Eksistensi I-Pop di Tengah Arus Kepopuleran Budaya K-Pop
Asni Kayla Azzahra
XI MIPA 4
SMA Negeri 1 Warungkondang
Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana terjadi keterkaitan dan ketergantungan antarnegara dan manusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk
seperti perdagangan, budaya populer, dan sebagainya (Musa, 2015). Salah satu fenomena globalisasi di Indonesia dalam bentuk interaksi budaya adalah masuknya berbagai kebudayaan Korea Selatan ke Indonesia. Budaya Korea yang
masuk ke Indonesia ini sangatlah beragam, mulai dari fashion, serial drama, film, musik, bahkan hingga makanan.
Budaya Korea atau lebih sering dikenal dengan istilah Korean Wave
merupakan salah satu produk globalisasi yang tidak dapat dielakkan oleh berbagai
negara, salah satunya adalah Indonesia. Korean wave ini mulai memasuki
Indonesia pada tahun 2002, berawal dari Korean Drama atau K-Drama dengan
judul Mother's Sea yang pertama kali ditayangkan di layar kaca masyarakat
Indonesia hingga membawa K-Pop atau Korean Pop ke tengah-tengah konsumsi
publik. Hal ini didukung oleh pendapat Annisa (2022) yakni “Di Indonesia
sendiri, penyebaran budaya Korea dimulai sejak tahun 2002 dengan menayangkan
Mother’s Sea, drama Korea yang pertama kali ditayangkan di televisi Indonesia”.
Budaya Korea memiliki pengaruh kuat terhadap berbagai aspek kehidupan
sehari-hari, mulai dari selera musik, fashion, makanan dan sebagainya. Musik dari
budaya Korea yang paling banyak dikenal adalah musik dengan genre Pop, yang biasa disebut dengan Korean Pop atau K-Pop Di zaman serba modern saat ini,
siapa yang tidak mengenal K-Pop? Terlebih di kalangan para remaja yang sedang sibuk-sibuknya mencari kesenangan. K-pop, kepanjangannya Korean Pop (Musik Pop Korea) merupakan jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Bagi
beberapa remaja, K-Pop sering kali dianggap dengan hal-hal negatif "Plastik, oplas, banci", dan lain hal yang terdengar menyakitkan. Namun, dibalik semua itu,
K-Pop ternyata memiliki pengaruh besar di bidang musik. Bahkan, Indonesia menjadi K-Poper peringkat pertama di dunia. "Dirangkum dalam laporan Twitter yang dirilis pada Rabu 26 Januari dan didasarkan menurut unique authors, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penggemar K-Pop terbesar di dunia pada 2021." (Nabilah, 2022).
Dibalik kesuksesan K-Pop, ada suatu hal yang patut dipertanyakan.
Kemanakah eksistensi I-Pop? Padahal, dulu kita memiliki banyak boy/girl band yang cukup terkenal di kalangan anak-anak hingga remaja, contohnya saja ada boyband Smash, Coboy Junior, girlband Cherrybelle, Blink, dan JKT 48. Beberapa group band tersebut padahal cukup memiliki kepopuleran hingga mereka tak hanya berkutat di dunia musik, tapi juga film. Tapi, kemanakah mereka kini? Bukankah ke-eksistensianya patut untuk dipertanyakan?
Kepopuleran yang tiba-tiba meledak dan hilang begitu saja, sama halnya seperti isapan jempol semata.
Hilangnya kepopuleran tersebut tidak terlepas dari adanya beberapa alasan. Pertama, mereka belum terlalu siap untuk debut. Indonesia memiliki waktu yang cukup singkat untuk idolnya debut, hal ini sudah jelas terbukti di mata masyarakat. "Jika dibandingkan dengan idol Korea, mereka bahkan mati-matian dalam masa traine-nya. Lain hal dengan Indonesia, pihak agensi terlalu terburuburu sehingga melahirkan idola yang prematur bahkan cacat, hanya demi mengejar kepopularitasan yang tidak bertahan lama. Ini yang tak terjadi di Indonesia, karena demi mengejar trend banyak grup yang prematur dan tak siap dengan kualitas. Lahir secara instan, karier mereka juga pergi dengan instan." (Nizar, 2019).
Kedua, trend musik yang "musiman." Masyarakat Indonesia memiliki selera pasar yang cukup sulit untuk ditebak, itu berubah sesuai hitungan waktu. Contohnya saja beberapa tahun lalu pasar Indonesia menyuguhkan boy dan girlband, tapi kepopuleran mereka semakin lama semakin terkikis oleh keinginan pasar yang cukup sulit untuk ditebak itu. "Karena hanya tren yang bersifat musiman, popularitas mereka pun tidak bertahan lama. Ketika penikmat musik
mulai beralih ke arah warna musik yang lain, pelan-pelan kehadiran boy band pun mulai ditinggalkan." (Anindhita, 2022).
Ketiga, pasar yang kurang sehat. Indonesia sepertinya sudah cukup
bersahabat dengan kata "bajakan," dimulai dari karya tulis, hingga musik. Hal ini cukup jelas menghambat pemasaran dan merugikan pihak-pihak yang
bersangkutan. Berbeda hal dengan K-Pop milik Korea Selatan, bukan hanya
album tapi berbagai merchandise idol mereka pasarkan juga, hal ini jelas membantu marketing pihak agensi. Bahkan mereka mengadakan fanmeeting yang
membuat penggemar tergiur dan pihak agensi mendapatkan untung. Apakah agensi Indonesia pernah berpikir hingga sejauh itu? "Selain itu pembajakan juga menjadi momok yang menghambat kesejahteraan boy/girlband. Gagal panen di album fisik, label juga tak mampu mem-package artisnya seperti yang dilakukan oleh agensi Korea." (Nizar, 2019).
Keempat, broadcast Indonesia terlalu fokus pada orang-orang di sekitar dalam cakupan nasional. Hal ini cukup jauh berbeda dengan broadcast milik Korea Selatan, sebut saja SM Entertainment sebagai salah satu agensi yang
terkenal dan memiliki idol dari berbagai negara, seperti Jepang, Cina, Hongkong, hingga Amerika. Hal tersebut tentu saja menjadikan SM Entertainment sebagai agensi yang cukup memiliki popularitas yang tinggi, karena idol mereka dari berbagai negara, begitupun dengan fans dari agensi ini. Bahkan boyband dari agensi ini mampu melakukan konser ke beberapa negara dalam kurun waktu satu tahun. Broadcast menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam perjalanan karier sebuah agensi, karena mereka tentu saja tidak bisa bertahan tanpa penggemar.
Perkembangan Boy/Girl Band di Indonesia tentu saja pernah mengalami pasang surut pada era-nya itu, sebelum akhirnya mereka benar-benar menghilang begitu saja. Sebagian dari mereka masih menapakkan kakinya di dunia entertainment, namun lebih banyak lagi mereka yang hilang begitu saja dan keberadaannya dipertanyakan saat ini. Contohnya saja dapat kita temukan dengan mudah kompilasi video di YouTube mengenai karier salah satu artis saat ini yang hilang bak ditelan waktu.
I-Pop dapat kembali mendapatkan ke-eksistensianya saat ini, terlebih
budaya K-Pop sedang marak-maraknya di Indonesia. Hal ini tentu saja dapat
dimanfaatkan dengan mudah oleh pihak terkait untuk menghidupkan kembali
Boy/Girl Band di Indonesia dengan memperhatikan beberapa hal yang sudah
dijelaskan di atas, salah satu dan yang paling penting adalah mempersiapkan
secara matang kesiapan mereka untuk debut dan tidak terlalu mengenyampingkan
perihal kualitas mereka
Penulis berharap pihak-pihak terkait tidak mengulangi kesalahan yang
sama dengan judul berbeda. Karena jika dipikirkan dengan matang, ketika kita
kembali mendebutkan mereka di tengah arus budaya K-Pop yang kuat saat ini, kita dapat mendapatkan memperoleh beberapa keuntungan, salah satunya dilihat
dari segi ekonomi. Selanjutnya, pihak terkait jangan terlalu mengayomi keinginan pasar sehingga memaksakan hal yang sudah tidak dapat lagi dipaksakan.
REFERENSI
Anindhita (2022). Pudarnya Boyband di Indonesia. [Online].
https://www.cxomedia.id/art-and-culture/20211228105231-24
173025/pudarnya-boy-band-di-indonesia. (Diakses: Cianjur, 08 Februari 2023).
Annisa (2022). Awal Mula Budaya Korea Selatan Menyebar di Indonesia. [Online]. https://www.ayovibes.com/lifestyle/pr-5314174146/awal mula-budaya-korea-selatan-menyebar-di-indonesia. (Diakses: Cianjur, 01 Maret 2023).
Nabila (2022). Indonesia Jadi Negara dengan Fans K-Pop Terbanyak di Dunia. [Online]. https://goodstats.id/article/. (Diakses: Cianjur, 25 Januari 2023).
Nizar (2019). 5 Alasan Boyband dan Girlband Indonesia Tak Sesukses K-Pop. [Online]. https://m.fimela.com/entertainment/read/3899081/5-alasan boyband-dan-girlband-indonesia-tak-sesukses-k-pop. (Diakses: Cianjur, 08 Februari 2023).
Musa (2015). Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia. [Online]. (Diakses: Cianjur, 01 Maret 2023).
Wikipedia. Portal: K-Pop. [Online]. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Portal:K pop#: (Diakses: Cianjur, 08 Februari 2023).