atas
kiri - atas
Pasar yang pernah menerima piala Adipura ini merupakan bukti keberhasilan pemerintah merelokasi sebagian pedagang pasar Kranggan yang tadinya berjualan di pinggir jalan. Pasar ini juga berhasil memanusiakan pedagang dan pembeli, meghilangkan image pasar tradisional yang kumuh zonasi dalam pasar dengan memecahkan permasalahan penghawaan, daging pencahayaan, dan bau tidak sedap. Zonasinya dibuat sayuran, dll senyaman mungkin dan barang dagangan pun lebih beragam.
Penempelan pamflet di tempat yang terlah disediakan dirasa belum cukup. Tiang listrik pun tak luput menjadi ajang promosi.
atas
humanity vs (in)humanity
tipikal pasar pada umumnya
ujung atas Tepatnya sejak 1990an, akibat krisis moneter, pedagang yang tidak memiliki tempat dagang sendiri akhirnya mulai memenuhi sisi jalan kawasan ini setiap pagi sejak pukul 01.00.
Ketika mencari nafkah menjadi urusan yang lebih penting bagi para pedagang ketimbang kesehatan, terdapat pihak-pihak yang m e m a n f a a t k a n kesempatan ini untuk turut mendulang pundi-pundi rezekinya.
sarjono
humanity within inhumanity
Ketua Paguyuban Ademayem, mengkoordinir sekitar 250 pedagang Pasar Kranggan yang berdagang di pinggir jalan.
Para pedagang secara tertib menutup dagangannya pada pukul 08.00 dan membersihkan sampah sisanya.
P A S A R K R A Na daily G Gharmony AN [Perancangan Kota] Diastuti Widya Maharani - 41858 Hanifah Sausan N - 42225
rekomendasi Kemudahan pelanggan untuk dapat langsung membeli dagangan di pinggi jalan masih menjadi alasan utama bagi para pedagang untuk tetap berjualan di tempat biasa. Sejauh ini memang masyarakat dan warga sekitar telah terbiasa akan hal ini. Di sisi lain fenomena seperti ini menambah keunikan dari kota Jogja itu sendiri, kota yang guyup, rukun, tentram. Perbaikan infrastruktur jalan memang diperlukan. Boleh jadi, trotoar kemudian didesain untuk konsep bongkar pasang dagangan. Meski memang relokasi masih menjadi pilihan utama bagi mereka yang menganggap kondisi ini sebagai sampah perusak visual kota.