komunika 19 2007

Page 12

Suryanto (42 th) seorang dosen yang bertugas di Kediri, Jawa Timur tampak tenang menanggapi pertanyaan KomunikA mengenai situasi Gunung Kelud yang menjadi liputan media akhir-akhir ini. "Biasa itu, ramai-ramai sekilas, toh orang-orang yang di lereng sana (Kelud, red.) sudah pasti tahu apa yang harus mereka lakukan," katanya singkat. Dalam bahasa singkat, Suryanto ingin menyatakan bahwa ketika mereka memilih tinggal di kawasan rawan bencana, tentunya mereka telah mengetahui apa risiko dan konsekuensi ketika ada ancaman bencana. Namun, tak urung di Desa Tawang, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri fasilitas darurat seperti Rumah Sakit (RS) darurat, dapur umum, ambulan dan puluhan truk disediakan oleh Satuan Koordinasi dan Pelaksanaan (Satkorlak) Bencana Alam. Fasilitas ini menjadi penting ketika bencana benar-benar terjadi. Agar pengungsi bisa aman dan terjamin kebutuhannya.Namun, hal berbeda dialami warga Dusun Kampung Anyar, Kabupaten Blitar. Sekalipun, rasa was-was menghadapi ancaman letusan Gunung Kelud, mereka masih mengandalkan pengalaman masa lalu. “Seperti biasa, kami akan memenuhi jadwal jaga malam ini, sebagai persiapan bila Gunung Kelud meletus,” kata Suyono Ketua Rukun Tetangga (RT) Kampung Anyar. Persiapan penanganan bencana yang dilakukan di Dusun Kampung Anyar, Blitar ini memang berbeda dengan penanganan bencana di Desa Tawang, desa tetangganya yang juga berada di lereng Gunung Kelud. Mandiri Berbekal Pengalaman Sejak Gunung Kelud di Jawa Timur mulai diberitakan mengalami peningkatan aktivitas, warga Dusun Kampung Anyar mulai mengefektifkan jaga malam. Tujuannya, untuk tetap waspada bila suatu saat Gunung Kelud itu akan benar-benar meletus. “Kami belajar dari pengalaman, Gunung Kelud tidak bisa diprediksi secara pasti, untuk itu kami harus terus berjaga-jaga,” kata Pipit. Bagi warga Kampung Anyar, peningkatan aktivitas gunung Kelud memang bukan hal baru. Beberapa orang warga asli desa ini adalah saksi hidup meletusnya gunung yang sulit diprediksi kepastian aktivitasnya itu. Sebut saja, Misman, penduduk yang menjadi saksi tiga kali letusan gunung itu di tahun 1950, 1965 dan 1990. “Tiga kali letusan yang

Bagi Surono, menetapkan status terakhir Gunung Kelud memiliki risiko yang tak kecil. Kredibilitasnya sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dipertaruhkan. Apalagi bila Kelud tidak jadi meletus. Namun, semua risiko harus ditanggungnya demi menghindari kemungkinan jatuhnya korban jiwa. "Dalam situasi awas kita harus mengevakuasi warga yang tinggal (dalam) radius sepuluh kilo meter dari Gunung Kelud. Ini tidak bisa ditawar," kata Surono. Hindari Korban Keputusannya menetapkan situasi awas beberapa waktu lalu dipilih Surono dengan berbagai pertimbangan. Pertimbangan utama menetapkan status awas, yang kemudian diikuti evakuasi ribuan warga dalam radius 10 kilometer dari puncak Kelud, adalah untuk menyelamatkan warga. Sebenarnya, menurut Surono, dia bisa saja tidak menaikkan status Kelud menjadi awas. Sehingga warga tak perlu dievakuasi. Tapi, pilihan ini pun tetap memiliki risiko yang tak kecil. "Bila tiba-tiba Kelud meletus, kemungkinan jatuhnya korban jiwa akan sangat besar. Sebab, warga belum siap evakuasi," ujarnya.

menakutkan,” kenang Misman. Laki-laki berusia 87 tahun itu, mengenang muntahan batu, pasir, awan panas dan lahar dingin dari Gunung Kelud. “Semuanya diawali dengan gempa dan letusan keras dari puncak gunung," kenangnya. Setelah itu, kata Misman, langit di atas gunung menjadi hitam. Tak lama berselang, terdengar suara gemuruh yang tidak henti-

ketika mereka memilih tinggal di kawasan rawan bencana, tentunya mereka telah mengetahui apa risiko dan konsekuensi ketika ada ancaman bencana henti. “Ketika langit menghitam, itu biasanya berupa batu-batu yang terdorong ke langit, suara gemuruh itu adalah aliran lahar dingin yang mengalir deras dari puncak gunung ke arah bawah,” kenangnya. Penduduk yang mengetahui hal itu biasanya memilih untuk keluar dari rumah dan bergegas menuju ke tempat-tempat yang dijadikan lokasi evakuasi. Bila hujan batu dan abu, rumah-rumah dengan konstruksi bangunan yang kuat dijadikan tempat evakuasi. “Tapi bila yang keluar lahar dingin, penduduk biasanya memilih untuk tetap tinggal di rumah dengan dataran tinggi,” kata Misman. Bersiap Secara Swadaya Dusun berpenduduk 400 orang ini mempersiapkan segala keperluan menghadapi bencana secara swadaya. Mulai pos penanganan hingga truk pengangkut yang akan digunakan sebagai sarana evakuasi adalah milik warga. Rumah Ketua Rukun Warga (RW) Dusun Kampung Anyar, Sugeng Waluyo digunakan sebagai posko penanganan. Tetapi bantuan tenda di tengah lapangan dan obat-obatan dari Satkorlak pun juga tak disia-siakan. Dalam menghadapi status Awas Kelud kali ini, warga desa Kampung Anyar sudah mempersiapkan delapan rumah yang akan dijadikan tempat evakuasi. Salah satunya di

sebuah gereja Katolik yang berada di kawasan itu. Bila kondisi tidak memungkinkan untuk bertahan, maka tiga truk milik warga akan digunakan untuk proses evakuasi. Satu hal yang paling ditakuti membuat warga Kampung Anyar adalah kemungkinan keluarnya gas beracun saat gunung Kelud benar-benar meletus. “Kami benar-benar tidak tahu kalau memang yang keluar dari gunung Kelud adalah gas beracun, yang pasti kami akan berlari sejauh mungkin dan berharap angin tidak membawa gas itu ke arah kami, semoga saja,” kata Sugeng yang pada tahun 1990 merasakan letusan Gunung Kelud itu. Kalau gas beracun itu benar-benar dimuntahkan, resiko kematian bukan hanya menjadi ancaman warga Kampung Anyar, melainkan juga warga Desa Sumber Asri yang terdiri dari 13 RW dengan jumlah penduduk sekitar 2600-an orang. Belum lagi penduduk Desa Tawang Kecamatan Wates Kabupaten Kediri yang memiliki jumlah penduduk lebih dari itu. Bantuan Cukup Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Abu Rizal Bakrie dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsah juga telah mengunjungi lokasi pengungsian di Desa Segaran, Kediri Jawa Timur. Kedatangan Menko Kesra Abu Rizal Bakrie dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsah berlangsung Selasa (23/10) ini, didampingi oleh penjabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dalam kesempatan kunjungan, Abu Rizal Bakrie dan Bachtiar ingin membuktikan tentang berita yang mengatakan ada pengungsi yang kelaparan karena tidak mendapatkan jatah makan. Saat berdialog dengan petugas Satuan Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Kabupaten Kediri di lokasi pengungsian itu, Abu Rizal sempat menyinggung adanya berita pengungsi yang kelaparan. "Kami membaca di media massa, diberitakan ada pengungsi kelaparan, apa benar ada pengungsi yang

Gunung Kelud Berbeda hanya satu kilometer saja. Kekhawatiran Surono sangat beralasan. Surono tetap bersikeras warga dalam Pengalamannya mengamati banyak gunung radius 10 kilometer harus dievakuasi semua. berapi di Indonesia, termasuk Kelud, jadi Meskipun pada beberapa gunung berapi dasarnya. lainnya, Surono pernah ’hanya’ mengevakuasi Sepanjang sejarah, Gunung Kelud tidak warga yang berada di radius 2,5 kilometer pernah meletus dadari pusat letusan. "Sekali lagi, lam skala kecil. LeKelud berbeda," ungkap SuSepanjang tusannya juga verrono meyakinkan. sejarah, Gunung tikal. Yang kemuKelud tidak pernah dian menyebar ke Ketidakpastian meletus dalam segala arah. Hal Bagaimana dengan kondisi skala kecil. itulah yang memsekarang, ketika Kelud teLetusan-nya juga buat Surono menang dan semua paramenetapkan warga ternya menunjukkan penuvertikal. Yang radius 10 kilometer runan? Surono tak mau terkemudian dari puncak Gulena. Meskipun kejenuhan diamenyebar ke segala nung Kelud harus kuinya mulai dirasakan oleh arah. dievakuasi. timnya, tapi dia mengaku "Pengalaman tetap meningkatkan kewasletusan 1990 lalu ada batu sebesar gengpadaan. gaman tangan yang jatuh di perkampungan Ini, menurut Surono, berdasarkan pewarga yang berada dalam radius 7,5 kilongalaman letusan 1990 silam. Saat itu, Kelud meter dari pusat letusan," jelas Surono. meletus setelah ’anteng’ dalam waktu puKenyataan itulah yang membuat Surono luhan hari. Yakni tepat setelah 23 hari Ketidak mau mengurangi jatah radius kilometer lud mengalami krisis. Dia tidak mau terlena warga yang harus dievakuasi. Walaupun lagi seperti 1990 lalu. Saat itu letusan Kelud

kelaparan? " kata Abu Rizal mengutip salah satu media massa. Insiden Comander Satlak PB Kabupaten Kediri yang juga Komandan Kodim 0809 Kediri, Letkol Endi Servandy menjelaskan berita miring yang muncul di sela-sela ketidakpastian kondisi Gunung Kelud itu sama sekali tidak benar. Kalau pun ada nasi jatah yang basi, itu pun jumlahnya sangat sedikit dan segera diganti yang baru. "Paling cuma dua-tiga dari ribuan nasi yang dibagikan," katanya. Usai mendapatkan penjelasan tentang kondisi Gunung Kelud terakhir, Abu Rizal dan Bachtiar Chamsyah menemui para pengungsi di tenda-tenda pengungsian. “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyempatkan mengunjungi pengungsi yang ada di sana. Di sela-sela kunjungannya di pengungian Posko Segaran di Kediri, Jawa Timur, Rabu (24/10), Presiden meminta pengungsi Gunung Kelud untuk bertahan di pengungsian, sembari menunggu keadaan tenang. Presiden juga meminta pengungi memahami himbauan mengungsi yang diberikan pihak berwenang semata-mata dilakukan karena pemerintah menyanyangi dan tidak ingin rakyat tertimpa musibah. (mth)

masih memakan korban. Bahkan, bila nanti dengan berbagai pertimbangan Surono terpaksa menurunkan status Kelud kembali menjadi siaga, tetap saja prosedur standar operasi yang diterapkan pada timnya di lapangan masih sama. Bersikap seperti Kelud masih dalam status awas. Karena dia tidak mau kecolongan seperti 1990 lalu. Surono juga mengatakan dia tak bisa memberikan jaminan bahwa Kelud akan meletus. Yang pasti, dia bersama timnya tetap akan menghabiskan waktunya di posnya, melakukan pemantauan. (m)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.