lampungpost edisi 3 febuari 2013

Page 14

CMYK

±

CMYK

±

±

fokus mINGGU, 3 FEBRUARI 2013 LAMPUNG POST

14

±

±

Mengasah Keahlian di Luar Sekolah KEAHLIAN memang menjadi modal hidup. Meskipun tak digeluti, pengetahuan memasak, memainkan alat musik, bernyanyi, menjahit, atau melukis tetap berguna dan menjadi nilai tambah. Puluhan anak memainkan alat musik di Elfa Music School, Jalan Kartini, Bandar Lampung. Ada juga beberapa orang tua yang berlatih musik dan mengolah vokal. Musik memang tidak mengenal usia. Di antara yang berlatih musik, ada ibu dan anak, Ribhana Ariendyah dan Nindya Dayita Hapsari. Sang ibu, Arien, berlatih vokal, sedangkan putrinya Nindya berlatih piano. Awalnya, hanya Nindya saja yang berlatih. Namun, ibu 48 tahun itu tertarik juga untuk mengembangkan hobinya menyanyi. Sambil menunggu putrinya berlatih, dia pun mengisi waktu dengan belajar vokal. “Anak saya sudah empat tahun berlatih. Kalau saya baru dua tahun,” kata Arien. Banyak perkembangan yang didapat setelah bertahun-tahun Nindya yang masih duduk di bangku IV SD. Selain kemampuan bermusik semakin baik, Arien menilai putrinya memilik sifat yang lebih peka dan perasa serta lebih menghargai orang lain. Menurut ibu rumah tangga ini, menyekolahkan anak pada bidang musik untuk menyeimbangkan antara otak kanan dan kiri. Pendidikan sekolah hanya mengembangkan otak kiri dengan kemampuan akademiknya. Sedangkan kemampuan bermusik akan mengasah kemampuan otak kanan untuk bidang seni.

±

“Kemampuan anak diseimbangkan antara otak kiri dan kanan agar kemampuan akademik dan seninya bisa sejalan,” kata Arien. Sedangkan warga Sumurputri, Telukbetung Utara, berlatih vokal karena memang hobi menyanyi, tapi belum memiliki kepercayaan diri di depan umum. Lewat latihan vokal secara serius, Arien sudah lebih mengetahui teknik bernyanyi dengan baik. Kini, dia pun sudah percaya diri untuk menampilkan bakatnya di depan banyak orang. “Selain melatih kemampuan bernyanyi, latihan vokal juga bisa diterapkan saat menjadi MC. Saya jadi tahun cara untuk menambah power suara dan melatih pernapasan agar tidak lelah,” katanya. Wahyu Sapto Sigit Kuncahyo pun tetap belajar piano, meskipun usianya sudah 27 tahun. Sudah empat bulan dia belajar keyboard dan kini makin mahir memainkan alat musik itu dengan 10 jari. Sigit mengaku memang suka musik dan bisa memainkan beberapa alat. Namun, untuk keyboard, dia belum teralu menguasai. “Saya memang ingin lebih tahu soal alat musik. Kebetulan dari kantor membiayai untuk belajar. Kemampuan saya bermain keyboard ini diharapkan bisa dipakai pada saat ada acara di kantor,” kata pegawai BPPT Regional III Lampung ini. Kini, Sigit sudah makin mahir memainkan keyboard untuk acara resmi di kantornya. Dia pun kerap diundang untuk mengisi hiburan musik di acara yang diadakan teman-temannya. Ibu lain yang menyekolahkan anaknya di bidang musik adalah Margareta Etti Septiliana.

Warga Gunungterang, Bandar Lampung, ini memasukkan dua putrinya untuk mendalami musik. Kedua putrinya, Mabel Dianda Natalia berlatih piano dan Rahel Diva Kirana berlatih vokal. Sudah lebih dari tiga tahun, Mabel dan Rahel mendalami musik pada akhir pekan. Mereka berdua berlatih setiap Sabtu, selama 45 menit. “Kini dua anak saya sudah berani tampil untuk bermain musik dan bernyanyi. Bahkan sering saya ikutkan lomba. Tidak penting menang atau kalah. Supaya lebih menimba pengalaman dan melatih mental,” kata Etti. Etti ingin anaknya tidak hanya menempuh pendidikan formal di sekolah, tapi juga bisa menguasai keterampilan lain. Musik dan tarik suara dipilih untuk kedua putrinya. “Awalnya anak saya belajar piano dan melukis, tapi ternyata dia lebih suka musik,” ujar perempuan 38 tahun ini. Selain musik, memasak adalah keterampilan lain yang banyak digandrungi dan diminati. Pemilik Kursus dan Toko Kue Ny. Tan, Yohana Tan, mengatakan memasak dan membuat kue bisa menjadi keterampilan yang diandalkan sebagai sumber penghasilan. “Yang belajar kue seperti mahasiswa yang baru lulus kuliah dan ibu-ibu rumah tangga. Mereka ingin membuka usaha setelah bisa membuat kue,” katanya. Menurutnya, ada beberapa pegawai negeri dan swasta yang belajar membuat kue dan memasak. Setelah bisa, mereka pun membuka usaha kue atau katering. Penghasilan dari usaha ini lebih menjanjikan dan pekerjaan sebaga

pegawai ditinggalkan. “Walaupun bukan untuk usaha, keterampilan memasak dan membuat kue bisa mendatangkan kepuasan. Misalnya ingin membuatkan kue untuk keluarga sehingga tidak perlu lagi membeli. Kan ada anak-anak yang minta supaya dibuatkan kue. Ibu-ibu pun akan lebih puas jika bisa menyajikan sesuatu untuk keluarga,” katanya. Pimpinan Elfa Music School Lampung, Yen Yen, mengatakan keterampilan atau keahlian tambahan bisa mendatangkan banyak manfaat. Misalnya menyanyi dan bermain musik. Beberapa anak yang pandai menyanyi dan bermain musik, kadang diminta beberapa perusahaan untuk tampil. Mereka pun mendapat bayaran. “Walaupun masih anak-anak, keterampilan musik membuat mereka mampu mendapatkan penghasilan sendiri,” kata dia. Perempuan 40 tahun ini meni lai piagam penghargaan dari kegiatan bermusik, misalnya sertifikat pemenang lomba atau sertifikat dari kursus musik, bisa menjadi bahan masuk ke perguruan tinggi. Perguruan tinggi pun memberikan banyak beasiswa bagi pelajar yang punya keterampilan dalam bermusik. “Terkadang alasan orang tua dan anak masuk ke kursus musik adalah untuk meraih sertifikat. Sertifikat ini sebagai bukti dan menjadi salah satu lampiran untuk masuk ke perguruan tinggi. Bahkan ada yang mendapatkan beasiswa karena kemahirannya dalam bermusik, meskipun nilai akademiknya tidak menonjol,” kata Yen Yen.

±

(PADLI RAMDAN/M-1)

fOTO-FOTO : iKHSAN DWI NUR SATRIO

Biaya Les Lebih Mahal

P

ARA orang tua ingin anaknya punya keterampilan. Mereka pun sudah mengalokasikan dana untuk pendidikan anaknya di luar sekolah, les atau kursus. Bahkan, tidak jarang biaya pendidikan di luar sekolah bisa lebih besar ketimbang pendidikan formal. Orang tua pun bisa mengikutkan anaknya ke berbagai tempat kursus keterampilan di luar sekolah. Margaretta Etti Septiliana, misalnya, yang memasukkan anaknya di tempat belajar melukis dan musik. Setelah dijalani, ternyata putrinya, Mabel Dianda Natalia, lebih tertarik pada piano dibandingkan melukis. Kini sudah tiga tahun belajar piano terus dijalani Dianda. Putri Margareta yang lain juga mengikuti les vokal. Selain itu, di sekolah juga ikut ekstrakurikuler menggambar. “Awalnya saya ikutkan saja ke tempat les. Nanti setelah dijalani akan terlihat bakat dan kesukaan anak,” kata dia. Menurut ibu 38 tahun ini, dana untuk kursus dan les di luar sekolah memang sudah disiapkan layaknya pendidikan formal. “Jumlah les dan kursus yang diikuti anak pun diperhitungkan agar tidak terlalu memberatkan. Jangan sampai anak merasa terlalu lelah,” kata dia. Pimpian Sekolah Musik Elfa, Yen Yen, mengatakan ada beberapa anak yang ikut kursus musik hanya karena keinginan orang tua saja. Sedangkan si anak tidak terlalu berminat. Dampaknya adalah anak akan malas latihan dan cenderung main-main. “Kami sampaikan ke orang tua jika anaknya memang kurang berminat di bidang musik. Tapi ada saja orang tua yang tetap ingin supaya anaknya belajar musik mesk ipun tidak sesuai dengan kehendak

±

±

CMYK

±

anak,” katanya. Dia menilai ada beberapa orang tua yang kebingungan untuk memasukkan anak ke beberapa tempat kursus. Misalnya memasukkan anak ke sekolah vokal karena suka teriak-teriak di rumah. Ribhana Ariendyah juga memasukkan anaknya ke kelas musik. Dia memang sudah mengalokasikan biaya untuk kursus anaknya. “Memang sudah ada dana untuk pendidikan di luar sekolah,” kata dia. Dia pun mendukung jika memang putrinya mau mengembangkan bakat di bidang yang lain di luar musik. “Tidak ada arahan untuk menjadikan anak sebagai seniman. Tapi supaya mereka punya kemampuan di bidang lain,” kata dia. Pemilik Rumah Kue, Yeti Enita, mengatakan anakanak yang mau belajar memasak memang didasarkan keinginan mereka untuk mau mencoba membuat kue. Belajar membuat kue hanya sekadar mengisi waktu liburan anak supaya lebih bermanfaat. Dia menjelaskan anak bisa mengenal bahan-bahan kue. Memilih warna-warna yang menarik untuk menghiasi kue. Semuanya dilakukan dengan senang gembira karena memang sebagai pendidikan sambil bermain. “Kebanyakan memang anak yang meminta ibunya supaya diikutsertakan pada kegiatan membuat kue,” kata dia. Pemi lik Kurus dan Toko Kue Ny. Tan, Yohana Tan, menilai anak-anak yang mau belajar membuat kue tertarik karena suka dengan warna-warninya. Bentuk kue yang lucu dan menggemaskan membuat anak-anak suka berkreasi. “Untuk perkembangan anak mungkin belum terlihat lewat belajar kue. Tapi menjadi kegiatan yang positif untuk mengisi liburan,” kata dia. (PADLI RAMDAN/M-1)

CMYK

±

±


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.