Herpetosiana edisi 2

Edisi 2 | Desember 2016

HERPET SIANA

Khasiat minyak bulus : Mitos atau Fakta Wawancara Herpetologist : Pak Burhan Tjaturadi Dilema Konservasi Buaya di Indonesia

Snake Charmer Draco, Si Kadal Terbang Limnonectes larvaepartus : Katak

Rhacophorus reindwartii Photo by: Ketut Arte W

Pembimbing : Donan Satria Yudha M.Sc Pimpinan Umum : Abdul Fattah Pimpinan Redaksi : Ketut Arte Widane Editor : Anisa Parazulfa ¤ Arnita Prasintaningrum Reporter : Isna Mustafiatul Ummah ¤ Lathifatul Faliha Desainer : R.M. Farchan Fathoni ¤ Laili Mufli Zusrina Fotografer & Illustrator : Ikhsan Jaya Alamat Redaksi : Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM Foto Cover Luar : Abdul Fattah

1

Herpetosiana |II| Desember 2016

#Salam Redaksi 1 #DAFTAR ISI

2

#DRACO, SI KADAL TERBANG 3

#khasiat minyak bulus: mitos

atau fakta?

5

#Limnonectes larvaepartus: Katak melahirkan dari Sulawesi

8

#dilema konservasi buaya

Draco, si Kadal Terbang

10

Teks oleh: Divisi Lacertilia I Foto: Ketut Arte W. Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM

K

adal terbang adalah sebutan umum bagi semua spesies kadal dalam genus Draco (Family: Agamidae). Meskipun disebut demikian, sebenarnya kadal terbang tidak benar-benar terbang.

Dalam kamus Inggris Oxford, terbang didefinisikan sebagai aksi atau tindakan melayang atau bergerak melewati udara dengan maupun tanpa sayap, sementara secara biomekanis terbang diindikasikan sebagai segala kegiatan gerak di udara yang melibatkan kontrol aktif daya aerodinamis. Gerak yang dilakukan Draco disebut dengan gliding, yaitu gerak jatuh terkontrol dengan mengubah energi gravitasi potensial menjadi gerak aerodinamis.

Gliding berbeda dengan terbang yang memproduksi dorongan secara aktif, namun lebih mirip parachuting, yaitu proses bertahap yang diinisiasi oleh refleks gerak di udara dan diikuti

#Snake charmer: mengikuti alunan jaman 13

#Herpetopuzzle 15

##Aplikasi herpetologi di masyarakat 17

Desember 2016 |II| Herpetosiana

2

3

Herpetosiana |II| Desember 2016

dengan adaptasi perilaku seperti merentangkan badan dan ekor ketika jatuh untuk meningkatkan hambatan udara dan mengurangi percepatan jatuh. Perbedaan di antara keduanya adalah parachuting tidak meregulasi orientasi arah gaya jatuh, sedangkan gliding dapat menciptakan gaya angkat untuk memperlambat jatuh, mengubah orientasi tubuh, dan menentukan tujuan pendaratan.

Struktur gliding pada Draco berbeda dengan vertebrata penerbang (burung, kelelawar, pterosaurus) yang sayapnya merupakan modifikasi dari tungkai depan. Adaptasi morfologis dari genus Draco meliputi patagium yang merupakan struktur terkontrol yang terdiri dari pemanjangan rusuk dada dan otot yang terspesialisasi. Otot utama yang menegakkan patagium itu adalah intercostalis dan iliocostalis. Iliocostalis merupakan otot

Khasiat Minyak Bulus: Mitos atau Fakta?

Oleh: Divisi Testudinata Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM

Perbandingan Gliding, Parachuting, dan Flying pada berbagai hewan panjang yang berasal dari leher, dan ketika berkon- dengan peninggian yang berfungsi untuk lebih traksi akan merotasikan rusuk pertama secara an- meningkatkan permukaan aerodinamis efektif. terior dan rusuk kedua yang terhubung dengan Draco menggunakan gliding untuk rusuk kedua. Ketika dua rusuk tersebut berotasi, menghindari predator, bergerak dari pohon ke ligamen yang menghubungkan sisa rusuk akan pohon untuk mencari mangsa, mencari kesemtertarik dan menginduksi perputaran rusuk di se- patan kawin dengan betina, dan mengejar pejanluruh bagian patagium, kemudian pita elastin dan tan saingan yang memasuki teritori. Draco jantan kolagen dalam patagium akan menegangkan se- merupakan hewan yang teritorial dengan teritori luruh membran dan menciptakan lengkungan meliputi satu hingga beberapa pohon yang sebentuk sayap. Ketika tidak digunakan, patagium cara aktif dijaga, sementara betina dapat bergerakan terlipat secara pasif oleh sifat elastis ligamen. ak dengan bebas dari teritori ke teritori lainnya.

Selain patagium, Draco dikarakterisasikan dengan fitur tambahan dalam gerak glid- DAFTAR PUSTAKA ing. Draco memiliki kartilago ceratohyalin di ap- Dudley, R., G. Byrnes, S.P. Yanoviak, B. Borrell, R.M. Brown, & J.A.

McGuire. 2007. Gliding and the functional origins of paratus hyoideus yang dapat memanjang dan

flight: biomechanical novelty. Annu. Rev. Ecol. Evol. Syst. digerakkan untuk mendukung throat lappets 2007. 38: 180, 190 yang menciptakan daya angkat tambahan dan McGuire, J.A. & R. Dudley, 2011. The biology of gliding in flying liz meningkatkan stabilitas dan keseimbangan. ards (Genus Draco) and their fossil and extant analogs. In tegrative and Comparative Biology, p1 Pada baris sisik di bagian ventral juga terdapat mekanoreseptor yang diduga berfungsi mera- Socha, J.J., K. Miklasz, F. Jafari, P.P. Vlachos. 2010. Non-equilibrium trajectory dynamics and the kinematics of gliding in a fly sakan tekanan udara untuk mengontrol arah

ing snake. Bioinsp. Biomim. 5. 045002:1 terbang, seperti fungsi rambut sensoris pada Socha, J.J., F. Jafari, Y. Munk, G. Byrnes. 2015. How animals glide: rambut kelelawar. Di bagian tepi di tungkai be from trajectory to morphology. Can. J. Zool. P.29 lakang dan pangkal ekor juga terdapat sisik Desember 2016 |II| Herpetosiana

4

M

inyak bulus dikenal memiliki berbagai khasiat, diantaranya mengencangkan kulit, mempercepat penyembuhan luka, menghilangkan jerawat, mencerahkan dan mengencangkan kulit, hingga meningkatkan vitalitas. Lantas, benarkah minyak bulus memiliki khasiat seperti yang telah dipercayai oleh mayarakat?

Minyak bulus merupakan suatu produk yang berasal dari lipid hewan anggota Familia Trionychidae, umumnya yang digunakan adalah spesies Amyda cartilaginea. Minyak diperoleh dari pemrosesan lipid dengan berbagai cara, diantaranya dijemur kemudian dioven, digoreng atau 5

Herpetosiana |II| Desember 2016

pun diperas langsung.

Kebenaran mengenai khasiat minyak bulus, secara ilmiah belum dapat dipastikan karena masih sangat sedikit penelitian yang membuktikan hal ini. Beberapa diantaranya yaitu penelitian pada tahun 1993 tentang perawatan luka bakar dengan minyak bulus pada marmut mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, fakta bahwa vitamin E memiliki efek antioksidan yang bisa melindungi sel- sel tubuh dari kerusakan, serta berperan dalam menjaga kesehatan kulit merupakan salah satu vitamin terlarut dalam lemak. Dapat disimpulkan bahwa manfaat minyak bulus dalam bi-

dang kecantikan berkat peran dari vitamin E yang terkandung dalam lemak.

Sumber:

Geson, Ge Recta (1993) Pemanfaatan Minyak BuHingga saat ini masyarakat masih percaya lus (Trionyx cartilagineus) Sebagai Obat Luka akan khasiat dari minyak bulus serta berita- berita Bakar Pada Marmut Jantan.[Undergraduate yang banyak mengabarkan manfaat dari minyak thesis]  bulus. Pemanfaatan minyak bulus sekarang berhttp://digilib.ubaya.ac.id/pustaka.php/151574 gantung kepada masyarakat, yang harus dengan bijak menggunakannya, dengan memperhatikan http://www.pusatminyakbulus.com/2015/06/khasiat-manfaat-bahaya-minyak-bulus.html keseim-bangan populasi dari spesies hewan yang digunakan, hingga berhati- hati dalam penggunaan minyak bulus tersebut.

Naja sputatrix Photo by: Iman Akbar M. Desember 2016 |II| Herpetosiana

6

7

Herpetosiana |II| Desember 2016

Limnonectes larvaepartus: Katak Melahirkan dari Sulawesi

Oleh: Divisi Amphibia Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM

S

ebuah penelitian pada tahun 2014, untuk yang pertama kalinya, menemukan katak yang dapat melahirkan kecebong. Katak ini ditemukan oleh Prof. Djoko T. Iskandar dkk. di Pulau Sulawesi.

Termasuk dalam kelompok katak bertaring atau Limnonectes. Penemuan ini merupakan hal baru dalam dunia sains karena sebelumnya belum pernah ditemukan katak yang memiliki cara reproduksi seperti ini.

ung tidak beraturan. Berudu-berudu mengisi seluruh ruang pada abdomen induk dan dilapisi oleh oviduk yang tipis. Pada wadah aquarium berudu hanya bertahan selama 2 minggu. Berudu yang terlahir secara alami di alam akan mengalami metamorfosis di luar tubuh iduknya dan menjadi katak dewasa.

Limnonectes larvaepartus yang ditemukan di wilayah Sulawesi Tengah merupakan endemik Sulawesi. Penyebarannya diperkirakan di sekitar Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorantalo dan Sulawesi Utara. Katak tesebut biasa hidup dalam rentang jarak 2-10 meter dari perairan. Penelitian lebih lanjut mengenai katak ini masih sangat diperlukan, terutama untuk mengetahui tingkah laku, fisiologi dan nilai pentingnya.

Lebih dari 6000 spesies katak di dunia memiliki tipe fertilisasi eksternal. Hanya sedikit yang melakukan pembuahan internal dan larvanya berkembang di luar tubuh induknya. Sebelumnya juga telah ditemukan katak dari genus Rheobatrachus yang mengerami telurnya dalam lambung dan memuntahkannya ketika telah menjadi berudu. Namun perilaku tersebut belum bisa dinyata kan sebagai melahirkan.

gangguan manusia terus meningkat, sehingga kedepannya diperlukan konservasi bagi katak, terutama Limnonectes larvaepartus, beserta habitatnya.

Katak jenis baru tersebut terdaftar sebagai Limnonectes larvaepartus. Nama tersebut berasal dari bahasa Latin yang secara keseluruhan memiliki arti ‘katak bertaring yang melahirkan larva’. Sebelum dideskripsikan lebih lanjut, katak ini diberi nama Limnonectes larviparus oleh Inger (2001).

Nama tersebut dipakai karena sesuai dengan cara hidupnya yang ovovivipar. Sampai saat ini, L. larvaepartus adalah satu-satunya katak dengan fertilisasi internal dan perkembangan embrio berada dalam tubuh induk.

Kusrini MD, Rowley JJL, Khairunnisa LR, Shea GM, Altig R. 2014. A new breeding mode for anurans: reproductive biology and larvae of the Indonesian frog Limnonectes larvaepartus. Inpress 10 (1).

Keterangan gambar: (A) Isi perut Limnonectes larvaepartus betina yang sedang mengandung (B) Berudu immature Limnonectes larvaepartus

Sumber : Iskandar DT, Evans BJ, McGuire JA. 2014. A novel reproductive mode in frogs: A new species of frog with internal fertilization and birth of tadpoles.

Limnonectes larvaepartus dewasa

Sulawesi merupakan rumah bagi sekitar 25 jenis

Dalam penelitian tersebut diketahui bah- dari genus Limnonectes, banyak yang belum teriwa seekor induk L. larvaepartus berukuran 55, 7 dentifikasi dan diperkirakan masih banyak yang mm dapat membawa lebih dari 100 berudu den- belum ditemukan. Ancaman kepunahan karena gan ukuran 13-14 mm. Letak berudu yang dikandDesember 2016 |II| Herpetosiana

8

9

Herpetosiana |II| Desember 2016

Dilema Konservasi Buaya

eksistensi buaya di alam.

Peternakan buaya di beberapa negara merupakan salah satu aktivitas yang penting serta sebagai salah satu bentuk kegiatan konservasi.

Di Papua Nugini terdapat suatu komunitas yang memperdagangkan juvenile buaya secara komersial kepada peternak buaya. Dengan adanya aktivitas tersebut, mereka berupaya untuk menjaga dan merawat telur buaya saat masih di dalam sarang.

Oleh: Divisi Crocodylia Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM

Tahun 1987 pemerintah Filipina mencanangkan program peternakan buaya untuk mendirikan industri kulit buaya sehingga masyarakat umum dapat hidup bersinggungan langsung dengan habitat buaya kemudian terdorong untuk melakukan konservasi. Cara tersebut masih menjadi kontroversi di beberapa negara. Terlebih cara tersebut tidak aman dilakukan untuk spesies yang populasinya sangat sedikit atau berstatus konservasi Critically Endangered seperti Crocodylus mindorensis, buaya endemik Filipina. Salah satu sumber menyatakan bahwa cara yang lebih aman adalah dengan fokus pada breeding buaya dalam penangkaran. Sumber lainnya menjelaskan bahwa mengumpulkan telur dan juvenile dari alam dan mengembangkannya dalam penangkaran juga merupakan salah satu upaya konservasi buaya.

Sumber: Grigg, G. and D. Krishner. 2015. Biology and Evolu

tion of Crocodylians. Cornell University

Press. New York.

Van der Ploeg, J., Cauillan-Cureg,M., Van Weerd, M., Persoon, G., 2011. Why must we protect crocodiles?’ Explaining the value of the Philippine crocodile to rural communities. Journal of Integrative Environmental Sciences. 1-12.

S

eperti yang kita tahu, spesies buaya di dunia berjumlah 23 jenis. Empat diantaranya dapat kita temukan di wilayah Indonesia, diantaranya Crocodylus porosus (Buaya Muara), Crocodylus siamensis (Buaya Air Tawar), Crocodylus novaeguineae (Buaya Irian), dan Tomistoma schlegelii (Senyulong). Keberadaan buaya di alam liar dapat dijumpai di wilayah Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan Papua.

Senyulong. Spesies ini memiliki status konservasi Vulnerable yang artinya berpeluang besar mendekati kepunahan. Status ini mengingatkan bahwa keberadaan Senyulong dan buaya secara umum perlu mendapatkan perhatian lebih. Menurunnya populasi buaya di dunia dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah rusaknya habitat buaya di alam yang dapat disebabkan karena aktivitas manusia. Perubahan kondisi habitat juga dapat mempengaruhi keberadaan Dari 23 jenis buaya di dunia, banyak di- pakan buaya di alam. Oleh karena itu, perlu adanantaranya yang mendapatkan status konservasi ya upaya dari pemerintah serta masyarakat secara yang cukup memprihatinkan. Contohnya Tomis- umum untuk melindungi dan mempertahankan toma schlegelii atau yang dikenal dengan nama Desember 2016 |II| Herpetosiana

10

Osteolaemus osborni ditemukan oleh masyarakat Kongo 11

Herpetosiana |II| Desember 2016

Snake Charmer: Mengikuti Alunan Jaman

Oleh: Divisi Serpentes Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM

U

lar memiliki kedudukan beragam bagi manusia, antara lain sebagai hewan yang bijaksana, sosok pelindung bagi manusia, bahkan pembawa kematian. Dibandingkan dengan bangsa lain di dunia, masyarakat India memiliki pandangan yang berbeda tentang ular. Pandangan tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh agama Hindu. Ular dipandang sebagai makhluk yang melambangkan kejahatan sekaligus memiliki posisi yang setara dengan dewa. Dewa Siwa digambarkan dengan ular yang melilit di lehernya, Sri Kresna dilindungi oleh raja ular (Vasuki) saat kelahirannya, dan alam semesta berada di tudung kepala raja ular Vasuki.

tudungnya dan menari mengikuti goyangan been.

Masyarakat awam yang melihat peristiwa ini akan beranggapan bahwa ular tersebut menari mengikuti alunan musik, namun sebenarnya, ular yang tidak memiliki telinga luar, tidak bergerak berdasarkan alunan musik namun mengikuti gerakan been.

Kesakralan ular dalam kehidupan masyarakat India telah melahirkan sebuah kelompok dalam masyarakat India yang mengkhususkan diri untuk Been, salah satu kelengkapan bagi sapera berinteraksi dengan ular. Sapera lazim disebut Snake Charmer, merupakan kelompok yang telah Untuk keamanan, beberapa suku memberi berlatih secara turun temurun untuk menghadapi ular sejak usia dini, bahkan suku Vadi memperke- kobra campuran ramuan herbal tradisional yang dipercaya dapat menetralisir bisa kobra. Selain itu nalkan ular pada anak mereka sejak usia 2 tahun. juga dipercaya terdapat proses pelatihan mengBerbagai jenis ular digunakan oleh para gunakan kekerasan fisik dan memanfaatkan kesapera, diantaranya ular kobra (Naja naja ; Naja waspadaan ular terhadap gerakan seruling, dan kaouthia), ular tikus (Ptyas mucosus), boa tanah( berujung pada kelelahan. Sebelum ditampilkan, Eryx johnii), boa pasir (Eryx conicus), royal snake kelenjar bisa dilukai dengan jarum panas, mulut (Splaerosophis diadema), red spotted royal snake ular dijahit dan hanya diberi makan berupa susu (Spalerosophis arenerius), king cobra (Ophiophagus yang kemudian mengakibatkan ular mengalahannah), dan ular piton (Python molurus bivittatus). mi gejala alergi parah dan mati akibat dehidrasi.

Ular-ular tersebut digunakan pada pertunjukan Pemotongan gigi dan kelenjar bisa pada ular dapat jalanan yang menunjukkan kelihaian dan kekua- menyebabkan infeksi, rasa sakit, dan bahkan ketan mistis para sapera dalam menaklukkan ular- matian. Praktek ini sekarang dilarang di India berular yang dianggap buas oleh warga India. Pun- dasarkan peraturan Indian Wildlife Protection Act caknya, sapera akan membuka kotak berisi ular pada tahun 1972 yang melarang perburuan ular kobra yang perlahan mengeluarkan kepala dari dan eksploitasi makhluk hidup dan awalnya berkotak. Sapera memainkan alat musik tiup berna- tujuan untuk mencegah eksploitasi ular untuk inma been sambil menggoyangkannya dihadapan dustri kulit. ular. Ular kobra yang siaga kemudian melebarkan

Hylarana chalconota Photo by: Laili Mufli Zusrina

Desember 2016 |II| Herpetosiana

12

13

Herpetosiana |II| Desember 2016

Herpetopuzzle Flintoff C. 2011. In India, Snake Charmers Are Los

ing Their Sway. Tersedia pada www.npr.org

(diakses pada 6 September 2016 pada pu

kul 9.07)

1

Herpetopuzzle 4

Tiplady C. 2013. Animal Abuse: Helping Animals and People. CABI. UK

2

3

5

6

7 8

9 10

11

12

13

14

15

16 17 18

Praktek Snake Charming oleh Sapera menggunakan Kobra

Meskipun tidak terlibat dalam industri kulit ular, sapera menggunakan ular hidup untuk pertunjukan jalanan. Hukum yang baru melarang penggunaan makhluk hidup untuk berbagai tujuan. Profesi snake charmer menjadi illegal dan kepemilikian ular secara illegal akan langsung ditindak oleh pihak yang berwenang. Menghadapi hal ini, sebagian besar sapera pada akhirnya memilih beralih profesi menjadi petani atau snake rescuer untuk mengatasi ular yang masuk ke rumah warga, namun ada pula beberapa komunitas kecil yang tetap berusaha mempertahankan tradisi ini.

19

Mendatar 2. Anggota kelas reptilia khas Selandia Baru 6. Istilah untuk juvenile penyu 7. Alat bantu kopulasi pada Kadal dan Ular 8. Jumlah ruang pada jantung amfibi (dibalik) 9. Genus dari ular kobra penyembur 10. Fase larva pada Anura 11. Istilah untuk hewan yang suhu tubuhnya me nyesuaikan dengan suhu lingkungan 12. Jenis bisa yang menyerang sistem syaraf korban 14. Pelindung tubuh reptilia 15. Daerah asal katak paling beracun di dunia 17. Nama lokal Tomistoma schlegelii 18. Genus kadal yang memiliki kemampuan gliding 19. Bagian ventral tempurung kura-kura

Referensi: Bose D. 2003. Snake Charmers of India. Tersedia pada www.lankalibrary.con (diakses pada 6 September 2016 pukul 9.12).

Dutt B., R. Kaleta, V.Hoshing. From charmers to educators: Using indigenous knowledge for conservation education.

Desember 2016 |II| Herpetosiana

14

15

Herpetosiana |II| Desember 2016

Menurun 1. Kegiatan yang dilakukan Herpetofauna untuk menda

patkan panas dari lingkungan 3. Kemampuan cicak untuk melepas ekornya 4. Majalah KSH UGM 5. Keping-keping pelindung tubuh yang mengalami os sifikasi pada buaya 8. Ritual kawin pada Amfibi 13. Hewan yang aktif pada malam hari 16. Nama lokal Kura-kura bertempurung lunak

Aplikasi Herpetologi di masyarakat Wawancara dengan Burhan Tjaturadi, alumni KSH penggiat konservasi Oleh: Isna Mustafiatul Ummah

Lathifatul Faliha

Di alam, katak sawah membantu memakan hama wereng, ular-ular mengontrol populasi tikus, labi-labi di sungai membantu untuk memakan bangkai-bangkai binatang, beberapa hal tersebut adalah peran herpetofauna yang bermanfaat bagi masyarakat. Di dunia masyarakat, terdapat berbagai hal yang berhubungan dengan kelangsungan hidup herpetofauna, seperti masih terdapat Desember 2016 |II| Herpetosiana

16

17

Herpetosiana |II| Desember 2016

mitos-mitos yang salah tentang herpetofauna yang menyebabkan pembunuhan ular dan herpetofauna lain, penggunaan pestisida yang kurang bijak yang menyebabkan katak dan ular banyak yang mati atau anggapan bahwa semua ular berbahaya, sehingga ketika berjumpa langsung dibunuh. Banyak masyarakat yang belum mengetahui peran herpetofauna di alam, oleh karena

itu perlu dilakukan edukasi. Edukasi melalui suatu acara sosialisasi di masyarakat, atau sekedar penyampaian langsung ke masyarakat, misalnya ketika di Papua, masyarakat merasa takut dengan kadal Tiliqua, bisa disampaikan bahwa kadal tersebut tidak berbisa, tetapi karena memakan bangkai sehingga membawa bakteri dari bangkai, dan berefek buruk pada manusia, edukasinya : “Jangan membuang bangkai, jadi ketika membunuh tikus atau terdapat ayam mati bangkainya dipendam, sehingga masyarakat terhindar dari kemungkinan digigit kadal yang baru memakan bangkai� . Sehingga dapat mengubah pandangan masyarakat kalau kadal tersebut tidak berbisa dan tidak langsung dibunuh ketika bertemu.

Di Papua, tidak semua masyarakat adat memiliki kearifan lokal terhadap herpetofauna .

Sebagai contoh ada masyarakat di kampung Fakafuku, Kab. Mimika. Ketika melihat kadal langsung saja dipukul mati tanpa ada penyebab, ketika saya tanya kenapa? beberapa orang tersebut bilang masih banyak, tetapi juga terdapat masyarakat yang ketika bertemu ular Candoia aspera atau Morelia, langsung ditangkap, dipotong dan dimasak tanpa ada aturan - aturan konservasi , tetapi karena diversitas makanan mereka banyak, sehingga mereka tidak hanya memburu herpetofauna, tetapi apapun yang dijumpai. Terdapat suku-suku di Papua, yakni suku-suku yang takut ular, mereka akan lari apabila bertemu ular, tetapi jika ada yang sedikit keberanian, mereka pasti akan membunuh ular tersebut. Jadi di Papua hanya terdapat tiga jenis manusia, takut dan lari, takut dan bunuh,

berani untuk tangkap kemudian dimasak atau dijual. Beberapa suku di Papua tidak tertarik herpetofauna, terutama yang berukuran kecil yang tidak dapat dimakan mereka tidak peduli, tetapi yang berukuran besar rata-rata kalau tertangkap dimakan, kecuali masyarakat yang hidup di kota lebih memilih jenis makanannya.

Pesan dan kesan selama di KSH : Pengalaman paling berkesan di KSH adalah KSH zaman dulu belum berkembang seperti sekarang, hanya sekedar mencari ular bersama-sama, mengikuti pameran, ekspedisi juga baru ke Nusakambangan, maklum baru bikin KS tidak banyak peminatnya. Setiap lokasi menarik, ada suka dan dukanya yang berbeda antarsuatu lokasi dengan lokasi lainnya, tapi paling menarik adalah lokasi penelitian di pegunungan Foja Mamberamo, karena lokasi tersebut belum pernah dimasuki manusia lebih dari 30 tahun terakhir (dimasuki pada tahun 70-an), jadi alamnya betul-betul masih asli, biodiversitasnya banyak yang baru.

Pesan untuk herpetolog muda Indonesia : Tetap fokus pada bidang herpetofauna, tapi juga jangan menutup diri dengan ilmu-ilmu yang lain, karena setelah lulus nanti kalian akan menghadapi dunia kerja yang nyata, banyak persaingan dengan herpetolog lain, baik satu alumni maupun dari universitas lainnya, kalo dapat pekerjaan di luar bidang Herpetologi ataupun Biologi jangan berkecil hati, kalau memang suka herpet masih bisa penelitian-penelitian ketika waktu luang,

Limnonectes kuhlii Photo by: Ikhsan Jaya Desember 2016 |II| Herpetosiana

18

19

Herpetosiana |II| Desember 2016