KAJIAN KAJIAN FAM FAMCOS COS
Dosen Pembimbing:












Dr. Yulina Eva Riany, S.P., M.Ed.




Afiqah Husnayani Almas | Amira Zahra Novitasari Intan Fandinny | Nur Alfia Rahmah | Reggina Amelia






Siti Nuur Alifah Maulana | Tri Ana Setyoningsih
DIVISI DIVISI ASA ASA
A A (Action, Strategic issues, and Advocacy) HIMAIK IP

ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com

CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)
Kajian Famcos 2
Pernikahan Dini
Implikasinya Terhadap Psikis Pasangan Pasca Pernikahan
Kasus pernikahan usia dini bukan hal yang baru di Indonesia. Secara umum, kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di pedesaan daripada daerah perkotaan. Pernikahan dini juga lebih sering terjadi pada keluarga yang memiliki ekonomi dan pendidikan yang rendah dibanding dengan yang memiliki ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi. Hingga saat ini, angka pernikahan dini mencapai 1,2 juta kasus. Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 2 di ASEAN dan peringkat ke 8 di dunia untuk kasus pernikahan dini. Tingginya angka ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Usia muda artinya usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Akibat kondisi yang belum matang baik secara medis dan psikologinya, pernikahan dini yang dilakukan memiliki banyak dampak dan implikasi. Implikasi yang ditimbulkan pernikah dini berasal dari berbagai aspek seperti memiliki keterkaitan pada persoalan biologis, psikologis, sosial, sampai ke perilaku seksual menyimpang. Implikasi dan dampak yang ditimbulkan ini sangatlah kompleks dan dapat berpengaruh pada pernikahan yang dilakukan.
A. Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan secara sah oleh seseorang laki laki atau perempuan yang belum mempunyai persiapan dan kematangan sehingga dikhawatirkan akan mengalami sejumlah resiko yangbesar. Resiko besar ini bahkan akan menjadi pengaruh dalam segi kesehatan saat melahirkan (Nurkhasanah 2012). Sedangkan menurut BKKBN pernikahan dini adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan kurang dari 25 tahun pada pria Kasus pernikahan di bawah umur masih terjadi cukup tinggi di Indonesia. Hal ini karena masih banyak pandangan tradisional di tingkat komunitas, bahwa anak perempuan harus cepat dinikahkan, perempuan tidak perlu mengenyam pendidikantinggi dan berbagai pandanganlain.Berdasarkandata daritahun 2018, 1 dari 9 anak Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Sebanyak 1,2 juta perempuan menikah sebelum 18 tahun. Indonesia termasuk dalam 10 negara yang memiliki angka prevalensi menikah yang tinggi. Sejak 2008 hingga 2018 angka prevalensi pernikahan anak hanya menurun 3,5 persen. Bahkan, selama pandemi Covid 19, pernikahan anak semakin meningkat.Hal tersebut ditandai dengan pengajuan dispensasi pernikahan di Indonesia yang naik dari 23.700 pada tahun 2019 menjadi 34.000 di tahun 2020.
ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com

CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)
B. Faktor Penyebab Dan Kenapa Banyak Terjadi Di Indonesia
Pada dasarnya, setiap individu diciptakan dengan pasangannya. Pernikahan menjadi upaya dalam penyatuan visi dan misi dari masing masing individu sehingga terciptanya iklim pernikahan yang baik. Tak hanya kebutuhan atas cinta dan kasih sayang, setiap individu pun memerlukan rasa aman, nyaman, dan lain lain. Di samping itu, banyak pernikahan yang terjadi tanpa adanya landasan kebutuhan yang sesuai. Maka dari itu, angka pernikahan dini tak terelakkan.
Menurut Hardianti dan Nurwati (2020), ada beberapa faktor yang menjadi alasan atas terjadinya pernikahan dini, khususnya pada perempuan. Pertama, pernikahan dini akibat adat istiadat dan budaya. umumnya, orang tua calon pengantin pun melaksanakan pernikahan pada usia dini sehingga sang anak diarahkan sesuai situasi dan kondisi orang tuanya. Ada pun, orang tua perempuan yang tidak bisa menolak lamaran laki laki. Selain itu, remaja perempuan pun mengikuti lingkungan sekitarnya (pertemanannya) yang memperlihatkan kemandirian setelah mereka menjalani kehidupan pernikahan. Kedua, orang tua yang memiliki tujuan layaknya peningkatan hubungan kekerabatan ataupun penambahan jumlah harta karena pemberhentian tanggung jawab dalam pemberian nafkah dan pemenuhan kebutuhan kepada sang anak. Tak hanya itu, ada orang tua yang mengarahkan supaya sang anak langsung menikah guna menghindari hal hal yang negatif. Kemungkinan sang anak menolak arahan orang tua sangat minim. Ketiga, faktor ekonomi keluarga yang tak mampu. Sang anak akan dinikahkan supaya beban ekonomi bisa lebih ringan. Bukan hanya perpindahan tanggung jawab, melainkan orang tua memiliki harapan supaya mereka memeroleh biaya dari anak dan menantunya. Keempat, faktor pendidikan yang rendah. Tingginya tingkat pendidikan akan memengaruhi pola pikir individu, terutama pola pikir ketika individu memiliki permasalahan. Terakhir, faktor individu atau diri sendiri. Biasanya, remaja dipicu oleh kematangan fisik dan psikis dalam memenuhi kebutuhan sehari hari layaknya kebutuhan seksual. Apalagi, remaja sedang menjalani periode pubertas. Hasil penelitian oleh Damayanti (2021) menunjukkan bahwa wanita usia subur yang melakukan pernikahan dini atau usia kurang dari tujuh belas tahun di Indonesia, ada sebanyak 17,53%. Berdasarkan hasil pengolahan data, variabel yang memberikan pengaruh signifikan terhadap status pernikahan dini, yakni status saat hubungan seksual pertama kali, tempat tinggal, pendidikan wanita, pendidikan pria, dan status pekerjaan pria.
C. Angka Pernikahan Dini
ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com

CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)
Menurut United Nations Population Fund (UNFPA) (2022), perkawinan anak merupakan pelanggaran HAM. Meskipun ada undang undang yang menentangnya, praktik ini tetap tersebar luas secara global, satu dari setiap lima anak perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Di negara negara kurang berkembang jumlah tersebut hampir dua kali lipat atau 36 persen anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, dan 10 persen anak perempuan menikah sebelum usia 15 tahun. Terdapat 19 persen anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, rata rata puluhan ribu anak perempuan setiap hari. Lima persen anak perempuan menikah sebelum usia 15 tahun (UNFPA 2022).Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 8,6% laki laki milenial melakukan perkawinan dini dan 3,92% perempuan milenial melakukan perkawinan dini. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa pernikahan dini telah terjadi sejak dulu hingga sekarang (BPS 2022).
Pada tahun 2018, sekitar 11% atau 1 dari 9 perempuan berumur 20 24 tahun menikah sebelum berusia 18 tahun dan sekitar 1% atau 1 dari 100 laki laki berumur 20 24 tahun menikah sebelum 18 tahun. Bahkan diperkirakan ada 1.220.900 anak perempuan yang menikah sebelum 18 tahun. Meskipun begitu, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, praktik perkawinan anak di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 3,5 poin persen. Namun, penurunan ini masih tergolong lambat dan diperlukanupayayangsistemikdanterpaduuntuk mencapai target sebesar 8,74 persen pada tahun 2024 dan menjadi 6,94 persen pada tahun 2030.
Meskipun prevalensi pernikahan anak telah menurun di seluruh dunia dari satu dari empat anak perempuan yang menikah satu dekade lalu menjadi sekitar satu dari lima anak perempuan. Sebelum pandemi COVID 19, lebih dari 100 juta anak perempuan diharapkan menikah sebelum berusia delapan belas tahun. Sekarang, hingga 10 juta lebih anak perempuan akan berisiko menjadi pengantin anak akibat pandemi (UNICEF 2022).
D. Dampak Pernikahan Dini
Tidak dapat dipungkiri, pernikahan dini menimbulkan berbagai dampak yang tidak hanya merugikan bagi mereka yang melakukan, tetapi juga bagi suatu negara. Pernikahan tanpa dilandasi adanyakesiapanmental, fisik, danmateri akan menimbulkan permasalahan baru bagi negara (Octaviani dan Nurwati 2020). Kasus perceraian yang meningkat, angka kemiskinan, dan prevalensi anak stunting tinggi adalah dampak nyata pernikahan dini. Studi banyak menemukan bahwa pasangan suami istri yang menikah usia dini tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari hari sehingga meningkatkan angka kemiskinan.. Tidak hanya itu, banyak juga dari mereka yang tidak menyadari hak dan kewajiban baru
HIMPUNAN MAHASISWA ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com

CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)
yang melekat pada dirinya setelah menjalin hubungan rumah tangga. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya perselisihan antara pasangan karena merasa haknya tidak dipenuhi sehingga akhirnya memutuskan untuk bercerai. Selain itu, pernikahan dini jugamengakibatkankemungkinan anakmengalami stunting lebih besar. Hal tersebut berkaitan dengan kesiapan organ reproduksi ibu dan pemenuhan gizinya. Ibu berusia remaja secara psikologis belum matang serta belummemilikipengetahuanyangcukupmengenaikehamilandanpolaasuhyang baik dan benar.
Dampak psikologis banyak ditemukan pada pasangan yang melakukan pernikahandini.Pasanganyangmelakukanpernikahandinipadaumumnyabelum siap secara mental dalam menghadapi perubahan peran sebagai istri dan ibu. Hal tersebut mengakibatkan pasangan seringkali tidak mampu menghadapi permasalahan yang dialami oleh keluarganya. Selain itu, secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (wajib 9 tahun), hak bermain, dan menikmati waktu luangnya serta hak hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
E. Dasar Hukum
1. Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”
2. Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Dispensasi perkawinan yang berbunyi : “Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti bukti pendukung yang cukup.”
3. Pasal 26 ayat 1 butir c UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan di usia anak anak.
4. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Dalam hal ini, ketika usia minimal perkawinan bagi wanita lebih rendah dibandingkan pria, maka secara hukum wanita dapat lebih cepat untuk membentuk keluarga. Oleh karena hal tersebut, dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi
HIMPUNAN MAHASISWA ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)

memerintahkan kepada pembentuk undang undang untuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
F. Cara Mengurangi Angka Pernikahan Dini
Pemerintah Pusat
a) BKKBN Program Generasi Berencana (GenRe) dan Duta GenRe Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengembangkan Program Generasi Berencana (GenRe). Program GenRe merupakan program yang dikembangkan dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluargabagiremaja, yaituuntukmemfasilitasi terwujudnyategarremajayang berperilaku sehat, terhindar dari resiko Tiga Kesehatan Reproduksi Remaja (Triad KRR), menunda usia pernikahan, dan memiliki perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Sebagai bagian dari sosialisasi program GenRe, BKKBN menyelenggarakan ajang pemilihan Duta GenRe rutin setiap tahunnya. Kegiatan ini mempertemukan remaja yang tergabung dalam Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja dan memilih figur remaja berusia 16 22 tahun melalui proses seleksi yang ketat. Lomba Duta GenRe mempersiapkan anak anak muda sebagai motivator dan figur teladan dengan peran memberikan wawasan kepada generasi muda lainnya tentang berbagai masalah yang menimpa remaja. Pemilihan Duta GenRe diadakan di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, kemudian akan diselenggarakan seleksi di tiap provinsi hingga akhirnya lolos ke tahap nasional.
b) Kementerian PPPA

1) Webinar Pencegahan Perkawinan Anak
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun menyoroti permasalahan perkawinan anak di Indonesia. Sebagai bagian dari upaya pencegahan perkawinan anak di Indonesia, Kemen PPPA menyelenggarakan Webinar Pencegahan Perkawinan Anak Melalui Perlindungan Khusus Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Webinar ini diselenggarakan sebagai bentuk respon Kemen PPPA menanggapi viralnya kasus Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri, poligami, dan pernikahan usia anakdimediasosialdenganberagampaketdanmediapromosiyangmengarahkan pada pelanggaran hak hak anak. Menurut Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak dan berarti juga pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), karena hak anak bagian dari
MAHASISWA ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com

CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)
HAM. Oleh karenaitu, pembentukankonsepsi keluargadanpenguatanperanserta anak dan masyarakat dalam upaya pencegahan perkawinan anak menjadi sangat penting. Tanggung jawab dalam perlindungan anak ini merupakan kepentingan dari semua pihak termasuk negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali.
Saat ini, Kemen PPPA tengah memperkuat berbagai upaya pencegahan perkawinan anak melalui sinergi dengan Kementerian/Lembaga. Kegiatan yang sedang dijalankan yaitu program Desa Peduli Anak serta penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Dispensasi Kawin sebagai pelengkap Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang dispensasi kawin yang hanya mengatur pengadilannya saja.
2) Desa Peduli Anak
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan Rapat Koordinasi Nasional Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) sebagai tindak lanjut Deklarasi DRPPA yang telah dilakukan pada November 2020. DRPPA merupakan model desa yang dikembangkan oleh Kemen PPPA untuk dapat menjawab 5 (lima) arahan Presiden RI yang dimulai dari tingkat desa, yaitu sebagai berikut.
Peningkatan pemberdayaan perempuan di bidang kewirausahaan berperspektif gender
Peningkatan peran ibu/keluarga dalam pengasuhan/ pendidikan anak
Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak
Penurunan pekerja anak
- Pencegahan perkawinan anak. Selain untuk mewujudkan 5 arahan Presiden tersebut, DRPPA juga diharapkan dapat memperkecil kesenjangan gender, serta meningkatkan peran aktif perempuan terutama dalam bidang politik, pengambilan keputusan, dan ekonomi. Pembangunan desa dalam berbagai bentuk inovasi dapat berkontribusi positif bagi perempuan dan anak karena sekitar dua pertiga penduduk desa adalah perempuan dan anak, serta menjadi strategi untuk mencapai akselerasi pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di seluruh desa di Indonesia
Pemerintah Daerah
Usia Dini di Sulawesi Selatan
Pada Kamis (18/3/2021), Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Anak diselenggarakan oleh Kepala Desa Lilina Ajangale Hj. A. Kartini. Dalam kegiatan
ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)


tersebut, turut hadir Camat Ulaweng, Ketua BPD, Kepala Desa Lilina Ajangale, Aparat Desa, serta masyarakat. Pada sosialisasi ini, Kepala KUA Ulaweng H. Saleh menitikberatkan upaya pencegahan perkawinan anak usia dini, yaitu Undang Undang Pernikahan No.16Tahun2019yang merupakanperubahan atas Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang sebelumnya menetapkan usia menikah pada perempuan minimal 16 tahun dan laki laki 19 tahun, hingga kini disamakan menjadi 19 tahun baik perempuan maupun laki laki. Selain itu, sosialisasi ini juga memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai dampak buruk dari pernikahan dini, yaitu meningkatnya angka perceraian, angka kematian ibu, dan angka kematian bayi.
Non-Pemerintah
1) Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Usia Dini di Boyolali Mahasiswa Universitas Diponegoro menyelenggarakan sosialisasi pencegahan pernikahan usia dini di SMP Smaratungga yang berlokasi di Desa Sampetan, yaitu salah satu Desa Lokus Stunting di Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali. Sasaran dari sosialisasi tersebut yaitu murid murid kelas sembilan yang berjumlah 23 siswa. Kegiatan sosialisasi ini merupakan pelaksanaan dari program multidisiplin Centing (Pencegahan Stunting) sebagai Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Desa Sampetan dengan sub program Pemberdayaan Antisipasi Pernikahan Dini untuk Cegah Stunting. Kegiatan sosialisasi ini dilakukan dengan pemaparan materi mengenai pernikahan dini dan stunting, dampak pernikahan dini, serta kiat kiat yang sebaiknya dilakukan remaja untuk menghindari pernikahan di usia dini.
G. Kabupaten/Kota Layak Anak
Kabupaten/kota Layak Anak adalah Kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak.
Secara umum, KLA memiliki tujuan untuk memenuhi hak dan melindungi anak. Sementara khusus KLA memiliki tujuan untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi dan intervensi pembangunan, dalam bentuk: kebijakan, program
ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com

CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)
dan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak (PHPA), pada suatu wilayah kabupaten/kota.
KLA telah dikembangkan sejak tahun 2006 dan tahun 2009 diterbitkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 2/2009 tentang Kebijakan KLA. KLA juga telah diujicobakan di 10 kabupaten/ kota Tahun 2010 melalui Inpres No 1 Tahun 2010 KLA masuk ke dalam salah satu program prioritas nasional yang mempunyai 2 target kebijakan yaitu pada Permen PPPA No 10 /2010 tentang Panduan Pengembangan KLA bagi Provinsi dan Permen PPPA No 11/2010 tentang Petunjuk Teknis Desa/Kelurahan Layak Anak. Hingga penghargaan KLA tahun 2022 ini ada sebanyak delapan (8) kabupaten/kota meraih penghargaan kategori Utama, yaitu Kabupaten Siak, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Sleman, Kota Probolinggo, Kota Surabaya, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta, dan Kota Denpasar.
Mengapa KLA Penting untuk Diwujudkan?
● Jumlah anak sekitar sepertiga dari total penduduk
● Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bernegara.
● Untuk meningkatkan kualitas anak agar tidak menjadi beban pembangunan.
● Tingginya kekerasan terhadap anak baik di lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga
● Koordinasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak masih lemah dan harus diperkuat agar terintegrasi, holistik dan berkelanjutan.
● Masih terbatasnya ruang bermain anak yang dapat meningkatkan kreativitas anak
● Belum semua dokumen pembangunan di K/L dan pemda yang selaras dengan KHA
● Belum semua pemangku kepentingan di K/L dan pemda memahami hak anak
● Belum banyak daerah yang mempunyai landasan hukum untuk membangun anak di wilayahnya belum memperoleh dukungan APBD.
● Kapasitas kelembagaan, masih rendah à SDM, data, keterbatasan champions, sering pergantian pimpinan lembaga.
● Peran provinsi sebagai pembina kabupaten/kota di wilayahnya, masih belum optimal.
ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)

Daftar Pustaka
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2022. Pernikahan Dini Generasi Millenial. [diakses 2022 Okt 29]. https://sulut.bps.go.id/backend/images/Pernikahan Dini Generasi Millenial ind.jpg
[DISKOMINFO JATIM] Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur. 2021. Duta GenRe, Brand Ambassador Program GenRe Bagi Remaja Remaja. [diakses 2022 Nov 11]. https://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/duta genre brand ambassador program genre bagi remaja remaja /
[KEMENAG RI SULSEL] Kementerian Agama Republik Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. 2021. Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Anak Usia Dini. [diakses 2022 Nov 11]. https://sulsel.kemenag.go.id/daerah/sosialisasi pencegahan pernikahan anak usia dini klZtG/
[Kemenppa] Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2021. Kemen PPPA: Cegah Perkawinan Anak Mulai Dari Keluarga Dan Masyarakat. [diakses 2022 Nov 11]. https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3058/kemen pppa cegah perkawinan anak mulai dari keluarga dan masyarkat/
[Kemenppa] Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2016. KLA (Kabupaten/kota Layak Anak). [diakses 2022 Nov 11]. https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/92/1234/k l a kabupaten kota layak anak
[UNFPA] UnitedNationsPopulationFund. 2022. ChildMarriage. [diakses 2022 Okt 29]. https://www.unfpa.org/child marriage#readmore expand

[UNICEF] United Nations International Children’s Emergency Fund. 2022. Perkawinan Anak di Indonesia. [diakses 2022 Nov 01]. https://www.unicef.org/indonesia/id/laporan/perkawinan anak di indonesia
[UNICEF] United Nations International Children’s Emergency Fund. 2022. Child Marriage. [diakses 2022 Nov 01]. https://www.unicef.org/protection/child marriage
Arroiffah CK. 2022. Stop Stunting dengan Mencegah Pernikahan Dini! [diakses 2022 Nov 2]. https://kkn.undip.ac.id/?p=327145
Damayanti K. 2021. Faktor faktor yang memengaruhi pernikahan usia dini di Indonesia. JKependudIndones. 16(1):55. doi:10.14203/jki.v16i1.428. Retrieved from: https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/view/502/pdf
Erma AR. 2014. Identifikasi faktor dominan yang mempengaruhi remaja putri melakukan pernikahan dini di desa wagirkidul dan desa banaran kecamatan
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gedung Departemen IKK FEMA Lantai 2 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Web: himaiko.Ik.ipb.ac.id;e mail:ipbhimaiko@gmail.com CP: Maitsaa’ Rifdah (081289350310)

pulung kabupaten ponorogo [skripsi]. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Faridatul J, Sumbulah U. 2012. Pernikahan dini dan implikasinya terhadap kehidupan keluarga pada masyarakat madura (Perspektif Hukum Dan Gender). JEgalita. 7(1): 83 101. doi: 10.18860/egalita.v0i0.2113
Hardianti R, Nurwati N. 2020. Faktor penyebab terjadinya pernikahan dini ada perempuan. J Pekerj Sos. 3(2):111 120. doi:doi.org/10.24198/focus.v3i2.28415. Retrieved from: https://jurnal.unpad.ac.id/focus/article/view/28415/14867
Octaviani F, Nurwati N. 2020. Dampak pernikahan usia dini terhadap perceraian di Indonesia. Humanitas. 2(2):33 52. Retrieved from: journal.unpas.ac.id/index.php/humanitas/article/view/2820

Ramdhani Ani. 2022. 4 Pengertian Pernikahan Dini Menurut Para Ahli, Faktor, dan Dampaknya. Retrievedfrom: https://www.pinhome.id/blog/pengertian pernikahan dini faktor dan dampaknya menurut ahli/
Sari JPI. 2021 Jun 10. Bisnis.com. Parenting. Kasus Pernikahan Usia Dini di Indonesia Masih Tinggi. [diakses 2022 Nov 01]. https://lifestyle.bisnis.com/read/20210610/236/1403937/kasus pernikahan usia dini di indonesia masih tinggi/