Budaya Riset dan Situasi Mutakhir Fisika

Page 1

Ceramah Umum Budaya Riset dan Situasi Mutakhir Fisika

Budaya Melek Sains dan Riset Strategi dasar bagi pengembangannya

Tjia May On

Rabu, 10 Oktober 2012 Pukul 19.00 – 21.00 WIB Wisma Proklamasi Jl. Proklamasi No. 41Jakarta Pusat

http://goo.gl/uPn9B

@freedominst

Seri Diskusi Publik Freedom Institute lainnya: http://goo.gl/C27hV


BUDAYA MELEK SAINS dan RISET Strategi dasar bagi pengembangannya

M.O. Tjia

Ringkasan Apakah sudah terakomodasi secara serius unsur sains dan tekologi (S & T) dalam budaya pembangunan nasional kita dewasa ini ? Sejauh mana . apresiasi riset dikenal dalam masyarakat kita dibandingkan dengan apresiasi seni khususnya seni musik ? Sebesar apa daya tarik profesi riset dibandingkan dengan profesi lainnya ? Perlukah kita membudayakan riset demi kemandirian, kemajuan, daya saing dan martabat bangsa ?

1. Warisan Tradisi dan Upaya Membangun Budaya Riset Tidak sedikit ragam tradisi bangsa kita yang sudah dikenal bahkan diakui di dunia internasional. Sebut saja, misalnya ranting budaya yang meliputi seni musik seni lukis, sendratari seni pertunjukan wayang sastra arsitektur dan teknik rekayasa bangunan, dll. nya.

Sayangnya, budaya yang membanggakan itu dinodai oleh tumbuhnya unsurunsur praktek yang kurang terpuji. Selain itu, sejauh ini belum pula terrekam (atau tergali) unsur-unsur sains dalam warisan budaya kita. Kepincangan yang sangat menghambat kemajuan negara kita ini bukan sebelumnya.

Dalam

dasa

warsa

70-an,

seorang

tidak disadari

Dirjen

PT

dalam

1


pemerintahan Soekarno sempat mencoba mengangkat peran riset dengan memperkenalkan paradigma TRIDHARMA terpadu dalam sistem pendidikan tinggi di negeri ini seperti ditampilkan dalam skema berikut ini

teaching

services

Sayangnya, sekali lagi sayang, gagasan

research

yang dikemas secara formal itu

tidak beranjak dari sekedar slogan formal saja. Yang terjadi kemudian, gagasan ini bahkan mengalami salah tafsir, atau paling tidak multi tafsir, dalam jabaran operasionalnya, walaupun ide ini sering menjadi pokok bahasan dalam beragam fora wacana. Akhirnya kerangka ini dijadikan landasan sistem scoring kinerja atau bagian pedoman bagi penilaian formal dari usul kenaikan jabatan seorang dosen. Sungguh menyedihkan, sistem yang bermakna rancu ini masih bertahan sampai sekarang. Sementara itu implemantasi Tridharma secara substansial dan efektif tidak kunjung terwujud!

2. Peran dan Manfaat Riset

Sebenarnya sumber kegagalan implementasi gagasan Tridharma tersebut terletak terutama pada kebiasaan kita cepat merasa puas dengan pemahaman yang formal dan kurang menyeluruh, bahkan terkesan dangkal (superficial). Kebiasaan simplifikasi dan formalisasi tersebut banyak kerap dijumpai untuk ditampilkan sebagai jargon yang mudah

ditangkap (dye

2


catching) bagi para pendengarnya dan mengesankan sebagai suatu gagasan yang menjanjikan perubahan dan harapan baru. Namun, seperti disinggung di atas, tanpa penjabaran yang jelas gagasan tersebut tidak lebih dari slogan kosong saja. Dalam ruang terbatas ini, saya hanya akan mengupas peran riset dalam rangka TRIDHARMA sebagai contoh pendalaman makna gagasan tersebut.

Pada hakekatnya riset adalah aktivitas dan proses yang bertujuan dan berupaya menghasilkan pengetahuan baru (knowledge generating endeavor) yang merupakan salah satu amanah utama dari suatu perguruan tinggi di samping menciptakan angkatan SDM yang berguna dan berkompeten. Kegiatan riset para dosen tidak hanya akan memungkinkan pengembangan materi kuliah di luar buku ajar yang baku, sesuai dengan kemajuan pengetahuan sains dan teknologi yang berlangsung terus menerus. Dengan melibatkan para mahasiswa, proses riset tersebut juga akan membina kemandirian mahasiswa dalam berpikir dan menanggulangi persoalan, serta memberikan kesempatan untuk mengasah daya kreativitas/inovasi dan belajar bekerjasama dalam team work. Hasil riset yang dicapai selain dapat memberi sumbangan kepada kemajuan ilmu pengetahuan sendiri, pada prinsipnya juga berpeluang menjadi cikal bakal (embrio) teknologi baru yang mendukung pertumbuhan industri. Telah terbukti berulang bahwa hasil riset berkualitas bahkan dapat mengawali munculnya cutting-edge technology dan produk baru yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja maupun daya saing perusahaan dan negara bersangkutan. Dengan demikian, peran dan manfaat kegiatan riset sudah sewajarnya menjadi bagian terpadu dalam proses pendidikan PT, dan karena itu, kurikulum PT perlu dirancang untuk menampung dan mendukung kegiatan tersebut.

Sebagai awal upaya pengembangan aktivitas riset secara sistematik dan terstruktur, perlu dipahami dan disepakati terlebih dahulu konsensus mengenai hakiki riset serta keragaman corak, cara dan fasilitas dukungan

3


bagi pelaksanaanya. Langkah ini diperlukan untuk

mengembangkan

kebijakan dan pedoman pengelolaan yang bersesuaian seperti

diuraikan

berikut ini.

3. Konsep Hakiki Riset yang Utuh Untuk mengembangkan kebijakan, strategi dan program riset yang operasional dan efektif, tidak cukup hanya meneriakkan kata riset ataupun mencantumkannya dalam kerangka formal yang berpenampilan menarik. Upaya tersebut harus dilandasi dengan pengertian riset yang mendasar dan tepat. Berdasarkan pengertian yang dianut secara luas, riset itu adalah : upaya dan kegiatan eksplorasi yang bertujuan sistematik (ilmiah) dan untuk mencari dan menemukan fakta, (gejala, sifat, hubungan) atau cara baru yang menghasilkan pengetahuan baru, untuk memperkaya atau memperbaiki pengetahuan yang ada.

Kalimat ini jelas tak bermakna sama dengan kata penelitian. Karena penelitian lebih ditekankan sebagai upaya dan tindakan pemeriksaan secara cermat, fakta yang ada untuk mendapatkan verifikasi atau klarifikasi fakta bersangkutan. Dalam penelitian kurang ditekankan aspek proses eksplorasi yang harus menanggung resiko kebuntuan, dan menghadapi tuntutan untuk mengubah cara, ataupun pendekatan kerja dalam mengatasi kebuntuan tersebut. Dan unsure-unsur ini justru merupakan bagian tak terpisah dari petualangan panjang dari suatu proses riset yang original. Karena tuntutan origininalitas, kegiatan riset pada hakikatnya (secara melekat atau instrinsik) merupakan proses penuh tantangan, perjuangan beresiko, yang juga bersifat kreatif dan kompetitif. Karena itu, motivasi dan ketekatan pelakunya menjadi factor penting bagi keberhasilannya. Bersamaan itu kebijakan dan dukungan

4


pengelola yang konsisten dan transparan juga akan menciptakan system yang turut menentukan keberhasilan proses tersebut.

4. Lebih Jauh dengan Persepsi Riset

Untuk menyusun kebijakan dan anggaran riset yang efektif dan realistik perlu dilakukan pertama-tama, penetapan kriteria dan pendataan SDM riset yang

berkompeten/qualified. Tanpa

langkah

pertama

yang

berperan

instrumental ini, kita akan terjerumus kembali ke dalam kegagalan yang berkepanjangan seperti kita saksikan selama ini. Dan yang paling sulit ditegakkan sejauh ini adalah criteria kualifikasi tersebut. Jelas di sini adan mental block yang harus didongkrak dan disingkirkan. (Hal ini akan diperjelas dalam Pasal 8).

Selain itu juga dan juga masih berkaitan dengan SDM, adalah isu pemilahan/pengelompokan/klasifikasi yang harus dilakukan berdasarkan karakteristik dan corak kegiatannya. Karena perbedaan-perbedaan tersebut menuntut kriteria seleksi, evaluasi, dan pengelolaan termasuk pendanaan yang bersesuaian, yang sampai dewasa ini masih belum berhasil ditangani.

Menurut

seorang

tokoh

astrofisikawan

terkenal,

Subrahmanyan

Chandrasekhar, pada dasarnya semua riset dapat diklasifikasi dalam kelompok riset fundamental dan riset terapan. Contohnya, riset SchrĂśdinger dan Heisenberg yang melahirkan teori kuantum, kajian Dirac yang menghasilkan

teori

kuantum

relativistik,

serta

kajian

Einstein

yang

memperkenalkan teori relitivitas khusus maupun teori relativitas umum, semuanya dianggap sebagai riset fundamental. Dipihak lain, teori reaksi inti berrantai yang melandasi mekanisme bomb atom/nuklir dan sumber energi

5


matahari, teori semikonduktor/transistor maupun karya besar beliau sendiri tentang batas massa bintang bagi lahirnya bintang katai putih (the white dwarf), semuanya dianggap olehnya sebagai hasil riset terapan, karena menggunakan atau memanfaatkan prinsip dan teori dasar yang sudah dikenal. Menurut pandangan yang banyak dianut orang dewasa ini, klasifikasi ini dinilai terlampau tajam atau kaku. Dengan kata lain, contoh riset yang disebut belakangan ini patut dipandang pula sebagai riset fundamental.

Harus diakui bahwa klasifikasi Chandrasekhar tersebut dapat menyulitkan para pengelola dana riset, termasuk politikus yang mengatur alokasi dana riset nasional. Salah satu versi klasifikasi baru tentang kegiatan riset adalah riset dasar yang bersifat curiocity driven dan riset yang berorientasi kepada manfaat aplikasinya. Namun klasifikasi ini pun tidak bebas dari kontroversi dan daerah kelabu. Sebagai jalan keluarnya telah berkembang sejumlah ragam kualfikasi riset lain yang bertujuan untuk melengkapi atau dipilih sebagai alternative yang menonjolkan aspek tertentu dan mempermudah perumusan kebijakan dan klasifikasi pendanaan riset yang sesuai dengan sumber dana tersedia, dan urgensi kebutuhan. Contohnya : riset bottom up (inisiatif periset) riset top-down (berdasarkan kebutuhan institusi dan lazim bersifat organized) atau riset teoretik riset eksperimental riset curiocity driven (tanpa pertimbangan manfaatnya) riset “mission oriented� (berdasarkan manfaat, menurut pihak penyandang dana) atau riset untuk kepentingan jangka panjang riset untuk kepentingan jangka pendek

6


Sudah jelas bahwa ramuan yang tepat dari alternatif klasifikasi tersebut perlu disusun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Selain itu masingmasing katagori riset yang dipilih masih memerlukan penjabaran objective lebih spesifik, untu menjaga akuntabilitas pendanaanya. Catatan penting yang perlu dikemukakan di sini adalah syarat rekam jejak periset yang terlihat dalam evaluasi proposal riset bersangkutan, serta mutu hasil yang dijanjikan dan akuntabilitasnya. Selain itu, perlu diluruskan pula kesalahan tafsir tentang road map dan relevansinya dalam proposal riset.

5. Budaya Riset & Budaya Publikasi

Kehadiran budaya tertentu dalam suatu masyarakat selalu ditandai oleh kegiatan/aktivitas bersangkutan yang di exposed kepada public oleh pelakupelakunya yang terlibat ataupun peminatnya, seperti yang dikenal dalam budaya seni lukis, seni tari, seni musik dan budaya olah raga. Tidak hanya itu,

tetapi turut tumbuh pula dalam perkembangannya, tata nilai atau

seperangkat pedoman yang menentukan mutu/kualitas kegiatan serta produknya, termasuk kadar sumbangannya kepada kemajuan budaya bersangkutan. (Jelas saya tidak berniat menyentuh di sini budaya atau subculture yang berumur singkat dan terjebak dalam lingkungan terbatas karena tak terasa manfaatnya bahkan mengganggu ketenangan masyarakat).

Begitu pula tentang budaya sains atau budaya riset dalam sains, yang telah mendorong kemajuan sains dan teknologi sepanjang masa, telah berlaku pedoman mendasar yang bersifat empiris. Fakta empiris yang menjadi hakim dengan otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran dan mutu hasil riset. Hasil riset eksperimen maupun teori yang makin mendekati deskripsi dan penjelasan fakta empiris dianggap hasil yang lebih berkualitas dan bermanfaat. Berdasarkan pedoman ini, sains senantiasa mengalami

7


proses ujian, verifikasi, konfirmasi dan perbaikan/kemajuan/pembaruan oleh para periset secara berulang dan berlanjut. Proses ini pada dasarnya bersifat akumulatif atau merupakan proses built-up, yaitu membangun yang baru dan lebih baik atas hasil yang sudah dicapai sebelumnya. Ini berarti bahwa, pembangunan dan perkembangan ilmu pengetahuan merupakan proses panjang dan hasil sumbangan banyak orang, walaupun tak jarang mendapatkan kontribusi menonjol dari tokoh-tokoh yang menonjol pula. Dan ini hanya mungkin berlangsung bila tersedia forum/media komunikasi yang memberi akses terbuka kepada suatu hasil riset bagi periset lainnya. Dengan kata lain, hasil riset harus dijadikan milik publik agar dapat “dikeroyok� bersama. Disinilah publikasi hasil riset tampak sebagai suatu keharusan demi kemajuan. (Ingatlah fora pameran, pertunjukan, recital dan concert dalam bidang bersangkutan). Ini berarti pula bahwa budaya publikasi merupakan salah satu wujud atau manifestasi budaya riset.

6. Sistem Evaluasi Riset

Berkat tuntutan akan mutu karya riset dan peningkatannya sebagaimana disinggung sebelumnya, maka dengan sendirinya telah berkembang pula sistem penilaian produk yang dihasilkan, maupun cara dan proses yang bersangkutan. Sistem yang diterima dan diberlakukan secara bersama ini selanjutnya membentuk tata nilai yang melekat pada budaya bersangkutan. Dalam riset sains, produknya adalah publikasi yang dihasilkan (dalam bidang engineering dan teknologi juga dikenal produk yang berbentuk paten dan prototype), dengan para periset sebagai pelakunya. Maka yang menjadi soroton penilaian tersebut adalah hasil publikasi dan perilaku perisetnya. Sistem penilaian yang khusus berlaku dan lazim dianut oleh komunitas sains internasional, adalah peer review system seperti sistem perwasitan

8


dalam bidang olah raga. Dasar pemikiran yang melandasi sistem evaluasi ini dapat dijabarkan secara singkat dalam butir-butir sebagai berikut. 

Kemajuan sains dan teknologi memerlukan hasil riset yang bermutu internasional.

Mutu internasional harus mengandalkan para reviewer ahli dalam bidang riset serumpun yang terpandang secara internasional.

Hasil riset yang bermutu harus diterbitkan sebagai publikasi kecuali riset “classified”, di journal ber referee internasional.

Journal yang berstandar internasional harus memiliki faktor/indeks dampak tertentu menurut kriteria yang diakui secara internasional seperti yang diadopsi oleh (ISI Thomson-Reuter)

Selanjutnya kadar kontribusi masing-masing publikasi dalam journal yang berstandar internasional (masuk dalam daftar ISI tersebut) masih perlu dinilai menurut indeks sitasi (citation index) bahkan indeks H bersangkutan serta pedoman lainnya.

Selain itu masih perlu ditegakkan kode atau rambu-rambu integritas perilaku periset, yang dilengkapi dengan sanksi yang tegas bagi periset yang melanggarnya. Contoh-contoh yang tak terpuji adalah 

Malas atau lalai mencantumkan referensi hasil riset dari periset atau kelompok periset lain yang bersangkutan (relevan), atau lalai memberi acknowledgement kepada pihak yang berkontribusi.

Pemalsuan (falcification), manipulasi data atau penggunaan data utama yang sama ataupun serupa dalam publikasi yang lebih dari satu dengan judul berbeda.

Mengisi

artikel

dengan

merangkai/menyusun

bagian

terbitan

sebelumnya secara en bloc atau dalam bentuk cut- and- paste. 

Plagiarisme.

9


7. Kerjasama Segi Tiga A.G.I. (C.I.A) atau I.C.A) Manfaat hasil riset di Indonesia lebih sering dan lebih mudah disoroti dari sisi dampaknya secara langsung pada kemajuan industri. Sumbangannya kepada peningkatan mutu pendidikan dan kualitas SDM sejauh ini masih tersedia cara pengukurannya. Kurangnya manfaat pertama tersebut kerap dikeluhkan, dan menurut para pejabat dan pengamat, itu berpangkal antara lain, pada kelemahan dalam “link and match” atau perpaduan mata rantai TRIPARTI atau ABG (academy, business dan government) dan ketidakmampuan (atau “malasnya”) para periset dalam menerbitkan hasil risetnya. Namun pangkal persoalannya berakar lebih dalam dari ucapan-ucapan formal. Tanpa analisis yang menyentuh inti masalahnya, kita akan terbelenggu oleh kepuasan dengan meneriakkan slogan kambing hitam saja.

Sebenarnya gagasan kerjasama segitiga industry-government-academy (IGA) sudah lama dikenal di luar negeri. Bedanya di negara maju dan yang sedang kencang mengejar kemajuan, jargon itu sudah tidak banyak terdengar lagi. Karena gagasan tersebut sudah membudaya dan melebur (mendarah daging) dalam kebijakan maupun implementasinya, sehingga tak perlu dan tak laku dijadikan hiasan bibir dalam pidato atau jurus kembang dalam retorika yang kosong (hollow rhetoric). Di negara kita, masing-masing institusi dalam kerangka IGA tersebut masih belum memainkan fungsi semestinya. Sebutlah sebagai contoh fungsi-fungsi pokok yang perlu dijalankan sebagai berikut : 

Kewajiban pemerintah dalam membangun fasilitas, insentif dan iklim kondusif bagi kegiatan riset bermutu dan bagi investasi industri berdasarkan undang-undang yang jelas dan pasti.

Kesadaran dan niat industri dalam membangun basis R & D yang melakukan pengalihan hasil riset laboratorium ke aplikasi industry dan 10


proses product development yang berjangka waktu panjang dan mahal. 

Misi PT dalam membangun dan melaksanakan riset dasar/terapan yang berkualitas serta membina SDM R & D yang tangguh.

Di atas itu semua, peran utama leadership masih kurang dikedepankan dalam setiap sector kegiatan. Tak jarang berkesan bahwa orang yang dipercayai untuk jabatan penting adalah birokrat yang taat kepada peraturan dan atasannya.

8. Penutup Dalam kemasan ringkas (in a nutshell), pesan utama yang hendak disampaikan dalam tulisan ini adalah : marilah kita kembangkan scientific literacy, budaya melek ilmiah (scientific literacy) termasuk membudayakan riset dan pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam mengelola kehidupan bangsa dan negara. Jauhilah budaya formal samar-samaryang rancu dan berkedok, yang menggerogoti serta merongrong peradapan dan kemajuan negara dan bangsa kita. Adalah keyakinan saya bahwa, sikap kejujuran (integritas) yang menjunjung tinggi kebenaran dan fakta, menghormati sumbangan dan prestasi sesama maupun orang lain, keberanian serta kegigihan menghadapi tantangan dan resiko dakam riset S & T, adalah unsur-unsur budaya yang dapat membantu menyehatkan budaya bangsa dan memperbaiki nasib bangsa ini. Karena itu pemerintah berkewajiban meningkatkan riset (R & D) dengan pendekatan, cara, serta dukungan peraturan dan dana yang tepat.

11


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.