Buletin EXPEDISI Edisi I PKKMB UNY

Page 1

EXPEDISI EDISI I PKKMB UNY | AGUSTUS 2019

MEMBANGUN

SENTRA

n Salah satu rontek yang dibawa oleh ormawa FIS saat parade ormawa, Selasa (20/8).

B U D AYA

KRITIS

Raiya | Expedisi

Atribut Organisasi Mahasiswa FIS Disita pada Parade Ormawa Panitia PKKMB melakukan pengecekan dan penyaringan, terhadap masing-masing ormawa yang akan memasuki GOR pada parade ormawa.

P

arade Organisasi Mahasiswa (ormawa) yang diselenggarakan di Gelanggang Olahraga (GOR) pada Selasa (20/08) acara tersebut disambut dengan antusias ormawa dari ke-7 Fakultas: Fakultas Teknik (FT), Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Budaya dan Seni (FBS), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Setiap ormawa membawa atributnya masing-masing dan menunggu giliran untuk menampilkan parade ke mahasiswa baru, yang sedang melakukan serangkaian Pengenalan

Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Namun, disamping itu sebelum perwakilan dari ormawa tersebut memasuki GOR, panitia PKKMB melakukan pengecekan dan penyaringan, terhadap masing-masing ormawa yang akan memasuki GOR. Setelah pengecekan dan penyaringan berlangsung terdapat satu atribut dari ormawa FIS yang tidak diperbolehkan masuk ke arena parade ormawa tersebut. “Tadi memang dari keamanan universitas melakukan penyaringan atribut, ternyata ada satu atribut tidak diperbolehkan masuk,” menurut Khairuddin ahmad, Ketua BEM FIS. Atribut tersebut

bertuliskan “Sudah bayar UPPA belum?" Kronologi peristiwa tersebut dimulai pukul 08.30 WIB, ormawa FIS kumpul di halaman GOR untuk mengikuti parade ormawa tersebut. Sekitar pukul 10.00 WIB, ada pemeriksaan dan penyaringan dari pihak keamanan PKKMB terhadap seluruh ormawa fakultas terkait, dan teman-teman serta atribut yang akan dibawa masuk dalam parade ormawa. “Awalnya kita bikin ronteknya ada 2 macam. Ada yang pakai banner besar, ada yang pakai kertas. Kertas itu bisa masuk ke GOR lewat gerbang sebelah barat, dan tidak diambil sama satpam. Namun, yang banner tidak


SENTRA

EDISI I PKKMB UNY AGUSTUS 2019

“Kalau memang tidak ada plot untuk eksternal tak masalah, tapi problematik kalau mahasiswa baru dieskluksi dari pengenalan mengenai organisasi eksternal kampus.” - Soesilo

EDITORIAL

Sumaryanto, Wakil Rektor (WR) III, bagian kemahasiswaan mengungkapkan bahwa “Sampai detik ini tidak ada yang komplin kepada saya sebagai WR III, pak kok saya tidak boleh masuk?, pak

kok tulisan saya disita?. Barangkali mungkin bukan saring ya, namun memang saring, apa yang tadi dilakukan teman - teman panitia. Jangan-jangan ada tulisan yang salah dan menandung provokatif yang bisa konflik antar kelompok. Karena saya berpesan kalau tidak boleh ada tulisan yang meyinggung sara, rasisme dan mendiskriditkan suku,” ia juga menambahkan bahwa “Tulisannya saja saya tidak tahu, karena tidak ada yang komplin sama saya, misalnya kan tulisan ini mengandung hal-hal yang provokatif ya saya harus pikir-pikirkan terlebih dahulu kira-kira aman tidak ya. Saja juga tahu ada tulisan tolak UPPA, rektor viral, UKT mahal, itukan pendapat kalian, karena kita seorang akademisi ya kita mengadakan dialog, kita harus ada data. Kebijakan itu ada, dan karena itu kita harus menjelaskan,” Menurut ketua BEM FIS penyitaan atribut tersebut dikarenakan sebelumnya semua rontek yang akan masuk mengikuti parade harus diajukan ke universitas, terlebih dahulu kemudian nanti akan disaring. Kemungkinan besar atribut yang disita itu tidak lolos tahap seleksi universitas. “Jadi teman-teman fakultas yang membawa rontek rontek sebenarnya boleh, dengan catatan membuat list dulu apa yang mau ditulis pada

2

n Salah satu rontek dari mahasiswa FIS, Selasa (20/8).

rontek dan diberikan ke panitia universitas,” ujar Faikar. Tanggapan Soesilo mengenai penyitaan rontek yang dilakukan oleh panitia parade ormawa. “Kalau dari aku pribadi justru tidak tersampaikannya tuntutan itu gara-gara peraturan-peraturan yang dibuat panitia parade. Walaupun itu kesepakatan sehingga kalau pembatasan-pembatasan semacam itu sama saja melarang. Jadi, harapan kami kedepannya untuk parade ormawa aturannya tidak usah dibatasi gitu. Biar tiap fakultas bisa nunjukin ciri khas fakultas masingmasing, identitas fakultas masingmasing. Kalau FIS adalah kampus pergerakan maka biar mereka bisa bawa rontek semaunya, yang tema pergerakan. Kalau dibatasi nanti tidak jadi pergerakan lagi. Itusih kalo dari kami,” ujarnya. Rizal Alfiano Fatonah, Ayu, Ririn, Raiya

SUARA MABA

Birokrat Takut Rontek Parade ormawa adalah rangkaian acara dalam kegiatan PKKMB. Dalam acara tersebut ada tujuan positif yaitu memperkenalkan organisasi mahaisiwa dari tingkat jurusan, fakultas, hingga universitas kepada mahasiswa baru. Lebih dari itu parade ormawa adalah ajang bagi organisasi mahasiswa untuk menunjukan eksistensi. Mestinya begitulah fungsi dari kegiatan bernama parade ormawa ini. Berangkat dari hal tersebut, parade ormawa juga berfungsi sebagai mimbar bagi ormawa untuk menyampaikan gagasan serta aspirasinya menyambung lidah mahasiswa. Gagasan inilah yang terkadang bersinggungan dengan kepentingan pihak tertentu. Hingga

Raiya | Expedisi

boleh masuk sama satpam. Tetapi tidak kita kasih ke satpam tersebut. Akhirnya kita nyari jalan lain, supaya bisa masuk yang banner besar. Terus yang banner kecil itu disita pas pengecekan dan penyaringan, diambil satu, itu sama panitia bukan sama satpam,” tutur Soesilo, Koor parade ormawa FIS. Pendapat lain muncul dari pihak keamanan parade ormawa. “Kalau penyaringan sifatnya lebih ke birokrasi atau satpam, kita gak tau sama sekali. Ya disini kita hanya menjalankan saja, apa yang jadi kewajiban panitia parade ormawa, kalau kemarin ngasih list kata-kata yang akan ditulis pada rontek, terus disetujui sama birokrasi, hal tersebut yang tidak kita saring,” ungkap Faikar Abdillah, Koor keamanan parade ormawa.

usaha-usaha untuk membungkam gagasan dalam acara parade ormawa seringkali dilakukan. Sebagai bentuk usaha penghentian penyampaian gagasan itu adalah adanya saring rontek/ spanduk kepada ormawa. Alasan disaring lazimnya karena ditakutkan mengandung unsur provokatif dan isu SARA. Namun batasan unsur terlarang itu pun masih tidak jelas. Ketika menyuarakan gagasan dan kritik di bungkam, maka matilah pergerakan. Sepatutnya birokrat lebih takut ketika mahasiswa berhenti peduli terhadap kampusnya dengan cara berhenti berpikir kritis dan menjadi apatis. Redaksi

Orasi yang disampaikan para ketua BEM Fakultas membantu berfikir terbuka atas apa yang terjadi di kampus. Semoga harapan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik bisa terwujud. Aldrian Rizky Purnama Pend.Teknik Informatika

Semua orang berhak menyampaikan pendapat, aksi di parade ormawa tadi termasuk penyampaian pendapat dari mahasiswa. Avinda Dwi Novitasari Pendidikan Luar Sekolah

Menurut aku,kurang greget untuk yg para ormawanya. Kalo untuk ketua BEMnya keren banget sukaa sama orasinya. Annisa Rysky Hayati Sosiologi


Malu Jika Militer Masuk Kampus Melulu

P

etinggi militer bicara di atas mimbar universitas seakan menjadi tren di lingkungan kampus Indonesia. Kita bisa menyaksikan itu dalam kegiatan orientasi kampus yang diikuti oleh mahasiswa baru. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) adalah contoh terdekat. Pada tahun ini, UNY mendatangkan Ade Adrian, Kepala Departemen Kepemimpinan dan Kejuangan Akademi Militer (Kadeppimjuang Akmil) sebagai pembicara wawasan kebangsaan. Langkah UNY merupakan pengulangan tahun sebelumnya yang juga mengundang figur militer diagenda yang sama. Tak hanya UNY, Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun ini juga mendatangkan figur militer dalam kegiatan orientasi kampus mereka. Keputusan tersebut sejatinya menjadi sebuah ironi. Universitas, Institut, Akademi, hingga Politeknik sudah sepatutnya mengedepankan kultur akademik dalam menanggapi sebuah isu. Kalangan akademik dibiarkan menganggur ketika argumen mereka dibutuhkan disaat yang tepat, seperti masa penerimaan mahasiswa baru. Keputusan mendatangkan figur militer seakan mereduksi kemampuan kampus dalam menghasilkan pemecahan masalah. Intelektualitas pun gagal unjuk gigi di rumah sendiri. Sebuah pertanyaan lalu menyembul ke permukaan, mengapa harus militer? Padahal ada banyak alternatif figur yang bisa dijadikan pembicara dalam agenda kampus. Terlebih lagi jika membahas seputar isu kebangsaan atau bahkan isu radikalisme yang belakangan mencoreng reputasi perguruan tinggi. Mungkin kita lupa bahwa dahulu kekuatan militer pernah menguasai sistem pemerintahan Indonesia. Coba kita ingat-ingat lagi bagaimana rezim orde baru berkuasa selama 32 tahun. Presiden Soeharto membawa arah pemerintahan dengan corak kemiliteran. Sejumlah alat propaganda dirancang guna mengawal rakyat sesuai kehendak penguasa. Rendro Dhani, Terence Lee,

dan Kate Fitch menuliskan dalam Political Public Relations in Indonesia: A History of Propaganda and Democracy, bahwa selama lebih dari 30 tahun, rezim Soeharto menggunakan “ketakutan� dalam menjalankan roda pemerintahan.

Repro. Ririn | Expedisi

Manipulasi kenyataan juga dilakukan agar rezim militer dipandang sebagai sosok pahlawan. Sementara itu, kebebasan berekspresi dibungkam, buktinya banyak perusahaan surat kabar yang dibredel tanpa ampun. Padahal, mereka tengah menjalankan tugasnya sebagai informan publik. Sikap rezim itu sama saja merampas hak masyarakat terhadap informasi yang mereka butuhkan. Belum lagi jika kita menyinggung masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Timor Timor dan Irian Barat merupakan salah dua wilayah yang menjadi saksi bisu betapa kejamnya rezim militer saat itu. Tragedi pun semakin panjang oleh hilangnya para aktivitis dan masyarakat sipil menjelang tumbangnya orde baru. Hadirnya figur militer sebagai pembicara di panggung publik, barangkali merupakan upaya untuk merekonstruksi citra militer yang terlanjur buruk di masa lalu. Saat ini, militer tengah membangun kembali reputasinya dihadapan publik. Mereka diberi tempat strategis untuk menyampaikan narasi positif. Seolaholah “hanya� militer pilihan terbaik atas permasalahan bangsa ini. Apalagi, semakin banyak pula eks petinggi militer

yang kini menduduki posisi penting dilevel pemerintahan pusat. Maka tidak heran jika survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan jika Tentara Nasional Indonesia (TNI) memuncaki daftar institusi negara dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi. TNI sebagai instansi militer negara meraup 90% suara dari total 1.183 responden. Angka tersebut sukses melampaui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang duduk diperingkat kedua dengan 80,8% suara. Sementara itu, Presiden dan Wakil Presiden secara beruntun duduk di peringkat ketiga dan keempat. Data diatas menjelaskan kepada kita bahwa dominasi militer tengah bekerja dalam mempengaruhi keputusan publik. Kabar buruknya adalah apabila dominasi terus diberikan tempat, maka yang terjadi adalah hegemoni. Tentunya, kita tidak mau kembali hidup di masa lalu. Catatan sejarah tadi diharapkan mampu membekali kita agar memandang isu terkini secara lebih visioner. Mungkin, untuk saat ini, potensi rezim militer kembali belum sepenuhnya terjadi. Tapi kita tahu bahwa sejarah akan selalu menjadi pelajaran berharga buat kehidupan di masa mendatang. Hal itulah yang menjadi pekerjaan rumah kita sebagai bagian dari sivitas akademika. Dominasi harus dilawan dengan wacana tanding yang tidak kalah kuat. Upaya kita untuk bertanding dan meningkatkan posisi tawar dihadapan masyarakat tampaknya akan melalui jalan terjal. Sudah 2 tahun belakangan, militer selalu menjadi langganan untuk menyampaikan narasinya di lingkungan akademik. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, boleh jadi wibawa universitas akan tergusur. Kebebasan dan kemerdekaan berpikir kita seolah tidak ada gunanya. Lebih memalukan lagi, jika kita memilih diam ketika militer merebut peran universitas sebagai tonggak pembangunan. Hery Setiawan

Pimpinan Proyek Tri Rahayu | Redaktur Pelaksana Fatonah Istikomah | Redaktur Rizal Alfiano, Hery Setiawan | Reporter Fatonah Istikomah, Yusrina Fitria, Raiyani Hidayah Ruida, Tri Rahayu | Redaktur Foto Steven Adi | Artistik Raiyani Hidayah Ruida, Yusrina Fitria | Produksi Rizal Alfiano, Yahya Abdullah | Iklan

Vidi Mila

Sukmawati, Nastiti Ajeng Priswari | Sirkulasi M.Fatahillah Akbar, Arummayang Nuansa | Alamat Gedung Student Center Lt 2 Karangmalang, Yogyakarta 55281 | Email lpm_ekspresi@yahoo.com | Web ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

3

PERSEPSI

EDISI I PKKMB UNY AGUSTUS 2019


GALERI

EDISI I PKKMB UNY AGUSTUS 2019

n Ormawa FIS memasuki GOR untuk melakukan parade ormawa pada Selasa (20/8). Foto oleh Raiya.

IKLAN

n Persiapan parade ormawa di luar GOR, Selasa (20/8). Foto oleh Raiya.

4

n Pengibaran bendera merah putih oleh mahasiswa baru FIK, Selasa(20/8). Foto oleh Ajeng.

n Selasa (20/8) Ormawa FT membawa rontek-rontek saat Ketua BEM FT orasi di panggung PKKMB. Foto oleh Ririn.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.