempolan yang ditulis dengan menggu- daripada kertas yang ada sekanakan kertas dluwang yang rang ini. kini berupa manuskrip. Sementara menurut wawancara Manuskrip yang Tersisa yang dilakukan oleh crew den- Hari Ini gan Dawam Multazam seorang Kertas dluwang yang peneliti yang pernah meneliti pernah berjaya dan kualitasnya Tegalsari menyatakan bahwa lebih bagus dari kertas yang sejak abad ke-18, Tegalsari su- ada hari ini sebab tidak mudah dah dikenal dengan pusat pem- sobek masih menyisakan sisa. buatan kertas dluwang. Perny- Adapun sisa-sisanya adalah ataan tersebut juga dibenarkan berupa manuskrip berbentuk oleh Cipto Wiadi salah seorang kitab. Kepemilikan kitab yang keturunan ketiga dari kelu- berbahan kertas dluwang ini arga perusahaan pembuat ker- dikoleksi secara pribadi oleh tas Gedog yang terkemuka di orang-orang tertentu di kaTegalsari itu. Ia membenarkan wasan Tegalsari dan sekitarnya bahwa perusahaan milik kelu- seperti di Coper. Pemiliknya arganyalah yang menjadi pusat adalah seperti Kyai Syampembuatan kertas dan pernah suddin yang merupakan Kyai mengalami kejayaan. Tegalsari saat ini, Pak Cipto Perusahaan kertas dlu- Wiadi selaku keturunan ketiga wang atau gedog itu selain dari perusahaan kertas Gedog, berjaya karena saking ban- dan orang-orang yang berada yaknya memproduksi kertas di Tegalsari. di kawasan pesantren, peruBerikut adalah daftar sahaan tersebut juga mampu manuskrip yang tersisa dengan memasok hasil produksinya menggunakan kertas dluwang ke tempat lain seperti Belanda. yang disertai judul, nama peSementara itu, di pesantren milik, lokasi, dan jenis kitab : meskipun kertas Eropa juga

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 69


daftar manuskrip yang tersisa dengan menggunakan kertas dluwang yang disertai judul

Meskipun kertas dluwang memiliki sifat dan kualitas yang jauh lebih baik dibanding kertas yang ada saat ini, tidak menutup kemungkinan bila kertas ini juga dapat mengalami kerusakan. Seperti yang dijumpai crew, manuskrip berbahan dasar kertas dluwang yang menjadi salah satu koleksi pribadi milik perorangan yang ada di Tegalsari mengalami kerusakan. Lembaran-lembarannya lusuh, kumal, dan beberapa bagian dimakan rayap. Usut punya usut, sebagian besar tidak mengetahui cara perawatan manuskrip berbahan dasar kertas dluwang tersebut. Pengetahuan hanya sebatas meny70 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

impan benda-benda peninggalan tanpa mengetahui ilmu cara perawatan sehingga kertas yang dianggap dengan kualitas paling kuat dan tidak mudah dimakan rayap disimpan serapi mungkin tanpa mempedulikan aspek kemungkinan yang akan terjadi. Padahal hal tersebut belumlah cukup, sebab kertas dluwang yang kini sudah tidak diproduksi lagi menjadi aset yang paling berharga untuk tetap dijaga dan dirawat keberadaannya guna mengetahui jejak tradisi literasi di Tegalsari yang pernah ada. Adapun peluang untuk menghidupkan kembali industri kertas dluwang menurut

Cipto Wiadi adalah ada. Akan tetapi hal tersebut terkendala sumber daya manusia yang menanganinya. Maka inisiatif Cipto Wiadi dalam waktu dekat adalah menanam pohon dluwang di lahan sekitar komplek yayasan Tegalsari. Tujuannya adalah apabila ada orang-orang yang membutuhkan bahan baku pembuat kertas gedog tersebut dapat dengan mudah memperolehnya. Selain itu, permintaan pembuatan kertas untuk media lukis yang akan dibawa ke luar negeri.*** Vivi Kusuma Wardani_ Crew/22.13.126

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Cerpen

PRIA TUA PENYIMPAN LUKA

Jika hari menjelang petang, anak-anak kampung Baitussalam yang berusia belasan tahun sering menemukan dia di balik batu karang memegang pancingan. Dia akan betah di sana

memancing ikan di laut sampai magrib menjelang. Segerombolan anak-anak kampung itu sering pula menemaninya di sana jika mereka tak lagi bermain sepak bola. Sambil menunggu ikan

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 71


memakan umpan di pancingnya, pria itu selalu membuat anak-anak tergelak dengan gurauannya atau setidaknya memberikan kata-kata berupa nasihat. Terkadang jika dia memiliki uang lebih anak-anak akan disuruhnya membeli makanan ringan, lalu mereka membuat pesta kecil di tepi pantai itu. “Tadi pagi, guru sekolah melemparku dengan penghapus papan tulis karena aku

72 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

menggoda teman sebangku, Abu,” ujar Irsyad. Dia anak laki-laki yang baru duduk kelas dua SMP. “Jika Abu gurunya, kau akan Abu suruh ke depan dan membaca lima ayat pendek. Jika tak bisa, pantatmu akan Abu pecut hingga bernanah, ha ha ha. ha.” Ujar pria itu sambil tertawa ringan sambil matanya terus memandang ke arah luasnya laut. “Tapi Abu, mana bisa sekarang. Guru yang mengasari muridnya bisa-bisa masuk penjara, Abu.” Si Jufri yang berbadan kurus dan pendek itu menyahut. Jufri sekarang sudah duduk di bangku SMA kelas satu. Wawasannya mungkin agak lebih luas daripada temantemannya. Pria tua itu terdiam. Ia mangut-mangut. Itu memang benar adanya. Beberapa bulan yang lewat dia sudah membaca di koran yang terbit di daerahnya tentang guru yang berurusan dengan pihak kepolisian karena memukul seorang murid. Dia lalu kembali mengangguk-anggukkan kepalanya, “Kau benar. Kau benar,” katanya kemudian. Lalu tersenyum pendek sambil menepuk-nepuk dengan pelan punggung anak itu. Segerombolan anak-anak kampung yang berjumlah delapan orang itu terus bercanda bersama. Suara tawa mereka terkadang mengalahkan deru ombak. Batu-batu kecil sesekali mereka lempar jauh ke arah burungburung elang laut yang sedang terbang rendah. Pria tua tidak merasa terganggu oleh ulah anak-anak itu. Dia merasa senang karena kesepian hatinya akan hilang. Tiba-tiba dia merasa seekor ikan memakan umpan pancingannya. Dia menariknya, benar saja, seekor ikan kerapu sebesar telapak tangan menggelepar-gelepar. Dia kewalahan menarik ikan itu dengan tangan kanannya. Tangan kiri pria itu sudah buntung sampai siku. Segerombolan anak-anak itu melompat cepat ke arahnya. Mereka membantunya menarik ikan itu.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


“Cepat kita bantu Abu!” “Abu, ikannya besar!” “Hore! Hore!” “Abu, kita berhasil!” “Ya, ya,” balasnya tersenyum kepada anak-anak kampung itu. “Besar Abu!” timpal si kecil berkulit hitam. Dia biarkan anak-anak itu melepaskan ikan dari pancingannya. Dia memang agak kewalahan jika melepaskan ikan itu dari mata kailnya. Maklum, hanya tangannya yang dia harapkan untuk bekerja. Dia telah menceritakan kepada anak-anak itu bahwa buntung tangan kirinya akibat Tsunami 26 Desember sebagai penyebabnya. Dia menceritakan peristiwa itu begitu memukau. Persis seperti pendongeng yang handal. Anak-anak kampung itu begitu terpesona, takjub dan di akhir cerita membuat mereka murung. Dia menceritakan bagaimana dirinya mati-matian melawan ombak besar. Bagaimana menahan sakit ketika tubuhnya dihantam benda-benda keras. Tapi tidak semua anakanak meyakini cerita itu sebagai sebuah kebenaran. Beberapa dari orang tua mereka yang selamat dari bencana tsunami tersebut memberikan cerita versi lain. Kata orang tua mereka, buntung tangannya itu sudah ada sejak puluhan tahun silam. Jauh sebelum tsunami melanda kampung itu. Tapi anak-anak yang tahu tak mau berdebat dengannya. Mungkin mereka tak ingin pria itu tersinggung. Atau karena kasihan karena hidup seorang diri. “Abu, bagaimana kalau kita panggang nanti malam?” “Ya.” “Kita lempar lagi pancingnya, Abu!” “Ya, lemparkan. Biar dapat yang lebih besar!” Dan menjelang magrib mereka pulang. Hanya satu ikan yang dia tenteng pulang. Hari ini mungkin bukan hari keberuntungannya. Di

atas kepala mereka langit sedikit gelap, perlahan suara azan magrib mulai terdengar dari masjid kampung Baitussalam. Dalam perjalanan pulang anak-anak mengikutinya dari belakang. Dan anak-anak itu selalu memperhatikan ayunan tangannya yang tak seimbang, pincang karena tangan kirinya yang buntung. Dari arah laut angin kencang bertiup. Pria itu tahu anak-anak itu memperhatikan tangannya. Dia tidak marah. Dia tetap melemparkan senyum pada mereka. Tetapi di dalam hatinya, setiap anak-anak itu memperhatikan tangannya rasa sedih muncul selalu. Dan kenangan itu, kenangan tahun 1953 itu seperti mata pisau yang mengiris sikunya yang sekarang buntung. Terasa pedih di hati. @@@ Pada masa itu usianya sekitar enam tahun. Kampung-kampung masih disesaki semak belukar. Belanda sudah angkat kaki dari tanah leluhurnya beberapa tahun yang lalu. Namun keamanan tidak pernah ada. Perlawanan orang kampung kali ini pada pemerintah Jakarta. Suatu hari sebuah truk tentara yang membawa drum-drum minyak melintasi Baitussalam. Pawang Laksiman seorang pimpinan tentara Darul Islam bersama beberapa anak buahnya menghadang truk militer itu. Mereka menembakinya dengan membabi buta. Di akhir cerita truk itu terbakar. Semua prajurit Batalyon B anak buah kolonel Simbolon dan anggota Batalyon 142 dari Sumatera Barat anak buah Mayor Said ikut tewas. Lalu begitu cepat kabar itu sampai ke kampungnya. Dia ingat, dengan langkah tergopoh-gopoh kakak laki-lakinya memberitahukan berita itu kepada Abinya. “Benar Abi, Pawang Laksiman dan pasukannya telah menghancurkan tentara Pancasila. Bagaimana ini Abi. Kampung kita pasti akan segera digeledah.” Ada raut kecemasan di wajah Abinya. “Tidak apa-apa anakku. Kita tidak terlibat dengan kasus ini. Lagian di kampung kita

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 73


kan tidak ada yang bergabung dengan pasukan Darul Islam.” “Tapi Abi…,” “Ssstt. Diamlah. Pergi tidur sana!” kata Abinya seperti menghalau mereka ke kamar tidur. Di dalam kamar mata kakaknya menatap dengan tajam. Ada kecemasan yang berputar-putar disana. Selebihnya dari tatapan mata itu dia ingat ibunya yang telah meninggal dua tahun yang silam karena penyakit kolera. Esoknya ia kembali mendengar kabar dari kakak laki-lakinya itu. “Abi, tentara Pancasila telah menembaki petani .........” “Dari mana kau dapat kabar, Ibrahim?” “Dari Teungku Mudin.” “Lebih dari sepuluh orang amat ditembak, Abi.” Lalu ketakutan melanda seisi kampung. Dan begitu saja kampung mereka dipenuhi oleh orang-orang berwajah murung dan takut. Sampai hari ini dia masih begitu jelas wajah ketakutan Abinya itu. Dan dia juga masih begitu terang benderang mengenang wajah pucat kakak laki-lakinya yang berusia dua puluh tahun saat itu. Malam harinya mereka sekeluarga tidak bisa tidur. Mungkin juga keluarga-keluarga lainnya di kampung itu. Tindakan penembakan terhadap warga yang tidak berdosa membekas di kepala setiap orang. Termasuk juga pada dirinya. Ketakutan itu berbuah pada pagi harinya. Di saat kantuk masih menekuk, samar-samar dia mendengar suara keributan di luar. Dan beberapa detik kemudian terdengar pintu depannya ditendang dari luar. Suaranya berdentum menyentakkan jantung. Beberapa orang berpakaian tentara menyeret Abinya keluar rumah. Dia hanya sekejap dapat melihat sosok Abinya. Ketika dia mengejar Abinya seorang tentara menghadangnya. 74 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

“Ayo, ikut kamu!” tentara itu menyeretnya keluar rumah. Diantara kesakitan dia masih dapat melihat beberapa orang yang juga diseret ke arah pantai. Benar saja, sesampai di pantai dia lihat puluhan orang yang sudah dibariskan. Dia lihat kakaknya menatapnya dengan pucat. Kepala Abinya dan beberapa orang kampung Baitussalam ditodong senjata laras panjang. “Kalian tidak bisa memberi tahu dimana tentara Darul Islam?” bentak seorang tentara. Dia ingat kala itu tidak ada yang bersuara. Tak ada yang menjawab tanya tentara itu, yang terdengar hanya suara ombak. Lalu terdengar suara letusan senjata yang menyalak, dan berulang-ulang yang diiringi suara rintihan. Dia merasakan sebuah benda menghantam siku tangannya. Sakitnya sungguh tak terkira. Lalu dia tak ingat apa-apa. Semua terasa gelap dan pekat. Dia tersadar dan telah berada di salah seorang rumah warga. Perempuan tua yang tinggal di ujung kampung merawat lukanya. Luka itu semakin hari semakin menyakitkan. Bahkan telah bernanah. Dalam kesakitan dia pendam pedih atas kematian Abi dan kakaknya. Satu bulan kemudian seorang dokter membawanya ke Kutaraja. Dia tidak tahu nama dan wajah dokter itu. Yang dia tahu tangannya terpaksa di amputasi sampai ke siku. Dalam kepedihan dia jalani hidup seorang diri. Sampai kini, dia tetaplah seorang diri. Menghuni rumah baru bantuan korban tsunami. @@@ Kini, jika suatu hari kalian datang ke kampung itu, kalian juga akan menemukannya di sore hari dibalik batu karang di pantai itu sambil memancing ikan dengan sebelah tangan. Seperti hari ini. Dan kalian juga akan mendapatkan segerombolan anak-anak berusia belasan tahun bersamanya. Itu jika anak-anak tidak bermain sepak bola. ***

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 75


76 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


RESENSI

Judul: Menghakimi TKI, Mengurai Benang Kusut Perlindungan TKI Penulis: Fathor Rahman Penerbit: Penlis 324 Tahun Terbit : 2011 Halaman: 312 Dimensi : 21 x 14,5 x 2 Cm Bahasa: Indonesia

[Bukan] Sekedar Proteksi Indonesia merupakan salah satu negara pengirim tenaga kerja luar negeri terbesar. Berdasarkan catatan pemerintah tahun 2002 sekitar 480.000 warga Indonesia migrasi ke luar negeri, namun sebagian di antaranya ada yang bermasalah/ilegal. Banyaknya jumlah tenaga yang migrasi ke luar negeri mampu memberikan devisa yang cukup besar bagi negara. Tahun 2009 misalnya, setidaknya terdapat 20,27 triliun pendapatan devi-

sa dari pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Akan tetapi seringkali TKI mengalami sejumlah permasalahan bahkan penderitaan. Beberapa masalah yang biasa dihadapi adalah ketika pra-pemberangkatan, penampungan, pemberangkatan, kasus trafficking, penipuan, pembunuhan, penganiayaan dan beberapa kasus lainnya. Kondisi tersebut semakin buruk karena minimnya perlindungan HAM terhadap TKI.

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

Peraturan yang dikeluarkan pemerintah hanya fokus pada mekanisme operasional saja, sehingga tetap minim perlindungan. Menanggapi permasalahan tersebut, Fathor Rahman menuliskan analisanya dalam buku yang berjudul Menghakimi TKI, Mengurai Benang Kusut Perlindungan TKI. Dalam buku ini disampaikan berbagai macam latar belakang, persoalan serta masalah hukum terkait perlindungan TKI. LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 77


Sebagai pengantar Fathor memaparkan beberapa sumber hukum nasional tentang TKI, di antaranya adalah UUD tahun ’45, UU no.39 tahun 2004 tentang penempatan perlindungan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, Tap MPR No.XVII tahun 1998 tentang HAM, Tap MPR No.V /MPR/2000, tentang pemantapan persatuan dan kesatuan nasional, serta beberapa sumber hukum lainnya yang berkaitan dengan HAM. Sebagaimana yang disampaikan di awal, Indonesia merupakan pengirim tenaga terbesar akan tetapi mengalami beberapa permasalahan yang kompleks. Melihat permasalahan tersebut seharusnya pemerintah tidak bisa tinggal diam jika rakyatnya mengalami penindasan, terlebih mereka adalah penyumbang devisa dengan jumlah yang cukup fantastis. Oleh karena itu Fathor Rahman, berusaha menjelas78 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

kan beberapa problem yang dihadapi TKI, seperti perdagangan manusia dan beberapa bentuk penyiksaan lainnya. Ia juga memunculkan kasus tersebut melalui data-data TKI yang menjadi korban beserta bentuk penganiayaan yang dialami. Salah satu data yang dipaparkan adalah kasus trafficking yang dialami TKW asal Blitar yang mengalami pemalsuan dokumen, intimidasi, penyadapan, dan beberapa bentuk kasus lainnya. Di samping itu, Fathor juga memaparkan jumlah kasus dialami TKW asal Jawa Timur tahun 2000-2002 yang setidaknya terdapat sekitar 51 kasus. Jika dikaitkan dengan kebijakan hukum pemerintah terkait perlindungan TKI, maka DPR telah mengeluarkan kebijakan terutama dalam bentuk undang-undang yang berisi tentang upaya perlindungan TKI, keputusan menteri dan lain sebagainya. Secara normatif peraturan tersebut diatur

dalam Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Di sinilah Fathor menjelaskan bentuk upaya perlindungan TKI. Adapun perlindungan TKI dalam negeri selama pengarahan, sebelum dan selama pemberangkatan harus masuk ke dalam sistem perlindungan sosial dan hukum. Perlindungan TKI di negara tujuan dapat dilakukan dengan penempatan kerja yang sesuai dengan bakat dan keinginan mereka. Oleh karena itu, PJTKI wajib memiliki dokumen perjanjian kerjasama penempatan, perjanjian penempatan dan beberapa perjanjian lainnya. Tidak hanya itu saja, mengingat kasus kerap dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) maka Fathor juga memaparkan poin khusus terkait perlindungan hukum terhadap buruh migran khusus perempuan. Di sisi lain, jumlah TKW juga lebih banyak daripada TKI

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


disampaikan dalam buku ini bahwa perlu adanya prospek pembaharuan hukum TKI. Berbagai kasus yang terjadi seharusnya menjadi pelajaran untuk mengkaji ulang hukum dan kebijakan yang ada selama ini. Tentunya ada banyak poin yang harus dikaji ulang, seperti tujuan pembuatan Undang-undang TKI, lembaga penempatan TKI, termasuk aspek-aspek normatif terkait pelaksanaan penempatan dan perlindungan hakhak TKI. laki-laki. Dengan demikian diupayakan adanya pengembangan dan pemahaman tentang situasi TKW melalui analisa kebijakan, diadakannya advokasi, dan termasuk di dalamnya memberikan informasi secara langsung sebelum dan sesudah TKW berangkat. Pada bagian berikutnya dijelaskan juga tentang beberapa bantuan yang selama ini diberikan kepada TKI. Adapun bentuknya berupa perlindungan politis oleh pemerintah dan menyangkut hubungan antar negara. Terdapat juga pembentukan Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Terja Indonesia (BNP2TKI). Bantuan yang diberikan juga berupa bantuan kemanusiaan dengan melakukan kunjungan periodik ataupun memberikan dorongan moril. Fathor juga menambahkan terdapat bantuan hukum yang berupa pendampingan, konsultasi mengenai hukum yang berlaku di negara tujuan, serta tindakan

advokasi. Bantuan yang disebut di atas, ternyata belum mampu mengatasi kasus yang terjadi. Dalam buku ini diterangkan, ada banyak kasus yang masih terus dialami TKI. Mereka dikurung, tidak digaji, sedangkan dokumen ditahan oleh agen atau majikan. Ironisnya lagi mereka dibebankan biaya penempatan yang dibayar setelah bekerja dan selama belum lunas maka tidak akan mendapatkan gaji. Dengan demikian dari sudut pandang korban, upaya perlindungan yang dilakukan pemerintah masih jauh dari harapan. Oleh karenanya, disampaikan dalam buku ini bahwa perlu adanya prospek pembaharuan hukum TKI. Berbagai kasus yang terjadi seharusnya menjadi pelajaran untuk mengkaji ulang hukum dan kebijakan yang ada selama ini. Tentunya ada banyak poin yang harus dikaji ulang, seperti tujuan pembuatan Undang-un-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

dang TKI, lembaga penempatan TKI, termasuk aspek-aspek normatif terkait pelaksanaan penempatan dan perlindungan hak-hak TKI. Di akhir bukunya, Fathor menegaskan bahwa kondisi TKI lebih banyak mengisyaratkan sebuah penderitaan dari berbagai kasus daripada kehidupan yang mereka impikan selama ini. Ia juga menambahkan beberapa hal yang seharusnya diatur dalam pembaharuan undang-undang TKI. Beberapa hal tersebut adalah perlindungan TKI sebagai landasan utama, jaminan hukum dan sosial TKI, bentuk perlindungan tertuang dengan konkret dan jelas, TKI terjamin di negara tujuan dengan adanya perjanjian, dan perlindungan secara teknis. Menurutnya poin tersebut mampu meminimalisir terjadinya kasus terkait perlindungan TKI.*** Lohanna Wibbi Assiddi_ Crew/23.14.143 LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 79


Judul Film: Minggu Pagi di Victoria Park Sutradara: Lola Amaria Produser: Sabrang Mowo Damar Panuluh; Dewi Umaya Rachman Penulis: Titien Wattimena Pemeran: Lola Amaria, Titi Sjuman, Donny Alamsyah, Donny Damara, Imelda Soraya, Permata Sari Harahap, Ella Hamid, Fitri Bagus Musik: Aksan Sjuman dan Titi Sjuman Sinematografi: Yadi Sugandi Penyunting: Aline Jusria Distributor: Pic[k]lock Production Tanggal rilis: 10 Juni2010 Durasi: 100 menit Negara: Indonesia

I K T i d a N t nyu

De

Istilah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sudah tidak asing lagi didengar. Indonesia merupakan negara pengirim TKI dalam jumlah besar. Begitu juga halnya dengan Ponorogo, yang merupakan penyumbang TKI tebesar se-Jawa Timur. Bagaimana tidak, TKI seolah menyuguhkan kesejahteraan bagi masyarakat dengan iming-iming gaji besar. Akan tetapi tawaran dan suguhan hidup sejahtera rupanya belumlah sesuai dengan kenyataan yang ada. Ada berbagai macam polemik yang dihadapi oleh TKI. Mulai dari potong gaji yang berlebih, pemalsuan dokumen, tindak kekerasan, bahkan adapula yang berujung pembunuhan. Di sisi lain, kehidupan TKI khusunya TKW (Tenaga Kerja Wanita) rentan terpengaruh gaya hidup/budaya Barat. Sebagaimana cerita dalam film yang ditulis Titien Wattimena ini. Dengan alur campuran sutradara berusaha menjelaskan tentang perempuan yang rela menjadi TKW di Hong Kong lengkap dengan suka dukanya. Tidak hanya menggambarkan mimpi indah yang dibayangkan ketika di kampung tetapi juga hitam putih kehidupan di Hong Kong. Uniknya dalam film ini digambarkan bahwa TKI tersebut didominasi oleh perempuan dan berlogat Bahasa Jawa. Film ini diawali dengan sebuah percakapan tentang TKW yang pulang kampung setelah disiksa majikan. Lalu mengenalkan tokoh bernama 80 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

Sekar, seorang TKW yang terjerumus ke dalam dunia gelap di Hong Kong. Dikenalkan pula tentang Mayang, yang sengaja pergi ke Hong Kong atas perintah bapaknya untuk mencari—Sekar. Selain itu ada juga Gandhi, seorang konsulat yang juga dianggap sebagai bapak para TKW yang mengurus para TKW di Hong Kong dan juga temannya—Vincen—seorang pedagang yang membeli barang dari Hong Kong untuk dikirim ke Indonesia. Sekar dulunya adalah seorang TKW akan tetapi setahun terakhir ia dikenal sebagai daftar cekal karena masalah hutang. TKW rentan mengalami problem keuangan, karena setidaknya 7 bulan pertama mereka potong gaji. Sekar justru terjerumus ke jalan yang salah karena pinjam sejumlah uang ke lembaga perkreditan di Hong Kong. Perkreditan tersebut dikenal memiliki bunga yang cukup tinggi. Sekar kesulitan mencari kerja, meskipun telah mencari kesana kemari ia ditolak karena catatan hitamnya. Pada akhirya ia bekerja di sebuah bar ketika malam dan mendampingi lansia atupun hewan piaraan ketika pagi. Meskipun begitu kabar tentang Sekar masih simpang siur. Bukan hanya kehidupan Sekar yang rumit. TKW lain—Sari—juga dijadikan sebagai mesin uang oleh pacarnya dan dianiaya karena mengirimkan uang ke kampung. Suatu ketika Mayang bertemu dengan Gandhi. Ia bercerita tentang Sekar agar bisa menemukannya. Akan tetapi Mayang tidak ingin para TKW tahu kalau Sekar adalah adiknya. Mengetahui kisah dari Mayang Gandhi em-

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


pati, ia menceritakan ke TKW yang lain dan berusaha mencari Sekar. Ia juga bercerita ke Mayang jika Sekar menghilang semenjak pinjam uang kepada Gandhi, namun ia tak meminjaminya. Sesaat setelah itu Sekar mendengar kabar dari Tuti yang juga TKW, jika Mayang datang ke Hong Kong untuk mencarinya. Mendengar kabar tersebut Sekar tidak percaya dan berusaha menghindar. Mayang mengingat kembali kehidupannya di kampung saat bekerja sebagai buruh tani tebu. Bapaknya selalu memuji Sekar. Terlebih saat sekar bekerja menjadi TKW karena beberapa bulan sudah bisa mengirimi uang untuk renovasi rumah, kredit motor dan beli kambing. Saat itu bapaknya selalu memojokkan dan memaksa Mayang berangkat ke Hong Kong. Suatu hari Sari mengenalkan Victoria Park kepada Mayang. Sebuah taman yang selalu padat dengan TKW di saat hari Minggu. Tempat para TKW untuk berbagi cerita dan informasi, sekaligus sebagai ajang fashion bagi mereka. Di taman tersebut Mayang mendapat informasi tentang Sekar dari Tuti. Berbekal informasi tersebut dan ditemani Gandhi dan Vincen, Mayang mencari Sekar ke sebuah bar. Sekar berusaha melarikan diri setelah mengetahui Mayang. Mayang syok mengetahui pekerjaan Sekar. Ia menyadari jika kehidupan Sekar mudah. Terlebih mengingat bapaknya yang selalu memuji Sekar. Mayang bena-benar jenuh dan stress dan bercerita kepada Vincen tentang kehidupannya di kampung. Dia dan Sekar tidak begitu akrab sejak kecil. Hal tersebut dikarenakan Sekar dianggap lebih cantik, lebih pintar dan semenjak Sekar bekerja di Hong Kong Sekar dianggap lebih suskes dibandingkan Mayang.

Semakin hari Sekar semakin terjerumus ke dalam jurang kegelapan. Akan tetapi sebenarnya ia terpaksa melakukannya. Sekar selalu teringat kenangan bersama bapaknya di kampung. Sejauh ini Sekar tinggal bersama Yati, yang juga TKW di Hong Kong. Dan suatu ketika Yati memberitahukan keberadaan Sekar kepada Gandhi. Ironisnya setelah memberitahukan informasi tersebut Yati justru bunuh diri. Awalnya Mayang mencoba untuk pergi ke sebuah tempat pelayanan kredit. Ia ingin mengetahui bagaimana Sekar bisa terlilit hutang di sana, namun tidak berhasil. Setelah itu Mayang bertemu Vincen, ia menceritakan semua keluh kesahnya dan bekerjasama untuk menemukan Sekar. Berbekal informasi dari Yati, Mayang, Vincen dan Gandhi berusaha mencari Sekar. Mereka mendatangi tempat tinggal Sekar. Saat itu, Sekar sedang frustasi dan mencoba bunuh diri. Mengetahui kedatangan Mayang, Sekar semakin berontak dan terjadi adu mulut. Mayang berusaha menjelaskan kepada Sekar tentang niat baiknya. Setelah lama berdebat Sekar sadar dan diselamatkan oleh Mayang. Semenjak kejadian tersebut, hubungan Mayang dan Sekar mulai membaik. Suatu hari Minggu di Victoria Park, Mayang bertemu dengan teman-temannya. Tentu ada Sekar di sana. Pada saat itu juga Sekar menyatakan bahwa dirinya hendak kembali ke kampung dan berpamitan kepada Mayang dan teman-teman TKW. Minggu itu di Victoria Park seolah menjelma menjadi syurga. Mereka diliputi kebahagiaan karena bersatunya Sekar dan Mayang. Victoria Park menjadi saksi perpisahan Mayang dan Sekar. Akan tetapi perpisahan tersebut adalah tanda bersatunya hati mereka yang selama ini jauh. *** Anisa Rahmawati_Crew/22.13,125

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 81


DEMA Bergerak, STOP Narkoba dan Lestarikan Budaya Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) sebagai organisasi eksekutif tertinggi di STAIN Ponorogo memiliki peran penting dalam mengkoordinir kegiatan mahasiswa ataupun kegiatan lintas UKM. Di bawah ketua panitia Fajar, Dema menyelenggarakan seminar Anti Narkoba yang bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang digelar di Graha Watoe Dhakon pada tanggal 4 Januari 2017. Adanya seminar tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya angka pengguna narkoba dan minimnya pengetahuan terkait narkoba di Ponorogo baik dari kalangan SMP, SMA bahkan dari Mahasiswa. Dengan mengusung tema “Generasi Muda Bebas Narkoba”, dan menggandeng Atis Wahyuni, S.Kep.ns (Dinkes Kab. Ponorogo) dan Rr. Rina Ummu Hani (BNNP Jatim). Tujuan acara ini adalah supaya seluruh mahasiswa tahu dan sadar akan bahaya narkoba, sehingga mahasiswa dapat menjaga dirinya. Tak hanya sampai di situ, malam harinya Dema juga mengadakan malam budaya. Acara ini dihadiri oleh 150 peserta mulai pukul 20.00-24.00 WIB. Kegiatan yang bertema “Melestarikan Seni Budaya Untuk Memperkokoh Identitas Bumi Reog” bertujuan agar para pemuda mengingat kembali dan berusaha nguri-nguri nilai-nilai budaya daerahnya, terutama asal-usul Reog. Selain itu, agar generasi penerus bangsa akan jauh lebih baik dari sebelumnya, bukan sebaliknya. ***Rully Ardianti_Crew

Respon SEMA Terhadap PemotonganAnggaran Kampus Merespon anggaran kampus yang dipotong oleh negara, SEMA atau Senat Mahasiswa tidak tinggal diam. Salah satu upaya yang dilakukan terhadap anggaran yang dipotong adalah melakukan pertemuan dan konsolidasi pada tanggal 29-30 September 2016 di IAIN Jember. Pertemuan ini dihadiri oleh beberapa PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) se-Jawa Timur, termasuk STAIN Ponorogo. “Kegiatan ini adalah respon SEMA terhadap pemotongan anggaran yang terjadi kali ini” ujar Rizky Wahyudatama selaku ketua SEMA STAIN Ponorogo. Adapun pertemuan dan konsolidasi tersebut membahas beberapa hal, diantaranya adalah pemahaman mengenai anggaran kampus, pemotongan anggaran kampus yang sedang terjadi, serta upaya untuk mengawal keuangan kampus di periode yang akan datang. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai manifestasi dari fungsi anggaran SEMA yang tanggap terhadap permasalahan anggaran yang terjadi.***Achmad Syamsul Ngarifin_Crew/22.13.120 82 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Dialog Interaktif, Respon SMJ Syariah Tehadap Pergantian Gelar Akademik PTK Merespon Peraturan Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2016 tentang gelar akademik Perguruan Tinggi Keagamaan, Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) Syari’ah dan Ekonomi Islam mengadakan dialog interaktif dengan tema “Merespon Peluang dan Tantangan Kompetensi Lulusan Jurusan Syari’ah Dengan Diberlakuannya Peraturan Menteri Agama No. 33”. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 30 November 2016 di Graha Watoe Dhakon. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan bekal dan pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Syari’ah untuk lebih siap menghadapi peluang dan tantangan setelah diberlakukannya PMA No. 33 Tahun 2016. Selain itu, juga sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik mahasiswa maupun dosen jurusan Syari’ah, seebagaimana yang disampaikan Faishal Arifin selaku ketua organisasi ini. Acara yang dihadiri sekitar 300 peserta ini mendatangkan empat pembicara, yaitu Dr. Basuki, M.Ag, selaku Wakil Ketua I yang membahas tentang kebijakan akademik, Dr. Luthfi Hadi A., M.Ag selaku Ketua Jurusan Syari’ah membahas tentang Respons jurusan Syari’ah setelah pemberlakuan PMA tersebut, Andi Wilham, M.H. dari Pengadilan Negeri dan A. Shofwandi, M.H dari Pengadilan Agama yang membahas tentang peluang dan tantangan hakim beserta kurikulum yang harus dikuasai.***Diah Permatakrisna_Crew

Menumbuhkan Jiwa Organisasi Melalui Ta’aruf Al Tandzmiyah Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) Tarbiyah merupakan salah satu organisasi intra kampus yang menaungi dan mewadahi aspirasi mahasiswa JurusanTarbiyah STAIN Ponorogo. SMJ Tarbiyah telah sukses melaksanakan salah satu program kerjanya yaitu “Ta’aruf Al Tandhimiyah” sebagai sarana orientasi bagi mahasiswa baru Jurusan Tarbiyah. Acara ini dilaksanakan padatanggal 9–11 Desember 2016, bertempat dibalai desa Ngunut Ponorogo. Acara yang diikuti 38 peserta ini mengusung tema “Menumbuhkan Jiwa Organisasi Demi Terwujudnya Mahasiswa Organisatoris”. Tujuan dari acara ini untuk menumbuhkan minat mahasiswa dalamberorganisasi, khususnya pada dua Prodi baru yaitu Pendidikan IPA dan IPS yang tahun depan akan membentuk HMPS masing-masing. Pada acara tersebut disampaikan tiga materi yaitu Manajemen Organisasi, Administrasi dan Kepemimpinan atau leadership.***Erma Erdiayana_Crew website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 83


Kenduri Filsafat, Forum Diskusi SMJ Ushuluddin dan Dakwah Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) Ushuluddin dan Dakwah merupakan salah satu organisasi intra kampus yang menaungi seluruh mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) maupun Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Sebagai salah satu wadah penyalur aspirasi bagi mahasiswa Ushuluddin dan Dakwah, SMJ Ushuluddin dan Dakwah terus membuka jaringan dan mengembangkan diri hingga kancah nasional. Salah satu agenda rutin dari SMJ Ushuluddin dan Dakwah adalah “Kenduri Filsafat”. Sebelumnya, kajian rutin ini merupakan RTL (RencanaTindakLanjut) untuk peserta Taaruf Falasifah (OrientasiMahasiswaJurusan) untukmahasiswa semester satu. “Berhubung RTL Ta’aruf Falasifah sudah selesai, jadi kami berencana membuat kajian filsafat yang disebut “Kenduri Filsafat” yang diperuntukkan untuk umum”,ungkap Ariska selaku Ketua SMJ Ushuluddin dan Dakwah. Kenduri Filsafat ini bertujuan untuk mengembangkan wawasan mahasiswa STAIN Ponorogo khususnya dalam lingkup Jurusan Ushuluddindan Dakwahdalambidangfilsafat. Dari kajian rutin ini diharapkan para mahasiswaberanidanmampu menyampaikanpendapat, bertanya dan menyampaikan aspirasidalam forum diskusiinidenganbaik. ***Adhetika_Crew

Juara ke-3 Kapolres Cup, Bukti Eksistensi UKM Beladiri Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Beladiri merupakan organisasi mahasiswa intra kampus yang bergerak dalam ranah pengembangan bakat dan minat mahasiswa dalam bidang bela diri atau pencak silat. Dalam periode tahun ini, UKM Beladiri STAIN Ponorogo telah berhasil melaksanakan program kerja sesuai dengan Tupoksi para anggota yang bertujuan untuk membangun rasa mawas diri dan melestarikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari Sebagai organisasi yang bergerak dalam dunia persilatan, UKM Beladiri telah banyak mengikuti berbagai event kejuaraan beladiri, baik dalam skala daerah maupun nasional. Pada tanggal 8 September 2016, organisasi ini mengirimkan para atlitnya untuk mengikuti Kapolres Cup yang diadakan oleh Polres bersama Pemerintah Kabupaten Ponorogo sebagai ajang unjuk kebolehan para atlit pencak silat yang dilaksanakan di GOR Singodimedjo. UKM ini sukses meraih prestasi dengan menjadi juara ketiga dalam ajang lomba beladiri tersebut. ***Nur Hayati_Crew

84 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Safari UKM KOPMA, Ajang Persaudaraan dan Keintelektualan UKM KOPMA (Koperasi Mahasiswa) Al-Hikmah merupakan unit kegiatan mahasiswa yang mewadahi bakat dan minat kewirausahaan mahasiswa STAIN Ponorogo. Beberapa divisi di dalamnya yaitu PSDA (Pusat Sumber Daya Anggota), PR (Public Relation) yang bertugas dalam bidang informasi dan humas, Kewirausahaan yang mengelola usaha yang dimiliki, dan Management yang mengatur dan mengelola keuangan dan kepengurusan. Wahyu Widodo selaku ketua UKM KOPMA mengemukakan bahwa kepengurusan tahun ini berhasil melaksanakan salah satu kegiatan yaitu Safari KOPMA bekerjasama dengan KOPMA IKIP Madiun yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2016 di kampus STAIN Ponorogo. Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahun oleh UKM KOPMA dari berbagai kampus di Indonesia. Dengan kegiatan tersebut diharapkan mampu menambah pengetahuan anggota tentang dunia kewirausahaan. Acara ini diisi dengan kegiatan pelatihan manajemen keuangan serta marketing produk untuk meningkatkan kualitas manajemen dalam kepengurusan KOPMA dan soft skill bagi para anggota dalam berwirausaha. Selain itu juga sebagai sarana menambah jaringan dan mempererat persaudaraan antar UKM KOPMA.***Nur Hayati_Crew

Bakti Sosial Dalam Rangka Dies Natalis UKM KSR UKM KSR (Korps Suka Rela) STAIN Ponorogo adalah organisasi mahasiswa yang berkecimpung dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan dalam bidang kesehatan, bencana alam dan bakti sosial untuk membantu masyarakat serta bergerak cepat dan tanggap dalam menangani suatu bencana dan tindakan nyata sosialisasi atas pentingnya kebersihan lingkungan bagi masyarakat. Muhammad Anton selaku Ketua KSR mengungkapkan, pada tahun ini dalam rangka Dies Natalis UKM KSR mengadakan bakti sosial pada tanggal 21 Oktober 2016. Adapun berbagai macam kegiatan dalam bakti sosial di RT 05 desa Sidowayah, Jambon Kabupaten Ponorogo tersebut diantaranya pengobatan gratis dan pemeriksaan kesehatan secara gratis. Dalam hal ini KSR bekerja sama dengan pihak PMI Cabang Ponorogo, memberikan sembako secara simbolis kepada masyarakat setempat dan sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kesehatan bagi masyarakat. Tujuan dari diadakannya kegiatan tersebut adalah untuk membantu masyarakat dalam hal menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.***Nur Hayati_Crew

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 85


Menumbuhkan Jiwa Kerelawanan Melalui Pelatihan E-Sar Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam STAIN Ponorogo (UKM Mapala Pasca) telah sukses melaksanakan Explore Search and Rescue (E-SAR) se-Jawa timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 13 - 15 Oktober 2016. Acara Pelatihan E-SAR diikuti oleh 27 peserta dari berbagai daerah, diantaranya STKIP PGRI Sumenep dan Universitas Negeri Surakarta. Pelatihan E-SAR yang diprakarsai oleh UKM MAPALA PASCA ini mengangkat tema “Pentingnya E-SAR Bagi Mahasiswa untuk Misi Kemanusiaan”, dengan tujuan untuk menumbuhkan semangat jiwa kerelawanan, terutama bagi mahasiswa. Kegiatan ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama bertempat di Graha Wathoe Dakon. Rangkaian kegiatan diawali dengan seminar “Dialog Interaktif Bersama Badan Search and Rescue Nasional (BASARNAS) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ponorogo”. Sesi kedua, diisi dengan pelatihan E-SAR (outdoor) oleh BASARNAS Trenggalek yang bertempat di Lereng Gunung Wilis Dsn. Pandasari, Ds. Pudak Wetan, Kec. Pudak, Kab. Ponorogo. ***Salsabila_Crew

Pertandingan Persahabatan Antar Kampus, Mempererat Persaudaraan UKM Olah Raga (OLGA) merupakan organisasi mahasiswa intra kampus yang berkecimpung dalam dunia olahraga guna mewadahi bakat dan minat mahasiswa dalam bidang tersebut. Latihan dan pertandingan persahabatan adalah kegiatan rutin yang bertujuan untuk melatih skill anggota agar semakin terasah dan lebih baik lagi. Miftahul Khoiri selaku ketua organisasi ini mengemukakan, pada tahun ini UKM OLGA mengikuti event pertandingan persahabatan yang diadakan oleh beberapa kampus se-Ponorogo dan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2016 di GOR UNIDA Gontor. UKM ini ikut serta dalam cabang olah raga badminton dan futsal dan berhasil masuk babak final. Dengan diadakannya pertandingan persahabatan diharapkan dapat menambah relasi serta mempererat persaudaraan antar UKM yang bergerak dalam dunia olah raga. Kepengurusan tahun ini yang kurang lebih berjalan delapan bulan tidak menyurutkan semangat UKM OLGA untuk tetap eksis dan berkontribusi dalam mengharumkan nama baik kampus. ***Nur Hayati_Crew

86 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Prestasi di PW Nasional Ke-13, Bukti Eksistensi UKM Pramuka Prestasi membanggakan baru saja diraih oleh UKM Pramuka STAIN Ponorogo. Dalam kegiatan Perkemahan Wirakarya (PW), Pramuka STAIN Ponorogo berhasil meraih juara 1 kategori pentas seni dengan menampilkan kesenian Reog yang menjadi ikon kota Ponorogo. PW sendiri adalah pertemuan Pramuka Penegak atau Pandega dengan format perkemahan akbar. Kegiatan ini diadakan dalam rangka menjalin integrasi dengan masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Perkemahan Wirakarya ke-13 yang dilaksanakan di IAIN Kendari, Sulawesi Tenggara dengan melibatkan sekitar 50 PTK Se-indonesia ini dilaksanakan pada tanggal 9 sampai 14 Mei 2016 dan dibuka langsung oleh Wali kota Kendari, Asrun. Selain cabang apresiasi seni, PW Nasional ke-13 ini juga mempertandingkan cabang perlombaan yang lain yaitu apresiasi Kreasi Tenda, apresiasi Pentas Seni, apresiasi Masakan Nusantara, apresiasi Ethno Carnaval dan Expo. Prapto, ketua UKM Pramuka mengatakan, dengan diraihnya juara 1 dalam kategori Pentas Seni, membuktikan bahwa UKM Pramuka juga dapat eksis di ranah ke-Pramuka-an nasional. ***Achmad Syamsul Ngarifin_Crew/22.13.120

UKM Seiya, Kenalkan Sejarah Golan Mirah Lewat Pertunjukan Seni Tari Seiya merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di bidang seni dan budaya. Seiya mempunyai beberapa bidang yaitu seni paduan suara, seni musik, seni teater dan seni tari. UKM Seiya mengadakan pertunjukan seni drama tari yang diadakan di Graha Watoe Dhakon IAIN Ponorogo pada tanggal 30 November 2016. Pagelaran kali ini mengangkat tema sejarah Golan Mirah.. Konsep yang diambil dalam pementasan seni drama tari mengadopsi cerita asmara antara Joko Lancur dan Mirah. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan salah satu khazanah seni dan budaya Ponorogo yang berasal dari Desa Golan dan Dukuh Mirah kecamatan Sukorejo yang kental dengan nuansa mistis dan berbagai kepercayaan yang dipegang teguh para penduduk setempat. Seni tari ini juga berkolaborasi dengan seni musik yang mengambil konsep musik etnik. Para pemain dalam pertunjukan ini berlatih selama sekitar tiga bulan. Sedangkan proses persiapan secara keseluruhan membutuhkan waktu selama enam bulan. Keseluruhan jumlah pemain adalah 29 mahasiswa, penari perempuan 13 dan laki-laki 7, untuk pemain musik 7 laki-laki dan 2 perempuan. ***Mandela_Crew/23.14.139 website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 87


Lestarikan Syiar Islam dan Ukhuwah Islamiyah Melalui Shalawat Unit Kegiatan ke Islaman (UKI) Ulin Nuha merupakan organisasi intra kampus yang bergerak dalam ranah seni keislaman. UKI sebagai wadah yang memperkenalkan nilai-nilai spiritual ini telah berdiri sejak 13 tahun silam. Dalam memperingati hari lahirnya yang ke-13, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ini mengadakan pengajian akbar pada tanggal 29 Oktober 2016 yang bertempat di halaman Graha Watoe Dhakon . Acara ini dihadiri oleh banyak ulama atau masyayikh, seperti Habib Musthofa Bin Muhammad Bin Ba’abud (Kediri), Habib Alwi Bin Ali Al Habsyi (Solo), Habib Husain Akbar Bin Musthofa Bin Muhammad Bin Thohir Ba’abud (Kediri), dan para masyayikh dari Ponorogo dan Madiun. Acara yang mengusung tema “Dengan Bersalawat, Lestarikan Syiar Islam, Galang Solidaritas Ummat, dan Kukuhkan Ukhuwah Islamiyah Menuju Islam Rahmatan lil ‘alamin” ini dihadiri oleh keluarga besar STAIN Ponorogo dan masyarakat sekitar kampus. Choirul selaku ketua UKI berharap agar di tahun selanjutnya organisasi ini akan tetap istiqomah menjaga eksistensi hubungan generasi ke generasi dan mensinergikan hubungan keluarga yang harmonis, serta tidak merasa puas untuk selalu berjuang mendapatkan ridha Allah dan menggapai syafaat Rasulullah Saw. ***Rully Ardianti_Crew

Musywil FKMTH, Jalin Silaturahim Mahasiswa Tafsir Hadits se-Jatim Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir (HMPS IAT) tahun ini menjadi tuan rumah Musyawarah Wilayah Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadits (Musywil FKMTH) se-Jawa Timur. Acara yang berlangsung pada tanggal 17-19 Desember 2016 di IAIN Ponorogo ini diikuti oleh sekitar 100 mahasiswa dari 14 kampus se-Jatim. Diantaranya adalah kampus-kampus dari daerah Tulungagung, Kediri, Jember, Surabaya dan Madura. Agenda Muswil FKMTH dimulai dengan seminar yang dilaksanakan di aula Pasca Sarjana. Kemudian dilanjutkan dengan acara inti yaitu musyawarah pembentukan kepengurusan FKMTH yang baru di aula gedung B. Kemudian pengenalan masingmasing kampus, pembentukan program kerja FKMTH dan sosialisasi program kerja tiap kampus. Di hari terakhir, diadakan penggalangan dana untuk korban bencana Aceh. Penggalangan dana dilaksanakan di kawasan wisata Telaga Ngebel Ponorogo. Dana yang dikumpulkan mencapai sekitar satu juta rupiah. Tujuan diadakannya Musywil adalah untuk menjalin silaturahim dan koneksi dengan mahasiswa Tafsir Hadits se-Jawa Timur.***Salsabila_Crew

88 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Mengembangkan Minat dan Bakat Mahasiswa KPI Melalui Komunitas HMPS KPI merupakan himpunan mahasiswa yang mewadahi aspirasi khususnya mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI/ Kompi). Berbagai minat dan bakat dari mahasiswa KPI ditampung melalui wadah komunitas, diantaranya komunitas Audio Visual dan Manual Production yang menjadi tempat mereka yang berminat atau berbakat dalam bidang sinematografi. Selanjutnya ada komunitas dakwah yang menampung mereka yang berminat dalam bidang retorika, dan komunitas Kawah yang menampung mahasiswa yang berminat dalam bidang jurnalistik dengan produk berupa media cetak. Beberapa program kerja yang sudah terlaksana yaitu KSC (Kompi Study Communication), acara untuk memperkenalkan komunitas-komunitas yang ada di HMPS KPI kepada mahasiswa KPI baru, Workshop Jurnalistik untuk lebih mengenalkan dunia jurnalistik kepada mahasiswa KPI terutama berkaitan dengan media cetak. HMPS KPI masih memiliki satu agenda penutup yaitu Kompi Award, acara ini sebagai ajang penghargaan bagi mahasiswa KPI yang berprestasi dan dosen berprestasi yang bisa menjadi teladan bagi mahasiswa lain.***M. Rohim_Crew/23.14.144

Menumbuhkan Solidaritas Mahasiswa Melalui Kuliah Ta’aruf Himpunan Mahasiawa Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (HMPS MPI) merupakan organisasi intra kampus yang berdiri dibawah naungan Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) Tarbiyah STAIN Ponorogo. Meskipun belum genap setahun berdiri, HMPS MPI telah sukses melaksanakan programprogramnya. Di periode pertama HMPS MPI ini telah melaksanakan salah satu programnya yaitu Kuliah Ta’aruf dan Stadium General sebagai agenda tahunan. Disamping itu ada agenda bulanan, yaitu khotaman al-Qur’an dan kegiatan rutin kajian dan diskusi sebagai agenda mingguan. Program Kuliah Ta’aruf dan Stadium General dilaksnakan tanggal 2-3 September 2016 di balai desa Mrican Jenangan Ponorogo dengan mengangkat tema “Membangun Sinergi Mahasiswa Prodi MPI Yang Berkompeten”. Adapun 3 materi dalam acara ini ialah tentang ke-MPI-an, motivasi, bedah film (alif lam mim) dan pengenalan HMPS MPI. Selain itu, kegiatan ini diharapkan mampu menumbuhkan sikap solidaritas dan kekeluargaan pada sesama mahasiswa, khususnya mahasiswa Prodi MPI.***Erma Erdiana_Crew

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 89


Mencetak Kader Loyal dan Militan Melalui Diklat Organisasi HMPS Muamalah merupakan organisasi mahasiswa intra kampus yang menjadi wadah aspirasi bagi mahasiswa Program Studi Muamalah. HMPS Muamalah mempunyai beberapa agenda kegiatan, diantaranya yaitu Bazar Buku dan Diklat Organisasi. Agenda diklat organisasi ini dilaksanakan pada tanggal 25-27 November 2016, di desa Nongkodono, Kecamatan Kauman. Acara yang memiliki tujuan untuk mencetak kader-kader kepengurusan HMPS Muamalah yang berkomitmen tinggi terhadap kemajuan organisasi ini mengangkat tema Dengan Semangat Organisasi Mencetak Kader Loyal dan Militan. Menurut Andi Supandi selaku ketua organisasi ini mengungkapkan bahwa diklat organisasi ini dirasa penting untuk proses screening bagi calon penerus kepengurusan HMPS Muamalah, khususnya dalam hal komitmen dan tanggung jawab terhadap organisasi. Dia menambahkan, diharapkan melalui kegiatan ini, untuk kepengurusan kedepannya bisa lebih solid dan mempunyai rasa memiliki yang kuat terhadap organisasi khususnya untuk HMPS Muamalah. Di samping itu, HMPS Muamalah secara rutin menggelar bazar produk dari mahasiswa yang biasanya diadakan bersamaan dengan prosesi wisuda tiap tahunnya. ***Nining Khoiru Nisa_Crew

HMPS PAI: Mengenalkan Leadership Melalui Manajemen Organisasi Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (HMPS PAI) menggelar acara Management Organization (MO) sekaligus sebagai Orientasi Mahasiswa Program Studi (OSMA Prodi). Acara yang dilaksanakan pada tanggal 23 sampai 25 September 2016 di Balai Desa Ngrupit, Jenangan, Ponorogo tersebut mengangkat tema, “Menumbuhkan Jiwa Organisasi Untuk Mewujudkan Mahasiswa Aktivis�. Seperti yang disampaikan oleh Ketua HMPS PAI, Ahmad Ansori Ridwan, acara ini bertujuan untuk mengenalkan leadership kepada Mahasiswa Baru Prodi PAI sekaligus merupakan bagian dari proses Kaderisasi HMPS PAI. Materi yang disampaikan dalam MO meliputi materi Manajemen Administrasi yang membahas tentang surat-menyurat, yang hal tersebut menjadi bekal penting bagi peserta untuk memasuki dunia organisasi. Selain itu peserta juga dibekali materi tentang kepemimpinan (leadership) yang diharapkan mampu menumbuhkan karakter keorganisasian peserta. Tak hanya materi mengenai keorganisasian saja, tetapi peserta juga dibekali materi-materi tentang kesosialan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa sosial yang tinggi bagi peserta.***Choirun Hatika_Crew 90 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Mencetak Generasi Kompeten Bersama HMPS PBA HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) Pendidikan Bahasa Arab STAIN Ponorogo, merupakan organisasi intra kampus yang berada dibawah naungan Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) Tarbiyah. Organisasiini memiliki beberapa program kerja, yaitu Osma Prodi, Kelas BahasadanikutsertadalamKemah Bahasa Nasional yang diadakan setiap tahun. Tidak hanya itu, dipenghujung tahun 2016tepatnya tanggal 31 Desember HMPS PBA telah menyelenggarakan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK). Pelatihan yang dilaksanakan di Pondok PesantrenDarut Thulab Ponorogo ini dihadiri oleh 30 mahasiswa PBA semester 1, diisi dengan materi keorganisasian, manajemen administrasi dan leadership. Penentuan materi-materi tersebut bertujuan untuk mempersiapkan dan mencetak mahasiswa PBA yang berkompeten dalam berorganisasi. HMPS yang memiliki motto “jaddid as safiinata fainna al bahro ‘amiiqun� ini mengajak seluruh mahasiswa Prodi Bahasa Arab untuk bersama-sama menjunjung dan meningkatkan kemampuandalamberbahasa Arab serta mengumpulkan seluruh mahasiswa PBA dalam satu wadah silaturahmi.***Rully Ardiyanti_Crew

Belajar Organisasi dan Administrasi Melalui MOMA Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (HMPS PGMI) merupakan salah satu organisasi intra kampus di IAIN Ponorogo sebagai wadah aspirasi dan pengembangan bakat minat mahasiswa Prodi PGMI. HMPS yang baru saja merebut juara II dalam Festival PGMI in Art 2016 di Tulung Agung ini telah melaksanakan salah satu program kerjanya, yaitu Manajemen Organisasi dan Administrasi (MOMA). Acara ini dilaksanakan pada tanggal 16-18 September 2016. MOMA diisi dengan pelatihan manajemen dan administrasi khususnya di bidang keorganisasian bagi mahasiswa baru. Selain itu, acara ini juga dijadikan sebagai ajang perkenalan antar angkatan mahasiswa Prodi PGMI. Di sela-sela kegiatan, panitia juga mengadakan bakti sosial di SDN Pondok Babadan, dengan memberikan alat-alat tulis kepada para siswa.***Amelia Dwi Kristanti_Crew

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 91


Perlatihan Mendongeng HMPS PGRA, Kembangkan Kreativitas Calon Guru Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Roudhatul Athfal (HMPS PGRA) merupakan organisasi intra kampus yang menaungi mahasiswa Prodi PGRA STAIN Ponorogo. Selain itu, sebagai wadah untuk menampung aspirasi seluruh mahasiswa PGRA khususnya dan meningkatkan profesionalitas menjadi seorang pendidik yang baik. Sabtu 16 Oktober 2016 bertempat di STAIN Ponorogo, organisasi ini menyelenggarakan acara bertajuk Pelatihan Mendongeng yang diikuti oleh sekitar 50 peserta dari Prodi Pendidikan Guru RA. Materi pada kegiatan tersebut disampaikan oleh Muhammad Yusron Muchsin, beliau adalah pendongeng nasional yang lebih akrab dipanggil Kak Ucon, asal Kota Reog. Cara penyampaiannya pun sangat menarik hingga para peserta begitu antusias dan terbuai dengan dongeng yang disampaikan. Selain itu, materi ini juga disertai praktik observasi secara langsung dari pemateri. Pelatihan tersebut mengusung tema “Mengembangkan Kreatifitas Anak Dengan Mendongeng” dengan harapan agar dapat menambah wawasan dan kreativitas mahasiswa sebagai calon guru, khususnya di tingkat pendidikan kanak-kanak.***Erma Erdiana_Crew

Menumbuhkan Semangat Keintelektualan Melalui Osma Prodi HMPS AS Himpunan Mahasiswa Program Studi Ahwal Syasiyah (HMPS AS) merupakan organisasi intra kampus yang berfungsi sebagai wadah untuk mengkaji dan mengembangkan keintelektualan mahasiswa dalam bidang Hukum Islam. Pada periode ini, HMPS AS telah melaksanakan salah satu progam kerjanya, yaitu Orientasi Mahasiswa Program Studi (Osma Prodi). Kegiatan yang dilaksanakan pada 15-16 Oktober 2016 tersebut mengusung tema “Memantik Semangat Keintelektualan Mahasiswa dalam Bingkai Motivasi dan ber-Organisasi”, yang diselanggarakan di desa Tosanan, Kauman, Ponorogo. Dalam kegiatan tersebut, mahasiswa diperkenalkan mengenai Prodi Akhwal Syakhsiyah serta HMPS sebagai wadah yang menaungi aspirasi mahasiswa satu prodi, yang disampaikan langsung oleh Ketua Prodi AS, Abid Rohmanu. Sekitar 17 peserta mengikuti kegiatan yang berlangsung dua hari tersebut. Adi Handika selaku ketua HMPS AS menuturkan bahwa dalam kegiatan mingguan HMPS AS memiliki kajian rutinan untuk memperdalam Ilmu Hukum. Menurutnya kajian-kajian kecil setiap Prodi harus ada untuk menghidupkan atmosfir keintelektualan kampus. ***Rina Puji Rahayu_Crew 92 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


LDK HMPS Perbankan Syariah, Menumbuhkan Karakter Kepemimpinan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah (HMPS PS) adalah organisasi mahasiswa intra kampus di tingkat Prodi Perbankan Syariah. Organisasi ini mempunyai tanggungjawab menampung aspirasi seluruh mahasiswa Perbankan Syariah dengan menyelenggarakan kegiatan bersifat keilmuan sesuai dengan program studi ini. Pengurus perdana HMPS PS di IAIN Ponorogo dilantik pada tanggal 19 Juni 2016 . Dalam mengemban tanggung jawabnya, pengurus HMPS PS pada periode perdana ini menyelenggarakan pelatihan bertajuk Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) dengan mengangkat tema “Menumbuhkan Karakter Pemimpin dalam Manajemen Perbankan Syariah”. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 18-20 November 2016 di balai desa Ngrupit, Jenangan, Ponorogo. Kegiatan yang diikuti 48 peserta ini dimaksudkan, agar setiap mahasiswa memiliki jiwa kepemimpinan, karena belum tentu setiap orang mampu menjadi pemimpin yang ideal. Orang yang mampu memberikan perubahan untuk HMPS PS dan mau berproses menjadi lebih baik itulah orang yang mampu menumbuhkan karakter pemimpin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Een Angga selaku ketua HMPS PS.***Mandela_Crew/23.14.139

Membangun Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Ekonomi Syariah Himpunan Mahasiswa Progam Studi Ekonomi Syariah (HMPS ES) merupakan organisasi intra kampus yang menaungi mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah. HMPS ES pada tanggal 30 September sampai 1 Oktober 2016 melaksanakan salah satu programnya yaitu Orientasi Mahasiswa Progam Studi (Osma Prodi). Acara ini diselenggrakan di kantor Kecamatan Siman dengan mengusung tema “Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Gerakan Kewirausahaan”. Selain untuk memperkenalkan HMPS, kegiatan ini memiliki tujuan untuk membangun jiwa kewirausahaan mahasiswa Ekonomi Syariah. Kegiatan tersebut di isi dengan beberapa materi yang disampaikan oleh para dosen Ekonomi Syariah. Materi pertama mengenai Manajemen Organisai, kedua Dialog HMPS, dan yang terakhir Hukum Ekonomi Islam dan Marketing. Pada kegiatan ini para peserta diminta untuk mempresentasikan poduk jadi dan setengah jadi yang mereka buat secara langsung. *** Ulfi Neni_Crew

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 93


Segenap Crew Majalah aL-Millah edisi 33 (Jerat Setan bagi Buruh Migran) Mengucapkan: pkan:

selamat atas diwisudanya

Hidromatul Ma’nuah Coordinator litbang LPM aL-Millah periode 2011-2012

Mengucapkan: Men n selamat atas diwisudanya

Mar’atus Sholechah bendahara umum LPM aL-Millah periode 2015-2016

Semoga menjadi sarjana muda yang tidak resah mencari kerja dan tidak sia-sia mengikuti perkuliahan

LPM aL-Millah mengucapkan selamat atas pergantian status STAIN Ponorogo menjadi IAIN Ponorogo. STA Semoga menjadi perguruan tinggi yang tidak asal cetak sarjana, Sem asal alih status, dan asal-asalan. asa 94 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah


Stop human traficking Stop overcharging Ratifikasi c189 Lindungi bmi dan keluarganya Cabut UU No. 39 tahun 2004 tentang PPTKILN

website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah

LPM aL-Millah

Majalah Edisi 33 95


website: www.lpmalmillah.com Ig: lpmal_millah fb: lpm al-millah 96 LPM aL-Millah Majalah Edisi 33 www.lpmalmillah.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.