MEMBANGUN KUALITAS BANGSA DENGAN BUDAYA LITERASI
Siti Rahma
XI IPS 4
SMA Negeri 1 Warungkondang
Berdasarkan data UNESCO minat membaca masyarakat Indonesia sangat rendah. Dimana hanya 0,001 persen atau 1 dari 1.000 orang di Indonesia yang rajin membaca. Data tersebut merupakan sebuah peringatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa literasi merupakan sebuah cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebuah bangsa. Namun, sepertinya literasi masih sulit dijadikan sebagai sebuah kebiasaan masyarakat
Indonesia. Literasi merupakan sebuah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “Membaca, berbicara, menyimak, dan menulis”
dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Menurut UNESCO dalam
IFLA (2011, 5) literasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, membuat, berkomunikasi, menghitung dan menggunakan bahan tulisan terkait dengan berbagai konteks. Sementaara itu, Newfoundlaand Labrador Education (dalam Nirmala 2022, 395) menyatakan bahwa literasi merupakan: 1) proses menerimadan memaknai sebuah informasi, 2) kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, berkomunikasi, menghitung, dan membuat teks, gambar dan suara, dan 3) kemampuan seorang individu untuk menjadi kuat, kritis, dan kreatif.
Permasalahan literasi merupakan salah satu masalah yang harus mendapat perhatian khusus oleh bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam beberapa dekade terakhir ini, Indonesia berada dalam krisis budaya literasi. Hasil penelitian lembaga-lembaga survei internasional mengenai literasi menempatkan Indonesia dalam kategori rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Students Assessment (PISA) seperti dikutip dalam Rahman (2017) menjelaskan bahwa “Pada tahun 2012, Indonesia menempati urutan 71 dari 72 negara. Sedangkan PISA tahun 2015 menempatkan Indonesia pada peringkat 64
dari 72 negara”. Fakta tersebut didukung juga oleh survei tiga tahunan Badan
Pusat Statistik (BPS) mengenai minat membaca dan menonton anak-anak
Indonesia yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2012. Data tersebut menunjukan bahwa lebih dari sebagian masyarakat Indonesia menjadi pengguna aktif media sosial. Meskipun manfaat utama dari sosial media adalah berkomunikasi dengan siapapun tanpa hambatan jarak serta sebagai sumber informasi, namun saat ini sosial media telah menyimpang menjadi sarana hiburan semata. Meski tidak beralih dari fungsi awalnya, tetapi sosial media kini lebih dominan dijadikan sebagai sarana hiburan bahkan rentan dijadikan sebagai tempat untuk melakukan tindak kejahatan.
Trend konten foto dan video pendek di media sosial menyebabkan orangorang malas untuk berliterasi, mereka merasa cukup dengan asupan informasi yang bahkan kebenarannya masih diragukan. Dampaknya, orang-orang akan menyebarluaskan kabar yang belum tentu kebenarannya sehingga rentan akan
berita bohong (hoax). Saat ini banyak penipuan digital yang beredar di masyarakat dengan berbagai macam jenis dan motifnya, salah satu faktornya adalah kurangnya minat literasi terhadap isi-isu terkini. Sebagai contoh akibat dari kurangnya berliterasi adalah penipuan dalam sektor keuangan. Berita terbaru yang masih jadi perbincangan hangat di masyarakat berupa investasi bodong dan pinjaman online (pinjol) ilegal. Kasus-kasus tersebut merupakan hasil dari rendahnya minat literasi.
Faktor selanjutnya yang menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia rendah adalah kurang atau minimnya fasilitas membaca yang disediakan. Fasilitas perpustakaan umum di Indonesia masih rendah, sehingga orang-orang yang
memiliki hobi membaca sekali pun kerap kali kesusahan dalam mencari dan mendapatkan sebuah buku bacaan. Ketersediaan buku yang melimpah tidak selalu
bisa dirasakan oleh semua orang. Harga buku yang mahal, toko buku yang masih jarang ditemui di kota-kota kecil utamanya di daerah terpencil, serta masih banyak
lagi hal-hal yang menjadikan minat baca seseorang menurun akibat tidak
terfasilitasinya kebutuhan membaca mereka.
Saat ini telah banyak platform untuk membaca yang disediakan oleh pemerintah secara gratis, seperti aplikasi IPusnas dan EPerpusdikbud, namun
aplikasi tersebut tidak cukup memfasilitasi baik dalam hal cara pengoperasian
aplikasi maupun jumlah buku yang tersedia. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Fauzan & Suswanto (2018) menjelaskan:
Terdapat beberapa kendala dalam pengoperasian aplikasi iPusnas berbasis Android. Diantara sebagai berikut: 1) Aplikasi ini masih banyak terdapat error atau kesalahan sistem. Diantaranya ketika sedang mencari buku. Saat sedang mencari buku, terkadang muncul tulisan “not found”. Padahal buku yang dicari tersebut sudah pernah kita temukan bahkan dibaca. 2) Koleksi yang tersedia pada aplikasi iPusnas ini masih dapat dikatakan sedikit. Terlebih lagi untuk aplikasi yang mencakup nasional, yang artinya dapat digunakan semua masyarakat Indonesia dari Sabang sampai dengan Merauke. Jumlah koleksi dan copyannya masih terbilang kurang. Hal ini juga dirasakan oleh penggunanya.
Selain kendala tersebut yang telah dijelaskan di atas, peminjaman buku di
IPusnas dengan antrian mencapai ribuan serta stok buku yang terbatas membuat
seseorang yang awalnya bersemangat untuk membaca, akhirnya malas dan mengurungkan niatnya untuk membaca. Antrian yang menunjukan angka ribuan
tersebut menunjukan bahwasannya minat baca masyarakat Indonesia itu tinggi, namun terhalang oleh minimnya fasilitas. Pada aplikasi EPerpusdikbud yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, buku yang tersedia masih sangat terbatas bahkan banyak buku yang ketika dicari tidak tersedia, stok yang diberikan pun sangat sedikit, sementara peminat untuk meminjam buku tersebut sangat tinggi, kasus ini akan berakhir seperti yang telah saya sebutkan pada point aplikasi IPusnas.
Dengan demikian, kita menjadi paham bahwasannya minat baca masyarakat Indonesia masih tinggi dan akan semakin meningkat apabila permasalahan yang telah penulis paparkan segera dicari solusi dan direalisasikan untuk menciptakan generasi yang jauh lebih berkualitas dari saat ini di masa depan. Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa berdasarkan penelitian tingkat literasi Indonesia memang rendah, namun kita juga tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa penyebab dari rendahnya tingkat literasi tersebut tidak hanya berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan observasi penulis, permasalahan eksternal yang menjadi penyebab rendahnya tingkat literasi di Indonesia lebih berperan penting dalam menjadikan literasi di Indonesia rendah, seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa antrian peminjaman buku di platform perpustakaan digital aplikasi IPusnas dan Eperpusdikbud menunjukan angka yang tinggi, hal ini menunjukan bahwa minat baca masyarakat Indonesia tinggi. Sejatinya minat baca sangat mudah ditanamkan dan dijadikan kebiasaan di negara ini. Seorang anak akan sangat mudah diberikan pembiasaan, kegiatan membaca sangat mudah diterapkan di Indonesia, salah satu caranya adalah dengan memasukan kegiatan literasi pada kurikulum sekolah. Kita fokus pada pelajar utamanya pada anakanak, sebab pelajar akan menjadi objek paling strategis dalam menanamkan sebuah pembiasaan. Masalah internal pada diri masyarakat dalam tingkat minat
baca sangat mudah untuk diatasi, namun kembali lagi pada apa yang penulis jelaskan bahwa masalah media sosial dan fasilitas membaca yang terbatas tidak
bisa diatasi dengan mudah.
Media massa atau media sosial bukan hal yang mudah ditangani dan bukan hal yang dapat kita atur. Konten yang beredar, trend yang muncul, serta
fakta bahwa saat ini media digital telah menjadi sebuah kebutuhan masyarakat. Disini penulis mengusulkan untuk menjadikan media massa sebagai media untuk literasi, namun dikelola dengan baik dan serius, tidak hanya pada awal program dilaksanakan, tetapi seterusnya hingga literasi menjadi kebiasaan di negeri ini.
Penulis sangat terbantu dengan hadirnya dua platform literasi digital yang telah disinggung sebelumnya, saya harap kedepannya koleksi buku serta sistem aplikasi
IPusnas dan EPerpusdikbud dapat dikembangkan, sehingga kualitasnya dapat jauh lebih baik lagi kedepannya. Kemudian, fasilitas literasi yang kurang memadai, penulis menyarankan agar seluruh pihak merasa untuk lebih mementingkan lagi program dalam menyediakan fasilitas literasi. Penulis berharap dengan adanya tulisan ini seluruh pihak sadar serta mengerti bahwa tingkat literasi Indonesia yang rendah merupakan masalah yang serius, dan tergerak hati untuk
mengeluarkan subsidi demi kepentingan permasalahan ini. Seluruh masyarakat dapat berkontribusi menyelesaikan masalah ini, jika tidak bisa menyediakan untuk
orang lain, berusahalah mencari celah untuk memberi fasilitas pada diri sendiri untuk berliterasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan. & Suswanto, Sri A. 2018. Analisis Pemanfaatan Aplikasi Ipusnas Berbasis Android di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jurnal Ilmu Perpustakaan. 7: 11-20.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jip/article/download/22944/20981 (diakses 27 Maret 2023).
International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA). 2011. Using Research to Promote Literacy and Reading in Libraries: Guidelines for Librarians. International Federation of Library Associations and Institutions. IFLA Professional Reports, No. 125.
https://www.ifla.org/files/assets/hq/publications/professional report/125.pdf (diakses 21 Maret 2023).
Nirmala, Sri Dewi. 2022. Problematika Rendahnya Kemampuan Literasi Siswa di Sekolah Dasar. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 11 (2 April) :393-402. http://dx.doi.org/10.333578/jpfkip.v11i2.8851 (diakses 21 Maret 2023).
Rahman. 2017. Kecakapan Literasi di sekolah dasar.
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/1
5704011984121 RAHMAN/Kecakapan%20Literasi%20di %20Sekolah%20Dasar.pdf (diakses 23 Maret 2023).