E-Bulletin ISSaCT ed. 9/I

Page 1

Edisi 9/Tahun I -- 16 Juni 2014

TRANSFORMASI Diterbitkan Oleh: The ISSaCT*

Perbatasan Sebagai Beranda Depan Oleh: Heru Susetyo Menarik

membaca

liputan

Koran Jakarta (18/4 – 2013) “Wilayah Perbatasan Butuh Sentuhan Otonomi Secara Nyata�. Dimana disebutkan bahwa daerah perbatasan di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia (negara bagian Serawak) masih mengalami ketimpangan pembangunan dibandingkan dengan negeri tetangga. Pembangunan infrastruktur dan pengembangan aktifitas ekonomi masih terengahengah. Jalan paralel di sepanjang perbatasan belum lagi dibangun. Akibatnya terjadi perbedaan kesejahteraan dengan negeri tetangga. Ketimpangan ekonomi ini membuat banyak penduduk di daerah perbatasan mengadu nasib ke Serawak, Malaysia. Apalagi, begitu mudah bagi mereka untuk menyeberang ke dusun tetangga. Panjang perbatasan Kalimantan (Kalbar dan Kaltim/ Kaltara) dengan

Malaysia (di Serawak dan Sabah) begitu panjang. Sementa-

dan Serawak-Malaysia.

ra hanya tersedia beberapa pintu perbatasan resmi saja dan ratusan pintu perbatasan tradisional yang tak dijaga.

Barangkali masalah perbatasan fisik antara Indonesia-Malaysia tak mengemuka kalau saja belakangan tak terjadi sengketa pulau Sipadan Secara etnis, bahasa dan dan Ligitan budaya penduduk per(yang akhirnya batasan relatif sama dimenangkan dengan jirannya di Maoleh Malaysia laysia. Hanya fasilitas, melalui kepuinfrastruktur dan tingkat kesejahteraan yang Perbatasan Indonesia dengan tusan Malaysia Mahkamah berbeda. Maka, mereka Internasional berdagang, berobat, sekolah dan mengadu nasib di (International Court of Justice Malaysia. Memang tidak ter- pada Desember 2002) dan blok jadi eksodus besar-besaran ke laut Ambalat di Laut Sulawesi. Serawak Malaysia, namun Juga, dengan terjadinya bejumlah yang menyeberang berapa persoalan krusial sepercukup signifikan. Fenomena ti buruh migran tak terdokumana turut menjadi perhatian mentasi (undocumented miinsan film dengan lahirnya film grant workers), pembalakan “Tanah Surga Katanya" pada hutan (illegal logging), penyeAgustus 2012 yang diproduser-i lundupan (smuggling) dan huoleh Deddy Mizwar dan berkis- man trafficking, ketertinggalan ah tentang perbedaan tingkat pembangunan, ketegangan di kesejahteraan di Kalimantan perbatasan dan belakangan *The ISSaCT=The Institute of Strategic Studies and Civilizational Transformation


adalah masalah terorisme transnasional (transnational terrorism) yang mengusik kestabilan di

pleks. Disamping secara fisik mereka mereka tinggal amat jauh dan terpencil dari Ibukota negara

Malaysia, masyarakat juga terbiasa menggunakan dan berjual beli produk asal Malaysia terma-

wilayah perbatasan.

di Jakarta, tidak jarang merekapun tinggal jauh dan terisolir dari ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dan ibukota propinsi

suk gula pasir sampai dengan gas elpiji. Hadir pula ketimpangan dalam pola perniagaan dan jual beli antara Serawak dan En-

mereka sendiri. Sebaliknya, mereka berjarak amat dekat dengan negara tetangga. Bahkan, memiliki bahasa, bu-

tikong. Warga Indonesia di perbatasan bisa masuk dan belanja ke Tebedu tanpa passport dengan

daya dan ciri-ciri fisik yang hampir sama dengan penduduk di negeri tetangga. Namun kesamaan ciri-ciri fisik ini tidak men-

“Namun kesamaan ciri-ciri fisik ini tidak menjamin ada kesamaan tingkat kesejahteraan dan strata ekonomi antara warga dua negara yang berbatasan. �

jamin ada kesamaan tingkat kesejahteraan dan strata ekonomi antara warga dua negara yang berbatasan. Tidak sedikit WNI di

menggunakan mata uang Rupiah maupun Ringgit Malaysia, sementara warga Malaysia hanya

perbatasan hidup serba kekurangan dengan akses terhadap sumber daya-sumber daya ekonomi yang sulit dan terbatas

bisa masuk sejauh 200 meter ke Entikong dan tak bisa berbelanja pula. Masalah yang tak jauh berbeda

Maka, amat signifikan untuk menjadikan semua daerah perbatasan di Indonesia, tak hanya di Entikong Kalbar, sebagai beranda depan (front-yard) dan bukannya sebagai halaman belakang (backyard). Amat penting untuk menggesakan pembangunan di sepanjang perbatasan darat maupun di pulaupulau terluar Indonesia. Kompleksitas Perbatasan Negara Indonesia berbatasan darat dengan tiga Negara di tiga pulau dan empat propinsi. Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur berbatasan darat dengan Malaysia di Negara bagian Serawak dan Sabah (sepanjang 2004 km). Indonesia-pun memiliki perbatasan laut yang sangat luas dan panjang apakah di sepanjang Selat Malaka, Laut China Selatan, Samudera Hindia, Laut Sulawesi, Laut Timor, Laut Banda-Kepulauan Arafuru, perairan Maluku Utara dan perairan utara Papua-Papua Barat, dan sebagainya. Penduduk Indonesia yang tinggal di perbatasan mengalami permasalahan kehidupan yang kom-

2

jumlanya.

ada di Papua. Panjang perbatasan RI-PNG dari utara (Kota JaSebagai contoh, Desa yapura sampai Suruh Tembawang di dengan Selatan MeKabupaten Sanggau rauke) Âą 770 Km. amat terisolir dan sulit Ditandai dengan 52 dijangkau dari kota tugu/ pilar batas kecamatan Entikong. dimana 24 tugu Hanya bisa didatangi menjadi tanggunglewat sungai dengan Transaksi di wilayah perjawab pemerintah batasan Papua-PNG lama perjalanan 6 jam menggunakan mata uang RI dan 28 tugu PNG. dan sewa perahu yang pemeliharaan menmahal (Rp 1.5 juta jadi tanggungjawab sekali jalan). Kemudian, di dae- pemerintah PNG. rah perbatasan hampir semua produk-produk rumah tangga Perbatasan di Papua menjadi ra(consumer goods) berasal dari wan karena pergolakan politik

TRANSFORMASI


internal yang tidak stabil di daerah perbatasan. Masih banyaknya pelintas batas illegal, banyaknya

Kondisi tak jauh berbeda ada di NTT. Propinsi ini berbatasan fisik dengan Negara Timor Leste di

permasalahan hak ulayat masyarakat adat, penyelundupan senjata, amunisi dan narkoba. Juga, adanya kelompok sipil ber-

dua wilayah terpisah, masingmasing di Kabupaten Belu dan

para pengungsi. Sejatinya para pengungsi ratarata berasal dari

senjata di tengah-tengah daerah hutan lebat sepanjang perbatasan yang menyulitkan pemantauan oleh para penjaga perbatasan.

Timor Tengah Selatan yang berbatasan dengan bagian barat Ti-

latar belakang sosial dan kultural yang sama dengan penduduk

Masalah lain adalah terbatasnya aktifitas ekonomi seperti pasar di perbatasan. Belum cukupnya infrastruktur dan sarana transportasi, permukiman dan jaringan irigasi yang memadai untuk masyarakat di perbatasan. Sampai tahun 2013 ini hanya ada empat kabupaten/ kota yang terhubungkan dengan jalan darat (Kota Jayapura, Kab, Jayapura, Kab. Keerom dan Kab. Sarmi), selebihnya harus menggunakan trans-

Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.

mor Leste, dan Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang berbatasan dengan daerah

“Sampai tahun 2013 ini hanya ada empat kabupaten/ kota yang terhubungkan dengan jalan darat (Kota Jayapura, Kab, Jayapura, Kab. Keerom dan Kab. Sarmi).�

enclave

Distrik

Oecussi-

Ambeno. Sampai saat ini, 13 tahun berlalu sejak Timor Leste berpisah dengan NKRI, masalah sosial politik dan keamanan

portasi udara yang amat mahal . Biaya pesawat dari Jakarta ke Jayapura pp juga amat mahal, masih terus menyertai. Salah satu apalagi di musim masalah krusial liburan, natal dan adalah pengungsi lebaran. dari Timor Leste Masalah pendidiyang memilih kan masih menbergabung jadi masalah yang dengan NKRI amat serius di pasca jajak penPapua. Banyak dapat 1999. Banguru yang tidak Pesawat perintis menjadi penghubung yak pengungsi utama di Papua. hadir mengajar masih menghuni dan murid yang hunian sederhana tidak hadir; karena alasan kea- di Kabupaten Belu dan di beberamanan dan kekurangan guru. pa wilayah yang lain di NTT. PaSehingga sekolah sering libur. TRANSFORMASI

dahal kondisi kehidupan masyarakat Belu sendiri tidak lebih baik dibandingkan dengan

di kabupaten Belu, hanya saja mereka tinggal di wilayah Indonesia bagian Timor Leste ketika Jajak Pendapat 1999 terjadi. Kesejahteraan Penduduk di Perbatasan Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI (2011) persentase penduduk buta huruf (usia 15 – 44 tahun) di tiga propinsi yang berbatasan darat dengan negara lain adalah cukup memprihatinkan. Di Kalimantan Barat persentase-nya adalah 4.24%. Di Nusa Tenggara Timur adalah 5.81% dan di Papua adalah 34.83%. Rata-rata nasional Indonesia adalah 2.30% pada tahun 2011. Kemudian, skor Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) di tiga daerah yang berbatasan darat dengan negeri jiran juga masih di bawah rata-rata nasional. Pada tahun 2012 Skor Kalbar adalah 69.15, NTT adalah 67.26 dan Papua adalah 64.94. Sementara rata-rata nasional Indonesia adalah 72.27 (Data BPS 3


2012). Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan pada tahun 2011 (Data Kemen-

dipahami dalam perspektif mengejar kesejahteraan ekonomi (economic security) dan juga kea-

Kalimantan Utara (Kaltara) yang berbatasan langsung dengan Malaysia patut disambut baik. Na-

kes, 2011) menyebutkan bahwa persentase penduduk miskin di Kalbar berjumlah 9.6%, di NTT 23.4% dan di Papua adalah

manan pangan (food security), daripada sebagai pembangkangan anak bangsa terhadap negaranya. Maka, dalam konteks

mun harus diiringi dengan pendekatan pembangunan yang menyejahterakan dan memberikan rasa aman kepada seluruh rakyat

41.6%. Sementara rata-rata nasional adalah 15.7%.

ini, perhatian terhadap pendekatan keamanan non tradisional (non traditional security) dalam mengelola masalah perbatasan

di daerah-daerah terluar Indonesia.

Beranda Depan Mengelola perbatasan bagi pemerintah Indonesia tak cukup hanya dengan mengandalkan pendekatan keamanan tradisional yang bertumpu pada pendekatan kemiliteran (hankam) belaka. Pendekatan kemiliteran tetap penting, utamanya dalam menangani masalah di perbatasan laut ataupun tindak pidana di perbatasan darat seperti illegal logging, smuggling, ataupun human trafficking. Namun pendekatan keamanan tradisional (kemiliteran) saja tidak cukup karena persoalan perbatasan fisik jauh lebih kompleks daripada masalah kemiliteran belaka (goes far beyond military threat). Kasus-kasus yang terjadi di sepanjang perbatasan IndonesiaMalaysia di Kalimantan seperti bergantinya kewarganegaraan sejumlah besar WNI menjadi warga negara Malaysia, ataupun lintas batas secara illegal tanpa melalui pintu yang resmi, harus

4

menjadi amat penting, utamanya adalah perhatian terhadap aspekaspek human security (keamanan manusia) sebagaimana dimaksud dalam UNDP tahun 1994.

laporan

“Kasus-kasus yang terjadi di sepanjang perbatasan IndonesiaMalaysia di Kalimantan harus dipahami dalam perspektif mengejar kesejahteraan ekonomi dan juga keamanan pangan, daripada sebagai pembangkangan anak bangsa terhadap negaranya.�

Kemudian, belajar dari Kasus Pulau Sipadan dan Ligitan, negara RI harus juga mengupayakan perhatian terhadap pulau-pulau terluar Indonesia. Negara harus memposisikan daerah yang berbatasan secara fisik maupun pulau-pulau terluar sebagai halaman depan (frontyard) Indonesia dan bukannya laksana halaman belakang (backyard) yang boleh diabaikan begitu saja. Otonomi daerah dan pemekaran daerah, seperti lahirnya Propinsi

*) Penulis adalah Staf Pengajar Tetap Fakultas Hukum Universit a s I n d o n e s i a dan Peneliti Daerah Perbatasan. Artikel sudah dimuat di: http://herususetyo.com/2013 /04/30/perbatasan -sebagaiberanda-depan/

Redaksi E-Bulletin Transformasi: Editor Sapto Waluyo Sekretaris Muhammad Ichsan Tata Letak Nur Ihsan R Editor Ahli Drs. Abdi Sumaithi, MA Dr. Ahzami Samiun Jazuli Dr. Prihandoko Dr. Yon Mahmudi Hubungi kami di: redaksi@issact.or.id

TRANSFORMASI


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.