UTAMA
Ketimpangan Ekonomi Pengaruhi Kesehatan Jiwa
andhika | EKSPRESI
ANALISIS
Oleh Triyo Handoko
Y
ogyakarta menjadi provinsi dengan ketimpangan ekono mi tertinggi di Indonesia pada 2017. Data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta menunjukan indeks rasio gini sebesar 0,425. Tak hanya timpang antara pen dapatan golongan masyarakat menengah atas dan menengah bawah, Yogya juga menjadi provinsi dengan masyarakat termiskin di pulau Jawa. Kemiskinan di Yogya pada 2017 se besar 13,1%. Akibat lain yang ditimbulkan kemiskinan adalah memicu terjadinya gangguan kesehatan jiwa. Begitu juga yang dikatakan Aspi Kristianti, tim pe nyusun Peraturan Gubernur Penanggu langan Pasung. “Orang miskin itu rentan gangguan jiwa, orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan yang hidup dalam lingkungan kumuh itu rentan gangguan jiwa,” ungkap Aspi. Data ketimpangan ekonomi yang ditempati Yogya dalam skala nasional berkelindan dengan data pengidap skizo frenia yang menempati peringkat kedua terbanyak di tingkat nasional. Menurut data Dinas Kesehatan Yogya, setiap 1.000 penduduk yang tinggal dalam jarak 2,7 mil terdapat dua sampai tiga orang peng idap skizofrenia. Hasil penyebaran angket yang di lakukan, menunjukkan 58% responden menyatakan bahwa penyebab utama gangguan kesehatan jiwa ada pada per masalahan ekonomi. Sedangkan sisanya, sebesar 20,2% responden menyebut per masalahan biologis. Kemudian 21,8% responden memilih permasalahan mistik yang menyebabkan gangguan kesehatan jiwa seseorang. Berkaitan dengan permasalahan ekonomi, sebanyak 55,25% responden sangat setuju apabila menyelesaikan per masalahan ekonomi secara langsung me nyelesaikan permasalahan kesehatan ji wa masyarakat. Sedangkan 27,25% setuju
20 Ekspresi Edisi XXX Th XxV maret 2018
usulan tersebut. Kemudian, 11,75% tidak setuju dan 5,75% sangat tidak setuju. Kesadaran lain yang belum dipahami adalah integrasi antara sarana prasarana kesehatan fisik dengan kesehatan jiwa. “Orang yang hidup di lingkungan ku muh, misalnya yang tidak ada fasilitas MCK rentan sekali kesehatan jiwanya,” tambah Aspi. Hasil lain dari penyebaran angket adalah tingginya kesadaran masyarakat Yogya terhadap pentingnya kesehatan jiwa. Sebanyak 43,75% responden sangat setuju dengan sama pentingnya antara kesehata jiwa dan kesehatan fisik. Se dangkan, 39,75% responden setuju de ngan usulan tersebut. Hanya 10,75% yang tidak setuju dan 5,75% responden yang sangat tidak setuju. Dari kesadaran yang tinggi akan pentingnya kesehatan jiwa, masyarakat Yogya paham bahwa kesehatan jiwa juga bagian dari tanggung jawab pemerintah. Sebanyak 91% responden merasa memi liki hak atas pelayanan kesehatan jiwa dari pemerintah. Kemudian, 7,8% merasa tidak memiliki hak tersebut. Sedangkan 1,2% tidak menjawab. Akan tetapi, sedikit sekali masya rakat yang mengetahui bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga menjamin kesehatan jiwa. BPJS Kesehatan sebagai program pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya akan kesehatan masyarakat juga menjamin kesehatan jiwa, hal ini sesuai dalam Permenkes 59 tahun 2014. 80,5% responden tidak mengetahui hal tersebut. Sedangkan hanya 19,5% yang mengetahuinya. Bicara soal pelayanan kesehatan jiwa, sebanyak 26% responden tidak memberikan jawaban atas pertanyaan “Sudah maksimalkah pelayanan kese hatan jiwa oleh pemerintah?” Sedangkan 42,5% menyatakan sudah maksimal. Si sanya, 31,5% menjawab belum maksimal.
Menelusuri kembali tanggapan ma syarakat soal pelayanan pemerintah ter hadap kesehatan jiwa masyarakat de ngan sebuah pernyataan tertutup, yaitu, “Pemerintah tidak menangani dengan baik pengidap gangguan jiwa.” Seba nyak 34,75% responden sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Sedangkan 38% responden setuju. Sisanya sebanyak 15% responden menjawab tidak setuju dan 12,25% sangat tidak setuju dengan penyataan tersebut. Berkaitan dengan sosialisasi ke sehatan jiwa dan jenis-jenis penyakit kesehatan jiwa dari pemerintah, hasil penyebaran angket menunjukan peme rintah tidak memberikan sosialisasi de ngan baik. 92,5% responden merasa tidak pernah ada sosialisasi dari pemerintah baik secara langsung maupun melalui berbagai kanal medium. Hanya 7,5% yang merasa ada sosialisasi dari peme rintah. Kemudian, berkaitan dengan je nis-jenis penyakit kesehatan jiwa, hanya 18% responden yang sudah mengetahui. Sisanya sebesar 82% responden belum mengetahui.x andhika | EKSPRESI