8 minute read

Banda Bakali, Penangkal Banjir Bersejarah di Kota Padang

“Pada tahun 1973 itu belum ada jalan, banda langsung tebing di sampingnya, tetapi di pinggir banda memang orang-orang sudah bangun rumah liar. Oleh karena itu dilakukan penggusuran pada perumahan liar yang berdiri di sekitar banda untuk pembangunan jalan,” jelas Edi saat diwawancarai Genta Andalas, Senin (19/6/2023).

Perbaikan yang dilakukan dengan membangun jalan dan menggusur rumah warga di pinggir banda bakali ini juga dilakukan karena adanya longsor akibat tanah tebing yang berada di pinggir sungai yang membuat kanal tersebut ditutupi tanah. Oleh sebab itu, mulai diletakkan batu-batu penahan agar tidak longsor lagi.

Senada dengan penjelasan Edi, salah seorang warga lainnya di sekitar pinggiran banda bakali, Nurhayati menyebut bahwa terdapat beberapa pembangunan untuk memperbaiki sekaligus mempercantik banda bakali oleh pemerintah Kota Padang pada tahun 1990 an. Sejak kanal banjir banda bakali tersebut diperlebar, permasalahan banjir di Kota Padang pun mulai berkurang.

Melihat perbaikan banda bakali saat ini yang sudah tertata rapi, kondisi saat ini tidak terlepas dari sejarah banda bakali yang sempat memakan banyak korban saat belum diperbaiki. Air banjir yang meluap cukup deras kerap menyeret orang yang berada di sekitar banda hingga hanyut tidak ditemukan. Tak jarang juga di banda bakali sering ditemukan mayat yang terjebak di pinggir banda.

“Dulu ada yang hanyut karena lari ke air, kabarnya melihat saudaranya di pinggir banda, tapi saat diikuti justru malah dia berlari ke air dan berujung hanyut. Dulu sering juga ditemukan mayat yang kejebak di pinggir banda, ternyata sudah hanyut dari arah hulu,” jelas Nurhayati.

Meskipun demikian, bukan berarti banda bakali ini sudah tidak memakan korban lagi hingga kini. Menurut keterangan Nurhayati, bahkan warga sekitar pun memiliki kepercayaan tersendiri bahwa banda bakali memakan korban setiap tahunnya. Beliau pun memiliki seorang adik yang hilang hanyut di banda bakali dan jasad tubuhnya tidak ditemukan hingga kini. Bahkan sudah berupaya mencari dengan memanggil tim SAR, tetapi tak juga membuahkan hasil. Namun, terlepas dari kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat, Nurhayati menyebut bahwa arus air pada kanal ini memang deras dan kuat, terutama pada musim hujan, musim di mana banyak korban hanyut di banda bakali.

Tidak hanya memakan korban nyawa, risiko pencemaran lingkungan juga mengancam banda bakali. Seiring berjalannya waktu, berkembangnya pemukiman di sekitar banda bakali membuat kondisi banda bakali acapkali terlihat kotor dengan sampah yang menumpuk, baik itu di aliran air maupun di pinggir air. Kurangnya kesadaran dari warga akan bijak membuang sampah membuat hal ini terjadi. Terutama kehadiran banda bakali yang terletak di tengah-tengah kota dan aktivitas masyarakat membuat mereka dengan mudahnya membuang sampah ke aliran air. Menurut pengakuan warga sekitar, sampah yang terlihat di banda bakali tidak hanya bersumber dari warga yang tinggal di sekitar aliran kanal ini saja, melainkan juga sampah kiriman yang terbawa arus dari cabang aliran sungai.

Menghadapi permasalahan sampah yang juga dihadapi di banda bakali ini, telah dilakukan upaya pembersihan secara berkala oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang dan Dinas Pekerja Umum dan Penataan Ruang.

“Upaya pembersihan banda bakali sendiri saat ini yaitu ada personel dari Dinas Pekerja Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang biasanya datang setiap 3 bulan sekali,” jelas Nurhayati.

Selain pembersihan kanal banjir ini, Dinas Lingkungan Hidup juga memasang kubus apung di beberapa titik di banda bakali. Pemasangan kubus apung yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup ini berguna untuk mencegah dan menahan sampah mengalir hingga ke laut.

● Bilqis, Lusi, Uty

Berawal dari kegiatan coaching day atau pelatihan yang diadakan oleh pihak yayasan Karya Salemba Empat (KSE), paguyuban mahasiswa beasiswa KSE Universitas Andalas (UNAND) menciptakan berbagai inovasi produk yang berbahan dasar limbah alam. Tidak hanya berkreativitas menghasilkan produk yang bisa dimanfaatkan, mereka juga memberdayakan masyarakat untuk bergerak melanjutkan produksi produk-produk tersebut nantinya.

Salah satu anggota paguyuban KSE, Winda menceritakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk perhatian pihak yayasan yang menginginkan untuk mengadakan suatu kegiatan Commodity Development (Comdev) atau Pengembangan Komoditas yang mengangkat tema tentang Lingkungan. Kemudian dengan melihat potensi yang ada, maka dipilihlah limbah pohon kelapa untuk diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual dan dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan masyarakat.

“Padang punya daerah pesisir pantai yang cukup luas dengan potensi limbah kelapa yang cukup banyak, maka dicari ide untuk mengolah limbah-limbah tersebut menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan bagi masyarakat,” ujar Winda saat diwawancarai Genta Andalas pada Sabtu (20/5/2023).

Selain limbah yang berasal dari pohon kelapa langsung, mereka juga menggunakan limbah santan bekas yang ada pada rumah makan di Kota Padang. Beberapa produk yang berhasil dikembangkan dari limbah kelapa tersebut ialah, sabun cuci piring, coconut fiber (serat sabut kelapa), dan coco peat (serbuk sabut kelapa).

Inovasi Produk Limbah Alam Menjadi Bahan Berguna

Foto: Kerin

Sabun cuci piring yang dibuat berbahan dasar minyak kelapa atau minyak jelantah. Kelompok mahasiswa KSE UNAND akan melakukan kerja sama dengan sejumlah rumah makan yang ada di Kota Padang.

Pihak rumah makan akan menyumbangkan limbahnya, kemudian setiap pihak rumah makan akan memperoleh sabun cuci piring dengan harga terjangkau. Pembuatan sabun cuci piring tersebut telah dilakukan sejak November tahun 2022, tetapi sayangnya saat ini sabun cuci piring ini belum disebarluaskan, karena masih perlu untuk dilakukan uji coba. Beberapa keunggulan dari sabun cuci piring ini ialah, menggunakan bahan alami, ramah lingkungan serta relatif lebih terjangkau dengan mematok harga sekitar Rp12.000 per kemasan.

Lalu, produk lain yang dihasilkan ialah dari limbah sabut kelapa, yakni coconut fiber dan coco peat. Coconut fiber digunakan untuk membuat berbagai macam jenis kerajinan seperti keset, sedangkan coco peat dimanfaatkan untuk media tanam tumbuhan. Coco peat berfungsi sebagai pupuk dan media tanam. Sebagai media tanam, coco peat memiliki daya serap air yang cukup tinggi serta pembuatannya tak memerlukan uji coba seperti sabun cuci piring dan hanya menggunakan teknologi mesin untuk menghaluskan dan menyaring serabut kelapa. Selain inovasi dari sabut kelapa menjadi barang berguna mesin pembuatan produk coconut fiber dan coco peat ini juga dirancang sendiri oleh anggota paguyuban KSE.

Tidak hanya dari limbah kelapa, kelompok mahasiswa KSE UNAND juga mengembangkan sabun cuci tangan berbahan kulit pisang. Masih dengan alasan yang sama, menurut Koordinator Divisi Comdev KSE, Genta Revansha, kulit pisang dipilih sebagai pemanfaatan limbah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat serta berdampak positif bagi lingkungan.

“Di area Pasar Baru banyak tukang goreng pisang dan dari sana dapat ide untuk mengolah limbah kulit pisang yang cukup banyak,” ujar Genta.

Pemilihan produk sabun cuci tangan ini disebabkan oleh kebersihan tangan acap kali terabaikan oleh kita. Oleh sebab itu, melalui program ini nantinya akan meningkatkan kesadaran masayrakat maupun mahasiswa untuk sadar akan kebersihan dari hal-hal kecil.

“Kebersihan tangan itu salah satu hal penting yang kurang disadari oleh masyarakat , jadi selain dari segin ekonomis harapannya dengan adnya sabun cuci tangan dari kuliit pisang ini mengingatkan kembali kepada kita dan masyrakat bahwa mencuci tanagn itu penting minimal sebelum makan, “ujar Genta’

Jenis kulit pisang dalam pembuatan sabun cuci tangan yang dipakai ialah kulit pisang batu, sebab memiliki beberapa kandungan yang menjadikan sabun ini memiliki keunggulan lebih daripada sabun kimia lainnya. Keunggulan tersebut ialah dapat melembabkan kulit, memiliki kandungan zat anti bakteri, serta tidak terdapatnya kandungan SLS yang dapat membuat kulit menipis. Sabun kulit pisang ini telah teruji secara klinis, produksi sabun kulit pisang tersebut saat ini sedang dalam tahap persiapan untuk pengemasan dan selanjutnya akan dilakukan pemasaran.

Dalam memproduksi produk-produk olahan limbah ini, Genta mengakui cukup terkendala saat meracik produk, ia harus memilih formula yang lebih sederhana agar nantinya masyarakat yang akan meneruskan produksi tidak susah untuk memahaminya. Dari adanya kegiatan pemberdayaan limbah ini, Genta berharap bahwa selain dapat bermanfaat bagi perbaikan lingkungan terutama permasalahan limbah di Kota Padang, tetapi kegiatan ini nantinya dapat menciptakan masyarakat yang lebih berkembang.

“Kita sebagai mahasiswa bakal kembali ke masyarakat, jadi harapannya sebelum kembali ke masyarakat alangkah baiknya kita membantu masyarakat semampu kita,” tutur Genta.

Selain menciptakan produk yang berdamapak baik bagi lingkungan dengan membantu mengurai permasalahan limbah yang ada di Kota Padang, inovasi ini juga membantu pengembangan ekonomi, melalui pemberdayaan masyaakatnya untuk mengembangkan usaha produksi dan distribusi produk inovasi-inovasi tersebut nantinya. Usaha-usaha seperti ini mestinya dapat terus dikembangkan . Pemerintah selaku pihak yang juga memiliki tanggung jawab terhadap hal ini, hendaknya dapat memberi dukungan agar kedepannya muncul langkah-langkah kreatif lainnya yang mampu membantu dalam upaya perbaiakn lingkungan.

Foto: Kerin ● Rivaldo, Syifa, Tiara

Ilustrasi: Ifa

SPerlahan tangannya membuka pintu tripleks yang sangat rapuh, jika tidak hati-hati membukanya dapat dipastikan pintu tersebut akan roboh karena tidak dilapisi dengan bahan material yang kuat. Bunyi gesekan pintu tersebut ternyata mencuri perhatian orang-orang yang ada di dalamnya, siapa sangka ruang kecil dan sempit itu ternyata dihuni oleh 4 orang.

“Eh, kakak sudah pulang,” ujar wanita tua yang biasa dipanggil Ibu. Melihat anak gadisnya sudah pulang dari kegiatan seperti biasa membuat ibunya tersenyum. “Sana bersih-bersih dulu habis itu makan, tadi ibu dikasih labu sama pak Tarto dan sudah ibu rebus, nanti kita makan sama- sama,” lanjut ibunya.

Melihat senyum manis terpaut di wajah kusam ibunya membuat gadis ini langsung mengambil handuk usang di samping tempat tidurnya, namanya Risa gadis yang baru menginjak usia 17 tahun dengan kulit sawo matang dan mata yang bulat. Mengingat hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-17 membuatnya berkecil hati, terutama saat mengais sampah tadi ia melihat anak- anak seumuran dengannya sedang menikmati hidup dengan bercanda ria dan makan- makan enak dengan keluarga dan teman-temannya. Tentu saja hal ini membuat Risa bersedih hati, di saat teman-temannya bersenang-senang sedangkan ia pulang sekolah langsung mengais sampah untuk makan besok pagi. Uang yang didapatkan dari pengepul sampah akan disimpan untuk membeli bahan makanan dan terkadang ia simpan untuk membeli es krim kesukaannya.

15 menit berkutat dengan air dingin akhirnya Risa menyelesaikan rutinitasnya setelah kotor-kotoran, sekarang Risa terlihat lebih segar dan bersih walau dengan baju usang kebesaran miliknya. Ia duduk di hadapan ibunya yang sedang memarut kelapa untuk dicampur ke dalam labu rebus yang ia masak tadi.

This article is from: