9 minute read

Sampah Si Sumber Nafkah

Bau menyengat sudah dapat tercium satu kilometer dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin Kota Padang. Pagi itu, tampak puluhan mobil truk berlalu lalang membawa sampah dari penjuru Kota Padang menuju TPA Air Dingin. Pada pukul 07.00 pagi, sudah tampak kesibukan di sana. Pada saat memasuki kawasan TPA, tampak puluhan pemulung yang sibuk memilah sampah yang baru saja tiba dari truk sampah.

Pekerja keras, mungkin itulah frasa yang tepat untuk dapat menggambarkan kegiatan dari pekerjaan yang dilakukan oleh Wasnidar sebagai pemulung harian di TPA Air Dingin Padang. Setiap pagi harinya, saat matahari masih tampak malu-malu, Wasnidar sudah mulai keluar dari rumahnya demi mengais rezeki. Wasnidar mulai melangkahkan kaki dari rumahnya di jalan Risalah menuju jalan setapak. Bermodalkan karung bekas dan kemauan yang kuat, Wasnidar melakukan pekerjaan ini setiap harinya.

Memulung di TPA Air Dingin ini sudah menjadi pekerjaan tetap bagi Wasnidar. Ia menceritakan, kegiatan memulung atau mencari barang bekas di tumpukan sampah TPA dimulai dari pukul 07.00 pagi dan berakhir saat matahari sudah berwarna jingga atau sekitar pukul 17.00 sore. Panas maupun hujan, semua kondisi cuaca ditempuh olehnya demi mengumpulkan barang bekas yang nantinya akan ditukarkan menjadi beberapa puluh ribu rupiah. Pekerjaan ini dia lakukan demi menyambung tali hidup dan mencari sesuap nasi bagi dirinya dan kedua anak tercinta.

Kondisi Cuaca Menghambat Aktivitas Pemulung

Tidak jarang, kondisi cuaca yang buruk juga acap kali membawa pengaruh bagi banyaknya barang bekas yang dapat dikumpulkan. Tidak hanya kondisi cuaca, bau busuk dari timbunan sampah, debu dan abu yang beterbangan tel ah menjadi hal yang biasa baginya. Apabila terjadi hujan se- belumnya, bau dari timbunan sampah di TPA akan semakin busuk dan menguar ke sekitar lokasi perumahan di permukiman warga TPA Air Dingin. Kepada kami, Wasnidar mengungkapkan pekerjaan sebagai pemulung harian ini telah dilakukannya selama 16 tahun lamanya.

“Kalau sudah selesai mulung, biasanya akan dikumpulkan dulu lalu lanjut dipilah dan dibersihkan di tenda atau pondok di TPA ini,” kata Wasnidar saat diwawancarai Genta Andalas, Selasa (20/6/2023).

Jika cuaca sedang panas terik, Wasnidar dan teman pemulung lainnya akan berteduh di tenda sembari memilah barang bekas yang telah dikumpulkan. Bila telah selesai memilah dan membersihkan barang bekas tersebut, barang hasil memulung akan diangkut dan dibawa ke pengepul terdekat. Jika sudah terasa banyak barang bekas yang berhasil dikumpulkan, Wasnidar akan menumpang dengan bantuan mobil truk dari petugas TPA untuk membawa barang hasil memulung ke pengepul dekat. Tapi, adapun pemulung yang membawa barang memulungnya menggunakan becak.

Tidak jarang, berbagai macam penyakit sering didapatinya saat sedang memulung. Sakit demam atau penyakit kulit juga seperti sudah menjadi langganan di tubuhnya yang kini sudah tidak muda lagi. Bahkan, belum lama ini Wasnidar sakit demam akibat cuaca panas di TPA. Ia pun mengatakan, tidak hanya demam, sakit flu atau biang keringat sudah seperti hal yang biasa dihadapinya.

“Kalau memulung ini, harus pandai-pandai dalam merawat kesehatan ini dan harus hemat biar di rumah masih bisa makan,” ucap Wasnidar.

Para Pemulung yang Menggantungkan Hidupnya di TPA Air Dingin

Kebanyakan, pemulung di TPA Air Dingin Padang tidak semuanya berasal dari Kelurahan Lubuk Minturun. Wasnidar menceritakan, pemulung di TPA asal daerahnya beragam. Ada yang dari Padang Sarai, Pesisir, Anak Air, dan daerah lainnya. Sama halnya dengan Wasnidar, para pemulung di TPA mengais rezeki di antara timbunan sampah. Keberlangsungan hidup keluarga bergantung dari barang bekas yang mereka kumpulkan setiap harinya.

Dari pekerjaan sebagai pemulung ini, Wasnidar berhasil menyekolahkan bahkan menguliahkan anaknya hingga sukses. Wasnidar memiliki dua orang anak. Anak pertama saat ini telah berhasil bekerja dengan merantau ke Kota Jambi. Anak pertama Wasnidar bekerja di sebuah perusahaan bernama PT WKS di Jambi. Sedangkan, anak kedua masih bersekolah SMP di By Pass. Suka dan duka Wasnidar dalam menghidupi keluarganya sebagai pemulung tidak bisa dipandang sebelah mata. Jerih payah yang dilakukannya bukanlah tanpa alasan, melainkan demi dapat melihat anaknya sukses dari jerih payahnya dalam mencari nafkah.

Dari hasil memulung, Wasnidar bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp30.000 per harinya. Sedangkan penghasilan paling besar saat ini yang bisa didapatkan Wasnidar sebesar Rp50.000 per harinya. Barang bekas yang dikumpulkan olehnya biasanya berupa botol-botol plastik yang masih dapat dijual kembali. Turunnya harga barang bekas per kilonya, terutama botol-botol plastik di pengepul membawa dampak bagi penghasilan yang dapat dihasilkan oleh Wasnidar.

Tidak hanya Wasnidar, pemulung Si’i juga ikut membagikan ceritanya kepada kami. Si’i adalah seorang ibu dari lima orang anak yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaannya sebagai pemulung. Si’i adalah seorang pemulung borongan yang biasa mengumpulkan barang bekas di salah satu gudang di depan TPA Air Dingin. Di gudang ini, Si’i biasanya bekerja memilah barang bekas yang masih layak dijual lagi dengan temannya yang dilakukan secara bergantian. “Biasanya di sini ada teman yang sama-sama memulung dan memilah barang bekas juga,” ucap Si’i.

Si’i menceritakan, sebagai pemulung borongan pekerjaannya ini dia mulai dari pukul 09.00 pagi, setelah mengantarkan anaknya sekolah. Lalu selesai pukul 14.00 siang. Biasanya, pekerjaan ini bisa dilakukannya tiga hari dalam seminggu. Kegiatan rutin Si’i sebagai pemulung borongan pun tidak jauh beda dengan Wasnidar sebagai pemulung harian. Berkutat dengan mencari barang bekas, memilah, dan membersihkan barang bekas berupa sampah botol-botol plastik.

Bila sudah terkumpul banyak, pengepul akan datang dan menimbang barang bekas tersebut di gudang. Dalam seminggu, Si’i mampu mendapatkan penghasilan paling sedikit sebesar Rp100.000 dan paling banyak sebesar Rp200.000 dalam satu minggu. Sebagai pemulung borongan, Si’i tidak sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari mencari dan mengumpulkan barang bekas. Jika tidak ke gudang, maka pekerjaan sampingan yang dilakukan olehnya adalah membuka usaha warung kecil-kecilan miliknya.

Penghasilan yang didapatkan oleh Wasnidar dan Si’i selama menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan sampah di TPA Air Dingin yang selalu berubah-ubah tentunya membuat mereka khawatir dengan kelangsungan hidup mereka di masa yang akan datang. Terutama ketika mereka mendengar adanya rencana pembangunan pabrik Refuse Derived Fuel (RDF) guna membakar sampah dan mengolahnya menjadi energi. Kabar yang telah sampai ke telinga mereka ini tentunya membawa pikiran buruk akan penghasilannya esok ketika RDF telah berjalan.

“Pastinya kalau sudah ada pabrik itu penghasilan kami akan berkurang, sampah yang bisa kami pilah dibakar duluan oleh alat itu, kalau sudah begitu saya cuma bisa berserah diri saja lagi,” jelas Wasnidar.

Bagi para pemulung di TPA Air Dingin, setiap hari sangat penting bagi mereka agar bisa mendapat uang. Jika tidak bekerja sehari saja, hangus pula pendapatan hariannya. Jika tidak bekerja maka mereka tidak bisa makan. Sama halnya jika sampah yang bisa dipilah berkurang dalam jumlah yang banyak, tentunya hal tersebut mempengaruhi penghasilan mereka. Oleh sebab itu, Wasnidar berharap mereka bisa mendapat bantuan ataupun kompensasi nantinya ketika RDF sudah mulai beroperasi.

Timbunan sampah yang menggunung tidak hanya dirasakan oleh pemulung maupun pekerja TPA Air Dingin saja. Pemukiman warga sekitar TPA juga ikut merasakan bau tidak sedap dari sampah di TPA. Seorang ibu rumah tangga bernama Marlina yang tinggal di depan kantor TPA Air Dingin mengatakan, bahwa bau yang tidak sedap, debu, dan abu beterbangan telah menjadi hal yang biasa. Jika hari hujan, bau yang ditimbulkan dari sampah di TPA akan semakin buruk.

Masyarakat Penerima Dampak Pencemaran Sungai Batang Arau

Beranjak dari TPA Air Dingin, di mana ratusan keluarga pemulung menggantungkan kehidupannya dengan mengumpulkan sampah, di sisi lain Kota Padang terdapat pula keluarga lain yang merasa resah dengan kehadiran sampah di sisi mereka. Salah satu tempat di Kota Padang dengan sampah yang menumpuk hampir setiap harinya adalah kawasan muara sungai Batang Arau.

Warga di pemukiman sekitar sungai Batang Arau yang berada di Kelurahan Seberang Palinggam, Mardiana menuturkan bahwa air sungai tersebut tercemar oleh limbah buangan dari pabrik karet maupun rumah sakit. “Dari pabrik karet dan rumah sakit dari daerah Jati yang saluran airnya menuju ke sungai Batang Arau. Itulah yang menyebabkan air sungai tercemar,” tutur Mardiana pada Selasa (9/5/2023).

Menurut pengakuan Mardiana, air di sungai Batang Arau sudah sejak lama tidak dimanfaatkan lagi oleh masyarakat. Terlihat dari kondisi air yang sudah tercemar, berubah warna, dan banyaknya tumpukan sampah membuat warga enggan menggunakan air dari sungai tersebut. Oleh karena alasan itulah warga pun mendapatkan air bersih dari bukit melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada kenyataannya, beberapa warga pun ada yang mengeluhkan hal ini karena mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp1 juta rupiah untuk pemasangan alat pemasok air bersih tanpa iuran ataupun bantuan dari pemerintah setempat.

Selain keluhan air bersih dari warga, kondisi air sungai Batang Arau yang berwarna coklat kekuningan dan banyaknya tumpukan sampah juga mengganggu pemandangan mata. Meskipun demikian, untung buruknya kondisi sungai Batang Arau tidak membuat air terlalu bau sehingga tidak terlalu mengganggu masyarakat. Akan tetapi, tetap saja warga berharap agar permasalah sampah ini dapat segera diatasi karena tidak nyaman dilihat oleh warga terutama yang bertempat tinggal di sekitar sungai Batang Arau.

Banyaknya sampah di sungai Batang Arau terutama di bagian muara juga membuat beberapa pemulung juga mencari sampah di sekitaran sungai. Warga sekitar pun terkadang juga turut mengumpulkan sampah yang sekiranya bisa dijual lagi. Sampah berbahan plastik seperti botol maupun gelas plastik, membuat pemulung maupun warga mengambil sampah tersebut di dalam sungai. Mereka masuk ke dalam sungai dan mengambil langsung menggunakan tangan. Sampah berbahan plastik juga termasuk jenis sampah yang dapat didaur ulang dan dijadikan uang tunai. Kesempatan tersebut juga tidak dilewatkan oleh Mardiana. Tidak hanya Mardiana, beberapa warga lainnya juga ada melakukan hal yang sama.

“Iya, diambil, dikumpulkan, kalau sudah banyak bisa dijual,” tutur Mardiana.

Jumlah sampah yang banyak tidak mampu dibersihkan secara mandiri oleh warga, oleh sebab itu menurut pengakuan warga Safril Tanjung, terdapat pemasangan jaring-jaring dan kubus apung penahan sampah. Tiap harinya terdapat satu speedboat yang datang untuk membersihkan sampah yang telah banyak di jaring. Mereka membersihkan sampah yang tersangkut di jaring hingga bersih.

Anggota DLH Kota Padang, Febri Anusi merupakan salah satu orang yang setiap harinya bertugas mengangkut sampah di jaring dan kubus apung sungai Batang Arau tersebut. Pemasangan jaring dan kubus apung yang ada di sungai berguna agar sampah tidak menyebar terlalu jauh. Kubus apung pun ditanam hingga dasar sungai Batang Arau oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Padang. Febri mengatakan bahwa setiap harinya tersedia satu speedboat yang bertugas mengangkut sampah tersebut.

“Ada satu speedboat yang mengambil sampah itu setiap pagi harinya. Untuk sampah warga, ada pula petugas kebersihan yang selalu mengangkut sampah di bak sampah warga,” ujar Febri.

This article is from: