Majalah aL-Millah edisi 35 "Ekonomi Kerakyatan dalam Pusaran Ekonomi Liberal"

Page 1

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

1


B A H U T Keberadaan Pasar Tradisional di Tengah Gelombang Modernitas Ronggowarsito, pujangga terkenal dari tanah jawa pernah menulis bahwa manusia akan tiba pada zaman di mana “kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange” (sungai kehilangan palung, pasar kehilangan hiruk pikuk keramaiannya). Masa ini nampaknya sudah kita alami, di mana hiruk pikuk pasar tradisional sudah jauh berkurang sebab banyak masyarakat memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern...... Baca halaman 13.

L A P U T Marak Kecurangan, Kualitas Jual-Beli Online Disangsikan Pada era yang serba digital ini, jual-beli online menjadi alternatif bagi sebagian besar pengusaha. Jual-beli online yang bersifat fleksibel, anti-repot, panas dan antri ini memanjakan jutaan konsumen di Indonesia setiap harinya. Iklan-iklan bertebaran di dunia maya. Nyaris semua barang dan jasa yang ada dipasarkan melalui media sosial dan marketplace. Pemesanan bisa dilakukan dalam hitungan menit melalui gawai. Jual-beli melalui internet menjadi primadona belanja konsumen Indonesia....... Baca halaman 20.

L I P S U S QUO VADIS KOPERASI MASA KINI Jika mendengar kata “Koperasi” tak jarang orang akan bepikir yang dimaksud adalah: Tukang Kredit, Bank Plecit, atau semacam lembaga lintah darat yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Namun, sebenarnya jika ditilik lebih lanjut berdasarkan arti koperasi dan sejarah berdirinya, maka koperasi bukanlah sesuatu yang demikian menyusahkan bagi masyarakat. ....... Baca halaman 25.

DILEMA SKRIPSI, PILIH KUALITAS ATAU ASAL TUNTAS ? Salah satu impian mahasiswa tingkat akhir adalah segera menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dan mendapat gelar sarjana. Gelar ini didapat mahasiswa setelah menyelesaikan syarat kelulusan berupa karya ilmiah hasil penelitian yang disebut dengan skripsi....... Baca halaman 25.

2

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

KAMPUSIANA


2 3 4 5 6 8

DAFTAR ISI

Sajian Daftar Isi Salam Redaksi Editorial Aspirasi isu

40 43 47 49

13 Bahasan Utama Keberadaan Pasar Tradisional di Tengah Gelombang Modernitas

Kolom I SKSD Kolom II Rubrik Eksklusif

53 Kampusiana Dilema Skripsi, Pilih Kualitas Atau Asal Tuntas?

19 Laporan Utama Marak Kecurangan, Kualitas Jual-Beli Online Disangsikan

59 Sosok 63 Alamku 67 Puisi 69 Cerpen 72 Resensi Buku 74 Resensi Film 76 Bilik Kampus 85 Komik 86 Titik Kenangan 87 Titik Pergerakan

25 Liputan Khusus Quo Vadis Koperasi Masa Kini

31 Khazanah

35 Budaya Gejolak Ombak Perjalanan Shalawat Terbangan

SUSUNAN REDAKSI

MAJALAH MAHASISWA IAIN PONOROGO EDISI 35 Diterbitkan oleh: LPM aL-Millah IAIN Ponorogo

Editor: Tim Editor

Pelindung: Rektor IAIN Ponorogo

Staf Redaksi: Ariny Sa’adah, Muhamad Riza A., Rina Puji R., Ahmad Alwi M., Zia Lutfiatur R., Aji Wahyu W., Irin Hamidah M., Fandy Choirul S., Avin Santoso, Ahmanda Fitriyana F., Dendy Pramana P., Dinda Ayu A., Dwi Aziz Azizah A., Eka Purwaningsih, Fanisa Rifda S., Insan Ainul Y., Lia Hikmatul M., Ririn Suhartanti, Rikha Novaridatul, Agus Setyawan, Shofia Mar’atus S., Siti Umi N., Umi Ula R, Yulia Aswaty, Zona Rozaqul, Fitria Nur Aini,

Pemimpin Umum: Nining Khoiru Nisa’ Pemimpin Redaksi: Adzka Haniina Albarri Layouter: Moh. Taufiiqul Fatakhi, Irfan Waskito W., Umar Alix N. Desain Grafis: Diah Permatakrisna Mustikaputri Karikatur & Komikus: Chandra Nirwana Harsono Putri Fotografer: Tim Fotografer

Alamat Redaksi: Jl Pramuka no.156 Gd BEM Lt.2 Ronowijayan Siman Ponorogo Email: lpmalmillah@gmail.com Contact Person: 081914812315 (Nining) 083845201996 (Adzka)

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

3


SAL AM REDAKSI SALAM PERSMA!

L

antaran kasih dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, tim redaksi Majalah edisi 35 LPM aL-Millah mampu merampungkan karya jurnalistik sebagai tugas utama dan fungsi pengawalan terhadap isu sosial yang berkembang di masyarakat. Sehingga majalah yang tak luput dari kekurangan ini dapat sampai di tangan pembaca sebagai bukti aktivitas jurnalisme pers mahasiswa IAIN Ponorogo. Ucapan terimakasih yang tak mampu lagi dihitung dengan jumlah kami ucapkan kepada segenap tim redaksi yang dengan kemampuan masing-masing dapat dimaksimalkan hingga terbitlah karya ini. Juga kepada tim editor yang tanpa sentuhan hangat diksinya tulisan ini tak mampu memberikan makna tersurat maupun tersirat secara padat dan ringkas. Berangkat dari kegelisahan persma dalam melihat perkembangan ekonomi modern di kabupaten Ponorogo yang semakin mendesak pasar-pasar lingkup kelas menengah ke bawah, maka tema Ekonomi Kerakyatan berhasil menjadi orientasi besar kehadiran karya jurnalistik ini. Juga isu kurs dollar AS yang semakin menurun di mata uang rupiah serta kemajuan digitalisasi ekonomi atau biasa disebut bisnis online menjadi bahasan

4

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

yang semakin hangat era ini. Sedangkan unsur penting dalam ekonomi kerakyatan lainnya yakni; manajemen, pasar dan koperasi, menjadi bahasan rubrik utama yang mendeskripsikan kondisi masyarakat dalam cengkeraman ekonomi liberal. Semua objek tulisan dihadirkan dengan wawancara eksklusif dan penggalian data mendalam para crew. Berawal dari karya besar Dede Mulyanto, refleksi pemikiran Karl Marx tentang paradigma ekonomi berhasil dirangkum dalam sajian Khazanah, serta artikel-artikel lain yang secara tematik memberikan proyeksi terhadap babakan ekonomi hingga ketimpangannya terhadap perempuan. Berbagai suguhan ringan ini secara pasti mampu memberikan wawasan serta pandangan lain dalam melihat dan menilai setiap pojok pemikiran dari para narasumber terhadap fenomena. Semoga majalah ini menjadi tambahan wacana untuk berfikir dan merefleksikan peran masing-masing dalam memberikan sedikitnya kontribusi demi memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Selamat Membaca!


Editorial

D

ewasa ini ekonomi kerakyatan hanya menjadi bayangan borjuis dalam kemajuan ekonomi liberalis. Ekonomi yang berbasis kepentingan rakyat sebenarnya bukan bualan semata. Ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat sebenarnya telah tertulis dalam pasal 33 UUD 1945 yang dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi kerakyatan dapat diartikan sebagai sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Tafsiran ayat-ayat yang terkandung di dalam pasal tersebut sarat akan pengertian ekonomi kerakyatan. Pasal satu misalnya, berbunyi �Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan�. Azas kekeluargaan diartikan segala yang ada di negara lebih utama diberikan untuk rakyat. Pasal ini dapat dimaknai sebagai pondasi ekonomi kerakyatan yang dicita-citakan para founding father untuk membangun perekonomian Indonesia. Akan tetapi saat ini kita perlu menelaah kembali keberadaan ruh ekonomi kerakyatan yang benar-benar memihak kepada masyarakat. Hal yang tampak dipermukaan seringkali dimaknai sebagai representasi dari ekonomi liberal. Ekonomi liberal menggambarkan keadaan dimana setiap individu bebas memiliki dan punya kesempatan sama dalam pasar. Terima atau tidak, kondisi saat ini telah menyatakan secara jelas bukti kesenjangan sosial antara perekonomian rakyat menengah ke bawah dengan perekonomian borjuasi. Redaksi majalah edisi 35 LPM aL-Millah mencoba melakukan analisis kondisi jual beli masa kini dan berusaha melakukan kritik terhadap ekonomi kerakyatan. Ada beberapa unsur penting dalam penegakan ekonomi kerakyatan; peranan sistem, keberadaan pasar, dan arah gerak koperasi yang merupakan contoh nyata dari produk ekonomi kerakyatan. Gelombang arus modernitas telah berpengaruh dalam proses perdagangan bebas yang masuk dan menguasai pasar Indonesia. Lantas masihkah ada ruang bagi ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat? Menurut Revrisond Baswir, salah satu peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, meski sistem yang diterapkan di Indonesia sarat akan penguasaan dari pihak asing, bukan berarti ekonomi kerakyatan tidak memiliki harapan. Maka setiap elemen bertanggungjawab untuk mendukung dan mengimplementasikan ekonomi kerakyatan secara total di Indonesia. Bahwa gagasan dalam UUD’45 tidak boleh terlupakan seiring dengan perkembangan pesat pasar bebas dan digitalisasi ekonomi. Barangkali sudah semestinya sistem perekonomian kembali ke pasal 33 UUD 1945 untuk diterapkan demi menangkis ekonomi liberal oleh penguasa modal.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

5


A spirasi “Gedung baru di kampus 2 itu sebenarnya akan digunakan untuk apa? Kenapa sampai sekarang belum difungsikan? Kan kemarin saat peletakan batu pertama peresmian kampus 2 akan digunakan untuk Fakultas Syariah, akan tetapi nyatanya sampai sekarang Fakultas Syariah tetap menempati gedung lama tidak berpindah ke gedung baru” Sunflower, Mahasiswi HES semester 3.

“Perlu diingat bahwa saat ini kampus masih dalam masa transisi dari STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam negeri) ke IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Untuk sekarang ini fakultas yang telah dipindahkan ke kampus 2 sementara baru FEBI (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam) dan FASYA (Fakultas Syariah) dengan segala kekurangannya. Walaupun dulu rencananya gedung baru di kampus 2 akan digunakan untuk Fakultas Syariah, bukan berarti gedung tersebut menjadi gedung FASYA, tetapi itu hanya sebatas syarat untuk kelengkapan administrasi di tahap perencanaan. Mengenai keputusan nantinya akan digunakan untuk fakultas apa, ini merupakan wilayah lembaga dan pimpinan dengan segala macam pertimbangan. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada keputusan mengenai fakultas manakah yang akan menempati gedung baru tersebut. Ini dikarenakan, dalam sekali pindah, maka akan diperlukan segala macam energi luar biasa, salah satunya adalah mulai mengatur tiap-tiap fakultas dengan segala fasilitasnya.”

Gedung Sudah Baru. Tapi Untuk Apa Tak Kunjung Tau !

?

“Penggunaan Graha Watoe Dhakon sebagai tempat resepsi pernikahan adalah untuk pemenuhan bakti kepada masyarakat. Graha merupakan fasilitas negara dan yang menentukan adalah KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) Madiun. Jadi, yang mempunyai aset tersebut adalah balai lelang Madiun. Dalam struktur keuangan negara, yang menguasai seluruh aset negara adalah Menteri Keuangan, dalam istilahnya disebut dengan Penguasaan Anggaran dan Penguasaan Barang. Sementara untuk rektor, statusnya adalah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Barang, dimana setelah pihak kampus mendapatkan surat izin penggunaan aset-aset negara, kampus bisa menggunakannya dengan catatan sewa dan menyetor PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Setiap ada kegiatan masyarakat di Graha Watoe Dhakon membayar sekitar Rp8.000.000 - Rp10.000.000. Pihak kampus tidak mengambil untung dari hal tersebut karena itu nyaris hanya untuk kebutuhan solar dan biaya OB sama disetorkan ke kas negara. Kampus wajib menyetor ke kas Negara sebesar Rp5.800.000. Itu merupakan harga standar yang telah ditetapkan oleh KPKNL. Solar itu nantinya digunakan untuk menyalakan AC (Air Conditioner) dan sound system dikarenakan listrik kampus tidak kuat untuk menyalakan sound system besar dan 15 AC graha secara bersamaan. Penyebab tidak kuatnya listrik kampus untuk melakukan hal itu adalah karena belum mempunyai gardu induk sendiri yang mengakibatkan listrik yang mengalir ke kampus harus terbagi ke masyarakat. Namun, sejalan dengan tujuan sebagai tanda bakti kepada masyarakat, ada kesepakatan dengan pimpinan bahwa Graha Watoe Dhakon tidak boleh digunakan untuk kebutuhan niaga dan komersil. Berbeda jika digunakan praktik bisnis dan niaga mahasiswa FEBI. Disamping sebagai pemenuhan tanda bakti ke masyarakat, penggunaan gedung Graha Watoe Dhakon sebagai resepsi pernikahan merupakan strategi khusus untuk mengenalkan kampus IAIN Ponorogo kepada masyarakat.”

6

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Fasilitas Kampus Kok Untuk Nikahan ?

?

“Mengapa Gedung Graha Watoe Dhakon disewakan untuk resepsi pernikahan?” Muhammad, Mahasiswa Muamalah Semester 11


A spirasi

Lebih Penting Mana , Prasarana Jasmaniah, Rohaniah atau Intelektualitas ? “Kenapa kampus malah membangun sarana olahraga terlebih dahulu dibandingkan dengan Masjid dan Perpustakaan yang notabene merupakan tempat-tempat penting bagi mahasiswa?�

?

Diandra, Mahasiswi Semester 3.

“Mengenai perpustakaan, ada wacana untuk diadakan perpustakaan sendiri pada tiap-tiap fakultas. Setiap fakultas harus mempunyai perpustakaan sendiri-sendiri berdasarkan disiplin ilmu dan kejuruannya masing-masing, tidak campur-campur seperti sekarang ini. Selain itu, juga ada wacana jika nanti ke depannya akan digunakan fasilitas e-book supaya gedung perpustakaan tidak kelihatan besar karena semua sudah beralih ke teknologi. Hal semacam itu tidak menutup kemungkinan untuk terjadi, karena rata-rata mahasiswa sekarang sudah mempunyai laptop. Mahasiswa tidak perlu repot-repot membuka-buka buku, tinggal daftar pada admin perpustakaan dan tinggal mengklik e-book materi yang diperlukan. Adanya pembangunan perpustakaan pada tiap-tiap fakultas ini juga termasuk syarat dari akreditasi. Secara administratif, akreditasi sekarang tidak hanya satu, selain akreditasi institut juga ada akreditasi jurusan. Di samping itu, pihak kampus memutuskan membangun lapangan bola juga untuk memenuhi standarisasi Borang (formulir) akreditasi tersebut. Sementara untuk masjid, pada dasarnya di lembaga pemerintah tidak boleh membangun masjid dan berdasarkan dokumen milik kampus tidak ada aset masjid, karena dari pemerintah tidak boleh membangun sarana ibadah. Dalam bahasa administrasi yang ada adalah Laboratorium Keagamaan. Di dalam Borang akreditasi pun tidak diperlukan adanya masjid, tetapi justru keberadaan sarana olahraga lebih mendukung. Hal tersebut dikarenakan kampus mempunyai jurusan yang di situ akan mendidik olahraga juga, salah satunya adalah PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah). Selain sebagai pemenuhan syarat untuk akreditasi, kampus membangun Laboratorium Olahraga tersebut juga dikarenakan letaknya yang di belakang, sedangkan untuk bangunan masjid umumnya di depan. Menurut teori teknik pembangunan, kalau mau membangun harus dari belakang, karena kalau dari depan nanti rusak. Pembangunan masjid sendiri sebenarnya sudah direncanakan tahun ini. Dari pihak kampus sudah mengajukan CSR (Corporate Social Responsibility) ke BRI (Bank Rakyat Indonesia) Pusat untuk membantu pembangunan masjid. Proposal sudah disampaikan, namun untuk jawabannya belum diketahui.�

Semua pertanyaan dijawab oleh: M U H TA D I N, Kasubbag Tata Usaha Hubungan Masyarakat dan Rumah Tangga (TUHRT)

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

7


I su

E

INDONESIA DALAM CENGKRAMAN KURS DOLAR AS Jurnalis Muhamad Riza Ardyanto_25.16.165

E

konomi merupakan unsur vital bagi mayoritas insan yang setiap hari bergerak dinamis dari satu titik ke titik yang lain. Bahkan demi kemapanan ekonomi mayoritas masyarakat rela melakukan segala hal yang diibaratkan kaki jadi kepala hingga kepala jadi kaki. Perubahan sistem ekonomi yang tidak semestinya dari masa ke masa membuat manusia terkungkung dalam sistem yang memenjarakan. Hal ini dimulai sejak sistem barter atau tukar menukar barang dengan barang yang setara hingga era di mana dolar AS yang menjadi landasan dasar kurs mata uang. Krisis moneter, naik-turunnya harga barang di pasaran pun tak luput dari pengaruh adanya kurs dolar AS. The Fed (Federal Reserve Sistem) Bank sentral AS, International Monetary Fund (IMF), dan World Bank merupakan dalang atas kebijakan-kebijakan moneter yang ada di dunia. Sehingga kuat

8

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

atau lemahnya mata uang sebuah negara hampir tidak lepas dari kebijakan lembaga keuangan dunia tersebut. Dengan sistem kurs mengambang atau Floating Exchange Rate yang mengendalikan seluruh mata uang di dunia. Menapak Jejak Dolar AS Siapa yang tak mengenal dolar? Mata uang negara adidaya Amerika Serikat (AS) yang setiap detik menjadi patokan perekonomian seluruh negara di dunia. Dibalik keperkasaan dolar AS yang menjadi kiblat dari pasar internasional pasti memiliki alasan, mengapa harus dolar AS? Sejarah membuktikan bahwa sebenarnya keperkasaan dolar AS juga melibatkan banyak negara dari berbagai benua. Jauh sebelum tahun 1944, sebelum Dolar AS ditentukan sebagai kurs mata uang dunia, negara-negara di dunia memilih emas daripada uang kertas sebagai alat transaksi dalam perdagangan bilateral atau-


I su

“ The Fed (Federal Reserve Sistem) Bank sentral AS, International Monetary Fund (IMF), dan World Bank merupakan dalang atas kebijakan-kebijakan moneter yang ada di dunia. Sehingga kuat atau lemahnya mata uang sebuah negara hampir tidak lepas dari kebijakan lembaga keuangan dunia tersebut.

Ilus/ Chandra

pun multilateral. Sebelum transaksiksi tersebut terjadi, pelaku jual beli akan menukarkan uang kertas mereka dengan emas di kantor-kantor resmi pemerintahan yang menjadi tempat penyimpanan emas cadangan. Sistem ini lazim dikenal dengan nama “Gold Standard” yang pernah diberlakukan di Inggris pada tahun 1821, pernah pula dipakai oleh AS pada tahun 1870 hingga 1971. Berhubungan dengan hal ini, AS yang saat itu menjadi negara dengan cadangan emas terbesar, nyaris tiga perempat di muka bumi (beritagor.id). Senior Professor Cornell University, Eswar Prasad dalam bukunya "The Dolar AS Trap" menjelaskan mengenai sejarah keperkasaan dolar AS di dunia. Menurutnya, berawal dengan menangnya Amerika di sebagian besar Perang dunia II, banyak terjadi kekacauan moneter yang dimulai jauh pada abad 18 dan 19. Dari situ muncullah inisiatif un-

tuk melaksanakan sebuah “Perjanjian Bretton Woods” atau bisa disebut perjanjian untuk menjalankan sistem. Dinamai Bretton Woods karena kesepakatan ini dihadiri 730 orang wakil dari 44 negara, sepakat dan bertanda tangan di hotel Mount Washington di Bretton Woods, News Hamspire, Amerika Serikat tahun 1944. Dalam sistem ini disepakati bahwa dolar AS berperan sentral dalam sistem moneter dunia. Dolar AS dipilih karena bisa dijadikan cadangan devisa. Selain itu, yang perlu ditulis tebal adalah: Sistem ini menetapkan bahwa untuk setiap pencetakan 35 dolar AS sama dengan satu ons emas menjadi backup, hal tersebut tidak lepas dari fakta AS yang mempunyai cadangan emas terbesar di dunia. Bretton Woods menandai dimulainya era Fixed Exchange Rate (kurs tetap) dengan backup emas, dan berakhir pada tahun 1971 yang ditetapkan menjadi

Floating Exchange Rate (kurs mengambang). Floating Exchange Rate merupakan sistem baru dari penggunaan kurs yang awalnya tetap menjadi mengambang. Hal ini disebabkan karena secara perlahan tapi pasti, kesepakatan yang digagas AS mulai dilanggar sendiri. Pelanggaran itu terjadi berawal dari pembiayaan pengeluaran pemerintahan dan belanja militer era Presiden Johnson. The FED ternyata mengeluarkan uang melebihi kemampuan cadangan emasnya akibat hal tersebut, yakni gejolak politik yang berawal dari kepentingan ekonomi. Di tahun 1913 para bankir AS menyatakan telah terjadi kekurangan mata uang di AS. Oleh sebab itu, pemerintah AS tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua emas cadangannya telah terpakai. Agar ada tambahan sirkulasi uang, sekelompok orang kemudian mendirikan satu bank yang

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

9


I su

Infografis dampak kenaikan kurs dolar AS

10

mata uang lainnya. Permintaan terhadap dolar AS pun melonjak. Pertama, dolar AS memang sulit didapatkan karena 580 miliar pecahannya hanya berputar di AS. Selain itu, lebih dari satu pertiga PDB dunia datang dari negara-negara yang mematok mata uang mereka dengan dolar AS. Imbasnya, dalam pasar valuta asing, dolar AS menjadi penguasa. Lebih dari 85% transaksinya melibatkan dolar AS. Pun 39% dari utang yang ada di dunia diterbitkan juga dalam bentuk dolar AS. Perjanjian tersebut berlaku ke seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pada tahun 1971 Indonesia dipimpin oleh presiden Soeharto yang disinyalir mempunyai hubungan erat dengan pihak AS. Hubungan tersebut juga memengaruhi

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Indonesia pada sektor ekonomi, dampaknya Indonesia tidak lepas dari pengaruh kurs dolar. Dengan kata lain, aman dianggap bahwa Soeharto yang menjadi jalan AS dalam menguasai perekonomian Indonesia. Meski begitu, hal ini justru menjadi bumerang bagi Soeharto. Ia harus dilengserkan karena terjadinya Krisis Moneter. Bencana Krisis Moneter Krisis moneter merupakan musuh utama dari perekonomian di seluruh negara yang ada di dunia, salah satunya Indonesia yang punya riwayat buruk dengannya. Pada tahun 1998, Indonesia menemui puncak kekacauan hingga presiden Soeharto harus tumbang dari kekuasaannya. Belajar dari hal tersebut, pemegang kekuasaan harus mampu

Ilus/ RIza

dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York�, yang kemudian menjual stok yang dimiliki dan dibeli oleh mereka sendiri senilai US$ 450. 000. 000 melalui bank-bank seperti Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg, Warburg Bank of Amsterdam (Keluarga Warburg mengontrol German Reichsbank bersama Keluarga Rothschild), Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New York, serta Kuhn & Loeb Bank of New York. Selain perubahan sistem kurs, Perjanjian Bretton Woods ini secara tidak langsung menjadikan nilai dolar AS lebih dominan dibandingkan


I su

mengendalikan laju ekonomi agar krisis moneter tidak terjadi lagi di zaman sekarang. Pada krisis moneter tahun 1997-1998 ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yang pertama ada unsur politik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), Kronisme (sikap atau tindakan yang memperlihatkan keberpihakan dalam merekrut teman dekat tanpa melihat atau mempertimbangkan kualifikasinya). Krisis juga timbul karena adanya kelemahan struktural di dalam perekonomian nasional, dalam sistem keuangan atau perbankan, dan praktik kapitalisme kroni. Terakhir, lemahnya sektor riil dari perekonomian nasional juga menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis moneter. Fundamental ekonomi yang lemah dan ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional. Krisis keuangan hanya melibatkan negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara. Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia adalah negara yang paling terkena dampak krisis ini. Hongkong, Malaysia, Laos, dan Filipina juga terpengaruh krisis, tetapi tak separah tiga negara tersebut. Sementara Cina, Taiwan, Brunei, Vietnam dan Singapura hampir tak merasakan krisis finansial tersebut. Dilansir dari tirto.id, pada bulan Juni 1997, Indonesia tam-

pak masih jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus neraca perdagangan lebih dari 900 juta dolar AS, cadangan devisa cukup besar, lebih dari 20 miliar dolar AS, dan sektor perbankan masih baik-baik saja. Namun, di tahun-tahun sebelumnya, cukup banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dalam bentuk dolar AS. Karena sebelum tahun 1997 itu, rupiah memang menguat atas dolar AS. Jadi, pinjaman dalam bentuk dolar AS dianggap jauh lebih murah. Rupiah dan Bursa Efek Jakarta menyentuh titik terendahnya pada September 1997. Perusahaan yang meminjam dalam dolar AS harus menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk membayar utangnya. Pada Juni 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya Rp2.380 untuk 1 dolar AS. Akan tetapi, pada Januari 1998, dolar AS menguat menyentuh angka Rp11.000. Juli 1998, rupiah kian melemah, 1 dolar AS setara dengan Rp 14.150. Pada 31 Desember 1998, rupiah menguat perlahan, tetapi hanya mampu meningkat hingga Rp8.000 untuk 1 dolar AS. Krismon yang menjangkiti Indonesia berdampak pada lemahnya ekonomi. Hal ini juga didukung oleh utang luar negeri Indonesia pada era Soeharto yang berjumlah Rp551,4 triliun dengan rasio 57,7% terhadap PDB. Diperburuk pada era Habibi (1999) total outstanding utang Indonesia

mencapai Rp938,8 triliun dengan rasio 85,4% dari PDB. Ketenangan Dalam Jerat Utang Dolar AS semakin hari semakin membumbung tinggi fluktuasi kursnya. Utang-utang luar negeri Indonesia pun juga akan naik nominalnya apabila kurs dolar AS naik. Dari pemerintahan Soeharto Indonesia telah terjerat utang sampai saat ini. Ironisnya, utang tersebut malah menjadi alat pengendali kebijakan pemerintahan. Sampai kapan kita menanggung dosa warisan ini? Dilansir dari kompas.com pada akhir April 2018 dari catatan BI, utang luar negeri tersebut berada pada angka 356,9 miliar dolar AS Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 4.996,6 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS). Menurut Perry gubernur Bank Indonesia, ULN tersebut masih dalam kategori aman jika dilihat dari rasio produk domestik bruto (PDB). "Jadi jangan dilihat nominalnya, sebab ukuran ini kan relatif. Satu dolar AS sekarang kan berbeda dengan satu dolar AS 10 tahun lalu. Jadi harus dibandingkan satu dolar AS sekarang dengan ekonomi kita," ucap Perry di Kompleks Gedung BI, Jakarta, Jumat (22/6/2018). Pernyataan Gubernur Bank Indonesia periode 20182023 Perry Warjiyo tersebut menyatakan ketenangan dari BI menyikapi utang luar negeri. Himbauan tersebut efektif un-

“ Dari pemerintahan Soeharto Indonesia telah terjerat utang sampai saat ini. Ironisnya, utang tersebut malah menjadi alat pengendali kebijakan pemerintahan. Sampai kapan kita menanggung dosa warisan ini? Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

11


I su

tuk meredam masyarakat yang khawatir dengan utang-utang. Namun apakah etis pihak yang mempunyai utang itu tenang dan tidak ada upaya pelunasan utang yang konkret? Maha Kuasa Dolar AS dengan Fluktuasinya Pusaran ekonomi Indonesia sampai sekarang masih dalam tataran ekonomi pas-pasan. Mau dikatakan ekonomi bawah, faktanya tidak sedikit pengusaha-pengusaha Indonesia yang sukses mengumpulkan pundi-pundi uang hingga jadi konglomerat, setiap tahun pun banyak pahlawan devisa yang mengais rejeki di negeri seberang yang hasilnya cukup jelas: rumah, tanah, dan kebutuhan lain dapat terbeli. Akan tetapi dikatakan ekonomi kelas atas pun juga tidak patut, masih banyak janda-janda miskin, gelandangan, dan pengemis kelaparan yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang disebut di atas, justru tidak banyak yang mengetahui mengenai kurs dolar AS. Indonesia pun masih bergantung pada produk-produk impor, yang mana membuat anggaran negara untuk impor membengkak jika kurs naik. Gaya hidup masyarakat Indonesia yang bangga menggunakan barangbarang impor pun mendukung pembengkakan jumlah transaksi barang impor. Pedagang di pasar sering mengeluh tiba-tiba harga naik tanpa tahu sebab dari naiknya

barang-barang tersebut. Mereka hanya mengerti, apabila barang semakin langka maka harga semakin mahal. Padahal kenaikan harga tidak hanya karena kelangkaan, namun juga karena kurs dolar AS yang naik. Bagi perusahaan yang aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor ini kestabilan kurs dolar AS terhadap rupiah akan menjadi hal yang penting, sebab ketika nilai rupiah terdepresiasi (turunnya nilai) atas nilai dolar AS harga barang-barang menjadi mahal. Jika sebagian besar bahan baku perusahaan menggunakan bahan impor, maka secara otomatis hal ini mengakibatkan kenaikan dalam biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini pasti akan mengurangi tingkat keuntungan suatu perusahaan, dan menurunnya tingkat keuntungan perusahaan tentu akan memengaruhi minat beli investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Secara umum hal ini akan mendorong pelemahan harga saham di negara tersebut (www.bappenas.go.id).

ekonomi kelas bawah. Swasembada yang menjadi cita-cita tidak akan terlaksana apabila kita masih tunduk pada sistem yang dikendalikan oleh lembaga keuangan dunia. Dalam pembuatan kebijakan pun tidak lepas dari penguasa AS. Harga-harga di pasar yang naik turun bergantung pada kurs dolar AS, masyarakat pun buta akan akar permasalahan ini, mereka hanya mengetahui itu semua urusan pemerintah. Keluhan masyarakat hanya akan jadi bualan belaka, tanpa ada edukasi yang kongkret dari praktisi ekonomi yang ada di Indonesia. Mereka yang dalam tataran ekonomi kelas atas hanya memikirkan perut sendiri. Wakil-wakil rakyat sudah tidak merakyat, utang negara harus ditanggung rakyat namun utangutang rakyat tak pernah dipikirkan oleh mereka yang mengaku pengayom rakyat. Reporter: Fanisa Rifda Salimah

Refleksi Berdasarkan penjelasan di atas maka bisa diambil kesimpulan bahwa Indonesia secara de jure telah merdeka. Namun secara de facto Indonesia masih terjajah di beberapa sisi. Salah satunya dari sisi ekonomi, Mulai dari tingkatan kenegaraan, kebijakan moneter Indonesia masih didominasi oleh pengaruh lembaga keuangan dunia dan hal tersebut berdampak pada

“ Swasembada yang menjadi cita-cita tidak akan terlaksana apabila kita masih tunduk pada sistem yang dikendalikan oleh lembaga keuangan dunia. 12

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


B ahasan Utama

Lapak pedagang buah pasar Songgolangit

Keberadaan Pasar Tradisional di Tengah Gelombang Modernitas Jurnalis Ariny Sa’adah_25.16.161

Liberalisasi “pasar” yang semakin tidak terbendung membuat iklim pasar tradisional semakin terdesak dengan munculnya pasar modern dengan menawarkan lebih banyak keunggulan komoditi, harga serta kenyamanan. Realitas seperti itu membuat masyarakat beralih kepada kehidupan modern yang lebih menyukai suatu hal serba praktis dengan intensitas interaksi yang lumayan minim.

R

Foto/ Arini

onggowarsito, pujangga terkenal dari tanah jawa pernah menulis bahwa manusia akan tiba pada zaman di mana “kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange” (sungai kehilangan palung, pasar kehilangan hiruk pikuk keramaiannya). Masa ini nampaknya sudah kita alami, di mana hiruk pikuk pasar tradisional sudah jauh berkurang sebab banyak masyarakat memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern. Modernisasi telah masuk dalam setiap rongga titik setiap sektor. Tak terkecuali dalam kajian perdagangan dan pasar. Hal-hal yang bersifat tradisional akan terus berkembang menyesuaikan persaingan dunia yang telah modern. Lain halnya dengan perilaku konsumen,

mereka tetap memiliki kecenderungan dalam berbelanja untuk pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, hingga kebutuhan yang bernilai tersier. Konsumen memiliki hak untuk menentukan lokasi berbelanja di pasar, entah tradisional ataupun modern. Lantas bagaimana persaingan perdagangan kedua jenis pasar tersebut? Menurut Peraturan Presiden No.112 tahun 2007, pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mal, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar merupakan suatu bentuk ‘proses’ transaksi antara permintaan dan penawaran, pengertian ini sangat identik dengan gambaran pasar Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

13


B ahasan Utama

Kondisi pasar Songgolangit tampak dari luar

14

sehingga memungkinkan bertemunya antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli produk baik barang maupun jasa. Dampak Pembangunan Wajah Lama Songgolangit Pasar Songgolangit merupakan salah satu pasar tradisional di Ponorogo yang terletak di pusat kota, tepatnya di jalan Soekarno Hatta Banyudono kecamatan/ kabupaten Ponorogo. Pasar ini merupakan salah satu pasar aset daerah yang dikelola oleh Dinas Industri Perdagangan dan Koperasi (INDAKOP) kabupaten Ponorogo. Hal itu dijelaskan oleh Hernani, Kasi Penerimaan Bidang Pengelolaan Pasar yang berhasil kami temui di kantornya, gedung Graha Krida Praja lantai VII Pemkab Ponorogo. Ia menjelaskan ada 5

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

UPT dibawah pengelolaan Dinas Indagkop yang menaungi 17 pasar dan tersebar di wilayah Ponorogo. UPT tersebut terdiri dari UPT Kota, UPT Jetis, UPT Balong, UPT Sumoroto dan UPT Pulung. “Kita ada 5 UPT yang menaungi 17 pasar, sedangkan ada 5 pasar lagi yang masih dalam proses negosiasi, sedangkan pasar desa merupakan asset desa secara pribadi dan bukan menjadi hak pengelolaan Indagkop,” jelasnya pada awal November lalu. Pasar Songgolangit, masih terangnya, akan bertransformasi dari wajah lama menjadi wajah yang baru. Pasca kebakaran pada Mei 2017 lalu mengakibatkan kondisi fisik pasar Songgolangit morat marit, dari segi bangunan maupun penataan pedagang. Sehingga pemerintah akan berupaya untuk merenovasi

Foto/ Arini

modern. Sebab, yang terjadi dalam aktivitas transaksi pasar modern memiliki makna yang lebih luas. Misalnya di Ponorogo terdapat Ponorogo City Center, Luwes, Ponorogo Permai, dan Keraton. Selain itu, pasar juga merupakan “tempat” bertemunya permintaan dan penawaran, dalam hal ini pengertian pasar secara sempit merujuk pada keberadaan pasar tradisional. Di Ponorogo misalnya terdapat pasar Songgolangit, pasar Pon, pasar Pahing, dan pasar Sumoroto. Mengutip pengertian dari Kasmir dan Jakfar dalam bukunya “Studi Kelayakan Bisnis”, pengertian pasar secara sederhana merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Artinya, pasar memiliki tempat atau lokasi tertentu


B ahasan Utama

“ Respon para pedagang muncul sebagai tanggapan terhadap pembangunan serta relokasi pedagang di pasar Songgolangit. Beberapa mengeluhkan sepi, biasa-biasa saja, dan beberapa mengeluhkan ketatnya persaingan dengan pasar modern.

secara total wajah lama pasar Songgolangit tersebut. Masih berdasarkan penjelasan Hernani pada akhir November 2018 lalu, pembangunan pasar Songgolangit dikerjakan pada awal 2019. Pembangunan ini rencananya ditargetkan akan selesai selama maksimal 3 tahun. “Rencana tahun 2019, berlanjut mungkin 2 sampai dengan 3 tahun perkiraannya,� imbuhnya. Menurut keterangan staf retribusi Dinas Indagkop Dody Yustian Putra, sekitar 1200-an pedagang akan segera direlokasi ke kawasan eks-RSUD di jalan Cipto Mangunkusumo kelurahan Keniten kecamatan Ponorogo. Ternyata upaya pemerintah tersebut berdampak pada tingkat penjualan para pedagang. Respon para pedagang muncul sebagai tangga-

pan terhadap pembangunan serta relokasi pedagang di pasar Songgolangit. Beberapa mengeluhkan sepi, biasa-biasa saja, dan beberapa mengeluhkan ketatnya persaingan dengan pasar modern. Salah satunya diungkapkan oleh Dinu, penjual bahan-bahan dapur yang telah berjualan selama 20 tahun di pasar Songgolangit. Ia mengeluhkan pembangunan pasar menjadi sebab turunnya tingkat penjualan. Selain itu ia juga mengeluhkan pemerintah yang hanya berpaku pada pemaksimalan jumlah pedagang tanpa memperhatikan lokasi yang disediakan. Menurutnya, kualitas itu harus diutamakan daripada kuantitas, sekaligus pembangunan tidak dijadikan alasan untuk penambahan kapasitas pedagang. “Penjualan semakin m e n u r u n , setiap pembaharuan pasar selalu ada penambahan volume pedagang. Sedangkan lahan semakin menyempit. Pemerintah itu tidak begitu memperhatikan lokasi hanya dengan alasan menciptakan pekerjaan, jadi kan banyak pemain baru. Harapannya kepada pemerintah ya pelayanannya lebih baik lagi, nyaman, resik, ya

juga ojo okeh uwong. Kualitasnya yang kami harapkan itu, bongkar muat barang penak, jadi bakul itu nyaman, ora jumlah e tok sing digedekne,� jelas Dinu sembari merapikan barang dagangan bersama istrinya. Respon Pedagang Terhadap Fenomena Menjamurnya Pasar Modern Selain dampak pembangunan dan relokasi yang mengakibatkan keresahan, beberapa diantara pedagang juga mengeluhkan persaingan antara pasar Tradisional dengan pasar modern. Proses perekonomian masyarakat sebagian besar memang ditopang oleh proses jual beli. Namun proses penjualan di pasar tradisional saat ini cenderung menurun apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum menjamurnya pasar-pasar modern seperti supermarket dan minimarket. Hal itu diungkapkan oleh Nur, salah satu penjual sayur asal Balong yang mengakui persaingan pasar saat ini menjadi sangat ketat. Menurutnya dimana-mana sekarang ada pasar. Bahkan pasar-pasar atau toko

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

15


B ahasan Utama

modern sekarang juga semakin menjamur. Hal itu mengakibatkan sepinya pembeli setahun terakhir ini. Ia mengaku omset yang dihasilkan turun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Takut bersaing, pasar semakin sepi, saingannya semakin banyak, apalagi enek pasar modern, pasar online. Dimana-mana ada pasar, daya belinya juga turun. Yang saya rasakan omzetnya turun drastis pol,” terangnya. Tidak hanya Nur, pedagang pakaian bernama Narsih, warga asal desa Cekok Babadan Ponorogo dan Yati seorang penjual sandal juga merespon hal senada. Dia bercerita tentang kondisi pasar akhir-akhir ini. Dampak kebakaran dan pembangunan memang terasa bagi para penjual. Sembari menunggu para pembeli yang sudi mampir untuk sekedar melihat-lihat, Narsih mengakui saat ini pasar dalam suasana yang ‘sepi’ dibandingkan dengan beberapa tahun lalu. Kemungkinan, masih lanjut dia, pasar tradisional telah tergeser oleh toko modern. Namun Narsih masih yakin para pembeli yang sudah menjadi langganannya, bagaimanapun kondisinya akan kembali membeli barang dagangannya. “Mungkin kalah sama online dan toko modern. Tapi kalau sudah langganan pasti kembali nyariin. Rejeki sudah ada yang mengatur, Mbak,” terang Narsih dengan kepasrahan. Sedangkan Yati, warga asal Jarakan Ponorogo juga ikut andil dalam merespon fenomena tersebut. “Sepi pembeli, Mbak, kalah karo bakul pinggir-pinggir dalan kui mbak, trus karo Poper karo Luwes barang,” resahnya.

Studi empiris yang penulis lakukan selama bulan November 2018 tentang respon konsumen terhadap persaingan pasar tradisional dan pasar modern di Kabupaten Ponorogo menunjukkan bahwa konsumen masih mampu memilih tingkat harga yang dibeli untuk komoditas tertentu. Sehingga konsumen dapat memilih secara alternatif pilihan berbelanja di pasar tradisional atau pasar modern. Selain itu, penjual di masing-masing sektor juga memiliki argumentasi responsif dalam menghadapi serangan arus global. Seperti yang diungkapkan Sri Utami, salah satu konsumen yang kami temui ketika sedang berbelanja di pasar Songgolangit. “Saya sering belanja di pasar tradisional. Lebih suka belanja di pasar tradisional daripada Hypermart, karena barangnya lebih seger dan harganya lebih miring. Kalau pelayanannya lebih

Perilaku Konsumen Terhadap Pilihan Komoditas Alternatif

16

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

enak di pasar tradisional karena lebih ramah,” ungkap Sri Utami, warga asal Badegan Ponorogo. Selain Sri, Toha yang saat itu kebetulan sedang mengantarkan istrinya pergi berbelanja di pasar Songgolangit mengatakan pelayanan di pasar tradisional itu lebih ramah. “Pelayanannya enak saja, ramah orang-orangnya. Biasanya malah sering belanja di pasar tradisional,” jelasnya. Berdasarkan tulisan Danang Sunyoto (2015) dalam bukunya “Perilaku Konsumen dan Pemasaran”, perilaku konsumen merupakan hasil campur tangan dari beberapa faktor yakni faktor budaya, kelas sosial, kepribadian individu, keluarga dan faktor situasi. Maka dari itu, perilaku pembelian konsumen berbanding lurus dengan faktor individu dan sosial lingkungannya. Sementara itu muncul tanggapan aktif dari konsumen pasar modern (hypermart) yang

Lapak pedagang buah pasar Songgolangit


B ahasan Utama

ya tidak sukanya ya harus tawar menawar itu, Mbak,” ungkapnya ketika kami temui sedang berbelanja di PCC. Dira, perempuan muda asal Tonatan Ponorogo juga mengungkapkan responnya tentang kecenderungan pilihan konsumen dalam berbelanja. Ia mengaku lebih sering belanja di pasar modern. Menurutnya, mal menyediakan kualitas lebih terjangkau daripada di pasar tradisional. Ia juga menilai komoditas jenis pakaian di pasar tradisional kualitasnya kurang bagus. “Kalau baju ya pilih di pasar modern, karena kalo di pasar tradisional bahannya kurang bagus. Memang sih di pasar tradisional lebih murah, tapi murah kalo gak bagus ya buat apa,” jelasnya. Sebenarnya perbandingan perilaku konsumen juga dapat dipengaruhi oleh fasilitas pelayanan dan tempat. Pelayanan

modern lebih nyaman dan dijamin ketertibannya jika dibandingkan berbelanja di pasar tradisional yang cenderung panas, berdesakan dan lokasi yang kurang memadai. Keberadaan pasar tradisional sebagai suatu budaya bangsa saat ini tengah berupaya untuk bertahan dan mengembangkan diri supaya mampu bersaing ditengah arus modernitas. Modernisasi Pasar Tradisional Liberalisasi “pasar” yang semakin tidak terbendung membuat iklim pasar tradisional semakin terdesak dengan munculnya pasar modern dengan menawarkan lebih banyak keunggulan komoditi, harga serta kenyamanan. Realitas seperti itu membuat masyarakat beralih kepada kehidupan modern yang lebih menyukai suatu hal serba praktis dengan intensitas interaksi yang lumayan minim.

ada di Ponorogo seperti Ponorogo City Center, Luwes, dan Ponorogo Permai. Dwi, salah satu konsumen mengatakan pilihan komoditas yang akan dibeli menentukan pula tempat yang akan dikunjungi. Menurutnya untuk keperluan dapur seperti sayuran ia lebih memilih belanja di pasar tradisional karena lebih banyak pilihan sayur segar. Akan tetapi berbeda dengan komoditas pakaian, Dwi warga asal Mangunsuman Ponorogo tersebut lebih memilih belanja di mal karena tidak ada sistem tawar menawar. Ia mengaku tidak menyukai tawar menawar yang menyebabkan efisiensi berbelanja menjadi terganggu. Ketika ditanya tentang pelayanan, ia mengaku pasar tradisional lebih menang dalam soal interaksi. “Pelayanannnya sih beda tempat ya beda pelayanan. Kalau dibandingin ya memang ramah di pasar tradisional. Tapi

“Takut bersaing, pasar semakin sepi, saingannya semakin banyak, apalagi enek pasar modern, pasa online. Dimana-mana ada pasar, daya belinya juga turun. Yang saya rasakan omsetnya turun drastis pol,”

Nur

penjual sayur asal Kec. Balong Foto/ Arini Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

17


B ahasan Utama

Perkembangan pasar modern memiliki dampak negatif terhadap perekonomian masyarakat khususnya masyarakat ekonomi kelas bawah. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana proses pembangunan pasar modern yang memberikan suatu kenyamanan dan fasilitas memadai, cenderung merugikan banyak pihak. Maka perlu ada pembaharuan sistem kelola pasar tradisional yang lebih modern tanpa menghapus identitasnya. Upaya menghadapi persaingan p asar- p as a r modern dalam era globalisasi saat ini setiap pasar tradisional dituntut untuk dapat b e r s a i n g d e n g a n pasar-pasar modern yang berkembang layaknya j a m u r d i m us i m h u j a n . Urgensi problematika yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengembangkan pasar tradisional menjadi pasar yang sehat, bersih, dan dikelola secara profesional seperti pasar modern. Sebab, selama ini pengelolaan p a s a r d i kota Ponorogo masih tergolong lemah, khususnya profesionalitas manajemen dan perawatan fisik pasar mulai dari fasilitas hingga penataan ruang pasar. Kasi Pengelolaan Pasar, Hernani menjawab bahwa konstruksi pasar Songgolangit merupakan solusi dari permasalahan tersebut. Menurut penjelasannya

pasar Songgolangit yang termasuk dalam jenis pasar tradisional akan dibangun dan dibentuk menyerupai pasar modern. Ia menjelaskan akan dibentuk loslos dan zona-zona pedagang. Contohnya, para pedagang sayur dikelompokkan dengan pedagang sayur, pedagang daging juga dikelompokkan dengan pedagang daging, begitu pula komoditi yang lain juga dilakukan hal serupa. Upaya itu sebagai alternatif menghadapi perkembangan zaman dalam mempertahankan eksistensi pasar tradisional di tengah gelombang arus modernitas. “Ya kita mengadakan perbaikan fasilitas, dalam penataan pun kita juga harus menyamakan dengan yang modern. Kita sendirikan penjual-penjual yang homogen. Akan dibuat seperti los los,� jelas mantan sekretaris dewan tersebut Sementara itu kegiatan perdagangan di pasar tradisional mengalami kelambatan ketika menyesuaikan pada perubahan gaya hidup konsumen perkotaan. Saat ini sebagian pembeli telah mengalami perubahan perilaku berupa ketidaksukaan melakukan kegiatan tawar menawar harga. Kondisi ini tentu berbeda dengan kegiatan perdagangan di pasar modern. Konsep profesionalisme dan kualitas pelayanan menjadi prioritas dalam manajemen bisnis pasar modern untuk

menarik konsumen sebanyakbanyaknya. Untuk menangani hal tersebut, tata bangunan didesain sedemikian rupa sebagai pertimbangan keterpaduan dan kenyamanan. Juga penyediaan lahan parkir, ruangan yang nyaman, kemudahan akses dengan transportasi umum, pemilahan jenis barang, dan pelayanan karyawan yang memanjakan konsumen. Namun demikian, konsumen tetaplah memiliki pilihan tersendiri terhadap kedua jenis pasar di atas. Hal itu ditegaskan pula oleh Dinas Industri Perdagangan dan Koperasi, Hari Setyo Wahyono ketika sempat menyampaikan seminar ekonomi di IAIN Ponorogo. Saat itu, penulis menanyakan tentang pengaruh keberadaan pasar modern terhadap perekonomian pasar tradisional. “Sekarang masyarakat itu bisa memilih. Segmen pasar itu beda beda. Ada segmen ke bawah ada segmen ke atas. Entah itu mart apapun otomatis dia akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjadi pembanding harga. Mana yang lebih murah konsumen pasti akan menuju kesitu. Ada juga tradisional dengan sistem modern. Itu dilakukan untuk memancing konsumen,� pungkasnya. Reporter: Azizah, Dendy

“ selama ini pengelolaan pasar di kota Ponorogo masih tergolong lemah, khususnya profesionalitas manajemen dan perawatan fisik pasar mulai dari fasilitas hingga penataan ruang pasar. 18

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


L aporan Utama

Marak Kecurangan, Kualitas Jual-Beli Online Disangsikan Foto/ Nining

Jurnalis Adzka Haniina Albarri_25.16.159

Tanggung jawab penjual akan menjadi taruhan kepercayaan pembeli, demikian pula sebaliknya, tanggung jawab pembeli juga menjadi taruhan kepercayaan penjual.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

19


L aporan Utama

P

20

duduk atau setara dengan 54,7 penduduk Indonesia. Bayangkan saja, pedagang bisa memasarkan produk ke hampir setengah penduduk Indonesia yang notabene terbanyak ke-4 dunia. Internet telah memudahkan masyarakat untuk bertransaksi antarpulau hingga antarnegara. Akibatnya, tren bisnis online menjamur tidak hanya di kalangan muda saja melainkan juga di kalangan tua. Sehingga bisnis online bisa menjadi alternatif atas maraknya pengangguran. Sebab, tanpa modal pun seseorang dapat memulai usahanya. Kondisi tersebut tentu menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan perekonomiannya. Dilansir oleh laman resmi kominfo.go.id, pencanangan gerakan 100.000 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Go Online secara

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

serentak akan dilaksanakan di 30 kabupaten atau kota seluruh Indonesia. Program ini seiring dengan visi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai Digital Energy of Asia. Masih dalam web yang sama, Menteri Kominfo, Rudiantara memproyeksikan bahwa transaksi e-commerce Indonesia akan tembus 130 miliar di tahun 2020. “Indonesia telah mempunyai roadmap atau peta arah perkembangan e-commerce yang sistematis. Proyeksi nilai transaksi e-commerce Indonesia tahun 2020 dapat mencapai Rp 130 miliar. Nilai tersebut setara dengan 12 persen Gross Domestic Product (GDP) Indonesia,� paparnya dalam acara Data GoV Ai (Government Artificial Intelegence) di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (17/10/2018) malam. Meski potensial, jual-be-

Ilus/ Freepik.com

ada era yang serba digital ini, jual-beli online menjadi alternatif bagi sebagian besar pengusaha. Jual-beli online yang bersifat fleksibel, anti-repot, panas dan antri ini memanjakan jutaan konsumen di Indonesia setiap harinya. Iklan-iklan bertebaran di dunia maya. Nyaris semua barang dan jasa yang ada dipasarkan melalui media sosial dan marketplace. Pemesanan bisa dilakukan dalam hitungan menit melalui gawai. Jual-beli melalui internet menjadi primadona belanja konsumen Indonesia. Pangsa pasar yang ditawarkan oleh internet sangatlah menggiurkan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam buletin bulan Maret 2018 memaparkan bahwa pengguna jasa internet Indonesia mencapai 143,26 juta pen-


L aporan Utama

li online tidak serta merta bebas dari masalah. Dilansir oleh Kumparan yang menyebutkan laporan Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) bahwa Belanja Online menduduki peringkat pertama. Jual beli online menjadi penyumbang terbesar sebanyak 16% atau sekitar 101 aduan. Angka ini naik 7% dari statistik pengaduan belanja online tahun 2016 sebesar 9%. Survei ini tentu memunculkan berbagai pertanyaan mengenai kualitas e-commerce yang dipuja-puja masyarakat. Apakah dengan maraknya penipuan, pertumbuhan ekonomi masyarakat bisa disandarkan pada perdagangan online? Jual-beli online setidaknya bisa dikategorikan jadi dua jenis, yakni jual-beli melalui Marketplace dan media sosial. Marketplace adalah pasar digital yang di

dalamnya tersedia banyak lapak yang diisi bebas. Umumnya, marketplace seperti ini memiliki izin usaha resmi. Mereka juga mempunyai syarat dan ketentuan bagi pembeli dan penjualnya. Pembayaran barang dilakukan melalui rekening Market place dahulu, baru ke milik penjual bila barang sudah diterima oleh konsumen. Proses pengawasan ini yang membuat Marketplace digemari. Beberapa yang bisa ditemukan di Indonesia seperti Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Akulaku, dsb. kini sudah memiliki banyak pelanggan. Berbeda dengan jual-beli yang diakses melalui media sosial. Mereka melakukan jual-beli dengan lebih bebas dan fleksibel. Waktu pembayaran, pengiriman dan lainnya tidak diatur secara khusus oleh media sosial. Karena awalnya media sosial dibuat

bukan untuk jual-beli. Namun, pedagang dan pelanggannya pun tak kalah banyak, mulai dari jejaring WhatsApp, instagram, BBM, hingga Facebook. Mudah Diakses, Banyak Menelan Korban Meski demikian, jual beli online memiliki tantangan terberat, yakni keharusan untuk saling percaya antara penjual dan pembeli yang melebihi jual beli yang dilakukan dengan cara offline, sebab kedua belah pihak bisa melakukan transaksi tanpa harus bertatap muka, tanpa saling mengetahui secara detail antara keduanya dan kedua belah pihak memiliki peluang yang sama untuk melakukan penipuan. Pada jual-beli di media sosial misalnya. Tanggung jawab penjual akan menjadi taruhan kepercayaan pembeli, demikian

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

21


“ Tak jarang ditemukan pembeli sudah mengirimkan uang namun barang tidak kunjung diterima hingga waktu pengiriman yang wajar atau bahkan berbulan-bulan. Bahkan penjual menghilang tanpa bisa dimintai pertanggungjawaban. Pun demikian dengan sebaliknya, banyak ditemukan pembeli yang sudah memesan tapi membatalkan sepihak.

22

dihubungi bagai hilang ditelan bumi. Ia ingin penipuan serupa tidak terulang, lalu mencoba melaporkan n om or reke n i n g ke bank. Tapi bank tidak bisa memblokir jika tidak ada keterangan dari polisi. Rima justru semakin tidak yakin karena polisi terus menanyakan kesiapannya untuk bolak-balik kantor guna dimintai keterangan. Karena dianggap menyulitkan, maka ia memutuskan untuk mengikhlaskannya saja. “Ya lain kali harus lebih hati-hati belanja online”, ujar ibu yang tinggal di Lampung ini. Hampir serupa yang dialami oleh Dini Kartika Sari dua tahun lalu. Ia berbelanja handphone obral seharga 500 ribu rupiah. Namun setelah uang dikirim dan lama menunggu, justru BBM-nya diblokir oleh pedagang sehingga ia tidak bisa melayangkan protes. “Kecewa juga ditipu gini, penjual sampai melampirkan surat-surat bahwa bisnisnya resmi”, tutur pemudi

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

asal Madiun ini. Di kasus lain, Renata berbelanja kebaya pada tahun 2017 merasa bahwa barang yang ditawarkan berbahan tebal organza. Selang satu bulan dari waktu pemesanan, ia menerima barang yang di luar bayangannya. Kain kebaya tipis dan berbahan organdi. Hampir serupa dengan Asma’ Fadhilah. Ia memesan sweater yang ia taksir di instagram. Ia dikecewakan karena sweater yang datang tidak sesuai gambar dan deskripsi. “Kekecilan banget pas dicoba”, kata mahasiswa asal Bengkulu ini. Tak hanya dalam media sosial, di Marketplace juga turut menyumbang angka kecurangan. Kalpika memesan ½ lusin masker kain dengan warna yang berbeda. Tetapi, barang yang datang hanya satu warna. Dia adalah reseller, dan masker tersebut adalah pesanan dari pelanggan. Akibatnya, mereka membatalkan karena tidak sesuai permintaan. “Padahal saya ingin menjualnya

Ilus/ Chandra

pula sebaliknya tanggung jawab pembeli juga menjadi taruhan kepercayaan penjual. Tak jarang ditemukan pembeli sudah mengirimkan uang namun barang tidak kunjung diterima hingga waktu pengiriman yang wajar atau bahkan berbulan-bulan. Bahkan penjual menghilang tanpa bisa dimintai pertanggungjawaban. Pun demikian dengan sebaliknya, banyak ditemukan pembeli yang sudah memesan tapi membatalkan sepihak. Belum lama ini, media sosial instagram memakan korban. Harga jual produk (karpet) tertera 4 juta. Seseuai kesepakatan, Rima Mansur selaku konsumen mentransfer uang itu. Setelah ditunggu beberapa lama, tetap tidak datang juga. Karena kecewa, Rima meminta pembatalan order. Nahas, bukannya disambut baik, pedagang justru memintanya mengirimkan uang kembali. S a a t i t u l a h d i a menyadari bahwa ia telah tertipu. Setelah kejadian itu, nomor pedagang tidak bisa


L aporan Utama

kembali. Seharusnya kalau stoknya habis, ya bilang saja dong�, kata Kalpika. Kalpika sebenarnya telah mengajukan retur pada marketplace tersebut. Namun, retur tidak akan ditindaklanjuti sebelum penjual juga menyetujui. Maka, ia kembali dikecewakan oleh sistem yang tidak bisa membantunya. Bahkan, jikapun retur disepakati, ia harus menanggung kembali ongkos kirim barang untuk kedua kalinya. Sri Wahyuni selaku Koordinator Lapangan Bukalapak Ponorogo menanggapi ini, �Penjual gak bisa seenaknya. Ongkir ditanggung pembeli kalo kesalahan penjual, kalo pembeli minta retur tukar warna ongkirnya di pembeli,� ujarnya. Lain lagi dengan kisah Alfian Jati. Ia berbelanja handphone melalui salah satu market place asal Indonesia. Karena prosedur yang ditawarkan dianggap lama, ia memutuskan untuk menghubungi penjual secara pribadi. Setelah sepakat, ia mentransfer uang dan penjual juga berjanji mengirim pada hari yang sama. Pada akhirnya ia harus kecewa karena penjual kabur dan tak bisa dihubungi. Ia menanggung kerugian 1,5 juta rupiah. Tak hanya konsumen, pedagang pun menjadi pihak yang dirugikan. Attabiul Muqorobin, salah satu mahasiswa IAIN Ponorogo yang juga pedagang online pernah mengalaminya. “Pernah, sudah janjian dan terlanjur dipesankan barangnya, tetapi tiba-tiba membatalkan. Kerugian mencapai 200 ribu�, kata mahasiswa jurusan Hukum Keluarga Islam ini. Kasus yang dipaparkan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Kominfo juga menuliskan bahwa kerugian konsumen yang timbul

Pernah, sudah janjian dan terlanjur dipesankan barangnya, tetapi tiba-tiba membatalkan. Kerugian mencapai 200 ribu akibat kejahatan e-commerce dari September sampai Desember 2017 mencapai Rp 2,2 miliar. Kerugian finansial turut ditanggung penipuan dalam jual beli online. Tetapi jual-beli di Indonesia tidak seumur jagung, sudah ada banyak regulasi yang dibuat guna melindungi proses jual-beli tidak saling merugikan. Sudah dilindungi UU Sebenarnya, transaksi melalui internet sudah memiliki payung hukum. Tercantum dalam UU No.08/1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 4. Hak konsumen adalah: a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b.) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c) hak atas informazsi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan; e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta ti-

dak diskriminatif; h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Di samping hak-hak, konsumen pun memiliki kewajiban yang tertuang di pasal 5, yaitu untuk mengikuti prosedur penggunaan barang, menyelesaikan pembayaran, juga untuk menjalankan proses sengketa perlindungan konsumen sacara patut. UU Perlindungan Konsumen yang terpaparkan seharusnya sudah bisa melindungi hak-hak konsumen saat jual beli. Selain itu, terdapat UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur rinci mengenai cakupan transaksi elektronik, orang yang melakukan, lebih terperinci lagi pada dokumen elektronik. Disebutkan bahwa dokumen elektronik adalah perjanjian dari penjual dan pembeli yang sah sehingga tidak boleh ada pelanggaran dalam bentuk apapun. Segala bentuk pengingkaran perjanjian dianggap melanggar pasal ini. Batasan minimal konsumen terlindungi secara hukum ini sebaiknya tidak berhenti sampai aturan tertulis saja. Apabila pelaku usaha me-

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

23


L aporan Utama

langgar larangan memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, maka pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi: “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.” Apa yang harus dilakukan? Menurut AIPTU Dicky Afrianto selaku Humas Polres Ponorogo, saat masyarakat merasa dirugikan dalam berbelanja online, mereka bisa membuat laporan resmi kepada kepolisian. Lalu kepolisian akan memprosesnya, dan mungkin akan beberapa kali memanggil korban untuk kelengkapan informasi. Setelah kepolisian menyetujui, kasus akan dibawa ke pengadilan, sehingga korban berhak menyewa pengacara dan melakukan pembelaan. Prosesnya bisa memakan waktu berbulan-bulan. “Yang jelas dari Kepolisian tidak akan bergerak kecuali ada pelaporan,” jelasnya.

Selain itu, kini Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) membuat laman web Cekrekening.id. CekRekening.id adalah Situs Resmi dari Kemkominfo RI yang difungsikan sebagai portal untuk melakukan pengumpulan database rekening bank diduga terindikasi tindak pidana. Melalui web ini, konsumen bisa memeriksa rekening yang akan dikirimi uang masuk daftar hitam atau tidak. Selain itu, konsumen dapat melaporkan rekening penipu yang ia temukan. Sementara itu, pencegahan perlu dilakukan oleh penjual dan pembeli. Dama salah satu penjual di instagram menyarankan agar tidak terlalu cepat percaya terhadap pelanggan. Menurutnya, pedagang harus berhati-hati dengan konsumen yang mungkin berbohong bahwa dia sudah mentransfer sejumlah uang. Sedangkan untuk pelanggan, Kalpika menyarankan agar lebih selektif melihat respon pembeli lain maupun rate di aplikasi lain. Sri Wahyuni menyarankan agar konsumen tidak hanya memilih barang dengan harga yang murah. Ia juga menyarankan agar membaca aturan yang berlaku jika berbelanja di marketplace. Minta foto asli sebelum memesan, dan perhatikan reputasi toko. “Sebaiknya dibaca dulu keseluruhan dari keterangan pro-

duk, jangan hanya liat harga.” Katanya yang sudah 3 tahun berjualan online ini. Terakhir, semua pihak perlu mempersiapkan pembeli dan penjual yang terdidik. Baik melalui seminar, iklan media sosial, ataupun menciptakan iklim persaingan sehat jual-beli online di masyarakat. Bukan abal-abal seperti memberikan testimoni, like atau follower palsu. Bukan pula pembeli yang memiliki standar tak berkualitas. Masyarakat bisa saling mengedukasi untuk kebaikan bersama. Meski banyak alternatif untuk mengatasi masalah penipuan berupa pelaporan saat sudah terjadi. Juga pencegahan berupa edukasi masyarakat, penipuan pada jual-beli online tidak bisa dianggap teratasi sepenuhnya. Mengingat perdagangan online masih menjadi harapan besar bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian. Meski tidak banyak, penipuan jual beli online cukup menurunkan tingkat kualitas perdagangan online Indonesia. Berbagai solusi yang sudah ada mesti dikawal dan dijalankan agar harapan bahwa bisnisnya bisa menjadi tangga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia seluruhnya, bukan hanya sebagian. Reporter: Yulia, Umar

Batasan minimal konsumen terlindungi secara hukum ini sebaiknya tidak berhenti sampai aturan tertulis saja.

24

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


L iputan Khusus

QUO VADIS KOPERASI MASA KINI Jurnalis Nining Khoiru Nisa_25.15.158

Namun, sebenarnya jika ditilik lebih lanjut berdasarkan arti koperasi dan sejarah berdirinya, maka koperasi bukanlah sesuatu yang demikian menyusahkan bagi masyarakat. Bahkan, keberadaan koperasi dicitacitakan sebagai sesuatu yang mempermudah dan meringankan beban masyarakat dalam bidang ekonomi.

J

ika mendengar kata “Koperasi� tak jarang orang akan bepikir yang dimaksud adalah: Tukang Kredit, Bank Plecit, atau semacam lembaga lintah darat yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Namun, sebenarnya jika ditilik lebih lanjut berdasarkan arti koperasi dan sejarah berdirinya, maka koperasi bukanlah sesuatu yang demikian menyusahkan bagi masyarakat. Bahkan, keberadaan koperasi dicita-citakan sebagai sesuatu yang mempermudah dan meringankan beban masyarakat dalam bidang ekonomi. Sebab, berdirinya koperasi didasari oleh adanya penindasan dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat kalangan bawah (buruh) di dalam sistem kapitalisme yang berkembang pesat seiring munculnya revolusi industri di Inggris sekitar tahun 1770. Kota Rochdale Inggris tahun 1844 bisa menjadi titik awal gerakan koperasi modern di dunia. Bermula dari buah pikir seorang pengusaha sukses sekaligus pemikir sosialisme

utopis bernama Robert Owen yang dipengaruhi oleh doktrin Dr. William King dari Scotlandia yang memiliki penerbitan dari publikasi bulanan bernama Co-Operative gerakan koperasi mulai dirumuskan. Pada awalnya, koperasi yang digagas oleh Robert Owen ini berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya pemupukan modal, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual. Kegiatan ini memberikan kesempatan kerja bagi para anggota. Perkembangan koperasi di Rochdale sangat mempengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris maupun di luar Inggris. Pada 1852, jumlah koperasi di Inggris sudah mencapai 100 unit. Lalu pada tahun 1862, dibentuklah Pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole Sale Society (CWS). Lantas pada 1945, CWS berhasil mempunyai lebih kurang 200 pabrik dengan 9.000 pekerja. Melihat perkembangan usaha koperasi baik di sektor

produksi maupun di sektor perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilanperwakilan di luar negeri seperti New York, Kopenhagen, Hamburg, dan lain sebagainya. Di Indonesia koperasi dirintis oleh R. Ariswiriatmadja pada 1891 seorang patih dari Purwokerto, dalam bentuk usaha simpan pinjam. Tujuan utamanya untuk membebaskan pegawai pemerintah dari cengkeraman lintah darat berupa bank keliling yang menjerat peminjam untuk terus meminjam uang dengan bunga yang tinggi dan dianggap sangat merugikan. Koperasi, dari Sebuah Definisi Melihat sejarah koperasi yang didirikan untuk meringankan beban atau bahkan bercita-cita membebaskan masyarakat dari jeratan ekonomi yang kapitalistik diatas, maka koperasi yang sebenarnya bukanlah bank thithil, bank plecit, atau sebuah lembaga rentenir yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi yang mencekik masyarakat, seperti yang sering kali terlihat di pasar-pasar tradisional atau

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

25


26

yang dengan suka rela bekerja sama untuk memajukan ekonominya. Dari beberapa pengertian koperasi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa koperasi adalah sebuah usaha bersama yang dikembangkan berdasarkan asas kekeluargaan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi anggotanya. Koperasi, Pemerintah dan Rakyat yang Merawat Pada perkembangannya koperasi di Indonesia juga didorong oleh negara dengan memasukkannya ke dalam instrumen pembangunan sektor ekonomi. Pemaksimalan koperasi secara terstruktur d a n berkelanjutan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Secara makro koperasi berusaha untuk mensejahterakan anggotanya. Hal ini perlu dipahami karena koperasi didirikan

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

demi kepentingan anggota. Koperasi di Indonesia masih akan tetap mempunyai posisi unik dalam tarikan kepentingan negara, korporasi dan kelompok tanpa kecuali, hingga masyarakat mampu berpartisipasi sesuai dengan prinsip koperasi. Kementrian koperasi dan UKM mencatat jumlah koperasi terus mengalami peningkatan, paling tinggi terjadi pada 2012-2013 mencapai 11 persen. Berdasarkan data tahun 2014 dari Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kemenkop dan UKM, jumlah koperasi mendekati 27.630 unit. Sayangnya, pertumbuhan tersebut berbanding terbalik dengan banyaknya koperasi yang tidak aktif yaitu sebesar 20 % dari jumlah yang ada. Pemerintah sudah berinisiatif melakukan program revitalisasi koperasi yang dikonsentralisasikan untuk Koperasi Unit Desa (KUD) yang tidak aktif pada 2014 silam. Ada empat aspek revitalisasi KUD, pertama

Foto/ Dendi

kampung-kampung pinggiran. Jika dilihat dari segi bahasa koperasi berasal dari bahasa Latin yakni “coopere” yang dalam bahasa Inggris disebut dengan “cooperation”. Co mengandung arti “bersama”, sedangkan operation artinya “bekerja”. Maka secara terminologi, koperasi atau cooperation dapat diartikan sebagai “kerja sama”. Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian Indonesia, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pengertian koperasi tidak hanya lahir dari undang-undang dan terminologi. Namun, para ahli juga menawarkan pengertian lain berdasarkan pandangan mereka. Salah satunya RM Margono Djojohadikoesoemo memberikan definisi koperasi sebagai perkumpulan manusia


L iputan Khusus

Sarno (Ketua KUD Adhitama Jetis

KUD Siman Ponorogo

terkait aspek kelembagaan dengan cara reaktivasi. Kedua terkait aspek pembayaran dengan penguatan permodalan KUD. Ketiga, aspek usaha pemerintah mendorong KUD untuk bergerak di sektor pangan dan pertanian. Terakhir, aspek kebijakan yang menjadi otoritas dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota.

Foto/ Shofia

Membaca Jejak Koperasi di Ponorogo Dalam sejarah perekonomian Indonesia, koperasi memegang peranan penting sebagai salah satu pondasi ekonomi yang berbasis kerakyatan. Ada tiga sumber modal koperasi yaitu pertama simpanan pokok, yaitu sejumlah simpanan dari seseorang yang ingin menjadi anggota koperasi. Kedua simpanan wajib, yaitu simpanan tertentu yang tidak harus sama antara koperasi dan wajib dibayar oleh anggota. Ketiga dana cadangan adalah dana yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha (SHU). Dana ini bertujuan un-

tuk menumpuk modal sendiri dan menutup kerugian koperasi jika diperlukan. Terakhir adalah dana hibah, ialah dana koperasi yang diperoleh dari hibah anggota maupun kementrian koperasi. Dalam tulisan ini penulis akan membatasi bahasan pada fungsi Koperasi Unit Desa di beberapa wilayah kabupaten Ponorogo sebagai fasilitator penampungan hasil bumi para petani sekaligus distributor. Awalnya koperasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa dalam aktivitas pertanian karena merupakan mata pencahariannya. Salah satunya KUD “Aditama” yang berlokasi di jalan jenderal Sudirman No. 24-26 kecamatan Jetis kabupaten Ponorogo. Menurut Sarno Wijoyo ketua KUD “Aditama” visi koperasi sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang perekonomian rakyat yang handal dan kuat menciptakan daya saing yang tinggi di tingkat daerah maupun nasional serta

mendapat dukungan dari para anggotanya. Ia juga menceritakan KUD “Aditama” pada tahun 2005 dipercaya oleh pemerintah untuk mengelola dana sebesar 1 miliar rupiah. Dana itu salah satunya dialokasikan untuk kegiatan KUD, walaupun dalam perjalanannya dana tersebut tidak diperbolehkan untuk modal usaha anggotanya. Menurut Sarno kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KUD Aditama bermanfaat pula untuk masyarakat sekitar. “Bisa membantu para petani, menyalurkan pupuk dan obat-obatan atau sarana konsumsi pertanian. Kerja sama dengan beberapa kelompok tani untuk membuat bibit padi,” tegasnya. Sarno juga menerangkan bahwa KUD Aditama sudah memiliki 9 bidang usaha. Diantaranya Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Peranan Wanita (KPW), mendirikan toko besi, pengelolaan benih padi, swalayan, layanan pembayaran lis-

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

27


L iputan Khusus

trik, Rice Milling Unit (RMU), serta sarana produksi. Ia menjelaskan masing-masing anggota mengikuti Diklat untuk mendapatkan ilmu dari pengusaha dan ilmunya disalurkan ke KUD serta diimplementasikan dengan cara pendirian usaha sendiri. KUD “Aditama” semakin berkembang pesat, lain halnya dengan KUD Siman yang sedang mengalami masa sulit. Sudarsi, ketua KUD Siman, mengaku hanya sedikit pelayanan yang masih dipertahankan di KUD ini. Usaha yang masih berjalan hanya dua, yaitu pembayaran rekening listrik dan Usaha Simpan Pinjam (USP). Menurutnya masa-masa sulit KUD Siman itu disebabkan minimnya minat dan kurangnya pemahaman masyarakat. Sebenarnya, masih lanjutnya, pembayaran listrik di KUD lebih murah dibandingkan di tempat lain. “Perbandingan KUD dengan yang lain, sebenernya lebih murah KUD. Kalau bayar listrik di pembayaran yang lain itu bisa mencapai 30005000 tapi di KUD Cuma selisih 1000. Masyarakat yang nggak paham,” tuturnya. Akan tetapi masyarakat tidak lagi mengandalkan KUD dalam membayar listrik. Sebab masyarakat saat ini banyak beralih ke jenis token listrik. Sedangkan pelayanan KUD di Siman tersebut salah satunya adalah pembayaran listrik manual. Dalam perkembangannya KUD Siman belum atau tidak menyediakan pelayanan pembayaran berjenis token listrik. Sehingga masyarakat kurang berminat lagi untuk bekerjasama dengan koperasi. Heri Kriswanto, Manager Unit Simpan Pinjam menginfor-

28

Kualitas koperasi sebenarnya dikendalikan pula oleh partisipasi masyarakat. Sedangkan partisipasi penduduk terhadap koperasi tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang minim.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

masikan dalam satu kecamatan hanya 700-800 anggota saja yang bergabung dengan KUD Siman. Selaras dengan tanggapan tersebut, Erni Prasetyaningsih, bidang Kelembagaan dan Pengawasan, Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro (Perdakum) Ponorogo menuturkan, perkembangan KUD di Ponorogo berbeda-beda. “KUD Bantarangin sudah mencapai nasional karena sudah ada cabangnya di Magetan. Jetis juga sudah bagus, asetnya lebih dari 1 Milyar. Sukorejo punya 2 KUD dalam satu kecamatan. Ada juga yang mundur karena tergantung komitmen dari para anggotanya.” Kualitas koperasi sebenarnya dikendalikan pula oleh partisipasi masyarakat. Sedangkan partisipasi penduduk terhadap koperasi tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang minim. Selain itu masyarakat ingin mendapat manfaat dari peran koperasi tanpa keharusan membayar modal. Keberhasilan koperasi merupakan buah dari kemampuan ekonomi anggota yang memadai disertai basis keanggotaan yang luas. Koperasi menjadi alat memajukan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran, tetapi koperasi juga akan cepat tumbuh jika kemajuan ekonomi terus meningkat. Berdasarkan observasi lapangan ditemukan partisipasi masyarakat akan terlihat jika koperasi telah menampakkan peran aktifnya. Sementara itu konsep koperasi sama dengan konsep bisnis pada umumnya, yakni bekerja sama dalam menjalankan usahanya. Pemaksi-


L iputan Khusus

malan potensi anggota merupakan kunci keberhasilan koperasi. Mematah Langkah Tengkulak Masyarakat sebagai produsen, sementara koperasi dijadikan sebagai sarana untuk menampung hasil produksi. Selain peran koperasi, masyarakat memiliki alternatif untuk menjual hasil produksinya ke para tengkulak. Sehingga peluang ini dimanfaatkan secara maksimal oleh tengkulak untuk memonopoli h a r g a . S e d a n g k a n masyarakat lebih dipermudah oleh peran tengkulak ini. Sebab akses menuju tengkulak lebih efektif dan efisien karena mereka siap menyediakan jasa pengambilan barang produksi. Hal ini tentu menguntungkan para tengkulak. Mereka memanfaatkan peluang tersebut untuk membeli barang dengan harga seminimal mungkin dan menjualnya dengan harga standar pasar. Dengan adanya cita-cita koperasi yang telah disebutkan di atas, maka semestinya koperasi mampu meminimalisir aktivitas tengkulak. Masyarakat umum memahami tengkulak sebagai pemilik gudang untuk menampung hasil produksi masyarakat sekaligus distributor. Sedangkan menurut KBBI tengkulak adalah pedagang perantara yang membeli hasil bumi dan sebagainya dari petani atau pemilik pertama. Selain itu tengkulak juga dapat berperan sebagai rentenir di masyarakat. Rentenir pada umumnya meminjamkan uang dengan memberikan bunga tinggi atau disebut lintah darat. Rentenir membeli hasil bumi secara langsung ke petani dengan harga rendah se-

Selain itu tengkulak juga dapat berperan sebagai rentenir di masyarakat. Rentenir membeli hasil bumi secara langsung ke petani dengan harga rendah sebagai bentuk pembayaran atas pinjaman modal yang dilakukan petani pada saat mulai menanam.

bagai bentuk pembayaran atas pinjaman modal yang dilakukan petani pada saat mulai menanam. Berdasarkan liputan yang dilakukan crew LPM aL-Millah, data pada bulan November 2018 lalu, harga jagung basah dijual petani dengan harga Rp4.400,00 per kilogram ke tengkulak. Sedangkan jagung kering dijual dengan harga Rp5.500,00 per kilogramnya. Setiap tengkulak mempunyai ketetapan harga sendiri-sendiri, sehingga harga tersebut bukanlah harga pasti pada setiap tengkulak. Ternyata harga jagung musim ini lebih bagus bagi para petani daripada musim sebelumnya yang hanya dibeli dengan harga kisaran Rp3000,00 saja per kilogramnya. Namun demikian pedagang merespon hal berbeda. Beberapa yang berhasil kami temui, mereka mengaku diuntungkan dengan adanya tengkulak. Salah satunya diungkapkan oleh Situm yang merupakan pedagang di pasar Songgolangit. Ia mengatakan, “dapat barang dari tengkulak, biasanya ada yang memasok. Pasokan dari berbagai daerah, ada yang dari Ponorogo dan ada yang dari luar kota.� Ia menambahkan dari barang dagangan yang ia beli dari tengkulak mendapatkan keuntungan sebesar 1000 hingga 2000 rupiah. Misalkan harga beras diperoleh dengan harga Rp8.500,00 dan dijual seharga Rp10.000,00. “Saya tidak pernah mengambil (dagangan) dari KUD,� tandasnya. Selain Situm, Siti juga membenarkan bahwa mereka lebih memilih membeli dari tengkulak daripada KUD yang ada. “Pernah mengambil

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

29


L iputan Khusus

beras Bulog dari KUD tapi tidak laku, pembelinya sedikit karena kualitas rendah, harganya murah, dari KUD harga beras Rp8250, dijual Rp8500 per kg,” tambahnya. Tengkulak merasa diuntungkan dengan anggapan para pedagang tersebut. Salah satu Tengkulak palawija, Suhartiningsih mengatakan rata-rata pedagang di pasar Songgolangit berlangganan kepada dirinya. “Sudah banyak yang berlangganan kepada saya. Biasanya menyetorkan ke Pacitan, Ponorogo. Ada yang mengambil untuk dijual di kios, pasar, toko di rumah.” Meramal Masa Depan Koperasi Koperasi sebagai wadah dan bagian dari upaya dalam memproduksi benih, pupuk, permodalan, pengaturan produksi, alat-alat pertanian dan proses pendistribusiannya, semestinya mampu memotong rantai distribusi dari petani ke tengkulak yang menggunakan standar harga sekehendaknya.

KUD khususnya dengan kemampuan seluruh anggotanya, dan berusaha keras untuk tetap membantu para petani terbebas dari tengkulak. Seharusnya masih bisa berjalan untuk sekarang. Sarno Wijoyo, juga menjelaskan bahwa KUD “Aditama” yang dipimpinnya selalu menampung hasil pertanian warga sebagai salah satu upaya penanggulangan tersebut. Ia mengatakan, “KUD menampung hasil pertanian warga karena pengadaan pangan dari pertanian. KUD membeli gabah dari petani, di selep, dijual di pasaran atau ke toko atau dijual ke Bulog. Setiap panen KUD membeli gabah dari para petani tetapi tidak semuanya. Yang penting KUD sini tetap beli.” Sebagai wadah perjuangan dan gerakan ekonomi kaum tani yang memiliki nilai dan prinsip ekonomi berbasis kerakyatan, tujuan utama koperasi adalah dalam rangka menciptakan kondisi ekonomi dan politik yang demokratis dan berkeadilan. Keberadaannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari or-

ganisasi tani merupakan ujung tombak agar terciptanya peri kehidupan ekonomi petani, rakyat, bangsa dan negara yang mandiri, adil dan makmur. Sementara itu, keberadaan peran koperasi dewasa ini semakin sempit dengan banyaknya lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang serupa sekaligus bercita-cita memakmurkan kesejahteraan rakyat. Padahal koperasi dan lembaga-lembaga yang bersangkutan sama-sama berada di bawah payung hukum pemerintah. Lantas masihkan ada harapan bagi koperasi untuk menunjukkan kembali pengaruhnya? Reporter: Shofia, Ula, Umi

Ilus/ Chandra

30

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


K hazanah

Dede Mulyanto dalam Genealogi Kapitalisme, Mengungkap Pemikiran Politik-Ekonomi Marx Oleh Rina Puji Rahayu_25.15.152

D

ede Mulyanto adalah seorang dosen tetap Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Editor Indoprogress dan jurnal pemikiran Marxis serta pengasuh rubrik Logika d a l a m j u r n a l indoprogress.com ini juga pernah menjadi pengajar di program sarjana Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Buku Genealogi Kapitalisme–Antropologi dan Ekonomi Politik Pran ata Eksploitasi Indonesia adalah buku ketiga setelah buku Kapitalisme: Perspektif Sosio-Historis dan Antropologi Marx. Banyak hal yang menarik tentang pemikiran Dede yang ia tuangkan dalam buku dan jurnal-jurnal yang telah ia tulis, salah satunya dalam buku Geneologi Kapitalisme. Dede mengangkat teori-teori Marx yang jarang dijumpai dalam buku-buku terbitan Indonesia. Teori-teori Marx yang dianggap sudah tidak memadai lagi untuk perkembangan ekonomi-politik yang baru, ia angkat kembali. Ia membedah teori-teori Marx yang mayoritas berbeda dari teori-teori kaum borjuis ekonomi. Menurutnya, antropologi di Indonesia sendiri masih belum bisa lepas dari bayang-bayang

sejarahnya sebagai mesin pengetahuan imperialisme dalam memahami dan kemudian memanfaatkan pemahaman itu demi perjuangan kapital membuka pasar-pasar baru. Dalam konteks semacam ini, kapitalisme selalu diabaikan keberadaannya sebagai sebuah realitas. Penggemar antropologi Marxis ini menyimpulkan atas penggambaran Marx yang tertuang dalam buku Das Kapital. Hubungan sosial pokok di dalam kapitalisme adalah antara kapitalis dan proletariat, maka segala bentuk perubahan dan perkembangan dinamika kapital tidak bisa dilepaskan dari dinamika perjuangan masing-masing kelas. Inilah yang kemudian Dede yakini sebagai inti analisis Marx terhadap kapitalisme yang membedakannya dari ilmuwan sosial lainnya. Dalam Genealogi Kapitalisme, ia juga memahamkan teori-teori yang tertulis di dalam Das Kapital-nya Marx yang bagi sebagian orang sulit untuk dipahami. Teori Akumulasi Primitif dan Asal Usul Ketimpangan Melalui Genealogi Kapitalisme, Dede membedah teori akumulasi primitif Marx di dalam Das Kapital. Teori akumulasi primitif Mark merupakan

tanggapan teori akumulasi primitif Sir Adam Smith dan ekonom borjuis. Kritik Marx dimulai dari judul pertama Das Kapitalnya dengan “so called primitive accumulation”. Bagian tersebut Marx berbicara soal “akumulasi primitif ” -dalam tanda kutipseperti yang saat itu diimani oleh kaum borjuis. Secara etis Marx hendak menghapuskan keimanan di kalangan borjuasi bahwa keterpilahan sosial yang timpang merupakan hasil dari proses pasar yang adil. Marx menyindir lebih lanjut dengan pernyataan bahwa sebetulnya teori akumulasi primitif itu memainkan peran yang sama di dalam ekonomi politik yang ia perumpamakan seperti halnya dosa asal dalam teologi. Teori akumulasi Smith menjelaskan bahwa adanya pembagian kerja antara mereka yang menjual tenaga kerjanya kepada pemilik sarana produksi ini adalah karena di dalam masa awal ada orang-orang yang rajin, hemat dan kreatif di satu sisi dan orang-orang malas, boros dan bodoh di sisi lain. Kekayaan yang dimiliki golongan elit sekarang merupakan imbalan atas karma baik leluhur mereka dahulu. Begitu pula kemiskinan dan derita golongan pekerja merupakan akibat dari dosa asal nenek

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

31


K hazanah

32

(Dede: 2012: 54). Marx juga mengarahkan telaah historisnya ke munculnya pranata pasar kapitalis untuk menolak teori pasarnya Smith. Smith berpandangan bahwa pasar merupakan mekanisme yang bekerja dengan adil karena tangan gaib (the invisible hand) pasar merupakan pemandu cerdas bagi individu-individu menuju kemakmuran niscaya yang dalam jangka panjang akan membawa k e p a d a kemakmuran bangsa. Marx menunjukkan bahwa sebagai pranata pokok masyarakat kapitalis, pasar kapitalis tidaklah muncul dan bekerja secara damai dan kesukarelaan, tetapi justru se-

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Ilus/ Chandra

moyang mereka yang malas dan boros. Teori akumulasi primitif Marx diawali dengan gagasan bahwa kapital dan timbunan kekayaan kelas pemilik sarana produksi merupakan hasil perampasan terhadap kekayaan sosial hasil kerja golongan lain. Sementara itu Adam Smith dan ekonom borjuis percaya bahwa keberadaan kelas-kelas sosial di dalam masyarakat kapitalis tercipta secara sukarela dan damai di bawah pengawasan pertukaran pasar yang adil, Marx tegas mengaitkan terbentuknya pembagian kerja dalam masyarakat kapitalis dengan akumulasi primitif yang penuh pemaksaan

baliknya penuh dengan paksaan dan penindasan. Munculnya pasar tanah dan tenaga kerja misalnya, merupakan hasil dari proses yang di dalamnya: lahan-lahan pertanian diberikan begitu saja atau dijual dengan harga yang konyol atau dikuasai sebagai lahan pertanian swasta melalui penyerobotan langsung, dikatakan oleh Marx dalam bukunya Capital: a Critique of Political Economy. Kerjasama para penguasa elite politik dengan elite-elite b o r j u i s t e l a h m emungkinkan kaum elite menganugerahi diri mereka lahan-lahan garapan penduduk menjadi milik pribadi. Hal ini berujung pada meningkatnya pasukan proletariat merdeka sekaligus tanpa hak tercabut dari lahan-lahan mereka sebagai sumber daya u t a m a , y a n g ke m u d i a n dieksploitasi dalam pabrik-pabrik kapitalis. Inilah yang kemudian diibaratkan Dede seperti pernyataan Polanyi dalam buku The Political and Ekonomic Origins of Our Time bahwa hubungan sosial produksi kapitalis beserta akumulasi primitifnya layak disebut sebuah revolusi kaum kaya melawan kaum miskin. Pada tahap konsolidasi, kelimpahan tenaga kerja murah diperkuat lagi dengan dikeluarkannya berbagai bentuk kebijakan yang mengatur upah yang cocok. Penciptaan kondisi dan penerbitan undang-undang yang mengatur panjangnya waktu kerja serta rendahnya tingkat upah rata-rata, memperkuat ketergantungan sebagian orang kepada sistem kerja upahan. Menurut Marx, hal tersebut adalah salah satu aspek mendasar dari apa yang disebut akumulasi primitif.


K hazanah

Foto/ Rina

Soal Upah dan Teori Kependudukan Atas Upah Dede menyebut layaknya komoditi lain di bawah kapitalisme, nilai tenaga kerja ditentukan oleh sejumlah tertentu curahan kerja yang secara sosial diperlukan untuk menghasilkan nilai tersebut. Konversi nilai tenaga kerja ke dalam bentuk uang ialah upah. Dengan demikian nilai tenaga kerja seharusnya mencakup nilai ongkos sarana hidup pekerja. Salah satu penyunting buku di Balik Marx: Sosok dan Pemikiran Friedrich Engels ini juga menilik pemikiran-pemikiran tokoh idolanya yang dinilai salah oleh ekonom borjuis klasik non-marxis, mengenai teori kependudukan atas upah atau juga sering disebut “hukum besi upah�. Teori yang diyakini oleh sebagian ekonom borjuis klasik seperti David Ricardo dan juga sosialis non-marxis seperti Ferdinand Lassale. Seperti halnya besi, seberapapun dipanaskan, pemuaiannya tidak akan melampaui bentuk dasar, dan penciutannya waktu didinginkan juga tidak akan melampaui bentuk dasarnya. Bentuk dasar ini ialah kebutuhan substansi fisik. Teori hukum besi upah yang secara keliru dilekatkan kepada Marx, sering dijadikan pembenar untuk keberadaan teori pemiskinan absolut kelas pekerja. Teori pemiskinan absolut menyatakan bahwa semakin lama tingkat upah pekerja akan semakin turun (Dede, 2012: 197). Akibatnya semakin maju perkembangan kapitalisme, golongan pekerja justru akan semakin miskin. Teori pemiskinan absolut selalu dijadikan bukti bahwa Marx keliru. Kelas pekerja tidak semakin miskin. Kemak-

muran yang dihasilkan kegiatan ekonomi total meningkatkan standar hidup semua orang, termasuk golongan pekerja. Dede menegaskan bahwa di dalam Das Kapital, sama sekali tidak ada gagasan soal pe m i ski n a n absolut. Yang ada a d a la h te or i Mar x s oal pemiskinan relatif kelas pekerja. Teori ini menyatakan bahwa rasio pendapatan pekerja dengan kekayaan total yang telah dihasilkan a ka n se m a ki n timpang. Standar hidup rata-rata bisa saja meningkat, tetapi proporsi kekayaan total yang diambil dari golongan pekerja akan semakin kecil dibanding yang diambil dari golongan kapitalis. Tingkat

upah pekerja tidak bersifat “hukum besi�, tetapi lentur. Apabila krisis atau resesi ekonomi melanda, akumulasi kapital mandek atau turun sehingga tingkat upah akan turun. Tetapi latar objektif ini tidak bisa dilepaskan dari aspek subjektif perjuangan masing-masing kelas. Ketika kekuatan ekonomi politik kelas pekerja kuat, ada kemungkinan n a i knya t i n gka t upah. Begitu pula sebaliknya. Reproduksi Kelas Pekerja dan Underemployment Tanpa tenaga kerja yang dikerahkan di bawah kendali kapitalis, uang tetaplah uang, bukan kapital. Kapitalis harus juga

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

33


K hazanah

mereproduksi pekerja-pekerja. Komposisi sosial tenaga kerja akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika kapitalisme sudah tegak sebagai sistem perekonomian, proletariat tidak hanya terus direproduksi tetapi juga harus terus diciptakan sejalan dengan perkembangan kekuatan produktif baru. Setiap penemuan mesin baru, teknik-teknik baru atau model pengorganisasian produksi baru harus selalu diikuti oleh perubahan dalam keterampilan b a r i s a n k e l a s pekerjanya. Dalam konteks ini, sistem pendidikan modern merupakan sarana mereproduksi pekerja-pekeja yang dibutuhkan langsung oleh dunia kapitalis. Dalam jurnal Indoprogress yang berjudul “Misteri Eksploitasi (Bagian 2)”, Dede mengibaratkan tenaga kerja layaknya semua komoditas. Tenaga kerja dibeli kapitalis untuk dikonsumsi nilai-gunanya. Seperti semua komoditas yang sudah dibeli di bawah hukum pertukaran berbasis uang, tenaga kerja yang sudah dibeli jadi milik mutlak pembelinya. Menurutnya tujuan utama pembelian tenaga kerja bukan sekadar mengonsumsi nilai-guna, tetapi menciptakan nilai baru lewat produksi komoditas. Kapitalis bisa memaksa pekerja terus mencurahkan tenaga kerjanya melewati rentang waktu-kerja yang telah menghasilkan nilai yang setara dengan nilai tenaga kerja pekerjanya. Sebab itulah diperlukan adanya perlindungan

legal atas pekerja. Seiring perkembangan zaman, jumlah calon pekerja dari sistem pendidikan lama melampaui kebutuhan dunia usaha. Terjadilah keadaan yang disebut Marx sebagai overeducated. Ia menyebut bahwa universalitas pendidikan publik meningkatkan pasokan tenaga kerja dan dengan demikian terjadi persaingan antar pekerja. Dengan beberapa pengecualian, tenaga kerja orang-orang ini kemudian terdevaluasi seiring kemajuan produksi kapitalis. Upah mereka jatuh sementara kapasitas kerja mereka meningkat. Maka tidak heran jika lulusan pendidikan strata satu (S-1) yang di masa sebelumnya bisa menjadi proletariat kerah putih sebagai manajer, sekarang hanya bisa menduduki lapis tingkat rendah sebagai karyawan di kantor atau pabrik. Keadaan inilah yang dinamai underemployment yang secara sadar kita terima. Di dalam kapitalisme tidak bisa ada sesuatu yang langgeng. Semua yang beku dicairkan, semua yang baru segera menjadi kuno b ah k an s e b e lu m menguap. Tidak ada ruang tersembunyi dari rengkuhan pasar yang senantiasa harus memperluas diri bagi komoditi yang terus menerus diproduksi demi laba (Dede, 2012: 254). Karena hanya laba –bukan amal ibadah– yang menjadi sumber sekaligus tujuan akhir pergerakan kapital, semua dibuka, ditinggali, dirombak, supaya laba terus

terciptakan. Melalui tulisannya, Dede mencoba menguak lebih banyak teori-teori Marx yang tertimbun sejarah. Kelas pekerja dihadapkan pada situasi yang keras dan sulit. Pemakluman atas eksploitasi kapitalisme kian memperlebar jurang ketimpangan sosial ekonomi. Krisis-krisis ekonomi yang membuat ribuan usaha kecil bangkrut, jutaan pekerja kehilangan pekerjaan dan hidup dalam kemiskinan dianggap tidak berakar dari logika kapitalisme. Maka perlulah kiranya masyarakat diperkenalkan kembali pada sudut pandang kritis tentang bagaimana kapitalisme b e ke r j a s e b a g a i s i s t e m perekonomian. Glosarium • •

• • •

Pranata : Norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus Kapital : Nilai yang dapat memperbanyak dirinya sendiri dengan jalan pengerahan dan eksploitasi nilai tenaga kerja Underemployment : Kekurangan pekerjaan Overeducated : Terlalu berpendidikan; terlalu tinggi pendidikan Dosa asal dalam teologi : Penderitaan manusia sekarang merupakan akibat dari dosa asal yang dilakukan manusia pertama di surga

Maka tidak heran jika lulusan pendidikan strata satu (S-1) yang di masa sebelumnya bisamenjadiproletariat kerah putih sebagai manajer, sekarang hanya bisa menduduki lapis tingkat rendah sebagai karyawan di kantor atau pabrik 34

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


B udaya

Gejolak Ombak Perjalanan Shalawat Terbangan Jurnalis Ahmad Alwi Mughofar_25.16.160 Menyimak jejak budaya di Ponorogo, kita akan mendapati Reyog sebagai kesenian khas yang telah akrab di telinga publik. Dalam perhelatan acara-acara besar, reyog seringkali ditampilkan sebagai pertunjukan seni yang amat menarik. Sementara warisan budaya lainnya, seolah menjadi hal asing di tengah kehidupan masyarakat. Padahal, banyak sekali ragam budaya yang telah mewarnai Kota Ponorogo. Kekayaan budaya ini umumnya terbangun dari hasil akal dan budi berbagai agama. Di antaranya terbentuk dari mahakarya agama Hindu, Buddha dan Islam. Salah satu peninggalan budaya Ponorogo yang bernuansa Islam adalah adanya syair-syair atau puji-pujian terhadap Tuhan. Salah satu karya sastra Islam yang mulai terasa kabur dari masyarakat Muslim Ponorogo ialah Shalawat Terbangan. Shalawat Terbangan merupakan satu dari mahakarya

peninggalan umat beragama Islam yang masih menunjukkan eksistensinya hingga sekarang. Meskipun saat ini shalawat jenis ini sudah mulai sepi dan hampir punah. Shalawat ialah sebuah syair yang berisi ungkapan pujian kepada Allah Subhanahu Wata’ala, beserta kekasih-Nya Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam. Shalawat Terbangan untuk pertama kalinya lahir dan berkembang di pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari. Akan tetapi, penulis belum menemukan sumber sejarah yang pasti terkait Shalawat Terbangan di Tegalsari ini. Selain faktor regenerasi, juga tidak kami temui keturunan Kiai Ageng Besari yang dapat mengisahkan sejarah Shalawat Terbangan. Senada dengan yang disampaikan oleh Syamsuddin, selaku imam Masjid Tegalsari, sambil menerawang ia mengatakan “Mriki niku memang sumbere mas, tapi kulo mboten dzurriyah Mbah Besari, dadose nek

rincine kulo dereng mangertos (disini itu memang sumber dari Shalawatan Terbangan, akan tetapi saya bukan keturunan Mbah Besari, jadi pastinya saya belum tahu sejarahnya).” Dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), shalawat atau selawat dapat diartikan sebagai doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam. Pembacaan shalawat dilakukan secara serempak, bersama-sama dan bersahut-sahutan. Tak jarang, pembacaan shalawat diiringi dengan alunan rebana dan alat musik khas penduduk setempat. Dalam pembacaannya, setiap daerah memiliki pakem masing-masing. Akan tetapi pakem tersebut tidak mengikat secara khusus. Sebab, hakikat dari bershalawat adalah berdoa kepada Allah untuk Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam. Dengan begitu, umat islam memiliki kebebasan dalam hal menentukan cara bershala-

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

35


B udaya

wat. Shalawat yang berasal dari wilayah Ponorogo ini pun memiliki nuansa khas yang berbeda dengan daerah Timur Tengah. Shalawat yang ada di Ponorogo ini telah melewati proses akulturasi dengan kebudayaan Jawa. Pencampuran shalawat dengan unsur-unsur Jawa tidak hanya memperindah cara baca Shalawat, akan tetapi memudahkan penerimaan agama Islam di kalangan masyarakat pada masa itu. Shalawat yang merupakan hasil cipta para Ulama Ponorogo zaman dahulu sebagai media penyebaran agama Islam ini, diantaranya adalah Zamzanen, Shalawat Kencrengan dan Shalawat Jros. Salah satu shalawat yang hendak kita ulas ialah Shalawat Terbangan atau biasa disebut Shalawat Dzikir Maulid Nabi. Menilik Sejarah Shalawat Terbangan Tokoh penggagas dan pencipta shalawat terbangan di Tegalsari tidak diketahui secara pasti. Seperti yang disampaikan oleh salah satu tokoh penggerak dan

36

penguri-uri budaya asal Tegalsari yang saat ini telah menetap di desa Bedingin Sambit Ponorogo yakni Prapno. Ia menerangkan shalawat terbangan ini muncul dan diajarkan oleh tokoh yang dipercaya sebagai jebolan pondok Tegalsari. Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti sejarah awal mulanya, namun shalawat terbangan di desa Bedingin ini sebelumnya diajarkan oleh seorang lelaki tua berjuluk Mbah Kumiran. “Nek sejarah pestine kulo mboten mangertos Mas, ananging nek teng Bedingin mriki sing marai mbah Kumiran, sing mulangne nalikane sampun boyong saking Tegalsari (kalau sejarah yang pasti, saya tidak mengetahui secara pasti, akan tetapi sepengetahuan saya, yang mengajarkan shalawat ini adalah Mbah Kumiran, yang mengajarkan sepulang beliau mondok dari Tegalsari),� terangnya dengan kepulan asap rokok yang tengah dihisapnya perlahan-lahan. Shalawat Terbangan juga dikenal dengan nama Shalawat Dzikir Maulid Nabi. Nama

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

ini berawal dari pembacaan shalawat secara rutin setiap tahun pada momen Maulid Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam yang bertepatan pada malam tanggal 12 Robi’ul Awwal tahun hijriah. Pembacaan shalawat ini biasa dilakukan di masjid, musola, atau rumah tokoh masyarakat. Selain pada momen Maulid Nabi Muhammad, Shalawat Terbangan juga ditampilkan ketika seseorang memiliki nazar. Nazar dalam tradisi Islam Jawa kuno merupakan suatu keinginan atau kehendak yang ingin dilakukan apabila sebuah cita-cita dapat terpenuhi. Misalnya seorang anak yang sedang menderita penyakit dan tidak kunjung sembuh. Sementara orang tuanya bernazar apabila anak kesayangannya dapat sembuh maka ia akan melakukan sesuatu sesuai nazar yang dijanjikan sebelumnya. Hal ini persis dengan cerita dari Someto yang juga merupakan penggerak Shalawat Terbangan di desa Bedingin. Mbah Someto, begitu sapaan akrab-


B udaya

nya, mengatakan seringkali masyarakat setempat bernazar dengan menanggap Shalawat Terbangan. “Biasane diundang niku nek wonten tiyang ingkang gadah nazar, contone wonten tiyang ingkang anggadahi anak sing sakit, trus kepingin anak e sehat, trus nazar mengke nek anakku sehat, tak tangap Shalawat Terbangan (Biasanya diundang ketika ada orang yang mempunyai nazar, misalnya ada orang yang mempunyai anak yang sakit, dan ingin anaknya sehat, terus bernadzar jika nanti anakku sehat, akan saya undang Shalawat Terbangan),” jelas lelaki yang sudah menginjak umur hampir satu abad tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pelanggaran terhadap nazar akan berakibat buruk bagi yang bernadzar. Nazar yang tidak dilaksanakan akan menyimpan konsekuensi tersendiri. Hal ini disebabkan karena bernadzar dalam shalawat bermakna menyandarkan nazar kepada Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam. Na-

zar dengan menggunakan nama sendiri tentu berbeda dengan mengatasnamakan Nabi Muhammad. Maka bernadzar dalam shalawat dianggap melanggar etika apabila tidak ditepati. Selain momen tertentu di atas, pada zaman dahulu Shalawat Terbangan juga diadakan setiap Kamis malam. Ketika zaman mengalami perkembangan, semakin banyak cara membaca shalawat yang masuk ke Indonesia. Sehingga pembacaan Shalawat Terbangan kini terancam kepunahan. Saat ini shalawat terbangan hanya diadakan ketika ada acara hajatan, seperti resepsi walimah, khitanan, piton-piton (tujuh bulan kelahiran bayi) dan perayaan maulid nabi Sholallahu ‘alaihi Wasallam. Sisi Unik Shalawat Terbangan Tidak hanya berbeda dari shalawat yang berkembang di belahan Timur Tengah, Shalawat Terbangan amat berbeda dengan shalawat modern yang kini menjamur di wilayah Indonesia. Shalawat zaman sekarang meng-

gunakan berbagai alat musik kekinian, Shalawat Terbangan justru menggunakan alat musik berjenis Terbang khusus yang berukuran besar. Alat musik ini juga biasa digunakan untuk Zamzanen (salah satu shalawat khas Ponorogo). Alat terbang khusus berfungsi sebagai bass atau gong. Sementara alat musik lainnya adalah gendang, yang merupakan alat musik utama dalam Shalawat Terbangan ini. Gendang ini terbuat dari kayu dan kulit sapi yang telah disamak, selanjutnya memerankan fungsi sebagai pengatur tempo nada dalam iringan musik shalawat. Unsur lain yang dibangun dalam pondasi Shalawat Terbangan ialah personil. Pembacaan shalawat dilakukan minimal oleh 5 orang inti dengan beberapa anggota penyorak. Setiap peran memiliki nama dan memegang fungsinya masing-masing. Peran inti dalam pembacaan shalawat tersebut adalah Kempyangan, yaitu orang yang bertugas sebagai pengatur vokal dan lagu. Seorang Krempyangan diwajib-

Manuskrip lirik Sholawat Terbangan

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

37


B udaya

kan menghafal nada yang dimainkan. Untuk mengatur nada tersebut, sang Kempyangan memainkan rebana (terbang) yang berukuran besar. Rebana berguna sebagai penyeimbang dan penyesuaian antara teks shalawat dan nada shalawat. Peran kedua dialamatkan kepada pengendang. Pengendang menerima peran sebagai pengatur nada utama dan pemberi variasi dalam iringan musik. Orang yang berperan sebagai pengendang juga diharuskan mengetahui dan hafal lagu serta nada di tiap turunan (sebutan untuk pergantian lagu). Karena lazimnya shalawat ini tidak menggunakan speaker atau mikrofon, maka diperlukan 1 peran lagi yakni penyorak. Anggota penyorak mengemban tugas untuk menirukan apa yang dilafalkan oleh Kempyangan dan menjawab beberapa lafadz shalawat yang membutuhkan jawaban khusus disetiap kalimat. Bacaan dalam Shalawat Terbangan merupakan cuplikan dari kitab Maulid al-Barzanji dan beberapa kitab Arab lain yang berisi shalawat. Kitab yang menjadi bahan rujukan masyarakat merupakan naskah lama yang tertulis di kertas gedog atau kertas dluwang. Naskah ini ditulis menggunakan tangan, melalui lidi dari pohon aren yang dicelupkan ke tinta. Kitab ini berisikan 15 lagu yang penamaannya disebut Turunan, yang dimulai dengan syair Assalamu ‘alaik (baca Asselam ngalek), dan ditutup dengan syair Asyroqol badru yang lazim disebut Serakalan. Sebenarnya hal unik dari Shalawat Terbangan ini adalah cara melafalkan (tuladha) shalawat yang menggunakan ejaan bahasa Jawa. Teks Arab dengan huruf hijaiyah, sementara membacanya

38

berdasarkan bacaan aksara Jawa Honocoroko. Sehingga akan muncul perbedaan antara teks dengan pelafalan, salah satunya adalah pembacaan lafal Musthofa, dibaca Mustopo. Dalam mahallul qiyam pembacaan shalawat yang mengharuskan berdiri, karena diyakini Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam hadir dalam majelis--terdapat pula beberapa perbedaan pelafalan. Di dalam kitab bertuliskan lafad Yaa Nabi Salam ‘Alaika, Yaa Rosul Salam, ‘Alaika Ya Habib Salam ‘Alaika, Allahu Allah, Shalawat Salam ‘Alaika. Sedangkan dalam pelafalannya menjadi Yo Nabi Salam Ngalaika, Yo Rasul Salam ngalaika Ngalaika, Yo Kabibi Salam Ngalaika, Allahu Allah, Selawat Salam ngalaika. Mengenai keunikan pembacaan Shalawat Terbangan, Prapno menjelaskan memang seperti itulah ajaran yang disampaikan oleh para pendahulu. Penyesuaian pengucapan lafadz Arab dengan aksara jawa bertujuan untuk memudahkan masyarakat Ponorogo tempo dulu yang mayoritas belum mampu melafalkan bahasa Arab. Pembacaan seperti itu juga bertujuan agar Shalawat tetap dapat diambil keutamaannya oleh orang Jawa. Sebab, masayarakat meyakini bahwa shalawat boleh dilafalkan bagaimanapun caranya, yang terpenting adalah niat dalam membacanya. Gejolak Ombak dalam Perjalanan Shalawat Terbangan Dalam perjalanannya, Shalawat Terbangan menghadapi tantangan hingga terkadang menemui jurang kematian. Seiring berjalannya waktu, model pembacaan shalawat semakin beragam. Terlebih, anak muda

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

lebih condong kepada pembacaan shalawat versi modern. Selain itu, mirisnya eksistensi Shalawat Terbangan terjadi karena proses regenerasi yang minim bahkan nihil dari para pelestarinya. Meski langkah Shalawat Terbangan mengalami kepincangan, penulis menemukan sebuah desa yang masih teguh mengamalkan shalawat ini. Desa tersebut adalah Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Di tempat ini, pembacaan Shalawat Terbangan masih berlangsung secara rutin hingga sekarang. Para pemain tergabung dalam sebuah grup shalawat yang tidak hanya mengisi momen maulid Nabi di desanya, tetapi juga turut mengisi acara lain seperti jagongan budaya dan hajatan masyarakat sekitar Ponorogo. Oleh sebab itu, Prapno yang tengah memegang tampuk kepemimpinan grup shalawat ini, terus berupaya mengembangkan, melestarikan dan mengenalkan budaya shalawat yang dianggap kuno ini kepada masyarakat luas. Ia juga berharap kepada generasi muda untuk tidak melupakan budaya shalawat peninggalan para leluhur. Karena budaya sebagai hasil karya berisi makna yang luar biasa di dalamnya. Shalawat Terbangan telah diyakini masyarakat Bedingin dapat menolak bala dan memperoleh manfaat karena berkah syafaat Nabi Muhammad SAW. Sebagai generasi yang memegang estafet kebudayaan maka sudah semestinya menjaga sekaligus melestarikan mahakarya para leluhur tersebut karena telah memperjuangkan akulturasi Islam di tanah Jawa. Reporter: Avin


Beli Bela

PRODUK INDONESIA

Iklan layanan masyarakat ini didedikasikan bagi mereka yang mengaku sosialis, humanis, dan anti kapitalis akan tetapi masih suka hidup hedonis

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

39


K olom

Perempuan dalam Arus Budaya Timpang Oleh: Dian Kurniasari Direktur Forum Perempuan Filsafat (FPF) Tulungagung

Masuknya perempuan di dalam ruang kerja merupakan hal yang membanggakan, pun ikut melahirkan berbagai problem yang dialami oleh perempuan. Mulai dari peran ganda, hingga eksploitasi ikut meramaikan problematika yang terjadi di ruangan itu. Bahkan, kekerasan terhadap perempuan di ruang kerja sudah menjamur.

“Perempuan masuk dalam dunia kerja�. Fenomena ini menjadi kabar baik bagi perempuan untuk ikut dalam arus perekonomian. Ruang yang selama ini dikuasai oleh laki-laki, kini terbuka untuk perempuan. Perebutan atas ruang yang dianggap bernilai bahkan berlangsung selama 20 dekade, diawali dari periode 1880-an sudah membuahkan hasil. Ruang itu kini menjadi ruang kontestasi bagi perempuan dan laki-laki. Masuknya perempuan di dalam ruang kerja merupakan hal yang membanggakan, pun ikut melahirkan berbagai problem yang dialami oleh perempuan. Mulai dari peran ganda, hingga eksploitasi ikut meramaikan problematika yang terjadi di ruangan itu. Bahkan, kekerasan terhadap perempuan di ruang kerja sudah menjamur.

40

Kita perlu melacak akar ketimpangan yang dialami oleh perempuan. Ketika feminisme gelombang pertama begitu optimis bahwa akar opresi terhadap perempuan terjadi di ruang domestik. Sehingga, perempuan harus diangkat dari ruang sempit itu menuju ruang publik. Bukan perjuangan itu sia-sia. Namun, perjuangan beratus tahun masih belum cukup untuk mengurai opresi yang terjadi pada perempuan. Ternyata, perjuangan ini masih menyimpan problematika. Posisi sentral yang diasumsikan akan membawa perempuan terlepas dari jerat ketidakadilan itu masih mitos, khususnya di Indonesia. Ketimpangan yang terjadi perempuan atas pembagian peran itu diawali adanya pembagian peran domestik dan publik dalam sistem keluarga.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Seperti apa yang dikritik oleh Fe mi n i s me Mar xi s ke p ada p e mi k i ran Engels-The Origin of Family, Privat Property and the State (1845) “ketika laki-laki mengambil perempuan, ia kemudian hidup di dalam rumah tangga si perempuan, Engels memaknai keadaan ini sebagai tanda kekuatan ekonomi perempuan. Karena pekerjaan perempuan adalah penting bagi kelangsungan hidup seluruh suku�. (Putnam Tong, 2008) Maksud pekerjaan penting dalam pendapat Engels adalah perempuan sebagai tempat produksi domestik yang handal, maka seluruh hajat hidup domestik tergantung oleh perempuan. Tentu, ruang domestik ini bebas nilai. Secara garis besar ruangan domestik untuk perempuan bebas dari nilai material yang tidak sama seperti ruang


K olom

publik. Gerakan feminisme gelombang awal ini juga berhasil untuk memberikan nilai materi pada ruang domestik. Salah satunya adalah adanya Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau Buruh Migran. Pekerjaan domestik yang memiliki daya tawar jasa ini dapat dinilai dengan materi. Dimana pekerjaan ini sangat laku dan diminati oleh perempuan di Indonesia khususnya Jawa Timur. Dalam kasus buruh migran, Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berasal dari Jawa Timur menempati posisi unggul yakni no. 1 di Indonesia. Data menunjukkan ekspor TKW dari provinsi Jawa Timur meningkat dari 53% dari tahun 2010 hingga 2016 (Data BNP2TKI, 2016). Dengan status perempuan yang sudah menikah menempati prosentase 52,32% atau setara dengan 239.269 dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan status perempuan yang belum menikah 40,81% atau setara dengan 133.444 dari penduduk Indonesia. Bahkan status perempuan yang sudah pernah menikah atau janda juga memiliki prosetase yang tinggi, 6,86% atau 39.123 dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Keseluruhan tersebut bekerja sebagai PRT atau pengasuh lansia atau anak-anak. Angka perempuan-perempuan yang masuk dalam dunia kerja sedemikian dramatis, khususnya perempuan buruh migran. Kasus ini dapat dibaca melalui kerang-

ka feminisme, Monsen menandaskan dalam bukunya Gender, Migration, and Domestic Service (1999) bahwa pekerjaan domestik dan pengasuhan merupakan pekerjaan “alamiah� yang dialamatkan kepada perempuan. Karena perempuan merupakan anak asuh dari kebudayaan patriarki. Sehingga kesadaran tentang feminisasi pekerjaan atau feminization of work pun diamini dan tanpa sadar itu adalah bagian dari hidup yang wajar dan harus dilakoninya. Perempuan bahkan tidak bisa menolak itu sebagai jalan otoritas hidupnya. Karena modal yang dimilikinya hanya penguasaan atas dunia domestik. Tidak ada pilihan jitu untuk menentukan pekerjaan yang diinginkan. Karena keterbatasan tingkat pendidikan dan lahan pekerjaan yang tersedia. Ketimpangan tidak hanya berhenti pada otoritas pilihan pekerjaan, melainkan kekerasaan saat kerja yang sama sekali belum mendapatkan jaminan hukum dan sosial yang jelas. Maka, Feminisasi migran atau migrant feminization ini tidak hanya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan global seperti kapitalisme atau neoliberalisme tetapi dipengaruhi oleh migrasi trans-nasional yakni pemain global yang berilmu (Cristiane Hazig, 2010). Semua jaringan yang ada pada pasar tenaga kerja tidak hanya dari faktor bursa kerja nasional dan internasional. Namun, semua jaring feminisasi pekerjaan

ini adalah hasil perkawinan kapitalisme dengan kebudayaan patriarki yang melembaga. Terlebih feminisasi migrasi tidak hanya merujuk pada jumlah perempuan migran dari pada laki-laki. Menurut Tesis Pettmen dalam bukunya “Gender Matter in Global Politics�, pembagian pekerjaan itu lebih merujuk pada struktur pasar tenaga kerja yang tergenderisasi. (Pettmen, 2010) Kasus-kasus ketimpangan dan genderisasi di dalam ruang kerja tidak hanya menimpa perempuan buruh migran. Hampir di seluruh bidang pekerjaan perempuan menyimpan kisah-kisah pilu dalam ruang bernama ruang kerja atau working room. Kita dapat melihat perempuan yang bekerja sesuai dengan wilayah geografisnya. Seperti perempuan nelayan yang ada di wilayah Muncar, Banyuwangi; Sine, Tulungagung; Kampung Akuarium dan Kamal Muara, Jakarta. (Endah Kusuma Wardani, Jurnal Perempuan vol 22, no. 4, 2017) Perempuan didiskriminasi dalam hal upah. Upah yang diberikan kepada perempuan hanya separuh dari laki-laki. Perempuan ikut menarik kapal namun, upah akan diberikan sesuai dengan ikan yang didapatkan. Sedangkan mereka mendapatkan ikan dengan cara berebut dengan perempuan yang lain. Asumsi dasar pemberian upah adalah perempuan hanya

Gerakan feminisme gelombang awal ini juga berhasil untuk memberikan nilai materi pada ruang domestik. Salah satunya adalah adanya Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau Buruh Migran.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

41


K olom

membantu laki-laki, sebagai pencari nafkah tambahan. Pembagian upah yang timpang juga dialami oleh perempuan pemetik teh di Subang, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan oleh Roro Retno Wulan, dkk pada tahun 2015. (Jurnal Perempuan, 2016) Narasi ketimpangan yang terjadi pada perempuan yang bekerja di perkebunan teh masih sama. Bekerja di bawah perusahaan asing justru mempersulit perempuan keluar dari cara pandang inferior. Para perempuan tersebut justru pasrah dengan cara mengada mereka dibawah payung kolonial yang terjadi. Mereka menerima upah dengan seadanya dan mereka rawan mendapatkan pelecehan secara fisik oleh majikan asing mereka tanpa tau harus berbuat apa dan melaporkan kemana. Beragam ketimpangan ini masih berlangsung hingga di ruang yang lebih ramah yakni institusi pendidikan. Perempuan memang banyak memasuki dunia pendidikan namun, cara pandang terhadap cara mengada mereka ditentukan oleh bayangan laki-laki atau suami. Memang, mereka tidak lagi mengalami diskriminasi upah. Ternyata bentuk opresi itu mengubah wajah menjadi pekerja mekanik yang hanya memenuhi standart mengajar dalam potret dosen atau staf karyawan dalam isntitusi pendidikan. Ruang

untuk menjadi ilmuan maupun ahli masih dikuasasi lakilaki. Meskipun panggung ini sudah dibuka selebar mungkin namun, kesadaran perempuan masih berada pada payung domestik. Keterbatasan dan keengganan untuk ‘menjadi’ adalah persoalan baru. Keadaan semacam ini disebut oleh Beauvoir dengan kesadaran ‘liyan’. (Beauvoir, terj., 2016) Kesadaran ‘liyan’ menyasar pula pada perempuan yang bekerja di dunia fashion. Perempuan sering mendapatkan model pelecehan cat-calling, body shaming (wanita murahan yang mau menjual tubuh) dan pelecehan verbal lain. Perempuan yang bekerja di dunia fashion akrab bersentuhan dengan kapitalisme. Dimana merawat tubuh dan memenuhi pasar atas konstruksi cantik versi kapitalis dan patriarki adalah keharusan. Perempuan tidak bisa keluar dari cengkraman dua raksasa yang menggeliat tubuh dan pikiran masyarakat itu. Kasus-kasus di atas di hadirkan dalam rangka menelisik bagaimana ruang publik yang asumsi awalnya memberikan imajinasi kebebasan masih saja membelenggu. Perempuan belum terlepas dari jaring perkawinan kedua makhluk binal, kapitalisme dan cara pandang patriarki. Pertumbuhan keduanya lebih cepat dibandingkan pertumbuhan manusia di muka

bumi ini. Meskipun kita tau ketimpangan masih saja dan terus mengancam perempuan. Kita tidak boleh berhenti di tengah jalan dan melawan adalah pilihannya. Seperti yang ditawarkan oleh Feminisme Poststruktural, bahwa perempuan harus meng”ada” dengan caranya sendiri atau biasa disebut ecriture dalam terminologi Michel Foucault. (Ann Brooks, 2009) Cara meleburkan paradigma patriarkal adalah memangkasnya dan menanamkan paradigma baru yang lebih humanis dan berkeadilan. Agaknya utopis, namun terdapat formulasi yang digunakan untuk memangkas kejahatan di ruang kerja yakni perempuan dan laki-laki harus sensitif terhadap ketimpangan yang terjadi disekitarnya. Tentu jaring diskriminasi tidak hanya akibat dari budaya yang melekat, hal ini disumbang oleh sistem dan kebijakan yang pincang dan tidak sensitif gender. Maka pengarusutamaan gender diharuskan terus berkelanjutan untuk menciptakan sistem berbudaya yang sehat. Perempuan dan laki-laki harus berkesadaran dalam menciptakan dunia kerja yang ramah bagi siapapun khususnya, bagi perempuan. Glosarium • •

Inferior: orang bawahan, orang rendah mutunya. Opresi: penindasan

Perempuan yang bekerja di dunia fashion akrab bersentuhan dengan kapitalisme. Dimana merawat tubuh dan memenuhi pasar atas konstruksi cantik versi kapitalis dan patriarki adalah keharusan.

42

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

43


44

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

45


46

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


K olom

Penjual Tempe dan Dunia Semu Hiperrealitas Oleh : Muchlis Daroini Penulis Novel dan Dosen Komunikasi IAIN Ponorogo

Jean Paul Boudrillard menyebut dunia tersebut sebagai hiperreality, dimana dalam praktek hidupnya manusia diseret jauh melampaui batas-batas realitas. Bahkan batas-batas realitas tersebut meloncati batas nilai-nilai kemanusiaan demi menjaga citra yang menjebakkan diri dalam produksi tanda dengan menciptakan iklan.

D

i beberapa pasar di desa masih dapat ditemukan relasi bisnis antara seorang penjual daun pisang, produsen tempe dan penjual tempe. Dimana pembuat tempe tergantung dengan penjual tempe dan penjual daun pisang. Sang penjual tempe sebenarnya adalah distributor karena dia akan menjual tempe yang diambil dari produsen tempe, dan sekaligus menjualkan daun pisang kepada produsen tempe dari penjual daun pisang hingga sampai di tangan produsen tempe. Relasi bisnis menarik yang saling menguntungkan seperti itu masih banyak kita temukan di desa-desa. Namun suatu hari di pasar itu datang penjual tempe yang masih muda, tempenya tidak lagi menggunakan bungkus daun pisang tapi menggunakan plastik. Tidak hanya plastik polos tapi warna-warni, ada pink, ada merah ada juga doreng ala tentara. Bahkan yang terbaru penjual tempe muda itu membuat meme bergambar unik dan

menarik yang disebar melalui Whatshap, Facebook dan lain sebagainya. Di lapak dagangannya diberi banner dengan tulisan yang menarik, “Makan Tempe Serasa Menjadi Muda�. Banner yang lain tertulis “Kami Menyediakan Tempe Sesuai Umur Anda�. Tentu saja pedagang tempe muda tersebut tidak mau diribetkan dengan urusan bagaimana seorang nenek tua yang harus bersusah payah mencari daun pisang di belakang rumahnya. Apa yang membuat pedagang tempe itu harus membunuh rasa kemanusiaannya? Yaitu citra dari barang dagangannya untuk membuai pembeli. Sehingga akibat citra tersebut dia harus memutus diri dari prinsip komunitas berbasis ekonomi. Sementara di era modern banyak sub barang dagang yang tidak bisa dibuat atau dimiliki oleh masyarakat tertentu. Kalaupun si pedagang mau bekerjasama dengan si nenek, bagaimana mungkin si nenek bisa memproduksi bungkus tempe yang berupa plastik. Ke-

napa harus plastik? Selain karena bersih lebih dari itu plastik bisa diberi gambar love, pesan tulisan kiss me, nomor pemesanan dan lain sebagainya yang sesungguhnya telah melampui fungsi utama tempe yaitu laukpauk atau makanan. Pembeli tempe terus dijejali bentuk bungkus yang menarik, diantaranya mengendalikan segmen dengan warna pink, hijau, atau doreng. Si anak ABG tidak mau makan tempe kalau tidak bungkusnya pink, si ibu tidak mau makan tempe kalau bungkusnya tidak , si bapak tidak mau makan tempe kalau bungkusnya tidak doreng. Orang memesan tempe bukan karena ingin makan tempe, tapi karena bungkusnya yang terbuat dari plastik bergambar love dan ada tulisan kiss me. Hingga puncaknya beli tempe dengan bungkus warna menjadi sebuah gaya, yang datang menuju kelas tertentu. Walhasil membeli tempe bukan karena urusan lapar atau pengen makan, tapi karena

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

47


K olom

48

dalam produksi tanda dengan menciptakan iklan. Di era teknologi informasi dan media komunikasi yang serba canggih banyak fitur atau aplikasi sederhana untuk menciptakan dunia simulakra (realitas semu), dunia yang mengalahkan realitas sesungguhnya. Dengan aplikasi yang beragam dan variatif di smartphone, penjual tempe online bisa membuat meme atau gambar yang bisa menyeret konsumen kepada ruang-ruang yang sebenarnya hanya representasi objek,

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Ilus/ Umar

ke i n g i n a n y a n g diseret jauh menuju ruang lain dari substansi sesungguhnya tempe yaitu makanan. Itulah menurut yang disebut citra, sesuatu yang tampak oleh indera, tetapi tidak memiliki eksistensi substansial. Jean Paul Boudrillard menyebut dunia tersebut sebagai hiperreality, dimana dalam praktek hidupnya manusia diseret jauh melampaui batas-batas realitas. Bahkan batas-batas realitas tersebut meloncati batas nilainilai kemanusiaan demi menjaga citra yang menjebakkan diri

dan justru meninggalkan objek itu sendiri. Dalam konteks komunikasi komunikator-komunikan menikmati kemasan pesan dengan meninggalkan substansi pesan itu sendiri. Ujung dari kemasan adalah prestisius, gengsi, life style dan lain sebagainya karena adanya standar gaya yang diciptakan oleh para pencipta iklan yang memenuhi hampir seluruh ruang kehidupan manusia. Rasionalitas konsumsi dalam sistem masyarakat konsumen telah jauh berubah, karena saat ini masyarakat membeli barang bukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan (needs) namun lebih sebagai pemenuhan hasrat (desire). Seluruh yang terkait dengan hidup mulai ujung kaki sampai ujung kepala diciptakan standar gaya yang melebihi fungsi utamanya. Baju tidak semata-mata menutup aurat atau menahan dingin dan panas tapi karena hasrat. Maka muncul aksesoris-aksesoris yang merepresentasikan dunia lain dari fungsi baju, glamour, ala Syahrini, anak tidak mau pakai baju kalau tidak bergambar Spyderman. Prestige, dan itulah dunia semu dimana prestige lahir dari persepsi yang dibentuk oleh media massa, iklan! Di tengah kehidupan yang serba semu, lalu bagaimana realitas si nenek penjual daun pisang? Bagaimana dengan daun pisangnya? Hari itu masih ada satu yang membeli daun pisangnya yaitu penjual nasi pecel berbungkus daun pisang tapi katanya dia juga akan pindah di ruko dekat pasar yang baru jadi kemarin.


E kslusif

INDEPENDENSI:

Kewajiban Bukan Pilihan Oleh: Rahmat Ali (Maheng) Sekjen PPMI Nasional 2018-2019

Foto/ dokumen aL-Millah

“You must be a critical student” dengan penuh semangat kalimat itu terlontar dari mulut seorang dosen ketika kuliah hari pertama beberapa puluh menit dimulai. Mahasiswa baru seperti saya tentu tidak lekas memahami apa itu kritis yang dimaksud si dosen. Selama ini, kritis yang saya pahami sinonim dari sekarat. Maklum saja, saya lahir dan besar di daerah kecamuk tempat TNI dan GAM saling menghisap darah. Korban perang galib dengan situasi tersebut. Senada, kalimat itu kembali terucap dari dosen yang lain beberapa waktu lalu. “Saya suka dengan mahasiswa yang kritis” ucapnya. Beberapa waktu kemudian, jurnalis kampus datang untuk mewawancarai dosen terse-

but untuk sebuah kasus. “kalau hanya untuk memperburuk citra, lebih baik tidak usah”. Self defensenya bergejolak. Saya sendiri semakin bingung, binatang apakah kritis itu? Kearbriteran universitas terhadap pers mahasiswa seirama dengan apa yang dilanggengkan oleh Orde Baru pada sistem lex specialistnya. Arogansi yang private and confidential mengatasnamakan stabilitas “nama baik kampus”, pers mahasiswa dibelenggu sedemikian rapi. Pers mahasiswa dianggap artisan goleki amarga. Pers Mahasiswa sebagai media swadaya, jika term alternatif sudah tidak laik digunakan, jauh dari apa yang disampaikan Lincoln Steffens (1897) sebagai

jurnalisme pabrik yang berorientasi bisnis dilandasi narasi yang dramatis. Pers Mahasiswa dengan tegas tidak mencari kenaikan tiras. Lantas jika UU No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 menjadi sangat tidak cocok untuk Pers Mahasiswa. Namun demikian jika dicermati lebih lanjut ayat pertama masih bisa didiskusikan. Independen tidak Harus Netral Para leader organizer sebagai penanggungjawab kota tertunduk lesu, jawaban dari kota masih semu dan random, sepertinya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ke XII kali ini gagal. Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) ini memang random,

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

49


E kslusif

kita hanya punya semangat walau tidak seberapa. Itu konsekuensi dari kritis, bukan masalah dasarnya. Hotel family nan asri mulai diserbu jurnalis kampus dari seantero, baik yang single pun yang berpasang-pasangan, baik yang registrasi maupun yang langsung menyusup ke kamar. Mereka mulai memasuki ruang-ruang yang disediakan panitia . Tempatnya sederhana, sesederhana Perhimpunan Pers Mahaiswa Indonesia (PPMI) ini. Dengan lima belas kamar berjejer tersusun, naif untuk menampung dua ratus peserta. Elektabilitas memang sedang naik, maklum ekspektasi tentang Mukernas begitu sumringah. “Kamar hanya untuk cewek” jerit panitia. Seseorang dipojok bergumam. Dibagian ini, perempuan merasa diri lemah, nanti ketika turun teriak kesetaraan gender. Andreas Harsono, Jurnalis Indonependen walaupun tidak tergabung di Aliansi Jurnalis Independen, karib PPMI, datang dengan independen pula. Independen secara finansial dan sosial (sendiri) sebagai tamu sekaligus teman sharing pengisi acara Bedah Buku A9ama Saya Jurnalisme yang ditulisnya sendiri. Banyak yang gagal paham dengan buku ini, bahkan dengan melihat sampul buku yang merah ini salah satu kader pers mahasiswa keluar karena tidak ingin murtad dari islam. Bagi Andreas, pers mahasiswa adalah pegiat pers perjuangan yang melaksakan kerja-kerja jurnalistik. Ia turut

menyuntikkan semangat agar jurnalis kampus untuk terus berkarya, meski selama ini diaanggap tukang cari gara-gara oleh kampus, yang sudah sejak lama ia bantah. “Jurnalisme itu kan, memang (tugasnya) untuk melayani masyarakat. Loyalitas utama wartawan ada pada masyarakat. Masyarakat sebagaimana mereka persepsikan. Salah satu tugas jurnalisme adalah memantau kekuasaan. Entah itu pemerintah, kampus, militer. Saya kira memantau kekuasaan tidak bisa disebut mencari gara-gara,” katanya. Ia juga menegaskan persma tidak harus netral dalam mengawal sebuah isu. Menurutnya, dalam Sembilan Elemen jurnalisme wartawan boleh tidak netral tapi harus independent. Pers Mahasiswa boleh meliput manajemen kampus, sekaligus boleh berteman dengan rektor. Tapi dalam kinerja jurnalistik harus tetap independent dari rektor. Tujuan utama jurnalisme adalah mencari kebenaran fungsional. Arah Mata Pena Ditemani dinginnya telaga, yang tidak sedingin tangan para penguasa (kampus) dalam mengamankan status quonya. Kami membuat lingkaran kecil yang diinsiasi tidak lebih dari lima belas orang. Forum ini tidak dibentuk untuk perdebatan yang bergemuruh, apalagi jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari.

Kita harus menjadi kapal perang! Kalimat itu kembali mengemuka tidak sekedar ugut keling dan untuk mengejawantahkan keakuan. Bukan hanya untuk “memerangi” rezim kampus yang semakin zalim. Memerangi diri sendiri urgensinya jauh lebih penting agar PPMI ke depan tidak semakin stagnan. Kritik oto kritik harus kembali ditegakkan. Bukankah kita selama ini menjadi tukang kritik? Jika tukang cari gara-gara tidak bisa diterima. Tidak sedikit yang tergelak. Dengan sedikit melempar senyum sambil menahan rasa kantuk saya memperhatikan ada rasa keraguan di dalam forum itu. Kita harus berjuang, bukankah itu sudah menjadi konsekuensi untuk kita insan pers mahasiswa? Lantas saya rasa setiap universitas menuntut mahasiswanya untuk kritis meskipun dompetnya (PPMI) krisis. Pada titik nadir kita diambang kepunahan, banyak anggota yang menepi. Godaan zona nyaman dengan lulus dengan predikat cumlaude dan sengatan pihak berkepentingan menjadi cerita tersendiri. Saya sendiri mengakui, bahwa PPMI tidak hanya mengawal masalah. Tapi PPMI sendiri sedang bermasalah, sebagian anggota menganggapnya konsekuensi.

“Jurnalisme itu kan, memang (tugasnya) untuk melayani masyarakat. Loyalitas utama wartawan ada pada masyarakat. Masyarakat sebagaimana mereka persepsikan. Andreas hasono

50

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


E kslusif

Harmoni Penentuan Arah Juang “Pers Mahasiswa Indonesia”

A

Jurnalis Adzka Haniina Albarri_25.16.159

ngin semilir berhembus, menghempas pelan air Telaga Ngebel hingga mencipta ombak kecil yang membentuk garis gelombang menuju tepian. Dedaunan pohon-pohon rindang di bibir telaga bergesekan riang menyambut para wisatawan. Sementara, pedagang sekitar dermaga sibuk memanasi minyak untuk menghidangkan aneka gorengan; tempe, tahu, bakwan (di Ponorogo disebut pia-pia) dan nangka goreng yang selalu menjadi incaran pengunjung. Suasana Telaga Ngebel, pada Jumat (23/11/2018) semakin ramai dikunjungi wisatawan yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Para jurnalis muda yang tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) secara Nasional sepakat untuk merumuskan arah langkahnya, menguatkan tapal kakinya, menajamkan gagasannya dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) XII di kota kecil Ponorogo. Pasalnya PPMI Dewan Kota Madiun kali ini mendapat amanah menjadi tuan rumah penyelenggara agenda tahunan selama empat hari yakni 23-26 November 2018. Speedboat yang melaju kencang di tengah Telaga menjadi pemandangan asik yang memanjakan mata para mahasiswa yang datang dari beberapa kota di wilayah Jawa, Madura, Bali, Sumatera, Kalimantan, Makassar, Sulawesi, hingga Papua. Sejumlah 130 peserta dari 15 Dewan Kota seluruh Indonesia yang terdiri dari perwakilan 30 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), siap mengguncang Hotel Family dengan beragam ide dan pendapat. Dalam perhelatannya, bedah buku “Agama Saya adalah Jurnalisme” karya Andreas Harsono digelar sebagai agenda ucapan selamat datang untuk para mahasiswa. Dengan usaha keras, panitia berhasil menghadirkan langsung penulisnya di tengah manusia yang besiap memegang estafet masa depan jurnalisme di Indonesia itu. Andreas Harsono hadir memecah kebekuan dalam forum yang melingkar, menjadi kehangatan pada Jumat malam dengan ajakan untuk melek sejarah perjuangan Persma. Bak selebriti, peserta Mukernas berebut untuk berswafoto bersama Andreas seusai bedah buku ditutup. Tak tuntas meski dingin malam menusuk tulang, digelarlah “Titik Temu Forum Alumni Aktivis (FAA) PPMI” yang mengundang beberapa

alumni PPMI lintas generasi untuk bergabung dan sharing pengalaman dalam diskusi. Keesokan harinya, Sabtu (24/11/2018), peserta dikenalkan dengan budaya “Reyog Ponorogo”. Penari Reyog dari paguyuban “Singo Budoyo” berhasil membius peserta Mukernas yang sebagian besar belum pernah menyaksikannya secara langsung. Reyog Festival tersebut ditampilkan dengan setiap lenggok penarinya yang seakan berkisah akan sejarah masa lalu. Terasa nuansa mistis yang kental dari setiap gerakan dan musik yang mengiringinya. Ala jurnalis foto, momen langka tersebut diabadikan oleh para peserta dengan gawai maupun kamera DSLR yang dibawanya. Serampung perhelatan seni yang memukau itu, para peserta diajak untuk duduk lesehan di atas panggung utama yang terlatak di sisi utara dermaga telaga Ngebel. Sesepuh penggiat budaya dan seniman di Ponorogo, Mbah Bikan dan Murdianto dihadirkan untuk sekedar ngobrol tentang budaya Ponorogo dalam agenda “Jagongan Budaya”. Turut hadir pula beberapa undangan dari pemerintah setempat untuk sekedar mengucapkan selamat datang kepada seluruh peserta. Selanjutnya acara diisi dengan pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh Sekjend DK Madiun Intan Fatmawati dan Sekjend Nasional Rahmat Ali sebagai wujud simbolis atas dibukanya agenda besar Mukernas PPMI XII. Sang moderator, Muhammad Arifin yang juga merupakan seorang pegiat budaya dan kesenian Ponorogo memandu acara tersebut hingga berjalan sangat apik. Selepas dzuhur, acara dilanjutkan dengan seminar Halfday Basics Workshop “Hoax Busting and Digital Hygiene”. Materi tentang hoax ini disampaikan langsung oleh anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Viva Budi Kusnandar dan Hotli Simanjuntak yang datang langsung dari Jakarta. Agenda inti Mukernas pun segera dimulai selepas seminar usai. Mukernas adalah sebuah forum khusus bagi persma Indonesia untuk membahas struktur, program, problem, hingga evaluasi kepengurusan. Evaluasi dari setiap perwakilan DK disampaikan, menyangkut problematika internal hingga eksternal. Forum ini sejalan dengan tema Mukernas yakni “Meruwat Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

51


E kslusif

Orientasi Merawat Independensi demi Mengawal Isu Sosial�. Badan Pekerja Nasional pun diperkenalkan dalam agenda ini. Sekjend PPMI Nasional periode 2018-2019 dipegang oleh Rahmat Ali, Delsi dari LPM Uninews Semarang sebagai sekretaris dan Anita dari LPM Nuansa Yogyakarta sebagai bendahara. Sedangkan dari jajaran BP Media dipegang oleh Kiki dari LPM Intro Banjarmasin, Yahya dari LPM Hitam Putih Palu, dan Erika dari LPM Gemericik Tasikmalaya. Sementara BP Litbang diduduki oleh Mohammad Zaenal Abidin dari LPM aL-Millah Ponorogo dan Ainun dari LPM Gemericik Tasikmalaya. Di samping itu, BP Advokasi dipegang oleh Wahyu (LPM Inovasi Malang) dan Ucup (LPM Corong Makassar). Tetrakhir, BP Jaringan Kerja diisi oleh Zulfar dari LPM Almizan Pekalongan, Nirma dari LPM Mataram dan Rita dari LPM Corong Makassar.

52

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Foto/ dokumen aL-Millah

Dua jenis sidang; komisi dan pleno digelar sebagai forum inti Mukernas yang membahas arah perjuangan PPMI Nasional. Sidang komisi dibagi per BP PPMI Nasional. Sementara peserta dibebaskan untuk memilih untuk bergabung dikomisi apapun. Sidang dimulai dengan penyampaian tawaran program kerja oleh para pengurus lalu dimatangkan bersama dalam forum. Setelah selesai dalam komisi, barulah peserta berkumpul kembali di aula untuk menyampaikan hasil sidang komisi. Beberapa program kerja yang disepakati disampaikan; menjaring kerjasama dengan pers mahasiswa di luar negri, pendidikan advokasi persma, dan optimalisasi portal online persma.org. Selain itu, proker utama periode ini adalah pembentukan “Persmart�. Persmart merupakan badan usaha milik PPMI sebagai penunjang pengadaan dana yang ber-

fungsi sebagai mobilisasi program PPMI. Uang dari anggota akan diputarkan dengan sistem bagi hasil dengan Laporan Pertanggungjawaban setiap bulannya. Sekjend nasional yang kerap disapa Maheng mengatakan, program kerja PPMI Nasional tidak akan terlaksana tanpa partisipasi aktif dan dukungan dari seluruh PPMI Dewan Kota. Sebagai evaluasi terhadap kepengurusan dan idealisme persma, PPMI juga melakukan autokritik pada kondisi dan arah gerak internal persma Indonesia. Setelah semua program disepakati, dilakukanlah penetapan tempat untuk pelaksanaan agenda nasional berikutnya. Ditetapkan oleh seluruh peserta dalam siang tersebut yaitu; Titik Temu FAA akan dilaksanakan di wilayah DK Semarang, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) akan dilaksanakan di wilayah DK Bangka Belitung dan terakhir adalah DK Madura yang mendapat tanggungjawab menjadi tuan rumah Kongres PPMI 2019. Akhirnya tibalah peserta di acara malam puncak Mukernas pada Minggu (25/11/2018) malam. Bertempat di aula Hotel Family yang luas, agenda diisi dengan saling memperkuat silaturahmi dan pentas seni dengan mencairkan panasnya pikiran setelah dikuras untuk fokus pada rapat kerja. Hingga menjelang fajar acara tersebut baru usai bahkan beberapa peserta terjaga hingga pagi untuk saling memperkuat jaringan antar wilayah. Keesokan harinya, Senin (26/11/2018) berakhirlah Mukernas PPMI XII, tetapi tidak mengakhiri untaian keberagaman dalam jalinan persaudaraan antar peserta. Mukernas telah mengikat pintalan benang baru. Arah perjuangan pers mahasiswa telah ditentukan. Implementasi dari seluruh program telah dinanti sebagai wujud nyata dari keberadaan PPMI. Kala itu Telaga Ngebel terdiam menyaksikan pungkasan acara. Sesekali saja air bergelombang, hingga air langit deras turun mengguyur hampir rata kabupaten Ponorogo. Rintiknya menandakan kesedihan akan perpisahan, bulirnya membasahi peserta Mukernas yang hendak kembali berjuang di LPM masing-masing. Namun persma telah membuat janji. Mereka mantap akan melangkah berjuang untuk masa depan jurnalisme dan memegang independensi sebagai harga mati.


K ampusiana

DILEMA SKRIPSI, PILIH KUALITAS ATAU ASAL TUNTAS? Jurnalis Zia Lutfiatur Rosyidah_25.16.166 Dilema penggarapan skripsi menjadi masalah sendiri bagi mahasiswa akhir. Peran setiap elemen dalam penggarapan skripsi sangat dibutuhkan, mengingat skripsi adalah syarat kelulusan mahasiswa strata satu dengan tidak menganggapnya sebelah mata, baik dari dosen pembimbing, penguji, maupun mahasiswa itu sendiri.

S Foto/ Zia

alah satu impian mahasiswa tingkat akhir adalah segera menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dan mendapat gelar sarjana. Gelar ini didapat mahasiswa setelah menyelesaikan syarat kelulusan berupa karya ilmiah hasil penelitian yang disebut dengan skripsi. Tak terkecuali dengan kampus IAIN Ponorogo, skripsi merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan mahasiswa yang akan merampungkan pendidikan strata satu (S-1). Bagi sebagian mahasiswa, menulis skripsi dilakukan hanya untuk memenuhi syarat kelulusan. Selain itu, ada juga anggapan bahwa skripsi merupakan bentuk pelatihan penelitian. Sekitar 13,07% atau 17 orang dari 130 mahasiswa

tingkat akhir IAIN Ponorogo mengatakan bahwa motivasi mereka dalam mengerjakan skripsi adalah untuk mempraktikkan teori penelitian. “Skripsi kan memang syarat wajib kelulusan, selain itu kita dapat mengerti tentang apa penelitian itu dan bagaimana cara kerja mencari data,� ucap Nadhirah, mahasiswi yang menyelesaikan studinya Agustus lalu. Dari 130 mahasiswa, 67 (51,54%) di antaranya mengaku ingin lulus cepat dan 16 orang (12,31%) lainnya ingin mengurangi beban orang tua membiayai kuliah. Barokah Diana Sari, mahasiswi lulusan 2018 menyatakan demikian. “Teringat sama orang tua yang dengan susah payah membiayai, kalau molor kasihan harus Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

53


K ampusiana

nambah biaya lagi,� katanya. Semangat pengerjaan skripsi juga terpengaruh dari visi mahasiswa setelah lulus. Banyak yang mengerjakan skripsi dengan setengah hati (tidak sungguh-sungguh), karena berpikiran bahwa skripsi tidak berpengaruh untuk kehidupan selanjutnya. Meskipun begitu, menurut sebagian mahasiswa skripsi sangat berpengaruh untuk masa mendatang, khususnya bagi penikmat kehidupan akademik untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Dilema penggarapan skripsi menjadi masalah sendiri bagi mahasiswa akhir. Peran setiap elemen dalam penggarapan skripsi sangat dibutuhkan, mengingat skripsi adalah syarat kelulusan mahasiswa strata satu dengan tidak menganggapnya sebelah mata, baik dari dosen pembimb-

54

ing, penguji, maupun mahasiswa itu sendiri. Esensi Skripsi Menurut Maulana (2012) skripsi merupakan karya ilmiah atau penelitian dalam bidang studi terhadap suatu masalah tertentu yang ditulis oleh mahasiswa program sarjana pada akhir studinya. Skripsi merupakan pengejawantahan dari Tri Dharma perguruan tinggi yang salah satu isinya adalah perguruan tinggi berkewajiban untuk melakukan penelitian dan pengembangan terkait ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Sugito (2013), penelitian adalah usaha manusia secara sadar dan terencana dengan tahapan secara sistematik untuk: memecahkan masalah dan menjawab pertanyaan praktis di lapangan (melalui teknologi baru), atau menambah khazanah ilmu

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

pengetahuan, baik berupa penemuan teori baru atau penyempurnaan teori yang sudah ada. Dalam pengerjaannya, tentu standar kualitas skripsi menjadi suatu tolok ukur yang seharusnya diperjuangkan oleh mahasiswa. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) sekaligus pembimbing skripsi, Luthfi Hadi Aminuddin menerangkan ada beberapa indikator skripsi yang berkualitas. “Berkualitas itu dapat kita lihat dari kemampuan menemukan masalah, kemampuan menemukan teori, menggali data, dan menganalisisnya dengan teori,� ujarnya. Senada dengan pernyataan Luthfi, Yuentie Sova Puspidalia, dosen bahasa Indonesia juga menerangkan bahwa skripsi yang berkualitas memiliki indikasi sebagai berikut: judul tidak sekedar ikut-ikutan melainkan atas dasar permasalahan yang


K ampusiana

diangkat, tema yang diambil bagus, masalah yang diangkat aktual (up to date) sesuai bidang yang diampu dan belum banyak diteliti orang lain, serta analisis yang tepat. Lain halnya dengan Yusna mahasiswi yang tengah menempuh semester sembilan mengatakan bahwa semua skripsi yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh berarti telah memenuhi standar kualitas. Selain itu menurutnya peran dari dosen sendiri juga mempengaruhi kualitas skripsi yang dikerjakannya. “Semua skripsi itu berkualitas karena semua sama-sama butuh perjuangan. Ketelatenan dari dosen juga mempengaruhi kualitas dari skripsi mahasiswa itu sendiri,” ungkapnya. Kualitas skripsi juga erat kaitannya dengan fungsi skripsi bagi mahasiswa sendiri yakni untuk membuktikan sejauh mana pengetahuan yang telah mereka dapat setelah menempuh sekian semester. “Skripsi adalah pembuktian bahwasanya mahasiswa telah mampu dalam mengaktualisasikan pengetahuan yang didapat selama tujuh semester,” kata Luthfi. Dekan FEBI tersebut juga menyatakan bahwa kualitas pengerjaan skripsi berbanding lurus dengan Indeks Prestasi Kumulatif yang dimiliki mahasiswa. Menurutnya apabila IPK mahasiswa bagus maka skripsinya juga bagus. “Jika mahasiswa dari semester satu IPK-nya bagus, maka biasanya skripsinya juga bagus,” ujar dosen yang juga membimbing pengerjaan skripsi tersebut. Problematika Pengerjaan Skripsi Proses pengerjaan skripsi secara prosedural yang pertama mahasiswa harus mengajukan judul terlebih dahulu ke ketua

jurusan masing-masing. Kemudian jika judul sudah disetujui, tahap selanjutnya adalah pembuatan proposal dan ujian proposal. Proposal yang lolos seleksi akan menjadi awal proses penulisan skripsi. Shofwatul Aini, dosen pembimbing skripsi Fakultas Syaria’ah menilai selama ini proses pengerjaan skripsi di IAIN Ponorogo sudah sesuai prosedur. “Proses pengerjaan skripsi di IAIN sudah sesuai. Sekarang ada peraturan baru yang memperbolehkan mahasiswa berkonsultasi dengan DPA (dosen wali.red), hal ini akan membantu mahasiswa dalam menemukan gambaran umum tentang skripsi masalah yang akan diteliti nantinya”, ungkapnya. Dalam prosesnya, setiap fakultas memiliki rambu-rambu sendiri sebagai panduan pengerjaan skripsi. Masalah yang akan dikaji pun dibatasi sesuai dengan kurikulum tiap-tiap jurusan. Jadi, mahasiswa tidak dapat mengkaji setiap masalah yang mereka temukan, namun harus sesuai dengan panduan dari fakultas dan dosen pembimbing. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Yuentie Sova, salah satu dosen pembimbing skripsi. ”Setiap fakultas punya panduan yang berbeda-beda dalam pengerjaan skripsi, fakultas tarbiyah dan syariah sudah beda,” kata dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan ini. Meskipun demikian, tidak menjadi jaminan jika dalam pengerjaannya mahasiswa mendapati banyak problem, entah itu datangnya dari eksternal maupun internal. Sebanyak 52,31%, yakni 68 orang dari 130 mahasiswa mengaku kendala utama dalam pengerjaan skripsi adalah rasa malas. Selaras dengan pernyataan Yuentie yang mengatakan masalah kedisiplinan dan kurang motivasi diri sendiri menjadi masalah

Sebanyak 52,31%, yakni 68 orang dari 130 mahasiswa mengaku kendala utama dalam pengerjaan skripsi adalah rasa malas.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

55


K ampusiana

56

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


K ampusiana

Ilus/ Chandra

mahasiswa dalam mengerjakan skripsi. “Ada yang mengerjakan skripsi dengan sungguh-sungguh, ada yang ecek-ecek sekedar jadi yang penting lulus, ya itu semua masalah kedisplinan,” ungkap dosen pembimbing skripsi tersebut. Erlinda, mahasiswi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) menyatakan kesannya saat mengerjakan skripsi. Ia lebih memilih untuk mengkaji masalah yang gampang agar cepat lulus. “Skripsi yang gampang saja, pokoknya jangan mempersulit diri pun juga biar cepat lulus,” katanya . Penurunan motivasi mahasiswa untuk mengerjakan skripsi juga dipengaruhi oleh penemuan bahwa skripsi yang lampau yang telah selesai dikerjakan dan diuji banyak yang kelihatan hanya ditumpuk di ruangan tertentu. Menurut mereka kurang berguna sekali skripsi

yang dikerjakan dengan susah payah hanya jadi tumpukan tak terawat. Rima, mahasiswi ekonomi syariah mengungkapkan keprihatinannya terkait kenyataan tersebut, “prihatin ya, itu kan karya penelitian tapi kok setelah jadi itu bukan apa-apa lagi, bahkan hanya ditumpuk”, ujar mahasiswi semester tujuh ini. Alwan, staf Perpustakaan IAIN Ponorogo menjelaskan bahwa skripsi yang diletakkan di perpustakaan hanya yang terbaik, karena jumlah mahasiswa yang semakin banyak sedangkan tempat yang tersedia tidak mencukupi. Akan tetapi, sejak tiga atau empat tahun silam skripsi telah dipublikasikan melalui situs web perpustakaan IAIN Ponorogo. “Sekitar tahun 2014, sudah mulai publikasi skripsi melalui web perpustakaan IAIN Ponorogo dan semua sudah diinformasikan melalui web,” ujarnya.

Bahkan di perpustakaan sudah disediakan panduan untuk mengunggah sendiri skripsi. Hal ini dilakukan karena mengunggah (upload) skripsi di web perpustakaan menjadi salah satu persyaratan untuk daftar wisuda. Gita, sarjana lulusan 2018 mengaku ketika mengunggah skripsi sendiri menemui beberapa kendala. Salah satunya jaringan internet yang kurang memadai dan error karena banyak mahasiswa yang mengunggah secara bersamaan. “Waktu angkatanku kemarin susahnya karena loading, ibaratnya kaya meledak karena semua upload, jadi sebagian di unggahkan oleh perpus,” kata eks-mahasiswi Fatik tersebut. Satu lagi, faktor yang tak kalah penting menurut Yuentie adalah kemampuan literatur mahasiswa yang masih kurang sehingga terjadi plagiasi. “Mahasiswa seharusnya meningkatkan

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

57


K ampusiana

motivasi diri, kemampuan literatur dan jangan sekedar plagiat atau salin tempel,” katanya.

“Untuk apa buat skripsi bagus-bagus padahal nanti juga tidak berpengaruh pada kehidupan kita nantinya? Paling pengaruhnya bagi yang mau lanjut S2 saja” Intan

58

Apakah Skripsi Applicable? Penelitian yang dilakukan di ranah perguruan tinggi, termasuk yang disusun dalam bentuk skripsi diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat. Hal ini dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi pasal 45, “Penelitian di Perguruan Tinggi diarahkan untuk mengembangkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa”. Apakah di kampus kita (IAIN Ponorogo.red) telah mengimplementasikan undang -undang tersebut? Kegunaan skripsi selanjutnya ditanyakan oleh banyak mahasiswa. “Untuk apa buat skripsi bagus-bagus padahal nanti juga tidak berpengaruh pada kehidupan kita nantinya? Paling pengaruhnya bagi yang mau lanjut S2 saja,” kata Intan, mahasiswi yang baru saja menyandang gelar Sarjana Pendidikan dari IAIN Ponorogo. Menanggapi hal ini, Luthfi menjelaskan bahwa skripsi memiliki dua manfaat, yakni teoretis dan praktis. Manfaat teoretis berkaitan

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

dengan standar keilmuan yang dimiliki mahasiswa. Sedangkan manfaat praktisnya berupa kontribusi hasil penelitian terhadap kemajuan atau pengembangan objek penelitian. “Dulu di Syari’ah Muamalah pernah diadakan dialog atau workshop hasil penelitian mahasiswa, tapi memang belum maksimal,” katanya. Skripsi menjadi salah satu indikator wajah dari mutu perguruan tinggi. Dalam undang-undang tentang pendidikan tinggi No. 12 tahun 2012 dijelaskan bahwa manfaat skripsi salah satunya adalah untuk meningkatan mutu perguruan tinggi dan kemajuan peradaban bangsa. Hal ini sepatutnya menjadi kajian bersama seluruh masyarakat akademik demi perkembangan kampusnya, mengingat slogan IAIN Ponorogo sebagai Research University. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Abdul Khaliq mengaku termotivasi oleh slogan tersebut dan memposisikannya sebagai sebuah cita-cita. “Visi dan cita-cita IAIN Ponorogo yang ingin menjadi research university telah memotivasi saya untuk lebih sering membaca buku dan meningkatkan kemampuan menulis,” katanya pada saat kegiatan belajar di kelas Manajemen Strategi dan Konflik.


S osok

“Penjajakan Arum Manis dengan Komunikasi Alat Musik Klasik� Jurnalis Aji Wahyu Wiguna_25.16.167

Foto/ Riza

Usaha Mikro Kecil dan Menenggah (UMKM) merupakan salah satu sektor pendongkrak perekonomian di Indonesia. UMKM berkontribusi dalam membantu mengejar target pertumbuhan ekonomi negara yang telah menampakkan hasilnya. Dibuktikan dengan data dari www.depkop.go.id menyebutkan UMKM pada tahun 2017 mencapai angka 62.922.617 penduduk dari total penduduk 264 juta jiwa. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang besar apabila dikelola dengan baik. Selain itu UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar sehingga secara tidak langsung membantu mengatasi masalah pengangguran yang ada di Indonesia. Meningkatnya jumlah UMKM ini sebanding dengan semakin tingginya rasio berwirausaha masyarakat yang saat ini mencapai angka 3,1 % pada akhir tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Sebut saja di kabupaten Ponorogo, banyak masyarakat yang mulai terjun ke dunia bisnis kecil, mulai dari angkringan, pedagang kaki lima hingga pedagang keliling. Siang itu, terasa energi panas matahari menyengat kulit hingga membakar tubuh coklat Santoso. Peluh berkucuran basah melintas di pelipis demi dagangan manis yang ia bawa berkeliling desadesa hingga kota Ponorogo. Santoso setiap hari menjajakan arum manis yang ia letakkan di wadah aluminium sehingga memudahkan untuk dibawa berkeliling. Bermodalkan pemberian alamiah dari Tuhan, Santoso menjual arum manis dengan berjalan kaki 25 hingga 30 kilometer dalam sehari. Bukan jarak tempuh yang dekat apabila dilakukan ditengah kemajuan teknologi yang menggila seperti zaman sekarang. Berangkat dari dukungan keluarga, Santoso memulai pekerjaannya pada tahun 1996 silam. Ketika itu dirinya masih berusia 21 tahun. Awalnya ia hanya Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

59


S osok

Santoso ketika ditemui di jalan baru Ponorogo

60

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Sebenarnya, bisnis arum manis tersebut merupakan hasil warisan keluarga Santoso secara turun-temurun. Di masa lalu ayah Santoso yang kerap disapa Slamet juga merupakan penjual arum manis. Berdasarkan informasi yang kami dengar dari cerita Santoso, ayahnya telah menjual arum manis sampai ke wilayah Madiun dengan tetap berjalan kaki. Bahkan Slamet rela tidak pulang berhari-hari untuk menjajakan dagangannya. Sedangkan dirinya mengaku hanya mampu menjual arum manisnya di wilayah Ponorogo saja. ”Dulu ayah saya jualan arum manis sampai madiun sana, Mas, tapi sekarang kalau saya gak kuat kalau sampai Madiun, di Ponorogo saja sudah cukup.” Hidup Harus Berani Memilih dan Memilah Sebelum menjadi seorang penjual arum manis, Santoso pernah menjadi seorang kuli bangunan. Sebab keuletan dan kerja keras, ia pun sering mendapat pujian dari Mandor. Dalam beberapa kesempatan ia juga dipercaya untuk mengawasi kinerja para kuli bangunan di tempat kerjanya. Namun kepercayaan yang diberikan oleh Mandor dirasakan Santoso sebagai beban, karena ia harus bekerja mulai pukul 07.00 sampai 16.00 WIB setiap harinya. Selain itu Santoso tidak menyukai hal-hal yang bersifat

Foto/ Aji

menjajakan dagangannya di desanya sendiri yaitu desa Mojomati kecamatan Jetis kabupaten Ponorogo. selain di desanya sendiri, ia juga berjalan ke desa-desa tetangga dengan penuh binar cahaya di matanya. Dirasa mulai laku, Santoso mulai berpikir untuk berjualan semakin jauh dengan harapan dagangannya semakin laku dan dikenal masyarakat. Santoso dikenal sebagai penjual arum manis yang unik. Keunikannya tampak dari alat musik klasik yang selalu ia mainkan dengan riang. Alat musik yang terbuat dari bambu itu ia sebut dengan nama “Ngek-ngok”. Ya, suara yang keluar dari bilahan bambu itu memang mengeluarkan bunyi ngek dan ngok sama persis dengan nama yang ia lekatkan pada benda tersebut. Keuletannya dalam berjualan membuatnya mampu mempertahankan arum manis ngek ngok eksis hingga saat ini. Di tengah hingar bingar menjamurnya borax dan pemanis buatan serta bahan kimia berbahaya lainnya, Santoso meracik arum manisnya dari bahan alami tanpa pengawet dan pewarna buatan. Sehingga ia mampu menciptakan arum manis yang lebih original, sehat dan tentu saja tidak kehilangan kenikmatan rasanya. Bersama kakak iparnya yang bernama Sarto, Santoso pun mengembangkan bisnis tersebut hingga seluruh wilayah Ponorogo.


S osok

Santoso menjajakan arum manisnya kepada pengunjung car free day

Foto/ Riza

mengatur hidupnya, sedangkan di tempat kerjanya itu terdapat sederetan peraturan yang harus ia taati. Karena itulah Santoso berniat untuk berhenti menjadi kuli bangunan dan beralih ke pekerjaan lain. Setelah berhenti menjadi kuli bangunan ia mencoba menjadi seorang buruh tani. Pada awalnya ia mendapat tawaran dari tetangganya untuk menggarap sawah. Setelah itu karena dirasa upah yang ia dapatkan lumayan bisa memenuhi kebutuhan, akhirnya ia menawarkan jasanya pada para petani yang lain. Singkat cerita karena upah yang didapat dari buruh tani sifatnya musiman sedangkan kebutuhan rumah tangganya bersifat harian, maka ia berniat untuk mencari pekerjaan lain yang lebih bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Ia menceritakan keinginannya itu pada ayahnya. Sang ayah pun memberikan arahan untuk melanjutkan pekerjaan yang sedang ia tekuni, yaitu menjadi penjual arum manis. Ayahnya juga berkisah kepada Santoso bahwa pekerjaan ini merupakan mata pencaharian kakeknya dulu. Hal inilah yang membuatnya semakin yakin dan termotivasi untuk membulatkan tekadnya dalam memulai bisnis sebagai penjual arum manis.

Tekan Kegagalan dengan Keuletan Jarum jam di dinding rumah Santoso terus berjalan mengiringi langkah kaki dan gerak gesit tangannya dalam membuat arum manis. Bahan yang ia butuhkan dalam pembuatan arum manis ngek ngok adalah gula, air, tepung terigu dan minyak goreng. Proses pembuatannya dimulai dengan mencampurkan 1 kg gula dengan air sampai semua gula terendam oleh air. Proses pencampuran itu dilakukan di dalam kuali khusus untuk membuat arum manis. Lalu kuali dipanaskan hingga campuran yang ada didalamnya menjadi kental seperti karamel. Sembari menunggu gula menjadi karamel, Santoso memanaskan ½ liter minyak yang telah dicampur dengan ½ kg tepung. Campuran inilah yang nantinya dapat membuat karamel menjadi jaring-jaring arum manis. Setelah gula menjadi karamel, proses selanjutnya adalah mencampurkannya dengan minyak tadi ke papan pipih yang digunakan untuk membentuknya menjadi arum manis. Hal yang perlu diperhatikan saat mencampurnya adalah memastikan bahwa panas minyak dengan karamel sama, karena hal ini dapat mempengaruhi hasil arum manis, jika panasnya tidak sama hasilnya tidak bisa dibentuk sesuai dengan Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

61


S osok

Tetap Berjalan Kaki di Tengah Kemudahan Alat Transportasi Setelah proses produksi yang rumit, kini arum manis siap dipasarkan. Santoso memilih memasarkan sendiri arum manisnya dari desa ke desa yang ada di wilayah Ponorogo. Di tengah mudahnya alat transportasi dia memilih memasarkan arum manis dengan berjalan kaki. Pilihan tersebut ia pilih

62

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

jiwanya. Bahkan saat sedang berjualan ia sering dikatakan sebagai orang gila. Namun hal itu tidak menjadikannya masalah. ”Ning dalan ke edan o gak po po tapi edanmu ojo mbok gowo tekan omah (Kalau gila dijalan itu tidak apa-apa, yang penting tidak dibawa kerumah)”, pungkasnya sambil tertawa ringan ketika hendak pamit kepada LPM aL-Millah untuk melanjutkan berjualan lagi.

Santoso

bukan tanpa alasan, sebab dengan berjalan kaki ia lebih mampu berkomunikasi secara intens dengan para pembeli. Selain itu dengan alat musik ngek-ngok yang ia sertakan, pembeli menjadi lebih tertarik yang hasilnya banyak pelanggan ikut menikmati permainan ngek-ngoknya. Biasanya para pelanggan meminta Santoso untuk memainkan sebuah lagu tertentu sebagai hiburan. Santoso pun melayani mereka dengan senang hati. Santoso berangkat dari rumah pukul 06.00 pagi sampai kira-kira jam 12.00 an. Ia menempuh perjalanan 25 hingga 30 kilometer untuk menjajakan arum manisnya. Jika dagangannya habis, Santoso bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar 75 ribu. “keuntungan bersinya kira-kira 75 ribuan mas, itu tiap hari kalau jualan, lumayan dari pada buruh tani yang pendapatannya musiman”, ungkap Santoso. Selain itu Santoso juga mengedepankan komunikasi yang baik dengan setiap pelanggannya. Ia percaya pelanggan akan setia apabila konsumen merasakan kepuasan dari apa yang didapatkan. Kepuasan ini tidak hanya berupa kepuasan terhadap produk saja tapi pelayanan juga perlu untuk diperhatiakan. Santoso menjalin komunikasi dengan pelanggan dengan bercanda dan tertawa bersama. Baginya pelanggan adalah anugrah dari Tuhan yang tidak boleh disia-siakan. “Yang paling penting itu komunikasi Mas, baik kepada pelanggan maupun dengan sesama pedagang,” terang Santoso ketika berhasil kami temui di jalan Suromenggolo atau Jalan Baru). Semangatnya dalam berjualan sungguh luar bisa disertai prinsip yang melekat dalam

”Ning dalan ke edan o gak po po tapi edanmu ojo mbok gowo tekan omah” (Kalau gila dijalan itu tidak apa-apa, yang penting tidak dibawa kerumah),

yang diinginkan. Setelah itu campuran tadi dilipat-lipat sampai arum manis memisahkan diri dengan sendirinya dengan bentuk seperti jarum tapi halus. Proses pembuatan ini kurang lebih membutuhkan 30 kali lipatan. Sambil membuat racikan makanan yang disukai anakanak tersebut, Santoso mengatakan tiga hal yang tidak boleh luput dari proses yaitu ketelitian, ketelatenan dan fokus pada proses. Apabila tiga hal itu ditanggalkan, maka kemungkinan besar akan bertemu pada kondisi gagal produksi. “Proses pembuatannya rumit Mas, dibutuhkan ketelatenan, keuletan, fokus yang utama. Pikiran tidak boleh kemana-mana harus fokus pada proses pembuatan arum manis, kalau sedikit saja terlena bisa gagal produksi, lha wong saya saja terkadang masih saja gagal produksi,” terangnya. Proses pembuatan arum manis ini biasanya memakan waktu kurang lebih 1 jam setengah untuk sekali masakan. Sekali produksi saja Santoso dapat melakukan hingga 12 kali masakan. Ditemani sang istri, ia membuatnya pada sore hari dan dijual pada keesokan harinya. Arum manis ini dapat bertahan selama kurang lebih selama 2 minggu jika disimpan di tempat yang kedap udara.


Menelusuri Jejak Manusia Purba di Gua Lowo

WISATA EDUKASI SEJARAH:

A lamku

B

erwisata selalu menjadi agenda yang menyenangkan untuk dilakukan. Apalagi mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang menyimpan cerita dari masa lalu. Membahas mengenai wisata sejarah, mungkin kebanyakan orang akan langsung teringat dengan situs Trowulan di Mojokerto yang memiliki koleksi bangunan peninggalan kerajaan, atau museum manusia purba di Sangiran yang erat kaitannya dengan arkeologi1 dan paleoantropologi2 . Namun, jarang sekali yang mengetahui bahwa Kota Ponorogo juga memiliki spot wisata sejarah yang unik untuk dijelajahi. 1 Ilmu tentang kehidupan dan kebudayaan zaman kuno berdasarkan benda peninggalannya, seperti patung dan perkakas rumah tangga

2 Ilmu tentang asal-usul manusia dengan cara meneliti fosil yang telah membatu

Kota Ponorogo yang terkenal dengan keindahan Danau Ngebel-nya ini turut menyuguhkan wisata alam yang juga sekaligus merupakan wisata sejarah. Menarik bukan? Wisata tersebut adalah Gua Lowo yang terletak di Kecamatan Sampung. Gua Lowo telah menjadi jejak kehidupan manusia purba yang dekat dengan alam sekitar, dimana gua ini merupakan rumah bagi mereka. Gua Lowo yang pernah dijadikan tempat bernaung bagi manusia purba, dan kini meninggalkan jejak sejarah itu melahirkan rasa penasaran crew aL-Millah. Dalam benak kami, sebagai rumah, tentu terbayang bagaimana bentuk dapur, ruang tamu dan kamar tidur dalamsebuah gua. Untuk menuntaskan keingintahuan kami, akhirnya crew aL-Millah berangkat menuju Gua Lowo untuk menelusuri jejak purbakala di gua tersebut.

Foto/ Irin

Jurnalis Irin Hamidah Mu’alimah_25.16.163

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

63


A lamku

Menggerakkan Langkah Menuju Gua Lowo Sebelum membulatkan tekad untuk meluncur ke Gua Lowo, crew LPM aL-Millah terlebih dahulu berkumpul di Warung Wakoka untuk berbincang dengan Muhammad Arifin yang merupakan salah seorang alumni LPM aL-Millah. Kami tertarik menanyakan beberapa informasi mengenai Gua Lowo. Hal ini disebabkan karena Muhammad Arifin sudah beberapa kali mengunjungi wisata tersebut. Darinya, kami mendapat petunjuk arah jalan dan secuil sejarah mengenai Gua Lowo. Setelah mendapatkan bekal yang cukup mengenai Gua Lowo dan menyadari hari semakin beranjak siang, kami segera bersiap-siap untuk berangkat menuju lokasi. Dengan mengantongi google maps, 5 crew LPM aL Millah mengendarai sepeda motor melewati jalan pramuka menuju ke arah barat. Sepanjang jalan, kami disuguhi dengan keramaian kota dan berbagai macam bangunan yang telah akrab di penglihatan kami.

•

Setelah menjumpai Jalan Sultan Agung, kami mengambil belokan ke kanan, menuju bundaran Sultan Agung. Perjalanan berlanjut dengan berbelok ke kiri, melewati Jalan K.H. Ahmad Dahlan hingga sampai di simpang empat Pasar Songgolangit. Rute kembali diteruskan di Jalan Urip Sumoharjo menuju barat, hingga sampai di bundaran. Perjalanan masih berlanjut hingga simpang 4 Sumoroto. Setelah itu, kami belok kanan di Jalan Raya Sampung sampai di simpang 4, dimana terdapat SDN 1 Bangunrejo. Selanjutnya perjalanan tetap berada di jalur jalan Raya Sampung. Selama perjalanan ini, kami telah beralih dari hiruk pikuk kota, menjadi area persawahan yang sejuk. Hamparan sawah dan padi yang menghijau menawarkan aroma ketenangan. Kami menanti-nantikan plang bertuliskan Gua Lowo di sisi kiri jalan yang menandakan tempat wisata tersebut. Setelah mencapai lokasi yang ditandai adanya plang yang menunjukkan Gua Lowo, kami segera menepi dan

Jalan setapak menuju Gua Lowo

64

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

memilih singgah sebentar di salah satu warung yang dekat dengan plang tersebut. Di sebuah warung yang sederhana, kami sejenak melepas lelah dan menghilangkan rasa haus setelah diterpa terik matahari. Tak lupa, kami bercengkrama dengan pemilik warung dan beberapa pelanggan. Kami melemparkan pertanyaan-pertanyaan seputar Gua Lowo yang ditanggapi dengan ramah. Ketika kami menyinggung pengelolaan wisata, Ibu Jematun sang pemilik warung menyatakan bahwa Gua Lowo itu dikelola oleh Pak RT. Mengurai Sejarah Gua Lowo Arah langkah kami selanjutnya adalah rumah ketua RT. Setelah mendapat petunjuk dari Ibu Jematun mengenai letak kediaman ketua RT setempat, kami menggerakkan langkah kesana. Ketua RT yang kemudian kami ketahui bernama Bapak Rokim rupanya sekaligus merupakan juru kunci Gua Lowo. Beliau menyambut kami secara terbuka dan mulai bercerita menge-


A lamku

nai bagaimana awal mulanya masyarakat menemukan jejak purbakala tersebut. Dulunya, Gua Lowo merupakan tempat berkumpulnya para kelelawar. Dalam bahasa Jawa, Lowo bermakna kelelawar. Karena itulah, tempat tersebut akhirnya dinamakan Gua Lowo. Gua Lowo yang dijumpai warga kala itu masih tampak rendah dan memuat begitu banyak kotoran kelelawar. Masyarakat sekitar memanfaatkan kotoran kelelawar sebagai pupuk tanaman mereka. Saat mengeruk kotoran-kotoran tersebut, masyarakat mendapati bagian gua yang sebelumnya terpendam di dalam tanah. Kemudian masyarakat menduga bahwa aslinya gua tersebut cukup tinggi sehingga dilakukan pengerukan dan dijumpailah sebuah gua yang cukup luas. Pengerukan di Gua Lowo terjadi saat Indonesia masih menjadi korban jajahan negeri Belanda. Aktivitas besar ini dikerjakan oleh L.J.C Van Es. Untuk menemukan kelengkapan kisah ini, kami mencari informasi dari

karya tulis “Health, Healing and The Quest For Wellbeing In Ponorogo Regency, East Java� yang ditulis oleh Caroline Campbell. Diceritakan pada tahun 1926, L.J.C Van Es, seorang ahli geologi dari biro pertambangan tengah melakukan suatu kunjungan ke daerah di sekitar Ponorogo. Dalam kunjungannya ini, seorang karyawan pabrik gula di Pagotan membeberkan pengalamannya yang berkaitan dengan Gua Lowo. Karyawan tersebut menyampaikan bahwa ia telah menemukan tulang-tulang binatang ketika sedang menggali fosfat di Gua Lowo. L.J.C Van Es yang kemudian tertarik dengan fosil peninggalan purbakala, segera melakukan pengerukan yang lebih dalam di Gua Lowo. Kegiatan pengerukan ini membuahkan hasil lebih dari informasi yang diterima L.J.C Van Es. Di Gua Lowo, tak hanya didapati beberapa kerangka manusia yang diklarifikasikan sebagai Australo-Melanesia, tetapi juga fosil-fosil lainnya seperti panah Neolitik, fragmen tembikar, belati tulang, kail pancing,

Foto/ Irin

tongkat untuk menggali ubi, akar yang dapat dimakan, alu, dan mortir. Diduga, fosil tersebut telah dipindahkan dan menjadi koleksi di museum negeri Belanda. Fosil-fosil yang lain masih ditemukan saat Indonesia telah menyatakan kemerdekaan. Pemerintah Indonesia kembali melanjutkan pengerukan pada tahun 1986 dan menemukan artefak-artefak yang berhubungan dengan alat masak manusia purba seperti arang, gerabah dan tulang-belulang binatang hasil buruan. Setelah menjelaskan panjang lebar tentang Gua Lowo, Bapak Rokim mengajak kami menuju Gua Lowo. Pemandangan yang menyambut kami adalah hutan jati yang rimbun. Bahkan terdapat bunga anggrek yang menempel pada batang pohon jati. Tak hanya itu, terdapat beberapa petak tanah perkebunan warga yang ditanami jagung dan singkong. Sementara jalan yang harus ditempuh masih berupa tanah dengan lebar jalan yang sempit. Salah satu crew bahkan sempat terpeleset dan terjatuh saat mengendarai motor karena terdapat beberapa titik jalan yang cukup sulit dilewati. Di musim kemarau seperti halnya saat ini, jalan menuju gua masih terbilang aman untuk dilalui, tetapi saat musim hujan, jalan akan berubah licin dan berbahaya untuk dilewati pengunjung. Jalan kaki akan menjadi satu-satunya cara yang dapat ditempuh untuk mencapai lokasi. Begitu sampai, tampak dipelataran gua berserakan daun-daun kering yang berguguran. Di sekitar mulut gua, juga tumbuh pohon-pohon besar seperti Winong, Kukun, dan Kunut yang menjulang ting-

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

65


A lamku

gi. Dengan nuansa hutan yang masih asri, telinga kami dapat dengan mudah mendengar suara burung-burung yang menyebrangi langit. Tak jauh dari gua, terdapat sebuah sungai yang disebut Sungai Areng. Sungai ini akan terisi air ketika musim hujan datang ke Desa Sampung. Memasuki gua, kita akanmenemukan 3 ruangan. Ruangan disebelah kiri memiliki kedalaman sekitar 4 meter dan berukuran sempit. Tanpa bantuan senter, ruangan ini gelap gulita. Ruangan ini biasa digunakan sebagai tempat semedi. Disampingnya, terdapat ruangan yang lebih luas dan cukup terang karena terpapar cahaya dari mulut gua. Fungsinya sebagai tempat memasak manusia purba. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peralatan masak seperti arang dan tulang binatang. Sedangkan bagian tengah

gua yang berukuran paling luas, digunakan oleh manusia purba untuk melakukan pertemuan. Mungkin di masa sekarang ruangan ini serupa dengan ruang keluarga atau ruang tamu. Di salah satu sudut gua, terdapat sebuah batu yang memiliki permukaan datar. Kami menjumpai abu sisa pembakaran. Rupanya batu tersebut biasa digunakan masyarakat sebagai tempat menaruh sesajen. Menurut penuturan Bapak Rokim, ritual ini umumnya dilakukan ketika masyarakat hendak menyelenggarakan acara besar. �Masyarakat sekitar mriki nek gadah hajat, mantu, sunatan, ngeten ramen2, ganduren slametan wonten mriko (masyarakat sekitar sini yang memiliki keinginan seperti hendak menghelat pernikahan, khitanan, atau acara-acara besar yang lain, biasanya meletakkan sesajen dan berdo'a disana�. Bapak Rokim turut menegaskan bahwa menaruh sesajen dimaksudkan untuk mendo’akan para leluhur tanpa ada maksud menyembah arwah atau hal semacam itu.

66

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

•

Salah satu terowongan Gua Lowo

Foto/ Irin

Seluk Beluk Pengelolaan Wisata Gua Lowo Wisata ini dikelola secara turun temurun sejak tahun 1990 oleh Sanimen (kakek Bapak Rokim), dilanjutkan oleh Somingan (19912013), lalu Bapak Rokim sendiri sejak 2014. Pengelolaan ini dinaungi oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa

Timur yag berpusat di Trowulan. Seiring waktu, pihak Trowulan melakukan pemantauan di Gua Lowo sebagai rangkaian pengecekan kondisi situs purbakala yang ada di wilayah Jawa Timur. Gua Lowo yang terletak di dalam kawasan hutan jati ini berada di bawah wewenang Perhutani Badegan. Pengembangan wisata ini sulit dilakukan karena tidak mendapat izin dari pihak Perhutani. Sehingga yang ada hanya jalan beralaskan tanah tanpa lampu penerangan. Bapak Rokim mengisahkan bahwa masih terdapat berbagai gua kecil yang tersebar di hutan tersebut, tetapi karena tidak adanya akses jalan yang memadai serta semakin rimbunnya semak-semak, gua kecil tersebut tidak dapat dijangkau lagi. Meskipun eksistensi Gua Lowo belum tampak, akan tetapi bukan berarti tidak ada yang tahu sama sekali mengenai wisata sejarah tersebut. Berdasarkan data pengunjung milik Bapak Rokim, kami menemukan beberapa sekolah di sekitar Ponorogo melakukan wisata edukasi sejarah disini. Bahkan, menurut penjelasan dari Bapak Rokim, rombongan guru mata pelajaran sejarah yang tergabung dalam program MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dari Malang secara rutin, setiap tahunnya singgah di Gua Lowo. Kebanyakan pengunjung berangkat dari lembaga pendidikan. Tujuan mereka berkunjung ke tempat ini tak lain dan tak bukan selain kunjungan wisata juga wisata edukasi sejarah untuk menelusuri jejak manusia purba.


P uisi

GALON KATA Oleh Yulia

Apa yang lebih tak payah dari menanam kata Darinya akan dibangun jembatan kota Darinya seorang dimenangkan jadi walikota Mari menyubsidi kata Kejujuran Dan kewarasan tanpa tanya Mari berbagi kesadaran Bukan janji yang membodohkan Jangan beri seratus ribu padaku Atau beratus milyar pada partaimu Bangun saja sekolah dasar di pedalaman Di gunung-gunung Subsidi air dan pupuk petani desa Makan tinggal makan Tanpa timbang-timbang Minum tinggal minum Tanpa di galon-galonkan Ehem. (Puisi ini dibuat di Gacoan, 19 Desember 2018) Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

67


P uisi

Air Dijual di Tanah Air Oleh: Yulia Aswaty Mihardjo

Mereka menjual air Dan kami membelinya di tanah air Lama-lama air jadi upah para pekerja Kertas-kertas duit tak bisa dimakan apalagi diminum Ibu pertiwi lama-lama kehabisan mata airnya Anak-anak bangsa menyubsidi air kran di bawah matanya sendiri Sebab sumber yang tersisa di setiap rumah adalah air mata Sumur-sumur kering Ikan-ikan jadi berkaki Daun-daun jadi duri Industri air jadi nomer satu setelah emas habis dikeruk Dari mana seorang dapat upah? Jika robot sudah jadi para pekerja Air hujan tak bisa ditampung Ia terlalu asam beradu asap penyaringan pabrik kota Anak bayi merengek mengisap air jerami atau jari-jari ibunya Sedang para penguasa: Tertawa membuang air kencingnya ke desa-desa

Bem LPM, 7 desember 2018 (Puisi ini dibuat saat rapat majalah kampus 2018/2019) 68

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


C erpen

Mas Paing

“Apa yang kau tulis hari itu, Mas?” Candra Nirwana. P

I

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

69

Foto/ Chandra

kan yang baru saja kugoreng kuletakkan di piring. Aku menggorengnya dua, tapi hilang satu. Dicuri Bagong, kucing tetangga yang baru saja melahirkan itu. Kuletakkan di meja bersama kopi susu dan gorengan. Mas Paing belum jua menggubrisku, masih asyik dengan lamunannya yang tak berujung. “Mas?” aku menyentuh bahunya lembut. Baru ia mau memalingkan mukanya padaku. “Kenapa, Ra?” Sabar hati aku mengulang kembali pertanyaanku. Kursi kutarik mendekat, kakinya berderit membikin suara yang mengilukan telinga. Kutatap dia pada kedalaman matanya yang teduh, berusaha menemukan dirinya di sana. “Katanya kau sedang dikejar orang-orang pemerintahan itu. Hanya perkara tulisan yang dimuat di koran mingguan. Padahal kau hanya amanuensis, cuma menyalin tulisan orang. Tapi kenapa bisa sampai diincar polisi, Mas?” Ujarku sedikit tegas. Mas Paing hanya tersenyum kecil. Berdeham pelan, “aku juga menulis cerita pendek, Ira. Pemerintah saja yang kayak anak kecil. Gampang sekali dimasukin hati.” “Tapi nyawamu dalam bahaya, Mas. Apa kau akan jadi seperti aktivis yang sekarang hilang itu? Apa kau senang bila nanti anakmu bertanya padaku, di mana sekiranya ayahnya berada? Harus bagaimana aku menjawabnya?” Aku perlahan menangis. Namun segera kuusap tanpa menunggu Mas Paing menyadarinya. “Apa Mas harus pergi dari rumah? Takut sama polisi?”


C erpen

Aku sadar nyawa Mas Paing terancam. Namun ia malah masih sempat tertawa, seolah-olah ucapanku tadi adalah guyonan terlucu di dunia. “Ira, baru saja menikah, kau sudah berkata tentang anak kita. Aku sama sekali belum menyentuhmu, Ra. Salah siapa waktu malam pertama kamu masuk angin?” Ah, Mas Paing. Aku yang khawatir begini dibuatnya menyengir lebar. Kekhawatiranku tentangnya perlahan mengabur, lalu kembali lagi, seperti air laut yang terbelah dan bertemu lagi di buritan kapal. Mas Paing sama sekali tidak memikirkan kekhawatiranku. Ah, jahat kamu, Mas. Jahat. Pukul tiga dini hari, ada ompreng yang menuju Yogyakarta lewat di depan rumah. Mas Paing hendak menumpang sampai Magelang. Jauh dari Jakarta. Terakhir sebelum naik, ia menitip pesan padaku. “Tiap minggu, bacalah koran mingguan Pandhawa. Nyonya Roekmini akan beri tahu di mana aku berada. Jangan sampai tidak baca.” “Siapa Nyonya Roekmini?” Pertanyaanku terpenggal dalam udara subuh, tanpa menemui jawaban. Sopir ompreng tak sabaran, berteriak pada Mas Paing. Waktu kemudian kembali mencandai hatiku, saat Mas Paing melambai padaku di bawah embun yang menciptakan tabir. Mas, semenjak Mas Paing pergi, rumah ini terasa sepi sekali. Tak ada yang bisa kuajak bicara, selain pada pawon, wajan, sampai panci. Berbicara

pun seperlunya pada tetangga sebelah. Kalau tidak, pembicaraan ibu-ibu tetangga tidak lain adalah kabar anak Pak Zayat yang hamil di luar nikah, Bu Burhan yang selingkuh dengan sekretaris kades yang muda itu, atau malah Pak Harto yang sedang keenakan di kursi Presiden. Tak ada pembicaraan lain selain masalah orang lain. Aku kesepian, Mas. Jika ada kau, mungkin kita bisa berbicara tentang nama anak kita kelak, berdebat tentang politik, atau bahkan menyanyikan lagu Led Zeppelin bersama. Beberapa hari kemudian, aku makin gila saja. Hanya karena kesepian tanpa kamu. Seringkali aku tak tahan untuk menulis surat padamu. Kualamatkan pada kantor redaksi Pandhawa, barangkali mereka tahu dimana kamu berada. Tapi, aku kecewa. Surat itu kembali disertai ucapan maaf dari atasanmu. Aku benar-benar kesepian, Mas. Sampaisampai Bagong aku ajak bicara. Kucing itu tak nakal lagi usai kuberi kepala dan jeroan ikan saban hari. Dia ternyata baik dan lucu. Dan aku tak lupa, saban minggu aku baca terus surat kabar mingguan, seperti yang pernah kau bilang padaku. Mas, kemarin malam aku mendengar tembakan dari depan rumah. Aku tak berani keluar, Mas. Bersembunyi aku seperti takut bertemu pocong. Baru esok pagi, aku baru berani keluar. Para tetangga mengerumuni sesuatu, seperti ratusan semut yang menyantapi bangkai serangga. Aku tak berani melihat, seseorang di tengah sana yang bertato di sekujur tubuhnya, dengan tangan terikat dan lubang di dada, menunggu untuk membusuk.

Baru esok pagi, aku baru berani keluar. Para tetangga mengerumuni sesuatu, seperti ratusan semut yang menyantapi bangkai serangga. Aku tak berani melihat, seseorang di tengah sana yang bertato di sekujur tubuhnya, dengan tangan terikat dan lubang di dada, menunggu untuk membusuk.

70

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


C erpen

Ketakutanku tumbuh liar menjelang setengah tahun. Saat enak-enak membaca koran di depan rumah, di bawah pohon jambu, beberapa tentara berbaret hijau datang bergerudukan, sampai getaran suara sepatunya mampu merontokkan buah jambu di atasku.

Di antara tetangga kita yang ketakutan, ada beberapa yang dengan sok jagoan menyumpahi dan meludahi mayatnya. “Dasar preman bajingan.” Ketakutanku tumbuh liar menjelang setengah tahun. Saat enak-enak membaca koran di depan rumah, di bawah pohon jambu, beberapa tentara berbaret hijau datang bergerudukan, sampai getaran suara sepatunya mampu merontokkan buah jambu di atasku. Mereka berkata kasar padaku. “Kamu Ira? Mana Paing?” Kujawab tidak tahu. Mereka marah. Tak mau pergi. Rumah hendak mereka geledah. Masuk rumah tak sudi mengucap salam dan melepas sepatu. Semua barangmu diambil, Mas. Kuterjang mereka, meneriaki pencuri. Namun apa dayaku. Mereka malah hanya seperti berhadapan dengan kancil yang ada dalam jebakan. Sama sekali tak mereka dengar suaraku. Malah berkata, “suami pergi, istri enakan sama lelaki lain.” Bukan sakit hati yang kurasakan, Mas. Tapi kekhawatiranku bertambah padamu. Selalu kupikir di mana gerangan kamu berada, Mas. Apa kau baik-baik saja di tempat yang mungkin tak kau kenal sama sekali? Bagaimana makanmu? Masih lapar ataukah kenyang? Bagaimana tidurmu? Maaf aku tak sempat membekalimu obat nyamuk bakar. Tapi, kembalilah, Mas. Kembalilah untukku. Koran minggu ini tercantum namamu pada kolom cerpen. Kubaca untuk melepas rindu padamu. Cerpenmu selalu bagus, mas. Katakatamu yang indah sanggup menghentikan air mataku. Hari ini ceritamu tentang gadis Jepang bernama Aori, yang merupakan Geisha di suatu pedesaan Kyoto. Ia jatuh cinta pada seorang pemuda terpelajar dari Indonesia, meski pertemuan itu hanya sekilas saat pemuda itu lewat di depan okiya. Ia bersikeras untuk menemui pemuda itu, sampai kabur dari okiya

yang membesarkan namanya. Ia rela terombangambing oleh gelombang laut, menghadapi amukan samudra yang ganas mencari korban, demi menemui pujaan hatinya. Dan ketika harapannya buntu, seorang perempuan Jawa bernama Roekmini memberitahu di mana pemuda itu berada. Roekmini? Kepalaku menegak. Teringat akan pesan terakhirmu padaku. Kubaca terus, apa yang gerangan Roekmini bilang pada Aori. “Pergilah ke Lemahdadi. Paing menunggu Aori di sana.” Lemahdadi? Rumah Paing dulu? Tanpa buang waktu, aku berkemas sebisa mungkin. Baju kumasukan seperlunya pada koper butut. Sebelum pergi, aku berpamitan pada Bagong dan memberinya lele utuh. Seperti kilat, aku segera melesat ke terminal, bersiap menghadapi perjalan panjang. Bau bus yang cukup apek membuat perutku menggelinjang, tapi kerinduanku menyumpal dadaku lebih hebat. Dalam perjalanan panjang menuju Lemahdadi, hanya namamu yang kusebut, Mas. Aku merindukanmu. Aori-mu akan datang ke sisimu. Koran masih sempat kubawa. Remuk dalam dekapanku. Aku membacanya kembali, menemukanmu di dalam bait-bait kalimat yang menari di atas kepala. Belum selesai kubaca karena terlalu senang dan terburu-buru. Mataku terus merunut kata, hingga sampai paragraf terakhir yang mengandung kata-katamu, tercetak miring. “Maaf, Aori. Aku tak bisa menemuimu lagi. Kau hanya menemukan batu nisan yang namaku terukir di atasnya. Permintaanku terpenuhi. Lemahdadi tempatku lahir, kini kembali mengandungku dengan tanah.” Jantungku seperti berhenti. Mulutku terdiam dalam bis yang menggerung keras, menyusuri jalan menuju Lemahdadi.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

71


Kunang-Kunang pada Masa Perang ID EN T I T A S F I L M

Judul Film

: Hotaru No Haka

Sutradara

: Isao Takahata

Produser

: Toru Hara

Diproduksi Oleh

: Studio Gibli

Durasi : 89 Menit

S

ebelum memasuki pembahasan yang lebih serius, ijinkan saya untuk menyingung hal-hal ringan terlebih dahulu. Sebagian orang mungkin menggangap anime hanya berisi tentang hiburan, fantasi, dan khayalan yang kekanakkanakan. Jika anda termasuk jenis manusia diatas, nampaknya anda boleh berpikir ulang kembali tentang anime setelah membaca resensi ini. Oke, Mari menuju ke pembahasan yang sebenarnya. Dua Kunang-Kunang pada Masa Perang.

72

: 1988

Resentor

: Mofik_25.16.164

sekutu. Begitu pula dengan ibu mereka yang pada akhirnya mati mengenaskan setelah sempat berjuang melawan luka bakar yang menjamah hampir seluruh tubuhnya. Karena tak memiliki sanak keluarga di kota lamanya, mereka akhirnya memutuskan untuk pindah kerumah bibinya di Nishinomiya. Hidup dengan bibinya tak serta merta mengembalikan kehidupan indah mereka. Perlakuan kurang manusiawi dari bibinya menyebabkan mereka memutuskan untuk tinggal di sebuah gua buatan yang sempit dan penggap yang biasanya digunakan untuk berlindung dari serangan udara. Mereka hidup dengan keadaan yang mengenaskan karena tempat yang tak layak dan kurangnya bahan makanan sebagai sumber gizi mereka. Keadaan mereka berdua benar-benar memperihatinkan, terutama sang adik, Setsuko. Tubuhnya kurus kering dan dipenuhi dengan becak merah yang terasa gatal dan perih karena malnutrisi. Melihat keadaan adiknya yang seperti itu, memaksa Seita untuk menghilangkan sisi kemanusiaanya. Demi menyembuhkan penyakit adiknya, ia terpaksa untuk mencuri apa pun yang dapat

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

ia curi, asal adiknya kembali sehat. Mulai dari bahan makanan sampai harta benda milik warga desa. Hingga pada akhirnya keadaan adiknya semakin parah dan hanya bisa terbujur lemas didalam gelapnya bunker. Jepang pada saat itu digambarkan berada pada titik terendah, baik kondisi negara maupun manusianya. Alih-alih mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat sekitar pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk mereka berdua, karena memang mereka tidak punya apapun untuk dibagi. Ketika Seita meminta bantuan kepada seorang petani tua, ia hanya bisa mengatakan: “Aku memang seorang petani, tapi aku tidak punya sesuatu pun yang dapat aku jual atau aku tukar untukmu”. Saat Seita membawa adiknya ke dokter pun, ia hanya bisa berkata: “Adikmu kurang gizi, berilah dia makanan”, namun ketika anak yatim piatu itu bertanya dimana ia bisa mendapatkan makanan, beliau hanya bisa diam tak berkomentar. Hingga pada akhir cerita Seita memilih untuk tidak kembali ke gua tersebut setelah pasrah dengan 3 hal, kekalahan jepang, kematian kedua orangtuanya, dan

Foto/ Google.com

Hotaru no Haka, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan memiliki arti “Kuburan Kunang-Kunang”. Film ini bercerita tentang kehidupan 2 orang kakak beradik yang bernama Seita dan adik perempuannya Setsuko pada masa perang dunia kedua. Masa kecil indah mereka terpaksa terengut setelah rumah dan seluruh kotanya (Kobe) dibumihanguskan oleh serangan

Tahun Rilis


R esensi Film

terakhir adiknya Setsuko karena malnutsiri. Grafis Bukan Nilai Jual

Foto/ Google.com

Jangan harap anda akan dimanjakan dengan grafis yang wah, bahkan kesan pertama yang muncul adalah kuno dan ketinggalan zaman. Harap maklum pemirsa, mungkin umur film ini lebih tua dari pada umur anda sendiri. Hotaru no Haka dirilis oleh studio Gibli pada tahun 1988, sudah cukup lama memang. Namun Gibli tidak menawarkan keindahan grafis pada film-filmnya, akan tetapi dengan kekuatan plotnya, penonton seakan-akan dibawa kembali pada jaman perang, dan turut merasakan apa yang dialami oleh tokoh utama yang cukup untuk membuat air mata ini keluar dari tempat persembunyiannya. Seperti yang dia tanam, begitu juga ia panen. Kekejaman jepang pada saat itu tidak hanya menyengsarakan kehidupan negara-negara yang ia jajah, akan tetapi masyarakatnya juga

turut merasakan hukum karma atas perang itu sendiri. Dimana kehidupan masyarakat selalu dihantui dengan rasa takut akan serangan demi serangan bom musuh. Rakyat harus rela kehilangan sanak saudara dan harta benda yang selama ini menjadi alasan mereka untuk tetap hidup. Ambisius perang memporak-porandakan perekonomian rakyat yang menyebabkan kemiskinan, kelaparan dan kematian akibat penyakit. Secara tegas film ini mengajarkan tentang pentingnya perdamaian dan betapa hinanya mereka yang memuja peperangan. Imbas dari ambisius perang sudah dimunculkan sejak scene awal, yang mana penonton akan dihadapkan dengan penampakan sekumpulan orang-orang dalam keadaan memprihatinkan, tidak dianggap oleh orang yang sedang lalu lalang, tak ubahnya sampah dan hewan penggerat yang sedang sekarat. Mereka berpakaian compang-camping, kurus kering, kelaparan dan dalam keadaan sekarat bersadar pada tiang-tiang besar nan kokoh, menunggu ajal

mereka masing-masing. Perang tidak hanya menghilangkan sanak saudara dan harta mereka, akan tetapi juga sesuatu hal yang peting bagi manusia, yaitu prikemanusiaan. Tak heran jika Hotaru no Haka sempat menjadi salah satu film anti perang yang terbaik dan mendapat banyak penghargaan. Pengahargaan yang pernah disabet oleh film ini diantaranya adalah “the Japan Catholic Film Award” tahun 1988, “the Special Award in the 31st Blue Ribbon Awards” tahun 1989, “the Animation Jury and Rights of the Child Awards di the Chicago International Children's Film Festival” tahun 1994, dan “the 1st Moscow International Children's and Youth's Film Festival Grand Prix” pada tahun 1998. Oleh karena itu Film ini sangat layak untuk para penikmat genre sejarah, perang, slice of life, dan juga para aktivis anti perang maupun kemanusiaan.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

73


R esensi Buku

MELINDUNGI NEGARA DARI ANCAMAN NEOLIBERALIS Judul: Melindungi Negara Dari Ancaman Neoliberalis Penulis: Erhard Eppler Penerjemah: Makmur Keliat Jumlah Halaman: xviii + 344 Penerbit: Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia Jalan Kemang Selatan II No. 2A – Jakarta 12730/Indonesia www.fes.or.id Resentor: Fandy Choirul Sholihin_25.16.162

N

74

bisch Hall dimana ayahnya adalah kepala sekolah dari sekolah tata bahasa setampat. Eppler

juga seorang mantan menteri kerjasama pembangunan Internasional (BMZ) Jerman dan salah satu tokoh sentral Partai Sosial Demokrat (SPD) dan penulis buku yang berjudul “Melindungi Negara Dari Ancaman Neoliberalis”. Dalam buku ini dia mencoba membuat historiografi tentang Negara dengan merujuk pada pengalaman Eropa (terutama Jerman) dan Amerika Serikat, serta mencoba mengulas bagaimana Negara menghadapi masa kebangkitan, kejayaan, dan kejatuhan. Buku ini diterbitkan pertama dengan bahasa Jerman pada tahun 2005, kemudian diterjemah ke bahasa Inggris oleh

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

Allan Blunden, terbitan Forumpress, United Kingdom 2009 dan diterjemah ke dalam bahasa Indonesia pada Desember 2009 oleh Makmur Keliat. Karya Eppler ini memiliki 344 halaman dengan pembahasannya yang di urai menjadi 12 bab, dan saling memiliki kesinambungan antara bab satu dengan bab yang lain. Versi Indonesia dari buku ini di awali dengan kata pengantar yang ditulis oleh Bob Sugeng Hadiwinata, seorang Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung, dengan judul tulisannya “Refleksi Historis Kembalinya Peran Negara”. Dalam buku ini Eppler menjabarkan pembahasan atas tema besarnya menjadi 12 bab bahasan, dengan judul yang berbeda-beda. Judul-judul pada bab

Foto/ Google.com

eoliberalisme atau biasa dikenal dengan paham Ekonomi Neoliberal adalah sebuah pola pemikiran politik barat yang hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi di atas segala-galanya. Paham ini juga merujuk pada filosofi ekonomi politik akhir abad ke 20-an. Sebenarnya definisi tersebut merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh perekonomian neoklasik. Seiring dengan berkembangnya zaman, neoliberalisme mulai berdialog dengan beberapa Negara, dan menampakkan wajah barunya pada sistem perekonomian Negara. Erhard Eppler adalah seorang politikus sosial yang lahir di Ulm pada 9 Desember 1926, Eppler tumbuh di Schwa-


R esensi Buku

yang di tulis dalam buku ini adalah Negara yang Bengis, Negara yang dipreteli, Kekuasaan Globalisasi, Negara yang di Perlukan, Batas-batas Swastanisasi, Perang dan Negara, Kehancuran Negara, Ancaman-ancaman Terhadap Kebebasan, Pasar Masyarakat Madani dan Negara, Negara yang di Nilai-nilai, Negara dan Partai-partai Politik, Masa Depan Negara, dan lembar tambahan; Tentang Jalan Kita Menuju Negara- Pasar? Masing-masing bab memiliki fokus dan judul berbeda namun saling berhubungan antara bab satu dengan bab yang lain. Bab pertama dari buku ini memulai pembahasannya dari karakter bengis negara, dengan merujuk pada pengalaman Jerman yang saat itu tunduk di bawah kekuasaan Adolf Hitler. Eppler mencatat pada tanggal 30 Juni 1934, sebagai awal munculnya negara yang bengis (malevolent state) ketika pada saat itu Hitler melakukan pembersihan besar-besaran terhadap kaum konservatif yang dianggap berpotensi menghadang ambisinya untuk menguasai seluruh Eropa. Sejak saat itu hingga sekitar 10 tahun ke depan, Hitler menggunakan segala cara, untuk berkuasa di seluruh Eropa. Masa itulah, bagi Eppler, merupakan masa Negara yang bengis, di mana negara Jerman di bawah kekuasaan Hitler menunjukkan wajah yang paling kejam, yang tidak hanya mengobarkan peperangan tetapi juga menciptakan bencana kemanusiaan yang luar biasa. Pada bagian lain, Eppler juga menunjukkan bahwa setelah Perang Dunia Kedua usai, semangat liberalisme di kalangan para pakar dan pemimpin negara telah menciptakan kondisi penurunan peran negara (stripping down the state).

Menurut Eppler, kejadiannya bermula pada April 1947, ketika sejumlah pemikir liberal – antara lain Friedrich August von Hayek, Ludwig von Mises, Walter Eucken, Karl Popper, Wilhelm Ropke, dan Milton Friedman – berkumpul di Paris dan memutuskan pembentukan komunitas yang khusus mempromosikan liberalisme ke seluruh dunia. Di bagian lain Eppler juga mengatakan atas analisisnya terhadap kesimpulan-kesimpulan yang dibuat Gret Haller: bahwa neoliberalisme, dengan penghargaannnya yang rendah terhadap negara, bukanlah ideologi Eropa tetapi ideologi Amerika. Karena merupakan ideologi Amerika maka neoliberalisme juga cenderung memberikan akibat buruk yang lebih sedikit bagi Amerika Serikat, dengan masyarakat madaninya yang kuat, jika dibandingkan dengan Eropa, yang masyarakat madani-nya tidak mendahului kehadiran negara, tetapi berkembang secara perlahan dalam bayangan suatu negara. Menurut Bob Sugeng, keseluruhan bahasan dalam buku ini dibungkus oleh tiga tema besar, yaitu: (1) kebangkitan dan ekspansi negara, terutama pada masa perang, dalam memobilisasi aparat keamanan untuk menjamin keamanan nasional; (2) kebangkitan liberalisme/ neo-liberalisme yang mengurangi secara signifikan fungsi dan peran negara; dan (3) kekuatan globalisasi yang mendorong tumbuhnya regionalisme sehingga mengharuskan negara untuk melakukan transformasi peran dan fungsi. Tiga tema besar inilah yang sebenarnya ingin di paparkan oleh Eppler dalam pandangannya tentang ancaman Neoliberalisme. Buku ini sangat berguna sebagai referensi kita agar mampu memahami, mengkri-

tik serta menghadapi tatanan sistem perekonomian Indonesia, yang saat ini menganut sistem liberalisasi ekonomi. Tidak dapat di pungkiri, Neoliberalisme mulai masuk di Indonesia pada era Pemerintahan Orde Baru, sejak Maret 1966. Ketika kebijakan-kebijakan pemerintah ORBA (Orde Baru) lebih berpihak pada Barat. Dengan keberpihakan ORBA pada Barat, dan membaiknya politik Indonesia dengan negara-negara Barat, maka arus modal investor asing mulai masuk ke Indonesia. Penanaman Modal Asing (PMA) dan hutang Indonesia pada luar negeri mulai meningkat. Menjelang awal tahun 1970-an, Indonesia bekerjasama dengan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Dana Moneter Internasional (IMF), yang kemudian dibentuk suatu konsorsium Inter-Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri dari sejumlah negara industri maju untuk membiayai pembangunan di Indonesia. Saat itulah Indonesia dianggap telah menggeser sistem ekonominya yang dulunya Sosialisme kini dibawa ke arah semi Kapitalisme. Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an,sistem ekonomi di Indonesia terus-menerus mengalami pergeseran. Kebijakan ekonomi Pemerintah banyak dibawa ke arah liberalisasi ekonomi; baik libelarisasi sektor industri, sektor perdagangan, maupun sektor keuangan. Atas terlacaknya rekaman jejak masuknya sistem Neoliberalisme di Indonesia tersebut, buku ini menurut resensor cocok sebagai pisau analisis bagi perkembangan sistem liberalisasi ekonomi di Indonesia.

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

75


B ilik Kampus

DEMA Institut Himbau Mahasiswa untuk Gencarkan Forum Diskusi Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA-I) merupakan lembaga eksekutif tertinggi dibawah naungan Republik Mahasiswa (RM) IAIN Ponorogo. Banyak agenda yang telah dirancang DEMA-I dalam satu periode kepengurusan. Salah satunya DEMA-I telah menggelar acara nonton dan diskusi bareng film Soe Hok Gie pada 11 September 2018 lalu di halaman depan Graha Watoe Dhakon. Nonton Bareng (Nobar) ini dilaksanakan sebagai upaya agar mahasiswa mengenal kembali dan mampu meneladani sosok Soe Hok Gie sebagai aktivis mahasiswa dan penulis tahun 60’an yang layak untuk diimplementasikan oleh mahasiswa saat ini. Agenda DEMA-I yang menarik lagi adalah “Ngaji Bareng” bersama Budayawan Ponorogo dengan mengundang Agus Sunyoto sebagai pembicara. Grup musik Kyai Iket Udheng turut menyemarakkan acara yang dibuka untuk masyarakat umum tersebut. Tentu kajian budaya dan sejarah Indonesia dirasa perlu digencarkan untuk menghadapi masyarakat yang semakin panas dengan isu-isu sosial-politik. Sementara itu Presiden Mahasiswa IAIN Ponorogo, Adhie Handika juga ingin menghidupkan kembali suasana diskusi di kalangan mahasiswa, guna terciptanya solidaritas antar mahasiswa. Dika juga menyampaikan bahwa sejatinya mahasiswa itu tidak hanya belajar dibangku kuliah saja melainkan juga melalui forum-forum diskusi entah tertutup maupun terbuka. “Diskusi itu sebagai bukti bahwa mahasiswa sebagai agen of intelektual, karena gedung kampus sebagai simbol akal sehat penghuninya.”**Dwi Aziz Azizah Agustina_Crew/ 26.17.176

DEMA FASYA: Wujudkan Generasi Yuris-Kritis! Secara umum fakultas Syariah mengkaji persoalan hukum Islam yang dijadikan inti pembahasan mahasiswa di dalamnya.Mahasiswa Syariah memiliki sebuah lembaga internal yang menaungi pengembangan kemampuan, yaitu Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah (DEMA FASYA). Lembaga ini berhasil menjalankan salah satu progam kerjanya yaitu Pelatihan Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Agama yang berlokasi di Hotel Dirgahayu Ponorogo. Kegiatan yang berlangsung pada 17 hingga 18 November 2018 tersebut dipimpin oleh Iqbalul Faizin sebagai ketua panitia penyelenggara. Tujuan diselenggarakannya acara itu adalah untuk mewujudkan sikap kritis mahasiswa Fakultas Syariah sebagai calon penegak hukum yang mampu untuk menganalisis serta menyelesaikan ‘suatu’ kasus hukum. Menurut keterangan ketua DEMA FASYA Silvia Nahla, acara tersebut diisi oleh pemateri yang ahli dalam bidang hukum seperti hakim, praktisi, akademisi dan mediator. Ia juga menerangkan bahwa pelatihan itu tak hanya menyampaikan teori, tetapi juga praktik analisis kasus.Hal itu berkenaan dengan visi misi DEMA FASYA yaitu “terwujudnya mahasiswa Syariah yang kompetitif, bernalar kritis, religius dengan tata kelola yang partisipatoris, inklusif, dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan”.Dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti itu, mahasiswa Syariah akan terbekali dengan pengalaman hukum untuk bersaing secara internal dan eksternal kampus usai mereka menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah IAIN Ponorogo.**Yulia Aswaty_Crew/ 26.17.183

Festival Budaya dan Ekonomi 2018: Terobosan Baru DEMA FEBI Festival Budaya dan Ekonomi FEBI (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam) 2018 adalah terobosan terbaru pengurus DEMA FEBI 2018-2019 IAIN Ponorogo. Waktu kepengurusan yang singkat dan tenaga kerja yang minim menyebabkan Ketua Dema FEBI mengambil tindakan penggabungan untuk seluruh program kerja. Festival yang dilaksanakan selama bulan November ini berurutan dari mulai Seminar Ekonomi, Bazar, Lomba Tari Tradisional, Debat Ekonomi, dan lomba Akustik. Seminar Ekonomi sengaja diletakkan paling awal agar mahasiswa FEBI mendapatkan Teori pada awal Festival. Sedangkan rentetan selanjutnya adalah bentuk implementasi dari teori yang telah didapatkan. Seminar Ekonomi dan Debat Ekonomi diikuti oleh Mahasiswa FEBI sendiri. Bazar yang dilakukan selama 3 hari, yakni pada tanggal 3-5 November dengan peserta Mahasiswa FEBI semester 3 dan 5 sebagai penjual. Sedangkan Lomba Tradisional dan lomba Akustik diperuntukkan mahasiswa umum. Ketua Dema FEBI, Aji Binawan berharap agar Festival ini dapat meningkatkan wawasan kewirausahaan Mahasiswa FEBI sendiri, sekaligus menumbuhkan serta mewadahi minat dan bakat jiwa budayawan pada seluruh Mahasiswa. Malam Puncak Seni dan Budaya yang berlangsung di Graha Watoe Dhakon pada tgl 17 November juga sangat meriah. Antusiasme penonton tak hanya dari jurusan FEBI, banyak juga mahasiswa dari jurusan lain mengisi kegiatan malam minggu dengan menonton Malam Puncak tersebut. Apalagi kedatangan grup band Reggae “Semut-semut merayap” semakin memecah puncak acara. **Dinda Ayu Amalia Putri_Crew/ 26.17.171

76

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


B ilik Kampus

Tumbuhkan ‘Embrio’ Sastrawan bersama Gus Candra Malik Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK) merupakan salah satu organisasi intra kampus yang menaungi dan mewadahi aspirasi mahasiswa jurusan Tarbiyah IAIN Ponorogo. Beberapa agenda dilaksanakan oleh DEMA FATIK, seperti kegiatan “Refleksi Hari Santri” dan “Ngaji Sastra” bersama Gus Candra Malik. Refleksi Hari Santri dilaksanakan sebagai bentuk peringatan HSN yang jatuh setiap 22 Oktober. Alasan diadakan kegiatan tersebut yaitu untuk mengingatkan kepada santri sekarang atas perjuangan para kyai dan santri terdahulu dalam melawan penjajah. Refleksi dilaksanakan untuk mendiskusikan dan mengembangkan diskusi pada mahasiswa khususnya mahasiswa FATIK dengan maksud untuk meningkatkan pengetahuan tentang santri di zaman dahulu sampai sekarang. Selain refleksi HSN, acara yang menarik dari DEMA FATIK adalah diselenggarakannya Ngaji Sastra dengan mengundang salah satu sastrawan sekaligus budayawan nasional Gus Candra Malik. Karena dibuka untuk umum, Ngaji Sastra yang diselenggarakan pada 5 Desember 2018 lalu itu ramai dikunjungi penonton. Graha Watoe Dhakon dipenuhi oleh hadirin mahasiswa maupun masyarakat umum. Menurut penjelasan wakil Dekan FATIK Harjali mengatakan acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan basic ekspresi mahasiswa di bidang seni, budaya, dan juga sebagai motivasi bagi para embrio sastrawan di kampus. **Shofia Mar’atus sholikhah_Crew/ 26.17.179

Tingkatkan Progresivitas Melalui Pesta Kata DEMA FUAD Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah (DEMA FUAD) merupakan organisasi intra yang menaungi mahasiswa FUAD secara universal. Kreativitas mahasiswa semakin terlihat dari gerakan yang diagendakan oleh lembaga ini. Lembaga yang dipimpin oleh Aruny Hayya Al-Fadli, mahasiswa IAT tersebut, pada tanggal 9 sampai 11 November 2018 lalu, telah menyelenggarakan Pesta Kata (Pesona Ta’aruf Keakraban Intelektual). Acara itu digelar sekaligus sebagai agenda pemilihan Ketua Mahasiswa Angkatan 2018 (KMA) yang berlokasi di Mahad IAIN Ponorogo. Kesenjangan sosial menjadi salah satu penyakit mahasiswa yang menurut ketua DEMA Fuad tersebut harus segera dicarikan solusinya. Maka dari itu, adanya kegiatan Pesta Kata sebagai salah satu upaya atas kesenjangan tersebut. Kesenjangan itu kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan-perbedaan mendasar yang dialami setiap jurusan di FUAD. Sementara itu, forum-forum pengembangan mahasiswa juga digelar sebagai penunjang progresivitas mahasiswa baik kesadaran sosial maupun kebutuhan akan intelektual. Selain itu, Pesta Kata juga bertujuan untuk menumbuhkan antusias mahasiswa dalam merealisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta meningkatkan progresivitas mahasiswa dalam mengembangkan kepekaan sosial dan kebutuhan nalar intelektual. **Siti Umi Nafi’ah_Crew/ 26.17.180

Langkah awal SEMA Institut Gelar Sidang Paripurna I Senat Mahasiswa Institut (SEMA-I) laksanakan SIDANG PARIPURNA I pada tanggal 29-30 November 2018. Kegiatan ini diketuai oleh Muhammad Billy Royan. Sidang paripurna yang di buka pukul 14.00 WIB bertempat di aula pasca sarjana IAIN Ponorogo ini dihadiri oleh perwakilan seluruh ORMAWA se-IAIN Ponorogo. Slamet Budi Mulyo ketua SEMA-I memberitahukan bahwa tujuan diadakannya kegiatan ini adalah mewujudkan kelancaran dan ketertiban jalannya roda organisasin Republik Mahasiswa (RM) IAIN Ponorogo. Selain itu juga membentuk kepastian hukum yang telah disepakati melalui sidang tersebut, sebab tidak adanya kepastian ataupun pedoman baku tentang keadministrasian. Hal lain yang melatarbelakangi sidang ini juga karena kurangnya pemahaman anggota ormawa RM IAIN Ponorogo terhadap aturan-aturan terkait ORMAWA. Meskipun sebenarnya pemahaman bisa didapat melalui sosialisasi aturan terhadap aturan-aturan yang belum berlaku sebagai aturan sementara. Sidang ini tentunya membahas aturan baru RM IAIN Ponorogo, tetapi baru bisa terlaksana di waktu hampir setengah periode kepengurusan. Padahal hampir semua ORMAWA se-Institut sudah melaksanakan progam kerjanya (kegiatannya) yang harusnya memakai aturan terpadu RM IAIN Ponorogo terkait administrasi kegiatan.**Yulia Aswaty_Crew/ 26.17.183

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

77


B ilik Kampus

Pemaksimalan Peran dan Fungsi SEMA FASYA melalui Sidang Paripurna I Senat Mahasiswa Fakultas Syariah (SEMA FASYA) adalah organisasi kemahasiswaan yang secara kelembagaan merupakan lembaga Legislatif tertinggi di tingkat Fakultas Syariah. Peran SEMA dalam Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) adalah Legislasi, Budgeting dan Controlling, serta Advokasi dan Aspirasi. Dalam memaksimalkan kerja dan peran SEMA FASYA sebagai lembaga Legislatif fungsi legislasi, SEMA FASYA telah melaksanakan kegiatan Sidang Paripurna I pada tanggal 29-30 September 2018. Pelaksanaan Sidang Paripurna I ini diketuai langsung oleh Koordinator Komisi I fungsi Legislasi, Agus Ainur Rofiq. Sidang tersebut membahas mengenai program kerja SEMA FASYA selama satu tahun ke depan. Endra Febrianto selaku Ketua SEMA FASYA menjelaskan tujuan dari pelaksanaan Sidang Paripurna I adalah, pertama, membangun pendekatan emosional internal FASYA. Kedua, merumuskan dan menetapkan PROKER bagi SEMA FASYA selama masa jabatan setahun kedepan. Ketiga, pemaksimalan peran fungsi dari SEMA FASYA itu sendiri. Selain itu, sudah ada ketentuan terkait yang mengatur tentang dilaksanakannya Sidang Paripurna I. Di samping itu, Endra Febrianto juga mengatakan jika pelaksanaan kegiatan tersebut sudah berjalan dengan baik, hanya saja masih ada yang perlu ditingkatkan lagi. “Dari pihak anggota masih ada yang harus ditingkatkan lagi”, ujar Endra kepada Crew LPM aL-Millah. **Eka Purwaningsih_Crew/ 26.17.173

Sema FEBI: Maksimalkan Agenda Kegiatan Internal Melalui Sidang Paripurna Senat Mahasiswa (SEMA) yang meliputi Sema Institut (Sema I) dan Sema Fakultas (Sema F) merupakan salah satu organisasi dibawah naungan Repulik Mahasiswa (RM) di IAIN Ponorogo. Dalam rangka memaksimalkan kegiatan internalnya sebagai Lembaga legislatif, Sema Febi telah melaksanakan agenda rutin yang dilakukan setiap tahun. Kegiatan internal tersebut diagendakan melalui “Sidang Paripurna”. Seperti halnya Senat Mahasiswa lainnya, ketika melakukan sidang tentunya melibatkan anggotanya yang meliputi semua ormawa dibawah naungannya. Seperti HMJ Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), UKM dan delegasi perwakilan kelas turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Menurut Bagus Ervin Nur Fauzi yang menjabat sebagai ketua SEMA Febi, kegiatan ini mempunyai tujuan utama yaitu ntuk pengesahan program kerja dari kegiatan intra seperti HMJ atau DEMA. Melalui kegiatan ini diharapkan akan ada sinergitas antara ormawa, dekanat dan mahasiswa sehingga terjalin hubungan emosional secara koordinatif yang lebih baik. **Ririn Suhartanti_Crew/ 26.17.178

Aspiration Day: Penjembatan Antara Mahasiswa dengan Civitas Akademika Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (SEMA FUAD) merupakan salah satu lembaga intra yang posisinya masih berada di dalam naungan Republik Mahasiswa IAIN Ponorogo. Untuk melaksanakan tugasnya, SEMA Fuad yang berada dalam pimpinan Tri Puspita Sari mengadakan acara “Aspiration Day” pada 5-7 November 2018. Menurut Tri Puspita Sari tujuan diadakannya “Aspiration Day” yaitu untuk menampung aspirasi mahasiswa FUAD secara langsung. Hal ini berangkat dari kegelisahan yang disebabkan oleh banyaknya mahasiswa pasif terhadap kondisi kampus. Selain itu, Aspiration Day cukup membantu sebagai jembatan antara mahasiswa dan pihak terkait seperti Lembaga ranah fakultas, Dekanat dan pi-

hak lainnya yang masih di lingkup Fuad. Oleh sebab itu dengan diadakannya kegiatan tersebut dapat dijadikan contoh sekaligus bukti transparansi kebijakan serta informasi-informasi yang mencakup kepentingan mahasiswa FUAD. **Zona Rozzaqul Putri Aghnata_Crew

78

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


B ilik Kampus

Wujudkan Solidaritas IAT Melalui PIKAT Oktober lalu, Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir (HMJ IAT) IAIN Ponorogo mengadakan PIKAT (Pekan Ilmiah Kemahasiswaan al-Qur’an Tafsir) di Desa Purwosari Babadan Ponorogo. Jurusan yang mempelajari tafsir Alquran ini sering dianggap sulit dan tidak semua orang bisa atau kuat mempelajarinya. Kedalaman cara berfikir sangat diabdalkan karena konsen ilmunya seputar dasar-dasar agama Islam. Juga tidak jauh dari pemikiran-pemikiran seputar Islam dan berbagai pemahaman tentangnya. Bukan tanpa alasan, PIKAT diadakan karena adanya kekhawatiran mahasiswa IAT yang seringkali merasa salah jurusan, sehingga memilih untuk keluar dari IAT. Selain itu banyak juga mereka yang memilih keluar dari IAT, dikarenakan tidak kuat dengan materi-materi yang ada. Dengan adanya kegiatan ini mahasiswa diharapkan lebih mengenali IAT dan solid dengan kakak tingkatnya. Karena, dengan mengenal lebih dalam mereka tidak akan mudah menyerah pada jurusan dan materi IAT. Solidaritas mahasiswa IAT pun bisa terbentuk sehingga mereka kuat dan saling menguatkan.**Agus Setyawan_Crew

Forum Pengenalan Manajemen Organisasi Oleh HMJ MPI Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Menejemen Pendidikan Islam (MPI) merupakan organisasi intra kampus yang berada didalam naungan Republik Mahasiswa (RM) IAIN Ponorogo. HMJ MPI menjadi wadah untuk menjalin komunikasi dan aspirasi mahasiswa jurusan MPI. Selain itu, HMJ MPI juga aktif mengadakan program kerja sebagai bukti kreativitasnya. Hal tersebut dibuktikan dengan diselenggarakannya kegiatan manajemen organisasi dan barometer pendidikan pada 28 hingga 30 Desember 2018 lalu. Acara tersebut bertujuan untuk mengenalkan kepada mahasiswa baru (MABA) mengenai manajemen organisasi serta mengajak mahasiswa supaya dapat menganalisis sistem pendidikan di Indonesia. Acara tersebut cukup mendapatkan antusias dari MABA MPI dengan persentase kehadiran mencapai 85% dari MABA MPI secara keseluruhan.. Selain tujuan yang telah disebutkan, forum tersebut juga sebagai masa pengenalan antara pengurus HMJ MPI dengan mahasiswa baru. Ibnu Nuryansah selaku ketua HMJ MPI berharap dengan adanya acara tersebut, dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara pengurus HMJ dengan MABA serta dapat tercapainya apa yang menjadi visi dan misi HMJ MPI. **Dwi Aziz Azizah Agustina_Crew/ 26.17.172

Tingkatkan Kreativitas Berbahasa Inggris dalam Summer Camp 2018 Eksistensi tampaknya menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan keaktifan sebuah organisasi. Untuk menerapkan hal tersebut Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tadris Bahasa Inggris (TBI) telah menunjukkan eksistensinya dengan mengadakan Summer Camp. Agenda ini diadakan pada 29-30 September 2018. Summer Camp ini memiliki tujuan seperti yang menjadi visi dari HMJ yaitu untuk memperkenalkan kepada mahasiswa baru tentang program studi Tadris Bahasa Inggris (TBI). Pengenalan tersebut berupa pemahaman mengenai apa itu HMJ TBI beserta seluruh divisi dan tugas di masing-masing divisi, melatih mahasiswa baru supaya aktif dalam berbahasa Inggris selama mengikuti organisasi dan melatih kemandirian agar dapat beradaptasi di manapun tempatnya, salah satunya lingkungan kampus sebagai tempatnya berproses. Acara ini dilakukan sebagai program tahunan HMJ. Selain itu juga sebagai cara untuk mempererat tali persaudaraan, serta meningkatkan kreativitas berbahasa Inggris bagi mahasiswa TBI. Tentu saja Summer Camp ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa baru TBI, menambah banyak pengalaman dan membantu mereka untuk lebih mengenal satu sama lain.**Lia Hikmal Maula_ Crew/ 26.17.177

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

79


B ilik Kampus

MASA KEAKRABAN GALANG KEHARMONISAN MAHASISWA PIAUD Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (HMJ PIAUD) tidak kalah dalam mempertahankan eksistensi dalam mengembangkan kemampuan mahasiswanya. Sama halnya dengan jurusan lain, HMJ PIAUD mengadakan “Masa Keakraban” sebagai pengenalan jurusan kepadamahasiswa baru. Kegiatan tersebut mengusung tema “Dengan Kebersamaan Kita Menjalin Keharmonisan”. Agenda ini dilaksanakan selamasatu hari sajayaitupada 16 September 2018 yang bertempat di Ma’had Ulil Abshar IAIN Ponorogo. Kegiatan tersebut menjadi ajang untuk mengenal jurusan PIAUD dan menumbuhkembangkan solidaritas antar mahasiswa. Selain itu mahasiswa juga dapat membangun jalinan komunikasi yang harmonis, serta rasa kekeluargaan antar sesama mahasiswa. Atas terlaksananya kegiatan tersebut pihak HMJ PIAUD berharap dapat memberi manfaat dan mahasiswa baru dapat mengenang pengalaman kebersamaan bersama keluarga PIAUD. Kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan cukup baik, seperti yang disampaikan oleh Mastna Nezamul Khusaiyah yang tengah memegang kepemimpinan sebagai ketua jurusan PIAUD. Ia mengatakan, “acara ini dapat berjalan dengan baik, hampir 95% mahasiswa baru hadir dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini.” **Fitria.Aya_Crew

Mukhoyyam ‘Arobiy Hingga MUKTAMAR ITHLA ke-7 Sebagai Bukti Eksistensi Jurusan PBA Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (HMJ PBA) merupakan salah satu organisasi intra kampus yang menaungi seluruh mahasiswa dijurusannya, hingga bertanggungjawab atas kemampuan berbahasa arab mahasiswa PBA. Jumlah mahasiswa yang tidak terlalu banyak membuat HMJ PBA untuk tetap menjaga ukhuwah demi tercapainya peningkatan kualitas mahasiswanya. Melihat hal tersebut, HMJ PBA melaksanakan suatu kegiatan yang merupakan progam kerja kepengurusan dengan nama “Mukhoyyam ‘Arobiy” dengan tema “Menggenggam Bahasa Arab dan Mempererat Ukhuwah Islamiyah” yang dilaksanakan di Krajan, Wates, Jenangan, Ponorogo pada2830 September 2018. Dalam acara tersebut terdapat berbagai macam kegiatan yang menunjang mahasiswa untuk membangun keakraban dan mempererat rasa persaudaraan. Selain HMJ PBA, yang menarik dari Jurusan Pendidikan Bahasa Arab ini adalah adanya Persatuan Mahasiswa Bahasa Arab atau disebut dengan ITHLA’ yang memiliki jaringan tingkat regional, nasional hingga jaringan internasional. ITHLA telah rutin menyelenggarakan konferensi mahasiswa atau Muktamar setiap tahunnya. Sinergitas HMJ PBA dan ITHLA terbukti dengan digelarnya acara Kemah Bahasa Arab dan Konferensi Mahasiswa Bahasa Arab se-Asia Tenggara atau disebut dengan Muktamar Ithla ke-7 pada pekan terakhir November 2018 laludi IAIN Ponorogo. Beragam kegiatan dan jaringan tersebut menunjukkan bukti eksistensi berjejaring dari mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.**Fitria Aya_Crew

Leadership of Zakat and Wakaf dalam Agenda HMJ MAZAWA Sebagai lembaga internal yang tergolong baru, HMJ MAZAWA (Manajemen Zakat dan Wakaf) telah membuktikan upayanya sebagai lembaga pengembangan kemampuan mahasiswa di jurusannya. Awal November 2018 lalu, HMJ MAZAWA menyelenggarakan sebuah kegiatan bertajuk “Leadership of Zakat dan Wakaf”. Sasaran dari agenda tersebut adalah mahasiswa di jurusan MAZAWA angkatan 2018. Sejumlah mahasiswa hadir dan turut aktif mengikuti kegiatan itu. Menurut Ketua HMJ Mazawa, Arif mengatakan pengetahuan kepemimpinan dirasa sangat perlu disampaikan dan dikaji untuk mendongkrak jiwa kepemimpinan Mahasiswa saat ini yang semakin kehilangan ruhya. Selain itu, acara yang diselenggarakan atas dasar pimpinan Arif tersebut bertujuan untuk mempererat solidaritas antar sesama mahasiswa maupun terhadap lingkungannya. Pada akhirnya hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah para mahasiswa dapat meningkatkan jiwa kepedulian antar sesama dan mengembangkan kemampuan mahasiswa di bidangnya. Nantinya hal tersebut akan sangat bermanfaat dan berpengaruh pada prospek kerja mahasiswa Mazawa di masa mendatang. **Dinda Ayu Amalia Putri_Crew/ 26.17.171

80

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


B ilik Kampus

“RIBS” Sebagai Jalur Tempuh Edukasi Mahasiswa Perbankan Syari’ah Himpunan Mahasiswa Jurusan Pebankan Syari’ah (HMJ PS) merupakan salah satu organisasi intra kampus yang menaungi mahasiswa jurusan PS di IAIN Ponorogo. Sebagaimana program kerjanya, HMJ PS masa bakti 2018-2019 telah menyelenggarakan kegiatan “Reflection of Islamic Banking Students” atau disebut RIBS, yang saat itu diketuai oleh Iyan Supo Prabowo Kritiyanto. Kegiatan RIBS berlangsung pada 26 hingga 28 Oktober 2018. Agenda yang berlokasi di Balai Desa Ngunut kecamatan Babadan Ponorogo tersebut tercatat diikuti oleh 120 mahasiswa baru Perbankan Syari’ah (PS). Seperti agenda yang lain, RIBS dilaksanakan bukan tanpa tujuan. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan tersebut adalah untuk mengenali potensi diri, menumbuhkan sikap solidaritas, menambah wawasan tentang keorganisasian, peran dan fungsi kepada mahasiswa PS. Alasan dilaksanakannya kegiatan tersebut sebagai edukasi dan pengenalan secara mendalam mengenai Perbankan Syari’ah bagi mahasiswa baru yang belum mengetahui secara spesifik tentangjurusannya dan meningkatkan reputasi kualitas dan kuantitas para mahasiswa PS. Harapannya dengan diadakan kegiatan tersebut, mahasiswa PS akan berlatih bergaul, bersosialisasi, dan berbaur dengan mahasiswa lainnya dari latar belakang yang berbeda-beda serta dapat mengenali dan mengetahui fungsi sebagai mahasiswa. **Shofia Ma’atus Sholihah_Crew/ 26.17.179

Kenduri Keakraban, Agenda Tahunan HMJ PGMI Salah satu lembaga internal yang digerakkan secara masif adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI). HMJ PGMI merupakan organisasi mahasiswa intra kampus di dalam naungan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK) dan masuk dalam garis instruksi DEMA Institut. HMJ PGMI memiliki visi mewadahi aspirasi mahasiswa jurusan di wilayah PGMI. Salah satu agenda yang telah digelar oleh lembaga intra ini adalah Kenduri Keakraban pada 21 hingga 23 September 2018. Berangkat dari tema “Menumbuhkan Jiwa Sosial Budaya dan Intelektual Pada Mahasiswa PGMI Melalui Pendidikan Karakter”, maka acara yang digelar di wilayah Wilangan Sambit Ponorogo tersebut berhasil menghadirkan 245 mahasiswa PGMI. Muhammad Rofi’i yang tengah menjabat sebagi ketua HMJ PGMI pernah mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mempererat solidaritas keluarga besar jurusan PGMI. Selain itu juga sebagai sarana untuk menumbuhkan minat berorganisasi bagi mahasiswa baru. Rofi’i menambahkan bahwasannya kegiatan ini menjadi agenda tahunan HMJ PGMI yang rutin dilaksanakan. **Dendy Pramana Putra_Crew/ 26.17.179

HMJ Tadris IPS: Kenalkan Jaran Thek melalui Ngaji Budaya Pada periode kedua ini, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan salah satu organisasi intra kampus, telah menggelar acara Ngaji Budaya dengan tema “Aktualisasi Budaya dalam Bingkai Pendidikan Sosial (Perspektif Budaya terhadap Fenomena Kesenian Jaran Thek di Kabupaten Ponorogo)”. Ngaji budaya berlangsung selama sehari di Aula Pascasarjana IAIN Ponorogo. Acara ini turut diikuti semua mahasiswa dari Jurusan Tadris IPS, mulai dari semester 1 hingga semester 5. Ketua HMJ IPS, Amiruddin menjelaskan bahwa acara ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan memperkenalkan budaya daerah Ponorogo serta menanamkan nilai-nilai budaya kepada seluruh mahasiswa Tadris IPS. Dalam acara ini, HMJ Tadris IPS menggandeng dua pemateri yaitu Wiroyudho sebagai penasehat Paguyuban Kasepuhan Tri Tunggal Ponorogo dan Bejo Kumoro sebagai ketua Paguyuban Kesenian Jaran Thek Krido Manggolo Truneng Slahung Ponorogo. Ngaji budaya ini dilaksanakan supaya mahasiswa lebih mengenal kesenian Jaran Thek dari hasil diskusi maupun penampilan langsung dari paguyuban kesenian Jaran Thek tersebut. **Dendy Pramana Putra_Crew/ 26.17.179

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

81


B ilik Kampus

Social Counseling Camp HMJ BPI: Pengenalan Jurusan Lebih Lanjut Selayaknya agenda wajib organisasi di ranah jurusan, mahasiswa baru memang harus dikenalkan dengan keorganisasian, keintelektualan, serta administrasi di jurusan masing-masing. Jum’at (19/10/2018) siang, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) IAIN Ponorogo menyelenggarakan Social Counseling Camp dalam rangka kegiatan Orientasi Mahasiswa Jurusan (Osmajur) di lapangan Sukosewu Sukorejo, Ponorogo. Acara yang ditujukan untuk mahasiswa baru (maba) BPI IAIN Ponorogo ini bertujuan meningkatkan solidaritas dan jiwa sosial serta mengenalkan jurusan BPI lebih mendalam. Osmajur yang terlaksana selama tiga hari dua malam ini, terdapat kegiatan berupa penyampaian materi, bakti sosial dan apresiasi seni. Acara berlangsung sukses dan lancar dengan partisipasi dari mahasiswa baru yang lebih dari separuh jumlah keseluruhan. Dapat dilihat tingginya antusias peserta di setiap sesi acaranya, dan kehadiran yang mencapai sekitar 85% seluruh jumlah maba BPI. Seperti disampaikan Aris, ketua HMJ BPI, “acaranya sukses dilihat dari sekitar 85% peserta yang hadir, dan kegiatan yang berjalan dengan lancar. Meskipun setiap kegiatan pasti ada beberapa kendala, namun dapat teratasi.” Adam, selaku ketua Panitia SCC berharap maba BPI dapat saling menjalin kekeluargaan dan senantiasa menambah keilmuan jurusan. “Semoga mereka bisa mengasah diri untuk menjalin kedekatan secara kekeluargaan dan menambah keilmuan Bimbingan Penyuluhan Islam” tuturnya. **Ahmanda Fitriyana Fauzi_Crew/ 26.17.169

HMJ IPA: Tanamkan Kepedulian Lingkungan Melalui ORMAPA Alam semesta merupakan objek nyata yang dapat dikaji dan diteliti. Sebagai manusia yang mengaku intelektual sudah selayaknya mahasiswa dapat menjaga keseimbangan lingkungan. Untuk menerapkan konsep alamiah tersebut, Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (HMJ IPA) IAIN Ponorogo menyelenggarakan kegiatan Organisasi Mahasiswa IPA (ORMAPA) di Desa Ngunut Babadan Ponorogo pada 28-30 September 2018. Agenda ini digelar sebagai respon atas maraknya masyarakat yang mulai menanggalkan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar. Terbukti dengan praktik membuang sampah sembarangan dan pembakaran hutan adalah contoh paling nyata dari ketidakpedulian tersebut. Selain itu masih banyak lagi tindakan masyarakat yang mencerminkan

ketidakpedulian terhadap lingkungan yang ditempati. Sementara itu menurut Wisnu Saputra selaku ketua HMJ IPA, dengan terselenggaranya ORMAPA tersebut diharapkan mahasiswa IPA dapat membangun sikap kepedulian terhadap lingkungan. Selain itu juga memupuk rasa kekeluargaan antar mahasiswa IPA dan kepekaan sosial kepada masyarakat sekitar. Wisnu juga mengungkapkan harapan agar kedepannya jurusan IPA dapat dikenal masyarakat luas dan bangga dengan keberadaan jurusan IPA. **Zona Rozzaqul Putri Aghnata_Crew

HMJ PAI: Pelatihan Leadership dalam Manajemen Organisasi dan Administrasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Agama Islam (PAI) pada kepengurusan 2018-2019 telah mengadakan kegiatan Management Organisasi dan Keadministrasian (MOKA). Lembaga intra kampus ini menyelenggarakan MOKA sekaligus sebagai Orientasi Mahasiswa Jurusan (Osmajur) PAI. Agenda ini dilaksanakan pada 21 hingga 23 September 2018 yang berlokasi di Balai Desa Siwalan kecamatan Mlarak kabupaten Ponorogo. Berangkat dari minimnya kemampuan leadership di kalangan mahasiswa, maka acar ini diadakan sebagai solusi atas keresahan yang dirasakan para pengurus HMJ PAI. Ibnu Hamdan Muzakki sebagai Ketua HMJ PAI menjelaskan kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan tentang kepemimpinan dan pengelolaan organisasi, mengembangkan minat dan bakat keadministrasian, membina keterampilan mahasiswa dalam berorganisasi serta memotivasi mahasiswa untuk memiliki karakter seorang pemimpin. Selain itu titik tekan yang diprioritaskan dalam acara tersebut adalah pembiasaan positif untuk mengawali setiap pekerjaan yaitu 5S yang berarti salam, sapa, senyum, sopan, dan yang terakhir adalah santun. **Siti Umi Nafi’ah_Crew/ 26.17.180

82

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


B ilik Kampus

Kopma Al-Hikmah : Regenerasi Kader Kopma melalui DIKSARKOP Koperasi Mahasiswa (Kopma) Al-Hikmah IAIN Ponorogo merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa yang mewadahi mahasiswa dalam bidang kewirausahaan. Organisasi ini memuat beragam program kerja yang berkaitan dengan pelatihan bisnis dan rutin diadakan setiap tahunnya. Salah satu agenda yang telah dilaksanakan adalah Pendidikan Dasar Koperasi atau disingkat DIKSARKOP. Kegiatan ini memiliki tujuan yaitu berkaitan dengan regenerasi kader Kopma, menanamkan jiwa koperasi dan wirausaha bagi anggota baru. Diksarkop tersebut dilaksanakan pada 19-21 Oktober 2018 di Balai Desa Pondok Babadan, Ponorogo. Diksarkop ini juga sebagai ajang untuk meningkatkan rasa kekeluargaan anggota Kopma seluruh angkatan. Sairul Auladi selaku ketua Kopma Al-Hikmah mengatakan kegiatan Diksarop tersebut terlaksana cukup lancar dan baik. Meskipun terdapat beberapa kendala namun pihaknya mampu mencarikan solusinya. Kopma Al-Hikmah berupaya untuk meningkatkan kemampuan berwirausaha bagi anggotanya dan UKM ini berharap dengan adanya kegiatan ini dapat menciptakan bibit kader koperasi yang lebih kompeten. **Ahmanda Fitriyana Fauzi_Crew/ 26.17.169

Menjaring Minat Bakat dalam Pekan Olahraga Mahasiswa Unit kegiatan mahasiswa (UKM) Olahraga merupakan salah atu UKM yang ada di bawah naungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Melaksanakan program kerja rutin setiap tahunnya, UKM Olahraga mengadakan Pekan Olahraga Mahasiswa. Lewat Pekan Olahraga Mahasiswa ini UKM olahraga berharap dapat menjaring minat bakat mahasiswa IAIN Ponorogo, khususnya di bidang olahraga yang belum terekspos. Berbagai cabang olahraga dipertandingkan dan disambut antusiasme mahasiswa. Terlihat dari banyaknya calon peserta yang melebihi target yang sudah ditentukan. Pada tanggal 26 november–3 desember 2018, tempat perlombaan selalu ramai peserta dan penonton. Dari kegiatan ini diharapkan UKM Olahraga dapat lebih dikenal khalayak dan dapat terus mengembangkan bakat internalnya. **Umar Alix Nasuha_Crew/ 26.17.181

Dies Maulidiyah UKI Ulin Nuha: Festival Banjari Hingga Dakwah Competition Unit Kegiatan Islam (UKI) Ulin Nuha IAIN Ponorogo merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa yang mewadahi mahasiswa dalam bidang keagamaan. Salah satu agenda besar yang diselenggarakan adalah perayaan Dies Maulidiyah UKI ke-15 pada 30 November hingga 3 Desember 2018 lalu. Kemasan acara pun dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan yang dibuka untuk seluruh mahasiswa dan masyarakat umum. Pertunjukan tersebut berupa Talk Show, Festival Al-Banjari, Dakwah Competition hingga di perayaan puncak ada Pengajian Bersama Gus Miftah. Bahkan kompetisi dakwah diikuti oleh mahasiswa eks-kampus IAIN Ponorogo. Bukan hanya sebagai peringatan hari lahir saja, agenda UKI ini juga diadakan dengan tujuan memperluas wawasan masyarakat

dalam bidang imtaq, iptek, dan kesenian islam. Perayaan hari lahir tersebut mendapat antusias positif dari mahasiswa dan umum. Choirul selaku ketua panitia penyelenggara mengatakan “Semoga nanti UKI dengan adanya kegiatan seperti ini bisa memberikan wawasan kepada teman-teman semuanya pada bidang keilmuan, kesenian, atau apa saja yang bisa saling berbagi.� **Ahmanda Fitriyana Fauzi_Crew/ 26.17.169

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

83


B ilik Kampus

ORTEGA Galang Persatuan UKM Pramuka UKM Pramuka merupakan organisasi intra yang mewadahi mahasiswa dalam bidang kepramukaan.Organisasi ini memuat beragam program kerja tahunan yang rutin, salah satunya adalah Orientasi tamu pandega (ORTEGA). Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan Pramuka kepada Mahasiswa baru dan sebagai sarana untuk meneruskan estafet keanggotaan. UKM Pramuka melaksanakan Orientasi tamu pandega (ORTEGA) pada 20-23 September 2018 di Lapangan Ngraket Balong Ponorogo, kegiatan ini diikuti oleh 92 peserta dari mahasiswa semester 1 maupun 3. Ketua UKM Pramuka, Arif Mudhakir,mengharapkan dengan kemasan ORTEGA yang fun anggota menjadi lebih nyaman dan siap menjadi anggota Pramuka. Kekeluargaan sangat terasa hanyut dalam setiap agenda dalam ORTEGA karena menyatukan seluruh anggota dalam satu irama. **Fanisa Rifda Salimah_Crew/ 26.17.174

Dengan TAKSI, Jalin Silaturrahmi PMI se-karisidenan Madiun IAIN Ponorogo memiliki organisasi mahasiswa intra kampus yangkegiatan-kegiatannya berkecimpung di bidang sosial dan kemanusiaan, yakni UKM KSR (Korps Suka Rela). Dalam rangka mewujudkan program kerja pengurus tahun 2018, KSR mengadakan acara TAKSI (Temu Aksi dan Prestasi) se-eks karesidenan Madiun.Agenda ini sekaligus sebagai sarana mempererat kesatuan silaturrahmi sesama insan PMI(Palang Merah Indonesia) dan mempererat persahabatan sukarelawan PMI se-eks karesidenan Madiun. Dilaksanakannya acara ini juga sebagai sarana evaluasi komprehensif terhadap kurikulum pembinaan dan pelatihan keterampilan serta pengetahuan kepalang merahan anggota PMR Wira se-eks karesidenan Madiun. **Rikha Nofaridatul_Crew

MAPALA: Siaga banjir dengan DIKLAN ORAD UKM MAPALA adalah salah satu organisasi intra kampus yang mewadahi bakat dan minat mahasiswa dalam bidang pecinta alam. Sebagai upaya pelatihan penanggulangan bencana khususnya banjir, UKM MAPALA mengadakan DIKLAT ORAD (Diklat Lanjutan Olahraga Arus Deras). Kegiatan yang diadakan pada tanggal 8-11 November 2018 ini bisa dikatakan punya urgensi tinggi, mengingat memasuki akhir tahun Ponorogo memiliki curah hujan yang tinggi. Diklat ORAD ini memberikan pengetahuan berharga bagi setiap pesertanya. Mereka terlatih mental apabila terjadi banjir serta membekali mereka dapat berfikir cepat dan tepat. Bukan main, bagi skipper atau guide pengarungan dalam rafting berfikir cepat dan tepat adalah harga mati. **Lia Hikmatul Maula_Crew/ 26.17.177 84

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


K omik

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

85


86

Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35


Majalah Lpm Al-Millah Edisi 35

87


lpmalmillah.com LpmEdisi Al-Millah 35 88 Majalah Lpm Al-Millah

lpmalmillah@gmail.com

@lpmalmillah_com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.