th.XVI/15 September 2018
Unika Soegijapranata
125
snap QR code
Soegija dan Roh Politik Indonesia
S
ejak reformasi politik tahun 1998, situasi dan nuansa politik di Indonesia menjadi semacam uforia politik yang semakin tidak terbendung dan kalau digambarkan seperti seekor burung yang lepas dari sangkarnya. Bahkan politik dijadikan sebagai sarana dan tujuan untuk menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi dan sekelompok orang yang kadang mengatasnamakan rakyat yang tersingkir dan tertindas. Saat kita membaca dan melihat di media cetak maupun media elektronik yang memuat tentang kasus megakorupsi E-KTP, sidang penistaan agama, ujaran kebencian kepada pemimpin negara, menulis dan menyebarkan cerita yang isinya fitnah (hoax) dan lain lain, Jika kita analisa dan cermati, banyak orang yang teribat dalam kasus tersebut meskipun masih berstatus saksi dari berbagai kalangan mulai Gubernur, Ketua Partai, anggota DPR, pengusaha, dan orang orang terdekat dengan para pejabat. Sebenarnya kasus ini sebenarnya bukan kasus perdata atau pidana murni, tetapi ada gerakan politik yang akan dituju bahkan lebih tajamnya ada pribadi yang akan menjadikan sasaran tembak. Sungguh ironis ketika politik yang bertujuan menghalalkan segala cara merasuk
di sektor-sektor lain seperti ekonomi, budaya, keamanan bahkan yang lebih parah sudah masuk lingkaran tatanan spiritual. Politik dimanfaatkan segelintir orang yang punya kepentingan pribadi untuk mendongkrak popularitas bahkan untuk memperkaya diri.
Roh Politik Ketika politik dan kekuasaan dipadukan untuk mengejar kepentingan pribadi atau golongan maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang semakin tidak punya etika dalam berpolitik. Mengutip tulisan Haryatmoko, SJ dalam bukunya berjudul Etika Publik (2011), yang dimaksud dengan Etika Politik adalah upaya hidup baik (memperjuangkan kepentingan publik) untuk dan bersama orang lain dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang lebih adil. Ada 3 (tiga) dimensi etika publik yaitu tujuan (policy), sarana (polity) dan aksi politik (politics). Upaya menghadirkan etika itu tentunya perlu dimulai dari para pemimpin atau pejabat publik yang dapat memberi teladan kebaikan dan kesungguhan dalam melayani masyarakat. Selain keteladanan dan kesungguhan tentunya kekuatan spiritual yang dapat
Kronik Edisi 125/Th.XVI
15 September 2018
1