T E R U J I T E PERC AYA
@lampostonline, @buraslampost
www.lampost.co
sabtu, 3 MEI 2014 facebook.com/lampungpost
24 Hal.
No. 13130
i TAHUN XXXIX
Terbit Sejak 1974
Rp.3000
TAJUK RSUDAM kesulitan mencari dokter bedah anak ...Hlm. 2
Marshanda sudah pisah ranjang sejak sebulan lalu dengan Ben Kasyafani...Hlm. 16
Pendidikan Pragmatis
Louis van Gaal arsitek baru MU selepas laga kandang terakhir...Hlm. 24
n MI
n REUTERS
n ANTARA/YUDHI MAHATMA
BERSAKSI KASUS CENTURY Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersaksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/5). Sri Mulyani sempat berulah di persidangan yang meminta kesaksiannya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Ramai-Ramai Tolak Hasil Pleno Ulang Penyelenggara pemilu di daerah dinilai tidak profesional sehingga terjadi penundaan penetapan caleg terpilih. Sebab itu, KPU Pusat perlu mengambil alih pelaksanaan rekomendasinya di Lampung. Fathul Mu’in
P
ARTAI politik beramairamai menolak hasil ra p at p l e n o r e k a p i t u l a s i ulang KPU Lampung. Setidaknya tujuh partai politik menolaknya karena kecewa C1 plano yang menjadi sumber dugaan peng gelembungan suara tidak dihi tung ulang dalam rapat pleno d i H o te l M a r c o p o l o, B a n d a r Lampung, Jumat (2/5). Ketujuh partai, yakni Partai Gol kar, PKPI, PAN, Hanura, PDI Per juangan, NasDem, dan PBB, tidak mau menandatangani berita acara pleno. Namun, pada siangnya ada juga sejumlah saksi yang walk out karena menolak pleno. Para saksi bermandat yang WO adalah Paisol Sanjaya (saksi PKPI), Indra Ismail dan Asep Yani (Golkar), Riagus Ria dan Nyimas G. Agus Putri (Gerindra), Bambang Priambodo (Hanura). Namun, pada akhir pleno, saksi Partai Gerind ra ikut menandatangani berita acara bersama PKB, PKS, PPP, dan Demokrat. “KPU Lampung harus membuka dan menghitung ulang C1 plano. Tolong tuntutan kami ini dipenuhi.
Ini menyangkut suara rakyat,” kata Paisol Sanjaya dengan suara lantang. Riagus Ria yang ikut WO me minta kepada KPU Lampung untuk menghitung ulang suara Pemilu 9 April 2014 melalui formulir C1 pla no. Menurut dia, apa pun hasilnya hitung ulang tersebut publik akan puas. “Kami minta data dibuka
K
PU Lampung sudah tidak menjalankan rekomendasi dengan baik. Untuk itu, kami meminta KPU Pusat turun tangan. semuanya agar isi dari kotak su ara itu terbuka semuanya,” kata Riagus, yang diamini Asep Yani dari Golkar. Meski mendapat desakan dan interupsi bertubi-tubi dari saksi partai politik, Ketua KPU Lam pung Nanang Trenggono seba gai pemimpin rapat bergeming. Dengan pengawalan ketat puluhan polisi di dalam dan di luar ruang rapat, dia tetap melanjutkan per baikan kesalahan selisih DPT.
“C1 plano itu isinya suara, sedangkan kami ini diperintah kan untuk memperbaiki sertifikat karena ada kesalahan data pemilih sehingga tuntutan saksi tidak bisa kami penuhi. Karena forum untuk meminta hitung ulang bukan di sini,” kata Nanang.
Ambil Alih Dari Jakarta, KPU Pusat engakui penundaan penetapan m caleg terpilih akibat rendahnya kualitas petugas penyelenggara pemilu di daerah. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan banyak penyelenggara pemilu hasil rekrutan KPU di daerah ternyata tidak bekerja dengan profesional. “Misalnya petugas PPK di keca matan, PPS di desa/kelurahan, dan KPPS di TPS sifatnya ad hoc. Mere ka adalah mayoritas yang men dominasi penyelenggara pemilu,” ujarnya. Untuk itu, pimpinan partai poli tik meminta KPU Pusat mengambil alih kisruh pemilu di Lampung. “KPU Lampung sudah tidak men jalankan rekomendasi dengan baik. Untuk itu, kami meminta KPU Pusat turun tangan,” kata Alzier Dianis Thabranie, ketua DPD Partai Golkar Lampung, menang gapi sikap KPU Lampung yang tidak mau menghitung ulang C1 plano. (U1)
Caleg Minta... Hlm. 2
fathulmuin@lampungpost.co.id
Sri Mulyani Buat Ulah di Persidangan KEAMANAN di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terlihat berbeda dengan persidangan sebelumnya. Ratusan personel kepolisian gabungan dari polres dan Polda Jakarta berjaga untuk mengamankan jalannya persidangan yang menghadirkan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam persidangan kemarin (2/5), Sri Mulyani menjadi saksi atas terdakwa Budi Mulya dalam kasus penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Tak hanya personel penjaga, kerumunan puluhan orang berpakaian hitam putih yang merupakan pegawai Kemenkeu pun memadati gedung Pengadilan Tipikor untuk menyaksi kan sidang Sri Mulyani. Internal Kemenkeu memang memberikan dukungan kepada Managing Director Bank Dunia tersebut. Mengenakan dress batik motif warna hitam cokelat, Sri Mulyani memasuki ruang sidang. Sidang yang diketuai Hakim Afiantara itu di mulai sekitar pukul 09.15. Tapi, belum setengah jam persidangan, Sri Mulyani berulah. Dia pun mendapat teguran dari Ketua Majelis Hakim Afiantara karena terlihat minum tanpa izin dalam persidangan. “Anda kalau mau mi num, harus izin jaksa dulu,” kata Afiantara. Meski mendapat teguran, Sri santai. Dia pun langsung meminta maaf kepada Majelis Hakim. “Mohon maaf Pak Hakim. Saya minta izin untuk minum Pak Jaksa. Maaf Pak hakim,” jawab Sri. Selama persidangan, Sri tenang dan siap men jawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, baik dari Majelis Hakim, jaksa, maupun penasihat hukum. Hal itu terlihat dari dokumen-dokumen yang sudah dipersiapkan olehnya. Sesekali dia melihat dokumennya tersebut saat bersaksi. Namun, Sri kembali berulah seolah dirinya tak sedang berada di persidangan. Saat mikro fon Jaksa Ahmad Burhanudin sempat mati, Sri pun menawarkan jaksa menggunakan mikrofon yang digunakannya. “Mati Pak Jaksa? Ini pakai yang punya saya saja,” kata Sri seraya berdiri memberikan mikrofon miliknya. (MI/R6)
RIBET. Barangkali itu kata paling cocok untuk melukiskan sistem pendidikan formal di Tanah Air. Hal-hal yang bisa di lakukan dengan cara sederhana diformulasikan menjadi sebuah sistem yang ribet. Menteri yang sedang menjabat memasang target terlalu banyak dalam kurun waktu maksimal 40 jam pelajaran per minggu. Se n DP. RAHARJO mua hal-hal yang kurang perlu berusaha dijejal-jejalkan. Akibatnya, setiap ganti menteri ganti metode, juga ganti kurikulum, ganti buku pelajaran, bahkan ganti nama. Dahulu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berganti menjadi Departemen Pendidikan Nasional, lantas berganti lagi menjadi Kementerian Pen didikan dan Kebudayaan. Celakanya, sering yang dipersoalkan bukanlah hal-hal esensial dan tidak berkaitan langsung dengan kualitas pen didikan. Menteri dan nama kementerian boleh berganti dan kurikulum bisa diubah sesuka hati sesuai dengan ga gasan menteri dan staf ahli menteri. Tetapi toh, kualitas pendidikan negeri ini tidak lantas meningkat drastis. Tahun 2012, organisasi pendidikan dan kebudayaan PBB (UNESCO) menempatkan kualitas pendidikan Indonesia di peringkat ke-64 dari 120 negara berdasarkan penilaian indeks pembangunan pendidikan. Dari aspek metodologi, negeri ini memiliki segudang pakar pendidikan. Semua memiliki gagasan cemerlang, tetapi ketika diterapkan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku korup para penyelenggara negara saat ini tidak lepas dari kontribusi pendidikan formal di masa lalu. Am bil contoh, kebijakan ujian nasional yang memberi ba nyak celah kecurangan suatu saat kelak akan menelurkan produk yang penuh kecurangan pula. Sejak masih berseko lah, anak-anak sudah diajarkan bagaimana mengakali soalsoal ujian yang disusun para ahli atas nama negara. Maka jangan disalahkan jika kelak anak-anak itu akan berbuat curang terhadap negara. Sejak masih kecil, anak-anak diajarkan cara-cara cepat menempuh jalan pintas dan bersikap pragmatis. Produk pragmatisme itu akan sangat berbahaya jika dibawa ke ra nah politik. Berkaca dari Pemilu 2014, gejala-gejala prag matisme itu mulai tampak jelas di masyarakat kita. Ada kecenderungan masyarakat memilih calon yang memiliki banyak amunisi dan gizi politik. Bahkan ada kelompok masyarakat tertentu yang menyatakan menerima serang an fajar dari calon. Bukan hanya masyarakat pemilih, penyelenggara pemilu pun sudah terjangkit virus pragmatisme, sebagian masih bebas berkeliaran, tetapi beberapa di antaranya sudah diproses aparat hukum. Data terakhir, Polda Lampung me netapkan 11 penyelenggara pemilu sebagai tersangka ka sus penggelembungan suara. Pragmatisme disebut sebagai virus berbahaya karena akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pragmatisme akan melahirkan pengusaha dan pemilik modal di jabatan-jabatan politik yang strategis. Saat menjabat mereka akan mengambil keuntungan jauh lebih besar dari modal yang dikeluarkan. Sementara, sebagian masyarakat yang masih memiliki idealisme tinggi dengan amunisi politik yang tipis pasti tersingkir dari arena kompetisi. Kita berharap memiliki penyelenggara negara dari kalangan terdidik yang bergaul akrab dengan kebutuhan dan permasalahan pokok rakyat. Tetapi semua keinginan itu sulit tercapai jika pragmatisme masih menguasai sistem pendidikan kita. n
OASIS
Risiko Antidepresan KALANGAN remaja cenderung akan mengalami peningkat an risiko perilaku menyakiti diri sendiri yang disengaja jika kerap mengonsumsi obat anti depresan melebihi dosis nor mal. Demikian temuan studi terbaru yang dipublikasikan pada JAMA Internal Medicine. Untuk sampai pada kesim pulan, tim peneliti menganali sis sekitar 162.625 orang ber usia antara 10 tahun dan 64 tahun. Para partisipan adalah pengguna baru sebuah jenis obat antidepresan dan telah didiagnosis memiliki masalah depresi di Amerika Serikat. Tim peneliti menemukan bahwa remaja rentan terhadap perilaku impulsif. “Di samping itu, ketika perilaku tersebut dipengaruhi oleh depresi dan antidepresan, akan memicu mere ka melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri,” kata Deni Carise, seorang psikolog dan peneliti dalam studi ini. (MI/R4)
Tersangka Kakap Pemilu Belum Tersentuh
n LAMPUNG POST/HENDRIVAN GUMAY
PLENO REKAPITULASI ULANG KPU LAMPUNG. Anggota KPU Pesawaran membaca data pemilih dan pengguna hak pilih di wilayah Pesawaran, saat rapat pleno rekapitulasi suara ulang untuk DPR dan DPD, di Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, Jumat (2/5). Mayoritas saksi partai politik yang hadir menolak hasil rapat pleno rekapitulasi ulang KPU Lampung.
KEPOLISIAN Daerah Lampung belum menyentuh tersangka kakap kasus pi dana pemilu. Polda baru menetapkan 11 penyelenggara di tiga kabupaten sebagai tersangka kasus penggelembungan suara Pemilu 2014. Para tersangka meliputi empat anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Blam bangan Umpu, Way Kanan, yakni Arifin, Edwar Apriadi, Prio Handoko, dan Fery Gunawan. Berikutnya, lima anggota PPK Tulangbawang Udik, Tulangbawang Barat, yakni Fahmi Manan, Marzuki, Sukri, Alki Hasan, dan Roni Irawan. Dua tersangka lagi, pegawai negeri sipil (PNS) Lampung Barat yang bertugas di Sekretariat KPU, yaitu staf
KPU Dina Merlin serta Plt. Kasubbag Teknis dan Humas KPU Andri Oktoridhon. “Kedua PNS itu bertugas sebagai operator saat pleno rekapitulasi. Mereka diduga meng ubah hasil suara,” kata Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih, Jumat (2/5). Polda juga masih mengembangkan ka sus penggelembungan suara di sejumlah daerah sesuai dengan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu Lampung. Tidak menutup kemungkinan ada nama-nama lain yang akan ditetapkan sebagai tersangka. “Kami masih terus bekerja karena perkara ini ada batas waktunya,” ujarnya. Sulis menjelaskan para tersangka dijerat Pasal 309 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilu dengan ancaman penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal Rp48 juta. Dengan alasan ancaman penjara di bawah 5 tahun itulah, Polda tidak menahan para ter sangka. Namun, ia menjamin 11 tersangka itu masih dalam pemantauan kepolisian. “Sesuai dengan undang-undang, mereka tidak ditahan karena ancamannya di bawah 5 tahun penjara,” kata Sulis. Secara terpisah, Ketua Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Lam pung Fatikhatul Khoiriyah memprediksi bakal ada tersangka lain dari unsur KPU kabupaten/kota. “Kami punya data akurat tentang dugaan pelanggaran di tingkat KPU,” ujarnya. (UIN/HER/R4)