10 minute read

Serba-serbi Perkara Sampah di Kota Padang

Sampah selalu menjadi masalah rutin dan harus mendapat perhatian khusus dari tahun ke tahun di Indonesia. Hal ini karena sampah jika tidak dikendalikan dapat menjadi pemancing datangnya masalah lainnya. Sampah yang tidak terkendali dapat menimbulkan berbagai penyakit, mengganggu ekosistem, bahkan dapat mengganggu perekonomian masyarakat. Kota Padang yang merupakan salah satu kota besar yang terdapat di Indonesia pun tak luput dari masalah sampah ini. Saat ini, sampah yang dihasilkan Kota Padang per hari bisa menyentuh angka 550 sampai dengan 580 ton sampah. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin Padang, Syahrial yang menyebutkan bahwa terdapat peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat Padang dari tahun ke tahun. Tentu saja jumlah sampah pada hari biasa tersebut dapat melonjak naik pada hari-hari besar seperti bulan puasa, tahun baru, dan hari perayaan lainnya. Bahkan, ancaman bahwa TPA Air Dingin penuh pada tahun 2026 sempat membuat heboh masyarakat. Tentu saja berbagai permasalahan tadi tidak dapat dianggap sepele, butuh kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat agar masalah ini dapat terselesaikan dan tidak diikuti dengan masalah-masalah baru lainnya.

Sampah di Kota Padang Semakin Naik Setiap Tahunnya

Tong Sampah di Pinggir Jalan Siti Nurbaya
Lusi Agustia/Genta Andalas

Jumlah masyarakat yang meningkat tiap tahunnya turut berdampak pada jumlah sampah yang dihasilkan. Angka yang mencapai 550 sampai dengan 580 ton sampah per hari bukanlah angka yang sedikit. Pada musim tertentu seperti bulan puasa, Syahrial menyebutkan bahwa jumlah sampah yang sampai ke TPA per harinya bisa saja lebih dari 580 ton. Selalu ada mobil pengangkut sampah yang berlalu lalang di TPA untuk membawa sampah yang dibuang masyarakat. Jumlah mobil pengangkut sampah bahkan mencapai 80 unit. “Bulan tertentu seperti bulan puasa, itu bisa saja lebih dari biasanya. Banyak sampah yang dihasilkan, didominasi dengan sampah buah kelapa pada bulan puasa, dan saat musim durian dominasinya sampah durian,” jelas Syahrial saat diwawancarai Genta Andalas pada Rabu (3/5/2023). Bayangkan saja jika jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahunnya juga sebanding dengan jumlah sampah. Maka jika tidak dikelola dengan baik, akan membuat TPA Air Dingin penuh dan dapat menyebabkan masalah lainnya

Sampah Rumah Tangga Mendominasi TPA, Kesadaran Masyarakat Masih Minim

Syahrial menyebutkan bahwa sampah yang mendominasi TPA adalah sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga mendominasi karena biasanya perorangnya bisa menghasilkan jumlah sampah sebesar satu sampai dengan sepuluh kilogram per hari. “Memang didominasi sampah rumah tangga. Sayangnya masih ada sampah-sampah yang dapat digunakan kembali tapi justru berakhir di TPA. Masyarakat juga banyak dan tidak terbiasa memilah sampah,” kata Syahrial. Hal ini menandakan masih kurangnya kesadaran masyarakat Kota Padang mengenai pentingnya 3R yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle. Padahal dengan menerapkan 3R, masyarakat sudah berkontribusi terhadap kebersihan lingkungan.

Bahkan, TPA Air Dingin Pernah Terancam Penuh

Kondisi TPA Aia Dingin Lubuk Minturun Padang
Asa Alvino Wendra/Genta Andalas

Ancaman bahwa TPA Air Dingin yang memiliki luas 33 Ha ini penuh pada tahun 2026 dibenarkan oleh Syahrial. Pengelolaan TPA yang kurang baik sebelumnya memang menjadi kendala utama dalam pengoperasian TPA. “Memang sebelumnya TPA Air Dingin terancam penuh, tapi syukurnya sekarang sudah teratasi. Pengelolaan kurang baik pada periode sebelumnya menjadi penyebabnya,” ucap Syahrial. Namun, hal ini tentu tidak dapat dianggap sepele. Masyarakat serta pemerintah harus tetap meletakkan masalah sampah ini di “rak” khusus. Tentu saja agar tidak terjadi lagi hal serupa. Mengenai potensi penuhnya TPA kembali, Syahrial menjawab untuk sepuluh tahun ke depan memang belum ada potensi penuh. Perubahan TPA tahun mendatang yang merupakan kabar baik adalah adanya Refused Derive Fuel (RDF) yang akan mengurangi penggunaan lahan pada TPA.

Trivia

Refused Derive Fuel (RDF) adalah teknologi yang sangat berguna untuk mengurangi tumpukan sampah di TPA. RDF merupakan tempat pengelolaan sampah terpadu yang mengubah sampah menjadi bahan bakar setelah dilakukan pencacahan dan pengeringan. Hal ini sangat berguna untuk mengurangi kebutuhan lahan TPA serta berguna untuk meningkatkan kualitas lingkungan karena menghasilkan bahan bakar alternatif.

Keadaan Sungai Batang Arau Memprihatinkan

Sampah yang berserakan di pinggiran sungai Batang Arau
Joy Prima/Genta Andalas

Syahrial yang sebelumnya pernah menjadi Lurah Sawahan Timur dan masih terlibat kegiatan-kegiatan Dinas Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa sampah di Sungai Batang Arau sangat memprihatinkan. Selalu ada sampah yang bertebaran di permukaan air Sungai Batang Arau.

“Sungai Batang Arau memang selalu ada saja sampah yang ikut mengalir di airnya. Sudah dipasang penghalang sampah di sungai itu oleh pemerintah. Namun, tetap saja akan penuh saat hujan tiba hingga membludak,” ucap Syahrial. Sampah yang dibuang ke sungai dapat membuat sungai tersebut tersumbat sehingga menyebabkan banjir dan menimbulkan adanya vektor penyakit seperti nyamuk.

Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi sampah di Sungai Batang Arau tidaklah sedikit. Syahrial menyebutkan bahwa satu kali pengangkutan sampah saja bisa mem- butuhkan dana sekitar Rp1,4 miliar. Syahrial berkata bahwa dengan dana tersebut yang dikeluarkan untuk pengangkutan sampah, masih banyak hal lain yang membutuhkan dana dengan jumlah sekian. Seharusnya, dana tersebut masih bisa dialokasikan ke hal yang lebih berguna lainnya.

“Bahkan, dana yang diperlukan untuk mengangkut sampah ke TPA lebih murah dibandingkan dana mengangkat sampah dari sungai,” kata Syahrial. Sosialisasi kepada masyarakat sudah sering dilakukan oleh pemerintah, namun usaha tersebut masih belum direalisasikan oleh masyarakat. Pemerintah harus mencari cara lain agar dapat memberdayakan dan menyadarkan masyarakat perihal sampah ini. Selain itu juga upaya yang dapat dilakukan ialah untuk mengurangi limbah di perairan ialah dengan meningkatkan kedisiplinan berupa penambahan sanksi bagi pelaku yang kedapatan membuang sampah sembarangan.

Masyarakat dan Budaya Membuang Sampah di Sungai

Menilik permasalahan sampah, sungai menjadi hal yang tak luput untuk dibahas. Pasalnya meskipun memegang peranan yang cukup penting dalam ekosistem makhluk hidup, namun mirisnya dapat kita jumpai sungai saat ini justru menjadi tempat berkumpulnya sampah. Salah satunya sungai Batang Arau, yang terletak di Padang Selatan, Kota Padang. Sungai ini membelah pemukiman penduduk yang berhulu di bukit barisan dan bermuara di tepian Pantai Padang. Sungai ini juga menjadi tempat bermuaranya air dari sungai- sungai kecil yang ada di sekitarnya. Menurut Anggota Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Febri Anusi rata- rata sampah yang ditemukan di Sungai Batang Arau perhari mencapai setengah Ton, dan jumlah ini akan meningkat ketika musim hujan hingga berkali lipat. “Apabila tidak hujan, akan ada 500 kilogram sampah/harinya, sedangkan ketika cuaca hujan sampahnya akan tidak terhingga” ujar Febri saat diwawancarai Genta Andalas, Selasa (9/5/2023).

Febri mengatakan bahwa yang menjadi faktor utama berdatangannya sampah di sungai ialah kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. “Masyarakat yang tinggal di bukit biasanya membuang sampah pada sungai kering ketika sedang tidak hujan atau kemarau. Maka dampaknya ketika musim hujan, sampah yang dibuang masyarakat itu akan turun ke muara,” jelas Febri.

Sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam, berbagai upaya dilakukan untuk menangani sampah di Sungai Batang Arau, yang pertama ialah dengan Kubus Apung. Kubus Apung merupakan produk inovatif yang berbentuk kubus dan dapat mengapung. Kubus Apung akan menghambat sampah yang hanyut dari hulu ke muara, pemerintah menggelontorkan dana sekitar 300 juta lebih untuk pemasangan kubus apung tersebut. Menurut Febri kubus apung yang telah dipasang sejak Maret lalu, sudah cukup membantu, tetapi sayangnya ketika musim hujan tiba kubus apung tak lagi menjadi solusi yang efektif, karena jumlah sampah yang bertambah, sehingga ketika sampah tak mampu dibendung lagi kubus apung terpaksa harus dilepas.

“Kelemahannya adalah pada saat debit air meningkat dan sampah menumpuk, maka kubus apung ini tidak akan sanggup menahan beban sehingga sampah akan dibiarkan hanyut,” terang Febri.

Selain itu pihak DLH Kota Padang dalam penanggulangan sampah juga menyiasati dengan pemasangan perangkap sampah pada sembilan titik sungai kecil yang menjadi sumber datangnya sampah. DLH Kota Padang turut melakukan penjaringan sampah secara manual. Dalam penjaringan sampah ini, pihak DLH mendapat bantuan dari lembaga perbankan, berupa speedboat. Meski saat ini DLH telah berupaya maksimal untuk menanggulangi sampah, Febri juga mengakui bahwa keterbatasan jumlah personil DLH masih menjadi hambatan. “Semuanya ada enam personil, dan itu tidak khusus di sana, kerjanya dibagi-bagi di beberapa tempat,” ucap Febri.

Adanya oknum masyarakat yang membuang sampah sembarangan tentu sangat disayangkan. Menurut Febri aturan tentang pembuangan sampah di sungai saat ini masih belum cukup untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat. Febri berharap agar pemerintah lebih mempertegas aturan tentang pembuangan sampah sembarangan dalam Peraturan Walikota Kota Padang, No. 21 Pasal 63 tentang ketentuan pidana bagi masyarakat yang kedapatan membuang sampah sembarangan.

Alasan dikatakan kurang tegas karena denda cuma enam juta dan kurungan tiga bulan, harusnya hukuman lebih berat lagi bagi orang-orang yang membuang sampah sembarangan seperti kurungan 10/20 tahun penjara sehingga menimbulkan efek jera bagi masyarakat” ujar Febri.

Pendidikan Lingkungan Masyarakat Indonesia Masih Kurang

Isu tentang kesehatan lingkungan merupakan isu yang sangat krusial sebab berkaitan langsung dengan derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan bahkan berhubungan langsung dengan kesadaran dan perilaku masyarakat itu sendiri. Indonesia dinilai masih tertinggal jauh dari negara-negara lain dalam urusan menjaga kesehatan lingkungan. Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Randy Novirsa, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia yang notabenenya kurang menerima pendidikan lingkungan membuat masyarakat cenderung abai terhadap lingkungan dan memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan. Kebiasaan tersebut dapat diubah, tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk memelihara kesadaran dan mengubah kebiasaan buruk masyarakat.

“Jepang saja membutuhkan waktu sekitar lima puluh tahun untuk menumbuhkan kesadaran masyarakatnya terhadap kebersihan lingkungan. Kebiasaan membuang sampah sembarangan bisa terjadi akibat lemahnya aturan serta kurangnya pendidikan lingkungan sedari kecil. Hal seperti ini harus diper- baiki, tetapi butuh usaha dan waktu yang cukup lama,” ujar Randy saat diwawancarai Genta Andalas pada Jumat (19/5/2023).

Pemungutan Sampah di Kota Padang Masih Konvensional

Sistem pemungutan sampah di Kota Padang masih tergolong konvensional. Pemungutan sampah rumah tangga dilakukan dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) secara manual lalu pada waktu tertentu Dinas Lingkungan Hidup kembali melakukan pemungutan sampah dari TPS ke TPA. Sampah yang dikumpulkan akan tercampur, baik organik maupun anorganik. Belum adanya pemilahan sampah dari skala rumah tangga menyebabkan permasalahan lingkungan semakin pelik. Dalam masalah ini, pemerintah masih bertumpu pada pengumpulan.

Proses recycle di Kota Padang masih minim. Seharusnya, sampah dapat dimanfaatkan terlebih dahulu menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.

Rentetan permasalahan lingkungan ini kemudian mengarahkan kita pada permasalahan serius terkait kesehatan dan kebersihan. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan berimplikasi dengan tercemar dan menumpuknya sampah di berbagai tempat. Penumpukan sampah di TPS akan berdampak terhadap estetika dan tata kota. Sampah-sampah yang terbawa oleh aliran sungai dan laut dapat menjadi mikroplastic. Sampah yang masuk ke air tersebut akan dimakan oleh ikan yang pada akhirnya dikonsumsi masyarakat dan dapat menyebabkan kanker.

Menurut Randy, kelemahan pengelolaan sampah di Kota Padang adalah masih terpakunya pengelolaan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup atau sebatas TPS dan TPA. Sampah yang dikumpulkan di TPA pun berpotensi overload. Belum ada badan khusus yang mengelola sampah secara rutin. Kota Padang perlu lembaga atau perusahaan khusus swasta yang turut mengambil peran dalam pengelolaan sampah.

“Pemerintah harus mulai konsen dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Perbaiki sistem tata kelola serta keikutsertaan pihak-pihak lain harus lebih digencarkan. Regulasi dan hukum harus ditegakkan bagi orang yang terindikasi mencemari lingkungan,” ucap Randy. Lebih lanjut, Randy mengatakan bahwa pendidikan lingkungan harus diberikan sejak kecil dan perlu pengarahan perilaku masyarakat agar lebih baik nantinya. Kesadaran dalam menjaga lingkungan harus dimulai dari sendiri dan harus turut mengedukasi orang terdekat untuk sadar dan menjaga lingkungan.

● Aisyah, Aldo, Ami, Asa, Atikah, Della, Joy, Kerina, Nabila, Sandra, Syifa, Tiara

This article is from: